Anda di halaman 1dari 4

APA ARTI 50 HZ ITU SEBENARNYA???

frekuensi tidak mutlak didefinisikan sebagai jumlah getaran per detik saja, tetapi bisa juga
sebagai:
- jumlah putaran per detik (cycle per second, cps), definisi ini justru sebagai definisi dasar
untuk frekuensi.
- radian per second (rad/s) utk mendefinisikan frekuensi angular atau kecepatan sudut
- Beat per minute (BPM) utk frekuensi detak jantung atau tempo musik
- revolution per minute (RPM) untuk mendefinisikan frekuensi putaran atau rotasi.

frekuensi 50 Hz dalam sistem tenaga listrik, sebagai contoh pada generator dengan kecepatan
putar 3000 rpm atau 3000/60=50 cps (dengan 2 kutub magnet), berarti untuk menghasilkan
frekuensi 50 Hz, rotor generator akan berputar sebanyak 50 kali putaran dalam 1 detik.

Frekwensi sebenarnya adalah karakteristik dari tegangan yg dihasilkan oleh generator. jadi
kalau dikatakan frekwensi 50 hz, maksudnya tegangan yg dihasilkan suatu generator
berubah-ubah nilainya terhadap waktu, nilainya berubah secara berulang-ulang sebanyak 50
cycle setiap detiknya. jadi tegangan dari nilai nol ke nilai maksimum (+) kemudian nol lagi
dan kemudian ke nilai maksimum tetapi arahnya berbalik (-) dan kemudian nol lagi dst (kalau
digambarkan secara grafik akan membentuk gelombang sinusoidal) dan ini terjadi dalam
waktu yg cepat sekali, 50 cycle dalam satu detik. Jadi kalau kita perhatikan beban listrik
seperti lampu, sebenarnya sudah berulang kali tegangan nya hilang (alias nol) tapi karena
terjadi dalam waktu yg sangat cepat maka lampu tsb tetap hidup. Jadi kalau kita amati
fenomena ini dan mencoba bereksperimen, coba kita buat seandainya kalau frekwensinya
rendah, kita ambil
yg conservative misalnya 1 hz, apa yg terjadi maka setiap satu detik tegangan akan hilang dan
barulah kelihatan lampu akan hidup mati secara berulang2 seperti lampu flip flop.

Dari analisa diatas kita bisa tarik kesimpulan bahwa untuk kestabilan beban listrik
dibutuhkan frekwensi yg tinggi supaya tegangan menjadi benar2 halus
(tidak terasa hidup matinya). Nah sekarang timbul pertanyaan kenapa 50 hz atau 60 hz
kenapa gak dibuat saja yg tinggi sekalian 100 hz atau 1000 hz biar benar2 halus. untuk
memahami ini terpaksa kita harus menelusuri analisa sampai ke generatornya.
tegangan yg berfrekwensi ini yg biasa disebut juga tegangan bolak-balik (alternating
current) atau VAC, frekwensinya sebanding dengan putaran generator.
Secara formula N = 120f/P
N = putaran (rpm)
f = frekwensi (hz)
P = jumlah kutub generator, umumnya P = 4

dengan menggunakan rumus diatas, untuk menghasilkan frekwensi 50 hz maka


generator harus diputar dengan putaran N = 1500 rpm, dan untuk menghasilkan
frekwensi 60 hz maka generator perlu diputar dengan putaran 1800 rpm, jadi semakin
kencang kita putar generatornya semakin besarlah frekwensinya. Nah setelah itu apa
masalahnya? kenapa gak kita putar saja generatornya dengan putaran super kencang
biar menghasilkan frekwensi yg besar sehingga tegangan benar2 halus.

Kalau kita ingin memutar generator maka kita membutuhkan turbine, semakin tinggi
putaran yg kita inginkan maka semakin besarlah daya turbin yg dibutuhkan, dan
selanjutnya semakin besarlah energi yg dibutuhkan untuk memutar turbin. kalau
sumber energinya uap maka makin banyaklah uap yg dibutuhkan, dan makin besar
jumlah bahan bakar yg dibutuhkan, dst dst. para produsen generator maupun turbine
tentunya mempunyai batasan dan tentunya setelah para produsen bereksperimen
puluhan tahun dengan mempertimbangkan segala sudut teknis maka dibuatlah
standard yg 50 hz dan 60 hz itu, yg tentunya dinilai cukup effective untuk kestabilan
beban dan effisien dari sisi teknis maupun ekonomis. Eropah menggunakan 50 hz dan
Amerika menggunakan 60 hz. Setelah adanya standarisasi maka semua peralatan
listrik di design mengikuti ketentuan ini. Jadi logikanya kalau 50 hz atau 60 hz saja
sudah mampu membuat lampu tidak kelihatan kedap kedip untuk apalagi dibuat
frekwensi lebih tinggi yg akan memerlukan turbine super kencang dan sumber energi
lebih banyak sehingga tidak efisien.

baik tegangan maupun frekwensi dari generator bisa berubah2 besarnya berdasarkan range
dari beban nol ke beban penuh. sering kita temui spesifikasi menyebutkan tegangan plus
minus 10% dan frekwensi plus minus 5%. Ini artinya sistim supplai listrik/generator harus di
design pada saat beban penuh tegangan tidak turun melebihi 10% dan pada saat beban nol
tegangan tidak naik melebihi 10%. Begitu juga dengan frekwensi. kembali ke pertanyaan
teman2 sebagaimana email yg saya baca, yaitu mengenai beban2 IT yg shutdown karena
berubahnya frekwensi, dan apa efek airconditioner, HVAC terhadap frekwensi supply,
sampai ada yg menyebutkan beda frekwensi antara 50 sampai 60 hz efeknya menggunung
he..he..
beban IT seperti server dan komputer biasanya disupply dari UPS, dan didalam UPS ada
perangkat elektronik yg namanya inverter yg dibatasi frekwensinya plus minus 2.5%. Apabila
terjadi perubahan frekwensi dikarenakan kwalitas supply yg jelek melewati plus minus 2.5%
maka perangkat elektronik lainnya yg namanya static switch akan berpindah ke posisi by-
pass (kalau UPS dilengkapi fasilitas bypass). Pada posisi bypass beban akan disupply melalui
supply normal, itulah sebabnya begitu normal supply putus (listrik mati) maka beban2 IT tsb
langsung mati karena disupply tidak melalui batere yg ada di UPS tetapi disupply bypass.
Kalau tingkat perubahan frekwensi seperti ini sudah sangat sering maka harus ada power
quality improvement dari pihak perusahaan listrik (saya tidak membahas lebih lanjut karena
bisa panjang bahasannya mengenai power quality). Selanjutnya mengenai beban berputar
seperti motor/HVAC atau AirCond. Apakah ada efeknya menggunakan frekwensi supply yg
berbeda dari standard frekwensi yg tertera di AirCond. Misalkan motor di design untuk
frekwensi 50 hz dan digunakan pada tegangan supply dengan frekwensi 60 hz.

Mari kita lihat formula ini: XL = 2.π.f.L


XL = Reaktansi Induktif (ohm)
f = frekwensi (hz)
L = induktansi (henry)

Dari rumus tersebut terlihat nilai reaktansinya naik kalau frekwensinya lebih besar.
Contoh kasus: sebuah Aircond 500 watt, 220 volt, 50 hz, pf: 0.8 (pf = power factor atau cosø)
XL= 2.π.50.L = 100πL (ohm) apabila frekwensi supply 50 hz
XL=2.π.60.L = 120πL (ohm) apabila frekwensi supply 60 hz

Total daya yg diserap oleh beban AC bisa di analisa dengan formula segitiga daya:
Total daya (VA) = P + jQ atau VA = Sqrt(P2 + Q2)
P = Daya aktif = 500 watt
Q = daya reaktif (dalam Var) yg besarnya tergantung reaktansi XL

Dari formula diatas dan segitiga daya (saya tdk bisa gambarkan segitiga dayanya disini tapi
bagi discipline electrical bisa membayangkannya) dapat dilihat
semakin besar reaktansi XL maka semakin besar total daya nyata yg diserap. Semakin besar
XL semakin jelek factor daya nya (normal factor daya 0.8 sampai 0.95), makin mendekati
factor daya 1 makin bagus. Jadi bisa kita lihat bahwa perubahan frekwensi ada pengaruhnya
juga dengan perubahan factor daya yg berpengaruh terhadap daya tahan dari beban
listrik..Kalau dikatakan efeknya menggunung antara 50 hz dan 60 hz sebagaimana dikatakan
rekan kita sebenarnya tidaklah demikian, karena beban listrik mempunyai daya tahan
terhadap waktu. Misalnya apabila AC di design oleh manufacture dengan frekwensi 50 hz
maka pemilihan kumparan baik resistansi dan reaktansinya di test dengan daya tahan tsb
misalnya bisa berfungsi dengan baik sampai 5 tahun. Dan bila disupply dengan frekwensi 60
hz misalnya bisa berfungsi dengan baik sampai 4 tahun (ini cuma umpama). Kumparan atau
konduktor yg memiliki ketahanan arus (ampacity = 20 ampere), apabila di aliri operating
current 5 ampere tentulah beda ketahanannya apabila kumparan atau konduktor tsb dialiri
operating current 10 ampere, semakin besar arus semakin besar dissipasi panas yg dihasilkan
di kumparan/konduktor sehingga isolasi konduktor melumer terhadap waktu. Jadi untuk
mengatasi ini pihak manufacturer cukup memilih material kumparan/konduktor yg meiliki
ampacity yg cukup untuk mengatasi penurunan (aging) sehingga bisa bertahan sampai umur
life-time yg memuaskan (dalam hal ini pihak manufacturer bisa mengatakan bahwa
produknya bisa 50 hz maupun 60 hz karena memang materialnya sudah dipilih sedemikian
rupa).

Jadi kesimpulannya perbedaan frekwensi supply 50 hz dan 60 hz untuk umumnya beban2


listrik bisa dikatakan tidak begitu significant efeknya untuk beban2
tertentu seperti AC, Laptop, dll, kalaupun dilihat dari ketahanan (lifetime) karena pihak
manufacturer sudah memperhitungkn itu, untuk memastikan produknya bisa dipakai 50 hz/60
hz. Tapi untuk industry seperti oil & gas, disarankan memberlakukan spec yg ketat, misalnya
kalau sistim supply nya 60 hz jangan lah kita beli motor yg didesign 50 hz, karena di industry
kita ingin semua sistim bekerja perfect dan akurat sehingga menjamin tingkat reabilitas
100%. (Stop sampai disini karena kalau dibahas terus bisa panjang analisanya/reliability
analysis, perlu research and development dan experiment he..he..). Demikian analisa saya
mengenai fenomena frekwensi, saran dan kritik sangat diharapkan apabila ada analisa atau
pandangan teman2 lainnya yg lebih baik untuk improve pengetahuan dibidang sistim
kelistrikan.

Anda mungkin juga menyukai