Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MIKROBOLOGI

PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK

DISUSUN OLEH :

NAMA : SARMITA

NIM : 1804081

KELAS :B

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN PERINTIS PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai dan tepat waktu. Semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Terlepas dari semua itu, menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya serta dari cara penulisannya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah penggolongan antibiotik ini. .
    
    Akhir kata saya berharap semoga makalah penggolongan atibiotik ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Tembilahan, 11 mei 2020

Penyusun
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................1

1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Antibiotik...................................................................................................3

2.2 Pengolongan Antibiotik..............................................................................................3

2.3 Obat Antibotika Pada Ibu Hamil................................................................................10

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................................14

3.2 Saran...........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA
                                               

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah


Sejarah antibiotik dimulai ketika ditemukannya obat antibiotik pertama oleh Alexander
Flemming yaitu Penicillin-G. Flemming berhasil mengisolasi senyawa tersebut dari
Penicillium chrysogenumsyn. P. Notatum. Dengan penemuan antibiotik ini membuka
sejarah baru dalam bidang kesehatan karena dapat meningkatkan angka kesembuhan yang
sangat bermakna. Kemudian terjadilah penggunaan besar-besaran antibiotik pada saat
perang dunia untuk pengobatan berbagai macam penyakit. Masalah baru muncul ketika
mulai dilaporkannya resistensi beberapa mikroba terhadap antibiotik karena penggunaan
antibiotik yang besar-besaran.
Hal ini tidak seharusnya terjadi jika kita sebagai pelaku kesehatan mengetahui
penggunaan antibiotik yang tepat. Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan
obat-obat antibiotik yang baru menambah tantangan untuk mengusai terapi medikamentosa
ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda
dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan dalam membunuh mikroba. Dimulai
dengan mengetahui jenis-jenis dari antibiotik dilanjutkan mengetahui mekanisme dan
farmakologi dari obat-obat antibiotik tersebut dan terakhir dapat mengetahui indikasi yang
tepat dari obat antibiotik tersebut. Semua ini bertujuan akhir untuk mengoptimalkan
penggunaan antibiotik yang tepat dan efektif dalam mengobati sebuah penyakit sekaligus
dapat mengurangi tingkat resistensi
Farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun unutk seorang
dokter ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud
pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain agar mengerti bahwa penggunaan
obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit.

Antiboitika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat
menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik juga dapar dibuat
secara sintesis. Antimikroba diartikan sebagai obat pembasmi mikroba khususnya yang
merugikan manusia.

1.2  Rumusan Masalah


1)   Apakah yang dimaksud dengan Antibiotika ?
2)   Apa saja jenis Pengolongan Antibiotik ?
3)   Apa saja jenis obat antibiotika pada ibu hamil ?

1
C.  Tujuan
1)      Untuk mengetahui pengertian Antibiotika.
2)      Untuk mengetahui jenis Pengolongan Antibiotik.
3)      Untuk mengetahui jenis obat antibiotika pada ibu hamil.
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Antibiotika


