Anda di halaman 1dari 11

DAKWAH PLURALIS

Membangun Tradisi Pluralisme Melalui Teologi Inklusif

Kelompok 11

1. Ariani : 17 0104 00
2. Saskiyah Indah Sari : 17 0104 00
3. Ira Ramadani : 17 0104 0025

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (A)


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KOTA PALOPO
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kepada Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat serta
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang sangat sederhana
ini. Shalawat serta salam selalu kami haturkan kepada Nabi junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. beserta para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir iniKami
ucapkan atas nikmat yang telah diberikan kepada kami sehinggga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.menyadari dalam penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan-kesalahan baik dalam sistematika penyusunannya
maupun isinya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun masih
sangat kami harapkan untuk perbaikan penyusunan makalah ini.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami khususnya dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Penyusun
                         
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1  Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2   Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3  Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN.............................................................................................3
A. Membangun Tradisi Pluralisme melalui Teologi Inklusif.............................3
B. Emberio Ideologi Inklusif..................................................................................4
BAB III: PENUTUP.....................................................................................................7
A.  Simpulan..................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................8
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu persoalan teologis yang sangat mendasar dalam kehidupan
beragam ini adalah mengenai masalah hubungan pluralisme, namun yang paling
banyak diperbincangkan mengenai masalah hubungan pluralisme beragama.
Walaupun masalah ini bukan sesuatu hal yang baru, tapi sebagaimana lazimnya
sebuah wacana, tentu saja kemunculannya tidak berdiri sendiri, tetapi banyak
faktor yang melatarbelakanginya. Salah satunya adalah apa yang disebutkan oleh
Gilles Kepel sebagai krisis midernita (Kepel, 1993 : 191).
Pluralisme beragama berusaha mengusung agenda terciptanya jalinan
hubungan antara umat beragama secara harmonis, khususnya dalam masyarakat
majemuk yang selalu diwarnai oleh adanya pasang surut dan tidak selamanya
harmonis, baik pada skala lokal, regional, nasional maupun internasional.
Meskipun doktrin (ajaran) agama masing-masing mengajarkan keharmonisan,
kedamaian, kerukunan, dan saling membuka diri, namun dalam realitas historis-
empiris doktrin agama, keputusan majelis ulama, keputusan konsili, dan
kesepakatan dewan gereja-gereja sedunia yang agung tersebut, belum dapat
terlaksana sebagaimana yang diharapkan (Abdullah, 2000 : 5-6). Amin Abdullah
(2000:6) mensinyalir bahwa banyak faktor yang menjadi kendala berapa
kerukunan antar umat beragama begitu sulit diwujudkan. Diantara faktor-faktor
tersebut, semisal faktor kepentingan politik, ekonomi, sosial, pertahanan
keamanan yang ikut mewarnai pergumulan, juga adanya dinamika dan pasang
surut hubungan antar umat beragama.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan mengenai tradisi pluralis melalui teologi inklusif
2. Jelaskan Embrio Ideologi Inklusif

C. Tujuan Masalah
1. Memahami mengenai tradisi pluralis melalui teologi inklusif
2. Memahami Embrio Ideologi Inklusif
BAB II
PEMBAHASAN
Membangun Tradisi Pluralisme Melalui Teologi Inklusif
Sebelumnya teman-teman sudah membahas mengenai pengertian
pluralisme. Namun kami ingin merefreshkan kembali pelajaran mengenai
pengertian pluralisme.
Pluralisme terdiri dari dua kata plural=beragam dan isme= paham. Yang
berarti paham atas keberagaman. Pluralisme juga berarti kesediaan untuk
menerima keberagaman (pluralitas), artinya masyarakat yang berbeda suku,
golongan, ras, adat, agama, hingga pandangan hidup.
Pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada
pengakuan kebebasan beragama, kebebasan berfikir, atau kebebasan mencari
informasi, sehingga untuk mencapai pluralisme diperlukan adanya kematangan
dari kepribadian seseorang atau sekelompok orang.1
Pembahasan mengenai membangun tradisi pluralisme melalui teologi
inklusif lebih banyak membahas mengenai agama. Ini dikarenakan perbedaan
suku, golongan, ras, adat dan pandangan hidup itu dapat diterima dimasyarakat.
Sehingga hal tersebut tidak banyak dipersoalkan dan dipertentangan. Berbeda
halnya dengan pluralis agama, pembahasan mengenai hal tersebut lebih banyak
diangkat melalui tulisan oleh cendekiawan, salah satunya Nurcholish Madjid. Ia
secara teoritis mengedepankan pencarian dan konsep titik temu agama-agama
secara eksplisit dibandingkan cendikiawan muslim lainnya.
Pemikiran Nurcholish sering disebut sebagai teologi inklusif. Inklusif
mengidentifikasikan sebagai sikap terbuka, toleran dan mau menerima orang lain.
Teologi inklusif merupakan alternatif dari teologi eksklusif yang menganggap
bahwa kebenaran dan keselamatan (truth and salvation) suatu agama menjadi
monopoli agama tertentu. Oleh karena itu, dalam perspektif "teologi inklusif,"

1
Wikipedia.org. pluralisme.2020. http://id.m.wikipedia.org/wiki.
klaim bahwa hanya agamanya saja yang benar dan menjadi jalan keselamatan,
adalah teologi yang salah.
Inklusivisme2 merupakan sikap yang berpandangan bahwa di luar agama
yang dipeluknya juga terdapat kebenaran dan jalan keselamatan, meskipun tidak
seutuh atau sesempurna agama yang dianutnya. Sikap inklusif ini mencerminkan
kemajuan dalam memandang agama lain, di mana kebenaran dan keselamatan
bukan dominasi keyakinan atau agama tertentu, tetapi agama lain pun
memilikinya Bahkan meskipun agama lain itu masih dianggap sekunder. Atau
menurut istilah Nurcholish, "agama-agama lain adalah bentuk implisit agama
kita" (Islam). Dengan kata lain sikap inklusif itu suatu kesadaran pandangan
penganut agama terhadap kemungkinan benar pada penganut atau agama lain.

Embrio Ideologi Inklusif


Sebenarnya embrio ideologi inklusif-pluralis bermulai dari Konsili
Vatikan II tahun 1963-1965 yang merevisi prinsip extra ecclesium mulla salus ke
arah teologi inklusif. Konsili ini menyebutkan bahwa keselamatan tidak lagi
menjadi monopoli umat Kristiani dengan keharusan mengeksplisitkan iman
kepada Yesus Kristus. Keselamatan juga terdapat dalam agama lain yang
memiliki doktrin agama yang berbeda. Dengan demikian, Gereja Kristen
mengakui adanya keselamatan di luar Kristen, yang menurut teolog Katolik yang
berhaluan inklusif, seperti Karl Rahner, disebutnya sebagai Anonymous Christian.
Konsili Vatikan II tersebut telah mengeluarkan tiga keputusan penting. Pertama,
orang yang tidak dibaptis, yang tanpa kesalahan, tidak percaya kepada Allah,
dapat diselamatkan asal mereka hidup menurut suara hati mereka. Kedua, setiap
orang berhak untuk mengikuti agama yang diyakininya. Ketiga, umat Katolik
dianjurkan untuk menghormati apa yang baik dalam agama-agama lain.
Sikap seperti ini, dalam Islam juga bisa ditemukan misalnya, pada
pandangan Ibn Taimiyah, yang membedakan orang-orang dan agama Islam umum

2
Inklusivisme adalah sikap atau pandangan yang melihat bahwa agama-agama lain diluar
kekristenan juga dikaruniai rahmat dari Allah dan bisa diselamatkan, tetapi pemenuhan
keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus. Artinya anugerah atau rahmat kristus,
diikutsertakan dalam rencana keselamatan Allah.
(yang nonmuslim par excellent), dengan orang-orang dan agama Islam khusus
(muslim par excellent)3. Kata "Islam" sendiri di sini diartikan sebagai sikap pasrah
kepada Tuhan. Menurutnya, semua nabi dan para pengikutnya disebut oleh Allah
sebagai orang-orang muslim. Selain Ibn Taimiyah, dapat juga ditemukan
pandangan inklusif ini dari seorang teolog muslim Al-Ghazali. Al-Ghazali, seperti
yang dikutip dalam Tafsir Al-Maraghi, telah mengemukakan pandangan yang
menghubungkan keselamatan ahli kitab dengan sampai atau tidaknya informasi
tentang Islam kepada mereka.
Sikap inklusif ini juga ditunjukkan Nurcholish. Ia mengungkapkan bahwa
agama yang lurus adalah yang membawa pesan kemanusiaan universal, yang
merupakan esensi inklusivisme. Agama Islam yang diajarkan Nabi Muhammad
merupakan agama yang membawa pesan kemanusiaan universal tersebut,
sekaligus mempunyai potensi kuat untuk membangun kalimatun sawa` 4 dengan
agama-agama yang lain. Hal ini karena ajaran yang dibawanya merupakan ajaran
tentang keterbukaan dan kerahmatan terhadap umat agama-agama yang lain.
Hanya saja, yang harus dikembangkan adalah sikap berbaik sangka terhadap
kelompok lain, bukan berburuk sangka. Nurcholish memaknai Al-Islam yang
terdapat dalam surah Ali-Imran ayat 19 dan 85 dalam Alquran, tidak terbatas
hanya sebagai sebuah ‘agama formal' ataupun sebagai ‘nama agama' saja,
sebagaimana yang dipahami oleh umumnya umat Islam. Akan tetapi, juga dapat
mengandung makna universal, yakni "sikap pasrah kepada Tuhan Yang Maha
Esa."
Penafsiran inklusif atas makna Al-Islam sebagaimana yang dipaparkan
Nurcholish ini memang sudah diperkenalkan kepada masyarakat dalam upaya
membangun kerukunan antarumat beragama. Tafsir keagamaan eksklusif yang
cenderung intoleran terhadap umat agama lain, tidak cocok buat cita-cita
kehidupan damai, terlebih lagi dalam konteks Indonesia. Indonesia adalah negara
yang tidak hanya terdiri dari multikultur, tetapi juga multiagama, seperti Islam,
Kristen, Budha, dan Hindu.

3
Per excellent artinya dengan sangat baik
4
Kalimatun Sawa’ adalah titik temu (keragaman)
Ada beberapa hal yang sangat penting untuk diketahui dan meluruskan
pemahaman kita mengenai pembahasan diatas. Sebagaimana sebelumnya
kelompok 2 juga telah menjelaskan bahwa pluralisme yang menganggap semua
agama itu sama, pengertian tersebut merupakan pemahaman yang keliru dan tidak
salah jika dikatakan sesat. Bagaimana tidak? Hal tersebut membahas tentang
kenyakinan kita sebagai seorang muslim. Akidah kita perlu dipertanyakan, ketika
kita juga mengadopsi pemikiran tersebut yang menganggap semua agama saja.
Bahkan menurut sejarah pun sejak zaman jahiliyah, mereka tidak pernah
sekalipun mengatakan semua agama sama. Untuk apa mereka capek-capek
menganggu Rasulullah saw., mendatangi Nabi dengan proposal dan mengatakan
“Muhammad kita memang beda (beda yang dimaksud agama mereka), tapi jangan
sampai perbedaan ini membuat kita jadi berselisih. Begini saja, kita gantian,
malam ini kami akan menyembah Tuhanmu, besok kamu yang menyebah Tuhan
kami. Tapi kalimat yang mereka ucapkan, tidak pernah sekalipun mereka
mengatakan bahwa konsep kepercayaan kita sama, sehingga turunlah surah Al-
Kafirun.
Dalam islam pun mengajarkan toleransi terhadap agama lain, juga tidak
menganggu urusan agama mereka. Dan bahkan terhadap orang kafir yang tidak
memusuhi islam, telah diatur adab-adab dalam berinteraksi dengan mereka. Islam
merupakan agama yang paling sempurna, mana bisa kita menyamakannya dengan
agama lain. Islam sudah mengatur sedemikian rupa, mulai bangun tidur sampai
bangun Negara. Bahkan seharusnya sebagai seorang muslim itu berpandangan
hidup islam, apapun yang dilakukan harus sesuai tuntunan syari’at islam dan
bukan hawa nafsu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Membangun tradisi pluralisme melalui teologi inklusif memang perlu kita
ketahui, untuk mengambil pelajaran dan tidak serta merta mengikuti pemikiran-
pemikiran yang dasarnya kita tidak ketahui. Oleh karena itu, paham pluralisme
ini, tidak boleh sama sekali diadopsi di kehidupan kita. Sebab paham ini
bertentangan dengan islam. Dan ketika orang mengambil paham tersebut, mereka
akan dengan gampangnya keluar dari islam. Yah karena menganggap semua
agama sama, tidak ada beda. Untuk itu, perlu kita mempelajari islam lebih dalam
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia.org. pluralisme.2020. http://id.m.wikipedia.org/wiki.


Saparie, Gunoto. 2017. Teologi Inklusif sebagai Alternatif. Kabar Indonesia
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?
pil=20&jd=Teologi+Inklusif+sebagai+Alternatif&dn=20171217033022
Kardianto, Wawan. 2013. Kalimatun Sawa (titik temu) keberagaman.
http://islami.co/kalimatun-sawa-titik-temu-keberagaman.
Ustadz Adi Hidayat,LC,MA. 2017. Semua Agama Sama. Youtube info singkat
Buya Yahya. 2016. Apakah Semua Agama Sama. Youtube Al-Bahjah TV.

Anda mungkin juga menyukai