Anda di halaman 1dari 38

23

BAB II

LANDASAN TEORI

A. STRATEGI COPING

1. Pengertian Coping

Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara

tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi

tuntutan tersebut. Menurut Taylor (2009) coping didefenisikan sebagai pikiran

dan perilaku yang digunakan untuk mengatur tuntutan internal maupun eksternal

dari situasi yang menekan. Menurut Baron & Byrne (1991) menyatakan bahwa

coping adalah respon individu untuk mengatasi masalah, respon tersebut sesuai

dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan untuk mengontrol, mentolerir dan

mengurangi efek negatif dari situasi yang dihadapi. Menurut Stone & Neale

(dalam Rice, 1992) coping meliputi segala usaha yang disadari untuk menghadapi

tuntutan yang penuh dengan tekanan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa coping adalah segala usaha individu untuk

mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi

ketidaksesuaian/kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan

dengan kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut.

2. Pengertian Strategi Coping (Mekanisme coping)

Strategi coping menunjuk pada berbagai upaya , baik mental maupun

perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu

situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Dengan perkataan lain strategi coping

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


24

merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan

menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang

dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna

memperoleh rasa aman dalam dirinya

Menurut MacArthur & MacArthur (1999) mendefinisikan strategi coping

sebagai upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis, yang digunakan

orang untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak

kejadian yang menimbulkan stres. Gowan et al. (1999) mendefinisikan strategi

coping sebagai upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengelola tuntutan

eksternal dan internal yang dihasilkan dari sumber stres. Dodds (1993)

mengemukakan bahwa pada esensinya, strategi coping adalah strategi yang

digunakan individu untuk melakukan penyesuaian antara sumber-sumber yang

dimilikinya dengan tuntutan yang dibebankan lingkungan kepadanya. Secara

spesifik, sumber-sumber yang memfasilitasi coping itu mencakup sumber-sumber

personal (yaitu karakteristik pribadi yang relatif stabil seperti self-esteem atau

keterampilan sosial) dan sumber-sumber lingkungan seperti dukungan sosial dan

keluarga atau sumber finansial (Harrington & Mcdermott, 1993). Friedman (1998)

mengatakan bahwa strategi coping merupakan perilaku atau proses untuk adaptasi

dalam menghadapi tekanan atau ancaman.

Apa yang dilakukan individu pada strategi copingnya sebenarnya

merupakan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri yang sebenarnya dapat

menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambat

permasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan.

Permasalahan akan semakin menjadi lebih rumit jika mekanisme pertahanan diri

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


25

tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambah kepekaan terhadap

ancaman(Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action & Palliative, 1984).

Berdasarkan sejumlah pendapat dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa strategi coping merupakan aktivitas-aktivitas spesifik yang dilakukan oleh

individu dalam bentuk kognitif dan perilaku, baik disadari maupun tidak oleh

individu tersebut, yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi

ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh masalah internal maupun eksternal dan

menyesuaikan dengan kenyataan kenyataan negatif, mempertahankan

keseimbangan emosi dan self image positif, serta meneruskan hubungan yang

memuaskan dengan orang lain.

3. Klasifikasi dan Bentuk Coping (Defence Mechanism)

Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) secara umum membedakan

bentuk dan fungsi coping dalam dua klasifikasi yaitu :

a. Problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping yang lebih

diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh

tekanan. Artinya coping yang muncul terfokus pada masalah individu yang akan

mengatasi stres dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang baru. Individu

cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka percaya bahwa tuntutan dari

situasi dapat diubah (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006). Strategi ini

melibatkan usaha untuk melakukan sesuatu hal terhadap kondisi stres yang

mengancam individu (Taylor,2009).

b. Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan

untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


26

mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan kognitif.

Contoh dari pendekatan behavioral adalah penggunaan alkohol, narkoba, mencari

dukungan emosional dari teman – teman dan mengikuti berbagai aktivitas seperti

berolahraga atau menonton televisi yang dapat mengalihkan perhatian individu

dari masalahnya. Sementara pendekatan kognitif melibatkan bagaimana individu

berfikir tentang situasi yang menekan. Dalam pendekatan kognitif, individu

melakukan ulang terhadap situasi yang menekan seperti membuat perbandingan

dengan individu lain yang mengalami situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu

yang baik diluar dari masalah. Individu cenderung untuk menggunakan strategi ini

ketika mereka percaya mereka dapat melakukan sedikit perubahan untuk

mengubah kondisi yang menekan (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).

Pendapat di atas sejalan dengan Skinner (dalam Sarafino, 2006) yang

mengemukakan pengklasifikasian bentuk coping sebagai berikut :

a. Perilaku coping yang berorientasi pada masalah (Problem-focused coping)

1. Planfull problem solving

individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matangbeberapa alternatif

pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat dan pandangan

dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, bersikap hati-hati sebelum

memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.

2. Direct action

meliputi tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung

serta menyusun secara lengkap apa yang diperlukan.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


27

3. Assistance seeking

individu mencari dukungan dan menggunakan bantuan dari orang lain berupa

nasehat maupun tindakan didalam menghadapi masalahnya.

4. Information seeking

individu mencari informasi dari orang lain yang dapat digunakan untuk

mengatasi permasalahan individu tersebut.

b. Perilaku coping yang berorientasi pada emosi (Emotional Focused Coping)

1.Avoidance

individu menghindari masalah yang ada dengan cara berkhayal atau

membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang menyenangkan.

2. Denial

individu menolak masalah yang ada dengan menganggap seolah-olah masalah

individu tidak ada, artinya individu tersebut mengabaikan masalah yang

dihadapinya.

3. Self-criticism

keadaan individu yang larut dalam permasalahan dan menyalahkan diri sendiri

atas kejadian atau masalah yang dialaminya.

4. Possitive reappraisal

individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam kehidupannya

dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


28

Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence

mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari

kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini

tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu

mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri

melibatkan unsur penipuan diri.

Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan

dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama para remaja yang sedang

mengalami pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah kedewasaan.

Dari mekanisme pertahanan diri berikut diantaranya dikemukakan oleh Freud,

tetapi beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis

lainnya(Kartono, 2000) dalam bukunya “hygiene mental”yaitu:

1. Agresi

Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap,dan melakukan serangan secara

kasar,dengan jalan yang tidak wajar. Karena selalu gagal dalam usahanya,

reaksinya sangat primitive, berupa kemarahan yang meledak-ledak. Kadang-

kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis, dan usaha membunuh orang.

Agresi ialah reaksi terhadap frustasi, berupa serangan, tingkah laku bermusuhan

terhadap orang atau benda.

2. Regresi

Regresi ialah perilaku yang surut kembali pada pola-reaksi atau tingkat

perkembangan yang primitif, yang tidak adekuat pada pola tingkah laku kekanak-

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


29

kanakan, infantil, dan tidak sesuai dengan tingkat usianya. Pola reaksinya antara

lain berupa menjerit-jerit, berguling-guling di tanah, menangis meraung-raung,

membanting-bantingkan kaki, mengisap ibu jari, ngompol, berbicara gagap

merusak barang-barang yang ada di dekatnya. Tingkah laku ini mungkin bisa

menimbulkan respons simpati dari orang lain terhadap dirinya.

3. Fixatie (Fixstion)

Fiksasi adalah pelekatan dan pembatasan pada satu pola tingkah laku

responsif yang tetap, sehingga tingkah laku menjadi stereotipis kaku. Fiksasi ialah

satu mode tingkah laku tegar yang ingin mempertahankan ketidakgunaan atau

ketidaksesuaiannya. Jika seseorang selalu menghadapi jalan buntu dan kegagalan

–kegagalan dalam usahanya mencapai satu tujuan, lambat laun dia bisa

mengembangkan kebiasaan-kebiasaan tingkah laku yang khas, yang stereotipis.

Misalnya, membentur-benturkan kepala, membanting piring. Itu semua sebagai

alat penyalur kedongkolan.

4. Pendesakan Dan Kompleks-Kompleks Terdesak

Pendesakan yaitu usaha menghilangkan dan menekankan isi-isi kejiwaan

yang tidak menyenangkan dan kebutuhan manusiawi kedalam ketidaksadaran atau

kebawah-sadar. Oleh hati nurani (sebagai alat superstruktur sosial), maka banyak

nafsu, dorongan, kebutuhan vital, pikiran primitif dan kecenderungan yang tidak

sesuai dengan standard sosial serta norma etis lalu didesakaan ke dalam alam

tidak sadar. Karena ada unsur hati nurani, maka manusia tidak akan membiarkan

tanpa kendali nafsu-nafsunya, dorongan-dorongan, Lusttprincipe (prinsip

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


30

menyenangkan diri sendiri), dan Es-nya (freud). Hal ini didukung oleh larangan-

larangan agama dan kaidah kebudayaan, karena manusia mempunyai kesadaran

norma yang berfungsi sebagai pengawas dan pengontrol, maka keinginan-

keinginan yang tidak sesuai dengan cita cita hidup lalu didesak kedalam bawah-

sadar.

Pikiran yang tidak sesuai dengan norma sosial, karena diaanggap tidak

bernilai dan tidak sopan, lalu didesakan kedalam ketidaksadaraan. Sehingga

terjadilah kompleks-kompleks terdesak. selanjutnya kompleks-kompleks terdesak

itu menjadi sentrum-pengganggubagi ketenangan dan keseimbangan batin. Lalu

bermunculan berupa mimpi-mimpi yang menakutkan, halusinasi, delusi, ilusi,

salah baca,salah ucap dan lain-lain. Bahkan apabila kronis bisa menyebabkan

kemunculan macam-macam penyakit mental.

5. Rasionalisasi Dan Self-Justification (Pembenaran Diri)

Rasionalisasi yaitu cara menolong diri sendiri secara tidak wajar atau teknik

pembenaran diri dengan membuat sesuatu yang tidak rasional serta tidak

menyenangkan menjadi hal yang „‟rasional‟‟ dan „‟menyenangkan-memuaskan‟‟

bagi diri sendiri.Rasionalisasi ialah proses pembenaran kelakuan sendiri dengan

mengemukakan alasan yang masuk akal atau yang bisa diterima secara sosial(J.P

Chaplin, 1981).

6. Proyeksi

Proyeksi ialah usaha mensifatkan, melemparkan atau memproyeksikan

sifat, fikiran dan harapan yang negatif, juga kelemahan dan sikap sendiri yang

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


31

keliru, kepada orang lain. Melemparkan kesalahan sendiri kepada orang

lain.Individu yang bersangkutan tidak mau mengaku kesalahan, kenegatifan dan

kelemahan sendiri; bahkan selalu memproyeksikan kehidupan yang negatif tadi

kepada orang lain.

7. Sour Crape Technique (Teknik Anggur Asam)

Teknik anggur asam merupakan usaha memberi atribut yang jelek, tidak

berharga atau negatif pada obyek yang tidak bisa dicapainya,walaupun obyek tadi

sangat diinginkannya.

8. Sweet Orange Tehnique (Teknik Jeruk Manis)

Teknik jeruk manis ialah usaha memberikan atribut yang bagus, unggul,

dan berlebih-lebihan pada satu kegagalan, kelemahan dan kekurangan sendiri.Jadi,

satu potensi yang minder, kekurangan-diri atau kegagalan sendiri selalu ditolong

dengan alasan-alasan yang bisa membelai-belai harga diri, dan menyenangkan

hati.

9. Identifikasi

Identifikasi merupakan usaha mempersamakan diri sendiri dengan

seseorang yang di anggap sukses dalam hidupnya. Identifikasi ialah

mengasosiasikan diri secara akrab dengan satu kelompok atau satu sebab.

(Chaplin, 1981). Seseorang yang mengalami frustasi dan kegagalan-kegagalan,

biasanya tidak mau melihat kekurangan diri sendiri. Dia lalu berusaha (dalam

dunia imaginasinya) menyamakan diri dengan seseorang yang mencapai sukses.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


32

Dia berusaha mengidentifikasi diri dengan bintang film misalnya, dengan seorang

pahlawan perang, atau seorang profesor yang cemerlang. Semua ini bertujuan

untuk memberikan kepuasan semu pada diri sendiri; dan di dorong oleh ambisi

untuk meningkatkan harga diri. (Kartono,2000)

10. Narsism

Narsisme adalah cinta-diri yang ekstrim paham yang menganggap diri

sendiri sangat superior dan amat penting; ada extreem self-importancy.Narsisme

ialah perhatian yang sangat berlebihan kepada diri sendiri, dan kurang atau tidak

adanya perhatian pada orang lain (Psikoanalisa).Jadi, menganggap diri sendiri

sebagai paling pandai,paling ayu, paling hebat, paling berkuasa, paling bagus,

paling segalanya. Dengan demikian individu yang bersangkutan menganggaptidak

perlu memikirkan orang lain. Orangnya sangat egoistis. kecenderungan menjadi

psikopats. (Kartono,2000).

11. Autisme

Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau

berhubungan lagi dengan dunia luar. Keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi

sendiri. Autisme ialah cara menanggapi dunia berdasarkan penglihatan atau

harapan sendiri, serta menolak realitas. (Chaplin, 1981). Sebab, dunia luar

dinilainya kotor, dan jahat, penuh kepalsuan, lagi pula mengandung banyak

bahaya yang mengerikan. Semua orang diluar darinya dianggap munafik, korup,

palsu, kriminil, dan patut dicurigai. Oleh pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan

yang tidak mapan tadi dia berusaha melarikan diri ke dalam diri sendiri, kedalam

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


33

dunia angan-angan, khayal atau fantasinya. Dia Ingin mendapatkan rasa aman dan

kepuasan di dalam diri sendiri. Ada semacam dunia-pribadi yang “gefixeerd”; ada

“an imaginary social world” di dalam dirinya, di dalam mana ia ingin

mendapatkan rasa damai, dan bisa bersembunyi dalam dunia angan-angannya.

Kini dapat dipahami, bahwa semua tingkah laku escape mechanism dan

defence mechanism yang telah diuraikan tadi sifatnya sangat tidak sehat, dan

efeknya amat mengganggu ketenangan batin, serta mengotori kesehatan jiwa.

Sebab, mekanisme yang negatife sedemikian cuma bisa menolong individu yang

bersangkutan untuk sementara waktu saja dan bisa menghibur cuma secara semu

belaka, karena semua perilaku tadi hanya memberikan kepuasan palsu.Bila

mekanisme pembelaan diri dan pelarian diri yang sifatnya merugikan itu

kemudian dijadikan bentuk kebiasaan yang menetap, maka pasti hal ini akan

mengakibatkan kumulasi atau bertumpuknya kesulitan-kesulitan hidup. Makin

bertambah konflik-konflik terbuka dengan orang-orang lain dan dunia luar juga

semakin banyak muncul konflik-konflik batin dalam diri sendiri. Semakin

bertambah banyak pula kekecewaan, ketegangan, ketakutan., kepanikan dan

kecemasan. Semua ini akan sangat mengganggu kesehatan mental dan integrasi

jiwanya. Dan pada akhirnya akan terjadi kepecahan pribadi, desintegrasi psikis

secara total atau muncul bermacam –macam gangguan mental yang parah.

(Kartono, 2000)

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi strategi coping :

Menurut Mutadin (2002) cara individu menangani situasi yang

mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi :

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


34

a. Kesehatan Fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha

mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

b. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti

keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada

penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan

strategi coping.

c. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa

situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif

tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan

hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan

melakukan suatu tindakan yang tepat.

d. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah

laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di

masyarakat.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


35

e. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan

emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain,

saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

f. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau layanan

yang biasanya dapat dibeli. Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping

adalah dukungan sosial yang meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi

dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga

lain, saudara, teman, rekan kerja dan lingkungan masyarakat sekitarnya (Mutadin,

2002). Individu yang saling mendukung satu sama lain akan terdapat rasa

hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Dalam

lingkungan kerja, individu yang mampu membina hubungan baik dengan atasan,

sesama rekan kerja dan bawahan dapat saling memberi dukungan sehingga dapat

tercipta rasa memiliki dan integrasi sosial dalam lingkungan kerja. Dengan adanya

dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka dapat membuat individu merasa

bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok. Hal ini merupakan salah

satu dari kriteria yang membentuk kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi

(Walton dalam Kossen, 1987).

B. Orang Dewasa

1. Pengertian Orang Dewasa

Pengertian dewasa Istilah adult atau dewasa berasal dari kata kerja latin,

yang berarti “tumbuh menjadi dewasa”. akan tetapi adult berasal dari bentuk

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


36

lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi

kekuatan dan ukuran yang sempurna”, atau “telah menjadi dewasa”. Oleh karena

itu orang dewasa adalah seseorang yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan

siap menerima kedudukannya di dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa

lainnya (Hurlock,1991).

Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Hurlock (1986)

mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira usia

40 tahun. Secara umum, mereka yang tergolong dewasa awal ialah mereka yang

berusia 20-40 tahun. Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa

remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal,

identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan

mental age-nya.

Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa

dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan ke masa

mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan

pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis.

Erickson (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa

seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa berada dalam tahap hubungan

hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila

gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi

(merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda

dengan orang lain). Hurlock (1990) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


37

umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik

dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.

Orang yang dewasa tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan orangtua

maupun guru-gurunya sehingga terlebas dari belenggu ini dan bebas untuk

berbuat apa yang mereka inginkan. Bentuk kreativitas ini tergantung dengan

minat dan kemampuan individual. Bentuk kreativitas yang akan terlihat sesudah

orang dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan individual,

kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang

memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Ada yang menyalurkan kreativitasnya ini

melalui hobi, ada yang menyalurkannya melalui pekerjaan yang memungkinkan

ekspresi kreativitas.

2. Tugas Perkembangan Orang Dewasa

Kehidupan psikososial dewasa awal semakin kompleks dibandingkan

dengan masa remaja, Karena sebagian besar dari mereka telah memasuki jenjang

karier dalam pekerjaannya. Selain itu, mereka juga akan memasuki kehidupan

pernikahan, membentuk keluarga baru, dan lain sebagainya.

Golongan dewasa awal mulai membentuk kehidupan keluarga dengan

pasangan hidupnya, yang telah dibina sejak masa remaja. Havighurst (Turner dan

Helms, 1995) mengemukakan tugas-tugas perkembangan dewasa, di antaranya :

a. Mencari dan menemukan calon pasangan hidup

Setelah masa remaja, golongan dewasa awal semakin memiliki kematangan

fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi,yaitu

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


38

mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, asalkan adanya

perkawinan yang syah.

b. Membina kehidupan rumah tangga

Papalia, Olds, dan Feldman (1998; 2001} menyatakan bahwa golongan

dewasa awal berkisar antara 21-40 tahun. Golongan dewasa awal yang berusia di

atas 25 tahun, umumnya telah menyelesaikan pendidikannya setingkat dengan

SLTA dan atau universitas. Selain itu, sebagian besar dari mereka umumnya telah

memasuki dunia kerja.

Mereka mulai mempersiapkan diri untuk menjadi mandiri tanpa bergantung

pada orang tua lagi. Sikap mandiri itulah yang merupakan langkah positif bagi

mereka karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan

rumah tangga yang baru. Selain itu, mereka juga harus dapat menyesuaikan diri

dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing dan menjalin hubungan

baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudara mereka.

c. Meniti karier dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi

rumahtangga

Setelah menyelesaikan pendidikan formal, pada umumnya dewasa awal

memasuki dunia kerja untuk menerapkan ilmu dan keahlian mereka. Mereka ber-

upaya menekuni karier sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta

memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Jika mereka merasa cocok

dengan kriteria tersebut, mereka akan merasa puas dengan pekerjaan dan tempat

kerja. Sebalik-nya, bila tidak atau belum cocok antara minat/ bakat dengan jenis

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


39

pekerjaan, mereka akan berhenti dan mencari jenis pekerjaan yang sesuai dengan

selera.

Masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan

semangat yang membara dan penuh idealisme, mereka bekerja keras dan bersaing

dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan prestasi

kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik, mereka akan mampu

memberi kehidupan yang makmur-sejahtera bagi keluarganya.

d. Menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada

tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dapat diwujudkan

dengan cara-cara, seperti :

a) Mengurus dan memiliki surat-surat kewarganegaraan (KTP, akta kelahiran,

surat paspor/visa bagi yang akan pergi ke luar negeri)

b) Membayar pajak (pajak televisi, telepon, listrik, air. pajak kendaraan

bermotor, pajak penghasilan)

c) Menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengendalikan diri

agar tidak tercela di mata masyarakat

d) Mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat (ikut

terlibat dalam kegiatan gotong royong, kerja bakti membersihkan selokan,

memperbaiki jalan, dan sebagainya).

3. Aspek-Aspek perkembangan orang dewasa.

secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda ( young ) ialah mereka

yang berusia 20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan,

Santrock (1999)termasuk masa transisi, baik secara fisik (physically trantition)

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


40

transisi secara itelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social

role trantition).

1. Aspek perkembangan fisik

Dari pertumbuhan fisik, menurut santrock ( 1999) deketahui bahwa dewasa

muda sedang mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua.

Pada masa ini, seorang individu tidak lagi disebut masa tanggung ( akhil balik),

tetapi sudah tergolong sebaagai seorang pribadi yang benar-benar dewasa

(maturity). Ia tidak diperlakukan sebagai seorang anak remaja, tetapi sebagaimana

layaknya orang dewasa lainnya.penampilan fisiknya benar-benar matang sehingga

siap melakukan tugas-tugas seperti orang dewasa lainya, misalnya bekerja,

menikah dan mempunyai anak. Ia dapat bertindak secara bertanggungjawab untuk

dirinya ataupun orang lain (termasuk keluarganya). Segala tindakannya sudah

dikenakan aturan-aturan hukum yang berlaku, artinya bila terjadi pelanggaran

akibat dari tindakannya akan memperoleh sangsi hukum ( misalnya denda,

terkena hukuman pidana atau perdata). Masa ini ditandinkan pula dengan adanya

perubahan fisik, misalnya tumbuh bulu-bulu halus, perubahan suara, menstruasi,

dan kemampuan reproduksi. Dengan demikian aspek-aspek meliputi beberapa hal

yaitu:

a. Kekuatan dan energi

Selepas dari bangku pendidikan tinggi, seseorang dewasa muda berusaha

menyalurkan seluruh potensinya, untuk menembangkan dirinya melalui jalur

karier. Kehidupan karir sering kali menyita perhatian dan energi sebagai seorang

individu. Hal ini karena mereka sedang merintis dan membangun kehidupan

ekonomi agar benar-benar mandiri dari oang tua. Selain itu, mereka memiliki

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


41

energi yang tergolong luar biasa, seolah-olah mempunyai kekuatan ekstra bila

asyik dengan kerjaanya.

b. Ketekunan

Untuk dapat mencapai kemapanan ekonomi (economically established),

seseorang harus memiliki kemampuan kerja yang disertai ketekunan. Ketika

menemukan posisi yang sesuai dengan minat, bakat, dan latarbelakang

pendidikannya. Mereka akan tekun melakukan tanggung jawab pekerjaanya

dengan baik. Pada mereka yang membujang apabila pekerjaan tidak sesuai dengan

kariernya maka ia akan mencari pekerjaan yang lain. Sedangkan bagi mereka

yang sudah menikah akan terus mengembangkan karirnya walaupun tidak sesuai

dengan bidang kariernya karena takut mengalami kegagalan.

c. Motivasi

Maksud dari motivasi disini adalah dorongan yang berasal dari keadaran diri

untuk dapat meraih keberhasilan dalam suatu pekerjaan. Dengaan kata lain,

motivasi yang dimaksud adalah motivasi internal. Orang yang memiliki motivasi

internal, biasanya ditandai dengan usaha keras tanpa dipengarahi lingkungan

eksternal, pada seseorang akan bekerja secra tekun sampi benar-benar mencapai

suatu tujuan yang diharapkan, tanpa putus asa walaupaun memperoleh hambatan

atau rintangan dari lingkungan eksternal.

2. Aspek perkembangan kognitif

Masa perkembangan dewasa muda (young adulthood) ditandai dengan

keinginan mengaktualisasikan segala ide dan pemikiran yang dimatangkan selama

mengikuti pendidikan tinggi (universitas/akademi). Mereka bersemangat untuk

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


42

meraih tingkat kehidupan ekonomi yang tinggi (mapan). Ketika memasuki masa

dewasa muda. Biasanya indiviu telah mencapai pengusaan ilmu pengetahuan dan

keterampilan yang matang. Dengan modal itu, seseorang individu siap untuk

menerapkan keahlian tersebut kedalam dunia pekerjaan. Dengan begitu individu

mampu memecahkan masalah secara sistematik dan mampu mengembangkan

daya inisiatif-kreatifnya sehingga ia memperoleh pengalaman-pengalaman baru.

Dengan pengalaman tersebut, akan mematangkan kualitas mentalnya makin baik.

a. Tipe-tipe intelektual pada masa dewasa awal

Sementar itu, setelah melakukan beberapa penelitian jangka panjang, para

ahli(seperti Baltes dan Baltes, Baltes dan Schaien, Willis dan Baltes),

menimpulkan ada beberapa tipe intelektual, yaitu intelegensi kristal ( csiztalized

intelligence). Flesiksibilitas kognitif (cognitve flexibility), fleksibilitas visio-motor

(visuomotor flexibility), dan visualisasi (visualazation), (Turner dan Helms, 1995).

1. Visualisasi, yaitu kemampuan individu muntuk melakukan proses visual.

Misalnya, bagaimana memahami gambar-gambar yang sederhana sampai

yang lebih kompleks.

2. Fleksibilitas kognitif, adalah kemampuan individu memasuki dan

menyesuakan diri dari pemikiran yang satu kepemikiran yang lain.

3. Fleksibilitas visuamotor, adalah kemampuan untuk menghadapi sesuatu

masalah dari yang termudah kehal yang lebih sulit, yang memerlukan

aspek kemampuan visual/ motorik (penglihatan, pengamatan, dan

keterampilan tangan).

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


43

4. Intelegensi kristal, adalah fungsi keterampilan mental yang dapat

digunakan individu itu, yang dipengaruhi berbagai pengalaman yang

diperoleh melalui proses belajar dalam dunia pendidikan.

3. Aspek Perkembangan Psikososial

Sebagian besar golongan dewasa muda telah menyelesaikan pendidikan

sampai taraf universitas dan kemudian mereka segera memasuki jenjang karier

dalam pekerjaanya. Selain bekerja, mereka akan memasuki kehidupan pernikahan,

pembentukan eluarga baru, memelihara anak-anak dan tetap harus memperhatikan

orang tua yang semakin tua. Selain itu, dewasa muda mulai memebentuk keluaga

denagn pasangan kehidupanya yang telah dibina sejak masa remaja/masa

sebelumya. Havighurst Turner dan Helms, 1995) mengemukakan tugas-tugas,

perkembngan dewasa muda, di antaranya:

a. Mencari dan menemukan calon pasangaan hidup. Setelah melewati masa remaja,

golongan dewasa muda semakin memiliki kematangan fosiologis (seksual)

sehingga mereka siap tugaas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungn

seksual dengan lawan jenisnya, asalkan memenuhi persyaratan yang syah

(perkawinaan resmi).

b. Pembina kehidupan rumah tangga. Papalia, Olds, dan Feldman (1998;2001)

menyatakan bahwa golongan dewasa sekitar antra 21-40 tahun. Dari sini mereka

mempersiapkan dan membutuhkan diri bahwa mereka sudah mandiri secara

ekonomi, artinya sudah tidak tergantung lagi pada orang tua,sikap mandiri ini

merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan sebagai

persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


44

c. Menjadi warga negara yang bertanggungjawab. Warga negara yang baik adalah

dambaan setiap orang yang ingin hidup tenang, damai, dan bahagia, ditengah-

tengah masyarakat. Warga negara yang baik adalah warganegra yang taat dan

patuh pada aturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Meniti karier dalan rangka menetapkan ekonomi rumah tangga. Usia

menelesaikan pendidikan formal ditinggkat SMU, akademi atau universitas,

umumnya dewasa muda memasuki dunia kerja, guna menerapkan ilmu dan

keahlianya. Dengan mencapai prestasi kerja yang baik, mereka akan mampu

membei kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar mencapai kebaikan

hidup dan dapat mentesuiakan dri dan bekerja sama dengan pasangan hidup

masing-masing.

4. Kesehatan

Masa dewasa awal adalah masa dimana seseorang mencapai puncak

kemampuan fisik dengan kondisi yang paling sehat. Namun pada masa

kemampuanfisik individu mulai menurun. Kekuatan dan kesehatan otot mulai

menurun sekitar 30-an. Pada masa ini beberapa individu berhenti berpikir tentang

gaya hidup pribadi akan mempengaruhi kesehatan hidup mereka sealnjutnya pada

kehidupan dewasa dalam setudi longitudinal, kesehatan fisik diusia 30 tahun

dapat memperidiksi kepuasan hidup pada usia 70 tahun yang mana banyak terjadi

pada laki-laki daripada perempuan. Pada masa awal dewasa, sistem indera

individu mengalami sedikit perubahan, tetapi lensa mata kehilangan elastsitasnya

dan menjadi kurang mampu mengubah bentuk dan fokus pada benda-benda yang

berjarak dekat. Pendengaran mencapai puncak pada masa remaja dan tetap

konstan pada permulaan dewasa awal, tetapi mulai mengalami penurunan pada

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


45

masa dewasa awal. Pada pertangahan sampai menjelang 20-an kondisi kesehatan

dewasa muda dapat ditingkatkan dengan mengurangi gaya hidup yang merusak

kesehatan. Menurut Hurlock, puncak efiensi fisik biasanya tercapai pada usia

empat puluhan. Oleh karna itu, pada masa dewasa muda lebih mampu

menghadapi dan mengatasi masalah secara fisik sehingga penyesuaian fisik

berjalan dengan baik. Pada masa ini individu sudah menyadari adanya kekurangan

fisik dirinya namun juga menyadari bahwa ia tidak dapat menghapus

kekuranganya tapi masih mampu untuk memeperbaiki penampilan, minat akan

penampilan ini akan bekurang menjelang usia 30-an, karena dirasa makin kuatnya

ketegangan dalam pekerjaan dan rumah tangga.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah

individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi

perubahan fisik dan psikologis pada diri individu yang disertai berkurangnya

kemampuan reproduktif, merupakan masa dimana individu tidak lagi harus

bergantung secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya,

serta masa untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, dan menjalin

hubungan dengan lawan jenis.

C.Percobaan Bunuh Diri

1. Definisi Percobaan Bunuh Diri (Suicide Attempt)

Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin “suicidium”, dengan

“sui” yang berarti sendiri dan “cidium” yang berarti pembunuhan. Schneidman

mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang

ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang memandang bunuh diri

sebagai solusi terbaik dari sebuah isu. Dia mendeskripsikan bahwa keadaan

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


46

mental individu yang cenderung melakukan bunuh diri telah mengalami rasa sakit

psikologis dan perasaan frustasi yang bertahan lama sehingga individu melihat

bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian untuk masalah yang dihadapi yang

bisa menghentikan rasa sakit yang dirasakan (dalam Maris dkk., 2000).

Dari aliran eksistensial, Baechler mengatakan bahwa bunuh diri mencakup

semua perilaku yang mencari penyelesaian atas suatu masalah eksistensial dengan

melakukan percobaan terhadap hidup subjek (dalam Maris dkk., 2000). Menurut

Corr, Nabe, dan Corr (2003), agar sebuah kematian bisa disebut bunuh diri, maka

harus disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun demikian, intensi bukanlah hal

yang mudah ditentukan, karena intensi sangat variatif dan bisa mendahului ,

misalnya untuk mendapatkan perhatian, membalas dendam, mengakhiri sesuatu

yang dipersepsikan sebagai penderitaan, atau mengakhiri hidup.

Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri

memiliki 4 pengertian, antara lain:

1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional

2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi

3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri

4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dikatakan bahwa bunuh diri

secara umum adalah perilaku membunuh diri sendiri dengan intensi mati sebagai

penyelesaian atas suatu masalah.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


47

Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri di kalangan kaum

perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur; sedangkan kaum laki-laki

lebih suka memilih cara yang lebih letal atau mematikan, seperti menggantung

diri. Kebanyakan percobaan bunuh diri di kalangan kaum perempuan maupun

laki-laki dilakukan di tengah suasana percekcokan antar pribadi atau tekanan

hidup berat lainnya. Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan

bunuh diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alkohol,

orang-orang yang berpisah atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang

yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumuh dan

miskin, kelompok perofesional tertentu, seperti dokter, pengacara dan psikolog.

Banyak kasus bunuh diri dilakukan karena stress yang ditimbulkan oleh

berbagai sebab (Maris,dkk: 2000), antara lain:

1. Depresi,ada indikasi bahwa sebagian besar dari orang yang berhasil

melakukan bunuh diri tengah dilanda depresi pada saat tindakan tersebut

dilakukan.

2. Krisis dalam hubungan interpersonal. Konflik-konflik dan pemutusan

hubungan, seperti konflik-konflik dalam perkawinan, perpisahan,

perceraian, kehilangan orang-orang terkasih akibat kematian, dapat

menimbulkan stress berat yang mendorong dilakukannya tindakan bunuh

diri.

3. Kegagalan dan devaluasi diri. Perasaan bahwa dirinya telah gagal dalam

suatu urusan penting, biasanya menyangkut pekerjaan, dapat menimbulkan

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


48

devaluasi diri atau rasa kehilangan harga diri yang mendorong tindakan

bunuh diri.

4. Konflik batin. Di sini stress itu bersumber dari konflik batin atau

pertentangan di dalam pikiran orang yang bersangkutan sendiri. Misalnya

seorang pria lajang merasa cemas, bingung, ragu-ragu antara memilih

hidup atau mati, dan akhirnya memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan

teka-teki itu dengan melakukan bunuh diri.

5. Kehilangan makna dan harapan hidup. Karena kehilangan makna dan

harapan hidup, orang merasa bahwa hidup ini sia-sia. Akibatnya orang

memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Perasaan semacam ini

sering dialami oleh orang-orang yang menderita penyakit kronik atau

penyakit terminal.

Gejala-gejala depresi oleh (Beck, dalam BDI-II) dikelompokkan dalam empat

manifestasi, yaitu:

1) Manifestasi Emosional

Manifestasi emosional dari depresi yaitu adanya gejala-gejala sepertikeadaan

sedih, menagis, mudah tersinggung, adanya perasaan pesimis, tidakpuas, dan

perasaan bersalah.

2) Manifestasi Kognitif

Menggambarkan adanya gejala-gejala seperti perasaan gagal, kebencianpada diri

sendiri, adanya perasaan menyalahkan diri sendiri, bimbang, danadanya

penyimpangan citra tubuh.

3) Manifestasi Motivasional

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


49

Menggambarkan adanya keinginan untuk bunuh diri, menarik diri dari lingkungan

sosial, tidak mampu untuk mengambil keputusan, dan kemunduran dalam

pekerjaan.

4) Manifestasi Vegetatif dan Fisik

Menggambarkan adanya gangguan tidur, merasa lelah, kehilangan selera makan,

penurunan berat badan, gejala psikosomatis dan kehilangan libido.

Namun begitu mudahkah seseorang memutuskan niat bunuh diri? Jawabnya

tidak, sebagaimana terbukti dari adanya gejala yang disebut Ambivalensi dalam

bunuh diri. Artinya, senantiasa terjadi keraguan antaramelaksanakan dan

mengurungkan niat pada orang-orang yang berniat bunuh diri. Meminjam kata

Hamlet “to be or not to be”, Farberow dan Litman (1970) menggolongkan tiga

jenis perilaku bunuh diri berdasarkan kencang atau kendornya niat seseorang

untuk menghilangkan nyawa sendiri.

Memiliki sedikit definisi yang berbeda, percobaan bunuh diri dan bunuh

diri yang berhasil dilakukan memiliki hubungan yang kompleks (Maris

dkk.,2000). Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi dan komorbid antara

etiologi kedua perilaku tersebut. Di samping itu, kebanyakan pelaku bunuh diri

melakukan beberapa percobaan bunuh diri sebelum akhirnya berhasil bunuh diri.

Beck (dalam Salkovskis, 1998) mendefinisikan percobaan bunuh diri sebagai

sebuah situasi dimana seseorang telah melakukan sebuah perilaku yang

sebenarnya atau kelihatannya mengancam hidup dengan intensi menghabisi

hidupnya, atau memperlihatkan intensi demikian, tetapi belum berakibat pada

kematian.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


50

Dengan demikian, yang dimaksud dengan percobaan bunuh diri adalah

upaya untuk membunuh diri sendiri dengan intensi mati tetapi belum berakibat

pada kematian.

2. Karakteristik Orang Yang Melakukan Percobaan Bunuh Diri

Menurut Kartono (2000) beberapa karakteristik dari orang-orang yang

cenderung melakukan dan sudah melakukan percobaan bunuh diri, meliputi:

a. Ada ambivalensi yang sadar atau tidak sadar antara keinginan untuk mati

dan untuk hidup.

b. Mengalami keputusasaan, tidak berdaya, tidak berguna, dan merasa tidak

mampu mengatasi segala kesulitan dalam hidupnya.

c. Merasa berada pada batas kemampuan, merasa telah mencapai pada

puncaknya baik secara fisik dan secara mental.

d. Selalu dihantui atau dikejar-kejar oleh rasa cemas, takut, tegang, depresi,

marah, dendam, dosa atau bersalah.

e. Ada kekacauan dalam kepribadiannya, mengalami kondisi disorganisasi

dan disintegrasi personal, tidak mampu memperbaiki maupun keluar dari

jalan buntu.

f. Terombang-ambing dalam berbagai macam suasana hati yang

kontroversal, agitasi lawan apati, ingin lari lawan berdiam diri, memiliki

potensialitas kontra kelemahan dan ketidakberanian.

g. Terdapat pengerutan kognitif, ada ketidakmampuan melihat dengan

wawasan yang cerah, tidak mampu melihat alternatif lain, bahkan

meyakini limitasi dan kelemahan dari potensialitas sendiri.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


51

h. Hilangnya gairah hidup, hilang minat terhadap aktivitas sehari-hari,

hilangnya gairah seks, tidak memiliki minat terhadap masyarakat

sekitarnya.

i. Banyak penderitaan jasmaniah, mengalami insomnia (gangguan tidur),

nafsu makan berkurang, dan simtom-simtom psikosomatis lainnya.

j. Penderita pernah sekali atau beberapa kali mencoba melakukan

upaya percobaan bunuh diri.

3. Faktor Penyebab Percobaan Bunuh Diri

Bunuh diri bukanlah merupakan satu hal tetapi terdiri dari banyak

fenomena yang tumpang tindih. Oleh sebab itu, tidak ada satupun kasus bunuh

diri yang memiliki etiologi yang sama (Maris dkk,2000). Schneidman menyebut

bunuh diri sebagai hasil dari “psychache”. Psychache merupakan rasa sakit dan

derita yang tidak tertahankan dalam jiwa dan pikiran. Rasa sakit tersebut pada

dasarnya berasal dari jiwa seseorang ketika merasakan secara berlebih rasa malu,

rasa bersalah, penghinaan, kesepian, ketakutan, kemarahan, kesedihan karena

menua, atau berada dalam keadaan sekarat (dalam Maris dkk., 2000).

Di samping itu, Mann dari bidang psikiatri mengatakan penyebab bunuh

diri berada di otak, akibat kurangnya tingkat 5-HIAA, reseptor post-sinapsis, dan

pertanda biologis lainnya (dalam Maris dkk., 2000). Tidak ada faktor tunggal pada

kasus bunuh diri, setiap faktor yang ada saling berinteraksi. Namun demikian,

tidak berarti bahwa seorang individu yang melakukan bunuh diri memiliki semua

karakteristik di bawah ini.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


52

Berikut beberapa faktor penyebab bunuh diri yang didasarkan pada kasus

bunuh diri yang berbeda-beda tetapi memiliki efek interaksi di antaranya (Maris,

dalam Maris dkk.,2000; Meichenbaum, 2008):

1. Major-depressive illness, affective disorder(perubahan mood)


2. Penyalahgunaan obat-obatan (sebanyak 50% korban percobaan bunuh
memiliki level alkohol dalam darah yang positif)
3. Memiliki pikiran bunuh diri, berbicara dan mempersiapkan bunuh diri
4. Sejarah percobaan bunuh diri
5. Sejarah bunuh diri dalam keluarga
6. Isolasi, hidup sendiri, kehilangan dukungan, penolakan
7. Hopelessness dan cognitive rigidity(susah atau tidak mungkin dapat berpikir
fleksibel untuk mencari solusi atas masalah yang sedang dihadapi)
8. Stresor atau kejadian hidup yang negatif (masalah pekerjaan, pernikahan,
seksual, patologi keluarga, konflik interpersonal, kehilangan, berhubungan
dengan kelompok teman yang suicidal)
9. Kemarahan, agresi, dan impulsivitas
10. Rendahnya tingkat 5-HIAA (kelainan pada amin biogenic)
11. Key symptoms (anhedonia, impulsivitas, kecemasan/panik, insomnia global,
halusinasi perintah)
12. Akses pada media untuk melukai diri sendiri
13. Penyakit fisik dan komplikasinya

Dari uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa faktor penyebab orang


melakukan bunuh diri dapat timbul dikarenakan depresi yang awalnya dirasakan
oleh seseorang karena masalah hidup yang dialami, sehingga timbul bentuk-
bentuk depresi yang mendukung penyebab orang melakukan percobaan bunuh
diri.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


53

4. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Orang Yang Melakukan Percobaan


Bunuh Diri

Menurut William Zung (Haksasi, 2010) terdapat beberapa perubahan tingkah

laku yang menjadi masalahpada orang dewasa sebelum dan sesudah melakukan

percobaan bunuh diri , yaitu:

a. Masalah Yang Dihadapi Prapercobaan Bunuh Diri

Perlu diwaspadai gejala percobaan bunuh diri meliputi: terjadi

perubahanmengenai prestasi belajar, perubahan tingkah laku sosial,

mengkonsumsi minuman keras secara berlebihan, perubahan tingkah laku,

merasakan kejenuhan, nafsu makan berkurang, tidak mampu berkonsentrasi,

terdapat tanda-tanda yang tidak jelas mengenai gangguan mental, menghambur-

hamburkan uang, tidak dapat berkomunikasi dengan anggota keluarga dan teman,

membolos, pemurung, mengalami gangguan tidur (insomnia), kurangnya

hubungan baik antara anak terhadap orang tua, hamil di luar nikah, merokok

secara berlebihan, dan meracuni diri sendiri.

Menurut Denneby, et al (Nevid J. S, et al, 2005) orang yang bunuh diri

cenderung menunjukkan niatnya dengan cara menceritakan pada orang lain

mengenai pikiran-pikiran bunuh diri, namun beberapa orang berusaha untuk

menyembunyikan niatnya.

Supratiknya (1995) bahwa orang yang akan melakukan percobaan bunuh diri

pada umumnya mengkomunikasikan niatnya kepada orang lain baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pesan bunuh diri biasanya ditujukan kepada

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


54

keluarga, dan biasanya pesan dikirim via pos atau ditinggalkan di suatu tempat

tidak jauh dari tempat bunuh diri.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa perilaku

prapercobaan bunuh diri ditandai dengan membicarakan keinginan untuk bunuh

diri, membuat pesan terakhir, insomnia (gangguan tidur), tidak dapat

berkonsentrasi, perubahan tingkah laku sosial.

b. Masalah Yang Dihadapi Pascapercobaan Bunuh Diri

Menurut William (Haksasi, 2010) terdapat beberapa masalah perubahan

tingkah laku di kalangan dewasa yang menunjukkan pada perilaku

pascapercobaan bunuh diri, yaitu ditandai dengan perubahan dramatis dalam mutu

prestasi di sekolah, perubahan dalam tingkah laku sosial, penggunaan obat keras

atau alkohol secara berlebihan, perubahan dalam tingkah laku sehari-hari dan pola

hidup, kesalahan yang sangat berat, kebosanan dan nafsu makan yang menurun,

tidak mampu berkonsentrasi, tanda-tanda yang tidak jelas mengenai gangguan

mental, membuang harta benda, tidak dapat berkomunikasi dengan anggota

keluarga dan teman di sekolah, membolos, isolasi atau sikap yang murung,

insomnia (gangguan tidur), kurangnya hubungan baik antara anak dan orang tua,

kehamilan di luar nikah, merokok berlebihan, memiliki sejarah penganiayaan

anak dalam keluarga, meracuni diri sendiri.

Peneliti menyimpulkan bahwa banyak perubahan yang terjadi pasca

percobaan bunuh diri yang harus dihadapi pelaku , tetapi dengan itu pelaku

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


55

pencoba bunuh diri tetap menjalani hidupnya dengan beradaptasi kembali dengan

lingkunganya yang sudah berubah terhadapnya.

D.Kriteria DSM-IV TR

DSM (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Dissorder) merupakan

acuan yang digunakan secara universal di Amerika untuk mendiagnosa gangguan

kejiwaan. Sampai saat ini, DSM telah mengalami lima kali revisi sejak pertama

kali dipublikasikan pada tahun 1952. Edisi terakhir DSM sebelum DSM 5 adalah

DSM 4 yang dipublikasikan pada tahun 1994 dan mengalami revisi teks pada

tahun 2000 yang disebut DSM 4 TR. (Saeed, 2012).

Perilaku bunuh diri bukan merupakan gangguan psikologis, namun

merupakan simtom dari gangguan psikologis lain, umumnya gangguan mood.

Depresi berat dan depresi mayor termasuk gangguan mood pada anak dan remaja

semua umur dan kejadiannya meningkat seiring penambahan umur.Depresi

menjadi faktor utama penyebab bunuh diri.Diagnosis depresi ditegakkan sedini

mungkin sehingga dapat melakukan penanganan dan percobaan bunuh diri dapat

dicegah. Diagnosis depresi mayor dapat ditegakkan dengan kriteria diagnosa

Diagnostic and Statistical Manual Fourth Edition

Text Revision (DSM-IV TR) dan depresi berat dapat ditegakkan dengan kriteria

diagnosa Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III (PPDGJ

III).

1. Klasifikasi Dan Diagnosa Depresi

Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

fourth edition) Gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori, yaitu:

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


56

a. Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder).

Didapatkan 5 atau lebih simptom depresi selama 2 minggu. Kriteria terebut

adalah: suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri oleh

subjek ataupun observasi orang lain (pada anak-anak dan remaja perilaku yang

biasa muncul adalah mudah terpancing amarahnya), kehilangan interes atau

perasaan senang yang sangat signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas

sehari-hari, berat badan turun secara siginifkan tanpa ada program diet atau justru

ada kenaikan berat badan yang drastis, insomnia atau hipersomnia berkelanjutan,

agitasi atau retadasi psikomotorik, letih atau kehilangan energi, perasaan tak

berharga atau perasaan bersalah yang eksesif, kemampuan berpikir atau

konsentrasi yang menurun, pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha

bunuh diri yang muncul berulang kali, distress dan hendaya yang signifikan secara

klinis, tidak berhubungan dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang.

b. Gangguan distimik (Dysthymic disorder)

Suatu bentuk depresi yang lebih kronis tanpa ada bukti suatu episode depresi

berat (dahulu disebut depresi neurosis). Kriteria DSM-IV untuk gangguan

distimik perasaan depresi selama beberapa hari, paling sedikit selama 2 tahun

(atau 1 tahun pada anak-anak dan remaja) selama depresi, paling tidak ada dua hal

berikut yang hadir tidak nafsu makan atau makan berlebihan, insomnia atau

hipersomnia, lemah atau keletihan, self esteem rendah, daya konsentrasi rendah,

atau sulit membuat keputusan, perasaan putus asa selama 2 tahun atau lebih

mengalami gangguan, orang itu tanpa gejala-gejala selama 2 bulan tidak ada

episode manik yang terjadi dan kriteria gangguan siklotimia tidak ditemukan.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


57

Gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh efek psikologis langsung dari kondisi obat

atau medis signifikansi klinis distress (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam

fungsi.

c. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or

cyclothymic disorder).

Kriteria: kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah

episode depresi berat atau lebih, kemunculan (atau memiliki riwayat pernah

mengalami) paling tidak satu episode hipomania, tidak ada riwayat episode manik

penuh atau episode campuran, gejala-gejala suasana perasaan bukan karena

skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi gangguan lain seperti skizofrenia,

gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek-efek fisiologis dari substansi tertentu

atau kondisi medis secara umum, distress atau hendaya dalam fungsi yang

signifikan secara klinis.

Berdasarkan kriteria diagnosa DSM-IV TR untuk depresi mayor,

sekurang-kurangnya harus ada lima gejala selama dua minggu dan ada perubahan

kemampuan dari yang sebelumnya. Gejala yang penting ada adalah keadaan

depresi atau perasaan mudah marah atau kehilangan kegemaran terhadap suatu

hal. Gejala lain untuk melengkapi empat kriteria gejala, diantaranya kegagalan

anak untuk mencapai berat badan ideal, insomnia atau hipersomnia harian,

retardasi atau agitasi psikomotorik, lemah harian atau kehilangan energinya,

merasakan bahwa dirinya tidak berharga lagi atau merasakan perasaan bersalah,

kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi menurun, dan adanya pemikiran

untuk mati yang berulang. Gejala-gejala ini harus menyebabkan kesulitan sosial

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


58

atau akademik. Untuk dapat menegakkan diagnosis depresi mayor, maka gejala-

gejala tersebut bukan merupakan efek dari suatu substansi, misalnya alkohol, atau

akibat kondisi pengobatan secara umum.

Depresi berat tanpa gejala psikotik yang cenderung disertai dengan tanda-

tanda percobaan bunuh diri, diagnosanya dapat ditegakkan dengan kriteria

diagnosa PPDGJIII yang disusun berdasarkan ICD-10. Pada episode depresi berat,

penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata,

kecuali apabila retardasi merupakan gejala utama. Kehilangan harga diri dan

memiliki perasaan bahwa dirinya tak berguna lagi mungkin tampak dominan.

Pada beberapa kasus yang berat, bunuh diri menjadi bahaya yang nyata.

Pedoman diagnostik PPDGJ III untuk episode depresi berat adalah tiga

gejala khas untuk episode depresi ringan dan sedang harus ada, ditambah

sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus

berintensitas berat. Tiga gejala khas tersebut adalah suasana perasaan (mood) yang

depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah lelah. Gejala lainnya yang

lazim terjadi, yakni konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan

kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna,

pandangan masa depan yang suram dan pesimistis,gagasan atau perbuatan

membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, dan nafsu berkurang.

Apabila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi) yang dominan, maka

pasien mungkin tidak mampu untuk melaporkan gejalanya secara rinci. Bila

demikian, penentuan secara menyeluruh dalam subkategori episode depresi berat

masih dibenarkan. Episode depresi seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


59

dua minggu. Jika ada gejala yang sangat berat dan sangat cepat, maka

diperbolehkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari dua minggu,

(Supyanti,2010).

Berdasarkan klasifikasi depresi menurut DSM IV, yang termasuk dalam

katagori kegawatdaruratan depresi adalah gangguan depresi berat (Mayor

depressive disorder), oleh karena itu pada klasifikasi gangguan depresi berat

terdapat kriteria dengan gejala klinis berupa pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh

diri atau usaha bunuh diri yang muncul berulang kali.

© UNIVERSITAS MEDAN AREA


60

D. Paradigma Penelitian

Orang Dewasa Penyebab Bunuh Diri (Maris


dkk,2000; Meichenbaum,
2008):
Tidak melakukan melakukan
percobaan bunuh percobaan
diri bunuh diri 1. Major-depressive illness,
affective disorder
2. Penyalahgunaanobat-
obatan
Masalah yang timbul (William, dalam Haksasi, 2010) 3. pikiran bunuh diri
: 4. Sejarah percobaan bunuh
diri
Masalah yang dihadapi setelah melakukan percobaan 5. Sejarah bunuh diri dalam
bunuh diri.: keluarga
1. perubahan mutu prestasi di sekolah 6. Isolasi, hidup sendiri,
2. perubahan dalam tingkah laku sosial 7. Hopelessness dan cognitive
3. penggunaan obat keras atau alkohol secara rigidity
berlebihan 8. Stresor
4. perubahan dalam tingkah laku sehari-hari dan 9. Kemarahan, agresi
pola hidup 10. Rendahnya tingkat 5-
5. nafsu makan yang menurun, tidak mampu HIAA
berkonsentrasi,

Strategi coping (defence mechanism) pasca percobaan


bunuh diri (Kartono, 2000):
1. Agresi
2. Regresi
3. Fixatie (fixtion)
4. Pendesakan Dan Kompleks-Kompleks Terdesak
5. Rasionalisasi Dan Self-Justification (Pembenaran Diri)
6. Proyeksi
7. Sour Crape Technique (Teknik Anggur Asam)
8. Sweet Orange Tehnique (Teknik Jeruk Manis)
9. Identifikasi
10. Narsism BAB III
11. Autisme

© UNIVERSITAS MEDAN AREA

Anda mungkin juga menyukai