Anda di halaman 1dari 92

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat

derajat kesehatan suatu negara. Jumlah kematian ibu di negara berkembang dan

tertinggal tergolong tinggi seperti yang terjadi di Afrika Sub Sahara dan Asia

Selatan. Penyebab utama kematian dari ibu ini adalah adanya perdarahan,

hipertensi, infeksi, partus lama serta penyebab tidak langsung lainnya, seperti

aborsi yang tidak aman, dan kondisi penyakit yang diderita ibu dan masalah

tersebut cenderung terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia (WHO, 2017

& BPS 2018).

AKI di Negara Indonesia masih terbilang tinggi apabila dibandingkan

dengan negara-negara Asia Tenggara lain, yaitu diperkirakan sebesar 359

kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup untuk periode 2014-2018 (BPS,

2019). Data dari The World Bank (2018), menunjukan AKI pada tahun 2016

sebesar 148/100.000 kelahiran hidup, ditahuun 2017 menjadi 140/100.000

kelahiran hidup, kemudian tahun 2018 menurun menjadi 133/100.000 kelahiran

hidup, tahun 2019 menurun menjadi 126/100.000 kelahiran hidup. Hal ini masih

tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan Negara Asia Tenggara lainnya

Dalam rentang waktu 2 tahun terakhir AKI di Provinsi Jawa Tengah

menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 yang dilakukan di

Kabupaten/Kota sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan

bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2016 sebesar 116,01/100.000 kelahiran
hidup, sehingga belum terjadi penurunan secara signifikan sesuai dengan target

Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2018 sebesar 102/100.000

kelahiran hidup. AKI di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2017 sebesar

100,47/100.000 kelahiran hidup atau sebanyak 13 kasus, sedangkan AKB di

Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2017 terdata sebesar 10,43/1.000 kelahiran

hidup (Dinkes Sukoharjo, 2018).

Upaya kesehatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia dalam meminimalisir penurunan tingkat AKI dan AKB telah

dilaksanakan, diantaranya program Gerakan Sayang Ibu (GSI), Pembinaan

Kelompok Peminat Kesehatan Ibu dan Anak (KPKIA), Jaminan Persalinan

(Jampersal), Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K),

Pengoptimalan ANC, serta penempatan bidan desa di wilayah pedesaan (Depkes,

2012). Tetapi terdapat permasalahan-permasalahan yang muncul diantaranya

adalah pelayanan ANC yang belum optimal dalam pelaksanaannya, belum

memadainya jumlah ketersediaan tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, dan

perlu pengoptimalan pada program kontrasepsi jangka panjang (Kemenkes RI,

2015).

Antenatal Care (ANC) adalah suatu komponen dalam pelayanan kesehatan

ibu hamil terpenting untuk meminimalkan serta menurunkan tingkat AKI (Depkes

RI, 2008). Pelayanan antenatal adalah suatu pelayanan kesehatan yang

dilaksanakan oleh tenaga kesehatan kepada ibu secara berkala selama masa

kehamilan, sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan. Pelayanan

tersebut berguna memantau kemajuan kehamilan, mengetahui kesehatan fisik,


mental, dan sosial ibu maupun janin, serta mengetahui secara dini adanya kelainan

atau ketidaknormalan yang berisiko muncul pada masa kehamilan (Manuaba,

2005 & Kemenkes RI, 2010). Dengan adanya pemeriksaan ANC maka

perkembangan kondisi ibu hamil dapat dipantau dengan baik setiap saat dan

pengetahuan ibu akan bertambah dalam mempersiapkan kelahiran. Sehingga

nantinya akan tumbuh kesadaran untuk memeriksakan kehamilannya atau

melakukan kunjungan antenatal (BPPK, 2013).

Tingginya tingkat AKI disebabkan oleh faktor yang sangat bervarian,

seperti rendahnya tingkat pengetahuan ibu dan frekuensi pemeriksaan ANC yang

tidak teratur, tingkat sosial ekonomi yang rendah kurangnya tingkat kesadaran dan

ketaatan ibu hamil dalam memeriksakan kandungannya, pengaruh status gizi ibu,

kesibukan dalam aktivitas, dukungan dari pihak keluarga dan suami yang kurang,

pelayanan maternal yang belum optimal, dan belum tersedianya tenaga kesehatan

yang terlatih pada daerah-daerah terpencil.

Pemeriksaan ANC dilakukan oleh tenaga kesehatan, secara profesional

akan memberikan pelayanan sebaik mungkin agar ibu hamil merasa puas atas

pelayanan yang diberikan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang

merasa puas atas pelayanan di suatu tempat, termasuk di Rumah Sakit seperti

pengalaman bidan selama proses pemeriksaan, fasilitas yang lengkap, kemudahan

lokasi Rumah Sakit yang mudah dijangkau, tarif yang kompetitif, kecepatan

dalam melakukan pemeriksaan, keramahan bidan dalam pelayanan Anate Natal

Care (ANC).
Ditinjau dari sisi pelayanan, perawat akan melakukan upaya yang terbaik

dalam pelayanan seperti meningkatkan keterampilan dengan mengikuti pelatihan

atau seminar kesehatan tentang masalah Ante Natal Care (ANC). Upaya tersebut

diharapkan agar ibu yang melakukan kunjungan pemeriksaan Ante Natal Care

(ANC) menjadi puas atas pelayanan yang diberikan. Peran petugas kesehatan

adalah suatu kegiatan yang diharapkan dari seorang petugas kesehatan yang

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Seperti pada ibu hamil membutuhkan peran dari petugas

kesehatan tentang kehamilannya.

Sebuah Rumah Sakit dituntut mampu memberikan pelayanan berkualitas

yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan klien. Rumah Sakit bisa memiliki

pelayanan yang lebih baik, misalnya dalam hal pemberian motivasi dari bidan,

keramahan pelayanan dengan memberikan senyuman, sapaan, dan salam,

memberikan harga yang murah atau disesuaikan dengan peraturan daerah

khususnya untuk kalangan masyarakat menengah kebawah. Kualitas pelayanan

kesehatan khususnya di Rumah Sakit yang bagus adalah mempunyai

tempat/rumah bersalin yang benar – benar berkualitas dan mampu bersaing.

Berdasarkan buku registrasi kunjungan sasaran ibu hamil dan nifas di RSUD Kota

Semarang dalam 6 bulan terakhir Januari - Juni 2018, tercatat sebanyak 1.267 ibu

hamil dengan rincian ibu hamil resiko tinggi 243 orang, kunjungan K1 451 orang,

K4 366 orang, KEK 66 orang, anemia 149 orang SF3 457 orang. Rata-rata

kunjungan tiap ibu hamil dalam pemeriksaan ANC adalah 4 kali. (Register RSUD

Kota Semarang, 2018).


Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 9 Juli 2018 di RSUD Kota

Semarang, pada pelayanan Antenatal Care, dari hasil wawancara terhadap

4(empat) orang ibu hamil mengenai persepsi atau penilaian terhadap pelayanan

yang diberikan, terdapat 4 orang ibu yang menyatakan puas dengan pelayanan

pemeriksaan ibu hamil. Dua orang ibu mengatakan bahwa walaupun jarak rumah

ke Rumah Sakit ini lumayan jauh tetapi tidak menjadi halangan untuk periksa di

RSUD Kota Semarang karena bidan-bidan disini semuanya ramah dalam hal

melayani semua ibu hamil yang ada. Dua orang ibu lagi menyatakan bahwa di

RSUD Kota Semarang tidak ada biaya pemeriksaan ibu hamil dibandingkan

dengan pelayanan kesehatan yang lain, misalnya di dokter praktek atau swasta.

Berdasarkan data diatas penulis ingin mengetahui gambaran pelayanan

Antenatal Care di RSUD Kota Semarang.

B. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Memberikan Asuhan Keperawatan Ante Natal Care (ANC) pada

Ny. S. di ruangan Poli KIA RSUD Kota Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan Ante Natal Care (ANC) pada Ny.

S. ruangan Poli KIA RSUD Kota Semarang.

b. Merumuskan Diagnosa Keperawatan Ante Natal Care (ANC) pada

Ny. S. di ruangan Poli KIA RSUD Kota Semarang.

c. Membuat Perencanaan Keperawatan Ante Natal Care (ANC) pada Ny.

S. di ruangan Poli KIA RSUD Kota Semarang.


d. Melakukan Tindakan Keperawatan Ante Natal Care (ANC) pada

Ny. S. di ruangan Poli KIA RSUD Kota Semarang.

e. Melakukan Evaluasi hasil Asuhan Keperawatan Ante Natal Care

(ANC) pada Ny. S. di ruangan Poli KIA RSUD Kota Semarang.

C. Manfaat Penelitian

a. Bagi Masyarakat

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih tempat

pemeriksaan Ante Natal Care (ANC) yang dianggap baik dalam hal

pelayanan.

b. Bagi Peneliti

Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang

masalah keperawatan yang dialami ibu hamil selama proses kehamilan.

c. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Sebagai tambahan dan masukan pengetahuan dan informasi serta

pengembangan bagi penelitian selanjutnya mengenai hubungan masalah

keperawatan ibu hamil pada pelayanan ante natal care


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Antenatal

1. Pengertian Ante Natal Care

Antenatal Care adalah pelayanan yang diberikan oleh ibu hamil secara

berkala untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi. Pelayanan ini meliputi

pemeriksaan kehamilan, upaya koreksi terhadap penyimpangan dan intervensi

dasar yang dilakukan (Manuaba, 2010). Kunjungan Antenatal Care adalah

kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak dirinya

hamil untuk menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas

serta mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat, memantau kemungkinan adanya

resiko-resiko kehamilan, dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal

terhadap kehamilan (Bobak, 2005). Pelayanan Antenatal adalah pelayanan

kesehatan oleh tenaga professional (Dokter spesialis kandungan, Dokter umum,

Bidan, Perawat) untuk ibu selama masa kehamilanya.

2. Tujuan

Secara umum antenatal care bertujuan untuk menjaga agar ibu hamil dapat

melalui masa kehamilan, persalinan, dan nifas dengan baik dan selamat serta

menghasilkan bayi yang sehat. Secara rinci tujuan antenatal care adalah:

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu

dan tumbuh kembang janin

2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan

sosial ibu.
3. Mengenali dan mengurangi sedini mungkin adanya

penyulit/komplikasi yang dapat muncul selama kehamilan,

termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan

pembedahan.

4. Mempersiapkan persalinan cukup builan dan persalinan yang aman

dengan trauma seminimal mungkin.

5. Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan dengan normal dan

mempersiapkan ibu agar dapat memberi asi secara eksklusif.

6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

janin agar tumbuh kembang secara normal

7. Mengurangi angka kematian bayi prematur, kelahirran mati dan

kematian neonatal. (Bobak, 2004).

3. Manfaat

Dapat ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara

dini, Sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah- langkah dalam

pertolongan persalinanya (Manuaba, 2010).

4. Jadwal Pemeriksaan ANC

a. Trimester I dan II

1. Setiap bulan sekali

2. Diambil data tentang laboratorium

3. Pemeriksaan ultrasonagrafi

4. Nasehat tentang diet empat sehat lima sempurna, tambahan protein

0,5 g/kg BB (satu telur/hari).


5. Rencana untuk pengobatan penyakitnya, menghindari terjadinya

komplikasi kehamilan, dan imunisasi tetanus I.

b. Trimester III

1. Setiap dua minggu sekali sampai ada tanda kelahiran

2. Evaluasi data laboratorium untuk melihat hasil pengobatan

3. Diet empat sehat lima sempurna

4. Pemeriksaan ultrasonografi

5. Imunisasi tetanus II

6. Observasi adanya penyakit yang menyertai kehamilan, kompikasi

hamil trimester ketiga

7. Rencana pengobatan

8. Nasehat tentang tanda inpartu, kemana harus datang untuk

melahirkan (Manuaba, 2010).

5. Langkah perawatan ANC

Pelayanan antenatal dalam penerapan operasionalnya dikenal dengan

standar minimal “10 T” yang terdiri dari :

a. Pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan

Pengukuran tinggi badan cukup satu kali waktu kunjungan pertama. Bila

tinggi badan < 145 cm, maka factor resiko panggul sempit, kemungkinan

sulit melahirkan secara normal. Sedangkan penimbangan berat Berat

Badan setiap kali periksa. Sejak bulan ke-4 pertambahan berat badan

paling sedikit 1kg/bulan (Buku KIA 2016).

b. Pengukuran Tekanan Darah

Tekanan darah normal 120/80 mmhg. Bila tekanan darah lebih besar atau
sama dengan 140/90 mmhg ada factor resiko hipertensi (Tekanan darah

Tinggi) dalam kehamilan (Buku KIA 2016).

c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)

Bila < kurang dari 23,5 cm menunjukan ibu hamil menunjukan ibu hamil

Kurang Energi Kronis ((ibu hamil KEK) dan beresiko melahirkan bayi

Berat Badan Rendah (BBLR) (Buku KIA 2016).

d. Pengukuran Tinggi Rahim

Pengukuran tinggi rahim berguna untuk melihat pertumbuhan janin apakah

sesuai dengan usia kehamilan (Buku KIA 2016).

e. Penentuan Letak Janin (Presentase janin) dan perhitungan Denyut Jantung

Janin.

Apabila Trimester III bagian bawah janin bukan kepala atau kepala belum

masuk panggul, kemungkinan ada kelainan letak atau ada masalah lain.

Bila denyut jantung kurang dari 120 kali/menit menujukan ada tanda

GAWAT JANIN, SEGERA RUJUK (Buku KIA 2016).

f. Penentuan Status Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Penentuan Status Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) oleh petugas untuk

selanjutnya bilamana diperlukan mendapatkan suntikan Tetanus Toksoid

sesuai anjuran petugas kesehatan untuk mencegah Tetanus pada Ibu dan

Bayi (Buku KIA 2016).

Tabel rentang waktu pemberian imunisasi TT dari lama perlindungannya.

Imunisasi Lama perlindungan


Selang waktu Minimal
TT
TT 1 Langkah awal pemben tukan
kekebalan tubuh terhadap
penyakit Tetanus
TT 2 1 Bulan setelah TT 1 3 Tahun
TT 3 6 Bulan setelah TT 2 5 Tahun
TT 4 12 Bulan setelah TT 3 1 Tahun
TT 5 12 Bulan setelah TT 4 >25 Tahun

g. Pemberian Tablet Tambah Darah

Ibu hamil sejak awal kehamilan minum 1 tablet tambah darah setiap hari

minimal selama 90 hari. Tablet tambah darah diminum pada malam hari

untuk mengurangi rasa mual (Buku KIA 2016).

h. Tes Laboratorium

1) Tes golongan darah untuk mempersiapkan donor bagi ibu hamil

bila diperlukan

2) Tes haemoglobin untuk mengetahui apakah ibu kekurangan

darah (Anemia).

3) Tes pemeriksaan urine (air kencing).

4) Tes pemeriksaan darah lainnya, seperti HIV dan sifilis,

sementara pemeriksaan malaria dilakukan di daerah endemis

(Buku KIA 2016).

i. Konseling atau Penjelasan

Tenaga kesehatan memberi penjelasan mengenai perawatan

kehamilan, pencegahan kelainan, persalinan dan inisiasi menyusui dini

(IMD), ASI eksklusif, Keluarga Berencana dan imunisasi pada bayi.

