A. DEFINISI
1. Pengertian HIV
2. Pengertian AIDS
B. Anatomi Fisiologi
1. Sistem Imun
Sistem imun adalah sistem yang membentuk kemampuan tubuh untuk
melawan bibit penyakit dengan menolak berbagai benda asing yang masuk
ke tubuh agar terhindar dari penyakit (Irianto, 2012). Menurut Fox (2008),
sistem imun mencakupi semua struktur dan proses yang menyediakan
pertahanan tubuh untuk melawan bibit penyakit dan dapat di kelompokkan
menjadi dua kategori yaitu; sistem imun bawaan (innate) yang bersifat
non-spesifik dan sistem imun adaptif yang bersifat spesifik. Daya tahan
tubuh non-spesifik yaitu daya tahan terhadap berbagai bibit penyakit yang
tidak selektif, artinya tubuh seseorang harus mengenal dahulu jenis bibit
penyakitnya dan tidak harus memilihnya satu bibit penyakit tertentu saja
untuk dihancurkannya. Adapun daya tahan tubuh spesifik yaitu daya tahan
tubuh yang khusus untuk jenis bibit penyakit tertentu saja. Hal ini
mencakup pengenalan dahulu terhadap bibit penyakit, kemudian
memproduksi antibodi atau T-limfosit khusus yang hanya akan bereaksi
terhadap bibit penyakit tersebut (Irianto, 2012). Daya tahan tubuh non-
spesifik mencakup rintangan mekanis (kulit), rintangan kimiawi (lisozim
dan asam lambung), sistem komplemen (opsinon, histamin, kemotoksin,
dan kinin), interferon, fagositosis, demam, dan radang. Sedangkan daya
tahan tubuh spesifik atau imunitas dibagi menjadi imunitas humoral yang
menyangkut reaksi antigen dan antibodi yang komplementer di dalam
tubuh dan imunitas seluler yang menyangkut reaksi sejenis sel (T-limfosit)
dengan antigen di dalam tubuh (Irianto, 2012).
Menurut Irianto (2012), secara umum sistem imun memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. pembentuk kekebalan tubuh.
b. Penolak dan penghancur segala bentuk benda asing yang masuk ke
dalam tubuh.
c. Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan patogen yang
membahayakan.
d. Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.
C. Epidemiologi
Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan dari Bali pada bulan
April tahun 1987. Penderitanya adalah seorang wisatawan Belanda yang
meninggal di RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya.
Sampai dengan akhir tahun 1990, peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi
dua kali lipat (Muninjaya, 1998).
Sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam
akibat penggunaaan narkotika suntik. Fakta yang mengkhawatirkan adalah
pengguna narkotika ini sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda
yang merupakan kelompok usia produktif. Pada akhir Maret 2005 tercatat
6789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan (Djauzi dan Djoerban, 2007).
Sampai akhir Desember 2008, jumlah kasus sudah mencapai
16.110 kasus AIDS dan 6.554 kasus HIV. Sedangkan jumlah kematian
akibat AIDS yang tercatat sudah mencapai 3.362 orang. Dari seluruh
penderita AIDS tersebut, 12.061 penderita adalah laki-laki dengan
penyebaran tertinggi melalui hubungan seks (Depkes RI, 2008).
Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit
CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4.
Virus ini mempunyai kemampuan untuk mentransfer informasi genetik
mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse
transcriptase. Limfosit CD4 berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi
imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan
respon imun yang progresif (Borucki, 1997).
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan
viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa
ini, virus tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada
tahap ini telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap
HIV terjadi 1 minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma
menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat namun tidak mampu
menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini bisa berlangsung
selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus yang meningkat.
Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap
harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus
hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit TCD4 yang terinfeksi memiliki waktu
paruh 1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan
reverse transcriptase HIV yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap
nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis harian (Brooks,
2005).
E. Gejala Klinis
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research
(MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase:
a) Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-
tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti
demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan
kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi,
penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
b) Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun
atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan
penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai
memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah
bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan
menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
c) Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi
tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
Panduan Pelaksanaan
Gunakan tes cepat HIV (rapid test) sebagai sarana penegakan
diagnosis
Pemeriksaan dilakukan secara serial dengan menggunakan 3 jenis
reagen yang berbeda sesuai dengan pedoman nasional
Penyimpanan reagen HIV dilakukan sesuai dengan instruksi yang
tertera dilembar informasi dan digunakan sebelum tanggal
kedaluwarsa
Bila tidak tersedia petugas laboratorium maka tes HIVdapat
dilakukan oleh petugas kesehatan lain seperti petugas medis atau
paramedis yang terlatih.