Antibiotik berasal dari kata Yunani tua, yang merupakan gabungan dari
kata anti (lawan) dan bios  (hidup). Kalau diterjemahkan bebas menjadi "melawan sesuatu
yang hidup". Antibiotika di dunia kedokteran digunakan sebagai obat untuk memerangi
infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau protozoa. Antibiotika adalah zat yang dihasilkan
oleh suatu mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi
mikroba jenis lain. Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semisintetik atau sintetik
penuh. Namun dalam prakteknya antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba.
Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang dibuat secara semi-
sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat
antibakteri (Tjay & Rahardja, 2007).
Antibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme, yang dalam
jumlah kecik dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh pertumbuhan
mikroorganisme lain (Harmita dan Radji, 2008).
Antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba, khususnya penyebab infeksi
pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif yang setinggi mungkin. Artinya,
antibiotik tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik
untuk inang/hospes (Gan dan Setiabudy, 1987). Usaha untuk mencari antibiotik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme. Produk alami yang disentesis oleh mikroorganisme
menjadi sangat penting.
Penggunaan istilah antimikroba cenderung mengarah ke semua jenis mikroba dan
termasuk didalamnya adalah antibiotik, anti jamur, anti parasit, anti protozoa, anti virus, dll.
Antibiotik berbeda dengan istilah disinfectant karena desifektant membunuh kuman dengan
cara membuat lingkungan yang tidak wajar bagi kuman. Sedangkan kerja dariantibiotik
adalah cenderung bersifat Toksisitas Selektif dan dapat membunuh kuman tanpa merugikan
inang.
Prinsip Penggunaan Antibiotik:
a.    Berdasarkan penyebab infeksi: Dari hasil pemeriksaan mikrobiologis, pemberian
antibiotika tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educate guess.
b.    Berdasarkan faktor pasien: Fungsi ginjal dan hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap 
infeksi, daya tahan terhadap obat, usia, wanita hamil dan menyusui.
2.2  Pengolongan Antibiotik
1.    Penisilin
3
Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam jenis
yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R ) benzil penisilin ternyata
paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasal dari sicilia
(1943) penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding
sel.
Penisilin terdiri dari :
1.    Benzil Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin
a.       Benzil Penisilin
1)   Indikasi: infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis,
salmonelosis invasive, gonore.
2)   Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin
3)   Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,   angioudem,
leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
b.    Fenoksimetil Penisilin
1.     Indikasi: tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam rematik, prpopiliaksis infeksi
pneumokokus.
2.      Pensilin Tahan Penisilinase
a.  Kloksasilin
1)      Indikasi: infeksi karena stapilokokus yang memproduksi  pensilinase.
2)       Peringatan: gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS, riwayat infeksi.
3)      Interaksi: obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. tetapi
penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami
infeksi.
4)      Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
5)      Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
leuk opoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
b.      Flukoksasilin
1)      Indikasi  :infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
2)      Peringatan :gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
3)      Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh.
Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak
mengalami infeksi.
4)       Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
5)      Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
3. Pensilin Spectrum Luas
a.       Ampisilin 4
Ibu hamil               : Kategori
Ibu menyusui        :  Kategori A
1)      Indikasi: Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis,
salmonelosis invasive, gonore.
2)       Peringatan: Riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada
glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
3)      Interaksi: Obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi
penetrasi kedalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami
infeksi. Absorbsi sebagian besar dipengaruhi oleh makanan. Pengobatan lebih baik
diberikan pada saat lambung kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan.
4)      Kontraindikasi: Hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
5)      Efek samping: Reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
6)      Pengaturan dosis Oral: 250-500 mg tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum
makan. Infeksi saluran kemih: 500 mg tiap 8 jam. Injeksi intramuskuler, intravena
atau infus: 500 mg tiap 4-6 jam. Anak di bawah 10 tahun: setengah dosis dewasa.
7)      Sediaan Ampisilin (generik): kapsul 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5ml,
250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 500mg, 1g. Ampicillin: kapsul 250mg, 500mg;
tablet 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5ml 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi
1g, 2g. Ampi: kapsul 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5 ml.
b.      Amoksisilin
Ibu Hamil        : Ketegori B
Ibu Menyusui  : Kategori A
1)        Indikasi: infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis,
salmonelosis invasive, gonore.
2)        Peringatan: gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS
3)        Interaksi: obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi
penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami
infeksi.
4)        Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
5)        Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
6)        Pengaturan Dosis:
Dewasa:     1x 500mg tablet tiap 12 jam atau 250mg tablet tiap 8 jam.
Suspensi: dewasa, untuk yang sulit menelan, 125mg/5ml atau 250mg/5ml
suspensi menggantikan tablet 500mg.
Anak
5
Kurang dari 3 bulan: 30mg/kg/hr dibagi tiap 12 jam didasarkan pada
komponen amoksisilin. Dianjurkan menggunakan suspensi 125 mg/5ml 3 bulan
atau lebih : didasarkan pada komponen amoksisilin. Jangan menggunakan tablet
250mg jika berat<40kg.40kg atau lebih: sesuai dosis dewasa Amoksisilin dapat
diminum dengan atau tanpa  makanan. Neonatus dan bayi 12 minggu (3 bulan)
atau lebih muda: karena fungsi ginjal yang belum optimal mempengaruhi eliminasi
amoksisilin, dosis paling tinggi yang dijinkan adalah 30mg/kg/hr dibagi tiap 12
jam.
7)      Sediaan Amoksisilin (generik): kaplet 500mg; kapsul 250mg; sirup kering 
125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g. Amoksan: drops 125mg/1,25
ml; kapsul 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk
injeksi 1g.
               Kalmox: kapsul 500mg; sirup kering 125mg/5ml.
4. Penisilin Anti Pseudomona
1. Tikarsilin        
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.
2. Piperasilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
c.       Sulbenisilin
 infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.

1.    Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan
gram negative. Gentamisin, Amikasin dan kanamisin  juga aktif terhadap pseudomonas
aeruginosa.
Streptomisin aktif terhadap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya sekarang
hampir terbatas untuk tuber kalosa.
1)        Gentamisin
a.       Indikasi : septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya. Infeksi
bilier, pielonefritis dan prostates akut, endokarditis, pneumonia nosokomial, terapi
tambahan pada miningitis karena listeria.
b.       Kontraindikasi: kehamilan, miastenia gravis.
c.       Efek samping: nefrotoksisitas yang biasanya terjadi pada orang tua atau pasien gangguan
fungsi ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal maka interval pemberian harus
diperpanjang.
d.       Mekanisme kerja obat: Aminoglikosida bersifat bakterisidal dan digunakan terutama pada
infeksi bakteri gram positif dan negatif. Aktivitas bakterisid melalui penghambatan sintesis
protein bakteri.
6
e.       Pengaturan dosis Gentamisin: Dosis pada pasien infeksi serius dengan fungsi ginjal normal
3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga setiap 8 jam.
Anak-anak :  6-7,5 mg/kg/hari (2-2,5 mg/kg setiap 8 jam)
Infant dan neonatus :   7,5 mg/kg/hari (2,5 mg/kg setiap 8 jam)
Neonatus umur < 1 minggu :  5 mg/kg hari (2,5 mg setiap 12 jam).
Durasi terapi   : biasanya 7-10 hari. Dosis pada pasien infeksi serius dengan fungsi   ginjal
normal 3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga setiap 8 jam.
f.       Sediaan Gentamisin (generik):cairan injeksi 10 mg/ml;40 mg/ml (K)
Garamycin®: cairan injeksi 20 mg/ml; 40 mg/ml; 60 mg/ml; 80 mg/ml (K)
g.      Perhatian: gangguan funsi ginjal, bayi dan usia lanjut (sesuaikan dosis, awasi fungsi ginjal,
pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar plasma), hindari penggunaan jangka panjang.
Aminoglikosida dapat menembus sawar plasenta, sehingga pemberian pada wanita hamil
sedapat mungkin dihindari (Kategori C). Apabila bila menyusui ekresi gentamisin dalam
ASI sangat minimal (Kategori A).
2)    Amikasin
Indikasi : infeksi generatif yang resisten terhadap gentamisin.
3)    Kanamisin
Indikasi: infeksi berat kuman gram negative yang resisten terhadap
gentainisin                          
2.    Makrolida
Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hampir sama dengan penisilin,
sehingga obat ini digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi eritremisin mencakup
indikasi saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan enteritis karena kampilo bakteri.
1)      Eritromisin
a)    Indikasi: sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis
kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus, prostatitis
kronik, akne vulgaris, dan profilaksis difteri dan pertusis.
b)   Kontraindikasi: penyakit hati.
c)    Efek samping: Mual, muntah, dan diare.Untuk infeksi ringan efek samping ini dapat
dihindarkan dengan pemberian dosis rendah.
d)   Mekanisme kerja obat: Antibiotik golongan makrolida terikat secara reversible pada sisi P
ribosom subunit 50s dari bakteri dan dapat menghambat RNA-dependent protein synthesis
dengan cara merangsang pemutusan peptidyl t-RNA dari ribosom. Antibiotik ini dapat
bersifat bakteriostatik maupun bakterisid, tergantung faktor konsentrasi obat.
e)    Interaksi obat / Makanan : Jika diberikan bersamaan dengan antasida, konstanta
kecepatan      eliminasi eritromisin dapat turun, dan berikan 2 jam sebelum atau sesudah
makan. Eritromisin estolat dan etilsuksinat, dan eritromisin base dalam bentuk tablet lepas
lambat tidak dipengaruhi oleh makanan.
7
f)    Pengaturan dosis: Oral : Dewasa dan Anak di atas 8 tahun, 250-500 mg tiap 6 jam atau 0,5-
1 g tiap 12 jam. Anak sampai 2 tahun, 125 mg tiap 6 jam; 2-8 tahun 250 mg tiap 6 jam.
Infus intravena: infeksi berat pada dewasa dan anak, 50 mg/kg/hari secara infus  kontinyu
atau dosis terbagi tiap 6 jam; infeksi ringan 25 mg/kg/hari bila pemberian per oral tidak
memungkinkan.
g)      Sediaan Erybiotic : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 200 mg/5 ml sirop.
Erysanbe : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 200 mg/5 ml sirop kering; 200 mg/tablet
kunyah.
Erythrocin : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 250 mg/5 ml sirop; 200 mg/tablet; 100 mg/2,5
ml sirop tetes.
h)      Perhatian Kehamilan: eritromisin dapat melewati plasenta tetapi menghasilkan kadar yang
rendah dalam jaringan. Gunakan jika hanya benar-benar perlu (Kategori B).
Menyusui: eritromisin diekskresikan melalui ASI. Meskipun demikian, belum  ditemukan
adanya efek samping pada bayi (Kategori A).
2)      Azitromisin
Indikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa
kompliasi.
3)      Klaritromisin
Indikasi : infeksi saluran napas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan
lunak; terapi tambahan untuk eradikasi helicobacter pylori pada tukak
4)      Spiramisin