Penjelasan ini diberikan secara bertahap pada saat kunjungan hamil (Buku

KIA 2016)

j. Tatalaksana atau mendapatkan pengobatan.


Jika ibu mempunyai masalah kesehatan pada saat hamil (Buku KIA 2016).

6. Tempat Pelayanan ANC

Pelayanan antenatal care bisa didapatkan di Rumah Sakit, Puskesmas,

Bidan Praktek Swasta, Dokter Praktek Swasta, Posyandu. Pelayanan antenatal

care hanya diberikan oleh tenaga kesehatan dan bukan dukun bayi (Ika dan

Saryono, 2010).

7. Pemeriksaan Ante Natal

Asuhan antenatal harus dimulai sedini mungkin. Pada awal pemeriksaan

yaitu untuk menentukan apakah seorang ibu sedang mengalami kehamilan.

Diagnosa kehamilan ditentukan dengan pemeriksaan laboratorium. Umumnya

pemeriksaan yang dipakai yaitu tes untuk mendeteksi keberadaan HCG. Human

Chorionic Gonadotropin (HCG) dapat diukur dengan radioimunoesai dan deteksi

dalam darah enam hari setelah konsepsi atau sekitar 20 hari sejak periode

menstruasi terakhir. Keberadaan hormone ini dalam urin pada kehamilan

merupakan dasar dari berbagai tes kehamilan di berbagai laboratorium dan

kadang-kadang dapat dideteksu dalam urine 14 hari setelah konsepsi (Bobak,

2005).

TPP = tgl HPHT+7 – 3 bulan HPHT+ 1 tahun HPHT

atau

TPP = tgl HPHT +7 + 9 bulan dari HPHT

Dengan TPP adalah taksiran perkiraan partus.

Menurut Abdul Bahri Saifuddin dalam Salmah dkk (2006),

kunjungan antenatal untuk pemantauan pengawasan


kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali pemeriksaan

selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut:

a. Trimester pertama (< 4 minggu) satu kali kunjungan

b. Trimester kedua (14-28 minggu ) satu kali kunjungan

c. Trimester ketiga (28-36 minggu) dan sesudah minggu ke 36 dua kali

kunjungan kecuali jika ditemukan kelainan/faktor risiko yang

memerlukan penatalaksanaan medik lain, harus lebih sering dan

intensif.

Menurut Manuaba (2000), berdasarkan standar pemeriksaan kehamilan

ditentukan berulang dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid

b. Satu kali dalam sebulan sampai umur kehamilan 7 bulan

c. Dua kali sebulan sampai umur kehamilan 8 bulan

d. Setiap minggu sejak umur krhamilan 8 bulan sampai dengan bersalin.

Kunjungan/pemeriksaan kehamilan bertujuan:

a. Kunjungan pertama, menentukan diagnosis ada tidaknya kehamilan.

b. Kunjungan kedua, menentukan usia kehamilan dan perkiraan

persalinan.

c. Menentukan usia kehamilan dilakukan manuver Leopold:

Leopold I:

Untuk menemukan presentasi dengan cara mengidentifikasi bagian

tubuh fetus apa yang berada di fundus dan daerah pelvik.

Caranya: Menghadap ke kepala pasien, gunakan jari-jari kedua


tangan mempalpasi fundus uteri. Jika kepala yang berada di

fundus maka akan terassa keras, bulat dan melenting. Jika

bokong teraba di fundus, maka akan terasa lembut, tidak bulat

dan gerakan kurang.

Leopold II

Untuk menemukan posisi janin (punggung janin).

Caranya: Menghadap pada kepala pasien, letakkan kedua tangan

pada kedua sisi abdomen. Letakkan tangan pada satu sisi dan

tangan lain mempalpasi sisi yang berbeda untuk menemukan

bagian punggung janin. Jika punggung akan teraba cembung

dan resisten.

Leopold III:

Untuk mengidentifikasi bagian apa dari janin yang dekat dengan

daerah pelvik.

Caranya: Letakkan 3 jari pertama tangan yang dominan pada sisi

abdomen di atas simpisis pubis dan minta pasien menarik

napas panjang dan menghembuskannya. Pada saat

mengeluarkan napas, gerakkan tangan turun perlahan dan

menekan sekitar daerah tersebut. Jika kepala akan teraba keras,

bulat, dan bergerak jika disentuh. Jika bokong akan teraba

lembut dan tidak beraturan.

Leopold IV

Untuk mengidentifikasi bagian yang menonjol dari bagian terendah


janin masuk ke pintu atas panggul.

Caranya: Menghadap ke kaki pasien dengan lembut gerakan tangan

turun ke sisi abdomen mendekati pelvis sampai salah satu

tangan merasakan bagian tulang yang timbul. Ada 3 keadaan

yaitu: Konvergen yaitu jika bagian yang masuk baru sebagian

kecil, sejajar yaitu jika bagian yang masuk baru setengah,

divergen yaitu jika hampir sebagian besar dari tubuh janin

masuk ke dalam rongga panggul.

Perkiraan persalinan menggunakan rumus Naegele:

a. Hari +7, Bulan -3,Tahun +1 àjika bulan HPHT bulan April s/d

Desember

b. Hari +7, Bulan +9,Tahun Tetap àjika bulan HPHT bulan Januari s/d

Maret

Pemeriksaan panggul luar

Tujuan :

1. Mengetahui panggul seseorang normal atau tidak

2. Memudahkan dalam mengambil tindakan selanjutnya

3. Mengetahui bentuk atau keadaan panggul seseorang.

Pemeriksaan panggul dilakukan:

1. Pada pemeriksaan pertama kali bagi ibu hamil.

2. Pada ibu yang pernah melahirkan bila ada kelainan pada persalinan

yang lalu.
3. Ibu yang akan bersalin bila sebelumnya belum pernah memeriksakan

diri terutama pada primipara.

Ukuran-ukuran luar yang terpenting:

1. Distansia spinarum : jarak antara spina illiaka anterior superior kanan

dan kiri ( normal: 23-26 cm).

2. Distansia cristarum : jarak yang terpanjang antara crista illiaca kanan

dan kiri (normal: 26-29).

4. Conjugata eksterna : (Boudelocque) : jarak antara pinggir atas simpisis

dan ujung prosessus spinosus (ruas tulang lumbal ke lima) (normal:

10-20 cm).

5. Lingkar panggul : jarak dari pinggir atas simpisis melalui spina illiaca

anterior superior kanan ke pertengahan trochanter mayor kanan ke

pertengahan trochanter mayor kiri ke pertengahan spina illiaca anterior

superior kiri kemudian kembali ke atas simpisis (normal : 80-90 cm).

8. Cakupan ANC

Cakupan pelayanan antenatal adalah persentasi ibu hamil yang telah

mendapatkan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah

kerja yang terdiri dari cakupan K1 dan cakupan K4. Cakupan K1 adalah cakupan

ibu hamil yang pertama kali mendapatkan pelayanan antenatal oleh tenaga

kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan K4 adalah

cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan

standar, paling sedikit empat kali di suatu wilayah kerja pada kurun waktu

tertentu (Departemen Kesehatan. 2014)


B. Konsep Dasar Kehamilan

1. Pengertian

Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang berawal dari

terjadinya pertemuan dan persenyawaan antara sperma dan ovum sehingga akan

terbentuk zigot yang pada akhirnya membentuk janin. Kehamilan terjadi pada

saat pertemuan ovum dan sperma hingga masa di mana janin siap lahir, dalam

perhitungan medis ± 40 minggu (Masriroh, 2013).

Pelayanan antenatal adalah pelayanan terhadap individu yang bersifat

preventif care untuk mencegah masalah yang kurang baik bagi ibu maupun janin

agar melalui persalinan dengan sejat dan aman, diperlukan kesiapan fisik dan

mental ibu sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan optimal, karena

kesehatan ibu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janinnya

(Winjosastro, 2002).

2. Fisiologi Kehamilan

Pelepasan ovum hanya terjadi satu kali setiap bulan, sekitar hari ke-14

pada siklus mentruasi 28 hari. Siklus menstruasi bervariasi pada setiap individu.

Untuk menentukan masa subur dapat digunakan beberapa cara seperti :

a) Berdasarkan hari mentruasi pertama ditambah 12 dan berlangsung

tujuh hari, contoh : mentruasi hari pertama tanggal 5, maka

perhitungan minggu suburnya adalah tanggal 17-24 dengan rrumus

(5+12) sampai (5+12)+7=24

b) Melakukan pemeriksaan suhu basal, karena pada siklus menstruasi

terjadi pelepasan telur dan terjadi penurunan diikuti dengan

kenaikan suhu 1\2 derajat celcius


c) Kemungkinan keinginan seks meningkat pada saat pelepasan ovum

d) Kemungkinan terasa nyeri karena pelepasan ovum

Saat ejakulasi, sperma akan ditampung di liang vagina bagian dalam.

Bentuk sperma yang menyerupai kecebong dengan kepala yang lonjong dan

ekor yang panjang seperti cambuk memungkinkan sperma untuk bergerak

masuk melalui kanalis cervikalis dan kavum uteri kemudian berada dalam tuba

untuk menunggu kedatangan sel telur. Bila pada saat itu terjadi ovulasi, maka

kemungkinan besar akan terjadi fertilisasi.

Setelah masuknya kepala sperma ke dalm ovum dengan

meninggalkan ekornya, terjadilah pertemuan inti masing-masing dengan

kromosom mencari pasangannya. Mula-mula terjadilah pembelahan inti

menjadi dua dan seterusnya hingga seluruh ruangan ovum penuh dengan

hasil pembelahan sel, yang disebut morula. Pembelahan berlangsung

terus hingga bagian dalam terbentuk ruangan yang mengandung cairan

disebut blastokist. Sementara itu bagian luar dinding telur timbul rumbai-

rumbai yang disebut villi yang akan berguna untuk menanamkan diri

pada lapisan dalam rahim, yang telah siap menerima dalam bentuk reaksi

decidua.

Hasil konsepsi dalam bentuk blastokist yang mempunyai villi korealis

dapat menanamkan diri pada dinding rahim yang disebut nidasi atau implantasi.

Sejak saat terjadi konsepsi, fertilisasi, impregnancy, sampai nidasi diperlukan

waktu 6-7 hari (Purwaningsih dkk, 2010).

3. Tanda dan Gejala

a. Tanda-tanda pasti
1) mendengar bunyi jantung janin

2) melihat, meraba, atau mendengar pergerakan anak oleh pemeriksa

3) melihat rangka janin dengan sinar rontgent atau dengan

ultrasographi

Jika ditemukan hanya salah satu dari tanda-tanda ini, maka

diagnosa kehamilan dapat dibuat dengan pasti. Sayang sekali, tanda-

tanda pasti kehamilan baru dapat diketahui pada usia kehamilan di tas

empat bulan, tetapi dengan menggunakan USG kantong kehamilan

sudah nampak pada kehamilan 10 minggu dan bunyi jantung janin

sudah dapat didengar pada kehamilan 12 minggu (Purwaningsih dkk,

2010).

b. Tanda-tanda mungkin

Tanda-tanda mungkin sudah dapat ditentukan pada kehamilan

trisemester I, tetapi dengan tanda-tanda mungkin kehamilan hanya

boleh diduga. Makin banyak tanda-tanda mungkin yang ditemukan,

makin besar kemungkinan hamil.

Tanda-tanda mungkin dibagi menjadi :

1) Tanda-tanda objektif

Pembesaran, perubahan bentuk, dan konsistensi rahim

Pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahwa uterus

membesar dan makin lama makin bundar bentuknya. Kadang-

kadang pembesaran tidak rata tetapi di daerah telur bernidasi lebih

cepat tumbuhnya (tanda piskacek).


Konsistensi rahim dalam kehamilan juga berubah menjadi

lunak, terutama daerah isthmus uteri sedemikian lunaknya, hingga

jika kita letakkan 2 jari dalam fornix posterior dan tangan satunya

pada dinding perut di atas symphyse pubis, maka isthmus ini tidak

teraba seolah-olah corpus uteri sama sekali terpisah dari cervix

(tanda hegar).

Perubahan pada serviks

Di luar kehamilan, konsistensi serviks keras, kerasnya seperti

kita meraba ujung hidung. Dalam kehamilan, serviks menjadi lebih

lunak selunak bibir atau ujung daun telinga.

Kontraksi braxton hicks

Waktu palpasi atau waktu toucher rahim yang lunak

sekonyong-konyong menjadi keras karena berkontraksi.

Ballottement

Pada bulan ke-4 dan ke-5 janin lebih kecil dibandingkan

dengan cairan ketuban, maka bila rahim didorong dengan

sekonyong-konyong atau digoyangkan, makan anakan akan

melenting di dalam rahim. Ballottement dapat ditentukan dengan

pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam.

Meraba bagian anak

Dapat dilakukan jika janin sudah agak besar, hanya kadang-

kadang tumor yang padat seperti myoma, fibroma, dan lain-lain

dapat menyerupai bentuk janin.


Pemeriksaan biologis

Tidak dimasukkan dalam tanda pasti karena keadaan lain

dapat menimbulkan reaksi yang positif.

Pembesaran perut

Setelah bulan ke-3 rahim dapat diraba dari luar dan mulai

membesarkan perut.

Keluarnya colostrums

Hyperpigmentasi

Terjadi pada kulit wajah disebut chloasma gravidarum

(topeng kehamilan), areola dan papilla mammae, linea alba (putih)

menjadi linea fusca (coklat) atau linea nigra (hitam).

Tanda-tanda chadwicks

Warna selaput lendir vulva dan vagina menjadi ungu.

2) Tanda-tanda subjektif

a) Adanya amenorrhoe

b) Mual dan muntah

c) Ibu merasa pergerakan anak

d) Sering kencing akibat pembesaran rahim yang menekan

kandung kencing

e) Perasaan dada berisi dan agak nyeri. (Kusmiyati, et al,

2008).

4. Adaptasi Fisiologi

a. Perubahan fisiologis
1) Uterus

Uterus bertambah besar, dari alat yang beratnya 30 gram

menjadi 1000 gram, dengan ukuran panjang 32 cm, lebar 24 cm,

dan ukurang muka belakang 22 cm. Pertumbuhan uterus tidak rata,

uterus lebih cepat tumbuh di daerah implantasi dari ovum dan di

daerah insersi placenta. Pembesaran ini disebabkann oleh

hypertrophy dari otot-otot rahim, tetapi pada kehamilan muda juga

terbentuk sel-sel otot yang baru.

Uterus pada wanita hamil sering berkontraksi tanpa perasaan

nyeri. Juga saat disentuh, misalnya pada pemeriksaan dalam,

pemeriksa dapat meraba bahwa sewaktu pemeriksaan konsistensi

rahim yang semula lunak dapat menjadi keras dan kemudian lunak

kembali (Kusmiyati, et al, 2008).

2) Cervix

Perubahan penting yang terjadi pada cervix dalam

kehamilan adalah menjadi lunaknya cervix. Perubahan ini sudah

dapt ditemukan sebulan setelah konsepsi.

