Anda di halaman 1dari 6

EFEKTIVITAS KONSEP PERSAUDARAAN ISLAM DALAM MENJAGA UKHUWAH DI TENGAH

PANDEMI COVID-19

Di tengah merebaknya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), hampir


semua negara menerapkan pembatasan sosial. Bahkan di Indonesia pada 3 April 2020 lalu
Kemenkes merilis peraturan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam upaya
percepatan penanganan pandemi. Meski hanya diterapkan pada wilayah terinfeksi, bukan
tidak mungkin dengan penyebaran virus yang cepat seluruh wilayah di Indonesia akan
menerapkan PSBB. Dengan adanya kebijakan ini interaksi sosial, khususnya ruang
pertemuan secara langsung berkurang. Padahal pertemuan sangat penting dalam menjaga
persaudaraan. Lalu bagaimanakah masyarakat tetap menjaga persaudaraan, sedangkan
pandemi kian merebak dan kebijakan pemerintah semakin mempersempit ruang
pertemuan?

Islam adalah agama yang telah menetapkan banyak hukum sosialistik. Persaudaraan
dalam Islam hakikatnya sangatlah kental dan indah. Dalam kondisi dan situasi apapun,
termasuk saat pandemi melanda, Islam menuntun agar para pemeluknya selalu menjaga
keeratan tali persaudaraan. Apalagi di zamam modern ini, yang hampir semua orang
dibekali smartphone. Silaturahmi dalam bingkai persaudaraan pun dapat terjalin melalui
daring.

Nabi Muhammad Saw. juga memaparkan bahwa sesama muslim itu bersaudara. Dan
sepatutnya seorang saudara harus saling menolong. Dalam sabdanya pun, beliau
menjelaskan tentang keutamaan bagi seseorang yang menolong saudaranya.

“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong


saudaranya.” (HR. Muslim, At-Turmudziy, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Namun ironisnya, dalam upaya memutus rantai penyebaran Covid-19, pemerintah


menghimbau masyarakat untuk tetap berada di rumah atau melakukan physical distancing.
Tetapi banyak masyarakat yang masih melanggar kebijakan tersebut. Padahal kebijakan
tersebut merupakan bentuk sikap tolong-menolong pemerintah terhadap rakyat. Dalam
kajian ilmu Shorof tolong-menolong memiliki faedah lil musyarokah baina itsnaini atau
persekutuan (interaksi) antara dua individu. Maka ketaatan masyarakat pada kebijakan
pemerintah tersebut merupakan bentuk kesalingan (simbiosis mutualisme) dalam hal
tolong-menolong. Tolong-menolong juga merupakan bentuk ungkapan kasih sayang.
Pemerintah, dalam menetapkan kebijakan tersebut pun pastinya didasari rasa kasih sayang.
Orang Islam yang notabene kaum penebar kasih sayang (rahmatan lil ‘alamin) mestinya
paham dengan koridor ini. Jika lupa, maka perlu diingatkan bahwa baginda Nabi juga
menjelaskan, seseorang tidak dikatakan iman sebelum menyayangi saudaranya
sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri. Apabila masyarakat masih memaksa melakukan
kegiatan yang berisiko Covid-19, maka kasih sayang terhadap diri sendiri dan orang lain
patut dipertanyakan. Bukan hanya akibat duniawi yang didapat, Allah pun membenci orang
yang di dalam hatinya tidak memiliki rasa kasih sayang.

Dengan demikian, konsep persaudaraan melalui instrumen dalam sikap tolong-


menolong sangat relevan digunakan saat pandemi Covid-19 ini.

Dalam Islam, selain kasih sayang, konsep persaudaraan juga telah dikembangkan ke
dalam Trilogi Ukhuwah. Meskipun pada akhirnya, konsep ini juga bermuara pada konsep
kasih sayang. Awalnya konsep Trilogi Ukhuwah ini dikenalkan pada tahun 1989, tepatnya
sebelum Muktamar NU ke-28 di Krapyak, Yogyakarta, oleh tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH.
Ahmad Shiddiq (1926-1991). Konsep ini menyatukan antara persaudaraan sesama umat
Islam (Ukhuwah Islamiyah), persaudaraan dalam ikatan kebangsaan (Ukhuwah
Wathaniyah), dan persaudaraan sesama manusia (Ukhuwah Basyariyah/Insaniyah). Ketiga
prinsip ini dapat menjadikan hubungan persaudaraan lebih harmonis, dan bahkan mampu
menjadi sebuah kekuatan besar untuk bersama-sama melawan pandemi yang melanda saat
ini.