3.    Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat
sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi
terutama melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid.
Sefalosforin terbagi atas :
1)      Sefadroksil
a.    Indikasi: infeksi baktri gram (+) dan (-)
b.    Kontra indikasi: hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria
c.    Interaksi: sefalosforin aktif terhadap kuman garm (+) dan (-) tetapi spectrum anti mikroba
masing-masng derrivat bervariasi.
d.   Efek samping: diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotic ( penggunaan dosis tinggi)
mual dan mumtah rasa tidak enak pada saluran cerna sakit kepala, Dll
2)      Sefrozil
Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis media.
3)      Sefotakzim
Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus, meningitis.
8
4)      Sefuroksim
Indikasi : profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadap H. influenzae dan N gonorrhoeae.
5)      Sefamandol
Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.
4.    Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin lama
semakin berkurang karena masalah resistansi.
Tetrasiklin terbagi atas :
1)      Tetrasiklin.
a.       Indikasi: akne vulgaris, eksaserbasi bronkitis kronis, klamidia, mikoplasma dan
riketsia,    efusi pleura karena keganasan atau sirosis.
b.      Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap golongan tetrasiklin.
c.       Mekanisme kerja obat: tetrasiklin merupakan bakteriostatik yang bekerja dengan
mempengaruhi sintesis protein pada tingkat ribosom. Antibiotik ini berikatan secara
reversible dengan ribosom subunit 30s dari bakteri, mencegah terjadinya ikatan aminoacyl
transfer RNA dan menghambat sintesis protein, serta perkembangan sel. Golongan
tetracycline mempunyai aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan negatif.
d.      Efek samping: Mual, muntah, diare, eritema (hentikan pengobatan), sakit kepala dan
gangguan penglihatan dapat merupakan petunjuk peningkatan intrakranial, hepatotoksisitas,
pankreatitis dan kolitis.
e.        Interaksi obat / makanan: Jika diberikan bersama antasida, garam besi, maka absorpsi dan
kadar serum tetrasiklin turun. Pengatasan: tetrasiklin diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam
setelah antasida.
Jika diberikan bersama kontrasepsi oral maka tetrasiklin mempengaruhi resirkulasi
enterohepatik kontrasepsi steroid, sehingga menurunkan efeknya.
Jika diminum menggunakan susu, maka tetrasiklin akan membentuk khelat yang sulit
diabsorpsi.
f.       Pengaturan dosis: Oral : 250 mg tiap 6 jam. Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai
500 mg tiap 6-8 jam
 Sifilis primer, sekunder dan laten: 500 mg tiap 6-8 jam selama 15 hari.
Uretritis non gonokokus: 500 mg tiap 6 jam selama 7-14 hari (21 hari bila pengobatan
pertama gagal atau bila kambuh).
Injeksi intra vena: 500 mg tiap 12 jam, maksimum 2 g perhari
Sediaan: Bufacyn : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul; 125 mg/5 ml sirop.
Conmycin : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul.
Erlacylin : 30 mg/g salep, 1 % salep mata.
Hufacyclin : 250 mg/kapsul; 250 mg/5 ml sirop.
Megacycline : 250 mg/tablet.
Sakacyclin : 250 mg/kapsul. 9
Super Tetra : 250 mg/kapsul lunak.
Tetradex : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul.
g.      Perhatian:
Kehamilan: golongan tetrasiklin dapat melewati plasenta dan ditemukan  dalam
jaringan fetus. Dapat terjadi efek toksis pada fetus yang berupa retardasi perkembangan
tulang (Kategori D).
Menyusui: tetrasiklin dapat diekskresikan melalui air susu ibu.
Penggunaan antibiotik golongan tetrasiklin selama masa pertumbuhan gigi (dari akhir masa
kehamilan sampai anak usia 8 tahun) dapat menyebabkan perubahan warna gigi (kuning,
abu-abu, coklat) yang bersifat permanen.
Antibiotik golongan tetrasiklin membentuk kompleks kalsium yang stabil pada jaringan
pembentuk tulang.
2)      Demeklosiklin Hidroklorida
Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiuretik
Efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering terjadi pernah dilaporkan terjadinya
diabeters indipidus nefrogenik.
3)      Doksisiklin
Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis ,
pretatitis kronis, penyakit radang perlvis (bersama metronidazo)
4)      Oksitetrasiklin
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam
Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K)
Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan inj. 50 mg/ vial. Kapsul 250 mg (K).

2.3 Obat Antibotika Pada Ibu Hamil


Antibiotika banyak digunakan secara luas pada kehamilan. Karena adanya efek
samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya, penggunaan antibiotika seharusnya
digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan
penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut
tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan
inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya.
Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan antibiotik. Umumnya penisilin
dan sefalosporin dianggap sebagai preparat pilihan pertama pada kehamilan, karena
pemberian sebagian besar antibiotik lainnya berkaitan dengan peningkatan risiko
malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik, seperti eritromisin, risiko tersebut
rendah dan kadang-kadang setiap risiko pada janin harus dipertimbangkan terhadap
keseriusan infeksi pada ibu. Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada
janin. 10
Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat
mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta. Antibiotika yang demikian itu
disebut teratogen suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal.
Pada manusia, periode terjadinya teratogenesis adalah mulai hari ke 17 sampai hari ke
54 post konsepsi. Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika
dipengaruhi oleh :
a.       Besarnya dosis yang diberikan.
b.      Lama dan saat pemberian.
c.       Sifat genetik ibu dan janin.
d.      Jenis antibiotik.
e.       Trimester kehamilan.
Durasi penggunaan obat merupakan faktor penting untuk diingat. Penggunaan
antibiotik dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan kecacatan pada janin dan dalam
kasus yang lebih buruk bisa menyebabkan keguguran. Pasalnya, beberapa jenis antibiotik
lebih aman digunakan pada trimester tertentu.
Untuk keadaan hamil, apalagi masih dalam trimester ketiga, pemberian antibiotik bisa
sangat membahayakan janin, karena hampir semua antibiotik memberikan efek samping
mual, muntah, pusing dan gangguan sistem pencernaan. Efek-efek samping yang
ditimbulkan juga akan menekan kehamilan. Bahkan ada antibiotik yang bisa menembus
sampai ke sistem kelenjar / cairan, seperti liur, kelenjar getah bening, cairan otak dan ASI.
Jika pada masa menyusui minum antibiotik, maka obat akan merembes di ASI dan bayi
akan minum ASI bercampur obat.
Namun bukan berarti ibu hamil dan menyusui tidak boleh minum obat antibiotik, harus
hati-hati dan perhatikan petunjuk dokter tentang cara pemakaiannya.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama kehamilan.
Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama seperti cephradine, cefalexin, cefuroxime,
cefaclor, dan lain-lain. Obat yang umum digunakan ini mengandung cloxacillin, amxycillin,
dan methicillin. Obat-obatan ini dinyatakan aman selama kehamilan.
1. Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan  selama
kehamilan:
1)      Amoxicillin
2)      Ampicillin
3)      Clindamycin
4)      Erythromycin
5)      Penicillin
Berdasarkan indeks keamanan obat pada kehamilan menurut United States Food and
Drug Administration (US FDA), klasifikasi obat berdasarkan tingkat keamanan
penggunaannya selama kehamilan  dibagi dalam lima kategori.
11
Lima kategori tersebut terdiri dari A, B, C, D, dan X, dengan urutan yang paling aman
hingga paling berbahaya.
Pada ibu hamil, penggunaan antibiotik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1)      Antibiotik yang dianggap aman
2)      Atibiotik yang harus diberikan secara hati-hati
3)      Antibiotik yang merupakan kontraindikasi

1.    Antibiotik yang dianggap aman


Kenyataannya amat jarang obat yang termasuk kategori A, bahkan vitamin pun
tergolong kategori B. Beberapa golongan antibiotik kategori A:
1)      Golongan Penisilin dengan ikatan protein rendah mampu melintasi plasenta dengan mudah
dan dianggap aman untuk digunakan namun beberapa golongan Metiltetrazoletiol harus
digunakan lebih hati-hati.
2)      Golongan Makrolid tidak menunjukkan efek samping yang berbahaya untuk janin, tetapi
tetap diperhatikan kontraindikasi pada kehamilan.
3)      Golongan Nitrofurantion dan metronidazol juga dapat dianggap aman.
                    
2.    Antibiotik yang harus digunakaan hati-hati
Obat yang termasuk kelompok ini hanya boleh digunakan dalam kondisi tertentu yang
sangat diperlukan. Golongan antibiotik B diantaranya adalah Fluorokuinolon,
Kontrimoksazol, dan Kloramfenikol. Pada Kloramfenikol sebaiknya tidak digunakan
selama kehamilan, kecuali bila obat lain yang lebih aman tidak bisa digunakan. 
3.    Antibiotik yang merupakan kontraindikasi
Antibiotik yang termasuk dalam golongan C adalah Tetrasiklin dan Aminoglikosida.
Tetrasiklin bila diberikan pada periode perkembangan tulang dan gigi (bulan keempat dan
kelima gestasi) menimbulkan yellow dyscoloration yang akan mempengaruhi gigi dan
tulang yang sedang dibentuk.  Sedangkan Aminoglikosida harus digunakan secara hati-hati
pada trimester kedua.
Adapun beberapa golongan antibiotic yang memerlukan perhatian khusus bagi ibu
hamil adalah:
1)      Golongan Aminoglikosida (biasanya dalam turunan garam sulfate-nya), seperti amikacin
sulfate, tobramycin sulfate, dibekacin sulfate, gentamycin sulfate, kanamycin sulfate, dan
netilmicin sulfate.
2)      Golongan Sefalosporin, seperti : cefuroxime acetyl, cefotiam diHCl, cefotaxime Na,
cefoperazone Na, ceftriaxone Na, cefazolin Na, cefaclor dan turunan garam monohydrate-
nya, cephadrine, dan ceftizoxime Na.
3)      Golongan Chloramfenicol, seperti : chloramfenicol, dan thiamfenicol.
4)      Golongan Makrolid, seperti : clarithomycin, roxirhromycin, erythromycin, spiramycin, dan
azithromycin 12
5)      Golongan Penicillin, seperti : amoxicillin, turunan tridydrate dan turunan garamnya.
6)      Golongan Kuinolon, seperti : ciprofloxacin dan turunan garam HCl-nya, ofloxacin,
sparfloxacin dan norfloxacin.
7)      Golongan Tetracyclin, seperti : doxycycline, tetracyclin dan turunan HCl-nya (tidak boleh
untuk wanita hamil), dan oxytetracylin (tidak boleh untuk wanita hamil).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian obat pada ibu hamil
adalah:
1)      Keamanan : meski ada obat lain yang efektivitasnya lebih baik, tapi jika
keamanannya  bagi ibu hamil belum diketahui, lebih baik tidak diberikan.
2)      Dosis : pada awalnya pemberian obat harus dalam dosis rendah. Jika perlu, penambahan
dosis diberikan sedikit demi sedikit sampai tercapai efek terapi yang diinginkan.
3)      Durasi pemberian : jika tidak diperlukan sekali, pemberian obat tidak boleh terlalu lama.
Sampai akhirnya, pemberian bermacam obat sedapat mungkin dihindari demi keselamatan
ibu dan bayinya
4)      Jenis dan cara kerja obat sebagai bahan pertimbangan sebelum diberikan kepada ibu hamil.
13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan obat-obat antibiotik yang baru
menambah tantangan untuk mengusai terapi medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya
dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata
mempunyai kemampuan dalam membunuh mikroba.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama kehamilan.
Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama seperti cephradine, cefalexin,
cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang umum digunakan ini mengandung
cloxacillin, amxycillin, dan methicillin. Obat-obatan ini dinyatakan aman selama
kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama
kehamilan:
1)      Amoxicillin      
2)      Ampicillin
3)      Clindamycin
4)      Erythromycin
5)      Penicillin
3.2  Saran
Dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami penulis
menerima saran ataupun kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
14

DAFTAR PUSTAKA

Sue jordan .2002 . Farmakologi kebidanan.  Jakarta. EG


ISFI.2005.ISO Indonesia.PT Anem kosong. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai