Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK

PEMBUATAN PREPARAT SMEAR DAN PEWARNAAN NEGATIF POSITIF DAN

BAKTERI TAHAN ASAM

Disusun Oleh :

Nama : Fajri Nurhidayat

NPM : 1618000871

Kelas/Kelompok : B / C
PRODI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2020

PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIK DALAM PEMBERIAN OBAT

SECARA INTRAVENA

I. Tujuan

1. Membuat sediaan untuk pewarnaan BTA dan Melakukan pengecetan/pewarnaan


BTA

2. Mengedentifikasi bentuk-bentuk (morfologi) dan sifat BTA pada preparat yang telah


dibuat

3. Mahasiswa mempelajari dan memahami pembuatan sediaan darah dengan metode


oles (Smear)

4. Mahasiswa memahami kegunaan pembuaatan sediaan darah dengan metode oles


(smear)

5. Mengamati morfologi bakteri yang sukar diwarnai oleh pewarna-pewarna sederhana,


dengan menggunakan prosedur pewarnaan negatif. Memahami setiap langkah dan
reaksi - reaksi kimia yang terjadi dalam prosedur tersebut.

6. Dapat mengetahui dan menentukan pewarnaan gram positif pada bakteri yang di uji.

II. Dasar Teori

Mikroteknik atau teknik histologi merupakan ilmu yang mempelajari

teknikpembuatan sediaan secara mikroskopis agar mudah diamati dan ditelaah.

Sediaanyang sering digunakan adalah sel, baik sel hewan maupun sel tumbuhan.

Metodeapus (smear) merupakan salah satu metode dalam mikroteknologi yang

digunakanuntuk membuat sediaan mikroskopis dengan cara mengoles atau membuat

selaputtipis dari bahan berupa cairan maupun bukan cairan. Metode ini biasa
digunakanuntuk membuat sediaan darah, protozoa, cairan hemolimfa belalang,

spermatozoa,mukosa mulut, dan mukosa vagina (Gunarso 1989).

Pemeriksaan sel-sel darah dan kemungkinan adanya protozoa parasit padadarah

dapat dilakukan dengan sediaan apus darah tepi.Sediaan apus darah tepi adalah suatu

cara yang sampai saat ini masih digunakan pada pemeriksaan di laboratorium.Prinsip

pemeriksaan sediaanapus ini adalah dengan meneteskan sampel dipaparkandi atas objek

glass, kemudian dilakukan pengecatan dan diperiksa dibawah mikroskop. Guna

pemeriksaan apusan darah contohnya untuk evaluasi morfologi darisel darah tepi

(eritrosit, trombosit, dan leukosit); memperkirakan jumlah leukosit dantrombosit; serta

mengidentifikasi parasit (Yuliana 2013) Untuk melihat struktur sel-sel darah dengan

mikroskop cahaya pada umumnya dibuat sediaan apus darah. Sediaan apus darah ini

tidak hanya digunakan untuk mrmpelajari sel darah tapi juga digunakan untuk

menghitung perbandingan jumlah masing-masing sel darah. Pembuatan preparat apus

darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles (metode smear)

yangmerupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat selaput (film) dan

substansi yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas benda yang bersih dan

bebas lemak untuk kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan gelas penutup

(Suntoro, 1983).

Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu

menjadi tersedia, specimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan untuk

penelitian dan pemeriksaan. Sediaan apus darah ini tidak saja untuk mempelajari bentuk

masing-masing sel darah, tetapi juga dapat digunakan untuk menghitung perbandingan

antar masing-masing jenis sel darah (Dorland, 2002).

Pembuatan preparat apus darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles

(metode smear) yang merupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat

selaput (film). Film darah (sediaan oles) dapat diwarnai dengan berbagai macam metode.

Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah,
sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah

misalnya Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa. (Suntoro,

1983).

Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca sediaan yang

sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah kaca sediaan bertindak sebagai

tempat tetes darah yang hendak diperiksa dan ynag lain bertindak sebagai alat untuk

meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan tipis darah (kaca perata). Darah dapat

diperoleh dari tusukan jarum pada ujung jari. Sebaiknya tetesan darah pertama

dibersihkan agar diperoleh hasil yang memuaskan. Tetesan yang kedua diletakan pada

daerah ujung kaca sediaan yang bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca perata

diletakan miring dengan sudut kira- kira 45o tepat didepan tetes darah menyebar

sepanjang sisi pendek kaca perata, maka dengan mempertahankan sudutnya, kaca perata

digerakan secara cepat sehingga terbentuklah selapis tipis darah diatas kaca sediaan.