Pelunakan cervis terjadi karena pembuluh darah dalam

cervix bertambah dan karena timbulnya oedema dari cervix dan

hyperplasia kelenjar-kelenjar servix.

3) Vagina

Pembuluh darah dinding vagina bertambah, hingga warna

selaput lendirnya membiru, kekenyalan vagina bertambah yang


berarti daya regangnya bertambah sebagai persiapan persalinan.

Getah dalam vagina biasanya bertambah dalam masa kehamilan,

reaksinya asam dengan pH 3,5-6,0. reaksi asam ini disebabkan

terbentuknya acidum lacticum sebagai hasil penghancuran

glycogen yang berada dalm sel-sel epitel vagina oleh basil-basil

doderlein. Reaksi asam ini mempunyai sifat bekterisida.

4) Ovarium

Pada salah satu ovarium dapat ditemukan corpus lutheum

graviditatis, teapi setelah bulan ke-4 corpus lutheum ini akan

mengisut.

5) Dinding perut

Pada kehamilan lanjut pada primi gravida sering timbul

garis-garie memanjang atau serong pada perut. Garis-garis ini

disebut striae gravidarum. Kadang-kadang garis-garis itu terdapat

juga pada buah dada dan paha. Pada seorang primi gravida

warnanya menbiru disebut striae lividae.

Pada seorang multigravida, di samping strie lividae,

terdapat juga garis-garis putih agak mengkilat ialah parut

(cicatrick) dari strie gravidarum yang disebut strie albicans.

6) Kulit

Pada kulit terdapat hyperpigmentasi antara lain pada areolla

mammae, papilla mammae, dan linea alba. Pada umumnya setelah

partus, gejala hyperpigmentasi ini akan menghilang.


7) Payudara

Payudara biasanya membesar disebabkan karena

hypertophi olveoli. Di bawah kulit payudara sering tampak

gambaran-gambaran dari vena yang meluas. Putting susu biasanya

membesar dan lebih tua warnanya dan acapkali mengeluarkan

colostrum. Perubahan-perubahan pada payudara disebabkan karena

pengaruh hormonal.

8) Pertukaran zat

Metabolisme basal naik pada kehamilan, terjadi

penimbunan protein sedangkan dalam darah kadar zat lemak naik

dan ada kecenderungan pada ketosis. Kebutuhan akan calcium dan

phosphor bertambah untuk pembuatan tulang-tulang janin begitu

pula akan ferum untuk pembentukan Hb janin.

9) Darah

Volume darah bertambah, baik plasmanya maupun erytrosyt,

tetapi penambahan volume plasma yang disebabkan oleh hydramia

lebih menonjol hingga biasanya kadar Hb turun.

Batas-batas fisiologis ialah :

1) Hb 10 gr%

2) erytrosyt 3,5 juta per mm3

3) leucocyt 8.000-10.000 per mm3

Jantung lebih berat bebannya disebabkan penambahan

volume darah, perluasan daerah pengaliran, fetus yang membesar


dan adanya placenta, lagipula jantung terdorong ke atas sehingga

sumbunya berubah.

Kegiatan paru-paru pun bertambah karena selain untuk

mencukupi kebutuhan ibu sendiri juga harus mencukupi kebutuhan

janin akan 02.

10) Gastrointestinal

Sekresi asam lambung dan gerakan lambung berkurang, hal

tersebut mungkin menyebabkan muntah dan kembung pada masa

kehamilan. Tonus usus kurang, yang menimbulkan obstipasi.

11) Urinarius

Kegiatan ginjal semakin bertambah berat karena harus juga

mengeluarkan racun-racun dari peredaran darah janin.

Ureter jelas melebar dalam kehamilan teruatam yang kanan.

Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon progesterone,

walaupun mungkin ada juga factor tekanan pada ureter oleh rahim

yang membesar.

Kapasitas kandung kencing juga mengalami penurunan

kapasitas karena desakan oleh rahim yang membesar pada akhir

kehamilan oleh kepala janin yang yang turun ke dalam rongga

panggul.

12) Hormonal

Kelenjar endokrin seperti kelenjar tiroid, hipofise anterior,

dan kelenjar suprarenalis menunjukkan hiperfungsi atau hipertropi.


13) Kelenjar adrenal

Ukuran kelenjar adrenal meningkat selama kehamilan,

terutama bagian kortika yang membentuk kortin. Jumlah ion

natrium dan kalium dalam darah diatur oleh kortin. Bagian medula

dari kelenjar adrenal mensekresi epinephrin, hormon yang sangat

penting. Kehamilan tidak mengubah ukuran atau fungsi bagian

medula.

Hormon-hormon yang signifikan dalam kehamilan:

1) hCG (human chorionic gonadotropin)

- dihasilkan oleh sel-sel trofoblas

- puncaknya pada minggu ke-9 – 13

- mempertahankan korpus luteum sampai plasenta

mengambil alih

2) hPL (human placental lactogen)

- Dihasilkan oleh sel-sel synsitio tropoblas

- Kerjanya berlawanan dengan insulin

- Mempunyai pengaruh peningkatan asam lemak bebas dan

menurunkan metabolisme glukosa

3) Estrogen

- Dihasilkan oleh ovarium dan plasenta.

- Berperan dalam perkembangan uterus dan mammae,

meningkatkan pigmen kulit, meretensi Na+ dan air, serta

menurunkan hidrokloric asam lambung.


b. Perubahan Psikologis

Konsepsi dan implantasi sebagai titik awal kehamilan

menimbulkan perubahan status emosional seorang calon ibu.

Bagi pasangan dengan perkawinan yang dilandasi oleh rasa

cinta dan saling mencintai, keterlambatan datang bulan merupakan

salah satu tanda yang menggembirakan, karena ikatan batin antara

keduanya semakin kokoh dengan adanya kehamilan yang

didambakan.

Keterlambatan datang bulan diikuti perubahan subjektif

seperti perasaan mual, ingin muntah, sebah di bagian perut atas,

pusing kepala, dan nafsu makan berkurang mendesak keluarga

untuk melakukan pemeriksaan.

Setelah terbukti terjadi kehamilan perasaan cinta dan

gembira semakin bertambah, diikuti pula oleh perasaan cemas

karena kemungkinan keguguran. Disamping itu perubahan

fisiologis kehamilan juga dapat mempengaruhi kelabilan mental,

hingga menimbulkan ngidam dan perubahan kelakuan. (Masriroh,

2013).

5. Keluhan Selama Kehamilan

Keluhan pada masa hamil adalah suatu kondisi bersifat subyektif dimana

pada individu yang hamil terjadi proses adaptasi terhadap kehamilannya (Depkes

RI, 2007). Keluhan-keluhan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Keluhan pada triwulan I (usia kehamilan 1 – 3 bulan)


1) Mual dan muntah : Terutama terjadi pada pagi hari dan akan hilang

menjelang tengah hari (morning sickness).

2) Perasaan neg atau mual: Terutama bila mencium bau yang

menyengat.

3) Pusing terutama bila akan bangun dari tidur, hal ini terjadi karena

adanya gangguan keseimbangan, perut kosong.

4) Sering kencing: Karena tekanan uterus yang membesar dan

menekan pada kandung kencing.

5) Keputihan (lekorea): Pengaruh peningkatan hormon kehamilan

(estrogen dan progesteron) yang mempengaruhi mukosa serviks

dan vagina.

6) Pengeluaran darah pervaginam: Bila terjadi perdarahan pervaginam

perlu diwaspadai adanya abortus.

7) Perut membesar.

8) Psikologis: Perasaan gembira dengan penerimaan kehamilan akan

mempengaruhi penerimaan ibu terhadap kelainan-kelainan yang

timbul. Sebaliknya karena menolak kehamilan, keluhan tersebut

menimbulkan rasa tidak nyaman dan menimbulkan antipati

terhadap kehamilannya. Pada masa ini sering timbul konflik karena

pengalaman baru, sehingga ibu hamil perlu mendapatkan perhatian

dan dukungan suami.

b. Keluhan pada triwulan II (usia kehamilan 4 – 6 bulan).

Pada masa ini keluhan yang bersifat subyektif sudah berakhir, sehingga
bila ada ibu hamil masih mendapatkan keluhan seperti pada trimester I, perlu

diwaspadai kemungkinan adanya faktor psikologis. Pada triwulan ini sering

ditandai adanya adaptasi ibu terhadap kehamilannya, perasaan ibu cenderung

lebih stabil, karena keluhan yang terjadi pada triwulan I sudah terlewati. Ibu

merasakan pengalaman baru, mulai merassakan gerakan bayi, terdengarnya

DJJ, melalui alat doptone atau melihat gambar/posisi melalui pemeriksaan

USG. Triwulan II juga dikatakan fase aman untuk kehamilan, sehingga

aktifitas ibu dapat berjalan tanpa gangguan berarti.

c. Keluhan pada triwulan III (usia kehamilan 7 – 9 bulan).

Kejadian yang sering timbul antara lain:

1) Pusing disertai pandangan berkunang-kunang. Hal ini dapat

menunjukkan kemungkinan terjadi anemia dengan Hb < 10 gr%.

2) Pandangan mata kabur disertai pusing. Hal ini dapat digunakan

rujukan kemungkinan adanya hipertensi.

3) Kaki edema. Edema pada kaki perlu dicurigai karena sebagai salah

satu gejala dari trias klasik eklamsi. Sesak napas pada triwulan III

perlu dicurigai kemungkinan adanya kelainan letak (sungsang).

4) Perdarahan. Pada triwulan III bisa terjadi perdarahan pervaginam

perlu dicurigai adanya placenta praevia atau solusio plasenta.

5) Keluar cairan di tempat tidur pada siang atau malam hari, bukan

pada saat kencing, perlu diwaspadai adanya ketuban pecah dini.

6) Sering kencing. Akibat penekanan pada kandung kencing akibat

masuknya kepala ke pintu atas panggul.


7) Psikologis: Kegembiraan ibu karena akan lahirnya seorang bayi

(Purwaningsih, dkk, 2010).

6. Komplikasi Kehamilan

Ada beberapa komplikasi pada kehamilan, antara lain (Masriroh, 2013) :

1. Hiperemisis gravidarum.

2. Hipertensi dalam kehamilan.

3. Perdarahan trimester I (abortus).

4. Perdarahan antepartum.

5. Kehamilan ektopik.

6. Kehamilan kembar.

7. Molahydatidosa.

8.  Inkompatibilitas darah.

9. Kelainan dalam lamanya kehamilan.

10. Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin. (Bobak, 2004).

7. Nasehat Untuk Ibu Hamil

a. Nutrisi dalam kehamilan

Kebutuhan kalori untuk ibu hamil sebanyak 300 – 500 kkal/hari,

tergantung berat badan sebelum hamil, aktifitas, dan tipe kehamilan (1

bayi atau kembar). Peningkatan BB yang normal selama kehamilan

adalah 6,5 – 16 kg. Jenis makanan yang sehat dan veriativ selama

kehamilan diantaranya adalah:

1) Buah dan sayuran


2) Makanan mengandung karbohidrat seperti nasi, roti, kentang

3) Protein seperti ikan, daging, kacang

Susu dan keju.

Suplemen yang dianjurkan selama kehamilan:

1) Asam folat.

Asam folat dikonsumsi sebelum hamil dan selama hamil

melindungi dari gangguan saraf janin (anansefali, spina bifida).

Wanita hamil dianjurkan mengkonsumsi asam folat 400 µg/hari

selama 12 minggu kehamilan.

2) Zat besi.

Zat besi adalah komponen utama dari hemoglobin yang bekerja

mengangkut oksigen di dalam darah. Selama hamil, suplai darah

meningkat untuk kebutuhan janin. Kebutuhan zat besi adalah 30 –

50 mg/hari. Suplemen besi sebaiknya dikonsumsi diantara waktu

makan dengan perut yang kosong atau diikuti jus jeruk utnuk

meningkatkan penyerapan.

3) Kalsium.

Kalsium penting dalam mengatur kekuatan tulang wanita hamil

dan pertumbuhan tulang bagi janin. Kalsium yang disarankan

sebanyak 1200 mg/hari. Kalsium sebaiknya dikonsumsi ketika

sedang makan, diikuti dengan jus buah yang kaya akan vitamin C

untuk meningkatkan penyerapan.

b. Obat-obatan selama kehamilan


Dianjurkan kepada ibu hamil sebaimanapun keamanan suatu obat

untuk ibu hamil, disarankan untuk mengkonsumsi obat sesedikit

mungkin untuk mengurangi risiko efek samping obat terhadap janin.

c. Olah raga selama kehamilan

Tips olah raga untuk wanita hamil hamil:

1) Berjalan kaki adalah olah raga terbaik untuk wanita hamil

2) Aerobic low impact

3) Dianjurkan latihan ringan sampai sedang 3 kali seminggu

4) Jangan melakukan olah raga yang mengakibatkan kelelahan atau

kehabisan napas dan hentikan olah raga bila mengalami gejala

lelah, pusing.

5) Pakailah sepatu olah raga yang nyaman

6) Lakukan istirahat secara teratur

7) Hindari olah raga yang melakukan gerakan berbaring dengan

punggung sebagai dasarnya terutama pada triwulan kedua dan

ketiga.

8) Asupan makanan sebaiknya ditingkatkan dengan komposisi sesuai

dengan energi yang dikeluarkan ketika berolahraga

9) Hindari mengangkat beban berat di atas kepala dan melakukan

gerakan yang mengakibatkan peregangan dari otot punggung.

10) Kondisi dimana olah raga dilarang untuk wanita hamil adalah:

a) Hipertensi dalam kehamilan

b) Ketuban pecah dini


c) Perdarahan berkelanjutan pada triwulan II dan III

d) Pertumbuhan janin terhambat.

d. Bekerja selama kehamilan

Wanita hamil tetap dapat bekerja namun aktivitas yang dijalaninya

tidak boleh terlalu berat, dan disarankan untuk menghentikan

aktivitasnya bila merasakan gangguan pada kehamilannya.

e. Berhubungan seksual selama kehamilan

Pada umumnya sanggama diperbolehkan asalkan dilakukan dengan

hati-hati. Untuk wanita dengan riwayat kehamilan preterm, plasenta

praevia, atau abortus berulang dianjurkan untuk menghindari

berhubungan seks pada masa kehamilan demikian pula ketika kepala

sudah masuk rongga panggul dianjurkan untuk tidak melakukan

sanggama.

f. Bepergian selama kehamilan

Hal-hal yang dianjurkan apabila seorang wanita hamil bepergian

adalah:

1) Duduk dalam jangka waktu lama harus dihindari karena dapat

menyebabkan peningkatan risiko terjadinya trombophlebitis.

2) Stoking penyangga sebaiknya dipakai apabila harus duduk dalam

jangka waktu lama di mobil atau di pesawat terbang.

3) Sabuk pengaman sebaiknya diletakkan di bawah perut ketika

kehamilan sudah besar.

g. Merokok pada saat hamil


Wanita hamil dilarang merokok karena dapat menyebabkan BBLR,

lahir preterm, ketuban pecah dini, plasenta previa, dan kematian janin.

