Anda di halaman 1dari 7

Mekanisme koping

1. Pengertian
Pada dasarnya semua individu akan berusaha keluar dari
situasi menekan yang tidak menyenangkan dengan cara
menyesuaikan diri terhadap situasi tersebut. Usaha yang
dilakukan individu untuk mengatasi keadaan yang menekan,
menantang atau mengancam serta menimbulkan emosi yang tidak
menyenangkan disebut sebagai tingkah laku koping (Lazarus, 1976
dalam Monintja, 2003).
Menurut Miller(dalam Monintja, 2003) koping merujuk
kepada mengatasi suatu situasi yang menimbulkan ancaman
terhadap individu sehingga individu dapat mengatasi perasaan
yang tidak nyaman seperti ansietas, rasa takut, berduka dan
rasa bersalah.
Sarafino (2004) mengungkapkan bahwa individu melakukan
perilaku koping sebagai usaha untuk menetralisir atau
mengurangi stess yang terjadi dalam suatu proses.
Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara
konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau
eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu
(Lazarus, 1985 dalam Mustikasari, 2006). Koping juga dapat
digambarkan sebagai berhubungan dengan masalah dan situasi atau
menghadapinya dengan berhasil atau sukses ( Kozier, 2004 ).
Koping menurut Rasmum ( 2004 ) adalah proses yang dilalui
oleh individu dalam menyelesaikan situasi stressful. Koping
tersebut merupakan respon individu terhadap situasi yang
mengancam dirinya baik fisik maupun psikologik.
Mekanisme koping adalah usaha individu untuk mengatasi
perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan
beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya
nonspesifik yaitu stres. Apabila mekanisme koping ini berhasil,
seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban
tersebut (Ahyar, 2010).
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
tingkah laku koping merupakan suatu proses kognitif yang
dilakukan untuk memenuhi tuntutan eksternal dan internal dimana
tujuannya adalah mengatasi, mengurangi atau menghilangkan
situasi yang menekan dan melebihi sumber daya yang dimiliki.
2. Munculnya Mekanisme Koping
Pada dasarnya manusia melakukan perilaku koping dengan
tujuan untuk keluar dari situasi yang tidak menyenangkan.
Tingkah laku ini timbul dalam sejumlah tahap, pertama kita
menilai sumber stress yang dihadapi serta sumber–sumber yang
kita miliki untuk mengatasinya, kemudian bertindak (Ryan dalam
Potter dan Mckenzie, 2002).
Suatu hal yang terpenting dari munculnya perilaku koping
adalah penilaian atau interpretasi individu terhadap situasi
yang dianggapnya diatas sebagai masalah. Berdasarkan hal
tersebut perlu ditekankan pada awal proses koping adalah
penilaian atau interpretasi individu.
Penilaian terhadap suatu situasi tidak dapat
digeneralisasi sama pada semua individu. Setiap individu
mempunyai respon yang berbeda terhadap suatu sumber stres
(termasuk sumber stres yang sama). Berdasarkan pendapat Cohen
dan Lazarus (dalam Sarafino, 2004) situasi dapat dinilai
sebagai ancaman atau sebagai tantangan tergantung pada
pengalaman individu yang bersifat internal (control personal,
hardy personality, perilaku tipe A dan B) dan eksternal(jenis
stres, kehadiran stres lain dan dukungan sosial).
3. Respon Koping
Respon koping sangat berbeda antara individu dan sering
berhubungan dengan persepsi individual dari kejadian yang penuh
stress. Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi
(tanda dan gejala) dan pernyataan klien dalam wawancara .
Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek yaitu fisiologi dan
psikososial. Reaksi fisiologis merupakan indikasi klien dalam
keadaan stress.
Menurut penelitian Rohani (2001) ada 3 tipe taktik koping
yang digunakan oleh orang tua untuk mengurangi stres yang
dihadapinya diantaranya :
1) Mengubah situasi yang penuh stress
2) Mengontrol makna dari masalah
3) Mekanisme yang secara essensial digunakan untuk membantu
mengakomodasi dan mengatur stres yang ada.
Sedangkan menurut Whaley dan Wong (2001) mengungkapkan
bahwa mekanisme koping yang dapat digunakan adalah approach
behaviour dan avoidence behaviour. Mekanisme koping approach
behaviour bergerak menuju penyelesaian dan resolusi kritis,
sedangkan avoidance behaviour bergerak dari penyesuaian
terhadap krisis sampai maladaptive.
4. Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping juga dibedakan menjadi 2 tipe menurut
(Kozier, 2004) yaitu :
1) Mekanisme koping berfokus pada masalah (problem focused
coping), meliputi usaha untuk memperbaiki suatu situasi dan
membuat perubahan atau mengambil beberapa tindakan dan usaha
segera untuk mengatasi ancaman pada dirinya, contohnya
adalah negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat.
2) Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional fucused
cuping), meliputi usaha – usaha dan gagasan yang mengurangi
distress emotional. Mekanisme koping berfokus pada emosi
tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang sering merasa
lebih baik.
Ada 2 system koping yang digunakan pada seseorang yang
mengalami kecemasan (Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, 2010)
yaitu :
a) Task oriented reaction : individu menilai secara objektif
b) Ego oriented reaction : melindungi diri sendiri, tidak
menggunakan secara realita.
5. Metode Koping
Metode koping menurut Folkman et al, dalam Afidarti
(2006) adalah :
1) Planful Problem Solving (problem–focused)
Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh
solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk
menyelesaikan masalah
2) Confrontative Coping (problem–fucused)
Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan
kemarahan atau mengambil resiko untuk merubah situasi.
3) Seeking Sosial Suport (problem or emotion–focused)
Usaha individu untuk memperoleh dukungan emotional atau
dukungan informasional.
4) Distancing (emotional – focused)
Usaha kognitif untuk menjauhkan diri dari situasi atau
menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang
dihadapi.
5) Escape – Avoidanceting (emotion–fucused)
Menghindari masalah dengan cara berhayal atau berfikir
dengan penuh harapan tentang situasi yang dihadapi atau
mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapi.
6) Self Control (emotion–focused)
Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan
ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah.
7) Accepting Responcibility (emotion–focused)
Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk
memperbaikinya.
8) Positive Reappraisal (emotion–focused)
Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari
situasi yang dihadapi.
6. Strategi Koping
Strategi koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan,
serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 2004)
Sedangkan menurut Lazarus (2005), koping adalah
perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya
untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus
yang melelahkan atau melebihi sumber individu . Berdasarkan
kedua definisi diatas maka yang dimaksud strategi koping
adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan
masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang
mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.
Strategi koping merujuk pada berbagai upaya baik mental
maupun perilaku untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi atau
meminimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh
tekanan. Dengan perkataan lain strategi koping merupakan suatu
proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai
situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang
dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun
perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Mu’tadin
2002).
Proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan
situasi stres, koping tersebut merupakan respon individu
terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun
psikologik (Rasmun, 2004)
Secara alamiah baik disadari ataupun tidak individu
sesungguhnya telah mengunakan strategi koping dalam menghadapi
stress. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk
merubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang
sedang dirasakan atau dihadapi. Koping diartikan sebagai usaha
perubahan kognitif dan perilaku secara konstan untuk
menyelesaikan stress yang dihadapi.
Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang memetap
merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi yang lama,
sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif
yaitu perilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan
dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan.
Setiap individu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak
hanya mengunakan satu strategi tetapi dapat melakukannya
bervariasi, hal ini tergantung dari kemampuan dan kondisi
individu ( Rasmun , 2004 ).
7. Jenis – jenis Mekanisme koping
Menurut Suryani dan Widyais ( 2008 ) secara garis besar
mekanisme koping terdiri dari mekanisme koping adaptif dan
maladaptif :
a. Mekanisme Koping Adaptif
Pengunaan koping yang adaptif membantu individu dalam
beradaptasi untuk menghadapi keseimbangan. Adaptasi individu
yang baik muncul reaksi untuk menyelesaikan masalah dengan
melibatkan proses kognitif, efektif dan psikomotor ( bicara
dengan orang lain untuk mencari jalan keluar suatu masalah,
membuat berbagai tindakan dalam menangani situasi dan
belajar dari pengalaman masa lalu). Kegunaan koping adaptif
membuat individu akan mencapai keadaan yang seimbang antara
tingkat fungsi dalam memelihara dan memperkuat kesehatan
fisik dan psikologi.
Kompromi merupakan tindakan adaptif yang dilakukan
oleh individu untuk menyelesaikan masalah, lazimnya kompromi
dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, secara umum
kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat
diselesaikan. Mekanisme koping adaptif yang lain adalah
berbicara dengan orang lain tentang masalah yang sedang
dihadapi, mencoba mencari informasi lebih banyak tentang
masalah yang seedang dihadapi, berdoa, melakukan latihan
fisik untuk mengurangi ketegangan masalah membuat berbagai
alternatif tindakan untuk mengurangi situasi dan merasa
yakin bahwa semua akan kembali stabil, mengambil pelajaran
dari peristiwa atau pengalaman masa lalu.
b. Mekanisme Koping Mal adaptif
Penggunaan koping yang maladaptif dapat menimbulkan
respon negatif dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan
tubuh dan respon verbal. Perilaku mekanisme koping
maladaptif antara lain perilaku agresi dan menarik diri.
Perilaku agresi dimana individu menyerang obyek, apabila
dengan ini individu mendapat kepuasan, maka individu akan
menggunakan agresi.
Perilaku agresi (menyerang) terhadap sasaran atau
obyek dapat merupakan benda, barang atau orang bahkan
terhadap dirinya sendiri. Adapun perilaku menarik diri
dimana perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari
lingkungan dan orang lain. Jadi secara fisik dan psikologi
individu seecara sadar pergi meninggalkan lingkungan yang
menjadi sumber stress. Sedangkan reaksi psikologis individu
menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan muncul
perasaan tidak berminat yang menetap pada individu.
Perilaku yang dapat dilakukan adalah menggunakan alkohol
atau obat – obatan, melamun dan fantasi, banyak tidur,
menangis, beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan
masalah.
Penilaian Mekanisme koping dengan menggunakan Scala
Likert, yang berupa kuesioner yang terdiri dari 12 item
pertanyaan yang berada di nomor ganjil untuk mekanisme
koping maladaptif, sedangkan pertanyaan yang berada di
nomor genap untuk mekanisme koping adaptif, yang masing –
masing pertanyaan diberi nilai antara 1 sampai 4 dengan
penilaian sebagai berikut :
Nilai 4 : Selalu ( S )
Nilai 3 : Sering ( Sr )
Nilai 2 : Kadang – kadang ( Kk )
Nilai 1 : Tidak pernah ( Tp )
Mekanisme koping maladaptif bila score : 12 – 24
Mekanisme koping adaptif bila score : 25 - 48
8. Mekanisme Pertahanan Diri
Ego (pribadi) merupakan inti kesatuan manusia. Ancaman
terhadap ego merupakan ancaman terhadap tulang punggung
eksistensi manusia.
Mekanisme pembelaan ego penting karena memperlunak
kegagalan, menghilangkan kecemasan, mengurangi perasaan yang
menyakitkan karena pengalaman yang tidak enak dan juga
mempertahankan perasaan yang layak dan harga diri.
Mekanisme ini sesuatu yang normal, kecuali menjadi tidak
realistik tidak menyesuaikan dalam arti kata secara realistik
menanggulangi masalah. Penyesuaian itu (tidak seperti cara
penyesuaian yang berorientasi pada tugas tetapi mengandung
banyak unsur penipuan diri dan distorsi realitas serta
mempunyai kelemahan dan akibat tidak baik.
Mekanisme ini sebagaian besar bekerja secara tidak
disadari sehingga dinilai dan dievaluasi secara sadar.
Faktor penyebab gangguan neurosis, terletak terutama
pada emosi (sebagai faktor yang dominan)sejak masa kanak–kanak
terdapat gejala neurosis, yang berakar dalam kepribadian
sehinga tidak dapat dipisahkan lagi dan dianggap sebagai sifat
kostitusional.
Mungkin pula diperoleh berdasarkan konflik pada masa
kanak–kanak yang masih belum dapat diatasi secara emosional,
dimana terdapat perasaan yang direpresi dan didesak lalu diubah
dan dialihkan menjadi kebencian, permusuhan, kebutuhan akan
persetujuan atau keamanan.
Berbagai mekanisme pertahanan yang dikenal :
1) Fantasi
Adalah memuaskan keinginan yang terhalang dengan prestasi
dalam hayalan dapat produktif ataupun non produktif. Fantasi
produktif dapat dipakai secara kostruktif untuk
mempertahankan motivasi dan menyelesaikan masalah segera
seperti dalam imajinasi yang kreatif. Fantasi non produktif
hanya merupakan suatu kegiatan pemuasan khayalan untuk
mengganti atau menaikkan prestasi.
2) Penyangkalan (Denial)
Melindungi diri terhadap kenyataan tidak menyenangkan dengan
menolak menghadapi hal itu misalnya dengan cara melarikan
diri seperti menjadi sakit, menutup mata karena tidak berani
melihat sesuatu yang mengerikan dan reaksi yang lain.
3) Rasionalisasi
Berusaha membuktikan bahwa perilakunya itu tidak masuk akal
(rasional)dan dapat dibenarkan sehingga dapat disetujui oleh
diri sendiri dan masyarakat.
4) Identifikasi
Menambah rasa harga diri dengan menyamakan dirinya dengan
orang lain atau institusi yang mempunyai nama misalnya
seorang anak membaca atau menghisap rokok seperti ayahnya
atau berdandan seperti ibunya.
5) Introyeksi
Menyatukan nilai norma luar dengan struktur egonya sehingga
individu tidak tergantung pada belas kasihan terhadap hal –
hal yang dirasakan sebagai ancaman luar. Individu menerima
dan memasukkan ke dalam pendiriannya sebagai aspek keadaaan
yang mengancamnya. Hal ini sudah dimualai sejak kecil,
sewaktu anak belajar mematuhi dan menerima beberapa nilai
serta peraturan masyarakat. Kemudian ia mengawasi
perilakunya, agar dapat mencegah pelanggaran dan hukuman
sebagai akibatnya.
6) Represi
Secara sadar menekan pikiran yang berbahaya keluar dari alam
sadar ke alam tidak sadar, misalnya amnesia psikogenik
setelah melihat kematian teman. Pengalaman yang direpresikan
itu dapat dikeluarkan dari alam tak sadar ke alam sadar
dengan hipnosa atau suntikan pentotal. Represi sering tidak
lengkap dan tidak jarang keluar lagi ke dalam impian angan -
angan lelucon dan keseleo lidah. Rasa bersalah dan rasa
cemas yang samar–samar dapat menjadi petunjuk adanya represi
tak lengkap. Represi menirukan mekanisme pembelaan ego yang
penting dalam terjadinya neurosa dan sering dipakai bersama
mekanisme lain. Represi memegang peranan penting dalam
membantu mengawasi semua keinginan yang berbahaya dan dalam
mengecilkan gangguan sebagai akibat pengalaman yang
menyakitkan, tetapi dapat menipu diri sendiri apabila
dipakai secara berlebihan.
7) Regresi
Mundur ketingkat perkembanngan yang lebih rendah, dengan
respons yang kurang matang dan biasanya aspirasi yang kurang
misalnya anak yang sudah tidak ngompol lagi, setelah punya
adik ngompol lagi karena perhatian terhadap dirinya kurang.
8) Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukaran atau keinginannya
yang tidak baik, ketidak beruntungan jadi sering merupakan
objek proyeksi.
9) Penyusunan Reaksi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebih–lebihkan sikap dari perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai ringan, misalnya orang fanatik dalam
mengutuk perjudian dan dalam menindas kejahatan yang lain,
hanya agar dapat menahan kecenderungan dirinya sendiri
kearah itu.
10) Sublimasi
Mencari pemuasan atau menghilangkan keinginan seksual,
misalnya seorang yang tidak menikah dan tidak dapat
mengatasi dorongan seksual dengan cara lain,mungkin mendapat
rasa kepuasan di bidang perawatan, pendidikan, olahraga,
kesenian, tetapi lebih sering terhadap represi untuk
dorongan tersebut.
11) Kompensasi
Menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang diinginkan
atau pemuasan secara berlebihan dalam satu bidang karena
mengalami frustasi dalam bidang yang lain (kompensasi
berlebihan). Dilakukan terhadap perasaan kurang mampu
(inferior). Kompensasi memperlihatkan penyesuaian yang
berorientasi pada tugas, maka hal ini baik adanya.
Penyesuaian diri dengan cara ini sangat dirangsang
dengan sifat bersaing membawa kita kepada perkembangan motivasi
yang kuat agar sekurang – kurangnya berprestasi sama dan bila
mungkin berlebih. Dapat sangat berguna tetapi dapat menimbulkan
kecemasan yang hebat :
Salah tempat (Displacement)
Emosi dalam arti simbolik atau fantasi terhadap seseorang atau
suatu benda dicurahkan kepada seseorang atau suatu benda yang
lain yang biasanya lebih kurang berbahaya dari pada yang
semula, misalnya :(1) Seseorang anak yang dimarahi ibunya
kemudian memukul adiknya atau menendang kursinya, (2) Seorang
istri berselisih dengan suaminya kemudian membanting pintu
rumahnya atau memecahkan piring,(3) Seorang anak yang terkonci
dikamar gelap kemudian takut terhadap semua kamar yang
tertutup, (4) Keinginan bunuh diri direpresikan dengan perasaan
takut terhadap semua benda tajam.

Anda mungkin juga menyukai