Interpretasi hasil tes dan keputusan tindak lanjut dilakukan oleh
dokter yang meminta pemeriksaan tes
Hasil Negatif :
Hasil indeterminate
G. Komplikasi
Infeksi oportunistik (IO)
IO mempunyai bentuk seperti penyakit infeksi yang diderita oleh
penderita yang tidak terinfeksi HIV, sehingga seringkali petugas kesehatan
tidak memikirkan bahwa pasien di depannya mungkin terinfeksi HIV.
Banyak pasien yang datang dengan tanda dan gejala menjurus ke AIDS
tidak mengetahui status HIV mereka. Oleh karena itu petugas kesehatan
harus menawarkan tes HIV. Timbulnya IO berkaitan dengan status imun
pasien, semakin rendah CD4 seseorang semakin besar kemungkinan
seseorang mendapat IO.
Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
penunjang lainnya perlu dilakukan untuk mencari IO Tatalaksana IO perlu
dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan Pemberian ARV pada
waktu yang tepat sesuai dengan Pedoman Nasional Tatalaksana Infeksi
HIV dan Terapi Antiretroviral akan menghindari pasien masuk dalam
stadium klinis lebih lanjut. Penanganan IO pada stadium klinis lanjut lebih
sulit dan membutuhkan rawat inap yang membutuhkan biaya mahal. IO
yang tersering dijumpai di Indonesia adalah: TB, kandidiasis oral, diare,
Pneumocystis Pneumonia (PCP), Pruritic Papular Eruption (PPE)
H. WOC
I. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
d) Identitas klien
HIV/AIDS bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan diseluruh
dunia. Namun ada beberapa perbedaan penting, hasil dari beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan jumlah CD4 yang sama,
perempuan dengan HIV positif mempunyai jumlah virus yang lebih
rendah daripada laki-laki dengan HIV positif, jumlah virus bisa
menghilang dengan berlalunya waktu. Hasil penelitian juga menyatakan
bahwa perempuan dengan HIV positif bisa meninggal lebih cepat
daripada laki-laki .
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering terjadi seperti demam dan penurunan
berat >10% tanpa sebab disertai dengan diare
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien merasakan sariawan yang tak kunjung sembuh, diare kronik
selama 1 bulan terus-menerus, demam berkepanjangan. Umumnya
infeksi HIV/AIDS ditularkan kepada bayi ketika dalam kandungan
atau masa menyusui.
c. Riwayat kesehatan dulu
Pada pasien HIV/AIDS sering dijumpai riwayat yang bergonta-
ganti pasangan maupun menggunakan jarum suntik, transfusi darah
yang mengandung HIV.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya pasien dengan infeksi HIV/AIDS akan menunjukkan
keadaan yang kurang baik karena mengalami penurunan BB (>10%)
tanpa sebab, diare kronik tanpa sebab sampai >1 bulan, demam
menetap.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal atau sedikit menurun.
Denyut perifer kuat dan cepat.
c. Body sistem
Sistem neurologi
Sistem penglihatan
Inspeksi : mata anemia, gangguan refleks pupil, vertigo
Sistem pendengaran
Inspeksi : kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang
berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus
dan reaksi-reaksi otot
Sistem pengecapan
Inspeksi : lesi pada rongga mulut, adanya selaput
putih/perubahan warna mucosa mulut
Sistem integumen
Inspeksi : munculnya bercak-bercak gatal diseluruh tubuh yang
mengarahkan kepada penularan HIV/AIDS menuju jarum
suntik , turgor kulit jelek.
Sistem endokrin
Inspeksi : terdapat pembengkakan pada kelenjar getah bening
Palpasi : teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Sistem pulmoner
Inspeksi : batuk menetap lebih dari 1 bulan, bentuk dada barrel
chest.
Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : sianosis, hipotensi, edema perifer
Palpasi : Takikardi
Sistem gastrointestinal
Inspeksi : diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, berat
badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
Sistem urologi
Pada kondisi berat didapatkan penurunan urine output respons
dari penurunan curah jantung
Sistem muskulokeletal
Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik,
dan di dapatkan nyeri otot ekstremitas.
Sistem imunitas
Inspeksi : pasien dengan HIV/AIDS cenderung mengalami
penurunan imun akibat rusaknya CD4.
Sistem perkemihan
Inspeksi : tidak mengalami perubahan pada produsi urine
Palapasi : nyeri tekan abdominal
Sistem reproduksi
Inspeksi : pada ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika
dalam kandungan atau saat melahirkan atau melalui air susu ibu
(ASI)
5. Fungsional Gordon
a. Pola persepsi
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
b. Pola nutrisi metabolik
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,
Keluarga mengatakan saat masuk RS pasien hanya mampu
menghabiskan ⅓ porsi makanan, Saat pengkajian keluarga
mengatakan pasien sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan
intravena.
c. Pola eliminasi
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma dan sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi Pola aktivitas dan
latihan.
d. Pola aktifitas dan latihan
Pasien merasa terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik,
tetapi pasien mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif, pasien tidak bias tidur nyenyak, pikiran kacau
dan terus gelisah.
f. Kognitif persepsi
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
h. Peran hubungan
i. Seksualitas
Virus HIV bias berpindah melaui perilaku seksual menyipang seperti
lesbian, biseksual, gay, transgender. Bergonta ganti pasangan dan
seks bebas juga merupakan salah satu cara penularan HIV
j. Koping toleransi
Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya
k. Nilai keprercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
Diagnosa Keperawatan
DS:
Pasien mengatakan Kram/nyeri
abdomen
Pasien mengatakan Nafsu makan
menurun
3 Kekurangan Volume Cairan a) Keseimbangan cairan 1) Manajemen Cairan
berhubungan dengan Kehilangan Defenisi : keseimbangan cairan di intraselluler Aktivitas :
Volume Cairan Secara Aktif dan ekstraselluler di dalam tubuh Mempertahankan keakuratan catatan
Definisi : penurunan cairan Indikator : intake dan output
Intravaskuler, Interstisial, dan atau Tekanan darah dalam batas normal Memonitor status hidrasi (kelembaban
Intrasel. Diagnosis ini mengacu pada Keseimbangan intake dan output selama 24 membran mukosa, nadi, tekanan darah
dehidrasi yang merupakan kehilangan jam ortostatik ), jika diperlukan
cairan saja tanpa perubahan dalam Turgor kulit baik Memonitor vital sign
natrium. Membran mukosa lembab Memonitor hasil labor yang sesuai dengan
Batasan Karakteristik : Hematokrit dalam batas normal retensi cairan (BUN, Ht, osmolalitas urin)
Perubahan status mental Memonitor masukan makanan/ cairan dan
Penurunan tekanan darah b) Hidrasi hitung intake kalori harian
Penurunan volume/ tekanan nadi Definisi : kecukupan cairan di intraselluler dan Berkolaborasi untuk pemberian cairan IV
Penurunan turgor kulit/ lidah ekstraselluler di dalam tubuh 2) Monitor Cairan
Pengisian vena menurun Indikator : Aktivitas :
Membran mukosa/ kulit kering Turgor kulit baik Menentukan faktor resiko dari
Peningkatan hematokrit meninggi Membran mukosa lembab ketidakseimbangan cairan (polyuria,
Peningkatan denyut nadi Intake cairan dalam batas normal muntah, hipertermi)
Konsentrasi urine meningkat Pengeluaran Urin dalam batas normal Memonitor intake dan output
Kehilangan berat badan seketika Memonitor serum dan jumlah elektrolit
Kehausan dalam urin
Kelemahan Memonitor serum albumin dan jumlah
protein total
Memonitor serum dan osmolaritas urin
Mempertahankan keakuratan catatan
intake dan output
Memonitor warna, jumlah dan berat jenis
urin.
3) Terapi Intravena
Aktivitas :
Periksa tipe, jumlah, expire date, karakter
dari cairan dan kerusakan botol
Tentukan dan persiapkan pompa infuse IV
Hubungkan botol dengan selang yang
tepat
Atur cairan IV sesuai suhu ruangan
Kenali apakah pasien sedang penjalani
pengobatan lain yang bertentangan dengan
pengobatan ini
Atur pemberian IV, sesuai resep, dan
pantau hasilnya
Pantau jumlah tetes IV dan tempat infus
intravena
Pantau terjadinya kelebihan cairan dan
reaksi yang timbul
Pantau kepatenan IV sebelum pemberian
medikasi intravena
Ganti kanula IV, apparatus, dan infusate
setiap 48 jam, tergantung pada protocol
Perhatikan adanya kemacetan aliran
Periksa IV secara teratur
Pantau tanda-tanda vital
Batas kalium intravena adalah 20 meq per
jam atau 200 meq per 24 jam
Catat intake dan output
Pantau tanda dan gejala yang berhubungan
dengan infusion phlebitis dan infeksi lokal
DAFTAR PUSTAKA
Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
profesional. Jakarta: Media Pustaka.
Desmon. (2015). Epidemiologi HIV/AIDS. Bogor: IN MEDIA- Anggota IKAPI.
Gallant, J. (2010). HIV dan AIDS. Jakarta: PT indeks.
Katiandagho, D. (2015). Epidemiologi HIV/AIDS. BOGOR: IN MEDIA-Anggota IKAPI.
Kunoli, F. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit tropis . Jakarta: CV.TRANS MEDIA.
Muttaqin. (2011). Gangguan Gastrointestinal:Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperwatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Nanda NIC- NOC Jilid
1. jogjakarta: Mediafiction Jogja.
PPNI, T. p. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak . Jakarta Timur : Trans Info Media .
Wilkinson, & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi-9. Jakarta:
EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh ;
Dinda Jeanita
1931413008
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019