Etanol yang terkandung dalam alkohol dapat menembus plasenta yang

merupakan zat teratogen yang dapat menyebabkan risiko terbesar

adalah kecacatan pada janin.

8. Fokus Pengkajian Keperawatan

a) Aktivitas dan Istirahat

1) Tekanan darah agak lebih rendah daripada normal (8 – 12 minggu)

kembali pada tingkat pra kehamilan selama setengah kehamilan

terakhir.

2) Denyut nadi dapat meningkat 10 – 15 DPM.

3) Murmur sistolik pendek dapat terjadi sampai dengan peningkatan

volume episode singkope.

4) Varises

5) Sedikit edema ekstremitas bawah/tangan mungkin ada (terutama

pada trisemester akhir)

b) Integritas Ego

Menunjukkan perubahan persepsi diri

c) Eliminasi

1) Perubahan pada konsistensi / frekuensi defekasi

2) Peningkatan frekuensi perkemihan

3) Urinalisis: Peningkatan berat jenis

4) Hemoroid
d) Makanan/Cairan

1) Mual dan muntah, terutama trisemester pertama; nyeri ulu hati

umum terjadi

2) Penambahan berat badan: 2 sampai 4 lb trisemester pertama,

trisemester kedua dan ketiga masing-masing 11 – 12 lb.

3) Membran mukosa kering: hipertropi jaringan gusi dapat terjadi

mudah berdarah

4) Hb dan Ht rendah mungkin ditemui (anemia fisiologis)

5) Sedikit edema dependen

6) Sedikit glikosuria mungkin ada

7) Diastasis recti (separasi otot rektus) dapat terjadi pada akhir

kehamilan.

e) Nyeri dan Kenyamanan

Kram kaki; nyeri tekan dan bengkak pada payudara; kontraksi Braxton

Hicks terlihat setelah 28 minggu; nyeri punggung

f) Pernapasan

1) Hidung tersumbat; mukosa lebih merah daripada normal

2) Frekuensi pernapasan dapat meningkat terhadap ukuran/tinggi;

pernapasan torakal.

g) Keamanan

1) Suhu tubuh 98 – 99,5 ºF (36,1 – 37,6 ºC)

2) Irama Jantung Janin (IJJ) terdengar dengan Doptone (mulai 10 – 12

minggu) atau fetoskop (17 - 20 minggu)


3) Gerakan janin terasa pada pemeriksaan setelah 20 minggu. Sensasi

gerakan janin pada abdomen diantara 16 dan 20 minggu.

4) Ballottement ada pada bulan keempat dan kelima.

h) Seksualitas

1) Penghentian menstruasi

2) Perubahan respon /aktivitas seksual

3) Leukosa mungkin ada.

4) Peningkatan progresif pada uterus mis: Fundus ada di atas simfisis

pubis (pada 10 – 12 minggu) pada umbilikolis (pada 20 – 30

minggu) agak ke bawah kartilago ensiform (pada 36 minggu)

5) Perubahan payudara: pembesaran jaringan adiposa, peningkatan

vaskularitas lunak bila dipalpasi, peningkatan diameter dan

pigmentasi jaringan arcolar, hipertrofi tberkel montgemery, sensasi

kesemutan (trisemester pertama dan ketiga); kemungkinan strial

gravidarum kolostrum dapat tampak setelah 12 minggu

6) Perubahan pigmentasi: kloasma, linea nigra, palmar eritema,

spicler nevi, strial gravidarum.

7) Tanda-tanda Goodell, Hegar Schdwick positif.

i) Integritas Sosial

1) Bingung/meragukan perubahan peran yang dintisipasi.

2) Tahap maturasi/perkembangan bervariasi dan dapat mundur

dengan stressor kehamilan


3) Respons anggota keluarga lain dapat bervariasi dari positif dan

mendukung sampai disfungsional.


j) Penyuluhan/Pembelajaran

Harapan individu terhadap kehamilan, persalinan/melahirkan

tergantung pada usia, tingkat pengetahuan, pengalaman paritas,

keinginan terhadap anak, stabilitas ekonomik.

k) Pemeriksaan Diagnostik

1) DL menunjukkan anemia, hemoglobinipatis (mis: sel sabit)

2) golongan darah: ABO DAN Rh untuk mengidentifikasi resiko

terhadap inkompatibilitas

3) Usap vagina/rectal: tes untuk Neisseria gonorrhea, Chlamydia

4) Tes serologi: menentukan adanya sefilis (RPR: Rapid Plasma

Reagen)

5) Penyakit Hubungan Kelamin lain (PHS) seperti diindikasikan oleh

kutil vagina, lesi, rabas abnormal.

6) Skrining: terhadap HIV, hepatitis, tuberculosis

7) Papanicolaow Smear: mengidentifikasi neoplasia, herpes simpleks

tipe 2

8) Urinalisis: skin untuk kondisi media (mis: pemastian kehamilan

infeksi, diabetes penyakit ginjal)

9) Ter serum/urin untuk gadadotropin karionik manusia (HCG) positif

10) Titer rubella > a : a O menunjukkan imunitas

11) Tes sonografi: ada janin setelah gestasi 8 minggu


12) Skin glukosa serum / 1 jam tes glukosa: < 140 jam mg/dl (biasanya

dilakukan antara 24 sampai 28 minggu. Evaluasi selanjutnya dari

folus pengkajian dilakukan pada setiap kunjungan prenatal.


C. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

b. Riwayat penyakit

1) Riwayat kesehatan sekarang

Keadaan ibu saat pertama datang ke RS untuk periksa

kehamilannya dan kesehatan pada ibu dan bayinya.

2) Riwayat kesehatan dahulu

a) Sebelumnya adanya trauma akibat dari efek pemeriksaan

cairan amnion.

b) Sintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual.

c) Terjadinya kehamilan yang ganda dan polihidramnion.

d) Terjadinya infeksi pada vagina/servik oleh kuman

streptokokus.

e) Selaput amnion mengalami kelemahan/menipis.

f) Posisi letak fetus yang tidak normal.

g) Servik yang panjang dan pendek dapat menyebabkan kelainan

pada otot servik atau genital.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Ada dan tidaknya keluhan dari ibu yang pernah mengalami

kehamilan kembar atau memiliki turunan yang kembar.

c. Sirkulasi

1) Hipertensi
2) Terdapat perdarahan pada vagina

d. Integritas ego

Prosedur yang dapat ditunjukkan sebagai tanda antisipasi

kegagalan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai seorang

wanita.

e. Makanan cairan

Tanda-tanda Hipertensi Karena Kehamilan (HKK) yaitu nyeri

pada epigastrium, gangguan pada penglihatan, dan edema.

f. Nyeri/ketidaknyamanan

1) Distosia.

2) Terjadinya persalinan lama/disfungsional dan kegagalan pada

induksi.

3) Terdapat nyeri tekan pada uterus.

g. Keamanan

1) Penyakit yang disebabkan pada hubungan seksual yang aktif

(misalnya herpes).

2) Terjadinya prolapse tali pusat dan distress pada janin.

3) Ancaman kelahiran janin yang premature.

4) Presentasi bokong dengan versi sefalik eksternal yang tidak

berhasil.

5) Adanya komplikasi yang terjadi pada ibu seperti Hipertensi

Karena Kehamilan (HKK), diabetes, penyakit ginjal atau jantung,

serta terjadi infeksi asendens.


h. Seksualitas

1) Disproporsi pada sefalopelvik (CPD).

2) Kehamilan yang multiple atau gestasi (uterus sangat distensi).

3) Melahirkan dengan cara pembedahan uterus atau servik.

4) Terjadinya tumor/neoplasma yang dapat menghambat pelvis/jalan

lahir janin.

i. Penyuluhan/pembelajaran

Kelahiran normal yang direncanakan dapat memengaruhi

kesiapan dan pemahaman ibu terhadap prosedur.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala dan leher

1) Bagian mata yang perlu diperiksa bagian sklera dan konjungtiva.

2) Hidung : ada atau tidaknya pembengkakan pada konka nasalis,

ada atau tidaknya hipersekresi pada mukosa.

3) Mulut : ada atau tidaknya gigi yang karies, mukosa mulut yang

kering, dan warna mukosa pada gigi.

4) Pemeriksaan leher berupa ada dan tidaknya pembengkakan pada

kelenjar tiroid.

b. Dada

a. Toraks

1) Inspeksi : kesimetrisan pada dada, jenis pernafasan yang

torakoabdominal, ada atau tidaknya retraksi dinding dada.

Frekuensi pada pernafasan yang normal kurang lebih antara


16-24 kali/menit. Ada atau tidaknya iktus kordis yang terlihat.

2) Palpasi : tidak ada pembengkakan pada payudara.

3) Auskultasi : bunyi nafas yang normal (vesikuler).

c. Abdomen

1) Inspeksi : ada atau tidaknya luka pada bekas operasi, striae, dan

linea.

2) Palpasi : ada atau tidaknya kontraksi kandung kemih yang penuh

atau tidak pada TFU.

3) Auskultasi : terdengar atau tidaknya DJJ.

d. Genetalia

1) Inspeksi : kebersihan pada vagina, ada atau tidaknya tanda-tanda

REEDA (Red Edema Discharge Approximately), pengeluaran

cairan air ketuban (jumlah, warna, bau), dan lendir warna merah

muda kecoklatan.

2) Palpasi : pembukaan pada servik (0-4).

3) Ekstermitas : ada atau tidaknya edema dan varises.

3. Pemeriksaan dignostik

a. Meghitung darah lengkap untuk menentukan ada dan tidaknya anemia,

infeksi, golongan darah (ABO), factor Rh, percocokan silang, dan tes

coombs.

b. Urinalisis yaitu mementukan kadar albumin dan glukosa.

c. Kultur yaitu mengidentifikasi adanya virus herpes yang simpleks tipe

II.
d. Pelvimetri yaitu menentukan terjadinya CPD dan mengidentifikasi

posisi pada janin.

e. Amniosentesis yaitu mengkaji maturitas paru pada janin.

f. Ultrasonografi yaitu melokalisasi plasenta dan menentukan

pertumbuhan, kedudukan, presentasi pada janin, menentukan usia

gestasi, ukuran janin, gerakan jantung janin, dan lokasi pada plasenta.

g. Tes stress kontraksi atau tes non-stres yaitu mengkaji respon pada

janin terhadap gerakan dari pola kontraksi uterus atau pola abnormal.

h. Pemantauan elektronik kontinu yaitu memastikan status pada janin

atau aktivitas uterus.

i. Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US) yaitu menentukan

maturitas pada janin.

4. Diagnose keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (biologis, fisik, zat kimia,

psikologis) (SDKI, 2017).

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan,

nyeri, program pembatasan pergerakan, keengganan untuk memulai

pergerakan (SDKI, 2017).

c. Resiko infeksi berhubungan dengan pecah ketuban, malnutrisi,

pertahanan lapis kedua yang tidak memadai (hemoglobin turun,

leokopenia, dan supresi respons inflamasi) (SDKI, 2017).

d. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan ketidakmampuan untuk

menyiapkan energy yang adaptif, tidak adekuatnya tingkat


kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk melakukan koping, tidak

adekuatnya kesempatan untuk mempersiapkan didi menghadapi

stressor (SDKI, 2017).

e. Konstipasi berhubungan dengan fungsional (kelemahan otot abdomen,

aktivitas fisik yang tidak memadai, perubahan lingkungan baru-baru

ini) (SDKI, 2017).

f. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kelainan pada

bayi, diskontinuitas pemberian ASI, kurang pengetahuan, kelainan

pada payudara ibu, reflek menghisap bayi buruk, prematuritas, riwayat

kegagalan menyusui (SDKI, 2017).

5. Intervensi keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (biologis, fisik, zat kimia,

psikologis) (SDKI, 2017).

Tujuan : setelah dilakukannya tidakan keperawatan nyeri dapat

berkurang.

Kriterian hasil :

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal

b. Klien mampu mengontrol nyeri

c. Klien mengatakan nyeri berkurang Intervensi :

1) Kaji tanda-tanda vital

Rasional : meningkatnya tanda-tanda vital.

2) Kaji dan catat keluhan lokasi nyeri

Rasional : dapat membedakan penyebab nyeri dan


memberikan informasi tentang kemajuan atau berkurangnya

penyakit.

3) Ajarkan klien tehnik distraksi relaksasi

Rasional : dapat mengontrol dan mengalihkan rasa nyeri dan

memusatkan kembali pada perhatian yang dapat meningkatkan

koping klien.

4) Ciptakan lingkungan yang nyaman

Rasional : membuat klien merasa nyaman dengan

lingkungannya sehingga dapat menurunkan rasa nyeri.

5) Kolaborasi pemberian obat analgesic Rasional : membantu

mengurangi rasa nyeri.

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

ketidaknyamanan, nyeri, program pembatasan pergerakan,

keengganan untuk memulai pergerakan (SDKI, 2017).

Tujuan : setelah dilakukannya tindakan keperawatan

mampu melakukan mobilitas fisik secara mandiri.

Kriteria hasil :

1) Klien meningkat dalam beraktifitas fisik

2) Mengerti tujuan peningkatan dari mobilitas

3) Melakukan peningkatan kekuatan dan kemampuan

berpindah Intervensi :
4) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan

mobilitas Rasional : untuk dapat mengetahui pembatasan

gerak.

5) Kaji kemampuan klien dalam mobilitas

Rasional : untuk mengetahui kemampuan klien dalam

melakukan aktifitas fisik.

6) Ubah posisi tubuh klien untuk meningkatkan kemampuan

fungsi fisiologi dan psikologi

Rasional : untuk melakukan mobilitas fisik secara

bertahap.

7) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu

dilakukan

Rasional : membantu mengetahui aktifitas yang mampu

dilakukan.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan pecah ketuban, malnutrisi,

pertahanan lapis kedua yang tidak memadai (hemoglobin

turun, leokopenia, dan supresi respons inflamasi) (SDKI,

2017).

Tujuan : setelah dilakukannya tindakan keperawatan resiko

infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

1) Tidak terdapat adanya tanda dan gejala infeksi

2) Luka bersih
3) Menunjukkan perilaku hidup yang sehat

4) Suhu normal antara 36,50-37,50 Intervensi :

1) Lakuakan perawatan luka aseptic

Rasional : supaya tidak terjadi infeksi pada daerah luka.

2) Anjurkan klien untuk cuci tangan terlebih dahulu

Rasional : untuk meningkatkan kebersihan dan

mengurangi terjadinya resiko infeksi.

3) Lakukan perawatan kateter

Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi pada saluran

kemih dan mencegah retensi urin.

4) Kolaborasi pemberian antibiotic

Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi.

d. Ketidak efektifan koping berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk menyiapkan energy yang adaptif, tidak

adekuatnya tingkat kepercayaan diri terhadap kemampuan

untuk melakukan koping, tidak adekuatnya kesempatan untuk

mempersiapkan didi menghadapi stressor (SDKI, 2017).

Tujuan : setelah dilakukannya tidakan keperawatan mampu

menunjukkan koping yang efektif.

Kriteria hasil :

1) Dapat mengidentifikasi pola koping yang efektif

2) Dapat mengidentifikasi dan menggunakan berbagai macam

strategi koping
3) Berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan

Intervensi :

1) Identifikasi pandangan klien terhadap kondisinya dan

kesesuaiannya dengan pandangan pemberi layanan

kesehatan Rasional : untuk mengetahui bagaimana

kondisi pola pikir terhadap pemberian layanan

kesehatan.

2) Memberikan informasi dan dukungan untuk klien yang

akan membuat keputusan terkait dengan perawatan

kesehatan Rasional : untuk memberikan informasi yang

sesuai dengan kebutuhan untuk membuat suatu

keputusan.

3) Evaluasi kemampuan klien dalam membuat Keputusan

Rasional : untuk dapat mengetahui kemampuan dalam

membuat atau mengambil sebuah keputusan.

e. Konstipasi berhubungan dengan fungsional (kelemahan otot

abdomen, aktivitas fisik yang tidak memadai, perubahan

lingkungan baru-baru ini) (SDKI, 2017).

Tujuan : setelah dilakukannya tindakan keperawatan

konstipasi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

1) Pola BAB dalam batas normal dan dalam kondisi yang

lunak
2) Cairan dan serat yang adekuat Intervensi :

1) Observasi bising usus secara periode

Rasional : untuk mngetahui normal atau tidaknya

bising usus.

2) Anjurkan untuk meningkatkan asupan cairan

sedikiitnya 2 liter perhari

Rasional : agar dapat meningkatkan asupan cairan.

3) Kolaborasi pemberian diit seimbang dan tinggi serat

Rasional : diit yang seimbang agar mampu

memperlancar BAB.

f. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kelainan

pada bayi, diskontinuitas pemberian ASI, kurang pengetahuan,

kelainan pada payudara ibu, reflek menghisap bayi buruk,

prematuritas, riwayat kegagalan menyusui (SDKI, 2017).

Tujuan : setelah dilakukannya tindakan keperawatan mampu

memberikan ASI secara efektif.

Kriteria hasil :

1) Mampu mengungkapkan puas dengan kebutuhan untuk

menyusui

2) Mampu mendemonstrasikan perawatan payudara

Intervensi :

1) Berikan informasi mengenai fisiologi menyusui,

keuntungan menyusui, perawatan payudara, kebutuhan


diit khusus, factor- faktor yang menghambat proses

menyusui.

Rasional : untuk memberikan informasi yang dapat

membantu menyusui dengan cara yang benar.

2) Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara

menyimpan, cara transportasi sehingga bisa diterima

oleh bayi.

Rasional : untuk mempermudahkan menyusui dengan

cara yang benar.

3) Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk

melaksanakan pemmberian ASI eksklusif.

Rasional : untuk mendukung program ASI secara

eksklusif pada bayi.

4) Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan

payudara, infeksi payudara.

Rasional : untuk mengurangi terjadinya factor

ketidakefektifan menyusui.

5) Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung

klien dalam pemberian ASI.

Rasional : dukungan dari keluarga mampu mendorong

untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayi.


D. Pathway

Kehamilan

Trimester I
Trimester III

Peningkatan Estrogen Uterus membesar Perubahan fisik Perubahan psikologis


Payudara membesar

Perubahan Focus perhatian pada keselamatan janin


Tonus otot menurun Ketidak nyamanan pola seksual
pada ibu

HCL lambung Mencari informasi persalinan & perawatan janin/anak


kecemasan
Peristaltik
Tekanan gaster
Rahim membesar

Mual/muntah kapasitas VU

Trimester III
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Perubahan pola eliminasi

Uterus semakin membesar


Perubahan tubuh semakin tampak membe

Diafragma terdorong ke atas


Penekanan pada saluran kemih (ureter)
Body image

Distensi paru-paru
Urin terhambat

Inefektif pola nafas


Resiko infeksi
BAB III

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan oleh penulis pada hari Kamis 09 Maret

2020 pukul 20.30 WIB di RSUD Ungaran Ruang Flamboyan.

1. Identitas

a. Identitas Klien

Nama klien adalah Ny. M, 34 tahun, alamat Karangbolo

Semarang, agama islam, suku bangsa Jawa / Indonesia, status

perkawinan menikah, pekerjaan klien adalah karyawan

diagnose masuknya adalah G2P1A0 Hamil 38 minggu bekas

SC. KPD. PE

b. Identitas Penanggung Jawab

Penanggung jawab klien adalah Tn. A (Suami), 34

tahun, agama islam, pekerjaannya swasta, dan alamatnya

Karangbolo Semarang.

2. Status Obstetric

Nifas hari ke 0 P1A0 post SC, persalinan pertama adalah SC,

BB lahir 3000 gram, keadaan bayi waktu lahir sehat, komplikasi

nifas tidak ada, umurnya sekarang 5,5 tahun, dan persalinan kedua

adalah SC, BB lahir 2900 gram, keadaan bayi waktu lahir sehat,

komplikasi nifas tidak ada, umurnya sekarang 0 hari.

3. Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri dibagian post operasi Sectio

caesarea dengan data Paliatif : nyeri terasa keyika digunakan


untuk miring kanan- kiri, Qualitas : nyeri seperti tertusuk-tusuk,

Region : nyeri pada bagian luka post operasi Sectio caesarea,

Skala : skala nyeri 6, Time : nyeri terasa kurang lebih 3 menit.

4. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien hamil G2P1A0 mengatakan pada tanggal 08 Maret

2020 pukul 14.00 WIB setelah bangun tidur siang keluar air dari

jalan lahir seperti BAK dan airnya banyak. Pada jam 20.00 WIB

klien dibawa ke RSUD Ungaran Ruang Flamboyan mendapatkan

tindakan di IGD dan dipindah ke VK pukul 21.30 WIB. Dilakukan

tindakan operasi Caesar pukul 15.00 WIB. Sekitar pukul 16.30

WIB bayi lahir dengan jenis kelamin laki-laki, beratnya 2900

gram, panjang badannya 48 cm, Apgar scor 9-10-10, klien masih

mengeluh lemas.

5. Masalah Kehamilan

Klien mengatakan tidak ada masalah dalam kehamilannya

dan tidak merasakan mual muntah.

6. Riwayat Menstruasi

Klien mengatakan pertama menstruasi umur 15 tahun, siklus

menstruasinya 30 hari, lama menstruasi 7 hari, dank lien

mengatakan tidak ada keluhan dalam menstruasi.

7. Riwayat KB

Klien mengatakan menggunakan KB jenis suntik dengan

jarak waktu 3 bulan sekali. Klien mengatakan tidak ada keluhan


dalam penggunaan KB. Klien juga mengatakan akan menggunakan

KB lagi setelah melahirkan karena klien tidak ingin mempunyai

anak lagi.

B. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)

Keadaan umum klien lemah, kesadarannya composmentis, tanda-

tanda vital TD 100/60 mmHg, Nadi 105x/menit, Suhu 36,50C, RR

22x/menit, kepala bentuknya mesocepal, rambut warna hitam pendek

dan tidak rontok, konjungtiva tidak anemis, reflek terhadap pupil baik,

hidung tidak nada polip, daun telinga simetris antara kanan dan kiri,

mukosa bibir lembab tidak ada sariawan dan tidak ada kesulitan

menelan, dan pada leher tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid.

Pada pemeriksaan inspeksi payudara simetris antara kann dan

kiri, areola berwarna coklat kehitaman, putting susu menonjol, ASI

kanan dan kiri sudah keluar, palpasi payudara teraba kencang, tidak ada

nyeri tekan.

Pada pemeriksaan abdomen keadaannya terdapat luka bekas

jahitan operasi Caesar sebelah kiri, tertutup balutan, terdapat linei nigra,

triase gravidarum, dan fundus uteri tingginya 28cm, posisinya 3 jari

dibawah pusar, dan kontraksinya keras.

Pada pemeriksaan lokia jumlahnya + 40cc, warnanya merah

darah, konsistensi cair agak menggumpal, baunya khas, keadaan

perineum tidak ada luka episiotomy, tidak terdapat adanya tanda reda,

untuk kebersihannya redapat darah nifas, dan tidak ada hemoroid.


Pada pemeriksaan eliminasi tidak ada kesulitan BAK karena klien

terpasang kateter, klien juga mengatakanbelum BAB setelah persalinan,

dan tidak terdapat distensi VU karena klein terpasang kateter jika VU

sudah penuh maka langsung mengalir ke kateter dan tertampung ke

urine bag.

Pada pemeriksaan ekstremitas klien terpasang infus disebelah kiri

pada ekstremitas atas, tidak terdapat varises, tidak ada tanda-tanda

homans, untuk mobilisasi klien terbaring ditempat tidur karena

terpasang kateter dan masih merasakan nyeri.

1. Pemeriksaan Kebutuhan Khusus

a. Oksigenasi

Klien mengatakan mengatakan sesak nafas berpindah

posisi yang nyaman dan tidak menyebabkan sesak nafas lagi

b. Nutrisi

Klien mengatakan tidak ada pantangan makanan, klien

makan 3x sehari habis 1 porsi nasi, lauk, dan sayur.

c. Cairan

Klien mengatakan selama hamil minum air putih sehari

2 botol air mineral yang besar.

d. Eliminasi

Klien mengatakan tidak ada keringat berlebih, BAK

pertama klien mengatakan tidak tahu karene terpasang kateter,

tidak ada keluhan untuk BAK, klien belum BAB setelah


persalinan, untuk kenyamanan klien mengatakan merasa

kurang nyaman dengan keadannya karena masih merasa nyeri.

2. Pemeriksaan Fisik Bayi

Bentuk kepala mesocepal, rambut warba hitam tebal, lingkar

kepala 34cm, ubun-ubun datar, mata simetris antara kanan dan kiri,

lingkar dada 33cm, lingkar lengan 12cm, untuk genetalia berjenis

kelamin laki-laki terdapat scrotum dan penis, memiliki anus, turgor

kulit baik, mulut tidak ada sianosis, reflek rooting dan hisap kurang

untuk menetek ASI, tangisan kuat, warna kulit kemerahan, tingkat

kesadaran baik, kuku pendek, dan gerakan aktif.

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Data Labolatorium

a. Pemeriksaan laboratorium tanggal 08 Maret 2020 jam 20.49

1) Hematologi Rutin

Hemoglobin 11.5 (11.7-15.5), Hematokrit 34.6 (33-45),

Leukosit 16.63 (3.6-11.0), Trombosit 216 (150-440),

Golongan darah B positif, APTT/PTTK 23.2 (21.8-28.0),

Kontrol 26.9 (21.6-29.2), PPT 8.2 (9.3-11.4), Kontrol 11.4

(9.3-12.5).

2) Imunoserologi

HBsAG Kualitatif non reaktif.

3) Kimia

Gula Darah Sewaktu 119 (75-110).


4) Urine Lengkap

Warna kuning, kejernihan agak keruh, Protein Neg (<30

negatif), Reduksi Neg (<15 negatif), Bilirubin Neg (<1

negatif),

Reaksi/PH 6.5 (4.8-7.4), Urobilinogen 0.2 (<2), Benda

Keton Neg (<5 negatif), Nitrit Neg (negatif), Berat Jenis

1.015 (1.015- 1.025), Blood 80 (<5 negatif), Leukosit Neg

(<10 negatif).

5) Mikroskopis

Epitel Sel 20-22 (5-15), Erytrosit 15-20 (0-1), Leukosit 1-

3 (3-

5).

b. Pemeriksaan laboratorium tanggal 08 Maret 2017 jam 20.49

(pre opersi)

Silinder 0 (0-1 hialin), Parasit Neg (negatif), Bakteri Pos +1

(negatif), Jamur Neg (negatif), Kristal Neg, Benang Mucus

Neg.

c. Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret 2017 jam 01.19

(post operasi)

1) Hematology Rutin

Hemoglobin 14.4 (11.7-15.5), Hematokrit 41.3

(33-45),

Leukosit 24.93 (3.6-11.0), Trombosit 180 (150-440).


2. Terapi

a. Infus

RL 20 tpm

b. Injeksi

1) Cefotaxime 2x1 gr

2) Metergin 1x1 mg

3) Kaltropen 3x1 mg

D. Analisa Data

Dari hasil pengkajian tanggal maret 2020 jam 20.30 WIB

didapatkan data sebagai berikut :

Data pertama, terdapat data subyektif : klien mengatakan nyeri

pada perut. Data obyektif : klien terlihat meringis kesakitan menahan

nyeri pada perut. Pengkajian nyeri didapatkan data paliatif : nyeri terasa

ketika digunakan miring kanan-kiri. Qualitas : nyeri seperti tertusuk-

tusuk. Region : nyeri pada bagian perut. Skala : skala nyeri 6. Time :

nyeri terasa kurang lebih 3 menit.

Data kedua, terdapat data subyektif : klien mengatakan nyeri saat

digunakan buat miring-miring. Data obyektif : klien terlihat menahan

nyeri dan bergerak sangat hati-hati juga mengucapkan kata “aduh” saat

bergerak.

Data ketiga, terdapat data subyektif : klien mengatakan bayinya

tidur terus. Data obyektif : klien terlihat tidak membangunkan bayinya


untuk disusui.

E. Diagnose Keperawatan

Dari hasil data diatas dapat diprioritaskan urutan diagnose

keperawatan sebagai berikut :

Diagnose pertama, terdapat data subyektif : klien mengatakan

nyeri pada perut. Data obyektif : klien terlihat meringis kesakitan

menahan nyeri pada perut. Pengkajian nyeri didapatkan data paliatif :

nyeri terasa ketika digunakan miring kanan-kiri. Qualitas : nyeri seperti

tertusuk-tusuk. Region : nyeri pada bagian perut. Skala : skala nyeri 6.

Time : nyeri terasa kurang lebih 3 menit. Jadi diagnose yang muncul

adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post op sc).

Diagnose kedua, terdapat data subyektif : klien mengatakan nyeri

saat digunakan buat miring-miring. Data obyektif : klien terlihat

menahan nyeri dan bergerak sangat hati-hati juga mengucapkan kata

“aduh” saat bergerak. Jadi diagnose yang muncul adalah hambatan

mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.

Diagnose ketiga, terdapat data subyektif : klien mengatakan tidur

terus. Data obyektif : klien terlihat tidak membangunkan bayinya untuk

disusui. Jadi diagnose yang muncul adalah ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan reflek menghisap bayi buruk.

F. Intervensi Keperawatan

Intervensi dilakukan pada tanggal 09-03-2017 pukul 20.30 WIB.

Intervensi yang dilakukan adalah sebagai berikut :


Intervensi untuk diagnose keperawatan pertama nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera fisik (post op sc). Tujuan : setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri dapat

berkurang dengan kriteria hasil : klien menunjukkan ekspresi wajah

yang tampak rileks, klien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri

menjadi 3. Dengan intervensi : kaji skala nyeri, rasionalnya adalah

mengetahui tingkat nyeri, ajarkan tekhnik distraksi relaksasi (Tarik

nafas dalam), rasionalnya adalah untuk mengurangi nyeri, bantu dalam

posisi yang nyaman, rasionalnya adalah posisi yang nyaman dapat

mengurangi nyeri, kolaborasi dalam pemberian analgesic, rasionalnya

adalah mengurangi nyeri.

