Anda di halaman 1dari 11

REVIEW NOVEL “AYAH” KARYA ANDREA HIRATA

PENGANTAR MULTIKULTURALISME
Review ini disusun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Pengantar Multikulturalisme
Dosen Pengampu: Dr. Moh. Masrukhi, M.Hum.

Oleh :
Alyssa Mutiara F.
(17/410007/SA/18774)

FAKULTAS ILMU BUDAYA


PROGRAM STUDI SASTRA ARAB
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1. IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Ayah
Penulis : Andra Hirata
Penerbit : PT. Bentang Pustaka
Cetakan : Kedua puluh empat (Februari 2019)
Jumlah halaman : 396 halaman
Genre : Sosial & Roman

2. BIOGRAFI PENGARANG
Nama lengkapnya adalah Andrea Hirata Seman Said Harun lahir di Belitung Timur,
Provinsi Bangka Belitung pada tanggal 24 Oktober 1967, namun ada juga beberapa yang
menyatakan bahwa beliau lahir pada tahun 1982.
Ia adalah pengarang novel best seller internasioal “Laskar Pelangi” yang berhasil
diterjemahkan ke dalam 40 bahasa asing. Telah terbit dalam 22 bahasa, diedarkan lebih dari
130 negara dna berhasil menjadi pemenang pertama penghargaan sastra New York Book
Festival 2013 untuk novel Laskar Pelangi edisi Amerika, dan pemenang pertama Buchaward
2013 untuk novel Laskar Pelangi edisi Jerman.
Melalui program beasiswa, Hirata meraih Master of Science (M.Sc.) bidang teori
ekonomi dari Sheffield Hallam University, UK. Ia juga mendapat beasiswa pendidikan sastra
di IWP (International Writing Program), University of Iowa, USA.
Sejak tahun 2010, secara mandiri Hirata mempromosikan minat baca, minat menulis, dan
mendirikan museum sastra pertama dan satu-satunya di Indonesia. Museum Kata Andrea
Hirata di Belitong.
Karya-karyanya yang berbahasa Indonesia : Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor,
Maryamah Karpov, Padang Bulan, Cinta di Dalam Gelas, Sebelas Patriot, Ayah, Sirkus
Pohon. Karya dalam bahasa asing : The Rainbow Troops, Der Traumer, Dry Season.
BAB II
SINOPSIS

Judul Buku : Ayah


Penulis : Andra Hirata
Penerbit : PT. Bentang Pustaka
Cetakan : Kedua puluh empat (Februari 2019)
Jumlah halaman : 396 halaman

Novel ini menceritakan tentang seorang ayah yang dikemas apik oleh Andrea Hirata.
Awal membaca merasa kebingungan karena ada dua alur cerita disuguhkan. Dua latar belakang
kehidupan yang berbeda. Antara Amiru dan Sabari. Amiru adalah seorang bocah yang mulai
tumbuh, dengan segala kecerdasannya. Sedangkan Sabari pemuda lugu dari daerah Belantik di
Pulau Belitong baru saja memulai petualangannya di bangku SMA. Sabari mulai mengenal
perempuan di masa pertama mengikuti ujian masuk SMA. Perempuan itu adalah Marlena,
perempuan dari Kelumbi, bermata memesona dan berlesung pipi, sehingga Sabari tidak mampu
melupakannya.

Ayah masih menggunakan Belitong sebagai latar cerita utama. Ceritanya tentang empat
sahabat bernama Sabari, Ukun, Tamat, dan Toharun. Keempatnya bersekolah di sekolah yang
sama. Andrea membangun kisah dengan menceritakan keseharian keempat sahabat itu dan latar
belakang keluarganya masing-masing. Mirip dengan tokoh-tokoh di Laskar Pelangi, masing-
masing dari keempat sahabat mempunyai karakter yang unik. Tak jarang mereka juga begitu
polos dan naif, namun kadang bisa cerdas juga.

Mengejar marlena tanpa lelah, Sabari menampilkan seribu keahliannya dalam berbagai
hal. Meski seantero sekolahan mengetahui keahlian Sabari, semua itu tak mampu memikat hati
Marlena. Sabari dengan muka pas-pasan tak mampu mengalahkan pesona laki-laki lain di hati
Marlena. Masa SMA berakhir dengan tragis, meski sering kali Sabari berkirim puisi, tidak
kunjung tiba balasan surat dari Marlena.

Selepas SMA, Sabari dan kawan-kawannya merantau untuk mendapatkan pekerjaan.


Singkat cerita, Sabari, Tamat, dan Ukun sudah bekerja di Tanjong Pandan, ibu kota kabupaten
yang letaknya lumayan jauh dari daerah asalnya, Belantik. Sabari yang bercita-cita menjadi guru
bahasa Indonesia mendapatkan pekerjaan sebagai buruh di pabrik es. Hal ini dilakukannya
karena ia bertekad untuk melupakan Lena. Dia ingin bekerja dengan keras, dia ingin tubuhnya
hancur setiap pulang kerja lalu tertidur lupa diri dan bangun bekerja keras lagi agar tak ada
waktu memikirkan Marlena.

Marlena binti Markoni, gadis cantik asal Kelumbi yang membuat hati Sabari tak bisa
melupakannya selama bertahun-tahun adalah gadis yang sangat cerdas berwatak keras kepala,
pemberani, susah diatur, dan dia membenci Sabari. Baginya, Sabari adalah pemuda yang tidak
tampan, naïf yang suka berpuisi. Bagi Marlena, memandang Sabari rasanya tak sudi meskipun
cinta Sabari begitu besar kepadanya. Menurut kabar yang beredar, selepas SMA Marlena
semakin tak karuan, semua laki-laki di kantor pelabuhan pernah berpacaran dengannya.
Ayahnya, Markoni seorang pengusaha percetakan batako yang kaya raya sudah tak kuasa
menghadapi kelakuan putrinya. Setiap dinasehati, putrinya selalu membantah dan berujung
pertengkaran hingga menyebabkan Marlena pergi meninggalkan rumah dan hanya kembali
sesekali saja.

Waktu berlalu, Sabari pun tak berhasil melupakan Marlena. Bayangannya selalu
terbayang di pikiran Sabari, hingga pada suatu ketika Sabari memutuskan untuk keluar dari
pekerjaannya di Tanjong Pandan dan kembali ke kampung halamannya, kemudian bekerja
kepada Markoni sebagai karyawan di pabrik batako agar semata-mata dapat dekat dengan
Marlena, meski Marlena jarang pulang ke rumah. Setahun bekerja dibawah Markoni, prestasi
gemilang ditunjukan Sabari. Sabari sukses menyabet penghargaan sebagai pegawai teladan.
Disisi lain tidak jarang Sabari mendengarkan keributan yang terjadi di tengah keluarga Markoni.
Pertengkaran antara Marlena dan Markoni sampai terdengar gemerentang suara gelas-gelas yang
pecah. Namun Sabari sudah maklum dengan itu semua. Dia masih punya tanggunggan untuk
menuntaskan hajatnya mendapatkan Marlena.

Hingga pada suatu ketika, tak ada angin tak ada hujan Markoni memutuskan agar
Marlena menikah dengan Sabari. Keputusan ini sama sekali tak boleh dibantah kedua pihak. Hati
Sabari berdebar-debar, namun bagi Marlena hal ini musibah besar. Tak lama kemudian
pernikahan itu terlaksana, Sabari dan Marlena tinggal di rumah yang sudah dipersiapkan dan
dibangun sendiri oleh Sabari. Baru seminggu menikah, Marlena sudah kembali ke kebiasaannya
dulu, sering pergi bersama laki-laki lain. Dikabarkan sekarang ia berpacaran dengan karyawan
dealer Vespa.

Sampai hadirlah buah hati yang sangat Sabari cintai, Zorro namanya. Anak kesayangan
yang tak pernah lepas dari pangkuan Sabari. Sedang Marlena hilang entah kemana. Dia kembali
menjani hidup sebagai wanita pengembara. Sekali dua kali terdengar selentingan Marlena
kembali kepangkuan pacar lamanya, namu Sabari tak pernah mau memusingkannya. Dia begitu
cinta tehadap Marlena dan Zorro. Hingga pada akhirnya datang sepucuk surat dari pengadilan.
Surat gugatan cerai dari Marlena, yang sedikitpun Sabari tidak memahami isi surat itu, sehingga
dari teman-temannya lah dia tahu kalu surat itu adalah suurat gugatan perceraian.

Zorro sudah cukup menjadi pengobat hatinya, meski dia harus merelekan Marlena pergi.
Namun tidak demikian, Zorro pun ikut terlepas dari tangannya. Sekali kehilangan dua orang
yang dia sangat cintai. Marlena dan Zorro mengembara ke negeri Sumatera. Zorro tumbuh
dengan kecerdasan super yang diturunkan kedua orang tuanya, terlebih keahlian membuat puisi
yang diturunkan Sabari. Dia menjadi anak cerdas. Sedangkan Marlena tiga kali berganti suami.
Dengan pacarnya yang dulu seorang pegawai dealer Vespa, kemudian merantau ke Tanjung
Pinang. Makmur Manikam, seorang pegawai kantor terhormat di Bengkulu. JonPijareli seorang
pemain band di Medan. Ada saja ketidak cocokan dengan suami-suaminya itu, sehingga dia
memilih bercerai daripada meneruskan perjalanan cintanya.

Zorro ikut berkelana bersama sang ibu, sifatnya yang penyabar merupakan warisan dari
Sabari. Dia pantang untuk mengeluh, dia rajin membaca buku. Disela-sela membantu ibunya
menjaga kios, dia selalu menyempatkan membaca buku. Waktu terus bergulir, di antara
tetangganya tak ada yang tahu, kemana Sabari pergi. Rumahnya di belitong sudah tak terurus
lagi. Semua temannya mecari Sabari kemana-mana sampai Zuraiha menemukannya berpakaian
compang-camping di pasar bersama kucing-kucing kesayangannya. Untuk makanpun dia
berharap belas kasihan orang lain. Jauh dari Sabari yang dulu.

Ukun dan Tamat berinisiatif untuk mencari Marlena dan Zorro. Mereka menyebrang
menuju tanah Sumatera dengan modal surat-surat yang dikirimkan Marlena kepada sahabatnya,
Zuraida. Pontang-panting mereka mencari namun tak kunjung ditemukan, mulai Aceh, Medan,
Bengkulu, hingga Dabo. Uang disaku sudah habis, mereka kebingungan, apa yang harus
dilakukan. Bahkan tujuh tahun silam Sabari sempat membuat surat dari pelat aluminium dan
mengikatnya pada kaki penyu di lautan. Surat itu sampai ke Australia dan ditemui oleh Larissa
dan keluarganya. Mereka pun ikut membantu orang hilang itu. Namun nihil, tak kunjung mereka
menemukannya.

Pada akhirnya Sabari tidak jadi gila. Ukun dan Tamat berhasil menemukan Marlena dan
Zorro. Diajaklah mereka pulang, namun Marlena menolak. Dia memilih tinggal dengan suami
keempatnya dan mengizinkan Zorro pulang menemui Sabari. Sabari dipertemukan dengan
Amiru nama asli Zorro. Anak cerdas yang baru saja tiba. Dia mengenakan baju Sabari, yang dulu
sering dia bawa kemana-mana. Baju ini adalah obat segala obat. Sabari memulihkan ingatan
anaknya Amiru yang setelah 8 tahun dipisahkan jarak akhirnya kembali. Amiru pandai berpuisi.
Semasa kecil Sabari selalu membacakan cerita dan puisi sebelum tidur, dan kini iya dapat
melakukannya kembali. Sabari dan Amiru senang. Mereka bisa saling berbagi kasih.

Pada tahun 2013 Sabari meninggal. Dan dibuatkanlah nisan bertuliskan “Biarkan aku
mati dalam keharuman cintamu”. Tahun 2014 Marlena menyusul Sabari, dan berpesan pada
Amiru untuk menguburkannya di samping Sabari, kalupun tidak, setidaknya kuburan mereka
bisa saling berdekatan dan pesan terakhirnya Marlena meminta Amiru menuliskan kalimat
“Purnama kedua belas” dibawah namanya.
BAB III
PEMBAHASAN

A. TOKOH
Dalam novel ini ada banyak tokoh, diantaranya :
1. Sabari
(Tokoh utama) : Pekerja keras, ambisius, bersungguh-sungguh, gigih, tidak mudah
putus asa, cinta tanah air, penyabar.
2. Marlena : Tegas, mandiri, pemberani, tidak suka ambil pusing.
3. Ukun, Tamat : Tulus, ramah, amanah, rela berkorban.
4. Markoni : Keras, tegas, baik.
5. Zorro/Amiru : Cerdas, sabar, baik budi, mudah menyesuaikan diri
6. Manikam : Disiplin, sistematis, pendendam.
7. JonPijareli : Ekspresif, mudah tersinggung.
8. Larissa dan
Ayahnya : Pantang menyerah, suka menolong.

B. LATAR TEMPAT
1. Pulau Belitong : “My name is Sabari,from Belitong Island, Indonesia.”
2. Desa Kelumbi : “Lagi pula, perjodohan masih sangat biasa di Kelumbi”
3. Kampung Belantik : Di kampung lain, Belantik, Sabari juga gelisah menunggu hasil
ujian itu.
4. Tanjong Pandan : Tanjong Pandan, Ibu Kota Kabupaten adalah babak baru hidup
Sabari.
5. SMA (di halaman sekolah, di kelas)
6. Bengkulu, Medan, Aceh, Tanjung Pinang, Indragiri Hulu, Bagansiapiapi (tanah Sumatra
tempat merantau Marlena).
C. BENTUK MULTIKULTURALISME

Dalam novel Ayah karya Andrea Hirata, mengandung aspek multikulturalisme pada
beberapa dimensi.

a. Dimensi Gender
Di dalam novel Ayah terdapat fenomena konstruksi hubungan antara laki-laki
dengan perempuan. Terdapat penggambaran tokoh dimana perempuan berani
mengambil peran dengan cara memajukan diri sesuai dengan kehendak atau
egonya. Hal ini digambarkan oleh sifat Marlena yang pemberani dan melawan
adat-adat melayu. Namun dibalik sifatnya yang demikian, ada sifat positif yang
tentunya melekat di dalam diri Lena. Marlena adalah tipe orang yang sangat
mandiri dan memiliki pendirian teguh. Hampir tidak ada yang bisa
mempengaruhinya, bahkan ayahnya sekalipun.
“Akhirnya waktu hampir habis. Sabari membereskan tasnya dan bersiap-siap
menyerahkan kertas jawaban kepada pengawas di depan sana, tetap mendadak
dia terperanjat karena sekonyong-konyong seorang anak perempuan menikung di
depannya, merampas kertas jawabannya, duduk di sampingnya, dan tanpa ba bi
bu langsung menyonteknya”.

"Tetapi, Lena adalah perempuan besi dengan pendirian yang lebih tegak dari
pada tiang bendera di lapangan merdeka."

Sedangkan tokoh Sabari dalam novel ini digambarkan sebagai laki-laki yang baik,
penurut, tulus, dan baik budinya.
“Dalam waktu singkat, Sabari telah menjawab semua soal, tetapi dia tak ingin
mengecewakan pihak-pihak yang telah memberinya nama Sabari, yakni ayahnya
dan diaminkan neneknya. Ditunggunya dengan sabar sampai waktu mau habis.
Jika menyerahkan jawaban secara mendadak, peserta lain bisa terintimidasi, lalu
grogi, pecah konsentrasi lalu berantakan. Betapa tampan budi pekerti anak itu”.

b. Dimensi Etnisitas dan Warna lokal


Di dalam dimensi etnisitas, wacana multikultural muncul berkaitan dengan proses
interaksi yang melibatkan dua kelompok etnik atau lebih. Sedangkan pola
hubungan multikulturalitas yang terdapat dalam novel ini penulis menggambarkan
dengan penggunaan ungkapan-ungkapan etnis Tionghoa.
“Hari terakhir adalah ujian Bahasa Indonesia. Sabari tersenyum simpul.
Dijawabnya semua soal dengan tenang. Cincai”.
Mengangkat latar di Kepulauan Belitung, banyak sekali gaya bahasa khas yang
ditampilkan dalam novel ini. Fakta bahwa Andrea Hirata sendiri terlahir di Pulau
Belitung membuat segala budaya dan suasana Belitung dapat merasuk dalam
mudah di novel Ayah ini. Terutama hadirnya kata "Boi" dan “Pak Cik” dalam
beberapa percakapan.
“Boi! Kau ini mau menghadap Pak Camat atau mau ke hutan?!”
“Tak apa-apa, Pak Cik, jelaskan saja sekarang. Aku pasti mengerti.”

c. Dimensi Hubungan Antar Ras


Dalam novel ini penulis juga menggambarkan hubungan antar ras meski bukan
hubungan secara langsung. Hal ini diceritakan pada saat Ayah Larissa, Niel
Wuruninga seorang nelayan Aborigin yang tinggal di Australia menemukan
seekor penyu yang di kakinya terkait alumunium yang ternyata surat yang ditulis
oleh Sabari.
“Dinaikkannya penyu itu ke perahu, dipotongnya akar bahar yang mengikat
aluminium ke kaki penyu. Sejurus ke- mudian dia tertawa membaca bahasa
Inggris tak keruan dari tulisan yang digerus pada lempeng aluminium itu.”
Selain itu digambarkan juga hubungan Larissa dan Pak Tua Niel dengan Sabari
yaitu dengan surat yang dikirim oleh Larissa.
“From: Larissa Sweet Wuruninga 374 Hodgson Cove, Darwin Northtern
Territory Australia
To: Indonesia Lonely Man, Sabari SD Inpres (President instruction school basic)
Belantik Village, Belitong Island Indonesia”
Dan surat balasan yang dikirim Sabari dan Amiru kepada Larissa di Australia.
“Dear Larissa Sweet Wuruninga, My name is Zorro, I am the son of Indonesia
Lonely Man, Sabari.”
Juga pada bagian ini digambarkan kebudayaan orang-orang Barat yang berbeda
dengan kebudayaan Indonesia, yakni makan malam yang bertujuan untuk
merayakan sesuatu.
“Usai makan malam, di tengah keriuhan, Larissa menge- tuk gelas dengan
sendok, meminta suasana tenang. Dia berdi- ri dan mengatakan bahwa dia ingin
membaca sepucuk surat.”
BAB IV
REFERENSI

Hirata, Andrea. Ayah. Cetakan ke 24. Yogyakarta: Penerbit Bentang Pustaka. 2019.

Wink. Biografi Andrea Hirata – Kisah Inspiratif Penulis Novel Laskar Pelangi.
www.biografiku.com.
https://www.biografiku.com/biografi-andrea-hirata-kisah-inspiratif-penulis-novel-laskar-
pelangi/ (diakses pada 5 Juni 2019)

Anda mungkin juga menyukai