Ukhuwah Islamiyah merupakan sebuah ikatan, tidak saja secara emosional, namun
juga spiritual. Terkait pandemi, upaya paling dahsyat adalah doa. Kekuatan doa ibarat busur
panah melesat, meski tidak terlihat sang anak panah akan menancap pada sasaran.
Beberapa hari lalu memang para ulama di Indonesia bahkan mancanegara melakukan doa
bersama. Namun kembali, segala macam penyakit atau wabah adalah pemberian dari Allah.
Dan setiap penyakit pasti ada obatnya. Maka baik obat ataupun cara meredam
keganasannya pun dari Allah. Hematnya, pemerintah, para ulama, dan seluruh masyarakat
saat ini belum mencari jawaban, solusi atau petunjuk dari Allah, mengadakan shalat
istikhoroh serentak misalnya. Terkadang manusia lupa hal ini. Mereka berdoa agar pandemi
segera diangkat, tetapi tidak bertanya jalan keluarnya. Ibarat doa tanpa usaha adalah kesia-
siaan. Dan usaha (ikhtiar) haruslah berjalan selaras antara usaha dzohir dan usaha batin.
Menjalankan anjuran medis dan pemerintah sebagai salah satu bentuk ikhtiar dzohir, shalat
istikhoroh sebagai ikhtiar batin, dan doa sebagai pelicinnya. Insyaallah, dengan banyaknya
orang mengharap petunjuk, Allah segera memberitahu dan menurunkan obat wabah ini.
Meski terkadang jawaban tersebut datang melalui perantara para ilmuan atau tim medis.
Dan jika obat atau cara meredam wabah ini telah ditemukan, maka itulah musabab dan
tanda Allah akan segera mengangkat wabah dari muka bumi ini. Demikian salah satu cara
kerja ukhuwah islamiyah.

Kemudian ukhuwah wathaniyah, prinsip ini berkaitan dengan komitmen


persaudaraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang guyub. Jika
dikaitkan dengan adanya pandemi Covid-19, maka ukhuwah wathaniyah menjalankan
rodanya dengan gotong-royong dalam melawan pandemi ini, serta menjalankan kewajiban
sebagai warga negara dengan menaati kebijakan pemeritah. Pemerintah Indonesia hari ini
telah mengeluarkan beberapa kebijakan penanganan pandemi Covid-19, yang pasti
tujuannya untuk kemaslahatan umum. Dan seharusnya yang memiliki pandangan ini
(kemaslahatan umum) bukan hanya pemerintah, tetapi juga tiap-tiap warga negara.

Kemaslahatan umum juga dibahas oleh Syaikh Musthofa Al-Gholayayni pada


karyanya di kitab ‘Idzhotun Nasyiin. Di dalam bab tersebut dijelaskan bahwa seseorang
harus berlaku sesuai dengan kemaslahatan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Meski
demikian, beberapa kalam nasihatnya sangat relevan digunakan pada saat-saat seperti ini.
Berikut nasihat yang berkaitan.

“Bagaimana tidak gelisah melihat kesengsaraan telah melanda semua lapisan


bangsa. Sementara dia tidak memedulikan penderitaan-penderitaan yang dirasakan
bangsa, dan dia tidak takut merasakan sakit terhadap penderitaan yang mereka rasakan?
Sesungguhnya sikap seperti itu bagian dari kelemahan perasaan dan merupakan kematian
perasaan, serta kebobrokan moral.”

Jadi, meskipun program, agenda acara, atau kegiatan apapun (yang sifatnya tidak
mendesak) telah disusun jauh-jauh hari, baiknya dibatalkan atau diinisiasi sedemikian
kreatif, sehingga keselamatan bangsa dan negara tetap terjaga dari penularan Covid-19.
Karena perbuatan tersebut merupakan salah satu bentuk pengejawantahan ukhuwah
wathaniyah.

Sementara ukhuwah insaniyah adalah sebuah prinsip yang dilandasi bahwa sesama
manusia adalah bersaudara se-ayah dan se-ibu, yaitu Adam dan Hawa. Hubungan
persaudaraan ini merupakan kunci semua persaudaraan, terlepas dari status agama, suku
bangsa ataupun skat geografis, karena nilai utama dari persaudaraan ini adalah
kemanusiaan. Dan nilai kemanusiaan tidak mungkin lepas dari sikap kepedulian dan
solidaritas.

Kepedulian adalah sikap keberpihakan untuk melibatkan diri dalam situasi dan
persoalan yang terjadi di sekitar. Orang-orang peduli adalah mereka yang terpanggil
membantu kesulitan, memberi kebaikan, inspirasi, dan perubahan kepada manusia dan
lingkungan sekitarnya.

Sedangkan solidaritas, secara harfiah adalah kebersamaan; kekompakan. Secara


istilah, solidaritas adalah ungkapan individu atau kelompok yang dibentuk oleh kepentingan
dan tujuan bersama. Nabi Muhammad Saw. menganalogikan solidaritas dengan bangunan,
satu rangkaian pada bangunan memperkuat rangkaian yang lain. Sama halnya dengan tubuh
manusia, ketika satu bagian tubuh sakit maka bagian lain ikut merasakan.

Jika kepedulian dan solidaritas bergerak bersamaan niscaya akan menghasilkan


kekuatan yang besar. Pada saat ini, patut disyukuri banyak relawan mencurahkan jiwa, raga
dan hartanya demi misi kemanusiaan. Bentuk kepedulian dan solidaritas terus bermunculan
dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Segala bentuk upaya telah dikerahkan, baik
pembagian masker, penyemprotan disinfektan, memberikan donasi dan sebagainya.
Mereka para relawan patut diapresiasi. Semoga kesehatan selalu menyertai mereka. Dan
semoga semakin banyak bermunculan relawan-relawan baru, termasuk pembaca esai ini.
Karena semua itu merupakan bentuk ukhuwah insaniyah atau persaudaraan sesama
manusia.

Pembaca yang terkasih, di atas telah dipaparkan tentang persaudaraan melalui


instrumen kasih sayang dalam sikap tolong-menolong. Bahwa setiap orang haruslah
mempunyai rasa kasih sayang. Menjaga diri merupakan bentuk kasih sayang kepada diri
sendiri dan orang lain. Jika seseorang terpapar Covid-19 karena ceroboh, atau seseorang
positif Covid-19 berinteraksi dengan orang lain layaknya sehat, maka sejatinya ia tidak
memiliki kasih sayang terhadap diri sendiri, tim medis, dan orang di sekitarnya.

Kemudian dalam Islam dikenal Trilogi Ukhuwah, yakni Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah
Wathoniyah Dan Ukhuwah Insaniyah. Saat pandemi terjadi, tiga elemen tersebut seperti
aliran sungai. Walau bertemu bebatuan besar, ia akan mencari celah agar tetap mengalir.
Yang kemudian aliran air tersebut mampu mengikis hingga menghancurkan bebatuan besar
yang menghadangnya. Di tengah pandemi ini, meskipun beberapa kebijakan pemerintah
menuntut masyarakat untuk membatasi jarak sosial/fisik, persaudaran umat manusia akan
tetap terjalin dengan menjalankan konsep tersebut. Ukhuwah Islamiyah dengan ikatan
emosional dan spiritual umat Islam. Ukhuwah Wathaniyah, kerja sama setiap warga negara
dalam menghentikan penyebaran Covid-19. Dan Ukhuwah Insaniyah dengan menjunjung
tinggi sikap peduli dan solider sesama manusia.

Demikianlah esai ini ditulis untuk memberikan semangat ukhuwah, agar


persaudaraan di tengah pandemi Covid-19 semakin erat. Penulis berharap esai ini tidak
hanya meramaikan event “Ramadhan Produktif Di Tengah Covid”, tetapi juga menjadi
inspirasi bagi muslim khususnya dan seluruh umat manusia pada umumnya.

Daftar Referensi

Al-Ghalayayni, Musthafa. 1953. ‘Idzhotun Nasyiin: Kitabul Akhlaqi wal Adabi wal Ijtima’i.
Beirut: al-Kitabah al-‘Asriyyah lit-Tiba’ah wan-Nasyr.

Aziz, Aceng Abdul dkk. 2015. Islam Ahlusunah Waljama’ah: Sejarah, Pemikiran, dan
Dinamika NU di Indonesia. Jakarta: Pengurus Lembaga Pendidikan Ma’arif
Nahdlatul Ulama Pusat.

Bloktuban.com. (2018, 26 Mei). Kemaslahatan Umum. Diakses pada 3 Mei 2020, dari
http://bloktuban.com/2018/05/26/kemaslahatan-umum/?m=1

Hamid, Syamsul Rijal. 2015. Islam Utamakan Akhlak Terpuji. Bogor: Cahaya Islam.

Kodir, Faqihuddin Abdul dkk. 2018. Inspirasi Keadilan Relasi. Cirebon: Mubaadalah Media.
Kompas.com. (2010, 24 Agustus). Peduli Adalah…. Diakses pada 3 Mei 2020, dari
https://nasional.kompas.com/read/2010/08/24/01134533/Peduli.Adalah

Tjokroaminoto, HOS.. 2010. Islam dan Sosialisme. Bandung: Sega Arsy.

Anda mungkin juga menyukai