Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ismail

Nim : 1865050037
Topik Tinjauan Pustaka : Sindrom Nefrotik
Sumber : PPM IDAI & Consensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak edisi II

SINDROM NEFROTIK

DEFINISI
Kondisi klinis yang ditandai dengan proteinuria berat, terutama albuminuria (>I g/m' /24 jam).
hipoproteinemia (albumin serum <2,5 g/dL). edema, dan hiperkolesterolemia (>250 mg/ dL). Berdasarkan
penyebab, sindrom nefrotik pada anak dapat dibagi menjadi sindrom nefrotik kongenital, primer
(idiopatik), atau sekunder. Dalam tulisan ini hanya akan dibahas mengenai SN yang paling sering
ditemukan yaitu sindrom nefrotik primer.

ETIOLOGI

Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit


sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada
konsensus ini hanya akan dibicarakan SN idiopatik.

PATOFISIOLOGI

Diawali dengan suatu kelainan primer yang menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus
terhadap protein. Hal tersebut diakibatkan oleh mekanisme yang kompleks, namun biasanya akibat
kerusakan sialoprotein pada membran basal glomerulus (yang berfungsi menghasilkan muatan negatif) .
Proteinuria akan terus berlangsung hingga menyebabkan kadar protein dalam serum, terutama albumin,
menurun. Meski demikian, aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) tidak berkurang.
Secara histologis, kelainan pada glomerulus tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Minimal change nephrotic syndrome (MCNC). Tipe paling sering, 70-80%.
 Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS). kejadian sekitar I0%. Tipe ini sering terjadi
mendahului tipe MCNC.
 Nefropati membranosa (1%). Seringkali disebabkan oleh infeksi sistemik: hepatitis B, sifilis,
malaria, dan toksoplasmosis, maupun obat-obatan.
Sindrom nefrotik kongenital adalah sindrom nefrotik yang terjadi hingga 3 bulan pertama kehidupan.
Dapat disebabkan oleh pengaruh genetik (autosomal resesif), atau sekunder akibat infeksi (sifilis,
hepatitis B) dan lupus eritematosa sistemik.
Kadar albumin yang menurun akan mengakibatkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga terjadi
perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial, yang secara klinis mengakibatkan edema anasarka.
edeman pun terjadi akibat penurunan volume darah efektif dan peningkatan reabsorbsi natriu klorida pada
tubulus yang selanjutnya mengaktifkan jaras renin-angiotensin-aldosteron. Kadar lipid serum meningkat
karena kondisi hypoproteinemia akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hepar, sementara metabolism
lipid berkurang.

TANDA DAN GEJALA

 Bengkak pada kedua kelopak mata, perut (asites), tungkai, skrotum/labia, atau seluruh tubuh.
 Penurunan jumlah urin. Kadang disertai keluhan urine keruh atau berwarna kemerahan
(hematuria)
 Kadang ditemukan hipertensi.

DIAGNOSIS

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada
urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang mengarah kepada
infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED)
 Albumin dan kolesterol serum
 Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
 KadarkomplemenC3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA

BATASAN

o Remisi : proteinuria negative atau trace (proteinuria < 4 mg/m 2 LPB/jam) 3 hari berturut turut
o Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40mg/2m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
o Relaps jarang: relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kurang
dari 4 x per tahun pengamatan
o Relaps sering (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau
≥ 4 x dalam periode 1 tahun
o Dependen steroid: relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau
dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
o Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2
mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
o Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu
TATALAKSANA

 Suportif
o Tirah baring pada kasus edema ansarka
o Pemberian diet protein normal (1,5-2 g/ KgBB/ hari) , diet rendah garam (1-2/g/hari),
serta diuretik: furosemid 1-2 mg/ KgBB/ hari) . Bila perlu, furosemid dapat
dikombinasikan dengan spironolakton 2-3 mg/KgBB/hari
o Pemberian antihipertensi dapat timbangkan bila disertai hipertensi; Pada kasus edema
refrakter, syok, atau kadar albumin < l g/ dL, dapat diberikan albumin 20-25% dengan
dosis 1 g/KgBB selama 2-4 jam. Apabila kadar albumin 1-2 g/dL, dapat
dipertimbangkan pemberian albumin dosis 0,5/ KgBB/ hari.
 Medikamentosa:
o Prednison dengan dosis awal 60 mg/m2/hari atau 2 mg/KgBB/hari. diberikan dengan
dosis terbagi 3, selama 4 minggu. Apabila terjadi remisi (proteinuria negatif 3 hari
berturut turut). Peberian dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40 mg/ m2/ hari, mg/ hari)
dosis tunggal pagi selama sehari (alternating dose) selama 4 minggu. Total pengobatan
menjadi 8 minggu. Namun bila terjadi relaps, diberikan prednison 60 mg/m'/hari sampai
terjadi remisi (maksi- mal 4 minggu) , dilanj utkan 2/3 dosis awal (40 mg/ m2/ hari) secara
alternating selama 4 ming- gu. Pemberian prednison jangka panjang dapat menyebabkan
efek samping hipertensi.
o Apabila sampai 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh belum juga terjadi remisi, maka
disebut steroid resisten. Kasus dengan resis- ten steroid atau toksik steroid, diterapi meng-
gunakan imunosupresan seperti siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3 mg/KgBB/hari
da- lam dosis tunggal. Dosis dihitung berdasarkan berat badan tanpa edema. Pemberian
siklo- fosfamid dapat menyebabkan efek samping de- presi sumsum tulang (apabila
leukosit <3000/ μL , terapi dihentikan).

KOMPLIKASI
 Infeksi: selulitis, peritonitis bakterialis spontan (2- 6%)
 Tromboemboli (1,8-5%)
 Gagal ginjal
 Pada kasus SN jangka panjang, telah dilaporkan komplikasi kardiovaskular pada anak.

Anda mungkin juga menyukai