Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI

DENGAN ASFIKSIA
DI RUANG PERINATOLOGI
PUSKESMAS WRINGIN KAB. BONDOWOSO

Disusun oleh:
UCIK MASTURO
NIM : 1932000048

1
LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA

A. PENGERTIAN
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
sspontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk
apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan
dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Wiknjosastro, 1999).

B. KLASIFIKASI
1. “Vigorous Baby”
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. “Mild Moderate asphyksia/asphyksia sedang”
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak
ada.
3. Asphyksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi
jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia
berat.

C. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

2
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan
pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat ganguan dalam
persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung
secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara
mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit
menahun seperti anemia, hipertensi, jantung dll. Faktor-faktor yang timbul dalam
persalinan yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan aliran darah
dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obat-obatan
anestesia/ analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan
bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-
paru dll. Sedangkan faktor dari pihak ibu adalah gangguan his misalnya hipertonia
dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada
eklamsia, ganguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
Towel (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi
terdiri dari :
1. Faktor ibu
Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya.

Gangguan aliran darah uterus


Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada
gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
hipertensi pada penyakit eklamsi dsb.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta dsb.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
3
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin, dll.

4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal yaitu; pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang
terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital
pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran
pernapasan, hipoplasia paru, dsb.

D. PATOFISIOLOGI
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia
ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap
sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “Primarg
gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya
asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai
penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang
kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas
tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan
ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping terjadinya
perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan
basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila
gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya
glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung.
Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang
dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

4
TANDA Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 JUMLAH
NILAI
Frekwensi Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100
jantung X/menit X/menit
Usaha Tidak ada Lambat, tidak Menangis kuat
bernafas teratur
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif
fleksi sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

Warna Biru / pucat Tubuh Tubuh dan


kemerahan, ekstremitas
ekstremitas biru kemerahan

APGAR SCORE
nilai 0-3 : asfiksia berat
nilai 4-6 : asfiksia sedang
nilai 7-10 : normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi
dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti
penilaian skor apgar)

5
6
E. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis:
 RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
 Bradikardia
 tonus otot berkurang
 DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
 Takikardi
 Apnea
 Pucat
 Sianosis
 penurunan terhadap stimulus
 Nafas cepat, nafas cuping hidung

Gejala lanjut pada asfiksia :


 Pernafasan megap-megap yang dalam
 Denyut jantung terus menurun
 Tekanan darah mulai menurun
 Bayi terlihat lemas (flaccid)
 Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
 Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
 Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)
 Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
 Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler

F. KOMPLIKASI
1. otak : edema otak,perdarahan otak,
2. jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru,
edema paru.
3. ginjal : tubular nekrosis akut.
4. hiperbilirubenimia

7
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Analisa Gas darah
2.      Elektrolit  darah
3.      Gula darah
4.      Baby gram (RO dada)
5.      USG (kepala)

H. PENATALAKSANAAN
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi
gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastika saluran nafas terbuka :
 Meletakan bayi dalam posisi yang benar
 Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
 Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
 Lakukan rangsangan taktil, beri rangsangan taktil dengan menyentil atau
menepuk telapak kaki bayi. Lakukan penggosokan punggung bayi secara
cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
 Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
 Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asphyksia berat

8
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi
paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan
intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat
hampir selalu disertai asidosis. Koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB,
diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini
disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan
terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan
biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali
inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100x/menit. Tindakan ini diselingi
ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan
diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus
dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa
yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau
stenosis jalan nafas.
b. Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik
tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi
sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan
dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup
nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20
kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi
memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut,
ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke
kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi
dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan
perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak
berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau
perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat
natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat
9
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien dan keluarga
b. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
1. Riwayat Kehamilan Sekarang
2. Riwayat Persalinan ibu
c. Objektif
d. Pemeriksaan Umum
e. Pemeriksaan Fisik
f. Antropometri
g. Eliminasi
1. Diagnosa
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan janin dalam kandungan
kekurangan 02 dan kadar co2 meningkat yang ditandai dengan apnea, bayi
tidak menunjukkan bernafas spontan,tekanan darah menurun,bayi tidak
bereaksi terhadap rangsangan,denyut jantung janin lambat,bayi terlihat lemas.
b. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ganguan perfusi ventilasi
di tandai dengan sianosis, pernafasan cuping hidung, takikardi dan pH arteri
menurun.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pada system syaraf pusat
yang sangat terangsang dalam kondisi asfiksia ditandai dengan tekanan darah
abnormal,frekuensi jantung abnormal,dispnea.
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
adaanya kemungkinan hipovolemia atau kematian jaringan
e. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya infeksi nosokomial dan respon
imun yang terganggu.

10
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA PASIEN ASFIKSIA SEDANG

DX DX TUJUAN & KH INTERVENSI


1 Bersihan jalan Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas :
nafas tidak tindakan keperawatan selama 3x 24 1. Observasi :
efektif jam pola nafas tetap paten atau  Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
berhubungan efektif  Monitor bunyi nafas tambahan (mis.gurgling,mengi,
dengan benda Kriteria hasil: wheezing,ronkhi kering).
asing dalam 1. Batuk efektif meningkat  Monitor sputum (jumlah, warna,aroma)
jalan nafas 2. Produksi sputum menurun 2. Terapeutik
3. Mengi menurun  Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-
4. Wheezing menurun lift (jaw thrust jika curiga trauma servikal)
5. Mekonium (pada neonatus)  Posisikan semi Fowler atau Fowler
menurun  Berikan minum hangat
6. Dispnea menurun  Lakukan fisioterapi dada,jika perlu
7. Ortopea menurun  Lakukan pengisapan lender kurang dari 15 detik
8. Sulit bicara menurun  Lakukan hiperoksigenasi sebelum pengasapan endotrakeal
9. Sianosis menurun  Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
10. Gelisah menurun  Berikan oksigen,jika perlu
11. Frekuensi napas membaik 3. Edukasi
12. Pola nafas membaik  Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi

11
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik,jika perlu
2 Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan Terapi oksigen :
pertukaran gas tindakan keperawatan selama 3x 24 1. Observasi
yang jam diharapkan gangguan  Monitor kecepatan ariran oksigen
berhubungan pertukaran gas pasien dapat  Monitor posisi alat terapi oksigen
dengan teratasi.  Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
ketidakseimba Kriteria hasil: diberikan cukup
ngan ventilasi 1. Tingkat kesadaran meningkat  Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, analisa gas
perfusi 2. Disnea menurun darah) jika perlu
3. Bunyi nafas tambahan  Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
menurun
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
4. Diaforesis menurun
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan etelektasis
5. Gelisah menurun
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
6. Napas cuping hidung menurun
 Monitor integritas mikosa hidung akibat pemasangan oksigen
7. PCO2 membaik
2. Terapeutik
8. PO2 membaik
 Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea,jika perlu
9. Takikardi membaik
 Pertahankan kepatenan jalan napas
10. pH arteri membaik
11. Sianosis membaik  Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen

12. Pola nafas membaik  Berikan oksigen tambahan,jika perlu

13. Warna kulit membaik  Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat

12
mobilitas pasien
3. Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
dirumah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
3 Risiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi :
ditandai tindakan keperawatan selama 3x 24 1. Observasi
dengan jam resiko infeksi dapat teratasi  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
ketidakadekuat Kriteria hasil : 1. Terapeutik
an pertahanan 1. Kebersihan tangan meningkat  Batasi jumlah pengunjung
tubuh primer 2. Kebersihan badan meningkat,  Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Nafsu makan meningkat  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
4. Demam menurun lingkungan pasien
5. Kemerahan menurun  Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
6. Nyeri menurun
2. Edukasi
7. Bengkak menurun
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
8. Vesikel menurun
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
9. Cairan berbau busuk menurun
 Ajarkan batuk efektif
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

13
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
3. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

14
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.
Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
DPP PPNI. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta; 2017

DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). Jakarta; 2018

DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). Jakarta; 2019

Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta

Rahayu, Sri Dedeh. 2009. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus. Jakarta: Salemba Medika
Sarwono Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
LEMBAR KONSULTASI

32
T MATERI YANG DIKONSULTASIKAN DAN NAMA & TTD
G URAIAN PEMBIMBING
L PEMBIMBI
NG

33

Anda mungkin juga menyukai