Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S (42 TAHUN) 38 MINGGU P3A2 POST


SECTIO CAESAREA HARI KE-1 ATAS INDIKASI PRE-EKLAMPSIA BERAT +
GEMELLI + TUBEKTOMI DI RUANG ALAMANDA A RSUP Dr.HASAN SADIKIN
BANDUNG

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi Vokasi

Diploma III Keperawatan Stikes ‘Aisyiyah Bandung

Oleh :

DINDA PERMATASARI
NIM. 102017011

PROGRAM STUDI VOKASI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Preeklamsi adalah Bobak,M,Irene (2004) Preeklampsia adalah suatu penyakit
vasospastik,yang melibatkan banyak sistem yang ditandai oleh hemokondentrasi,
hipertensi, dan proteinuria. Diagnose preeclampsia secara tradisional didasarkan pada
adanya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema. Akan tetapi temua yang paling
penting ialah hipertensi , diaman 20% pasien eklampsia tidak mengalami proteinuria
yang berarti sebelum serangan kejang pertama (willis, Blanco,1990 )
Pre-eklampsia adalah kondisi khusus masa kehamilan diaman terjadi hipertensi dan
proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu pada ibu yang tadinya mempunyai TD
normal. Pre-eklampsia merupakan penyebab morbilitas serta mortalitas ibu dan perinatal
yang signifikan. Pre-eklampsi terjadi pada 3-7% dari semua kehamilan ( American
Academy of Pediatrics [AAP] & ACOG, 2007 )
Menurut WHO salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah
preeklampsia berat (PEB) angka kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4%. Di Negara
maju angka kejadian preeklampsia berat berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%.
Sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia berat dan eklampsia di
Negara berkembang masih tinggi (betty & yanti, 2011).Di Indonesia PEB dan eklampsia
merupakan penyebab dari 30%-40% kematian maternal, sementara di beberapa rumas
skait di Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian
maternal. Oleh karena itu diperlukan perhatian, serta penanganan yang serius terhadap
ibu bersalin dengan penyakit komplikasi ini (Yuliati dan Fikawati, 2012).
Preeklampsia berat dan eklampsia merupakan resiko yang membahayakan janin
melalui placenta. Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang
kehamilan , jika preeklampsia berat tidak dapat ditangani dengan baik maka pasien akan
mengalami kejang dan berlanjut ke eklampsia, demikian pula jika eklampsia tidak
ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan
jantung, gagal ginjal, kegagalan hati, atau perdarahan otak.
Data rekam medic dari ibu hamil penderita preeklampsia dan eklampsia yang dirawat
inap di rs Immanuel Bandung sejak bulan Januari 2006 hingga desember 2008 diambil
untuk penelitian angka kematian preeklampsia –eklampsia terutama pada kehamilan
pertama. Sebagai perbandingan kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung sebesar 6,4% dan rumah sakit sardjito Yogyakarta sebesar 4,1% dari penelitian
ini dilihat bahwa angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di Indonesia jauh lebih
tinggi daripada di Negara lain, misalnya Amerika karena para ibu hamil di Amerika telah
mendapatkan perawatan prenatal yang cukup baik. Menurut penelitian ternayat frekuensi
tertinggi penderita preeklampsia pada umur 25-29 tahun sebanyak 123 dari 366 kasus
(33,6%) sedangkan penderita eklampsia terbanyak pada umur 20-24 tahun sebanyak 110
dari 52 kasus (32,69%) .
Ditinjau dari ANC sebagian besar penderita preeklampsia dan eklampsia tidak
melakukan pemeriksaan antenatal. Ini adalah sebagian dari akibat rendahnya tingkat
sosio-ekonomi penderita. Faktor yang sering ditemukan sebagai faktor risiko antara lain
primigravida, khusunya pada usia <17 tahu atau >35 tahun, riwayat preeklampsia pada
keluarga, kehamilan kembar, mola hidatidosa, penyakit yang menyertai kehamilan seperti
DM dan kegemukan (obesitas).
Dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab utama preeklampsia dan eklampsia adalah
hipertensi (67,65%), angka kejadian preeklampsia di Rs Immanuel Bandung cenderung
mengalami penurunan dari tahun 2006-2008 dan preeklampsia yang terjadi di Rs
Immanuel Bandung lebih sering terjadi pada wanita usia 25-29 tahun dan eklampsi terjadi
pada usia 20-24 tahun, ditinjau dari segi pemeriksaan antenatal sebagian besar penderita
tidak pernah melakukan pemeriksaan antenatal.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan dapat
mendokumentasikan aspek biologis psikologis, sosiologis dan spiritual dengan
pendekatan proses keperawatan pada pasien Ny.S 38 minggu P3A2 post Sectio
Caesarea Hari Ke-1 Atas indikasi Preeklampsia Berat + Gemelli + Tubektomi.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian pada pasien Ny.S 38 minggu P3A2 post Sectio Caesarea
Hari ke-1 Atas indikasi Preeklampsia Berat + gemelli + tubektomi.
b. Membuat diagnose keperawatan
c. Menyusun tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat pada
pasien
d. Melakukan implementasi hasil Asuhan keperawatan
e. Melakukan Evaluasi Asuhan Keperawatan

C. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah
menggunakan metode deskriptif yang berbentuk studi kasus

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis membagi dalam 4 BAB yaitu :
BAB 1 Pendahuluan
Berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan
BAB II Tinjauan Teoritis
Penulis menjelaskan secara teori dan konsep tentang kasus yang diambil oleh penulis
mencakup definisi,etiologi,anatomi fisiologi, penyebab dari muncul masalah, mekanisme
penyakit, manisfestasi penyakit, penatalaksanaan dan pemeriksaan diagnostic sesuai
kasus.
BAB III Tinjauan Kasus dan Pembahasan
Terdiri dari dua sub BAB yaitu laporan Asuhan Keperawatan meliputi pengkajia,
diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi serta pembahasan.
BAB IV Kesimpulan
Meliputi kesimpulan dan saran hasil dari mendokumentasikan Asuhan Keperawatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
a. Anatomi fisiologi Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ internal, yang terletak didalam rongga
pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis dan genetalia eksternal, yang terletak di
perineum. Struktir reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur akibat
rangsang hormone estrogen dan progenteron (Bobak, 2005)
Organ-oran interna berfungsi untuk ovulasi , fertilisasi ovum, transportasi blastocyst,
implantasi, pertumbuhan fetus dan kelahiran terdiri dari : uterus, serviks uteri, corpus
uteri, dan ligament penyangga uterus.

Gambar 2.1 Anatomi


Sistem Reproduksi Wanita
Sumber : Ross and Wilson (2011)
a. Organ reproduksi perempuan (Kowalak , 2013)

1) Organ reproduksi eksternal perempuan

a) Mons pubis
Bantalan lemak yang terdapat pada simfisis pubis ( tulang pubis ) yang
biasanya ditutupi oleh bagian alas dari bentuk segitiga terbalik , rambut pubis
yang tumbuh di daerah vulva setelah usia pubertas.
b) Klitoris
Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada laki-laki. Mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf, sehingga sangat sensitif pada saat
hubungan seks.
c) Labia mayora
Dua buah lipatan tebal jaringan lemak yang berjalan longitudinal dan
membentang dari mons pubis ke permukaan posterior perineum. Labi mayora
melindungi perineum dan mengandung kelenjar sebasea berukuran besar, yang
membantu mempertahankan pelumasan daerah tersebut. Pertumbuhan labia
mayora yang pada dasarnya tidak terdapat pada nak kecil merupakan tanda
khas yang menunjukan dimulainya pubertas. .
d) Labia minora
Merupakan lipatan kecil di bagian dalam labia mayora. Bagian depanya
mengelilingi klitoris. Kedua labia ini mempunyai pembuluh darah,
sehingga dapat menjadi besar saat keinginan seks bertambah. Labia ini
analog dengan kulit skrotum pada laki-laki. Berfungsi untuk menutupi
organ-organ genetalia di dalamnya serta merupakan daerah erotik yang
mengandung pembuluh darah dan syaraf.
e) Vestibulum
Bagian kelamin ini dibatasi oleh kedua labia kanan kiri dan bagian atas
oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora. Pada bagian
vestibulum terdapat muara vagina (liang senggama), saluran kencing,
kelenjar bartholini, dan kelenjar skene. Berfungsi untuk mengeluarkan
cairan apabila ada rangsangan seksual yang berguna untuk melumasi
vagina pada saat bersenggama.
f) Himen
Merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina luar,
pada umumnya himen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah
menstruasi atau cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar rahim dan kelenjar
endometrium (lapisan dalam rahim). Pada saat hubungan seks pertama himen
akan robek dan mengeluarkan darah. Setelah melahirkan hymen merupakan
tonjolan kecil yang disebut karunkule mirtiformis.
b. Organ reproduksi internal perempuan (kowalak , 2013)
1) Vagina
Vagina mennempati ruang diantara kandung kemih dan rektum. Sebagai saluran
atau pipa maskuler yang panjang nya lebih kurang 2 hingga 3 (5 hingga 7,5
cm ) vagina menghubungkan uterus dengan vestibulum pada genitelia eksterna.
Vagina berfungsi sebgai tempat pelintasan sperma kedalam tuba falopi tempat
pengaliran darah haid keluar dari tubuh , dan juga merupakan jalan lahir pada
saat partus.
2) Uterus
Bentuk uterus seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr. Terletak di
panggul kecil diantara rektum (bagian usus sebelum dubur) dan di
depannya terletak kandung kemih. Ruang rahim berbentuk segitiga, dengan
bagian besarnya diatas. Bagian-bagian dari rahim (uterus) yaitu servik
uteri, korpus uteri, fundus uteri. Secara histologis uterus dibagi menjadi tiga
bagian yaitu: endometrium yaitu lapisan uterus yang paling dalam yang
tiap bulan lepas sebagai darah menstruasi, miometrium yaitu lapisan tengah,
lapisan tengah ini terdiri dari otot polos, dan perimetrium merupakan
lapisan luar yang terdiri dari jaringan ikat. Fungsi rahim adalah tempat
bersarangnya atau tumbuhnya janin di dalam rahim, janin makan melalui
plasenta yang melekat pada dinding rahim, tempat pembuatan hormon misal
HCG (Human Chorionic Gonadotropin).
3) Tuba fallopi
Tuba fallopi berasal dari ujung ligamentum latum berjalan kearah lateral,
dengan panjang sekitar 12 cm. Saluran ini bukan merupakan saluran lurus,
tetapi mempunyai bagian yang lebar sehingga membedakanya menjadi empat
bagian. Di ujungnya terbuka dan mempunyai fibriae, sehingga dapat
menangkap ovum saat menjadi pelepasan ovum (telur). Saluran telur ini
merupakan saluran hasil konsepsi menuju rahim. Berfungsi sebagai saluran
yang membawa ovum yang dilepaskan ovarium ke dalam uterus, tempat
terjadinya fertilisasi, fimbria mengangkat ovum yang keluar dari ovarium.
4) Ovarium
Antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke rahim oleh ligamentum
ovarii properium dan kedinding panggul oleh ligamentum nifudibulo-pelvikum.
Indung telur merupakan sumber hormone wanita yang paling utama. Saat
lahir bayi perempuan mempunyai sel telur 750.000, umur 6-15 tahun sebanyak
439.000, umur 16-25 tahun sebanyak 169.000, umur 26-35 tahun sebanyak
59.000, umur 35-45 tahun sebanyak 34.000, dan masa menopause semua telur
menghilang. Berfungsi memproduksi ovum (sel telur), sebagai organ yang
menghasilkan hormone (estrogen dan progesteron).
5) Parametrium
Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan, yang
menghubungkan rahim dengan tulang panggul. Lipatan atasnya mengandung
tuba fallopi dan ikut serta menyangga indung telur. Bagian ini sensitif
terhadap infeksi sehingga mengganggu fungsinya. Berfungsi untuk
mengikat atau menahan organ-organ reproduksi wanita agar terfiksasi
dengan baik pada tempatnya, tidak bergerak dan berhubungan dengan organ
sekitarnya
6) Serviks
Serviks yang merupakan leher Rahim ( kolum uteri ) yang sempit adalah bagian
posterior vagina yang menjulur kedalam saluran vagina . serviks menjadi
lintasan yang menghubungkan vagina dengan kavum uteri.
B. Konsep dasar penyakit
1. Section Caesarea
A. Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada
dinding abdomen dan uterus (Oxom & William, 2010)
Menurut Amru Sofian (2012) section Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin
dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin &
Hardhi, 2013).
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa section Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang tujuannya untuk
mengeluarkan janin dengan cara melakukan sayatan pada dinding abdomen dan
dinding uterus.
B. Etiologi
Menurut Amin & Hardi (2013) etiologi section Caesarea ada dua yaitu sebagai
berikut :
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disporposi sefalo pelvik ( disporporsi janin/ panggul ), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk , terdapat kesempitan panggul,
placenta previa terutama pada primigravida, solutsio placenta tingkat I- II ,
komplikasi kehamilan yaitu preeklamsi –eklamspsia, atas permintaan,
kehamilan yang disertai penyakit (jantung,DM ).
b. Etiologi berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapses tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum
atau forceps ekstraksi.
C. Komplikasi
Menurut Wikjosastro (2007) komplikasi Sectio Caesarea sebagai berikut :
a. Komplikasi pada ibu
1) Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas, atau bersifat berat, seperti peritonitis, sepsis dan
sebagainya. Infeksi postoperative terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala-gejala yang merupakan presdisposisi terhadap kelainan
itu ( partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya ).
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka , atau karena atonia uteri.
3) Komplikasi –komplikasi lain seperti luka kandung kecing, embolisme
paru-paru, dan sebaginya sangat jarang terjadi.
4) Satu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
rupture uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah
section caesarea klasik.
b. Komplikasi pada bayi
Nasib anak yang dilahirkan dengan section caesarea banyak tergantung dari
keadaan yang menjadi alas an untuk melakukan section caesarea.
D. Indikasi dan kontra indikasi
Menurut Rasjidi (2009) indikasi dan kontra indikasi dari section caesarea sebagai
berikut :
a. Indikasi Sectio Caesarea
1) Indikasi mutlak
Indikasi ibu
a) Panggul sempit absolut
b) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi
c) Tumor0tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi
d) Stenosis serviks atau vagina
e) Placenta previa
f) Disproporsi sefalopelvik
g) Ruftur uteri membakat

Indikasi janin

a) Kelainan letak
b) Gawat janin
c) Prolapses placenta
d) Perkembangan bayi yang terhambat
e) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeclampsia
2) Indikasi relative
a) Riwayat Sectio Caesarea sebelumnya
b) Presentasi bokong
c) Distosia
d) Fetal distress
e) Preeclampsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
f) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
3) Indikasi Sosial
a) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
b) Wanita yang ingin Sectio Caesarea elektif karena takut bayinya
mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi
resiko kerusakan dasar panggul.
c) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality
image setelah melahirkan.
b. Kontra indikasi
Kontra indikasi dari section caesarea
1) Janin mati
2) Syok
3) Anemia berat
4) Kelainan kongenital berat
5) Infeksi piogenik pada dinding abdomen
6) Minimnya fasilitas operasi section caesarea
E. Adaptasi fisiologi ibu pada post partum dengan post section caesarea
a. Uterus
Proses involusi
Kembalinya uterus ke keadaan normal setelah melahirkan disebut involusi.
Proses ini dimulai segera setelah ekspulsi plasenta dengan kontraksi otot
polos uterus. Pada akhir kala persalinan, uterus akan berada di tengah kira-
kira 2 cm dibawah umbilicus, dengan fundusnya berada di promontorium
sacrum. Pada saat ini, berat uterus sekitar 1.000 g. dalam 12 jam , fundus
akan naik menjadi setinggi umbilicus atau sedikit di bawah atau di atas
umbilicus . kemudian fundus akan turun sekitar 1 cm setiap hari. Seminggu
setelah melahirkan fundus biasanya berada 4-5 jari di bawah umbilicus.
Uterus seharusnya sudah tidak ada saat di palpasi dari abdomen setelah 2
minggu dan sudah kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil setelah
6 minggu. Uterus yang pada saat cukup bulan beratnya sekitar 11 kali berat
pada saat tidak hamil, akan berinvolusi menjadi sekitar 500 g pada minggu
pertama postpartum dan 350 g setelah 2 minggu. Setelah 6 minggu berat
uterus akan berkisar antara 60-80 g.
b. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan seaputnya keluar kontriksi pembuluh darah dan
thrombosis akan membuat tempat melekatnya plasenta menjadi area bernodul
ireguler dan meninggi. Pembuluh endometrium ke atas ini akan menyebabkan
terlepasnya jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang
merupakan ciri noemal penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik
ini menyebabkan endometrium dapat kembali ke siklus perubahannya yang
biasa dan tetap bisa menjadi tempat implantasi dan plasentasi pada kehamilan
berikutnya. Regenerasi endometrium akan selesai pada hari ke-16
c. Lokia
Cairan dari uterus setelah melahirkan yang sering disebut lokia awalnya
berwarna merah (lokia rubra) dan dapat mengandung bekuan darah kecil. Pada
2 jam pertama setelah melahirkan jumlah cairan tersebut kurang lebih sama
seperti menstruasi yang bnayak setelah itu aliran lokia akan berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah , desidual dan debris trofoblastik.
Cairan tersebut lama lama memucat menjadi merah muda atau kecoklatan
(lokia serosa ) setelah 3 sampai 4 hari . lokia serosa mengandung darah,
serum, leukosit, dan debris jaringan. Rata-rata durasi keluarnya lokia serosa
adalah 22 sampai 27 hari (katz,2007) pada kebanyakan wanita sekitar 10 hari
setelah melahirkan cairan tersebut akan berubah menjadi putih atau kekuningan
d. Serviks
Serviks teraba lunak setelah melahirkan . ektoserviks ( bagian serviks yang
menonjol ke dalam vagina ) akan terlihat memar, edema, dan mungkin terdapat
laserasi kecil-kondisi yang optimal untuk terjadinya infeksi
e. Sistem endokrin
1. Hormone plasenta
Perubahan hormone yang signifikan terjadi pada periode postpartum.
Keluarnya plasenta akan menyebabkan penurunan secara dramatis
dari hormone yang di produksi oleh organ tersebut. Menurunnya
hormone crorionic somatotropin , estrogen, kostrison, dan enzim
ensulinase plasenta akan membalikan efek diabegenetik kehamilan,
sehingga terjadi kadar gula darah yang relative lebih rendah pada
masa nifas, ibu dengan DM tipe 1 akan membutuhkan insulin yang
jauh lebih sedikit daripada saat akhir kehamilan sampai beberapa
hari setelah melahirkan. Oleh karena perubahan hormone normal ini
akan embuat periode transisi metabolisme karbohidrat,
menginterpretasikan tes toleransi glukosa mnejadi sulit pada saat
seperti ini. Kadar estrogen dan progesterone akan berkurang segera
setelah keluarnya plasenta dan mencapai kadar terendahnya satu
minggu setelah melahirkan. Kadar estrogen yang berkurang
berhubungan dengan pembesaran payudara dan diuresis cairan
ekstrasel yang berlebihan yang terakumulasi selama kehamilan. Pada
ibu yang tidak menyusui, kadar estrogen mulai mneingkat 2 minggu
setelah melahirkan dan pada hari ke 17 postpartum akan menjadi
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang menyusui ( katz,
2007)
2. Hormone pituitary dan fungsi ovarium
Ibu yang menyusui dan tidak menyusui cukup berbeda dalam waktu
terjadinya ovulasi
f. Payudara
Kehamilan akna meningkatkan jumlah estrogen dan progesterone,
mulanyan di produksi oleh korpus luteum dan kemudian plasenta
meningkatnya alira darah ke payudara, prolactin meningkat yang
diproduksi oleh pituitary anterior. Tanda klinis dan gejala yang dapat
muncul pada payuddara antara lain ketegangan, perasaan penuh, dan
mneingkatkan berat payudara , putting susu,aerola, dan kelenjar kecil
yang mengelilingi putting susu. Ibu akan memiliki striae karena
penengangan kulit payudara untuk mengakomodasi pembesaran jaringan
payudara . pada permukaan payudara akan tampak vena karena
meningkatnya aliran darah . memproduksi kolostrum, sekresi cairan
yang berwarna kuning yang kaya akn antibody yang mulai diproduksi
pada akhir minggu 16 kehamilan (chapman & durha, 2010)
g. Sistem kardiovaskuler
Hemodelusi ( volume darah meningkat 40-50% , volume plasma
meningkat, hb menurun ) atau anemia fisiologis kehamilan .
peningkatan volume darah mengakibatkan peningkatan curah jantung
sehingga jantung memompa dengan kuat dan terjadi sedikit dilatasi.
Progesterone menimbulkan relaksasi otot polos dan dilatasi pembuluh
darah yang akan mengimbangi peningkatan kekuatan jantung sehingga
tekanan darah mendekati normal dan mudah terjadi hipotensi supinasio
karena vena cava inferior tertekan oleh isi uterus.
h. Sistem respirasi
Peningkatan konsumsi oksigen 15-20 % gejala dan tanda klinis yang
timbul berupa peningkatan tidal volume 30-40% dan dipsneu
i. Sistem musculoskeletal
Peningkatan estrogen menyebabkan peningkatan elastisitas dan relaksasi
ligament sehingga menimbulkan gejala nyeri sendi. Sedangkan
peregangan otot abdomen karena pembesaran uterus menyebabkan
diastatis recti.
j. Sistem integument
Peningkatan estrogen dan progesterone merangsang peningkatan
penyimpanan melanin sehingga menyebkan linea nigra, cloasma
gravidarm, warna areola, putting susu, vulva menjadi lebih gelap, striae
gravidarum/ stretch marks menjadi akibat kulit perut , payudara, pantan
teregang sehingga serabut kolagen mengalami rupture.
Gambar payudara tidak hail,awal hamil,akhir hamil
F. Penatalaksanaan post Sc
a. Pemberian cairan
Pemberian cairan post sc harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi.
b. Diet
Pemebrian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
c. Mobilisasi
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam pasca operasi
b) Hari kedua pasien dapat di dudukan selama 5 menit dan minta untuk napas
dalam
c) Posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
d) Selanjutnya pasien dianjurkan untuk belajar duduk, jalan, dan berjalan
sendiri padahari ke 3 sampai ke 5 pasca operasi
G. Pemeriksaan penunjang
a. Hb dan Ht untuk mengkaji perubahan kadar dari pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan
b. Leukosit mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah , lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisasi / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit ( Doengoes M,2010)
2. Preeclampsia
A. Definisi
Bobak,M,Irene (2004) Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik,yang
melibatkan banyak sistem yang ditandai oleh hemokondentrasi, hipertensi, dan
proteinuria. Diagnose preeclampsia secara tradisional didasarkan pada adanya
hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema. Akan tetapi temua yang paling
penting ialah hipertensi , diaman 20% pasien eklampsia tidak mengalami proteinuria
yang berarti sebelum serangan kejang pertama (willis, Blanco,1990 )
Pre-eklampsia adalah kondisi khusus masa kehamilan diaman terjadi hipertensi
dan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu pada ibu yang tadinya mempunyai
TD normal. Pre-eklampsia merupakan penyebab morbilitas serta mortalitas ibu dan
perinatal yang signifikan. Pre-eklampsi terjadi pada 3-7% dari semua kehamilan
( American Academy of Pediatrics [AAP] & ACOG, 2007 )
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan sistolik dan diastolic sampai
mencapai atau melebihi 140/90 mmHg. Jika tekanan darah ibu pada trimester pertama
diketahui , maka angka tersebut dipakai sebagai patokan dasar tekanan darah dasar
ibu. Dengan menggunakan informasi ini, definisi alternative hipertensi merupakan
kenaikan nilai tekanan sitolik sebesar 30 mmHg atau lebih atau kenaikan tekanan
diastolic sebesar 15 mmHg di atas nilai tekanan darah dasar ibu. Definisi terakhir ini
bermanfaat karena terdapat variasi tekanan darah sesuai usia, suku bangsa, keadaan
fisiologis, kebiasaan makan, dan hereditas. Edema tidak lagi perlu menjadi dasar
diagnosis pre-eklmapsia (Sibai, Rodriguez,1992). Jika ada , edema merupakan suatu
akumulasi cairan interstisial umum setelah 12 jam tira baring atau peningkatan berat
lebih dari 2 kg per minggu. Pada keadaan ada hipertensi dan/ atau proteinuria, edema
harus dievaluasi sebagai refleksi edema organ akhir dan kemungkinan hipoksia organ.
B. Klasifikasi Pre-eklampsia
menurut Lowdermilk,L.D Buku Keperawatan Maternitas Edisi 8
klasifikais Pre-eklampsia sebagai berikut :

Jenis Deskripsi
Penyakit hipertensi gestasional
Hipertensi Gestasional Terjadi hipertensi ringan setelah usia
kehamilan 20 minggu pada ibu yang
tadinya TD normal tanpa proteinuria.

Pre-eklampsia Terjadinya hipertensi dan proteinuria


setelah usia kehamilan 20 minggu pada
ibu yang sebelumnya TD normal bila
ada penyakit tropoblastik pre-eklampsia
bisa terjadi sebelum usia kehamilan 20
minggu.
Eklampsia Terjadinya kejang atau koma yang tidak
disebabkan oleh hal lain pada ibu
dengan pre-eklampsia

Penyakit Hipertensi Kronis


Hipertensi kronis Hipertensi yang sudah ada sebelum
kehamilan atau didiagnosa sebelum usia
kehamilan 20 minggu. Hipertensi yang
menetap lebih dari enam minggu
pascapartum juga diklasifikasikan
sebagai hpertensi kronis

C. Etiologi Pre-eklampsia
Menurut Bobak.M.I ( 2005) preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya
terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan gejala timbul hanya selama masa
kehamilan dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak
ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan menderita
preeklampsia. Akan tetapi, ada beberapa faktor risiko tertentu yang berkaitan
dengan perkembangan penyakit : primigravida, grand multigravida, janin besar,
kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas. Kira-kira 85%
preeklampsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari
satu dan 30% pasien mengalami anomali Rahim yang berat. Pada ibu yang
mengalmi hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25%.
D. Patofisiologi Pre-eklampsia
Patofisiologi preeclampsia – eklampsia setidaknya berkaitan dengan
perubahan fisiologis kehamilan adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi
peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan retensi vascular
sistemik , peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotic koloid
(kotak 21-1 ). Pada preeclampsia ,volume plasma yang beredar menurun,
sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal.
Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit
janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ
dengan menghancurkan sel sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal
menurun.
Vasospasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejal yang
menyertai preeclampsia. Vasospasme merupakan akibat dari peningkatan
sensitivitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti angiotensin II dan
kemungkinan suatu ketidak seimbangan antara prostasiklin prostaglandin dan
tromboksan A2 (consensus,1990).
Selain kerusakan endotel vasoplasme arterial turut menyebabkan peningkatan
permebabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut
menurunkan volume intra vaskuler, mempredisposisi pasien yang mengalami
preeclampsia mudah menderita edema paru ( dildy,dkk.,1991)
Easterling dan Benedetti (1989) menyatakan bahwa preeclampsia ialah suatu
keadaan hiperdinamik diaman temuan khas hipertensi dan proteinuria merupakan
akibat hiperfungsi ginjal. Untuk mengendalikan sejumlah besar darah yang
berfungsi di ginjal, timbul reaksi vasospasme ginjal sebagi suatu mekanisme
protektif, tetapi hal ini akhirnya akan mengakibatkan proteinuria dan hipertensi
yang khas untuk preeclampsia.
Hubungan sistem imun dnegan preeclampsia menunjukan bahwa faktor-faktor
imunologi memainkanperan penting dalam perkembangan preeclampsia ,
keberadaan protein asimg, plasenta, atau janin bisa mengakibatkan respon
imunologis lanjut.
Predisposisi gen dapat merupakan faktor imunologis lain ( Chesley, 1984)
menenmukan adanya frekuensi preeclampsia dan eklampsia pada anak dan cucu
wanita yang memiliki riwayat

Tekanan darah –Vasospasme



Perfusi plasenta menurun

Aktivitas sel endothelium
↓ ↓ ↓

vasokontriksi Kaskade aktivitas koagulasi redistribusi cairan intravaskuler

↓ Penurunan organ perfusi


Pathway preeclampsia

Penurunan perfusi plasenta

Produksi plasenta endotelin

( zat toksin pada sel endothelium )

Kerusakan sel endoteliun vasospasme

Koaagulasi intra perpindahan cairan peningkatan


Vascular dari ruang intravascular tromboksan
(penurunan volume plasma) pada prostasilin/
(peningkatan hematokrit) peningkatan sensitivitas
terhadap angiotensin II

agregasi trombisit mikroemboli hemolysis spasme edema spasme edema kerusakan lesi arteriol vasokon-
& deposisi kerusakan eritrosit arterior pulmunal korteks umum glomelular uteroplasenta triksi umu

Fibrin hati retina otak

Jumlah -ruptur hati -Hb ↓ - dipsne -nyeri -edema - -IUGR Hipertensi


trombosi pengliha kepala pada proteinuri
-↓glukosa - -abrupsio
t rendah tan wajah,t a
darah hiperbiliru kabur - plasenta
angan,a
binimea hiperefle -asma urat
-nyeri di bdome -
maternal - ksia &kreatinin
kuadran atas n, peningkata
skotoma
kanan -aktivitas -oliguria n
-fitting
kontraktilita
- serangan edema -
setelah s uterin
mual/munta peningkat
h 12 jam an retensi
tirah natrium
baring
E. Manisfestasi Klinis Pre-eklampsia
Menurut Bobak (2005) preeklampsia berat didiagnosis jika salah satu dari hal
berikut ditemukan :
1. TD sistolik > 160 mmHg atau diastolic >110 mmHg pada dua kali
pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu dalam posisi tirah
baring.
2. Proteinuria >5 g dalam urine 24 jam atau >+3 pada pemeriksaan difstik
setidaknya pada dua kali pemeriksaan acak menggunakan contoh urine yang
diperoleh dengan cara bersih dan berjarak setidaknya empat jam.
3. Oliguria <400 ml dalam 24 jam
4. Gangguan otak dan gangguan penglihatan
5. Nyeri ulu hati
6. Edema paru atau sianosis
7. Sindrom HELLP
F. Penatalaksanaan medis Pre-eklampsia
menurut Bobak (2005) penatalaksanaan preeklampsi pada ibu hamil dan
postpartum sebagai berikut :
1. Segera lakukan persalinan
2. Pemberian MgSO4
3. Tirah baring
4. Pemantauan ketat cairan intravena,asupan oral, dan urine penting untuk
mengurangi kelebihan cairan

Menurut manuaba ( 1998 ) penanganan preeklampsia dan berobat jalan dengan


memberikan :

1. Sedative ringan
 Phenobarbital 3 x 30 mgr
 Valium 3 x 10 mgr
2. Obat penunjang
 Vitamin B kompleks
 Vitamin C atau vitamin E
 Zat besi
3. Nasehat
 Garam dalam makanan dikurangi
 Lebih banyak istirahat baring kea rah punggung janin
 Segera datang memeriksa diri, bila terdapat gejala
5. Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat
G. Prosedur diagnostic
Yang dapat dilakukan untuk menetapkan diagnosis preeklamsia berat
adalah dengan melihat tanda tanda dari preeklamsia berat dan dialami oleh klien.
Jika tanda dan gejala yang dialami klien itu memenuhi syarat dari tanda dan
gejala preeklamsi maka diagnosis preeklampsi berat bisa ditegakkan dan juga
dapat dilihat dari usia klien dan riwayat kehamilan sebelumnya apakah klien
mengalami preeklmapsia juga atau tidak , dapat juga dilihat dari faktor keturunan,
dan preeklamspsia berat bisa dilihat mulai dari usia kehamilan lebih dari 20
minggu dan TD mencapai 160/110 , penglihatan kabur , dan terdapat protein pada
urine ( Bobak , 2005 )
H. Diet preeklampsia
Menurut sarwono (2007) diet pada ibu yang menderita preeklampsia berat
adalah :
1. Makanan diberikan dalam bentuk cair terdiri dari susu dan sari buah ( diebrikan
hanya 1-2 hari )
2. Makanan dalam bentuk daring atau lunak
3. Diet rendah garam
4. Makanan yang mengandung protein tinggi
5.
I. Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisasi
Ginjal yang sehat tidak membiarkan sejumlah besar protein masuk ke dalam
urine, jika protein terdeteksi dalam tes skrining dipstick urine maka klien akan
diminta untuk mengumpulakn urine selama 12 atau 24 jam
2. Tes skrining opsional
3. Pantai TTV
J. Komplikais Pre-eklampsia
Menurut mauaba (2007) komplikais preeklampsia adalah kematian materal
maupun perinatal yang disebabkan oleh :
3. Gemelli ( kehamilan ganda )
A. Definisi
kehamilan kembar ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih yang
ada di dalam kandungan selama proses kehamilan. Bahaya bagi ibu tidak terlalu
besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar memerlukan perhatian dan
pengawasan khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu janin
( wiknjosastro, 2007:286)
kehamilan ganda atau kembar adalah kehamilan dengan dua jenis atau
lebih ( movhtar Rustam ,2012 :259)
B. Etiologi kehamilan gemelli
Menurut mellyna (2007;64) kehamilan gemelli dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain :
a. Faktor faktor yang mempengaruhi adalah : bangsa, umur, dan paritas sering
mempengaruhi kehamilan 2 telur
b. Faktor obat-obatan induksi ovulasi profertil, domid dan hormone
gonadotropin dapat menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar lebih dari
dua
c. Faktor keturunan
d. Faktor lain yang belum diketahui
C. Patofisiologi
Menurut Manuaba (2007:464) kehamilan kembar dibagi menjadi dua.
Monozigot, kembar yang berasal dari satu telur. Dari seluruh jumlah kelahiran
kembar, sepertiganya adalah monozigot. Kembar dizigot berarti dua telur matang
dalam waktu bersamaan. Lalu dibuahi oleh sperma akibatnya kedua sel telur itu
mengalami pembuahan dalam waktu bersamaan. Sedangkan kembar monozigot
berarti satu telur yang dibuahi sperma, lalu membelah dua. Masa pembelahan
inilah yang akan berpengaruh pada kondisi bayi.
Masa pembelahan sel telur terbagi dalam empat waktu, yaitu 0-72 jam, 4-8
hari, 9-12 dan 13 hari atau lebih. Pada pembelahan pertama, akan terjadi
diamniotik atau Rahim punya dua plasenta. Sedangkan pada pembelahan kedua,
selaput ketuban tetap dua, tapi Rahim hanya punya satu plasenta, pada kondisi in,
bisa saja terjadi salah satu bayi mendapat banyak makanan, sementara bayi
satunya tidak. Akibatnya perkembangan bayi bisa terhambat. Pada pembelahan
ketiga selaput ketuban dan plasenta masing masing hanya sebuah , tapi bayi masih
membelah dengan baik.
Pada pembelahan keempat Rahim hanya punya satu plasenta dan satu
selaput ketuban, sehingga kemungkinan terjadinya kembar siam cukup besar,
pasalnya waktu pembelahannya terlalu lama, sehingga sel telur menjadi
berdempet. Jadi kembar siam biasanya terjadi pada monozigot yang
pembelahannya lebih dari 13 hari. Dari keempat pembelahan ini tidak bisa diatur
waktunya. Faktor yang mempengaruhi waktu pembelahan, dan kenapa bisa
membelah tidak sempurna sehingga mengakibatkan dempet, biasanya dikaitkan
dengan infeksi, kurang gizi, dan masalah lingkungan.
D. Jenis kehamilan gemelli
Kehamilan kembar dibagi menjadi 3 macam, menurut mochtar, Rustam
(2012:260-261) adalah sebagai berikut :
b. Gemelli zigotik : kembar dua telur, heterogen, biovuler dan praternal
c. Gemelli monozigotik : kembar satu telur , homogeny, uniovuler, identic dapat
terjadi karena :
1. Satu telur dengan 2 inti, hambatan pada tingkat blastula
2. Hambatan pada tingkat segmentasi
3. Hambatan setelah amnion dibentuk
E. Tanda dan Gejala kehamilan gemelli
Menurut Dutton,dkk (2012:156) tanda dan gejala pada kehamilan kembar adalah
sebagai berikut :
a. Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas
toleransinya dan seringkali terjadi partus prematurus. Usia kehamilan makin
pendek dan makin banyaknya janin pada kehamilan kembar.
b. Mual dan muntah berat karena HCG meningkat
c. Palpasi abdomen mendapatkan 3 atau lebih bagian tubuh yang besar
d. Auskultasi lebih dari satu denyut jantung yang terdengar jelas dan berbeda
lebih dari 10 denyut/menit. Kecurigaan meningkat jika keluarga memiliki
riwayat kehamila kembar.
e. Penggunaan stimulator ovulasi
f. Kebutuhan ibu akan zat zat makanan pada kehamilan kembar
g. Solusio plasenta dapat terjadi kemudian seperti sesak napas, sering kencing,
edema dan varises pada tungkai bawah dan vulva
F. Komplikasi kehamilan gemelli
Disbanding dengan kehamilan tunggal, kehamilan multiple lebih mungkin
terkait dengan banyak komplikasi kehamilan. Komplikasi yang sering terjadi pada
kehamilan kembar adalah poihidramnion, hipertensi yang diinduksi oleh
kehamilan ketuban pecah dini, presentasi janin abnormal. Komplikasi tersebut
dapat dicegah dengan perawatan antenatal yang baik ( Eisenberg,2004:168).
Mneurut Hartono,dkk (2006,852-897) beberapa komplikasi yan dapat
terjadi pada janin yang dilahirkan pada kehamilan kembar diantaranya ialah :
d. Prematuritas
e. Hyaline membrane disease
f. Asfiksia saat kelahiran
g. Infeksi streptococcus
h. Vanishing twin syndrome
i. Kelainan kongetal
j. Kembar siam
G. Penanganan kehamilan gemelli
Untuk kepentingan ibu dan janin perlu diadakan pencegahan terhadap PEB
pemeriksaan antenatal perlu dilakukan lebih sering.
Menurut verney (2004:661) pemeriksaan antenatal dapat dilakukan antara lain :
a. Periksa kehamilan tiap 2 minggu pada usia kehamilan 34-36 minggu
b. Pemeriksaan kehamilan setiap minggu pada usia kehamilan >36 minggu
c. Pertumbuhan janin dipantau dengan USG setiap 3-4 minggu
H. Pemeriksaan penunjang
1. USG
4. Tubektomi
A. Definisi
Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan sebagian saluran telur
wanita untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari
pasangan tersebut akan berhenti secara permanen. Waktu yang terbaik untuk
melakukan tubektomi adalah pasca persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam
sesudah melahirkan karena posisi tuba mudah dicapai oleh sub umbilicus dan
rendahnya resiko infeksi. Bisa masa 48 jam pasca persalinan telah terlampaui
maka pilihan untuk memilih tetap tubektomi, dilakukan setelah 6-8 minggu
persalinan atau pada masa interval ( saifuddin,2007)
Tubektomi ialah setiap tindakan pada kedua saluran telur yang
mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat
keturunan lagi. Kontrasepsi ini untuk jangka panjang dan sering disebut
tubektomi atau sterilisasi ( Handayani,2010)
B. Keuntungan dan kekurangan tubektomi
1. Keuntungan
Berdasarkan buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi, kelebihan dari
tubektomi antara lain :
a) Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan )
b) Tidak mempengaruhi proses menyusui
c) Tidak bergantung pada faktor senggama
d) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang
serius
e) Pembedahan sederhana, dilakukan dengan anestesi local
f) Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
g) Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual ( tidak ada efek pada produksi
hormone ovarium )
2. Kekurangan
Berdasarkan buku panduan prkatis pelayanan kontrasepsi, kekurangan dari
tubektomi adalah :
a) Metode ini merupakan metode ontrasepsi permanen yang tidak dapat
dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi
b) Akan mengalami rasa sakit dan ketidaknyamanan jangka pendek setelah
dilakukan pembedahan
c) Resiko komplikasi dapat meningkat jika dilakukan anestesi umum
d) Tidak dapat emlindungi seseorang dari infeksi menular seksual, termasuk
HIV/AIDS
C. Sasaran tubektomi
1. Yang dapat menjalani tubektomi
a. Usia >26 tahun
b. Memiliki keturunan >2
c. Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendak
d. Pada kehamilan akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius
e. Pasca persalinan
f. Pasca keguguran
2. Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi
a. Hamil
b. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
c. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut
d. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
e. Belum memberikan persetujuan tertulis
f. Laproskopi juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan penyakit
jantung dan paru yang berat
D. Kapan tubektomi dilakukan
Waktu yang dapat dilakukan tindakan pembedahan tubektomi menurut buku
panduan pelayanan kontrasepsi,2006 yaitu :
a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien
tidak hamil
b. Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
c. Pasca persalinan ( minilap : di wkatu 2 hri atau hingga 6 minggu atau 12
minggu , laparoskopi tidak cocok untuk pasien pascapersalinan )
d. Pasca keguguran
Triwulan pertama ( minilap atau laparoskopi )
Triwulan kedua ( minilap saja )
E. pelaksanaan pelayanan tubektomi
pelaksanaan pelayanan tubektomi dilakukan dengan tindakan operasi, yang mana
terdapat 2 teknik operasi yang dikenal dan sering digunakan dalam pelayanan
tubektomi, yaitu minilaparotomi dan laparoskopi. ( buku panduan kontrasepsi ,
2006 )
a. minilaparotomi
b. laparoskopi
c.
5. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawata pada ibu bersalin di bagi ke dalam empat kala. Asuhan
keperawatan meliputi pengkaijan, perencanaan, implementasi dan evaluasi
keperawatan ( menurung, 2011) berikut uraian :
2. PENGKAJIAN
Kala 1
- Keluhan
Anda kaji alasan klien datang ke rumah sakit. Alasannya dapat berupa keluar
darah bercampur lendir (bloody show), keluar air-air dari kemaluan (air ketuban)
nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut/ kontraksi ( mules ) nyeri makin
sering dan teratur.
- Pengkajian riwayat obsetrik
Kaji kembali HPHT , taksiran persalinan , usia kehamilan sekarang, kaji riwayat
kehamilan masa lalu, jenis persalinan lalu , penolongan persalinan lalu, kondisi
bayi saat lahir, kaji riwayat nipas lalu, masalah setelah melahirkan, pemberian
ASI dan kontrasepsi.
- Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital (TTV) meliputi tekanna darah,
nadi,suhu, respirasi, tinggi badan, dan BB
2) Kaji tanda-tanda inpartum seperti keluar darah campur lendir, sejak kapan
dirasakan kontraksi dengan intensitas dan frekuensi yang meningkat , waktu
keluarnya cairan dari kemaluan, jernih atau keruh warna dan jumlahnya.
3) Kaji TFU , leopold I,II,III dan IV
4) Kaji kontrksi uterus ibu. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui
derajat dilatasi ( pembukaan ) dan pendataran serviks , apakah selaput
ketuban masih utuh atau tidak, posisi bagian terendah janin.
5) Auskultasi DJJ
Kala II
1) Periksa TTV , tanda-tanda persalinan kala II dimulai sejak pukul, evaluasi
terhadap tanda-tanda persalinan kala II
2) Periksa kemajuan persalinan VT ( status portio, pembukaan serviks, status
selaput amnion, warna air ketuban, penurunan presentasi ke rongga panggul ,
kontraksi meliputi intensitas durasi, frekuensi, relaksasi )
3) DJJ, vesika urinasi (penuh/kosong)
4) Respon perilaku ( tingkat kecemasan , skala nyeri, kelelahan, keinginan
mnegedan, sikap ibu saat memasuki kala II , intensitas nyeri )
5) Nilai APGAR dinilai pada menit pertama kelahiran dan diulang pada menit
kelima

Kala III

1) Kaji TTV
2) Kaji waktu pengeluaran plasenta
3) Kondisi selaput amnion
4) Kotiledon lengkap atau tidak
5) Kaji kontraksi /HIS
6) Kaji perilaku terhadap nyeri
7) Skala nyeri
8) Tingkart kelelahan
9) Keinginan untuk bonding

Kala IV

Pengkajian kala IV dikaji selama 2 jam setelah plasenta lahir , pada satu jam
pertama ibu dimonitoring setiap 15 menit sekali, dan jam kedua ibu dimonitoring
setiap 30 menit.

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Kala I
Diagnose yang mungkin muncul :
a. Nyeri b.d peningkatan intensitas kontraksi, penurunan keplaa ke rongga
panggul, ditandai dengan ibu mengeluh nyeri, tampak meringis dan kesakitan,
frekuensi HIS terus meningkat
b. Difisit volume cairan b.d intake dan output , ditandai dengan balans yang tidak
seimbang antara intake dan output , berkeringat, mengeluh haus, pengeluaran
cairan, pervaginum

Kala II

Contoh diagnose yang mungkin muncul :

Nyeri b.d peningkatan intensitas kontraksi, mekanisme pengeluaran janin ,


ditandai dengna : ibu mnegeluh nyeri , tampak meringis dan kesakitan.

Kala III

Gangguan bonding attachment b.d kurangnya fasilitasi dari petugas kesehatan


selama kala III ditandai dengan : ibu menolak IMD , ibu lebih berfokus pada nyeri
yang dialami , kurangnya support dari petugas kesehatan dan keluarga.

Kala IV

Resiko tinggi infeksi post partum b.d luka

4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kala I
Tujuan Intervensi
Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri 1) Bantu dengna manajemen nyeri
selama periode persalinan kala I dengan non farmakologi seperti
kriteria hasil : penggunaan teknik relaksasi
-ibu tampak tenang diantara kontraksi 2) Reikan rasa nyaman selama di
-ekspresi wajah rileks kamar bersalin
-ibu mampu mengontrol nyeri 3) Fasilitasi klien dengan
pendamping selama di kamr
h. bersalin
4) Anjurkan klien untuk berkemih
tiap 1-2 jam
Klien menunjukan kebutuhan cairan dan 1) berikan cairan oral yang dapat
elektrolit terpenuhi, dengan kriteria hasil ditoleransi oleh klien untuk
: memenuhi hidrasi yang adekuat
-mukosa bibir tidak kering 2) pantau suhu tiap 2 jam,
-klien tidak haus observasi TTV ibu dan DJJ
-tidak ada mual muntah 3) berikan cairan parenteral sesuai
indikasi
kala II

Tujuan Intervensi
Ibu dapat beradaptasi dengan nyeri pada 1) berikan tindakan kenyamanan seperti
kala II dngan kriteria hasil : massage daerah punggung
-ibu dapat mengedan dengan benar 2) ajarkan klie untuk mengatur upaya
-ibu lebih tenang mengedan dengan spontan, selama
-ibu dapat beristirahat diantara kontraksi adanya kontraksi
3) bantu klien dalam memilih posisi
optimal
4) anjurkan klien untuk berkemih tiap 1-2
jam
Kala III

Tujuan Intervensi
Klien mneunjukan proses bonding 1) berikan informed consent terhadap
attachment dapat berlangsung dengan keluarga dan ibu tentang kesediaaan
baik, dengan kriteria hasil : penerapan IMD
-IMD minimal 1 jam 2) beri informed consent pada ibu yang
-ibu berespon terhadap bayi nya dapat menerapkan IMD
-adanya support dari keluarga dan 3) kaji kondisi fisik BBL
petugas kesehatan
Kala IV

Tujuan Intervensi
Klien dapat terhindar dari resiko 1) lakukan prinsip aseptis dan antiseptis
perperium dengan kriteria hasil : setiap melaksanakan intervensi
-lochea berubah sesuai waktunya keperawatan
-TFU mengalami involusi secara 2) anjurkan ibu untuk sering mengganti
progresif pembalut setiap basah
-cairan pervaginum tidak berbau 3) berikan nutrisi tinggi kalori tinggi
-suhu anatara 36-37 protein
4) evaluasi / ukur TFU

4. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan mengacu pada tujuan yang diharapkan dari setiap tindakan yang
diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Bobak ,Irene M.2004. keperawatan Maternitas edisi 4 .Jakarta :EGC

Doengoes. M. E,Et. Editor Monica, E. (2010) Nursing care plans Guidelines for planning and
Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa :Kariasa IM. Jakarta :EGC

Lowdermilk,Leonard D. dkk (2013) Buku Keperawatan Maternitas Edisi 8. Singapure : Pte.Ltd

Manuaba, Ida Bagus. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk pendidikan bidan . Jakarta :EGC

Dutton, Densmore, Tuner. 2011 rujukan cepat kebidanan. Jakarta :EGC

Dinas kesehatan. 2009. angka kematian ibu (AKI). Jakarta : Depkes RI

Depkes RI. 2010. Gangguan kehamilan. Jakarta : Depkes RI

Rustam Mochtar. 2011.sinopsis obsetri fisiologi / patologi. Diterjemahkan oleh Sofian, Amru
Jakarta :EGC

Wiknjosastro Bambang,2008. Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Prawiharjo, Sarwono.(2010). Ilmu kebidanan. Jakarta :PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai