Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIV / AIDS

A. DEFINISI
1. Pengertian HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang


sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel
darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai
CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau
limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh
manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar
antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan
semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007c).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.


Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim
reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan
masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara
kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas
di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

2. Pengertian AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang


berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006). HIV adalah jenis
parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup.
Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi
tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai
infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang
dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).

B. Anatomi Fisiologi
1. Sistem Imun
Sistem imun adalah sistem yang membentuk kemampuan tubuh untuk
melawan bibit penyakit dengan menolak berbagai benda asing yang masuk
ke tubuh agar terhindar dari penyakit (Irianto, 2012). Menurut Fox (2008),
sistem imun mencakupi semua struktur dan proses yang menyediakan
pertahanan tubuh untuk melawan bibit penyakit dan dapat di kelompokkan
menjadi dua kategori yaitu; sistem imun bawaan (innate) yang bersifat
non-spesifik dan sistem imun adaptif yang bersifat spesifik. Daya tahan
tubuh non-spesifik yaitu daya tahan terhadap berbagai bibit penyakit yang
tidak selektif, artinya tubuh seseorang harus mengenal dahulu jenis bibit
penyakitnya dan tidak harus memilihnya satu bibit penyakit tertentu saja
untuk dihancurkannya. Adapun daya tahan tubuh spesifik yaitu daya tahan
tubuh yang khusus untuk jenis bibit penyakit tertentu saja. Hal ini
mencakup pengenalan dahulu terhadap bibit penyakit, kemudian
memproduksi antibodi atau T-limfosit khusus yang hanya akan bereaksi
terhadap bibit penyakit tersebut (Irianto, 2012). Daya tahan tubuh non-
spesifik mencakup rintangan mekanis (kulit), rintangan kimiawi (lisozim
dan asam lambung), sistem komplemen (opsinon, histamin, kemotoksin,
dan kinin), interferon, fagositosis, demam, dan radang. Sedangkan daya
tahan tubuh spesifik atau imunitas dibagi menjadi imunitas humoral yang
menyangkut reaksi antigen dan antibodi yang komplementer di dalam
tubuh dan imunitas seluler yang menyangkut reaksi sejenis sel (T-limfosit)
dengan antigen di dalam tubuh (Irianto, 2012).
Menurut Irianto (2012), secara umum sistem imun memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. pembentuk kekebalan tubuh.
b. Penolak dan penghancur segala bentuk benda asing yang masuk ke
dalam tubuh.
c. Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan patogen yang
membahayakan.
d. Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.

Fox (2008) mengatakan bahwa sel-sel fagosit dalam innate immunity


terdiri atas tiga kelompok besar, yaitu; neutrofil, sel-sel mononuclear
fagosit sistem yang terdiri atas monosit di dalam darah dan makrofag di
jaringan ikat, serta organ fagosit yang spesifik seperti hati, spleen, limpa,
paru-paru, dan otak (mikroglia). Neurofil dan monosit merupakan jenis sel
leukosit yang berperan dalam aktivitas pertahanan tubuh terhadap benda
asing yang masuk ke tubuh secara fagositosis. Menurut Irianto (2012), sel
leukosit memiliki warna yang bening dan terdapat di dalam darah
manusia, bentuknya lebih besar bila dibandingkan dengan sel darah merah
(eritrosit), tetapi jumlahnya lebih sedikit.

C. Epidemiologi
Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan dari Bali pada bulan
April tahun 1987. Penderitanya adalah seorang wisatawan Belanda yang
meninggal di RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya.
Sampai dengan akhir tahun 1990, peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi
dua kali lipat (Muninjaya, 1998).
Sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam
akibat penggunaaan narkotika suntik. Fakta yang mengkhawatirkan adalah
pengguna narkotika ini sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda
yang merupakan kelompok usia produktif. Pada akhir Maret 2005 tercatat
6789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan (Djauzi dan Djoerban, 2007).
Sampai akhir Desember 2008, jumlah kasus sudah mencapai
16.110 kasus AIDS dan 6.554 kasus HIV. Sedangkan jumlah kematian
akibat AIDS yang tercatat sudah mencapai 3.362 orang. Dari seluruh
penderita AIDS tersebut, 12.061 penderita adalah laki-laki dengan
penyebaran tertinggi melalui hubungan seks (Depkes RI, 2008).

D. Etiologi dan Patogenesis


Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus
penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili
lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya
nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini
mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag,
pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang
penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu
protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat
dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada
HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein
Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu
keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef
menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi
sel yang lain (Brooks, 2005).

Gen HIV-ENV memberikan


kode pada sebuah protein
160-kilodalton (kD) yang
kemudian membelah menjadi
bagian 120-kD(eksternal) dan
41-kD (transmembranosa).
Keduanya merupakan
glikosilat, glikoprotein 120
yang berikatan dengan CD4
dan mempunyai peran yang
sangat penting dalam membantu perlekatan virus dangan sel target (Borucki,
1997).

Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit
CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4.
Virus ini mempunyai kemampuan untuk mentransfer informasi genetik
mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse
transcriptase. Limfosit CD4 berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi
imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan
respon imun yang progresif (Borucki, 1997).

Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan
viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa
ini, virus tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada
tahap ini telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap
HIV terjadi 1 minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma
menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat namun tidak mampu
menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini bisa berlangsung
selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus yang meningkat.
Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap
harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus
hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit TCD4 yang terinfeksi memiliki waktu
paruh 1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan
reverse transcriptase HIV yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap
nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis harian (Brooks,
2005).

Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit


klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang
lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih
lanjut. HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang
lebih lanjut dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal infeksi
(Brooks, 2005).
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi
penurunan daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga
beberapa jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh
tertentu. Bahkan mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas
dan menimbulkan penyakit (Zein, 2006).

E. Gejala Klinis
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research
(MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase:
a) Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-
tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti
demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan
kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi,
penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
b) Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun
atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan
penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai
memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah
bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan
menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
c) Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi
tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

F. Pemeriksaan Penunjang Dan Diagnostik


Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a) ELISA (positif, hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) digunakan untuk
menemukan antibodi. Kelebihan teknik ELISA yaitu sensitifitas yang
tinggi yaitu 98,1 %-100% . Biasanya memberikan hasil positif 2-3
bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah menggunakan antigen
recombinan, yang sangat spesifik terhadap envelope dan core.

b) Western blot (positif)


Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif
dari suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau
molekul lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran
adalah jenis antigen yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan
gp41.Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%.
Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar
24 jam (Hanum, 2009).

c) P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)


d) Kultur HIV (positif, kalau dua kali uju kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen P24 dengan kadar
yang meningkat
e) Tes untuk deteksi gangguan sistem imun
f) LED (Normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
g) CD4 limfosit menurun (jika menurun akan mengalami penurunan
kemampuan untuk beraksi terhadap antigen)
h) Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
i) Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit)
j) Kadar immunoglobin menurun(Bararah & Jauhar, 2013, p. 303)

Panduan Pelaksanaan
 Gunakan tes cepat HIV (rapid test) sebagai sarana penegakan
diagnosis
 Pemeriksaan dilakukan secara serial dengan menggunakan 3 jenis
reagen yang berbeda sesuai dengan pedoman nasional
 Penyimpanan reagen HIV dilakukan sesuai dengan instruksi yang
tertera dilembar informasi dan digunakan sebelum tanggal
kedaluwarsa
 Bila tidak tersedia petugas laboratorium maka tes HIVdapat
dilakukan oleh petugas kesehatan lain seperti petugas medis atau
paramedis yang terlatih.
 Interpretasi hasil tes dan keputusan tindak lanjut dilakukan oleh
dokter yang meminta pemeriksaan tes

Intepretasi hasil pemeriksaan anti-HIV


Hasil positif:
 Bila hasil A1 reaktif. A2 rektif dan A3 reaktif

Hasil Negatif :

 Bila hasil A1 non reaktif


 Bila hasil A1 reaktif tapi pada pengulangan A1 dan A2 non reaktif
 Bila salah satu reaktif tapi tidak berisiko

Hasil indeterminate

 Bila dua hasil reaktif


 Bila hanya 1 tes reaktif tapi berisiko atau pasangan berisiko D.1

Tindaklanjut hasil pemeriksaan anti-HIV

Tindak lanjut hasil positif


 Rujuk ke pengobatan HIV
Tindak lanjut hasil negatif
 Bila hasil negatif dan berisiko dianjurkan pemeriksaan
ulang minimum 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan dari
pemeriksaan pertama
 Bila hasil negatif dan tidak berisiko dianjurkan perilaku
sehat

Tidak lanjut hasil indeterminate

 Tes perlu diulang dengan spesimen baru minimum setelah


dua minggu dari pemeriksaan yang pertama
 Bila hasil tetap indeterminate, dilanjutkan dengan
pemeriksaan PCR
 Bila tidak ada akses ke pemeriksaan PCR, rapid tes
diulang 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan dari pemeriksaan
pertama. Bila sampai satu tahun tetap “indeterminate“ dan
faktor risiko rendah, hasil dinyatakan sebagai negatif.
2. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan
1) Respon biologis / aspek fisika.
 
a) Universal precaution

 Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh


 Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
 Dekontaminasi cairan tubuh pasien
 Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semuaalat
kedokteran yang dipakai
 Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan
 Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar
dan aman

b) Peran perawat dalam pemberian ARV


Tujuan terapi ARV:
 Menghentikan replikasi HIV
 Memulihkan system imun dan mengurangi terjadinya
infeksiopurtunistik
 Memperbaiki kualitas hidup
 Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV
c) Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/AIDS harus mengkonsumsi suplemen atau
nutrisitambahan bertujuan untuk beban HIV/AIDS tidak bertambah
akibatdefisiensi vitamin dan mineral.
d)  Aktivitas dan istirahat
Respon adaptif psikologis
 Pikiran positif tentang dirinya
 Mengontrol diri sendiri
 Rasionalisasi
 Teknik perilaku
Respon sosial 
 Dukungan emosional
 Dukungan penghargaan
 Dukungan instrumental 
 Dukungan informative
Respon spiritual
 Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien
terhadapkesembuhan
 Pandai mengambil hikmah
 Kestabilan hati
Resiko epidemiologis infeksi HIV sistomatik
 Perilaku beresiko epidemiologis
 Hubungan seksual dengan mitra seksual resiko tinggi tanpa
menggunakan kondom
 Pecandu narkotik suntikan
 Hubungan seksual yang tidak amani. 
-Memiliki banyak mitra seksualii. 
-Mitra seksual yang diketahui pasien HIV / AIDS
-Mitra seksual di daerah dengan prevalensi HIV / AIDS yangtin
ggi
-Homoseksual
 Pekerjaan dan pelanggan tempat hiburan seperti: panti
pijat,diskotik, karaoke atau tempat prostitusi terselubung
 Mempunyai riwayat infeksi menular seksual (IMS)
 Riwayat menerima transfusi darah berulang
 Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik atau sirkumsisi dengan
alatyang tidak steril.
2) Pengobatan suportif
a. Meningkatkan keadaan umum pasien
b. Pemberian gizi yang sesuai
b) Pemberian obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu
azidomitidn(AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan
berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkip DNA
HIV
c) Dukungan psikososial
 Pencegahan
Program pencegahan HIV/AIDS akan lebih efektif bila dilakukan
dengan komitmen masyarakat dan komitmen politik yang tinggi
untuk mencegah ataupun mengurangi perilaku resiko terhadap
penularan HIV , upaya pencegan meliputi :
a) Memberiakan penyuluhan kesehatan disekolah dan di
masyarakat untuk tidak berganti-ganti pasangan
b) Tidak melakukan hubungan seks bebas atau menggunakan
kondom saat berhubungan
c) Menganjurkan pada pengguna jarum suntik untuk menggunakan
metode dekontaminasi dan menghentikan penggunaan jarum
bersama
d) Menyediakan fasilitas konseling HIV dimana identitas penderita
bisa dirahasiakan juga menyediakan tempat untuk melakukan
pemeriksaan darah
e) Untuk wanita hamil sebaiknya sejak awal kehamilan disarankan
untuk dilakukan tes HIV sebagai kegiatan rutin
f) Semua donor darah harus di uji antibodi HIVnya

G. Komplikasi
Infeksi oportunistik (IO)
IO mempunyai bentuk seperti penyakit infeksi yang diderita oleh
penderita yang tidak terinfeksi HIV, sehingga seringkali petugas kesehatan
tidak memikirkan bahwa pasien di depannya mungkin terinfeksi HIV.
Banyak pasien yang datang dengan tanda dan gejala menjurus ke AIDS
tidak mengetahui status HIV mereka. Oleh karena itu petugas kesehatan
harus menawarkan tes HIV. Timbulnya IO berkaitan dengan status imun
pasien, semakin rendah CD4 seseorang semakin besar kemungkinan
seseorang mendapat IO.
Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
penunjang lainnya perlu dilakukan untuk mencari IO Tatalaksana IO perlu
dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan Pemberian ARV pada
waktu yang tepat sesuai dengan Pedoman Nasional Tatalaksana Infeksi
HIV dan Terapi Antiretroviral akan menghindari pasien masuk dalam
stadium klinis lebih lanjut. Penanganan IO pada stadium klinis lanjut lebih
sulit dan membutuhkan rawat inap yang membutuhkan biaya mahal. IO
yang tersering dijumpai di Indonesia adalah: TB, kandidiasis oral, diare,
Pneumocystis Pneumonia (PCP), Pruritic Papular Eruption (PPE)
H. WOC
I. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
d) Identitas klien
HIV/AIDS bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan diseluruh
dunia. Namun ada beberapa perbedaan penting, hasil dari beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan jumlah CD4 yang sama,
perempuan dengan HIV positif mempunyai jumlah virus yang lebih
rendah daripada laki-laki dengan HIV positif, jumlah virus bisa
menghilang dengan berlalunya waktu. Hasil penelitian juga menyatakan
bahwa perempuan dengan HIV positif bisa meninggal lebih cepat
daripada laki-laki .
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering terjadi seperti demam dan penurunan
berat >10% tanpa sebab disertai dengan diare
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien merasakan sariawan yang tak kunjung sembuh, diare kronik
selama 1 bulan terus-menerus, demam berkepanjangan. Umumnya
infeksi HIV/AIDS ditularkan kepada bayi ketika dalam kandungan
atau masa menyusui.
c. Riwayat kesehatan dulu
Pada pasien HIV/AIDS sering dijumpai riwayat yang bergonta-
ganti pasangan maupun menggunakan jarum suntik, transfusi darah
yang mengandung HIV.

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya pasien dengan infeksi HIV/AIDS akan menunjukkan
keadaan yang kurang baik karena mengalami penurunan BB (>10%)
tanpa sebab, diare kronik tanpa sebab sampai >1 bulan, demam
menetap.
b. Tanda-tanda vital
 Tekanan darah normal atau sedikit menurun.
 Denyut perifer kuat dan cepat.
c. Body sistem
 Sistem neurologi
 Sistem penglihatan
Inspeksi : mata anemia, gangguan refleks pupil, vertigo
 Sistem pendengaran
Inspeksi : kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang
berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus
dan reaksi-reaksi otot
 Sistem pengecapan
Inspeksi : lesi pada rongga mulut, adanya selaput
putih/perubahan warna mucosa mulut
 Sistem integumen
Inspeksi : munculnya bercak-bercak gatal diseluruh tubuh yang
mengarahkan kepada penularan HIV/AIDS menuju jarum
suntik , turgor kulit jelek.
 Sistem endokrin
Inspeksi : terdapat pembengkakan pada kelenjar getah bening
Palpasi : teraba pembesaran kelenjar getah bening.
 Sistem pulmoner
Inspeksi : batuk menetap lebih dari 1 bulan, bentuk dada barrel
chest.
 Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : sianosis, hipotensi, edema perifer
Palpasi : Takikardi
 Sistem gastrointestinal
Inspeksi : diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, berat
badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
 Sistem urologi
Pada kondisi berat didapatkan penurunan urine output respons
dari penurunan curah jantung
 Sistem muskulokeletal
Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik,
dan di dapatkan nyeri otot ekstremitas.
 Sistem imunitas
Inspeksi : pasien dengan HIV/AIDS cenderung mengalami
penurunan imun akibat rusaknya CD4.
 Sistem perkemihan
Inspeksi : tidak mengalami perubahan pada produsi urine
Palapasi : nyeri tekan abdominal
 Sistem reproduksi
Inspeksi :  pada ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika
dalam kandungan atau saat melahirkan atau melalui air susu ibu
(ASI)

5. Fungsional Gordon
a. Pola persepsi
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
b. Pola nutrisi metabolik
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,
Keluarga mengatakan saat masuk RS pasien hanya mampu
menghabiskan ⅓ porsi makanan, Saat pengkajian keluarga
mengatakan pasien sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan
intravena.
c. Pola eliminasi
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma dan sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi Pola aktivitas dan
latihan.
d. Pola aktifitas dan latihan
Pasien merasa terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik,
tetapi pasien mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif, pasien tidak bias tidur nyenyak, pikiran kacau
dan terus gelisah.
f. Kognitif persepsi
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
h. Peran hubungan
i. Seksualitas
Virus HIV bias berpindah melaui perilaku seksual menyipang seperti
lesbian, biseksual, gay, transgender. Bergonta ganti pasangan dan
seks bebas juga merupakan salah satu cara penularan HIV
j. Koping toleransi
Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya
k. Nilai keprercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

 
Diagnosa Keperawatan

No NANDA NOC NIC


.
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas Status Pernafasan : Monitor pernapasan :
berdasarkan pneumonia carinii (PCVP)  menunjukkan pola pernapasan efektif, yang a) Pantau kecepatan, irama,
peningkatan sekresi bronkus dan dibuktikan oleh status pernapasan : status kedalaman dan upaya pernapasan
penurunan kemampuan untuk batuk ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu ; b) Perhatikan pergerakan dada, amati
menyertai kelemahan serta keadaan kepatenan jalan napas ; dan tidak ada kesimentrisan, penggunaan otot-otot bantu,
mudah letih d.d penyimpangan tanda vital dari rentang normal serta retraksi otot supraklavikular dan
 Menunjukkan status pernapasan : ventilasi tidak interkosta
DO: terganggu, yang dibuktikan oleh indikator c) Pantau pola pernapasan :
gangguan sebagai berikut ( sebutkan 1-5 : bradipnea; takipnea; hiperventilasi;
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak pernapasan kussmaul; pernapasan cheyne-
 Batuk tidak efektif stokes; dan pernapasan apneastik, pernapasan
ada gangguan :
 Tidak mampu batuk biot dan pola ataksik
 kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas
 Sputum berlebih d) Perhatikan lokasi trakea
 ekspansi dada simetris
 Mengi, wheezing dan ronkhi e) Auskultasi suara napas, perhatikan
 menunjukkan tidak adanya gangguan status
kering area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan
pernapasan : ventilasi, yang dibuktikan oleh
 Mekonium di jalan napas (pada indikator berikut ( sebutkan 1-5: gangguan adanaya suara napas tambahan
neonatus) ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada f) Pantau peningkatan kegelisahan,
gangguan) ansietas, dan lapar udara
DS: g) Catat perubahan pada SaO2,
 Penggunaan otot aksesoris
CO2 akhir-tidal, dan nilai gas darah arteri
 Suara napas tambahan
 Pasien mengatakan sesak nafas (GDA), jika perlu.
 Pendek napas
(dispnea)
 Pasien mengatakan Sulit bicara
 Ortopnea
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari Status Nutrisi ; Manajemen Nutrisi :
kebutuhan tubuh berdasarkan asupan Asupan makanan dan cairan, yang dibuktikan oleh a) Ketahui makanan kesukaan pasien
oral indikator sebagai berikut ( sebutkan 1-5 : tidak b) Tentukan kemampuan pasien untuk
b.d Ketidakmampuan menelan adekuat, sedikit adekuat, cukup adekuat, adekuat,
makanan, mencerna makanan, sangat adekuat) : memenuhi kebutuhan nutrisi
mengabsorbsi nutrisi  makanan oral. c) pantau kandungan nutrisi dan kalori pada
d.d  Pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi catatan asupan
DO : parental total. d) Timbang pasien pada interval yang tepat
a) Bising usus hiperaktif  Asupan cairan oral atau IV e) Beri obat-obatan sebelum makan
b) Otot pengunyah lemah
c) Otot menelan melemah
d) Membran mukosa pucat
e) Sariawan
f) Serum albumin turun
g) Rambut rontok berlebih

DS:
 Pasien mengatakan Kram/nyeri
abdomen
 Pasien mengatakan Nafsu makan
menurun
3 Kekurangan Volume Cairan a) Keseimbangan cairan 1) Manajemen Cairan
berhubungan dengan Kehilangan Defenisi : keseimbangan cairan di intraselluler Aktivitas :
Volume Cairan Secara Aktif dan ekstraselluler di dalam tubuh  Mempertahankan keakuratan catatan
Definisi : penurunan cairan Indikator : intake dan output
Intravaskuler, Interstisial, dan atau  Tekanan darah dalam batas normal  Memonitor status hidrasi (kelembaban
Intrasel. Diagnosis ini mengacu pada  Keseimbangan intake dan output selama 24 membran mukosa, nadi, tekanan darah
dehidrasi yang merupakan kehilangan jam ortostatik ), jika diperlukan
cairan saja tanpa perubahan dalam  Turgor kulit baik  Memonitor vital sign
natrium.  Membran mukosa lembab  Memonitor hasil labor yang sesuai dengan
Batasan Karakteristik :  Hematokrit dalam batas normal retensi cairan (BUN, Ht, osmolalitas urin)
 Perubahan status mental  Memonitor masukan makanan/ cairan dan
 Penurunan tekanan darah b) Hidrasi hitung intake kalori harian
 Penurunan volume/ tekanan nadi Definisi : kecukupan cairan di intraselluler dan  Berkolaborasi untuk pemberian cairan IV
 Penurunan turgor kulit/ lidah ekstraselluler di dalam tubuh 2) Monitor Cairan
 Pengisian vena menurun Indikator : Aktivitas :
 Membran mukosa/ kulit kering  Turgor kulit baik  Menentukan faktor resiko dari
 Peningkatan hematokrit meninggi  Membran mukosa lembab ketidakseimbangan cairan (polyuria,
 Peningkatan denyut nadi  Intake cairan dalam batas normal muntah, hipertermi)
 Konsentrasi urine meningkat  Pengeluaran Urin dalam batas normal  Memonitor intake dan output
 Kehilangan berat badan seketika  Memonitor serum dan jumlah elektrolit
 Kehausan dalam urin
 Kelemahan  Memonitor serum albumin dan jumlah
protein total
 Memonitor serum dan osmolaritas urin
 Mempertahankan keakuratan catatan
intake dan output
 Memonitor warna, jumlah dan berat jenis
urin.
3) Terapi Intravena
Aktivitas :
 Periksa tipe, jumlah, expire date, karakter
dari cairan dan kerusakan botol
 Tentukan dan persiapkan pompa infuse IV
 Hubungkan botol dengan selang yang
tepat
 Atur cairan IV sesuai suhu ruangan
 Kenali apakah pasien sedang penjalani
pengobatan lain yang bertentangan dengan
pengobatan ini
 Atur pemberian IV, sesuai resep, dan
pantau hasilnya
 Pantau jumlah tetes IV dan tempat infus
intravena
 Pantau terjadinya kelebihan cairan dan
reaksi yang timbul
 Pantau kepatenan IV sebelum pemberian
medikasi intravena
 Ganti kanula IV, apparatus, dan infusate
setiap 48 jam, tergantung pada protocol
 Perhatikan adanya kemacetan aliran
 Periksa IV secara teratur
 Pantau tanda-tanda vital
 Batas kalium intravena adalah 20 meq per
jam atau 200 meq per 24 jam
 Catat intake dan output
 Pantau tanda dan gejala yang berhubungan
dengan infusion phlebitis dan infeksi lokal
 
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
profesional. Jakarta: Media Pustaka.
Desmon. (2015). Epidemiologi HIV/AIDS. Bogor: IN MEDIA- Anggota IKAPI.
Gallant, J. (2010). HIV dan AIDS. Jakarta: PT indeks.
Katiandagho, D. (2015). Epidemiologi HIV/AIDS. BOGOR: IN MEDIA-Anggota IKAPI.
Kunoli, F. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit tropis . Jakarta: CV.TRANS MEDIA.
Muttaqin. (2011). Gangguan Gastrointestinal:Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperwatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Nanda NIC- NOC Jilid
1. jogjakarta: Mediafiction Jogja.
PPNI, T. p. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak . Jakarta Timur : Trans Info Media .
Wilkinson, & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi-9. Jakarta:
EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIV/AIDS

Oleh ;

Dinda Jeanita

1931413008

PRAKTEK PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019

Anda mungkin juga menyukai