Anda di halaman 1dari 45

Pemeriksaan Laboratorium

Kritisi Pemeriksaan Laboratorium Kasus dari Kelompok


Dari hasil kritisi kelompok untuk kasus pasien Tn. X hanya terlampir hasil pemeriksaan

laboratorium :
 Hemoglobin menurun yaitu 10,6 mg/dL nilai normalnya 12.0 – 16.0 g/dL jumlah

hemoglobin kurang dari 12 gm/dL menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia.


 Kreatinin serum meningkat yaitu 2,23 mg/dl Nilai normalnya 0,5-1,1 mg/dL

pada konsentrasi kreatinin serum dapat meningkat pada pasien menunjukkan bahwa
pasien mengalami gangguan fungsi ginjal baik karena gangguan fungsi ginjal

disebabkan oleh nefritis, penyumbatan saluran urin, penyakit otot atau dehidrasi
akut.

 Urea meningkat 82,3 mg/dL nilai normalnya 19,3-49,2 mg/dL kadar ureum
darah terbaca lebih tinggi dari normal, maka menunjukkan bahwa pasien

mengalami berbagai kondisi kemungkinan penyakit ginjal, gagal ginjal,


obstruksi saluran kemih, Perdarahan saluran cerna, penyakit jantung, gagal

jantung kongestif, dehidrasi, kelebihan kadar protein, stress, dan syok.

Seharusnya pada kasus Tn. X melampirkan hasil pemeriksaan laboratorium secara lengkap
seperti pemeriksaan elektrolit, faal ginjal, darah lengkap untuk memudahkan tenaga medis

dalam mendeteksi penyakit, menentukan resiko, memantau perkembangan penyakit dan


memantau sejauh mana perkembangan pengobatan dan juga mengukur GFR untuk

mendeteksi penyakit gagal ginjal kronik karna data yang didapatkan dari pasien
kemungkinan ada gangguan pada ginjal pasien.

Sumber : Kementrian RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinis. Jakarta

Pemeriksaan Laboratorium Tambahan Dari Kelompok


1. Pemeriksaan cek darah lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Penjelasan
HEMATOLOGI
Leukosit Tidak 4.80 – 10.80 Fungsi utama leukosit adalah

terlampir 10^3/µL melawan infeksi, melindungi


pada kasus tubuh dengansing dan

memproduksi
memfagosit organisme a atau
mengangkut/ mendistribusikan

antibodi.
 Nilai krisis leukositosis:

30.000/mm3. Lekositosis
hingga 50.000/mm3

mengindikasikan gangguan di
luar sumsum tulang (bone

marrow).
 Nilai leukosit yang sangat

tinggi (di atas 20.000/mm3)


dapat disebabkan oleh

leukemia. Penderita kanker


post-operasi (setelah

menjalani operasi)
menunjukkan pula

peningkatan leukosit
walaupun tidak dapat

dikatakan infeksi.
 Waspada terhadap
kemungkinan leukositosis
akibat pemberian obat.

 Perdarahan, trauma, obat


(mis: merkuri, epinefrin,

kortikosteroid), nekrosis,
toksin, leukemia dan

keganasan adalah penyebab


lain leukositosis.

 Makanan, olahraga, emosi,


menstruasi, stres, mandi air

dingin dapat meningkatkan


jumlah sel darah putih
 Leukopenia, adalah
penurunan jumlah leukosit

<4000/mm3. Penyebab
leukopenia antara lain:

1. Infeksi virus, hiperplenism,


leukemia.

2. obat (antimetabolit,
antibiotik, antikonvulsan,

kemoterapi)
3. Anemia

aplastik/pernisiosa
4. Multipel mieloma
Eritrosit Tidak 4.20 – 5.40 Fungsi utama eritrosit adalah
terlampir 10^6/µL untuk mengangkut oksigen dari

pada kasus paru-paru ke jaringan tubuh dan


mengangkut CO2 dari jaringan

tubuh ke paru-paru oleh Hb.


 Jumlah sel darah merah

menurun pada pasien anemia


leukemia, penurunan fungsi

ginjal, talasemin, hemolisis


dan lupus eritematosus

sistemik. Dapat juga terjadi


karena obat (drug induced

anemia). Misalnya: sitostatika,


antiretroviral.

 Sel darah merah meningkat


pada polisitemia vera,

polisitemia sekunder,
diare/dehidrasi, olahraga

berat, luka bakar, orang yang


tinggal di dataran tinggi.
Hemoglobin 10,6 g/dl 12.0 – 16.0 g/dL Hemoglobin adalah komponen
yang berfungsi sebagai alat

transportasi oksigen
(O2) dan karbon dioksida (CO2).

Secara umum, jumlah


hemoglobin kurang dari 12

gm/dL
menunjukkan anemia Nilai Hb

<5,0g/dL adalah kondisi yang


dapat memicu gagal jantung

dan kematian. Nilai >20g/dL


memicu kapiler clogging sebagai

akibat
hemokonsenstras.
MCV Tidak 37.0 – 54.0 % MCV adalah indeks untuk
terlampir menentukan ukuran sel darah

pada kasus merah.


 Penurunan nilai MCV terlihat

pada pasien anemia


kekurangan besi, anemia

pernisiosa dan talasemia,


disebut juga anemia

mikrositik.
 Peningkatan nilai MCV terlihat

pada penyakit hati,


alcoholism, terapi

antimetabolik, kekurangan
folat/vitamin B12, dan terapi

valproat, disebut juga anemia


makrositik.
MCH Tidak 28– 34 pg/ sel Indeks MCH adalah nilai yang
terlampir mengindikasikan berat Hb rata-
pada kasus rata di dalam sel darah merah,
dan oleh karenanya menentukan

kuantitas warna (normokromik,


hipokromik, hiperkromik) sel

darah merah. MCH dapat


digunakan untuk mendiagnosa

anemia.
 Peningkatan MCH

mengindikasikan anemia
makrositik

 Penurunan MCH
mengindikasikan anemia

mikrositik.
MCHC Tidak 27.0 – 31.0 pg/sel Indeks MCHC mengukur

terlampir konsentrasi Hb rata-rata dalam


pada kasus sel darah merah; semakin kecil

sel, semakin tinggi


konsentrasinya. Perhitungan

MCHC tergantung pada Hb dan


Hct. Indeks ini adalah indeks Hb

darah yang lebih baik, karena


ukuran sel akan mempengaruhi

nilai MCHC, hal ini tidak berlaku


pada MCH. Implikasi Klinik:

 MCHC menurun pada pasien


kekurangan besi, anemia

mikrositik, anemia karena


piridoksin, talasemia dan

anemia hipokromik.
 MCHC meningkat pada

sferositosis, bukan anemia


pernisiosa.
PT Tidak 10-15 detik PT (Prothrombin time) Mengukur
terlampir secara langsung kelainan secara

pada kasus potensial dalam sistem


tromboplastin ekstrinsik (fi

brinogen, protrombin, faktor V,


VII dan X).

 Nilai meningkat pada


defisiensi faktor

tromboplastin ekstrinsik, defi


siensi vit.K, DIC

(disseminated intravascular
coagulation), hemorrhragia

pada bayi baru lahir, penyakit


hati, obstruksi bilier, absorpsi

lemak yang buruk, lupus,


intoksikasi salisilat. Obat

yang perlu diwaspadai:


antikoagulan (warfarin,

heparin)
 Nilai menurun apabila
konsumsi vit.K meningkat.
APPT Tidak 21-45 detik Pemeriksaan untuk mendeteksi

terlampir kelainan dari faktor-faktor


pada kasus pembekuan darah.
Neutrofil Tidak 0.15 – 0.40 % Neutrofil adalah leukosit yang
terlampir paling banyak. Neutrofil terutama

pada kasus berfungsi sebagai pertahanan


terhadap invasi mikroba melalui

fagositosis. Sel ini memegang


peranan penting dalam

kerusakan jaringan yang


berkaitan dengan penyakit
noninfeksi seperti artritis
reumatoid, asma dan radang

perut. Neutrofilia, yaitu


peningkatan persentase neutrofil,

disebabkan oleh infeksi bakteri


dan parasit, gangguan metabolit,

perdarahan dan gangguan


myeloproliferatif.

 penurunan produksi

neutrofil, peningkatan
kerusakan sel, infeksi bakteri,

infeksi virus, penyakit


hematologi, gangguan

hormonal dan infeksi berat.


 Peningkatan jumlah neutrofil

berkaitan dengan tingkat


keganasan infeksi.

 Jika peningkatan neutrofil


lebih besar daripada

peningkatan sel darah merah


total mengindikasikan infeksi

yang berat.
 Pada kasus kerusakan

jaringan dan nekrosis


(seperti: kecelakaan, luka

bakar, operasi).
Limfosit Tidak 15 - 45% Merupakan sel darah putih yang

terlampir kedua paling banyak jumlahnya.


pada kasus Sel ini kecil dan bergerak ke

daerah infl amasi pada tahap


awal dan tahap akhir proses infl
amasi. Merupakan sumber
imunoglobulin yang penting

dalam respon imun seluler tubuh.


Kebanyakan limfosit terdapat di

limfa, jaringan limfatikus dan


nodus limfa. Hanya 5% dari total

limfosit yang beredar pada


sirkulasi. Limfositosis dapat

terjadi pada penyakit virus,


penyakit bakteri dan gangguan

hormonal. Penurunan limfosit <


500/mm3 menunjukkan pasien

dalam bahaya dan rentan


terhadap infeksi, khususnya

infeksi virus. Harus dilakukan


tindakan untuk melindungi

pasien dari infeksi.


Monosit Tidak 19-48 % Monosit merupakan sel darah

terlampir yang terbesar. Sel ini berfungsi


pada kasus sebagai lapis kedua pertahanan

tubuh, dapat memfagositosis


dengan baik dan termasuk

kelompok makrofag. Manosit


juga memproduksi interferon.

Monositosis berkaitan dengan


infeksi virus, bakteri dan parasit

tertentu serta kolagen, kerusakan


jantung dan

hematologi.Monositopenia
biasanya tidak mengindikasikan

penyakit, tetapi mengindikasikan


stres, penggunaan obat
glukokortikoid, myelotoksik dan
imunosupresan.
Esonofil Tidak 0 - 6% Eosinofil memiliki kemampuan
terlampir memfagosit, eosinofil aktif

pada kasus terutama pada tahap akhir


inflamasi ketika terbentuk

kompleks antigen-antibodi.
Eosinofil juga aktif pada reaksi

alergi dan infeksi parasit


sehingga peningkatan nilai

eosinofil dapat digunakan untuk


mendiagnosa atau monitoring

penyakit.
 Eosinofilia adalah

peningkatan jumlah eosinofil


lebih dari 6% atau jumlah

absolut lebih dari 500.


Penyebabnya antara lain:

respon tubuh terhadap


neoplasma, penyakit Addison,

reaksi alergi, penyakit


collagen vascular atau infeksi

parasit.
 Eosipenia adalah penurunan

jumlah eosinofil dalam


sirkulasi. Eosipenia dapat

terjadi pada saat tubuh


merespon stres (peningkatan

produksi glukokortikosteroid).
 Eosinofil cepat hilang pada

infeksi pirogenik
Basofil Tidak 0 - 2% Fungsi basofil masih belum
terlampir diketahui. Sel basofil mensekresi
pada kasus heparin dan histamin. Jika

konsentrasi histamin meningkat,


maka kadar basofil biasanya

tinggi. Jaringan basofil disebut


juga mast sel.

 Basofilia adalah peningkatan


basofil berhubungan dengan

leukemia granulositik dan


basofi lik myeloid metaplasia

dan reaksi alergi


 Basopenia adalah penurunan

basofi l berkaitan dengan


infeksi akut, reaksi stres, terapi

steroid jangka panjang.


Trombosit Tidak 150.000-450.000 Trombosit adalah elemen terkecil

terlampir Cmm dalam pembuluh darah.


pada kasus Trombosit diaktivasi setelah

kontak dengan permukaan


dinding endotelia. Trombosit

terbentuk dalam sumsum tulang.


Masa hidup trombosit sekitar 7,5

hari. Sebesar 2/3 dari seluruh


trombosit terdapat disirkulasi

dan 1/3 nya terdapat di limfa.


Penurunan trombosit di bawah

20.000 berkaitan dengan


perdarahan spontan dalam

jangka waktu yang lama,


peningkatan waktu perdarahan

petekia/ekimosis.
KIMIA KLINK
Gula darah sewaktu Tidak 70-140 mg/dL Pemeriksaan glukosa darah
terlampir adalah prosedur skrining yang

pada kasus menunjukan ketidakmampuan


sel pankreas memproduksi

insulin, ketidakmampuan usus


halus mengabsorpsi glukosa,

ketidakmampuan sel
mempergunakan glukosa secara

efi sien, atau ketidakmampuan


hati mengumpulkan dan

memecahkan glikogen.
 Peningkatan gula darah

(hiperglikemia) atau
intoleransi glukosa (nilai

puasa > 120 mg/dL) dapat


menyertai penyakit cushing

(muka bulan), stres akut,


feokromasitoma, penyakit

hati kronik, defi siensi kalium,


penyakit yang kronik, dan
sepsis.
Kadar gula darah menurun

(hipoglikemia) dapat disebabkan


oleh kadar insulin yang

berlebihan atau penyakit


Addison.
LDL Tidak <130 mg/dL LDL adalah B kolesterol
terlampir  Nilai LDL tinggi dapat terjadi

pada kasus pada penyakit pembuluh


darah koroner atau

hiperlipidemia bawaan. Hal


ini terjadi pada
hiperlipoproteinemia tipe Ha
dan Hb, DM, hipotiroidism,

sakit kuning yang parah,


sindrom nefrotik,

hiperlipidemia bawaan dan


idiopatik serta penggunaan

kontrasepsi oral yang


mengandung estrogen.

Penurunan LDL dapat terjadi


pada pasien dengan

hipoproteinemia atau alfa-


beta lipoproteinemia.
HDL Tidak 30-70 mg/dL HDL merupakan produk sintetis
terlampir oleh hati dan saluran cerna serta

pada kasus katabolisme trigliserida.


 Peningkatan HDL dapat

terjadi pada pasien yang


alkoholisme, sirosis bilier

primer, tercemar racun


industri atau poliklorin

hidrokarbon. Peningkatan
kadar HDL juga dapat terjadi

pada pasien yang


menggunakan klofi brat,

estrogen, asam nikotinat,


kontrasepsi oral dan fenitoin.

Penurunan HDL terjadi dapat


terjadi pada kasus fibrosis

sistik, sirosis hati, DM,


sindrom nefrotik, malaria dan

beberapa infeksi akut.


Penurunan HDL juga dapat
terjadi pada pasien yang
menggunakan probucol,

hidroklortiazid, progestin dan


infus nutrisi parentera.
Trigliserida Tidak L: 40-160 mg/dL Trigliserida ditemukan dalam
terlampir P: 35-135 mg/dL plasma lipid dalam bentuk

pada kasus kilomikron dan VLDL (very low


density lipoproteins).

 Trigliserida meningkat dari


ambang batas normal dapat

terjadi pada pasien yang


mengidap sirosis alkoholik,

alkoholisme, anoreksia
nervosa, sirosis bilier,

obstruksi bilier, trombosis


cerebral, gagal ginjal kronis,

DM, Sindrom Down’s,


hipertensi, hiperkalsemia,

idiopatik,
hiperlipoproteinemia (tipe I,

II, III, IV, dan V), penyakit


penimbunan glikogen (tipe I,

III, VI), gout, penyakit iskemia


hati hipotiroidism, kehamilan,

porfi ria akut yang sering


kambuh, sindrom sesak nafas,

talasemia mayor, hepatitis


viral dan sindrom Werner,s

 Penurunan trigliserida dari


ambang batas normal dapat

terjadi pada pasien dengan


obstruksi paru kronis,
hiperparatiroidism,
hipolipoproteinemia, limfa

ansietas, penyakit parenkim


hati, malabsorbsi dan

malnutrisi.
Albumin Tidak 3,5-5,5 mg/dL Albumin di sintesa oleh hati dan

terlampir mempertahankan keseimbangan


pada kasus distribusi air dalam tubuh

(tekanan onkotik koloid).


Albumin membantu transport

beberapa komponen darah,


seperti: ion, bilirubin, hormon,

enzim, obat.
 Nilai albumin meningkat dari

ambang batas normal dapat


terjadi pada keadaan

dehidrasi.
Nilai albumin menurun dari

ambang batas dapat terjadi pada


keadaan: malnutrisi, sindroma

absorpsi, hipertiroid, kehamilan,


gangguan fungsi hati, infeksi

kronik, luka bakar, edema, asites,


sirosis, nefrotik sindrom, SIADH,

dan perdarahan.
Ureum 82.3 mg/dl 19,3-49,2 mg/dL Ureum yaitu tes untuk

menentukan kadar urea nitrogen


dalam darah yang merupakan zat

sisa dari metabolisme protein


dan seharusnya dibuang melalui

ginjal.
 kadar ureum darah Anda
terbaca lebih tinggi dari
normal, maka bisa jadi Anda

mengalami berbagai kondisi


penyakit ginjal, gagal ginjal,

obstruksi saluran kemih,


Perdarahan saluran cerna,

penyakit jantung, gagal


jantung kongestif, dehidrasi,

kelebihan kadar protein,


stress, syok, dan hamil,

 Nilai ureum darah terbaca


lebih rendah daripada

normal, maka ada


kemungkinan memiliki

kondisi gagal hati, malnutrisi,


kekurangan protein di tubuh,

dan overhidrasi
Creatinin 2,23 mg/dl 0,5-1,1 mg/dL Kreatinin adalah produk antara

hasil peruraian kreatinin otot dan


fosfokreatinin yang diekskresikan

melalui ginjal. Produksi kreatinin


konstan selama masa otot

konstan. Penurunan fungsi ginjal


akan menurunkan ekskresi

kreatinin.
 Pada konsentrasi kreatinin

serum dapat meningkat pada


pasien dengan gangguan

fungsi ginjal baik karena


gangguan fungsi ginjal

disebabkan oleh nefritis,


penyumbatan saluran urin,
penyakit otot atau dehidrasi
akut.

 Pada Konsentrasi kreatinin


serum dapat menurun akibat

distropi otot, atropi,


malnutrisi atau penurunan

masa otot akibat penuaan.


SPGT Tidak 5-35 U/L Konsentrasi enzim ALT yang

terlampir tinggi terdapat pada hati. ALT


pada kasus juga terdapat pada jantung, otot

dan ginjal. ALT lebih banyak


terdapat dalam hati

dibandingkan jaringan otot


jantung dan lebih spesifik

menunjukkan fungsi hati


daripada AST.

 Peningkatan kadar ALT dapat


terjadi pada penyakit

hepatoseluler, sirosis aktif,


obstruksi bilier dan hepatitis.

 Nilai juga meningkat pada


keadaan: obesitas, preeklamsi

berat, acute lymphoblastic


leukemia (ALL).
SGOT Tidak 5-35 U/L AST (SGOT) adalah enzim yang
terlampir memiliki aktivitas metabolisme

pada kasus yang tinggi, ditemukan di


jantung, hati, otot rangka, ginjal,

otak, limfa, pankreas dan paru-


paru. Penyakit yang

menyebabkan perubahan,
kerusakan atau kematian sel
pada jaringan tersebut akan
mengakibatkan terlepasnya

enzim ini ke sirkulasi.


 Peningkatan kadar AST dapat

terjadi pada MI, penyakit hati,


pankreatitis akut, trauma,

anemia hemolitik akut,


penyakit ginjal akut, luka

bakar parah dan penggunaan


berbagai obat, misalnya:

isoniazid, eritromisin,
kontrasepsi oral

 Penurunan kadar AST dapat


terjadi pada pasien asidosis

dengan diabetes mellitus


Blood Urea Nitrogen Tidak Dewasa muda <40 Adalah produk akhir dari

(BUN) terlampir tahun : 5-18 mg/dl metabolisme protein yang


pada kasus Dewasa 40-60 : 5- diekskresikan melalui urin.

20 mg/dl Penurunan kadar BUN dapat


Lansia >60 : 5- disebabkan oleh hipervolumia

20mg/dl (overhidrasi), kerusakan hati yang


berat, diet protein, malnutrisi dan

kehamilan, sedangkan
peningkatan kadar BUN dapat

disebabkan oleh dehidrasi


komsumsi protein yang tinggi,

suplai darah ke ginjal menurun,


gagal ginjal glomerulonephritis

dan sepsis.
ELECTROLYTE
Natrium Tidak 135-155 mmo/L Natrium merupakan kation yang
terlampir banyak terdapat di dalam cairan
pada kasus ekstraseluler. Berperan dalam
memelihara tekanan osmotik,

keseimbangan asam-basa dan


membantu rangkaian transmisi

impuls saraf.
 jumlah natrium kurang dari

135 mmo/L menunjukkan


adanya kondisi hipovolemia

(kekurangan cairan tubuh).


Yang biasaya terjadi pada

pasien dengan pengguna


diuretik, defisiensi

mineralokortikoid,
hipoaldosteronism, luka

bakar, muntah, diare,


pankreatitis.

 Jumlah natrium yang lebih


dari normal menunjukkan

adanya kondisi hypervolemia


(kelebihan cairan tubuh) yang
sering terjadi pada pasien
gagal jantung penurunan

fungsi ginjal, sirosis, sindrom


nefrotik
Kalium Tidak 3,6-5,5, mmo/L Kalium merupakan kation utama
terlampir yang terdapat di dalam cairan

pada kasus intraseluler, (bersama bikarbonat)


berfungsi sebagai buffer utama.

Lebih kurang 80% - 90% kalium


dikeluarkan dalam urin melalui

ginjal.
 Pada kondisi hyperkalemia
(yang menunjukkan
kelebihan kalium dari jumlah

normal), terdapat faktor


yang mempengaruhi

penurunan ekskresi kalium


yaitu: gagal ginjal, kerusakan

sel (luka bakar, operasi),


asidosis, penyakit Addison,

diabetes yang tidak


terkontrol dan transfusi sel

darah merah
 Pada kondisi hipokalimea

(yang menunjukkan
kekuarangn kalium dari

jumlah normal), akan menjadi


hal yang menghawatirkan

dan akan lebih berat pada


pasien diare, muntah, luka

bakar parah, aldosteron


primer, asidosis tubular ginjal,
diuretik, steroid, cisplatin,
tikarsilin, stres yang kronik,

penyakit hati dengan asites,


dan terapi amfoterisin.
Chloride Tidak 98-108 mmo/L Klorida berperan penting dalam
terlampir memelihara keseimbangan asam

pada kasus basa tubuh dan cairan melalui


pengaturan tekanan osmotis

 Penurunan konsentrasi
klorida dalam serum dapat

disebabkan oleh muntah,


gastritis, diuresis yang agresif,
luka bakar, kelelahan,
diabetik asidosis, infeksi akut.

 Peningkatan konsentrasi
klorida dalam serum dapat

terjadi karena dehidrasi,


hiperventilasi, asidosis

metabolik dan penyakit


ginjal.
ANALISA GAS DARAH (AGD)
SaO₂ Tidak 95-99 %O₂ Jumlah oksigen yang diangkut

terlampir oleh hemoglobin, ditulis sebagai


pada kasus persentasi total oksigen yang

terikat pada hemoglobin.


Implikasi Klinik:

 Saturasi oksigen digunakan


untuk mengevaluasi kadar

oksigenasi hemoglobin dan


kecukupan oksigen pada

jaringan
 Tekanan parsial oksigen yang

terlarut di plasma
menggambarkan jumlah

oksigen yang terikat pada


hemoglobin.
PaO₂ Tidak 75-100 mmHg PaO2 adalah ukuran tekanan
terlampir parsial yang dihasilkan oleh

pada kasus sejumlah O2 yang terlarut dalam


plasma. Nilai ini menunjukkan

kemampuan paru-paru dalam


menyediakan oksigen bagi darah.

Implikasi Klinik:
 Penurunan nilai PaO2 dapat
terjadi pada penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK),

penyakit obstruksi paru,


anemia, hipoventilasi akibat

gangguan fisik atau


neuromuskular dan

gangguan fungsi jantung.


Nilai PaO2 kurang dari 40

mmHg perlu mendapat


perhatian khusus.

 Peningkatan nilai PaO2 dapat


terjadi pada peningkatan

penghantaran O2 oleh alat


bantu (contoh: nasal prongs,

alat ventilasi mekanik),


hiperventilasi, dan

polisitemia (peningkatan sel


darah merah dan daya

angkut oksigen).
PaCO₂ Tidak 35-45 mmHg PaCO2 menggambarkan tekanan

terlampir yang dihasilkan oleh CO2 yang


pada kasus terlarut dalam plasma. Dapat

digunakan untuk menentukan


efektifi tas ventilasi alveolar dan

keadaan asam-basa dalam darah.


Implikasi Klinik:

 Penurunan nilai PaCO2 dapat


terjadi pada hipoksia,

anxiety/nervousness dan
emboli paru. Nilai kurang

dari 20 mmHg perlu


mendapat perhatian khusus.
 Peningkatan nilai PaCO2
dapat terjadi pada gangguan

paru atau penurunan fungsi


pusat pernafasan. Nilai

PaCO2 > 60 mgHg perlu


mendapat perhatian.

 Umumnya, peningkatan
PaCO2 dapat terjadi pada

hipoventilasi sedangkan
penurunan nilai

menunjukkan hiperventilasi.
pH Tidak 7,35-7,45 mmHg serum pH menggambarkan

terlampir keseimbangan asam basa dalam


pada kasus tubuh. Sumber

ion hidrogen dalam tubuh


meliputi asam volatil dan

campuran asam (seperti


asam laktat dan asam keto)

Implikasi Klinik:
 Umumnya nilai pH akan

menurun dalam keadaan


asidemia (peningkatan

pembentukan asam)
 Umumnya nilai pH

meningkat dalam keadaan


alkalemia (kehilangan asam)

 Bila melakukan evaluai nilai


pH, sebaiknya PaCO2 dan

HCO3 diketahui juga untuk


memperkirakan komponen

pernafasan atau metabolik


yang mempengaruhi status
asam basa.
CO₂ Tidak 22-32 mmol/L Dalam plasma normal, 95% dari

terlampir total CO2 terdapat sebagai ion


pada kasus bikarbonat (HCO3-1), 5% sebagai

larutan gas CO2 terlarut dan


asam karbonat (H2CO3).

Kandungan CO2 plasma


terutama adalah bikarbonat,

suatu larutan yang bersifat basa


dan diatur oleh ginjal. Gas CO2

yang larut ini terutama bersifat


asam dan diatur oleh paru-paru.

Oleh karena itu nilai CO2 plasma


menunjukkan konsentrasi

bikarbonat.
Implikasi klinik:

 Peningkatan kadar CO2


dapat terjadi pada muntah

yang parah, emfi sema, dan


aldosteronisme

 Penurunan kadar CO2 dapat


terjadi pada gagal ginjal

akut, diabetik asidosis dan


hiperventilasi
AG Tidak 13-17 mEq/L Anion gap digunakan untuk
terlampir mendiagnosa asidosis metabolik.

pada kasus Perhitungan menggunakan


elektrolit yang tersedia dapat

membantu perhitungan kation


dan anion yang tidak terukur.

Kation dan anion yang tidak


terukur termasuk Ca+ dan
Mg2+, anion yang tidak terukur
meliputi protein, fosfat sulfat dan

asam organik.
Implikasi Klinik:

 Nilai anion gap yang tinggi


(dengan pH tinggi)

menunjukkan penciutan
volume ekstraseluler atau

pada pemberian penisilin


dosis besar.

 Anion gap yang tinggi


dengan pH rendah

merupakan manifestasi dari


keadaan yang sering

dinyatakan dengan singkatan


"MULEPAK", yaitu: akibat

asupan metanol, uremia,


asidosis laktat, etilen glikol,

paraldehid, intoksikasi aspirin


dan ketoasidosis
 Anion gap yang rendah
dapat terjadi pada

hipoalbuminemia, dilution,
hipernatremia, hiperkalsemia

yang terlihat atau toksisitas


litium

 Anion gap yang normal


dapat terjadi pada metabolik

asidosis akibat diare, asidosis


tubular ginjal atau

hiperkalsemia.
Sistem Buffer Tidak 21-28 mEq/L Sistem buffer bikarbonat terdiri
Bikarbonat terlampir atas asam karbonat (H2CO3) dan
pada kasus bikarbonat (HCO3). Secara

kuantitatif, sistem buffer ini


merupakan sistem buffer utama

dalam cairan ektraseluler.


Digambarkan dalam hubungan

sebagai berikut : Total CO2


mengandung : asam karbonat +

bikarbonat
Implikasi Klinik:

 Peningkatan bikarbonat
menunjukan asidosis

respiratori akibat penurunan


ventilasi

 Penurunan bikarbonat
menunjukan adanya alkalosis

respiratori (akibat
peningkatan ventilasi

alveolar dan pelepasan CO2


dan air) atau adanya asidosis
metabolik (akibat akumulasi
asam tubuh atau hilangnya

bikarbonat dari cairan


ekstraseluler).
2. Nilai GFR (Glomerular Filtration Rate)
Kadar kreatinin pasien meningkat yaitu 2,23mg/dL

Kondisi Kadar kreatinin


Normal
Pria : <1,3 mg/dL

Wanita : <1,0 mg/dL

Gangguan Ginjal Ringan Pria : 1,3-1,9 mg/dL


Wanita : 1-1,9 mg/dL
Gangguan Ginjal Sedang 2-4 mg/dL
Gangguan Ginjal Berat Lebih dari 4
3. PEMERIKSAAN TROPONIN
Troponin merupakan biomarker yang sangat sensitive dan spesifik pada nekrosis

miokardium serta telah digunakan untuk mendiagnosis infarark miokardium akut.troponin


merupakan protein yang terdapat pada filament tipis apartus egulator otot bergaris.

Toponin dapat dideteksi di dalam darah dalam waktu 2 jam, dan menghilang dalam waktu
kurang dari 24 jam setelah infark.

No. Jenis-jenis troponin Penjelasan


1. Troponin T (TnT) Troponin T adalah suatu protein jantung yang terdapat

pada otot lurik yang berfungsi sebagai regulator kontraksi


otot yang spesifik terhadap otot jantung. Kadar troponin T

darah meningkat dalam 4 jam setelah kerusakan


miokardium dan menetap selama 10-14 hari. Troponin t

merupakan tes yang lebih spesifik untuk mendiagnosis


serangan jantung (infark miokard akut), untuk mendeteksi

dan mengevaluasi cedera miokardium dan untuk


membedakan nyeri dada karena serangan jantung atau

karena penyebab lainnya.


Troponin T sebagai penanda kimia lebih dipilih dalam

menentukan cidera miokard karena lebih sensitif, spesifik


dan lebih lamanya waktu untuk mendeteksi IMA.

Kelebihan lain troponin jantung ini adalah dapat


menunjukkan adanya kerusakan yang kecil pada miokard
(microscopic zone).
2. Troponin C (TnC) mempunyai berat molekul sekitar 18.000 dalton, dengan
fungsi untuk mengikat dan juga mendeteksi adanya ion

kalsium yang dapat mengatur kontraksi.


3. Troponin I (TnI) Troponin merupakan protein yang terdapat pada filamen

tipis aparatus regulator otot bergaris. Troponin I (TnI)


sendiri bekerja menghambat aktivasi ATPase aktomiosin.

TnI memiliki tiga isoform yaitu satu isoform jantung dan


dua isofornm otot skelet. Isoform TnI pada otot jantung

menunjukkan perbedaan 40% dengan TnI pada otot


skeletal. Perbedaan asam amino pada kedua otot tersebut

dipakai sebagai dasar untuk pembuatan reagen yang


spesifik pada otot jantung. troponin I (hs-TnI)

memungkinkan untuk mendeteksi sirkulasi TnI otot


jantung dalam konsentrasi yang lebih rendah. Pemeriksaan

hs-TnI adalah tes diagnostik untuk mendeteksi kelainan


gangguan jantung dengan cedera minimal pada otot

jantung. Tingginya kadar hs-TnI yang bersirkulasi telah


dikaitkan dengan prevalensi aterosklerosis koroner

obstrukstif dan dengan kejadian efek samping


kardiovaskular pada pasien CAD stabil.
4. ANALISA GAS DARAH

DISORDER pH PRIMER RESPON KOMPENSASI

ASIDOSIS  HCO3-  pCO2 


METABOLIK

ALKALOSIS  HCO3-  pCO2 


METABOLIK

ASIDOSIS  pCO2  HCO3- 


RESPIRATORI
ALKALOSIS  pCO2  HCO3- 
RESPIRATORI

5. PEMERIKSAAN FAAL JANTUNG


Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium sebagai alat diagnosis serangan jantung, antara

lain CPK, CKMB, dan troponin.

No Pemeriksaan Penjelasan

.
1. CKP (creatine Tes kreatin fosfokinase adalah pemeriksaan yang

phosphokinase) dilakukan untuk mengukur kadar enzim kreatin


fosfokinase (CPK) dalam tubuh. Kreatin fosfokinase

merupakan enzim yang berada pada otot rangka,


otot jantung, dan jaringan otak. Enzim yang dikenal

juga dengan nama kreatin kinase (CK) ini dapat


meningkat setelah serangan jantung, cedera otot,

olahraga berat, konsumsi alkohol berlebih, atau


konsumsi obat-obatan tertentu. Tes kreatin

fosfokinase juga dapat digunakan untuk membantu


dokter dalam mendiagnosis serangan jantung 

mengevaluasi penyebab nyeri dada yang dirasakan


oleh pasien.
Maka dari kelompok menambahkan perlunya

dilakukan pemeriksaan CPK untuk mendektesi


serangan jantung. Jika terjadi peningkatan kadar

kreatinin maka dapat diartikan bahwa terjadinya


serangan pada bagian otot jantung. Nilai normal

yaitu :
Wanita : 40–150 U/L Pria : 38–174 U/L
2. CK-MB Pemeriksaan penanda biokimia jantung, yaitu enzim
(creatinine kinase
MB merupakan suatu cara untuk mendeteksi infark
Myocardial Band)
miokard akut (IMA). CK-MB biasanya mulai meningkat
3-12 jam setelah kerusakan sel miokardium. Puncaknya

24 jam dan kembali normal setelah 48-72 jam. Pada


keruskan nekrosisi pada otot jantung, protein

intraseluler masuk kedalam ruang interstitial dan masuk


ke sirkulasi sistemik. Nilai normal CPK-MB : <3% dari

CPK
3. Troponin Troponin merupakan biomarker yang sangat sensitive

dan spesifik pada nekrosis miokardium serta telah


digunakan untuk mendiagnosis infarark miokardium

akut.troponin merupakan protein yang terdapat pada


filament tipis apartus egulator otot bergaris. Troponin I

(TnI) sendiri bekerja menghambat aktivitas ATPase


aktomiosin. TnI memiliki tiga isoform yaitu satu isoform

jantung dan dua isofornm otot skelet.


Dari kelompok mengkritisi Pemeriksaan troponin

dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran


klinisnya disertai dugaan sindroma coroner akut.

Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada


gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi.

Gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.

No. Jenis-jenis Penjelasan


troponin
1. Troponin T (TnT) Troponin T adalah suatu protein
jantung yang terdapat pada otot

lurik yang berfungsi sebagai


regulator kontraksi otot yang

spesifik terhadap otot jantung.


Kadar troponin T darah

meningkat dalam 4 jam setelah


kerusakan miokardium dan

menetap selama 10-14 hari.


Troponin t merupakan tes yang

lebih spesifik untuk


mendiagnosis serangan jantung

(infark miokard akut), untuk


mendeteksi dan mengevaluasi

cedera miokardium dan untuk


membedakan nyeri dada karena

serangan jantung atau karena


penyebab lainnya.

Troponin T sebagai penanda


kimia lebih dipilih dalam

menentukan cidera miokard


karena lebih sensitif, spesifik dan

lebih lamanya waktu untuk


mendeteksi IMA. Kelebihan lain

troponin jantung ini adalah


dapat menunjukkan adanya

kerusakan yang kecil pada


miokard (microscopic zone).
2. Troponin C mempunyai berat molekul
(TnC)
sekitar 18.000 dalton, dengan

fungsi untuk mengikat dan juga


mendeteksi adanya ion kalsium
yang dapat mengatur kontraksi.
3. Troponin I Troponin merupakan protein
(TnI) yang terdapat pada filamen tipis

aparatus regulator otot bergaris.


Troponin I (TnI) sendiri bekerja

menghambat aktivasi ATPase


aktomiosin. TnI memiliki tiga

isoform yaitu satu isoform


jantung dan dua isofornm otot

skelet. Isoform TnI pada otot


jantung menunjukkan

perbedaan 40% dengan TnI


pada otot skeletal. Perbedaan

asam amino pada kedua otot


tersebut dipakai sebagai dasar

untuk pembuatan reagen yang


spesifik pada otot jantung.

troponin I (hs-TnI)
memungkinkan untuk

mendeteksi sirkulasi TnI otot


jantung dalam konsentrasi yang

lebih rendah. Pemeriksaan hs-


TnI adalah tes diagnostik untuk

mendeteksi kelainan gangguan


jantung dengan cedera minimal

pada otot jantung. Tingginya


kadar hs-TnI yang bersirkulasi

telah dikaitkan dengan


prevalensi aterosklerosis koroner

obstrukstif dan dengan kejadian


efek samping kardiovaskular
pada pasien CAD stabil.
Sumber :

Dessy Iriana,. Et,.all.(2017). Hubungan kadar troponin I dan high-sensitivity troponin I


dengan angiografi koroner pada pasien suspek coronary artery disease: studi di Rumah

Sakit Umum Pusat dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar-Indonesia.


Kementrian RI. (2011). Pedoman Interpretasi Data Klinis. Jakarta.

Alam, S. Hadibroto, I. (2007). Gagal Ginjal. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Pemeriksaan penunjang

No Pada Kasus Kritisi Kelompok


.
1. EKG (Elektrokardiogram) Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada
semua pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG
sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas EKG
Hasil yang di dapat :
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis
Hasil yang didapatkan gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal
dikasus adalah irama VES
jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<
artinya terjadi aritmia
10%). (PERKI,2015)
ventrikel dan terdapat Q
patologis Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Gagal jantung Penilaian klinis,
Dekompensasi,
Sinus takikardi anemia. Demam. pemeriksaan
hipertroidisme laboratorium
Sinus Obat penyekat Evaluasi terapi obat
beta, anti aritmia.
bradikardi Hiptiroidisme. pemeriksaan
Sindroma sinus laboratorium
sakit
Atrial Hipertiroidisme. Perlambat konduksi AV,
Infeksi, gagal
takikardi/futer ginjal konversi medik,
/fibrilasi dekompensasi, elektroversi abiasi
infark miokard kateter. antikoagulasi
Aritmia Iskemia infark, Pemeriksaan
ventrikel kardiomiopati, laboratorium, tes
miokarditis, latihan beban,
hipokalemia, pemeriksaan perfusi,
hipomagnesia angiografi koroner, ICD
overdosis digitalis
Iskemia/infark Penyakit jantung Ekokardiograf,
koroner troponin, angiografi
koroner, revaskularisasi
Gelmbang Q Infark Ekokardiograf,
kardiomiopati, angiografi koroner
hipertropi, LBBB,
pre-exitasi
Hipertrofi Hipertensi, Ekokardiograf, doppler
ventrikel
penyakit katup
aorta,
kardiomiopati
hipertropi
Blok atrio Infark miokard. Evaluasi penggunaan
ventrikel
Intoksikasi obat, obat pacu jantung
miokarditis, penyakit iskemik
sarkoidosis,
penyakit lyme
mikrovoltase Obesitas, Ekokardiograf, rongten
emifisema. Efusi thorax
perikard,
amiloidosis
Durasi QRS Disinkroni elektrik Ekokardiograf, CRT-P.
>0,12 detik
dengan dan mekanik CRT-D
morfologi
2. Radiologi : Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan  untuk
Foto thorax Ap
mendiagnosis dan mengobati suatu penyakit. Pemeriksaan
Hasil yang didapatkan yaitu :
Pembesaran jatung radiologi berguna untuk membantu dokter melihat kondisi
(kardiomegali).
bagian dalam tubuh, normalnya Foto thorax tidak ada
pembesaran jantung (kardiomegali).

Kardiomegali pada CHF dapat terjadi akibat hipertrofi atau

dilatasi ruang jantung. Kardiomegali paling baik diperkirakan


dengan X foto thorax PA, dengan 1,2,9,10 nilai CTR >50%.

Cardiothoracic ratio (CTR) adalah proporsi jantung terhadap


rongga thorax, merupakan pengukuran ukuran jantung dari

pemeriksaan 2 rontgen thorax. CTR dapat diukur dengan


menggunakan metode :
a+b
Dengan rumus : CTR = x 100 %
c
Dimana :
a : jarak terlebar dari batas kanan-kiri jantung.

b : jarak transversal terlebar dari rongga thorax.


C : batas bawah jantung dari kanan-kiri
Pengukuran CTR pada rontgen thorax mempunyai beberapa

syarat sehingga didapatkan hasil yang mampu mewakili ukuran


sebenarnya,yaitu :

1. Proyeksi PA (posteroanterior)
2. Insiprasi cukup, ditandai dengan diafragma kanan

setinggi kosta X posterior


3. Simetris, ditandai dengan jarak antara prosessus spinosus

dengan sternoclavicular joint kanan-kiri sama


4. Tidak ada skoliosis

5. Jarak antara focus dan film 6 kaki ( 1,8–2 meter )

Terdapat pembagian derajat ukuran jantung berdasarkan besar


CTR yaitu :

1. No Cardiomegaly : CTR < 50%


2. Mild Cardiomegaly : CTR antara >50–55%

3. Moderat Cardiomegaly : CTR antara 56–60%


4. Severe Cardiomegaly : CTR > 60%

Kesalahan radiografi
System radiografi digital sudah banyak dipakai untuk

mendukung imejing kedokteran, namun baru sedikit studi/kajian


tentang kualitas performa CR dalam artian RFA, keterbatasan ini

karena sulitnya mendapatkan data statistic dari CR untuk dapat


dihitung (Douglas, 2008). Analisis dari film yang ditolak (reject

film) memberikan informasi berupa indikasi penyebab kesalahan


sebuah radiografi dan perbaikan-perbaikan yang bisa dilakukan.

Meskipun dalam pemeriksaan radiologi diagnostic telah


menggunakan teknologi pencitraan CR, masih sering dijumpai

kesalahan-kesalahan yang selanjutnya juga berdampak terhadap


proporsi penolakan atau pengulangan radiografi. Factor-faktor
penyebab penolakan atau pengulangan radiografi memang
tidak sepenuhnya identik dengan factor-faktor kesalahan umum

yang dijumpai pada pemeriksaan radiologi diagnostic dengan


menggunakan teknologi konvensional radiografi. Beberapa

factor tambahan penyebab penolakan atau pengulangan


radiografi pada teknologi pencitraan dengan CR antara lain :

teknik CR/ posisi image pada kaset/ luas lapangan yang yang
terlalu kecil, kode organ yang tidak tepat, kesalahan-kesalahan

pemindaian secara digital (digital faults) dan kesalahan prosesor


(prosesor faults), dan kesalahan yang bisa terjadi pada saat foto

rontgen adalah posisi yang tidak tepat sehingga hasil foto yang
didapatkan menjadi kurang berkualitas dan gambaran yang

dihasilkan tidak tajam, atau ukuran yang dihasilkan oleh


radiografi berbeda dengan ukuran objek aslinya, sehhingga

menjadi factor penyebab kesalahan dalam menginterpretasikan


hasil radiografi.  

POSISI PEMERIKSAAN

1.   Posisi PA (Postero Anterior)

Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik


kedepan supaya scapula tidak menutupi parenkim paru.

2.   Posisi AP (Antero Posterior)

Dilakukan pada anak-anak atau pada apsien yang tidak


kooperatif. Film diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula
menutupi parenkim paru. Jantung juga terlihat lebih besar dari
posisi PA

3.   Posisi Lateral Dextra & Sinistra

Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah

proyeksi lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis


terdapat di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi lateral

kanan,berarti sebelah kanan terletak pada film. Foto juga dibuat


dalam posisi berdi

4. Posisi Lateral Dekubitus

Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu,yaitu bila klinis


diduga ada cairan bebas dalam cavum pleura tetapi tidak terlihat

pada foto PA atau lateral. Penderita berbaring pada satu sisi (kiri
atau kanan). Film diletakkan di muka dada penderita dan

diberikan sinar dari belakang arah horizontal.

5.   Posisi Apikal (Lordotik)

Hanya dibuat bila pada foto PA menunjukkan kemungkinan


adanya kelainan pada daerah apex kedua paru. Proyeksi
tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin

diperiksa dan bila ada kesulitan menginterpretasikan suatu lesi


di apex.

6.   Posisi Oblique Iga

Hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga (misal

pembengkakan lokal) atau bila terdapat nyeri lokal pada dada


yang tidak bisa diterangkan sebabnya, dan hanya dibuat setelah

foto rutin diperiksa. Bahkan dengan foto oblique yang bagus


pun, fraktur iga bisa tidak terlihat.

7.    Posisi Ekspirasi

Adalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu

penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila


foto rutin gagal menunjukkan adanya pneumothorax yang

diduga secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi.

SYARAT / KRITERIA GAMBARAN FOTO THORAX PA        


1. Seluruh lapangan paru tampak atau tercover

2. Batas atas Apex paru tampak (tidak terpotong)


3. Batas bawah Kedua Sinus Prenico costalis tidak terpotong

4. Kedua Sterno Clavicular Joint tampak simetris kanan dan kiri


5. Lapangan Pulmo terbebas dari gambaran os. Scapula

6. Inspirasi penuh ditunjukkan dengan terlihatnya Costae 9-10


Posterior

7. Faktor Eksposi cukup ditunjukkan dengan terlihatnya CV


Thoracal 1-4

8. Tampak Carina (percabangan Bronkus) setinggi CV Thoracal 3


atau 4

9. Tampak gambaran vaskularisasi paru10. Diafragma terlihat


naik, tampak gambaran jantung
Sumber :
AAPM. 2002. Quality control in diagnostic radiology: (Report No.

74), Medical Phyisiscs Publishing.

Adler, A. M and Carlton, R. 2001 Principles of Radiodiagraphic


Imaging : An Art and A Science, Third Edition. New York :
Thomson Learning.

Zulkarnaen, N. Imawati, S. (2016). Hubungan Antara


Cardiothoracic Ratio Dengan Left Ventricular Ejection Fraction

Pada Pasien Chronic Heart Failure. Jurnal Fakultas Kedokteran


UNDIP. Volume 1, Nomor 2.
Pemeriksaan tambahan dari kelompok
1. MRI Hasil diskusi kelompok seharusnya pasien dilakukan

pemeriksaan MRI karna dari data pasien di dapatkan bahwa


pasien mempunyai riwayat RHD (Rheumatic Heart Disease) yaitu

suatu kondisi dimana terjadinya kerusakan pada katup jantung


yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama pada

katup mitral (stenosis katup mitral). Sehingga dilakukannya


pemeriksaan MRI untuk mendeteksi penyakit jantung, kerusakan

jantung pasca serangan jantung, kelainan struktur aorta, seperti


diseksi atau aneurisma aorta, serta kelainan struktur organ

jantung yang meliputi ukuran dan fungsi bilik jantung,


ketebalan, dan pergerakan dinding jantung.

Sumber : National Heart, Lung and Blood Institutr/NIH

Terapi yang didapatkan selama di RS

No Terapi yang ada di dalam kasus Kritisi Kasus dari Kelompok

.
Pada saat di IGD pasien di beri terapi :
1. IVFD (Intravenous Fluid Drops) RL Pemberian cairan pada pasien harus sesuai dengan
500cc/24 jam kebutuhannya karena penggunaan cairan RL

dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis


metabolik yang disebabkan adanya peningkatan
produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.
Manfaat cairan Ringer Laktat : Kandungan

kaliumnya bermanfaat untuk konduksi saraf dan


otak, mengganti cairan hilang karena dehidrasi,

syok hipovolemik dan kandungan natriumnya


menentukan tekanan osmotik pada pasien.

Perhitungan tetesan cairan infus yang didapatkan

pasien tiap permenit yaitu :


500 cc x 20
=7 tpm x /menit
24 jam x 60 menit

2. Inj. Furosemid 40 mg 2x1 ampl Pasien diberi terapi furosemid karna pasien
mengalami kardiomegali (pembengkakan jantung)

sehingga untuk mengatasi penumpukan cairan


yang ada dijantung pasien di beri furosemid, obat

ini golongan diuretik yang bermanfaat untuk


mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh

melalui urine. Obat ini sering digunakan untuk


mengatasi edema (penumpukan cairan di dalam

tubuh) atau hipertensi (tekanan darah tinggi).


3. Inj. Ranitidin 50mg Pasien mendapatkan terapi ranitidin mencegah

pasien mendapat penyakit baru dan mencegah


efek samping serta interaksi dengan obat lain.

Ranitidin merupakan obat yang digunakan untuk


mengobati penyakit yang disebabkan oleh

kelebihan produksi asam lambung.


4. Oksigen nasal kanul 4 lpm Pasien diberi terapi oksigen nasal kanul 4 lpm

untuk membantu pasien bernafas karna pasien


datang ke igd dengan keluhan utama merasakan

sesak nafas. Pada kasus seharusnya melampirkan


hasil laboratorium PaO2 dan PaCO2 agar

memudahkan menghitung pemberian terapi


oksigen pada pasien.
Konsentrasi oksigen berdasarkan alat yang

digunakan :
Alat yang
O2 (liter/menit) FiO2
digunakan
2 0,21-0,24
2 0,23 – 0,28
Kanula hidung 3 0,27-0,34
4 0,31-0,38
5-6 0,32-0,44
4-6 0,24-0,28
Venturi 8-10 0,35-0,40
8-12 0,50
5-6 0,30-0,45
Simple mask
7-8 0,40-0,60
7 0,35-0,75
Rebreathing mask
10 0.65-1,00
Non rebreathing
4-10 0.40-1,00
mask

Indikasi terapi oksigen :

1. Indikasi primer adalah hipoksemia


2. Indikasi lain : Trauma berat, Syok, IMA,
Keracunan CO, Pasca anestesi dll
Pengertian Hipoksemia : merupakan Penurunan

tekanan parsial oksigen (PaO2) dalam darah.


Derajat hipoksemia :

1. Normal >80 mmhg


2. Ringan 60 - <80 mmhg

3. Sedang 40-<60 mmhg


4. Berat <40 mmhg

Penyebab hipoksemia :
1. Oksigen inspirasi berkurang

2. Alveolar hipoventilasi
3. Kemampuan hb berkurang
4. Gangguan ventilasi perfusi
5. Abnormal difusi

Mekanisme terjadinya hipoksemia :


a. Hipoventilasi alveolar

- Terjadi peningkatan PaCO2 contoh :


eksaserbasi akut PPOK, overdosis obat, ‘sleep

apnea’
- terapi O2 mengatasi hipoksemia, tetapi tidak

memperbaiki ventilasi
b. V/Q mismatch (gangguan ventilasi-perfusi)

Penyebab tersering contoh : penyakit paru


obstruksi, retensi sputum, penyakit

kardiovaskular (IMA), respons baik dengan


terapi O2.

c. Shunt
- kapiler paru melewati alveoli yang tidak

berventilasi darah deoksigenasi Hipoksemia 


darah teroksigenasi

- contoh : ARDS, atelektasis, edema paru, emboli


paru
- memerlukan O2 dosis tinggi dan terapi
intervensi

d. Gangguan difusi
- Penebalan daerah antara alveoli dan kapiler

contoh : edema interstisial, fibrosis interstisial


e. Penurunan tekanan O2 inspirasi

f. Gangguan fungsi Hb (anemia, perdarahan).


Deteksi hipoksemia :

a. Gejala klinik
- Sianosis

- CNS (disorientasi, koma, mengantuk)


- Takipnu, dispnue, aritmia
- Takikardi, clubbing finger
b. AGDA : gold standar

c. Pulse oxymetry
Tujuan terapi oksigen :

1.Meningkatkan PaO2 > 60 mmHg atau saturasi O2


> 90%

2.Mencegah hipoksemia
3.Mencegah hipoksia sel dan jaringan

4.Menurunkan kerja pernapasan


5.Menurunkan kerja otot jantung

Contoh menentukan dosis oksigen yang di

berikan dengan rumus :


150+ AaDO 2
FiO2 = x 100 %=… %
760
AaDO2 = PAO2-PaO2

PAO2 = (Patm-PH2O) x FiO2 - PaCO2 x 1,25

= (760-47) x FiO2 - PaCO2 x 1,25

= 713 x FiO2 - PaCO2 x 1,25


= 713 x 0,21 - 48 x 1,25

= 149,73 – 48 x 1,25
= 149, 73 – 60
= 89,73
Contoh : FiO2 awal = udara bebas (21%)

PaO2 nilai diambil dari hasil AGDA = 60


PaCO2 nilai diambil dari hasil AGDA = 48

 A-aDO2 = PAO2 - PaO2

<20 mmhg normal


20-40 mmhg V/Q mismatch

40-60 mmhg Shunt


>60 mmhg gangguan difus

 A-aDO2 = PAO2 - PaO2


= 89,73 – 60

= 29,73
150+29,73
 FiO2 = x 100 %
760
179 ,93
= x 100%
760
= 23, 64 % (Nasal kanul 2 lpm)

Sumber : Departemen Pulmonologi & I.K Respirasi

Fk Unand - Rs M Djamil Padang.


5. Pasien menolak dilakukan Seharusnya pasien terpasang kateter dilihat dari

pemasangan kateter keluhan pasien yaitu perutnya keras dan sesak


nafas, nilai kreatinin serum meningkat 2,23mg/dL

dan saat dilihat nilai GFR pasien mengalami


gangguan ginjal sedang. Pasien di beri terapi

diuretic untuk mengeluarkan penumpukan cairan


melalui buang air kecil, sehingga jika pasien tidak

terpasang kateter maka akan menimbulkan


gangguan pada urin pada sistem perkemihannya.
Pada saat pasien dipindahkan ke ruang rawat inap pasien beri terapi :
1. IVFD (Intravenous Fluid Drops) RL Pemberian cairan pada pasien harus sesuai dengan

500cc/24 jam kebutuhannya karena penggunaan cairan RL


dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis

metabolik yang disebabkan adanya peningkatan


produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.

Manfaat cairan Ringer Laktat : Kandungan


kaliumnya bermanfaat untuk konduksi saraf dan

otak, mengganti cairan hilang karena dehidrasi,


syok hipovolemik dan kandungan natriumnya

menentukan tekanan osmotik pada pasien.


Perhitungan tetesan cairan infus yang didapatkan

pasien tiap permenit yaitu :


500 cc x 20
=7 tpm x /menit
24 jam x 60 menit
2. Inj. Furosemid 40 mg 2x1 ampl Pasien diberi terapi furosemid karna pasien

mengalami kardiomegali (pembengkakan jantung)


sehingga untuk mengatasi penumpukan cairan

yang ada dijantung pasien di beri furosemid, obat


ini golongan diuretik yang bermanfaat untuk

mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh


melalui urine. Obat ini sering digunakan untuk

mengatasi edema (penumpukan cairan di dalam


tubuh) atau hipertensi (tekanan darah tinggi).
3. Spironilactone 1x25mg Kelompok tidak mendapatkan data terkait natrium
pasien, seharusnya pada kasus dilampirkan terkait

hasil pemeriksaan laboratorium natrium sebelum


memberikan terapi. Spironolactone adalah bekerja

dengan cara menghambat penyerapan garam


(natrium) berlebih dalam tubuh dan menjaga kadar

kalium dalam darah agar tidak terlalu rendah,


sehingga tekanan darah dapat ditekan. Dengan

menurunkan tekanan darah, spironolactone


bermanfaat untuk mencegah stroke, serangan

jantung, dan gagal ginjal, yang merupakan


komplikasi dari hipertensi.
4. ISDN 3x5mg Pasien diberi terapi ISDN karna pasien mempunyai
riwayat kardiomegali dan diagnosa saat ini adalah

CHF+CAD-OMI Anteroseptal. Isosorbide dinitrate


(ISDN) bekerja dengan cara melebarkan pembuluh

darah (vasodilator) agar aliran darah dapat


mengalir lebih lancar ke otot jantung. Obat ini juga

dapat digunakan menjadi obat tambahan untuk


pasien gagal jantung.
5. Ramipril 1x2,5 mg Pasien diberi terapi Ramipril pasien mempunyai

riwayat pembengkakan jantung. Ramipril adalah


obat ACE inhibitor yang bermanfaat untuk

mengatasi tekanan darah tinggi atau hipertensi.


Dengan normalnya tekanan darah, komplikasi

seperti stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal


dapat dicegah. Ramipril juga digunakan untuk

mengatasi gagal jantung serta membantu


pemulihan pasien yang mengalami serangan

jantung.
6. Paracetamol 3x500 gram Seharusnya didalam kasus dilampirkan untuk data

TTV pasien agar mengetahui suhu pasien, agar


pasien tidak mengalami Hipotermia (kondisi ketika

suhu tubuh menurun drastis). Paracetamol adalah


obat untuk penurun demam dan pereda nyeri,

pasien di katakan demam ketika suhu tubuh


mencapai >38 derajat celcius. Paracetamol bekerja
dengan cara mengurangi produksi zat penyebab
peradangan, yaitu prostaglandin. Dengan
penurunan kadar prostaglandin di dalam tubuh,
tanda peradangan seperti demam dan nyeri akan
berkurang.
7. ASA 1x80 mg Pasien diberi terapi ASA untuk menghindari

terjadinya penggumpalan darah. ASA merupakan


obat pengencer darah atau obat yang digunakan

untuk mencegah penggumpalan darah. Sebagai


pengencer darah, aspirin digunakan pada penderita

penyakit jantung koroner, serangan jantung,


penyakit arteri perifer, atau stroke.
Sumber : Gunawan. S. (2007). Farmakologi dan terapi edisi 5. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI.

Anda mungkin juga menyukai