Diagnose kedua : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24

jam, hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil : klien

mampu miring kanan-kiri, klien mampu duduk dan bangun dari tidur

sendiri, klien mampu melakukan mobilitas fisik. Dengan intervensi :

ajarkan pentingnya mobilisasi, rasionalnya adalah menambah

pengetahuan klien tentang pentingnya mobilisasi, motivasi untuk

berlatih mobilisasi, rasionalnya adalah klien dapat termotivasi dalam

melakukan mobilisasi, ajarkan pindah posisi dari tidur ke duduk,

rasionalnya adalah mengetahui tingkat perpindahan posisi klien,

ajarkan pindah posisi dari duduk turun dari tempat tidur, rasionalnya

adalah membantu perpindahan posisi klien dalam melakukan


mobilisasi.

Diagnose ketiga : ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan

dengan reflek menghisap bayi buruk. Tujuan : setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam, ketidakefektifan pemberan ASI

dapat teratasi dengan kriteria hasil : bayi mampu menghisap dengan

baik, ibu puas setelah menyusui bayinya, ibu semakin dekat dengan

bayinya. Dengan intervensi : bantu menempelkan mulut bayi ke putting

susu ibu, rasionalnya adalah untuk mengetahui seberapa reflek rooting

bayi, bantu posisi yang nyaman saat menyusui, rasionalnya adalah agar

ibunya bisa nyaman saat saat memberikan ASI, ajarkan ibu untuk

sering menyusui bayinya, rasionalnya adalah untuk mempererat ikatan

batin antara bayi dan ibunya, beri dukungan untuk pemberian ASI

ekskluif, rasionalnya adalah agar selalu memberikan ASI terhadap

anaknya kurang lebih selama 6 bulan atau 2 tahun tanpa tambahan susu

formula.

G. Implementasi Keperawatan

Implement tasi tanggal 09-03-2017 jam 20.30 WIB, implementasi

yang dilakukan sebagai berikut :

Diagnose pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik (post op sc), pada jam 20.30 mengkaji skala nyeri, respon

subjektif klien : klien mengatakan perut sebelah kanan terasa sakit,

respon obyektif klien : klien terlihat kesakitan, pada jam 20.35


mengajarkan teknik distraksi relaksasi (Tarik nafas dalam), respon

subyektif klien : klien mengatakan mengerti dan memahami, respon

obyektif klien : klien terlihat menganggukkan kepala dan mengerti,

pada jam 20.40 memberi posisi yang nyaman, respon subyektif klien :

klien mengatakan posisinya kurang nyaman, respon obyektif klien :

klien terlihat kurang nyaman, pada jam 20.45 mengkolaborasikan

pemberian analgesic, respon subyektif klien : klien mau diberi obat

injeksi, respon obyektif klien : klien terlihat menerima di injeksi.

Diagnose kedua : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri, pada jam 20.30 mengajarkan pentingnya mobilisasi, respon

subyektif klien : klie mengatakan memahaminya, respon obyektif

klien : klien terlihat memahami, pada jam 20.38 memotivasi untuk

berlatih mobilisasi, respon subyektif klien : klien mengatakan akan

berlatih, respon obyektif klien : klien terlihat ingin berlatih, pada jam

20.45 mengajarkan pindah posisi dari tidur ke duduk, respon subyektif

klien : klien mengatakan mau mencoba berlatih untuk duduk, respon

obyektif klien : klien terlihat ingin mencoba berlatih, pada jam 20.55

mengajarkan pindah posisi dari duduk turun dari tempat tidur, respon

subyektif klien : klien mengatakan akan mencoba untuk turun dari

tempat tidur, respon obyektif klien : klien terlihat ingin mencoba untuk

turun dari tempat tidur.

Diagnose ketiga : ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan

dengan reflek menghisap bayi buruk, pada jam 20.30 membantu


menempelkan mulut bayi keputing susu ibu, respon subyektif klien :

klien mengatakan mau dibantu, respon obyektif klien : klien terlihat

menerima untuk dibantu, pada jam 20.40 membantu posisi yang

nyaman saat menyususi, respon subyektif klien : klien mengatakan mau

untuk dibantu, respon obyektif klien : klien terlihat antusias untuk

dibantu, pada jam 20.46 mengajarkan ibu untuk sering menyusui

bayinya, respon subyektif klien : klien mengatakan mau untuk sering

menyusui bayinya, respon obyektif klien : klien terlihat untuk

menyusui bayinya, pada jam 20.50 memberi dukungan untuk

pemberian ASI eksklusif, respon subyektif klien : -, respon obyektif

klien : klien terlihat klien terlihat menerima saat diberi dukungan.

Implementasi tanggal 10-03-2017 jam 15.00 WIB, implementasi

yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Diagnose pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik (post op sc), pada jam 15.00 mengkaji skala nyeri, respon

subyektif klien : klien mengatakan perut sebelah kanan masih terasa

sakit, respon obyektif klien : klien terlihat masih menahan nyeri, pada

jam 15.45 mengajarkan teknik distraksi relaksasi (tarik nafas dalam),

respon subyektif klien :n klien mengatakan akan melakukannya saat

merasa nyeri, respon obyektif klien : klien terlihat melakukannya saat

menrasa nyeri, pada jam 15.50 memberi posisi yang nyaman, respon

subyektif klien : klien mengatakan posisinya lebih nyaman, respon

obyektuf klien : klien terlihat lebih nyaman, pada jam


18.30 mengkolaborasikan pemberian analgesic, respon subyektif klien :

klien mengatakan bersedia di injeksi, respon obyektif klien : klien

terlihat lebih baik setelah di injeksi.

Diagnose kedua : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri, pada jam 15.00 mengajarkan pentingnya mobilisasi, respon

subyektif klien : klien mengatakan lebih mengerti, respon obyektif

klien : klien terlihat lebih mengetahui, pada jam 15.35 memotivasi

berlatih mobilisasi, respon subyektif klien : klien mengatakan sudah

mencoba berlatih, tespon obyektif klien : klien terlihat antusias untuk

mencoba, pada jam 16.30 mengajarkan pindah posisi dari tidur ke

duduk, respon subyektif klien : klien mengatakan akan mencoba

berlatih duduk, respon obyektif klien : klien terlihat antusias mencoba

duduk, pada jam 17.00 mengajarkan pindah posisi dari duduk turun

dari tempat tidur, respon subyektif klien : klien mengatakan sudah

mencoba untuk turun dari tempat tidur, respon obyektif klien : klien

terlihat sudah berlatih untuk turun dari tempat tidur.

Diagnose ketiga : ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan

dengan reflek menghisab bayi buruk, pada jam 15.00 membantu

menempelkan mulut bayi keputing susu ibu, respon subyektif klien :

klien mengatakan bisa melakukannya tetapi masih dibantu, respon

obyektif klien : klien terlihat masih dibantu untuk melakukannya, pada

jam 15.30 membantu posisi yang nyaman saat menyusui, respon

subyektif klien : klien mengatakan akan mencari posisi yang nyaman


saat menyusui, respon obyektif klien : klien terlihat masih bingung

menentukan posisi yang nyaman, pada jam 16.00 mengajarkan ibu

untuk sering menyusui bayinya, respon subyektif klien : klien

mengatakan akan sering untuk menyusui bayinya, respon obyektif klien

: klien terlihat bersedia untuk menyusui bayinya, pada jam 20.00

memberi dukungan untuk pemberian ASI eksklusif, respon subyektif

klien : klien mengatakan berterima kasih sudah didukung, respon

obyektif klien : klien terlihat senang bisa mendapat dukungan.

Implementasi tanggal 11-03-2017 jam 15.30 WIB, implementasi

yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Diagnose pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik (post op sc), pada jam 15.30 mengkaji skala nyeri, respon

subyektif klien : klien mengatakan nyeri sudah lumayan berkurang,

respon obyektif klien : klien terlihat lebih nyaman, pada jam 15.55

mengajarkan teknik distraksi relaksasi (Tarik nafas dalam), respon

subyektif klien : klien mengatakan sudah melakukannya, respon

obyektif klien : klien terlihat sudah melakukannya, pada jam 16.15

memberi posisi yang nyaman, respon subyektif klien : klien

mengatakan posisinya sudah nyaman, respon obyektif klien : klien

terlihat sudah lebih nyaman dan rileks, pada jam 16.25

mengkolaborasikan pemberian analgesic, respon subyektif klien : klien

mengatakan lebih nyaman setelah di injeksi, respon obyektif klien :

klien terlihat lebih membaik setelah di injeksi.


Diagnose kedua : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri, pada jam 15.30 mengajarkan pentingnya mobilisasi, respon

subyektif klien : klien mengatakan sudah paham dan mengerti, respon

obyektif klien : klien terlihat lebih paham, pada jam 15.50 memotivasi

untuk berlatih mobilisasi, respon subyektif klien : klien mengatakan

sudah melakukan untuk berlatih, respon obyektif klien : klien terlihat

sudah berlatih, pada jam 16.35 mengajarkan pindah posisi dari tidur

keduduk, respon subyektif klien : klien mengatakan sudah berlatih

duduk, respon obyektif klien : klien terlihat sudah bisa duduk, pada jam

16.40 mengajarkan pindah dari duduk turun dari tempat tidur, respon

subyektif klien : klien mengatakan sudah bias turun dari tempat tidur

dan berjalan, respon obyektif klien : klien terlihat sudah bias turun dan

berjalan sendiri tanpa bantuan.

Diagnose ketiga : ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan

dengan reflek menghisap bayi buruk, pada jam 15.30 membantu

menempelkan mulut bayi keputing susu ibu, respon subyektif klien :

klien mengatakan sudah bias melakukannya sendiri, respon obyektif

klien : klien terlihat sudah bias melakukannya, pada jam 15.45

membantu posisi yang nyaman saat menyusui, respon subyektif klien :

klien mengatakan sudah bisa menentukan posisi yang nyaman saat

menyusui, respon obyektif klien : klien terlihat ssudah lebih nyaman

saat menyusui, pada jam 16.05 mengajarkan ibu untuk sering menyusui

bayinya, respon subyektif klien : klien mengatakan sudah


melakukannya, respon obyektif klien : klien terlihat sudah sering

menyusui bayinya, pada jam 16.20 memberi dukungan untuk

pemberian ASI eksklusif, respon subyektif klien : klien mengatakan

akan memberi bayinya ASI eksklusif, respon obyektif klien : klien

terlihat memberi ASI eksklusif terhadap bainya.

H. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi tanggal 09-03-2017 jam 21.00 WIB, evaluasi yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

Diagnose pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik (post op sc), subyektif : klien mengatakan perut sebelah kanan

terasa sakit, obyektif : klien terlihat menahan nyeri data Paliatif : nyeri

terasa ketika digunakan untuk miring kanan-kiri, Qualitas : nyeri seperti

tertusuk-tusuk, Region : nyeri pada bagian perut, skala : skala nyeri 6,

Time : nyeri terasa kurang lebih 3 menit, analisa : masalah belum

teratasi, planning : lanjutkan intervensi ajarkan teknik distraksi

relaksasi, kolaborasi pemberian analgesic.

Diagnose kedua : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri, subyektif : klien mengatakan akan mencoba untuk turun dari

tempat tidur, obyektif : klien terlihat antusias untuk mencoba turun dari

tempat tidur, analisa : masalah belum teratasi, planning : lanjutkan

intervensi ajarkan pentingnya mobilisasi, motivasi untuk berlatih

mobilisasi.
Diagnose ketiga : ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan

dengan reflek menghisap bayi buruk, subyektif : klien mengatakan

bayinya belum bisa menghisap dengan baik, obyektif : klien terlihat

sering menyusui bayinya, analisa : masalah belum teratasi, planning :

lanjutkan intervensi ajarkan ibu untuk sering menyusui bayinya, bantu

menempelkan mulut bayi keputing susu ibu.

Evaluasi tanggal 10-03-2017 jam 21.00 WIB, evaluasi yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

Diagnose pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik (post op sc), subyektif : klien mengatakan perut sebelah kanan

masih terasa sakit, obyektif : klien terlihat masih menahan nyeri data

Paliatif : nyeri terasa ketika digunakan untuk miring kanan-kiri,

Qualitas : nyeri seperti tertusuk- tusuk, Region : nyeri pada bagian

perut, Skala : nskala nyeri 5, Time : nyeri terasa kurang lebih 3 menit,

analisa : masalah teratasi sebagian, Planning : lanjutkan intervensi

ajarkan teknik distraksi relaksasi, kolaborasikan pemberian analgesic.

Diagnose kedua : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri, subyektif : klien mengatakan sudah mencoba untuk turun dari

tempat tidur, obyektif : klien terlihat mencoba berlatih turun dari

tempat tidur, analisa : masalah teratasi sebagian, planning : lanjutkan

intervensi ajarkan pentingnya mobilisasi, motivasi untuk berlatih

mobilisasi.

Diagnose ketiga : ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan


dengan reflek menghisap bayi buruk, subyektif : klien mengatakan

bayinya saat menetek putingnya dibuat mainan, obyektif : klien terlihat

berusaha untuk tetap menyusui bayinya, analisa : masalah teratasi

sebagian, planning : lanjutkan intervensi ajarkan ibu untuk sering

menyusui bayinya, bantu posisi yang nyaman saat menyusui.

Evaluasi tanggal 11-03-2017 jam 17.00 WIB, evaluasi yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

Diagnose pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik (post op sc), subyektif : klien mengatakan nyeri lumayan

berkurang, obyektif

: klien terlihat lebih rileks data Paliatif : nyeri terasa ketika digunakan

untuk miring kanan-kiri, Qualitas : nyeri seperti tertusuk-tusuk,

Region : nyeri pada bagian perut, Skala : skala nyeri 3, Time : nyeri

terasa kurang lebih 3 menit, analisa : masalah teratasi, planning :

pertahankan intervensi.

Diagnose kedua : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri, subyektif : klien mengatakan sudah bisa turun dari tempat tidur

dan berjalan, obyektif : klien terlihat sudah bisa turun dan berjalan,

analisa : masalah teratasi, planning : pertahankan intervensi.

Diagnose ketiga : ketidakefektifan pemeberian ASI berhubungan

dengan reflek menghisap bayi buruk, subyektif : klien mengatakan

bayinya sudah mau menghisap dengan baik, obyektif : klien terlihat

senang melihat bayinya menghisap dengan baik, analisa : masalah


teratasi, planning : pertahankan intervensi.
BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan dibahas mengenai Asuhan Keperawatan Post

Sectio caesarea Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini Yang Ditemukan Pada

Ny. M Dengan G2P1A0 DiRSUD Ungaran Ruang Flamboyan selama 3

hari. Penulis melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan tahapan

proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi,

dan evaluasi. Selama pemberian asuhan keperawatan diagnose yang muncul

adalah :

A. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cidera Fisik (Post Op Sc)

Nyeri akut merupakan pengalaman sensori emosional yang tidak

menyenangkan akibat munculnya kerusakan jaringan actual atau

potensial yang digambarkan sebagai kerusakan (International

Association For The Study Of Pain), dan pada permulaan yang secara

tiba-tiba dengan intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi (NANDA, 2015).

Gejala dan tanda mayor, subjektif : klien mengeluh nyeri, objektif

: klien tampak meringis, bersikap protektif (waspada, menghindari

posisi nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur (PPNI,

2016).

Gejala dan tanda minor, subjektif : kepuasan dari klien

(manajemen nyeri, mengontrol gejala), status kenyamanan klien, status

kenyamanan fisik, tingkat ketidaknyamanan klien, pergerakan yang


dilakukan klien, tingkat kecemasan klien, nafsu makan klien, objektif :

nyeri (efek yang mengganggu klien, respon psikologis tambahan), dan

tanda-tanda vital klien, parahnya mual dan muntah, mengontrol gejala,

keparahan gejala, tidur (Moorhead, Marison, Meridean L, Elizabeth,

2016).

Untuk masalah keperawatan nyeri akut, etiologinya yaitu adanya

agen cidera fisik yang disebabkan oleh luka post operasi caesar. Pada

saat ini klien telah dilakukan tindakan post operasi sectio casarea yang

pada hari pertama klien merasakan nyeri akibat adanya luka sayatan

post operasi Caesar.

Pada diagnose nyeri penulis memprioritaskan diagnose ini

sebagai prioritas utama yaitu sesuai teori yang sudah dijelaskan oleh

NANDA karena klien merasakan nyeri akut berhubungan agen cidera

fisik (Post Op SC) dan adanya kerusakan, posisi yang dapat

mengurangi nyeri, tingkah laku yang ekspresif (gelisah, merintih nyeri,

waspada, nafas panjang dan mengeluh nyeri). Dalam memprioritaskan

masalah nyeri sebagai prioritas pertama dikarenakan pada keaktualan

masalah yang sesuai dengan diagnose Hierarki Maslow yang

ditegakkan dari data yang didapat dari klien yang mengatakan

merasakan nyeri setelah dilakukan Sectio caesarea dan dirasakan pada

perut klien dengan skala nyeri 6 dan dirasakan saat digunakan untuk

miring kanan- kiri. Alasan kenapa penulis mengangkat nyeri sebagai

diagnose utama karena nyeri yang dirasakan oleh klien bisa


mempengaruhi aktifitas dan membuat masalah lain yaitu hambatan

mobilitas fisik akibat nyeri yang dirasakan. Sehingga penulis

memutuskan untuk mengangkat nyeri sebagai diagnose pertama karena

harus segera mendapat penanganan yang utama sebelum masalah lain

muncul. Kebutuhan utama rasa nyaman yang harus segera ditangani

yaitu nyeri, tetapi penanganannya dapat berpengaruh pada kebutuhan

fisiologis manusia yaitu pada system pencernaan, terjadinya

peningkatan respiratori, kardiovaskuler, tekanan darah, peningkatan

peristaltic bila tidak segera ditangani akan mempengaruhi kebutuhan

seperti nutrisi, aktivitas, dan gangguan istirahat tidur yang dapat

menyebabkan kecemasan dan psikologis klien sehingga masalah ini

perlu mendapatkan penanganan yang segera (Asmadi, 2008).

Dalam diagnose keperawatan yang bertujuan untuk mengurangi

rasa nyeri dengan megkaji skala nyeri yaitu untuk mengetahui seberapa

dalam nyeri yang dirasakan oleh klien yang mana dapat menentukan

kualitas nyeri baik nyeri ringan, nyeri sedang, bahkan sampai nyeri

yang berat. Untuk mengatasi nyeri penulis mempunyai pedoman dalam

melaksanakan tindakan keperawatan yaitu dengan mengajarkan teknik

distraksi relaksasi dengan cara melakukan tarik nafas dalam yang akan

menyebabkan peregangan otot pernafasan guna untuk memperlancar

sirkulasi darah dan oksigen keseluruh tubuh. Tindakan selanjutnya

yang dilakukan yaitu kolaborasi pemberian obat analgesic atau obet

anti nyeri yang bekerja pada pusat otak untuk menurunkan persepsi
nyeri dan dapat membantu menurunkan ketegangan dan

ketidaknyamanan otot selama 12 jam pertama pasca partum dan

berlanjut kurang lebih selama 2-4 hari berikutnya.

Penulis mengangkat diagnose nyeri akut berdasarkan SDKI

(2017) karena saat dilakukan pengkajian didapatkan data-data : klien

mengatakan nyeri pada luka post Sectio caesarea skala nyeri 6.

Pengkajian nyeri dengan ditanyakan pada klien data Paliatif : nyeri

terasa ketika digunakan miring- miring, Qualitas : nyeri seperti

tertusuk-tusuk, Region : nyeri pada bagian perut, Skala : skala nyeri 6,

Time : nyeri saat miring kanan kiri. Data objektif : klien terlihat

meringis kesakitan menahan nyeri pada perut. TD : 120/80 mmHg, S:

36,50C, N : 86 x/menit, RR : 20 x/menit.

Dalam mengatasi diagnose keperawatan nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik post section caesarea, penulis merencanakan

tindakan keperawatan yang bertujuan nyeri dapat berkurang dengan

rencana tindakan tersebut yaitu kaji skala nyeri, rasionalnya adalah

mengetahui tingkat nyeri, ajarkan tekhnik distraksi relaksasi (Tarik

nafas dalam), rasionalnya adalah untuk mengurangi nyeri, bantu dalam

posisi yang nyaman, rasionalnya adalah posisi yang nyaman dapat

mengurangi nyeri, kolaborasi dalam pemberian analgesic, rasionalnya

adalah mengurangi nyeri.

Pada implementasi untuk mengatasi nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik post operasi Sectio caesarea, penulis tidak
mengalami hambatan dalam melakukan tindakan keperawatan karena

nyeri yang dialami klien dapat berkurang dan diatasi dengan melakukan

tehnik distraksi relaksasi (Tarik nafas dalam) dan kolaborasi pemberian

obat analgesic.

Dari hasil evaluasi terakhir pada tanggal 11 Maret 2017 jam

17.00 WIB, dalam masalah keperawatan nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik post operasi Sectio caesarea dapat teratasi

dengan kritria hasil yang sudah ditetapkan oleh penulis yaitu skala

nyeri sudah menjadi 3, klien mengatakan nyeri berkurang, klien

menunjukkan ekspresi wajah yang tampak rileks, dan tanda-tanda vital

dalam batas normal yaitu TD : 120/80 mmHg, S : 36,50C, N : 86

x/menit, RR : 20 x/menit, walaupun kriteria hasil sudah teratasi tetapi

masih perlu dilakukan pengawasan dari perawat ruangan untuk

mencegah timbulnya nyeri kembali.

B. Hambatan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Nyeri

Hambatan mobilitas fisik merupakan keterbatasan pergerakan

fisik ekstremitas secara mandiri dan terarah (NANDA, 2015).

Gejala dan tanda mayor, subjektif : klien dapat mengatur posisi

tubuh dan berinisiatif sendiri, objektif : klien mampu berpindah posisi

(Moorhead, Marison, Meridean L, Elizabeth, 2016).

Gejala dan tanda minor, subjektif : klien merasakan nyeri saat

bergerak, tidak mau melakukan pergerakan, merasakan cemas saat

bergerak, objektif : gerakan klien terbatas, sendi terasa kaku,


gerakannya tidak terkoordinasi, kelemahan fisik (PPNI, 2016).

Untuk masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik, etiologinya

yaitu adanya hambatan mobilitas fisik yang disebabkan oleh nyeri

karena luka post operasi Caesar dan hal tersebut kurang tepat karena

nyeri sebelumnya sudah diangkat sebagai masalah diagnose yang

pertama, sehingga nyeri tersebut sudah teratasi maka tidak akan timbul

masalah keperawatan dengan hambatan mobilitas fisik, sehingga

etiologi yang dipilih sesuai dengan data yang diperoleh. Berdasarkan

SDKI (2017) intoleran aktivitas merupakan ketidakcukupan energi

psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan

aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus ingin dilakukan karena

sesuai data yang ada pada klien yaitu post Sectio caesarea pada hari

pertama terpsang kateter, masih mengalami nyeri, dan saat melakukan

aktifitas sehari-hari klien masih dibantu, namun pada keadaan klien

tidak ditemukan data mengenai kelainan kardiovaskuler, peningkatan

respiratori, peningkatan teknan darah dan lainnya.

Pada diagnose hambatan mobilitas fisik dijadikan sebagai

prioritas kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri bila tidak segera diatasi maka akan menghambat pengeluaran

darah dari sisa plasenta sehingga dapat menyebabkan terganggunya

kontraksi uterus. Dengan mobilisasi kontraksi uterus akan membaik

jika fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat

dihindarkan, karena kontraksi menyebabkan penyempitan pembuluh


darah yang terbuka (Purwanti, 2011). Masalah yang sudah menjadi

gangguan secara actual bila tidak segera ditangani maka akan

menambah masalah seperti terjadinya gangguan aktifitas, karena

mobilisasi fisik yaitu gerakan fisik tubuh atau ekstremitas secara

mandiri dan terarah untuk memenuhi kebutuhannya. Mobilisasi pasca

pembedahan yaitu proses aktivitas yang dilakukan setelah pembedahan

dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur (latihan pernafasan,

latihan batuk efektif dan latihan meggerakkan tungkai) sampai dengan

klien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan

ke luar kamar. Dengan bergerak seperti ini akan mencegah kekakuan

otot dan sendi sehingga juga mengurangi nyeri, menjamin kelancaran

peredaran darah, memperbaiki pengaturan metabolisme tubuh, dan

mengembalikan kerja organ vital secara fisiologis yang dapat

mempercepat penyembuhan (Fraser, 2009).

Dalam diagnose keperawatan yang bertujuan untuk membantu

dan meringankan beban yang dilakukan klien agar hambatan moblitas

fisik teratasi. Untuk mengatasi hambatan mobilitas fisik penulis

mempunyai pedoman dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu

dengan mengajarkan pentingnya mobilisasi kepada klien dengan cara

memberikan motivasi dan informasi untuk pentingnya mobilisasi dan

dampak terlalu lama berbaring ditempat tidur juga untuk mengurangi

ketakutan untuk bergerak. Tindakan selanjutnya yang dilakukan yaitu

dengan mengajarkan pindah posisi dari tidur ke duduk dengan cara


miring kanan-kiri terlebih dahulu juga tangan sebelah kanan memegang

perut pada bagian luka post operasi Caesar dan tangan kiri berpegangan

pada tempat tidur kemudian perlahan-lahan untuk duduk. Dan tindakan

terakhir yang dilakukan yaitu dengan mengajarkan pindah posisi dari

duduk sampai turun dari tempat tidur dengan cara menggeserkan kaki

perlahan-lahan ke tepi tempat tidur kemudian menurunkan kaki dari

tempat tidur satu-persatu.

Penulis mengangkat diagnose hambatan mobilitas fisik

berdasarkan SDKI (2017) karena saat dilakukan pengkajian didapatkan

data-data yaitu data subjektif dan data objektif. Data subjektif

didapatkan data : klien mengatakan nyeri saat bergerak karena luka post

operasi caesar. Data objektif didapatkan data : klien terlihat berbaring

terlentang dan berhati-hati saat bergerak.

Dalam mengatasi diagnose keerawatan hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan nyeri, penulis merencanakan tindakan

keperawatan yang bertujuan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi

dengan rencana tindakan tersebut yaitu ajarkan pentingnya mobilisasi,

rasionalnya adalah menambah pengetahuan klien tentang pentingnya

mobilisasi, motivasi untuk berlatih mobilisasi, rasionalnya adalah klien

dapat termotivasi dalam melakukan mobilisasi, ajarkan pindah posisi

dari tidur ke duduk, rasionalnya adalah mengetahui tingkat perpindahan

posisi klien, ajarkan pindah posisi dari duduk turun dari tempat tidur,

rasionalnya adalah membantu perpindahan posisi klien dalam


melakukan mobilisasi.

Pada implementasi untuk mengatasi hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan nyeri, penulis tidak mengalami hambatan dalam

melakukan tindakan keperawatan karena hambatan mobilitas fisik yang

dialami klien dapat berkurang dan diatasi dengan mengajarkan

berpindah posisi dari tidur ke duduk dan dari duduk turun dari tempat

tidur juga memberikan motivasi pentingnya untuk mobilisasi.

Dari hasil evaluasi terakhir pada tanggal 11 Maret 2017 jam

17.00 WIB, dalam masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil yang

sudah ditetapkan oleh penulis yaitu klien mampu miring kanan-kiri,

klien mampu duduk dan bangun dari tempat tidur sendiri, dan klien

mampu melakukan mobilitas fisik sendiri, walaupun kriteria hasil

sudah teratasi tetapi masih perlu pengawasan dari perawat ruangan dan

keluarga untuk membantu aktifitas klien yang berhubungan dengan

nyeri akibat luka post operasi Caesar.

C. Ketidakefektifan Pemberian ASI Berhubungan Dengan Reflek

Menghisap Bayi Buruk

Menurut ketidakefektifan pemberian ASI merupakan kesulitan

saat memberikan susu pada bayi atau anak secara langsung dari

payudara yang dapat memengaruhi status nutrisi bayi atau anak

(NANDA, 2015).
Gejala dan tanda mayor, subjektif : kelelahan secara maternal,

kecemasan maternal, objektf : bayi tidak mampu melekat pada

payudara ibu, tidak ada tanda-tanda pelepaan oksitosin, BAK bayi

kurang dari 8 kali dalam 24 jam, nyeri atau lecet terus-menerus etelah

minggu kedua (PPNI, 2016).

Gejala dan tanda minor, subjektif : dpat mempertahankan

pemberian ASI, penyapihn dalam menyusui, keseimbangan dalam

cairan, objektf : keberhasilan dalam menyusui (maternal) (Moorhead,

Marison, Meridean L, Elizabeth, 2016).

Untuk masalah keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI,

etiologinya yaitu adanya reflek menghisap bayi buruk yang disebabkan

oleh ketidakmampuan bayi untuk menempel pada payudara ibu dengan

benar. Pada saat ini klien telah melahirkan anak kedua dengan tindakan

operasi Caesar yang pada hari pertama klien tidak berusaha untuk

sering menyusui bayinya akbat reflek rooting dan reflek menangis bayi

yang kurang.

Pada diagnose ketidakefektifan pemberian ASI dijadikan sebagai

prioritas ketiga karena selama masa kehamilan hormon prolactin dari

plasenta meningkat akan tetapi ASI biasanya belum keluar dan masih

dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga

setelah persalinan, kadar estrogen dan progesterone turun drastis,

sehingga pengaruh prolactin lebih dominan dan mulailah terjadi sekresi

ASI. Cairan yang pertama kali diperoleh bayi dari ibunnya setelah
dilahirkan yaitu kolostrum yang mengandung campuran lebih kaya

akan protein, mineral dan antibody dari ASI yang telah “matur”.

Biasanya ASI mulai ada sekitar pada hari ketiga atau keempat setelah

bayi lahir dan kolostrum akan berubah menjadi ASI yang “matur” yaitu

kurang lebih 15 hari setelah bayi lahir. Saat itu ASI sudah keluar, bayi

tidak menangis dan kondisinya yang mengalami reflek hisap buruk

sehingga tidak dapat menyusui bayinya sesering mungkin karena tidak

tahu kapan bayinya ingin menyusu atau tidak, bayinya tertidur dengan

tenang dan tidak rewel. Sentuhan kulit ibu ke kulit bayi setelah lahir

dan membiarkan bayi menghisap putting susu ibunya akan sangat

bermanfaat dan membantu mulainya hubungan antara ibu dan bayi juga

akan merangsang pengeluaran ASI. Isapan bayi pada puting susu ibu

akan merangsang keluarnya oksitosin yang akan mempercepat lepasnya

plasenta dan kontraksi. (Kristiyansari, 2009)

Dalam diagnose keperawatan yang bertujuan untuk mengurangi

beban dan membantu klien menyusui bayinya agar ketidakefektifan

pemberian ASI teratasi. Untuk mengatasi ketidakefektifan pemberian

ASI penulis mempunyai pedoman dalam melaksanakan tindakan

keperawatan yaitu dengan mengajarkan pentingnya memberikan ASI

secara eksklusif dengan cara memotivasi untuk sering menyusui

bayinya tanpa harus menunggu bayinya haus dan menangis juga

memberikan dukungan terhadap ibu untuk pemenuhan kebutuhan

laktasi yang baik untuk kekebalan tubuh bayi dan bisa meningkatkan
ikatan batin antara ibu terhadap bayinya. Tindakan selanjutnya yang

dilakukan yaitu dengan membantu ibu untuk menempelkan mulut bayi

keputing susu ibu dengan cara mengajak bayinya berkomunikasi untuk

membuka mulutnya dan memberikan rangsangan pada telapak kaki

bayi. Dan tindakan terakhir yang dilakukan yaitu dengan membantu ibu

pada posisi yang nyaman saat menyusui dengan cara memberikan

penyangga pada bayinya saat menyusui dengan menggunakan bantal

yang diletakkan dibawah punggung dan kepala bayinya agar posisi

bayinya lebih tinggi dan lebih nyaman saat menetek kepada ibunya.

Penulis mengangkat diagnose ketidakefektifan pemberian ASI

berdasarkan SDKI (2017) karena saat dilakukan pengkajian didapatkan

data-data yaitu data subjektif dan data objektif. Data subjektif

didapatkan data : klien mengatakan bayinya tidak haus dan tidur terus.

Data objektif didapatkan data : klien terlihat tidak membangunkan

bayinya untuk disusui dan bayinya sering tidur terus.

Dalam mengatasi diagnose keperawatan ketidakefektifan

pemberian ASI berhubungan dengan reflek menghisap bayi buruk,

penulis merencanakan tindakan keperawatan yang bertujuan

ketidakefektifan pemberian ASI dapat teratasi dengan rencana tindakan

tersebut yaitu bantu menempelkan mulut bayi ke putting susu ibu,

rasionalnya adalah untuk mengetahui seberapa reflek rooting bayi,

bantu posisi yang nyaman saat menyusui, rasionalnya adalah agar

ibunya bisa nyaman saat saat memberikan ASI, ajarkan ibu untuk
sering menyusui bayinya, rasionalnya adalah untuk mempererat ikatan

batin antara bayi dan ibunya, beri dukungan untuk pemberian ASI

ekskluif, rasionalnya adalah agar selalu memberikan ASI terhadap

anaknya kurang lebih selama 6 bulan atau 2 tahun tanpa tambahan susu

formula.

Pada implementasi untuk mengatasi ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan reflek menghisab bayi buruk, penulis tidak

mengalami hambatan dalam melakukan tindakan keperawatan karena

ketidakefektifan pemberian ASI yang dialami klien dapat berkurang

dan diatasi dengan membantu menempelkan mulut bayi keputing susu

ibu dan memberikan posisi yang nyaman saat menyusui bayinya juga

mengajarkan untuk sering menyusui bayinya serta memberi dukungan

utuk pemberin ASI eksklusif.

Dari hasil evaluasi terakhir pada tanggal 11 Maret 2017 jam

17.00 WIB, dalam maslah keperawatan ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan reflek menghisap bayi buruk dapat teratasi

dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan oleh penulis yaitu bayi

mampu menghisap dengan baik, ibu puas setelah menyusui bayinya,

dan ibu semakin dekat dengan bayinya, walaupun kriteria hasil sudah

teratasi tetapi masih perlu pengawasan dari perawat ruangan dan

keluarga untuk membantu pelekatan mulut bayi ke putting susu ibu

dan memberi motivasi untuk sering menyusui bayinya juga memberi

dukungan untuk pemberian ASI eksklusif terhadap bayinya.


PEMBENARAN

A. Pengkajian

Dalam pengkajian penulis melakukan beberapa kesalahan salah

satunya yaitu seperti : penulis kurang mencantumkan keterangan PE

dalam diagnose masuknya yaitu Preeklamsi. Pada pengkajian penulis

kurang dalam mencantumkan HPHT karena penulis kurang dalam

melakukan pengkajian yaitu menanyakan terakhir kali klien haid.

Pada pemeriksaan status obstetric penulis salah mencantumkan

hari nifas yaitu hari ke-0P2A0.

Pada pemeriksaan riwayat kesehatan sekarang penulis kurang tepat

mencantumkan diagnose kehamilan yaitu G2P2A0 penulis kurang

lengkap dalam mencantumkan data APGAR Scor yaitu frekuensi

jantung : 2, usaha nafas : 2, tonus otot : 2, reflek : 1, warna kulit : 2,

jadi jumlah semuanya adalah 9.

Pada pemeriksaan masalah kehamilan penulis kurang menjelaskan

kehamilan yang keberapa yaitu kehamilan yang kedua.

Pada pemeriksaan riwayat KB penulis kurang dalam melakukan

pengkajian yaitu menanyakan jenis KB yang akan digunakan klien, KB

jenis suntik 3 bulan sekali kurang tepat bagi penderita preeklamsi

karena dapat mempengaruhi hormone yang dapat memperparah

penderita preeklamsi dan yang tepat yaitu yang tidak mengandung

hormonal seperti IUD, menghitung kalender menstruasi dan kondom.


Pada pemeriksaan abdomen penulis salah mencantumkan tinggi

fundus uteri karena penulis kurang dalam melakukan pengkajian

mengukur tinggi fundus uteri yaitu 2cm dibawah pusat.

Pada pemeriksaan lokia penulis kurang menjelaskan seperti apa

tanda reeda yaitu tidak terdapat tanda reeda seperti adanya kemerahan

pada perineum karena klien melahirkan bayinya dengan Caesar jadi

pada perineum tidak terdapat luka jahitan dan tidak ada tanda reeda.

Pada pemeriksaan eliminasi penulis kurang mencantumkan berapa

CC urin klien setelah dilakukannya post op sc karena penulis kurang

teliti dalam melakukan pemeriksaan eliminasi klien.

Pada pemeriksaan ekstremitas penulis kurang menjelaskan tanda

homans yaitu satu tangan perawat diletakkan dilutut klien dan satu

tangannya lagi menekan telapak kaki klien jika klien mengalami nyeri

maka klien mengalami tanda homans.

Pada pengkajian kebutuhan khusus penulis kurang mencantumkan

PQRST pada eliminasi kenyamanan yaitu paliatif : nyeri terasa ketika

digunakan saat miring kanan-kiri, qualiatif : nyeri seperti tertusuk-

tusuk, region : nyeri pada bagian perut, skala : skala nyeri 6, time :

nyeri terasa kurang lebih selama 3 menit.

Pada pemeriksaan penunjang penulis kurang mencantumkan

tanggal pada terapi infus yaitu 9 Maret 2017, pada terapi injeksi penulis

kurang tepat dalam mencantumkan dosis obat yaitu Metergin 1x1 ml,

Kaltropen 3x100 mg.


B. Analisa Data

Dalam analisa data penulis salah menempatkan PQRST yang

seharusnya ditempatkan pada data subjektif.

Pada diagnose yang ketiga ketidak efektifan pemberian ASI

berhubungan dengan reflek menghisap bayi buruk, data subjektif dan

data objektifnya penulis tidak mencantumkan dalam pengkajian.

C. Implementasi

Dalam implementasi diagnose pertama nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik (post op sc) pada jam 20.40 kurang spesifik

dalam menjelaskan memberikan posisi yang nyaman yaitu membantu

klien dalam mengurangi rasa nyeri seperti menekuk lutut atau panggul

secara bergantian dan menekan kaki ke tempat tidur sambal

mengangkat panggul sampai lurus dengan bahu dan lutut, pada jam

20.45 saat mengkolaborasikan pemberian obat analgesic kurang

menjelaskan jenis obat yang diberikan pada klien pada data objektif

seperti obat kaltropen.


BAB V PENUTUP

Pada bab ini penulis akan menyimpulkan mengenai Asuhan

Keperawatan Post Sectio caesarea Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini Pada

Ny. M Dengan G2P1A0. Kesimpulan ini diambil berdasarkan data

pengkajian yang dilakukan pada tanggal 09 Maret 2017. Sebagai langkah

terakhir dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini bisa diambil beberapa

kesimpulan yang mungkin bisa digunakan untuk bahan pertimbangan bagi

pemberian asuhan keperawatan pada klien yang khususnya pada klien Post

Sectio caesarea Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini.

A. Kesimpulan

Diagnose keperawatan yang ditemukan berdasarkan data dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Diagnose keperawatan yang diperoleh yaitu diagnose pertama

nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik, diagnose kedua yaitu

hambatan mobilitas fisik berhubngan dengan nyeri, intoleran

aktivitas, diagnose yang ketiga yaitu ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan reflek menghisap bayi buruk.

2. Rencana asuhan keperawatan yang dilkukan untuk menegakkan

diagnose post Sectio caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini

yaitu untuk mengatasi masalah-maslah yang terjadi pada ibu post

Sectio caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini dan disesuaikan

dengan kebutuhan.
3. Implementasi yang telah disusun dapat dilaksanakan kedalam suatu

tindakan yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan pada ibu post

Sectio caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini.

4. Evaluasi dalam pelaksanaan, respon klien cukup baik dan

kooperatif serta klien dapat memahami dan mau melaksanakan apa

yang dianjurkan oleh penulis, sehingga didapatkan hasil yaitu

masalah-masalah yang dialami ibu post Sectio caesarea atas

indikasi Ketuban Pecah Dini dapat teratasi dan kebutuhan ibu post

Sectio caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini dapat terpenuhi.

B. Saran

1. Bagi Institusi

Untuk institusi diharapkan dapat menilai ketrampilan dan

dapat meningkatkan pengetahuan sejauh mana mahasiswa

memahami dan menguasai materi keperawatan dalam melakukan

asuhan keperawatan pada ibu post Sectio caesarea atas indikasi

ketuban pecah dini baik dalam masyarakat maupun dalam lahan

praktik.

2. Bagi Perawat

Untuk perawat diharapkan dapat melakukan asuhan

keperawatan dengan post Sectio caesarea atas indikasi ketuban

pecah dini dengan tepat, teliti, dan mengutamakan keselamatan

bagi ibu dan bayi. Perawat juga dapat memberikan informasi saat

klien akan pulang dan mengingatkan klien untuk control kembali


sesuai jadwal yang sudah ditentukan dokter.

3. Bagi Masyarakat

Untuk masyarakat diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan dan wawasan terhadap masyarakat khususnya dalam

upaya deteksi dini pada ibu bersalin Sectio caesarea dan perlunya

perawatan pada ibu post Sectio caesarea atas indikasi ketuban

pecah dini.
3DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2013. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, Dewie Sulistiyorini, Ima Syamrotul Muflihah, &
Dian Nirmala Sari. 2016. Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta :
Graha Ilmu.

Betsy B, Kenndy, Donna Jean Ruth, E, Jean Martin. 2015. Modul Manajemen
Intrapartum. Jakarta : EGC.

Depkes, RI. 2016. System Kesehatan Nasional Indonesia. Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Jateng. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Fraser, D.M. 2014. Buku Ajar Bidan Myles Edisi 14. Jakarta : EGC

Green, Carol J & Judith M. Wilkinson. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan


Maternal & Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC.

Hanretty, Kevin P. 2015. Ilustrasi Obstetric. Singapra : Media Edukasi.

Indiarti MT, Khotimah Wahyudi. 2015. Buku Babon Kehamilan. Yogyakarta :


Indoliterasi.

Jenny J. S, Sondakh, M. Clin. Mid. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi
Baru Lahir. Jakrta : PT. Penerbit Erlangga.

Kenneth J, Leveno. 2016. Manual Komplikasi Kehamilan Williams Edisi 23.


Jakarta : EGC.

Khusuma, Marsha. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Citra Pustaka.


Kristiyansari, Weni. 2009. ASI, Menyusui dan SADARI. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Kuswanti, Ina & Fitria Melina. 2014. Askeb II Persalinan. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

Lailiyana SKM, Ani Laila, SST, Isrowiyatun Daiyah, SST, & Ari Susanti, SST.
2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta : EGC.

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, 2008. Gadar Obstetri & Genekologi & Obstetri
Genekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta : ECG.

Mirzanie, Hanifah dan Desy Kurniawati. 2015 .Obgynacea


obstetric & ginekologi.
Yogjakarta : TOSCA Enterprise.
Moegni, Prof. dr. Endy, M. Dr. dr. Dwiana Ocviyanti. 2016. Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan.
Jakarta : UNFPA, Unicef, USAID.

Mulati, Dr. Erna, Yuyun Widyaningsih, Dra. Oos Fatimah Royati 2015. Buku
Ajar Kesehatan Ibu Dan Anak.. Jakarta : Pusat Pendidikan Dan Pelatihan
Tenaga Kesehatan.

Novita, Regina VT, 2017. Keperawatan Maternitas. Bogor : Ghalia Indonesia.


Nugroho, Taufan. 2017. Buku Ajar Obstetric Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Oxorn, Herry, & William R. Forte. (2015). Ilmu Kebidanan : Patologi &
Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM).

Pudiastuti, Ratna Dewi. 2016. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Patologi.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Purwoastuti, Endang, S. Pd, APP & Elisabeth Siwi Walyani, Amd. Keb.
2015. Panduan Materi Kesehatan Reproduksi & Keluarga Berencana.
Yogyakarta

Rasjidi, Dr. dr. Imam, SpOG(K). 2015. Manual Seksio Sesarea & Laparatomi
Kelainan Adneksa Berdasarkan Evidence Based. Jakarta : ISBN.

Saleha, Sitti. 2016. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba
Medika.

Sharon J, Reeder, Leonide L, Martin, Deborah Koniak-Griffin. 2015.


Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga Edisi 18.
Jakarta : EGC

Sholikhah, Ns. Umi, S.Pd., M.Kep. 2016. Asuhan Keperawatan Gangguan


Kehamilan, Persalinan, Dan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika.

Sujiyatini, S.Si.T., M.Keb., Mufdlilah, S.Pd., S.Si.T., M.sc., Asri Hidayat, S.Si.T.,
M.Keb. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Winkjosastro H. 2017. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai