Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FTS CAIR SEMI PADAT

PEMBUATAN DAN UJI SIFAT FISIK SALEP

Disusun Oleh :

Nama : Fajri Nurhidayat

NPM : 1618000871

Kelas/Kelompok : B / C

Dosen Pengampu : Metha Anung Anindhita, M. Sc., Apt


PRODI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2020

PEMBUATAN DAN UJI SIFAT FISIK SALEP

I.1. Tujuan

Membuat salep asam salisilat dengan basis berlemak dan basis yang larut air serta

evaluasi sifat fisiknya.

I.2. Dasar Teori

Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian

topical pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali

dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau

narkotika adalah 10%.

Adapun penggolongan salep menurut konsistensinya salep dibagi menjadi:

1. Unguenta : adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair

pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan tnapa memakai tenaga

2. Cream : adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit. Suatu tipe

yang dapat dicuci dengan air.

3. Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk). Suatu

salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diberi.

4. Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung persentase tinggi lilin

(waxes), sehingga konsistensinya lebih keras

5. Gel : adalah suatu salep yang lebih halus. Umumnya cair dan mengandung sedikit

atau tanpa lilin digunakan terutama pada membrane mukosa sebagai pelican atau basis.
Biasanya terdiri dari campuran sederhana minyak dan lemak dengan titik lebur yang

rendah (anief, 2005).

Salep epidermic (salep penutup)

Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi kulit

dan mengahsilkan efek local, karena bahan obat tidak diabsorbsi. Kadang-kadang

ditambahkan antiseptic, astringen untuk meredakan ransangan. Dasar salep yang terbaik

adalah senyawa hidrokarbon (vaselin).

Salep endodermic

Salep dimana bahan obatnya menembus kedalam terapi tidak melalui kulit dan

terabsobsi sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi local iritan.

Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.

Salep diadermic (salep serap)

Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam melalui kulit dan mencapai efek

yang diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya (Anief, 2001). Menurut FI. IV, dasar

salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu dasar salep

senyawa hidrokarbon, dasar salep serap yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut

air. Komposisi salep terdiri dari bahan obat atau zat aktif dan basis salep atau biasa

dikenal dengan sebutan zat pembawa bahan aktif (Ansel, 1989). Salep memiliki fungsi

sebagai bahan pembawa zat aktif untuk mengobati penyakit pada kulit, sebagai pelumas

pada kulit dan sebagai pelindung kulit (Anief, 2007).

Adapun beberapa fungsi salep:

1. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk kulit.

2. Sebagai bahan pelumas pada kulit.

3. Sebagai pelindung untuk kulit yang mencegah kontakpermukaan kulit dengan larutan

berair dan rangsang kulit (Anief, 2005).

Persyaratan salep menurut (Formularium Indonesia III, 1979):


a. Pemerian yaitu tidak boleh berbau tengik.

b. Kadar yaitu kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras

atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.

c. Dasar salep yaitu kecuali dinyatakan lain, sebagai bahandasar salep (basis salep)

digunakan vaselin putih (vaselinalbum). Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan

pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar salepsebagai berikut :

1) Dasar salep hidrokarbon: vaselin putih, vaselin kuning(vaselin flavum) atau

campurannya malam putih (cera album), malamkuning, (cera flavum), paraffin cair,

paraffin padat.

2) Dasar salep serap : lemak bulu domba (adeps lanae),campuran 3 bagian kolesterol, 3

bagian stearil alkohol, 8bagian malam putih dan 86 bagian vaselin putih,campuran 30

bagian malam kuning dan 70 bagianminyak wijen.

3) Dasar salep yang dapat dicuci dengan air atau dasarsalep emulsi misalnya emulsi

minyak dalam air.

4) Dasar salep yang larut dalam air, misalnya PEG dan campurannya.

d. Homogenitas yaitu jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain

yang cocok, harus menunjukansusunan yang homogen.

e. Penandaan: pada etiket harus tertera “obat luar”.

I.3. Alat

Mortir, stamper, sudip, sendok logam, sendok penyu, serbet, pot salep, etiket

warna biru, timbangan analitik, kertas perkamen, cawan porselin, kaca arloji

I.4. Bahan

Asam salisilat, Vaselin, Cera flava, PEG 400, PEG 4000

I.5. Pecobaan

I.1.1 Formula Salep A

Formula I II
Asam Salisilat (g) 5 5
Vaselin (g) 45 42,5
Cera Flava (g) - 2,5

I.1.2 Formula Salep B

Formula III IV
Asam Salisilat (g) 5 5
PEG 4000 (g) 25 32,5
PEG 400 (g) 20 12,5

I.6. Cara Kerja

I.1.3 Cara kerja formula salep A


Formula I
Dalam mortir hangat, masukan asam salisilat, tambahkan spiritus fortiori
beberapa tetes sampai semua asam salisilat terbasahi, kemudian gerus
sampai halus

Tambahkan sedikit demi sedikit vaselin, aduk ad homogen

Beri etiket dan simpanlah salep dalam wadah untuk percobaan selanjutnya

Formula II

Vaselin dan cera flava dilelehkan dalam cawan porselen dan diaduk ad
homogen (campuran I)

Asam salisilat dimasukkan dalam mortir hangat, tambahkan spiritus fortiori


beberapa tetes hingga asam salisilat terbasahi dan gerus sampai halus

Tambahkan sisa campuran I dan aduk ad homogen

Beri etiket dan simpanlah salep dalam wadah untuk percobaan selanjutnya

I.1.4 Cara kerja formula salep B

Lelehkan kedua macam PEG dalam cawan porselen (campuran I)

Dalam mortir hangat masukkan asam salisilat, tambahkan spiritus fortiori


beberapa tetes hingga asam salilsilat terbasahi dan gerus ad homogen
Campurkan campuran I dengan asam salisilat dengan cara menambhakan
sedikit demi sedikit campuran I dan aduk ad homogen

Beri etiket dan simpanlah salep dalam wadah untuk percobaan selanjutnya

I.7. Monografi Bahan

I.1.5 Asam salisilat

Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5 % C 7H6O3, pemerian

hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih ; hampir tidak berbau;

rasa agak manis dan tajam. Kelarutan larut dalam amonium asetat P, dinatrium

hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P. Identifikas A :

menunjukkan reaksi salisilat yang tertera pada reaksi identifikasi B. Larutan

berinteraksi asam terhadap larutan merah metil P. Suhu lebur antara 158,5 0 dan

1610. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, khasiat dan penggunaan

keratolitikum dan antifungi (Anonim,1979)

I.1.6 Vaselin Album

Petrolatum adalah campuran hidrokarbon setengah padat, diperoleh dari

minyak mineral. Massa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kunin, sifat

ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk, tidak

berbau tidak berasa. Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut

dalam kloroform P, dalam ater P dan dalam eter minyak tanah P. petrolatum

harus disimpan dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya, di tempat

sejuk dan kering (DepkesRI, 1995).

I.1.7 Cera Flava

Malam kuning adalah hasil pemurnian malam dari sarang madu lebah

apis mellifera linnae. Pemerian padatan berwarna kuning sampai coklat keabuan,

berbau enak seperti madu, agak rapuh bila dingin, dan bilah patah membentuk

granul, dan menjadi lunak pada suhu tangan. Tidak larut dalam air, agak sukar
larut dalam etanol dingin, etanol mendidih melarutkan sebagian kandungan

malam kuning, dan larut sempurna dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak

lemak dan minyak atsiri. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Depkes RI,

1995).

I.1.8 PEG 400

Polietilen glikol yaitu cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis

tidak berwarna ; bau khas lemah ; agak higroskopik. Larut dalam air, dalam,

etanol, dalam aseton, dan dalam hidrokarbon aromatik. Berat molekul 380 sampai

420, bobot jenis 1,110 sampai 1,140. Suhu beku antara 4 0 – 80, penyimpanan

dalam wadah tertutup rapat. (Depkes,1995)

I.8. Data Perhitungan Daya Sebar

I.1.9 50 Gram

a. Formulasi AI

s = m x l/t

s = 50 gr x 4,8 cm / 60 detik = 4 cm

b. Formula A II

s = m x l/t

s = 50 gr x 5,1 cm / 60 detik = 4,25 cm

c. Formulasi B I

s = m x l/t

s = 50 gr x 3,55 cm / 60 detik = 2, 95 cm

d. Formulasi B II

s = m x l/t

s = 50 gr x 3, 50 cm / 60 detik = 2,91 cm
I.1.10 100 Gram

a. Formulasi A I

s = m x l/t

s = 100 gr x 5,3 cm / 60 detik = 8,8 cm

b. Formulasi A II

s = m x l/t

s = 100 gr x 5,2 cm / 60 detik = 8,6 cm

c. Formulasi B I

s = m x l/t

s = 100 gr x 3,91 cm / 60 detik = 6,51 cm

d. Formulasi B II

s = m x l/t

s = 100 gr x 3, 90 cm / 60 detik = 6,5 cm

I.1.11 150 Gram

a. Formulasi A I

s = m x l/t

s = 150 gram x 5, 8 cm / 60 detik = 14,5 cm

b. Formulasi A II

s = m x l/t

s = 150 gram x 5,3 cm / 60 detik = 13,25 cm

c. Formulasi B I

s = m x l/t

s = 150 gram x 4,45 cm / 60 detik = 11, 12 cm

d. Formulasi B II

s = m x l/t

s = 150 gram x 4,55 cm / 60 detik = 11, 37 cm


I.9. Pembahasan

Pada praktikum kali ini diujinya sifat fisik pada sediaan salep salisilat yang

bertujuan praktikan dapat membuat sediaan salep baik menggunakan basic lemak atau

basis yang larut air dan dapat melakukan evaluasinya serta mengetahui perbedaan dari

kedua basis salep ini.

Untuk pembuatan suatu sediaan salep antifungi maka diperlukan basis salep dan

zat aktif yang terkandung dalam salep yang bisa menghambat atau membunuh

pertumbuhan jamur.

Formulasi dan pemilihan basis yang tepat pada pembuatan sediaan salep akan

mempengaruhi jumlah dan kecepatan zat aktif yang akan diabsorpsi, begitu pula dengan

daya sebar, pH dan homogenitas. Secara ideal, basis dan pembawa harus mudah

diaplikasikan pada kulit, tidak mengiritasi dan nyaman digunakan pada kulit. Bahan alam

memiliki karakteristik yang khas sehingga pada formulasinya perlu basis yang paling

efektif untuk menghasilkan sediaan salep yang baik.

Basis salep yang digunakan pada formulasi A yaitu menggunakan basis salep

hidrokarbon, karena bahan bahan yang terdapat pada formulasi A yaitu asam salisilat,

vaselin dan cera flava. Jika tidak disebutkan apa apa maka basis hidrokarbon yang

digunakan sebagai dasar salep adalah vaselin putih. Kemudian basis salep yang

digunakan pada formulasi B yaitu menggunakan basis salep larut dlam air karena bahan

bahan yang terdapat pada formulasi B yaitu asam salisilat dan PEG

Setelah melakukan pembuatan formulasi salep dengan basis yang berbeda, adapun

formula AI dan AII terdiri dari vaselin album, asam salisilat, cera flava, formula B I dan

BII terdiri dari asam salisilat, PEG 4000 dan PEG 400. Maka dilakukan uji karakteristik

yang terdiri dari uji organoleptik, pH, homogenitas, daya sebar dan dilakukan uji

efektifitasnya.
I.1.12 Uji Organoleptik

Pengamatan yang dilakukan oleh dalam uji ini adalah bentuk sediaan, bau

dan

warna sediaan. Parameter kualitas salep yang baik adalah bentuk sediaan setengah

padat, salep berbau khas ekstrak yang digunakan dan berwarna seperti ekstrak

(Anief,1997).

NO FORMULASI ORGANOLEPTIS HASIL


1. AI WARNA Kuning
BAU Khas basis dan As. Salisilat
BENTUK Semi padat
2. A II WARNA Kuning
BAU Khas basis dan As. Salisilat
BENTUK Semi padat
3. BI WARNA Putih kekuningan
BAU Khas basis dan As. Salisilat
BENTUK Semi padat
4. B II WARNA Putih kekuningan
BAU Khas basis dan As. Salisilat
BENTUK Semi padat

I.1.13 Homogenitas

Uji homogenitas sediaan salep dilakukan untuk melihat perpaduan

bahan-bahan (basis dan zat aktif) sehingga menjadi bentuk salep yang homogen.

Jika terdapat perbedaan sifat pada basis dan zat aktif akan terjadi proses

penggumpalan sehingga mengakibatkan bentuk sediaan yang memiliki partikel

lebih besar dari sediaan (Lachman, 1994).

Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan

salep pada plat kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya

gumpalan pada hasil pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Salep yang diuji

diambil dari tiga tempat yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari wadah salep

(Depkes, 1996).

NO FORMULASI HASIL KETERANGAN


1. AI Tidak homogen Terdapat partikel yang tidak larut
2. A II Homogen Partikel tersebar merata
3. BI Homogen Partikel tersebar merata
4. B II Homogen Partikel tersebar merata

Pada pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui sediaan salep

yang telah dibuat homogen atau tidak. Pada sediaan salep asam salisilat

formulasi AI memiliki homogenitas tidak baik karena terdapat partikel yang

tidak larut. Formulasi AII, BI dan BII memiliki homogenitas yang baik dan

dapat disimpulkan homogen karena partikel tersebar secara meratatidak ada

gumpalan-gumpalan yang mengurangi daya homogenitasnya. Sediaan salep yang

homogen mengindikasikan bahwa ketercampuran dari bahan-bahan salep yang

digunakan baik sehingga tidak didapati gumpalan ataupun butiran kasar pada

sediaan karena sediaan salep harus homogen dan rata agar tidak menimbulkan

iritasi dan terdistribusi merata ketika digunakan.

I.1.14 Ph

Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH

dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam

mengiritasi kulit. Kulit normal berkisar antara pH 4,5-6,5. Nilai pH yang

melampaui 7 dikhawatirkan dapat menyebabkan iritasi kulit (Gozali, 2009)

Pengukuran nilai pH menggunakan alat bantu stik pH atau dengan

menggunakan kertas kertas pH universal yang dicelupkan ke dalam 0,5 gram

salep

yang telah diencerkan dengan 5ml aquadest. Nilai pH salep yang baik adalah 4,5-

6,5 atau sesuai dengan nilai pH kulit manusia (Tranggono dan Latifa, 2007).

NO FORMULAS PH KETERANGAN
I
1. AI 5 Baik
2. A II 5 Baik

3. BI 5 Baik

4. B II 5 Baik

Pada pengujian pH sediaan salep asam salisilat semua formulasi baik

formula A dan B, memiliki pH 5 dari keempat basis tersebut telah memenuhi

persyaratan pH untuk suatu sediaan topikal. Hal ini menunjukkan bahwa salep

asam salisilat tidak menyebabkan iritasi jika diaplikasikan pada kulit.

I.1.15 Uji Daya Sebar

Pengujian daya sebar tiap sediaan dengan variasi tipe basis dilakukan

untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit, dimana suatu basis salep

sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin pemberian obat yang

memuaskan. Perbedaan daya sebar sangat berpengaruh terhadap kecepatan difusi

zat aktif dalam melewati membran. Semakin luas membran tempat sediaan

menyebar maka koefisien difusi makin besar yang mengakibatkan difusi obat pun

semakin meningkat, sehingga semakin besar daya sebar suatu sediaan maka

semakin baik (Hasyim, 2012).

Sebanyak 0,5 gr setiap diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter

15cm kaca lainnya diletakkan diatasnya dandibiarkan selama 15 menit, kaca

lainnya diletakkan diatasnya selama 1menit. Diameter sebar salep diukur.

Setelahnya ditambahkan 100gr beban tambahan dan didiamkan selama 1menit

lalu diukur diameter yang konstan (Astuti, et al, 2010). Sediaan salep yang

nyaman digunakan memiliki daya sebar 5-7cm (Grag et al., 2002).

UJI DAYA SEBAR

NO BOBOT DIAMETER
FORMULASI
. PETRI
50 100 150
TANPA BEBAN
KOSONG gr gr gr
1 AI 110, 38 4,2 4,8 5,3 5,8
2 A II 112,7 4,2 5,1 5,2 5,3
3 BI 110,38 3,2 3,55 3,91 4,45
4 B II 112,7 3 3,5 3,9 4,55

Selanjutnya dilakukan pengujian daya sebar dilakukan untuk menjamin

pemerataan salep asam salisilat pada saat diaplikasikan pada kulit. Adapun hasil

yang diperoleh pada formulasi AI daya 50 gr sebarnya berukuran 4,8 cm, daya

100 gr 5,3 cm, daya 150 gr 5,8 cm. Formulasi AII hasil daya 50 gr 5,1 cm, daya

100 gr 5,2 cm, daya 150 gr 5,3 cm. Formulasi BI daya 50 gr 3, 55 cm, daya 1000

gr 3,91 cm, daya 150 gr 4,45 cm, Formulasi BII daya 50 gr 3,5 cm, daya 100 gr

3,9 cm, daya 150 gr 4,55 cm. Basis salep yang memiliki daya sebar yang paling

baik adalah formulasi AI dan AII dengan daya beban 100 gr dan 150 gr karena

range daya sebar yang baik yaitu 5-7 cm, sehingga daya sebar diharapkan

berpengaruh terhadap kecepatan difusi zat aktif dalam melewati membran.

Semakin luas membran tempat sediaan salep menyebar maka koefisien difusi

makin besar yang dimana mengakibatkan difusi obat pun semakin meningkat,

sehingga semakin besar daya sebar suatu sediaan maka semakin baik.

I.1.16 Uji Daya Lekat

Salep yang sudah ditimbang sebesar 0,25 g diletakkan di atas gelas obyek

yang telah ditentukan luasnya, lalu diletakkan gelas obyek yang lain di atas salep

tersebut dan ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Selanjutnya dipasang

gelas obyek pada alat tes. Dilepas beban seberat 80 gram,dan dicatat waktunya

hingga kedua gelas obyek tersebut terlepas. Syarat untuk daya lekat pada sediaan

topikal adalah tidak kurang dari 4 detik (Naibaho dkk., 2013).

N FORMULA BERAT WAKTU


O SI BEBAN
1. AI 80 gram 32 detik
2. A II 80 gram 1,45 detik
3. BI 80 gram 6,2 detik
4. B II 80 gram 8 detik

Uji daya lekat pada salep dilakukan untuk melihat kemampuan salep

melekat pada kulit, dimana hal ini dapat mempengaruhi kemampuan penetrasi

salep ke dalam kulit untuk menimbulkan efek. Hasil uji daya lekat menunjukkan

bahwa peningkatan konsentrasi pada formula AI dalam sediaan salep

meningkatkan kemampuan melekat dari salep, sehingga waktu daya lekat salep

meningkat, berkisar antara 32 detik, kemudian pada formula BI sebesar 6,2 cm

dan BII sebesar 8 detik. Hal ini dipengaruhi oleh basis salep yang bersifat larut

dalam air, sehingga ikatan asam salisilat dengan PEG menjadi kuat, yang

memungkinkan untuk waktu kontak sediaan dengan kulit lebih lama, sehingga

penetrasi salep dapat menghasilkan efek yang lebih baik. Daya lekat yang paling

baik diantara keempat formulasi yaitu pada formulsi A II sebesar 1, 45 detik

daya sebarannya, dikatakan lebih baik dikarenakan syarat untuk daya lekat pada

sediaan topikal adalah tidak kurang dari 4 detik.

I.1.17 Uji Daya Proteksi

Pengujian daya proteksi salep dilakukan untuk mengetahui kemampuan

salep untuk melindungi kulit dari pengaruh luar seperti asam, basa, debu, dan

sinar matahari.

N FORMULASI WAKTU KETERANGAN


O
1. AI 6 Menit Proteksi
2. A II 5 menit Proteksi
3. BI 12 detik Tidak Proteksi
4. B II 6 detuk Tidak Proteksi
I.10.Kesimpulan

1. Organoleptis yang dibuat semua formulasi telah memenuhi syarat dengan aroma

sesuai basis dan zataktifnya, bewarna sesuai basisnya pula setrta bentuk yang semi

padat.

2. Ph dari semua sediaan telah sesuai syarat ph salep yaitu pada range normal ph kulit

4,5 – 6,5 dengan nilai ph 5

3. Homogenitas dari formulasi A I tidak begitu baik karena metodenyayang tidak sesuai

dengan sifat basis salep, sehingga sediaan masih terdapat partikel yang tidak sesuai

dengan sifat basis salep, sehingga sediaan masih terdapat partikel yang tidak merata

4. Daya sebar salep pada formulasi B I dan BII telah memnuhi syarat dengan beban 1

gram sedangkan untuk formulasi A I dan AII beban 50 gram sehingga untuk

mendapatkan daya sebar kurang baik

5. Daya lekat pada formulasi A II yang paling baik karena hanya perlu waktu 1, 45 detik

untuk kedua kaca objek lepas, hal ini karena adanya formulasi cera flava

6. Uji proteksi pada B II paling tidak bagus karena sudah menimbulkan

ketidakeffektifitasan pada kertas saring ditandai dengan munculnya noda dalam

waktu kurang dari 10 detik

I.11.Daftar Pustaka

1. Anief. 2005. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

2. IMO 2007. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

3. Ansari, S.A. 2009. Skin PhAnd Skin Flora. In Handbook of Cosmetics Science

and Technology edisiketiga. New York: Informa Healthcare USA.

4. Ansel, H C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta: UI Press.

5. Departemen Kesehatan. 1979. Farmakope Indonesia (Edisi III). Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


6. Anonim 1995. Farmakope Indonesia (Edisi IV). Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

7. Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan

Obat. Jakarta: Diktorat Jendral POM- DepKes RI.

8. Darwis, D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan

Alami Hayati. Universitas Andalas. Padang.

9. Lachman, L., Lieberman, H. A., &Kaing J.L.

1994.TeoridanPraktekFarmasiIndustri I. Jakarta: UI-Press.

Anda mungkin juga menyukai