Setelah sediaan darah dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan pewarnaan

sesudah difiksasi menurut metode yang dipilih, yaitu metode Giemsa dan Wright yang

merupakan modifikasi metode Romanosky (Maskoeri, 2008)

Beberapa tujuan dari pemeriksaan Pap Smear yang dikemukakan oleh Sukaca,

2009 yaitu :

a. Untuk mendeteksi pertumbuhan sel-sel yang akan menjadi kanker.

b. Untuk mengetahui normal atau tidaknya sel-sel di serviks

c. Untuk mendeteksi perubahan prakanker pada serviks

d. Untuk mendeteksi infeksi-infeksi disebabkan oleh virus urogenital dan penyakit-

penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.

e. Untuk mengetahui dan mendeteksi sel abnormal yang terdapat hanya pada lapisan

luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian dalam.

f. Untuk mengetahui tingkat berapa keganasan kanker serviks Wanita yang diajurkan

Pap smear
Bakteri memiliki beberapa bentuk yaitu basil (tongkat), coccus, spirilum.

Bakteri yang berbentuk tongkat maupun kokus dibagi menjadi beberapa macam. Pada

bentuk basil pembagiannya yaitu basil tunggal, diplobasil, dan tripobasil. Sedangkan

pada coccus dibagi menjadi monococcus, diplococcus, sampai stophylococcus. Khusus

pada spirilum hanya dibagi dua yaitu setengah melengkung dan melengkung

(Dwidjoseputro.1998).

Melihat dan mengamati bakteri dalam kedaan hidup sangat sulit, karena selain

bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal

tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah

satu cara yang paling utama dalam penelitianpenelitian mikrobiologi

(Dwidjoseputro.1998).

Mikroorganisme sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak

mengadsorpsi ataupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna

digunakan untuk mewarnai mikroorganisme ataupun latar belakangnya. Zat warna

mengadsorpsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikroorganisme disekelilingya

ditingkatkan. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan struktur sel seperti

spora dan bahan infeksi yang mengandung zat pati dan granula fosfat (Dwidjoseputro,

1998).

Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan

mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan

struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik

dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras

mikroorganisme dengan sekitarnya. Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat

dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengecatan sederhana, pengecatan diferensial

dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau jasad- jasad renik lain

dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan,

yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang


menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba

disebut teknik pewarnaan diferensial (Pelczar & Chan, 2007). Teknik pewarnaan

warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengecatan

sederhana, pengecatan diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada

bakteri atau jasad- jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu

pewarna pada lapisan tipis, atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan

sederhana. Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel

mikroba atau bagian-bagian sel mikroba disebut teknik pewarnaan diferensial

(Pelczar & Chan, 2007).

Bakteri yang diwarnai dengan teknik pewarnaan Gram terbagi dua golongan,

yaitu: Gram positif , bila warna zat pewarna pertama (karbol gentian violet) tetap

bertahan, dengan demikian warna se bakteri tampak ungu tua; dan Gram negatif, bila

warna zat pewarna pertama tidak bertahan (luntur) kemudian tercat oleh zat

pewarna tandingannya, misal: air fuchsin, safranin, dan oleh zat pewarna tandingan

lainnya. (Razali, 1987)

Penyebab terjadinya dua golongan bakteri yaitu Gram positif dan Gram negatif

ialah setelah diberi zat pewarna fenomenanya ini, berhubungan dengan struktur dan

komposisi dinding sel. Perbedaan ketebalan antara kedua golongan itu dapat

merupakan hal yang penting; dinding sel bakteri Gram negatif pada umumnnya

lebih tipis dari yang dimiliki bakteri Gram positif. Presentasi kandungan lipid bakteri

Gram negatif lebih tinggi daripada Gram positif. Kenyataannya dalam eksperimen

pengecatan mennjukkan bahwa perlakuan dengan alkohol mengeskstrak lipid, yang

menyebabkan poisitas atau permeabilitas didding sel meningkat. Denagn demikian,

kompleks karbol gentian violet dan lugol dapat disari keluar dan bakteri Gram

negatif terwarnakan. Keterangan lain yang hampir sama juga mendasarkan pada

perbedaan permeabilitas antara kedua golongan bakteri itu, yaitu pada bakteri Gram

negatif kandungan peptidoglikan jauh lebih sedikit sehingga kerapatan jalinannya


jauh lebih sedikit daripada baktri gram posiif. Pori-pori dalam peptidoglikan bakteri

Gram negatif tetap masih cukup besar untuk dapat disari keluar kompleks karbol

gentian violet dan lugol. Selautnya, bila sel-sel Gram psitif diperlakukan dngan

lisozim untuk menyingkirkan dinding selnya, sisa strukturnya yang disebut protoplas

atau sel tanpa dinding akan tercatat juga oleh kompleks karbol gentian violet dan

lugol. Tetapi, sel ini mudah dihapuskan oleh alkohol. Kenyataan ini menunjukkan

bahwa struktur dinding sel bakteri Gram positif itu yag menjadi tempat tertahannya

zat pewarna pertama yaitu karbol gentian violet. (Razali, 1987).

Bakteri Gram Positif Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan

zat warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan

berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram negative akan

berwarna merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama

didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri (Aditya,2010)

Bakteri gram positif memiliki selapis dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal.

Setelah pewarnaan dengan kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat

dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru. Sel bakteri

gram positif mungkin akan tampak merah jika waktu dekolorisasi terlalu lama.

Sedangkan bakteri gram negatif akan tampak ungu bila waktu dekolorisasi terlalu

pendek (Fitria, 2009).

Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya

berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif.

Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena

reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang

digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua

golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat

warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka

disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin,
netral red, dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4-,

CH3COO-, COOHCOO. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat

bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa

mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan

penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).

Prinsip dasar dari pewarnaan adalah adanya ikatan ion antara komponen selular

dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Ikatan ion

dapat terjadi karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada

pewarna. Terdapat tiga mcam metode pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana,

pewarnaan diferensial dan pewarnaan gram. Pewarnaan sederhana menggunakan

pewarna tunggal, pewarnaan diferensial memakai serangkaian larutan pewarna atau

reagen. Pewarnaan gram merupakan metode pewarnaan yang paling umum

digunakan untuk mewarnai sel bakteri (Umsl, 2008).

Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, salah

satu di antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna terdapat pada

ion positif (zat pewarna+ Cl-) dan pada pewarna asam, warna akan terdapat pada ion

negatif (zat pewarna- Na+). Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna basa yang

menonjol disebabkan terutama oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam

protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat

bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa, Kristal violet, safranin

dan metilin blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa digunakan.

Sebaliknya zat pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri menyeluruh. Jadi,

mewarnai bakteri dengan zat pewarna asam akan menghasilkan hanya pewarnaan

pada daerah latar belakang saja. Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar

belakang yang berwarna (Volk & Wheeler, 1993).


Pewarnaan terhadap bakteri yang paling sering dilakukan adalah pewarnaan

Gram dan Ziehl‐Nelsen. Pewarnaan tersebut untuk mengetahui morfologi, struktur,

dan karakteristik bakteri. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi penyakit infeksi.

Prosedur pewarnaan Gram dimulai dengan pemberian kristal violet, setelah itu

ditambahkan larutan iodium maka semua bakteri akan berwarna biru. Setelah itu

ditambah alkohol. Bakteri Gram positif membentuk kompleks Kristal iodine yang

berwarna biru. Setelah di tambahkan safranin, bakteri Gram positif akan berwarna

ungu. Contoh bakteri Gram positif adalah Streptococcus, Bacillus, Stapilococcus,

Clostridia, Corynebacterium dhypteriae, Peptococcus, Peptostreptococcus, dll.

Sedangkan bakteri Gram negatif akan terdekolorisasi oleh alcohol dan pemberian

safranin akan memberikan warna merah pada bakteri Gram negatif. Contoh bakteri

Gram negative adalah Neisseria, Klebesiella, Vellonella, Shigella, Salmonella,

Hemophillus, dll (Cappuccino & Sherman, 1983).

Pewarnaan diferensial artinya pewarnaan yang menggunakan lebih dari satu

macam zat warna, seperti pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam. Sedangkan

pewarnaan khusus artinya pewarnaan yang dipakai untuk mewarnai bagian-bagian

sel atau bakteri tertentu yang sukar diwarnai dengan menggunakan

pewarnaan biasa. Pewarnaan khusus dipakai  untuk mewarnai bagian-

bagian selkuman atau kuman tertentu yang sukar diwarnai (Noverita, 2009).

Bakteri tahan asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu

berantai karbon (C) yang panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal

yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai

60% dari berat dinding sel. Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium

tuberculose, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, Nocandia meningitidis,

dan Nocandia gonorrhoeae. Mycobacterium tuberculose adalah bakteri patogen yang

dapat menyebabkan penyakit tuberculose, dan bersifat tahan asam sehingga


digolongkan sebagai bakteri tahan asam (BTA). Penularan Mycobacterium

tuberculose terjadi melalui jalan pernafasan (Syahrurachman, 1994).

Bakteri tahan asam merupakan bakteri yang kandungan lemaknya sangat tebal

sehingga tidak bisa diwarnai dengan reaksi pewarnaan biasa, tetapi harus dengan

pewarnaan tahan asam. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam (BTA)

karena dapat mempertahankan zat warna pertama sewaktu dicuci dengan larutan

pemucat. Golongan bakteri ini biasanya bersifat patogen pada manusia contohnya

adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat

diisolasi dari sputum penderita TBC. Reaksi hasil pewarnaannya jika positif TBC

berwarna merah. Selain menyerang manusia juga menyerang hewan seperti marmut

dan kera. Penularannya dapat melalui udara yang masuk ke saluran pernafasan

(Pelczar dan Chan, 1988).

Bakteri tahan asam adalah jenis bakteri yang tidak dapat diwarnai dengan

pewarnaan anilin biasa kecuali dengan menggunakan fenol dan dengan pemanasan.

Bakteri ini memilki dinding sel berlilin karena mengandung sejumlah besar materi

lipoidal oleh karena itu bakteri ini hanya dapat diwarnai dengan pewarnaan BTA

(Acid-Fast Stain). Dinding sel hidrofobik dan impermeabel terhadap pewarnaan dan

bahan kimia lain pada cairan atau larutan encer. Ketika proses pewarnaan, bakteri

tahan asam ini melawan dekolorisasi dengan asam sehingga bakteri tersebut disebut

bakteri tahan asam (Ball, 1997).

Bakteri tahan asam dapat diamati dengan teknik pewarnaan Ziehl Neelson,

Kinyoun Gabber, dan Fluorochrom. Pengambilan sputum (sekret paru-paru atau

ludah) untuk analisis tuberculosis dapat dilakukan setiap saat dikenal ada 3 jenis

sputum:

Sputum pagi : sputum yang dikeluarkan oleh penderita pada saat bangun

pagi.

Spot sputum : sputum yang dikeluarkan pada saat itu.


Collection sputum : sputum yang keluar dan ditampung selama 24 jam

Sputum yang telah diperoleh dapat disimpan dalam lemari es selama satu minggu.

Pewarnaan Ziehl Neelson atau pewarnaan tahan asam memilahkan kelompok

Mycobacterium dan Nocandia dengan bakteri lainnya. Kelompok bakteri ini disebut

bakteri tahan asam karena dapat mempertahankan zat warna pertama (carbol

fuchsin) sewaktu dicuci dengan larutan pemucat (alkohol asam). Larutan asam

terlihat berwarna merah, sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena

larutan pemucat (alkohol asam) akan melakukan reaksi dengan carbol fuchsin

dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna (Lay, 1994).

Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yaitu dengan menggunakan zat warna carbol

fuchsin 0,3 %, asam alkohol 3 %, dan methylen blue 0,3%. Pada pemberian warna

pertama, yaitu carbol fuchsin, BTA bersifat mempertahankannya. Carbol

fuchsinmerupakan fuksin basa yang dilarutkan dalam larutan fenol 5%. Larutan ini

memberikan warna merah pada sediaan dahak. Fenol digunakan sebagai pelarut

untuk membantu pemasukan zat warna ke dalam sel bakteri sewaktu proses

pemanasan. Fungsi pemanasan untuk melebarkan pori-pori lemak BTA

sehingga carbol fuchsin dapat masuk sewaktu BTA dicuci dengan larutan pemucat,

yaitu asam alkohol, maka zat warna pertama tidak mudah dilunturkan. Bakteri

kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menutup pori-pori dan menghentikan

pemucatan. BTA akan terlihat berwarna merah, sedangkan bakteri yang tidak tahan

asam akan melarutkan carbol fuchsin dengan cepat sehingga sel bakteri tidak

berwarna. Setelah penambahan zat warna kedua yaitu methylen blue, bakteri tidak

tahan asam akan berwarna biru (Lay, 1994).

III. Alat dan Bahan

N ALAT BAHAN
O
1 Mikroskop cahaya Kultur bakteri yang sudah disediakan
2 Jarum ose Cairan nigrosin atau tinta cina
3 Kaca objek Alkohol 70%
4 Pemmbakar spiritus Desinfektan
5 Korek api Minyak imersi
6 Kapas
7 Alat tulis

IV. Cara Kerja

I.1.1 Pembuatan Preparat Smear

Siapkan alat dan bahan

Dibersihkan objek glass dengan alkohol 7 0% atau disterilisasi dengan


pemanasan bunsen

Dipanaskan Besi ose , dengan bunsen sampai menyala merah, setelah itu
diambil sampel bakterimengunkan besi ose

Diletakan objek glass, dengan bentuk lingkaran diamater sampai ukiran 5cm,
dan ditetesi akuadest

Difiksasi preparat yang sudah kering dengan methanol selama dengan


diteteskan sampai sampel semua terbasahi

Dibuang sisa kelebihan methanol, dikeringakan dan diletakan pada rak objek
glass
I.1.2 Pewarnaan Negatif

Disediakan dua kaca objek yang sudah di sterilisasi dengan desinfektan dan
alkohol 70%.

Diteteskan satu tetes cairan nigrosin atau tinta cina pada pinggir ujung kaca
objek

Diambil sedikit bakteri dengan menggunakan jarum ose yang telah dipijarkan
dan suspensikan pada tetesan nigrosin pada permukaan kaca objek

Diratakan suspensi bakteri dalam nigrosin pada permukaan kaca objek dengan
menggunakan kaca objek lain
Kaca objek kedua diletakkan pada kaca objek pertama dengan membentuk
sudut 45˚, kaca objek kedua ditarik sepanjang kaca objek pertama dengan
diseret ke arah kiri

Preparat dibiarkan hingga mengering dengan sendirinya

Satu tetes minyak emersi diteteskan pada preparat lalu diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran lemah, sedang dan kuat.

Hasil diamati dan digambar. Sel bakteri akan tampak sebagai bagian yang kosong
dengan latar belakang yang gelap.

I.1.3 Pewarnaan Positif

Disterilkan kaca preparat dengan alcohol 70%

Kultur bakteri diambil dalam medium cair dengan pipet ditetesi diatasi gelas benda
±3 tetes, dibiarkan agak mengering.

Disterilkan kaca preparat dengan alcohol 70%

Dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan diatas nyala api sampai mengering.

Diteteskan pewarnaan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit. Dicuci dengan
air mengalir dan dikering anginkan

Dimiringkan Gelas objek, dicuci dengan etanol selama 20-30 detik atau sampai
warna biru tidak luntur lagi.

Diteteskan cat penutup safranin, dibandingkan selama 2 menit. Dicuci dengan air
mengalir dan dikering anginkan.

Ditutup bagian yang ada preparatnya dengan gelas penutup. Hasil pengecatan
diamati dibawah mikroskop

Dicatat hasil pengamatan yang dilakukan


I.1.4 Pewarnaan Bakteri Tahan Asam

Disiapakan alat dan bahan yang digunakan

Dibersihkan objek gelas hingga bebas lemak

Jika perlu, ditulis kode atau nama bakteri pada sudut objek gelas

Digenangi larutan carbol fuchsin pada sediaan yang telah difiksasi

Dipanaskan sampai menguap selama 5 menit

Dibuang pewarna dan ditetesi asam alcohol selama 1-2 detik

Dicuci dengan air mengalir

Ditambahkan methylen blue kurang lebih 1 menit

Dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan

Diperiksa di bawah mikroskop dengan menggunakan minyak imersi


t (menit) Abs
10 0,182
20 0,164
30 0,139
V. Data Perhitungan
40 0,114
C (ppm) Abs 50 0,091
10 0,046
20 0,101
30 0,147
40 0,179
50 0,232
Tabel Data Kurva Baku Tabel Data Pengamatan

Nilai a = 0,006 b = 0,0045 r = 0,9966

Persamaan regeresi linier adalah y = bx+a, y = 0,0045x + 0,006

1. Perhitungan Cp / konsentrasi obat

a. Menit ke 10

Cp = y - a/b

= 0,182 – 0,006 / 0,0045

= 39,11 mikrogram / ml

b. Menit ke 20

Cp = y - a/b

= 0,164 – 0,006 / 0,0045

= 35,11 mikrogram / ml

c. Menit ke 30

Cp = y - a/b

= 0,139 – 0,006 / 0,0045

= 29,55 mikrogram / ml

d. Menit ke 40

Cp = y - a/b

= 0,114 – 0,006 / 0,0045

= 24,00 mikrogram / ml

e. Menit ke 50

Cp = y - a/b
= 0,091 – 0,006 / 0,0045

= 18,88 mikrogram / ml

2. Perhitungan Log Cp

a. Menit ke 10

log Cp = log 39,11

= 1,5922 mikrogram / ml

b. Menit ke 20

log Cp = log 35,11

= 1,5454 mikrogram / ml

c. Menit ke 30

log Cp = log 29,55

= 1,4705 mikrogram / ml

d. Menit ke 40

log Cp = log 24,00

= 1,3802 mikrogram / ml

e. Menit ke 50

log Cp = log 18,88

= 1,2760 mikrogram / ml

3. Perhitungan orde 0 (t vs Cp)

a = 44,801 b = - 0,5157 r = - 0,9985

4. Perhitungan orde 1 (t vs log Cp)

a = 1,6921 b = - 0,0079 r = 0,9904

5. Tentukan orde reaksinya

Jadi obat mengikuti orde 0 karena r2 mendekati 1

6. Parameter Farmakokinetik

a. K / Kecepatan eliminasi

K = - slope
=-b

= - (- 0,5157)

= 0,5157 menit-1

b. t1/2 / Waktu paruh

t1/2 = 0,5 x a / k

= 0,5 x 44,801 / 0,5157 = 43,4370 menit

c. Vd / Volume distribusi

Vd = F x Do / a

= 1 x 10,2772 / 44,801 = 0,2293 ml

d. AUC / Area Under Curva

35,11+39,11
AUC 20
10=
×(20−10) = 371,1 µg menit/Ml
2

29,55+35,11
AUC 30
20= ×(20−10) = 323,3 µg menit/Ml
2

24,00+29,55
AUC 40
30=
×(20−10) = 267,75 µg menit/Ml
2

18,88+24,00
AUC 50
40=
×(20−10) = 214,4 µg menit/Ml
2

∑ AUC = 1176,55 µg menit/mL


t∞ Cpn 18,88
e. AUC tn = = = 36,6104 µg menit/ml
K 0,5157

F x Do
f. AUC tt ∞0 =
Vd x Ke

1 x 10277
=
0,2293 x 0,5157
= 86,9458 µg menit/ml

AUC ttn∞
g. % AUC ekstrapolasi = x 100 %
∑ AUC
36,6104
= x 100 %
1176,55
= 3,11 %
Jadi % AUC ekstrapolasi yang didapatkan valid karena ≤ 20%
h. Gambar kurva larutan baku

i. Gambar kurva data pengamatan

VI. Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami menentukan paameter – parameer farmakokinetik

dalam pemberian obat secara intravena.


Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek

tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni absorpsi, distribusi,

metabolisme dan ekskresi.

Pada praktikum kali ini ada beberapa parameter farmakokinetik yang digunakan

untuk mengetahui bioavabilitas suatu obat.

Dalam parameter farmakokinetik untuk obat yang diberikan secara intravena

akan ditentukan nilai k, t ½ , Vd, dan nilai AUC. Dimana K adalah tetapan laju eliminasi

yang merupakan kecepatan eliminasi obat setelah masuk ke dalam system sirkulasi, t ½

adalah waktu paruh yaitu waktu yang diperlukan agar jumlah obat dalam tubuh melarut

setengah dari dosis. Sedangkan Vd adalah volume distribusi yaitu volume obat yang

terdistribusi dan AUC (Area Under Curva) merupakan nilai yang menggambarkan

biovailabilitas obat dari jumlah dosis yang ada, dimana bioavailabilitas obat merupakan

jumlah obat yang mencapai system sirkulasi sistemik secara utuh yang memberikan

efek.

Untuk obat yang diberikan secara intravena parameter farmakokinetik dari

tetapan absorbsi tidak dihitung karena obat yang diberikan secara intravena tidak

mengalami fase absorbsi melainkan langsung terdistribusi melalui pembuluh darah.

Suatu obat yang diberikan dalam bentuk injeksi intravena (IV), maka seluruh dosis obat

masuk ke dalam tubuh melalui pembuluh darah dengan segera, dan obat tersebut

didistribusikan ke semua jaringan.

Adapun prinsip kerja dari alat sektrofotometer yaitu adanya interaksi dari

sampel dengan radiasi elektromagnetik sehingga sampel mengalami eksitasi ketingkat

yang lebih tinggi dan pada keadaan ini adalah titik stabil dan akan kembali ketingkat

normal dengan memancarkan energi-energi ini terukur pada alat spektrofotometer.

Mekanisme sentrifuge yaitu pemisahan supernatan dengan menghomogenkan campuran

dan didapatkan hasil yang jernih sehingga didapatkan supernatan.


Pada percobaan ini daerah sekitar tempat pengambilan darah diolesi dengan alcohol

sebelum diinjeksikan obat diinjeksikan obat parasetamol dan setelah diinjeksikan diolesi

betadin sebagai antiseptic agar tidak terjadi infeksi setelah itu sampel darah mulai

diambil pada menit 10, 20, 30, 40 dan 50 masing-masing sebanyak 0,5 mL. Darah yang

diperoleh kemudian disentrifuge selama 10 menit dan di ukur pada spektrofotometer uv-

vis dan dicatat data yang diperoleh.

Parameter farmakokinetik yang diperoleh pada obat yang diberikan secara

intravena didapatkan mengikuti orde 0. Laju eliminasi yaitu 0,5157 menit -1. Dan waktu

paruh nya adalah 43,4370 menit. Volume distribusinya sebesar 0,2293 ml. Jumlah obat

yang terabsorbsi secara sistemik atau % ekstrapolasi yang didapatkan yaitu 3,11%,

artinya obat tersebut valid karna kurang dari 20%.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dari data obat parasetamol yang diberikan secara

intravena elalui rute injeksi, diperoleh memiliki % ekstrapolasi yang valid karena < 20%

yaitu 3,11 %

VIII. Daftar Pustaka

1. Ansel, Howard, C. “Kalkulasi Farmasetik Panduan Untuk Apoteker”. Penerbit Buku

Kedokteran, EGC : Jakarta.


2. Dabrowiak , James C. 2009. “Metals In Medicine”. Wiley: British.

3. Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI. :

Jakarta.

4. Dorland, W.A. Newman, 2011. “Kamus saku Kedokteran Dorland”, Penerbit buku

kedokteran, EGC. Jakarta.

5. Ganiswara,Gan Sulistia, 2009, Farmakologi dan Terapi Edisi 5,Fakultas Kedokteran-

Universitas Indonesia : Jakarta.

6. Neal, M.J., 2006. At a Glance FARMAKOLOGI MEDIS Edisi kelima. Erlangga:

Jakarta.

7. Ningsih, Rahmawati, 2008 “metode farmakologi”, Universitas Muslim Indonesia :

Makassar

8. Parker, Steve, 2007.“Jendela Optik Seri 16 Ilmu Kedokteran” Penerbit Balai Pustaka,

Jakarta.

9. Shargel, L. 2012. “Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan”. Airlangga

University Press, Surabaya.

10. Syamsuni, H, 2006. “ Farmasetika dasar dan Hitungan Farmasi”. Penerbit Buku

Kedokteran, EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai