Anda di halaman 1dari 5

SINDROM KORONER AKUT

SIFRA SINTIA N

Maret,2020

Abstrak :

Sindrom Koroner Akut merupakan satu sindrom yang terdiri atas beberapa
penyakit koroner, SKA adalah suatu kondisi dimana terjadi penyempitan pada
pembuluh darah jantung, kondisi ini biasanya disebabkan oleh kebiasaan pola
hidup tidak sehat, merokok, tidak berolahraga, dan mengkonsumsi makanan
kolestrol. Tanda dan gejala yang biasa dirasakan adalah nyeri dada seperti ditekan,
diremas-remas, rasa terbakar dengan sesak nafas, dan berkeringat dingin dan
secara spesifik disertai dengan rasa kembung pada ulu hati. Tentu pencegahan
dapat dilakukan dengan mengurangi makanan atau aktivitas yang bisa
menyebabkan SKA terjadi.

Naskah :

A. Pengertian
Sindrom Koroner Akut merupakan suatu fase akut dari Angina Pektoris
tidak stabil (APTS) yang disertai dengan adanya infark miokard akut.
Istilah SKA saat ini sering digambarkan sebagai kegawatan pada
pembuluh darah koroner (Aspiani, 2014, p. 93). Sindrom Koroner akut
juga dapat diartikan sebagai sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh
adanya gangguan aliran darah pembuluh darah koroner jantung secara akut
(Tapan, 2005, p. 39). Menurut sheehy (Sheehy, 2013, p. 176), Sindrom
Koroner Akut merupakan suatu penyakit yang mengacu pada presentasi
klinis iskemia miokard akut.
B. Etiologi
Penyebab dari SKA sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan
pembuluh darah Jantung (Vasokontriksi). Penyempitan ini bisa disebabkan
oleh beberapa hal yaitu:
1. Adanya timbunan lemak (Arterosklerosis) dalam pembuluh darah
akibat konsumsi kolestrol tinggi.
2. Sumbatan oleh sel beku darah (Trombus).
3. Penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terjadi terus-
menerus.
4. Adanya Infeksi pada pembuluh darah.
C. Tanda dan Gejala
1. Nyeri dada dan rasa tidak nyaman yang tidak dapat hilang
walaupun sudah istirahat.
2. Ketidaknyamanan pada daerah substernal.
3. Biasanya timbul sesak napas,keringat dingin, muntah, pusing,
sinkop, lemah, dan jantung berdebar.
4. Takikardi akan muncul sebagai akibat dari stimulasi simpatis.
D. Patofisiologi
Sindrom Koroner Akut dengan kategori elevasi segmen ST atau Stemi,
biasanya akan terjadi apabila aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba
setelah terjadinya oklusi trombus pada plak arterosklerotik yang memang
sudah ada sebelumnya. Stemi akan terjadi apabila trombus di arteri
koroner berkembang dengan cepat pada lokasi injury vaskuler, dimana
biasanya faktor pencetus dari injury ini adalah hipertensi, merokok, dan
akumulasi lipid (Satoto, 2014, p. 217). Fase yang dinamakan trombosis
akut ini ,terjadi proses inflamasi atau proses infeksi yang melibatkan
aktivasi makrofag dan limfosit sel T, Proteinase, dan sitokin, menyokong
terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. hal itulah yang
mencetuskan adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP yang
merupakan pertanda inflamasi pada kejadian koroner akut dan mempunyai
nilai prognostik, pada 15% pasien SKA didapati CRP mengalami
kenaikan. Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang bisa
memproduksi berbagai zat vasokontriktor dan dan vasodilator lokal. Jika
mengalami arterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (Aspiani,
2014, p. 95).
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokontriksi arteri koronerakibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada saat
terjadinya disfungsi endotel ringan faktor konstrikstor lebih dominan
daripada faktor relaksator. kemudian Nitrit oksid secara langsung akan
memperlambat atau menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi
asedi leukosit menuju endotel, serta agregasi platelet dan sebagai
proatherogenic. adapun yang menyebabkan mulai terjadinya SKA
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu aktivitas/ latihan fisik yang
berlebihan, stress, emosi,udara dingin, terkejut. Keadaan seperti diatas
tersebut secara langsung bisa berhubungan dengan peningkatan aktivitas
simpatis dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah ,
kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga meningkat.
E. Penatalaksanaan dan Farmakologi (Sheehy, 2013, p. 178; Aspiani, 2014,
p. 98).
1. Aspirin non-enteric coated, 162-325 mg; pasien diminta untuk
mengunyah dan menelan aspirin jika memungkinkan.
2. Tablet nitrogliserin sublingual, jika tekanan darah sistolik lebih
dari 90mmHg, dan denyut jantung lebih dari 50x/menit.
3. Obat-obat untuk mengurangi agregasi platelet merupakan terapi
modalitas yang penting : aspirin, dan clopidogrel atau prasugrel.
4. Oksigenasi untuk menjaga saturasi oksigen diatas 92%.
5. Pertahankan akses intravena.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan : (Sheehy, 2013, p. 177).
1. EKG 12 Lead
Non Stemi: ST depresi
Stemi: ST segmen elevasi 1-mm lebih dari dua atau lebih lead yang
berdekatan.
2. Cardiac Biomarkers, yaitu troponin I meningkat dari 3 sampai 12
jam setelah infark, dan levelnya mencapai puncak yaitu 10-24 jam.
Dan kreatinin kinase meningkat 4-12 jam pasca infark.
3. Rontgen dada guna mendeteksi kongesti pulmonal.
4. Dan pemeriksaan darah lengkap, koagulasi, dan kimia darah.
G. Pencegahan Primer, dan Sekunder
Pencegahan primer merupakan pencegahan yang diberikan agar
seseorang tidak terkena penyakit tersebut atau sebelum terjangkit penyakit
tersebut. pencegahan primer dapat dilakukan dengan : (Widodo, 2012, p.
28)
1. Kebiasaan pola hidup sehat, dengan tidak megkonsumsi makanan
yang instan terlalu sering yaitu makanan yang sedikit mengadung
serat namun banyak kolestrol seperti McD, KFC, Pizza Hut. Serta
menganjurkan untuk tidak merokok, dan bagi yang memang
perokok aktif dianjurkan untuk mengurangi sedikit demi sedikit.
Bisa juga dengan melakukan olahraga setidaknya 3 kali dalam
seminggu.
2. Pemeriksaan Kesehatan secara Rutin, pemeriksaan kesehatan
dilakukan bisa dirumah sakit ataupun di puskesmas, upayakan
untuk tetap mengontrol tekanan darah,dan kolestrol.

Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan untuk


mengurangi resiko terjadinya komplikasi dari penyakit Sindrom Koroner
Akut, bisa dilakukan dengan menghindari faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit tersebut mengalami komplikasi seperti
menghindari makanan yang mengandung kolestrol tinggi.
Daftar Pustaka

Aspiani, R. Y. (2014) Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler.


Jakarta: EGC.

Satoto, H. H. (2014) ‘Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner’, JAI (Jurnal


Anestesiologi Indonesia), 6(3), pp. 209–224. doi: 10.14710/JAI.V6I3.9127.

Sheehy (2013) Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. Singapore: Elsevier.

Tapan, E. (2005) Penyakit Degeneratif. Jakarta: PT.Gramedia.

Widodo, A. (2012) ‘Upaya perawat dalam melakukan Promosi Kesehatan untuk


pencegahan penyakit jantung’, 66, pp. 37–39.

Anda mungkin juga menyukai