1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Illahi Rabbi karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, dengan didorong semangat dan daya upaya penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul Asuhan Kegawatdaruratan Pada
Masa Nifas
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Dalam makalah ini penulis membahas
mengenai teori serta asuhan yang diberikan pada kasus kegawatdaruratan yang terjadi
pada masa nifas
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan acuan
sebagai bahan pembelajaran mengenai asuhan yang diberikan pada kasus
kegawatdaruratan masa nifas. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menghasilkan yang terbaik dalam penulisan makalah ini, tetapi penulis menyadari
masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
A. Latar Belakang.........................................................................................................................3
B. Tujuan .....................................................................................................................................4
a. Tujuan Umum.......................................................................................................................4
b. Tujuan Khusus......................................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Infeksi Pada Masa Nifas...........................................................................................................6
B. Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa Nifas dengan Metritis................................................8
C. Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Peritonitis...........................................12
D. Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Infeksi Payudara (Mastitis)
13
E. Asuhan Kegawatdaruratan Pada Masa nifas dengan Tromboflebitis....................................16
BAB III
KESIMPULAN..............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewaktu
hamil atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak
bergantung pada tempat atau usia kehamilan. Kematian ibu dibagi menjadi
kematian langsung dan tidak langsung, kematian langsung adalah sebagai akibat
komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas. Sedangkan kematian ibu
tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit
yang timbul sewaktu kehamilan. (Sarwono, 2010)
Secara global 80 % kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung.
Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan (25% biasanya
perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%),
partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain
(8%). Infeksi merupakan penyebab penting kematian dan kesakitan ibu. Insidensi
infeksi nifas sangat berhubungan dengan praktik tidak bersih pada waktu
persalinan dan masa nifas. (Sarwono, 2010)
Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam
tubuh, sehingga menimbulkan infeksi pada kala nifas. Infeksi kala nifas adalah
infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun
dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 38oC tanpa menghitung
hari pertama dan berturut-turut selama dua hari. (Manuaba, 2010)
Sumber terjadinya infeksi kala nifas adalah manipulasi penolong yang
terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam atau penggunaan alat yang kurang
steril. Infeksi juga dapat diperoleh dari rumah sakit (nosokomial), hubungan seks
menjelang persalinan atau sudah terdapat infeksi intrapartum: persalinan lama
terlantar, ketuban pecah lebih dari enam jam, terdapat pusat infeksi dalam tubuh
(fokal infeksi). (Manuaba, 2010)
4
Berdasarkan masalah pada latar belakang diatas kejadian infeksi pada masa
nifas sangat erat kaitanya dengan penyebab kematian dan kesakitan ibu. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk membahas mengenai asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas yang diakibatkankan oleh infeksi untuk mewujudkan persalinan
yang aman dan asuhan nifas yang sesuai sehingga komplikasi pada masa nifas
tidak lagi terjadi.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui asuhan
yang diberikan pada kasus kegawatdaruratan pada masa nifas.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut :
1) Penulis mampu memahami dan menganalisa asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas dengan metritis berdasarkan literatur keilmuan;
2) Penulis mampu memahami dan menganalisa asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas dengan peritonitis berdasarkan literatur keilmuan;
3) Penulis mampu memahami dan menganalisa asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas dengan infeksi payudara berdasarkan literatur
keilmuan;
4) Penulis mampu memahami dan menganalisa asuhan kegawatdaruratan
pada masa nifas dengan infeksi nifas tromboflebitis berdasarkan
literatur keilmuan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
a. Definisi
Infeksi nifas (infeksi puerperalis) adalah infeksi luka jalan lahir
pascapersalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam
dalam nifas sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas maka demam
dalam nifas merupakan gejala penting dari penyakit ini. Demam dalam
nifas sering juga disebut morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian
infeksi nifas. (FK Unpad, 2004)
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi
sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38oC atau lebih selama
2 hari dalam 10 hari pertama pascapersalinan, dengan mengecualikan 24
jam pertama. (Mansjoer A, 2000)
Infeksi peurperium adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran
reproduksi selama persalinan atau puerperium. Infeksi tidak lagi
bertanggung jawab terhadap tingginya insiden mortalitas puerperium
seperti dahulu, saat lebih dikenal sebagai demam nifas. Akan tetapi, infeksi
puerperium masih tetap bertanggung jjawab terhadap presentase signifikan
morbiditas puerperium. (Varney, 2004)
b. Etiologi
Organisme infeksius pada infeksi puerperium berasal dari tiga
sumber yaitu organisme yang normalnya berada dalam saluran genetalia
bawah atau dalam usus besar, infeksi saluran genetalia bawah, dan bakteri
dalam nasofaring atau pada tangan personel yang menangani persalinan
atau di udara dan debu lingkungan. (Varney, 2004)
6
Organisme yang umum pada infeksi puerperium termasuk berbagai
spesies Streptococcus (termasuk S.viridans, S. pyogenes, dan S.agalactiae),
Staphylococcus aureus, Gardnerella vaginalis, E.Coli, spesies Klebsiella,
spesies Proteus, peptostreptococci anaerobic, spesies Bacteroides,
Ureaplasma, dan Mycooplasma. Beberapa organisme ini cukup umum
sebagai flora vagina sehingga hubungannya dengan infeksi tidak jelas.
Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis juga dapat
menyebabkan infeksi genitalia pascapartum meskipun penapisan prenatal
akan meminimalkan risiko keberdaanyya. (Varney, 2004)
c.Faktor Predisposisi
Penyebab predisposisi infeksi nifas diantaranya :
a) Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban
b) Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan
c) Teknik aseptik tidak sempurna
d) Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan
e) Manipulasi intra uteri (misal: eksplorasi uteri, pengeluaran plasenta
manual)
f) Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang tidak
diperbaiki
g) Hematoma
h) Hemoragi, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1000 ml
i) Pelahiran operatif terutama pelahiran melalui seksio sesaria
j) Retensi sisa plasenta atau membran janin
k) Perawatan perineum tidak memadai
l) Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang tidak
ditangani
(Varney, 2004)
7
d. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala infeksi umumnya termasuk peningkatan suhu
tubuh, malaise umum, nyeri, dan lokhia berbau tidak sedap. Peningkatan
kecepatan nadi dapat terjadi, terutama pada infeksi berat. Interpretasi kultur
laboratorium dan sensitivitas, pemeriksaan lebih lanjut, dan penanganan
memerlukan diskusi dan kolaborasi dengan dokter. (Varney, 2004)
e. Manifestasi Klinis
Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu (1) infeksi yang
terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium; dan (2)
penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe, dan
permukaan endometrium. (Mansjoer A, 2000)
Macam-macam infeksi nifas diantaranya :
Infeksi perineum, vulvitis, vaginitis, dan servisitis
Endometritis
Septikemia dan piemia
Peritonitis
Parametritis (selulitis pelvika)
Mastitis dan abses
Tromboflebitis dan emboli paru
8
Metritis ialah infeksi pada uterus setelah persalinan. Keterlambatan
terapi akan menyebabkan abses, peritonitis, syok, thrombosis vena, emboli
paru, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba, dan infertilitas. (Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, 2013)
b. Gejala Klinik
Demam merupakan gejala klinik terpenting untuk mendiagnosis
metritis, dan suhu tubuh penderita umumnya berkisar melebihi 38oC-39oC.
Demam yang terjdi juga sering disertai menggigil, yang harus diwaspadai
sebagai tanda adanya bacteremia yang bisa terjadi pada 10-20% kasus.
Demam biasanya timbul pada hari ke-3 disertai nadi yang cepat. Penderita
biasanya mengeluhkan adanya nyeri abdomen, pada pemeriksaan bimanual
teraba agak membesar, nyeri, dan lembek. Lochia yang berbau menyengat
sering menyertai timbulnya metritis, tetapi bukan merupakan tanda pasti.
Pada infeksi oleh grup A β-hemolitik streptokokus sering disertai lochia
bening yang tidak berbau. (Sarwono, 2010)
9
6.Nyeri tekan pada kedua sisi abdomen
d. Tatalaksana
Pada penderita metritis ringan pascapersalinan normal pengobatan
dengan antibiotika oral biasanya memberikan hasil yang baik. Pada
penderita metritis sedang dan berat, termasuk penderita pascaseksio
sesarea, perlu diberikan antibiotika dengan spectrum luas secara intravena,
dan biasanya penderita akan membaik dalam waktu 48-72 jam. Bila setelah
72 jam demam tidak membaik perlu dicari dengan lebih teliti penyebabnya,
karena demam yang menetap ini jarang disebabkan oleh resistensi bakteri
terhadap antibiotika atau suatu efek samping obat. Pada kasus metritis yang
berat dan disertai penyulit perlu dipertimbangkan intervensi bedah untuk
drainase abses dan/atau evakuasi jaringan yang rusak. (Sarwono, 2010)
10
5. Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas dan
nyeri abdomen), lakukan laparotomy dan drainase abdomen bila
terdapat pus
6. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.
7. Lakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah perifer
lengkap termsuk hitung jenis leukosit, golongan darah ABO dan jenis
Rh, gula darah sewaktu (GDS), analisis urin, kultur (cairan vagina,
darah, dan urin sesuai indikasi), ultrasonografi (USG) untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya sisa plasenta dalam rongga uterus
atau massa intra abdomen-pelvik
8. Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang
digantungkan pada tempat tidur pasien.
9. Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan per
vaginam setiap 4 jam.
10. Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jumlah leukosit per
48 jam
11. Terima, catat dan tindak lanjut hasil kultur’perbolehkan pasien pulang
jika suhu < 37,5oc selama minimal 48 jam dan hasil pemeriksaan
leukosit < 11.000/mm3.
11
Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut
pelvioperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga peritoneum disebut
peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian
33% dari seluruh kematian akibat infeksi. (Rini, 2016)
b. Faktor Predisposisi
Peritonitis merupakan penyulit yang kadang-kadang terjadi pada
penderita pascaseksio sesarea yang mengalami metritis disertai nekrosis
dan dehisensi insisi uterus. Pada keadaan yang lebih jarang didapatkan
pada penderita yang sebelumnya mengalami seksio sesarea kemudian
dilakukan persalinan pervaginam (VBAC : vaginal birth after c-section).
Abses pada parametrium atau adneksa dapat pecah dan menimbulkan
peritonitis generalisata. (Sarwono, 2010)
c. Gejala Klinik
Menurut Sulistyawati (2009), gejala yang muncul pada peritonitis umum
diantaranya :
1. Suhu meningkat menjadi tinggi
2. Nadi cepat dan kecil
3. Perut kembung dan nyeri
4. Ada defense musculair
5. Muka penderita yang mula-mula kemerahan menjadi pucat, mata
cekung, kulit muka dingin, terdapat apa yang disebut fasies
hypocratica.
d. Tatalaksana
Menurut Nettina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai
berikut :
12
1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki
fungsi ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga
diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi
penginfeksi dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan
drainase.
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
b. Faktor Predisposisi
Predisposisi dan faktor risiko adalah primipara, stress, teknik
meneteki yang tidak benar sehigga pengosongan payudara tidak terjadi
dengan baik, pemakaian kutang yang terlalu ketat, dan pengisapan bayi
yang kurang kuat juga dapat menyebabkan stasis dan obstruksi kelenjar
13
payudara. Adanya luka putting payudara juga dapat sebagai faktor risiko
terjadinya mastitis. (Sarwono, 2010)
Pada kondisi ini terjadi bendungan ASI yang merupakan permulaan
dari kemungkinan infeksi payudara. Bakteri yang sering menyebabkan
infeksi payudara adalah stafilokokus aureus yang masuk melalui luka
puting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri local pada payudara,
terjadi pemadatan payudara, dan terjadi perubahan warna kulit payudara.
(Manuaba, 2010)
c. Gejala Klinik
Gejala awal mastitis adalah demam yang disertai menggigil, myalgia,
nyeri, dan takikardia. Pada pemeriksaan payudara membengkak, mengeras,
lebih hangat, kemerahan dengan batas tegas, dan disertai rasa sangat nyeri.
Mastitis biasanya terjadi unilateral dan dapat terjadi 3 bulan pertama
meneteki, tetapi jarang dapat terjadi selama ibu meneteki. Kejadian mastitis
berkisar 2-33% ibu meneteki dan lebih kurang 10 % kasus mastitis akan
berkembang menjadi abses (bernanah), dengan gejala yang makin berat.
(Sarwono, 2010)
Infeksi payudara (mastitis) dapat berkelanjutan menjadi abses dengan
kriteria warna kulit menjadi merah, terdapat rasa nyeri, dan pada
pemeriksaan terdapat pembengkakan, dibawah kulit teraba cairan. Dalam
keadaan abses payudara perlu dilakukan insisi agar pus dapat dikeluarkan
untuk mempercepat kesembuhan. (Manuaba, 2010)
d. Macam-Macam Mastitis
Menurut Sarwono (2010), mastitis dapat dibedakan berdasarkan
tempatnya diantaranya sebagai berikt :
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae;
2. Mastitis di tengah payudara yang menyebabkan abses di tempat itu;
14
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara payudara dan otot-otot di bawahnya.
e. Tatalaksana Umum
Penanganan utama mastitis adalah memulihkan keadaan dan
mencegah terjadinya komplikasi yaitu abses (bernanah) dan sepsis yang
dapat terjadi bila penangan terlamat, tidak tepat, ataupun kurang efektif.
Laktasi tetap dianjurkan untuk dilanjutkan dan pengosongan payudara
sangat penting untuk keberhasilan terapi. Terapi suportif seperti bed-rest,
pemberian cairan yang cukup, antinyeri dan antiinflamasi sangat
dianjurkan. Pemberian antibiotika secara ideal berdasarkan hasil kepekaan
kultur kuman yang diambil dari air susu sehingga keberhasilan terapi dapat
terjamin. Pada sebagian kasus antibiotika dapat diberikan secara per oral
dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Pada umumnya dengan
pengobatan segera dan adekuat gejala akan menghilang dalam 24-48 jam
kemudian dan jarang terjadi komplikasi. (Sarwono, 2010)
b. Faktor Risiko
Tromboflebitis superfisial lebih umum terjadi pada ibu yang sudah
lansia, obesitas, dan paritasnya tinggi. Mungkin ada riwayat vena varikosa.
Tromboflebitis juga dapat terjadi pada vena anggota gerak bagian atas yang
sebelumnya digunakan untuk infus intravena. Trombosis vena dalam
15
mempunyai faktor-faktor risiko umum diantaranya usia di atas 35 tahun,
paritas tinggi, obesitas, seksio sesaria, trauma pada tungkai, imobilitas,
dehidrasi dan kelelahan, merokok, dan penggunaan estrogen untuk
memperlancar laktasi. (Maryunani, 2002)
c. Klasifikasi
1. Pelvio tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan
ligamentum latum yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena
hipogastika. Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dextra
perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ke vena renalis, sedangkan
perluasan infeksi dari vena ovarika dextra adalah ke vena cava inferior.
(Cunningham Gary, 2005)
Gejala
Nyeri terdapat pada perut bagian bawah atau perut bagian samping,
timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas
Penderita tampak sakit berat
Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat (30-40 menit)
dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari.
Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
Suhu badan naik turun secara tajam (36ᵒC-40ᵒC)
Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan
Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama ke
paru-paru
Gambaran darah: Terdapat leukositosis. Untuk membuat kultur
darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulai menggigil, kultur
darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
Komplikasi
16
Komplikais pada paru-paru infark, abses, pneumonia
Komplikasi pada ginjal sinistra, yaitu nyeri mendadak yang diikuti
dengan proteinuria dan hematuria
Komplikasi pada mata, persendian dan jaringan subkutan
(Cunningham Gary: 2005)
Penanganan
Rawat inap: penderita tirah baring untuk pemantauan gejala
penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonal.
Therapi medic: pemberian antibiotika atau pemberian heparin jika
terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonal
Therapi operasi: peningkatan vena cava inferior dan vena ovarika
jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru
meskipun sedang dilakukan heparisasi.
(Wiknjosastro: 2002)
17
Penilaian klinik
Keadaan umum tetap baik
Suhu badan subfebris 7-10 hari kemudian suhu mendadak baik kira-
kira pada hari ke 10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri
sekali.
Penanganan
Kaki ditinggikan untuk mengurangi oedema lakukan kompres pada
kaki
Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai
kaos kaki yang panjang elastik selama mungkin
18
Jangan menyusui bayinya, mengingat kondisi ibu yang sangat jelek
Terapi pemberian antibiotik dan anti analgesik
(Wiknjosastro:2002)
d. Tatalaksana Umum
Penanganan meliputi tirah baring, elevasi ekstremitas yang terkena,
kompres panas, stoking elastis, dan analgesia jika dibutuhkan. Sprei ayun
mungkin diperlukan jika tungkai sangat nyeri saat disentuh (cenderung
pada tromboflebitis superfisial). Rujukan ke dokter konsultan penting
untuk memutuskan penggunaan terapi antikoagulan dan antibiotic
(cenderung pada tromboflebitis vena profunda). Tidak ada kondisi apapun
yang mengharuskan masase tungkai. (Varney, 2004)
19
BAB III
KESIMPULAN
20
3. Asuhan kegawatdaruratan pada kasus infeksi payudara
Penanganan utama infeksi payudara (mastitis) adalah dengan memulihkan
keadaan dan mencegah terjadinya abses serta sepsis diantaranya memberikan
terapi suportif seperti bed-rest, pemberian cairan yang cukup, pemberian obat oral
antinyeri dan antiinflamasi, pemberian antibiotika yang pada sebagian kasus dapat
diberikan secara per oral dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, serta
tetap menganjurkan laktasi untuk pengosongan payudara demi keberhasilan terapi.
Pada umumnya dengan pengobatan segera dan adekuat gejala akan menghilang
dalam 1-2 hari dan jarang terjadi komplikasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Rini, Susilo. 2016. Panduan, Asuhan Nifas dan Evidence Based Practice.
Yogyakarta : Deepublish
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.
Yogyakarta : Penerbit Andi
22
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
23