Karya Tulis Ilmiah Fix-1 43P-1
Karya Tulis Ilmiah Fix-1 43P-1
Disusun Oleh:
I Gusti Ngurah Gede Wira 20190420021
Mahendi 20190420119
Maratus Sholekhah 20190420120
Maretta Wulandari 20190420121
Maria Anastasua Sidabutar 20190420122
Maryam Assegaf 20190420123
Meidy Adilina Firliyani 20190420124
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan limpahan
rahmatNya sehingga Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Dampak Kecemasan Dan
Penanganan Psikologis Terhadap Pandemi Covid19” dapat terselesaikan dengan
baik. Adapun pembuatan journal reading ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas dalam perlombaan karya tulis ilmiah di Fakultas Kedokteran Hang Tuah
Demikian karya Tulis ilmiah ini disusun dengan sebaik – baiknya. Semoga
dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembaca pada umumnya dan
penyusun pada khususnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
ABSTRAK...............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Pendahuluan..............................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................2
ii
2.6.6 Penanganan Psikologi Keluarga............................................................13
BAB 3 KESIMPULAN.......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
IMPACT OF ANXIETY AND PSYCHOLOGICAL TREATMENT OF
PANDEMIC COVID-19
Faculty of Medicine, Hang Tuah University, Surabaya, Indonesia
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Pada bulan Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
mengumumkan bahwa perkembangan Covid-19 sudah menjadi emergency
kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan membutuhkan kepedulian
Internasioal. Bahkan WHO telah menyatakan bahwa Covid-19 memiliki
risiko tinggi dapat menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia. Pada bulan
Maret 2020, WHO telah membuat penilaian bahwa Covid 19 dikategorikan
sebagai pandemi. Dalam hal ini, WHO dan otoritas kesehatan publik di
seluruh dunia telah bertindak untuk mengendalikan wabah Covid-19 (WHO,
2020).
Penanganan secara medis untuk wabah Covid-19 ini telah dimulai sejak
awal. Oleh karena itu, untuk penanganan medis wabah Covid-19 pihak
pemerintahan sudah sangat sigap dan siap dari jauh-jauh hari. Akan tetapi,
disisi lain yang harus dikhawatirkan justru dampak psikologis masyarakat
atas adanya sebaran pandemik Corona Virus Disease (Covid-19) yang
melanda dunia sekarang ini. Informasi-informasi tentang pemberitaan
mengenai meningkatnya jumlah penderita Covid-19 dari hari perhari, dapat
berdampak serius berupa timbulnya perasaan tertekan, stres dan cemas di
kalangan masyarakat.
1
Menurut Rini Setyowati menanggapi bahwa perkembangan penyebaran
Covid-19 yang awalnya berasal dari Wuhan Cina dan sekejap telah meluas
akhir-akhir ini ke berbagai dunia termasuk Indonesia. Paling tidak, di
masyarakat luas dapat menimbulkan dampak psikologis berupa kecemasan,
stress dan perasaan tertekan dengan pemberitaan mengenai meningkatnya
jumlah penderita Covid-19. Pemberitaan yang kurang tepat atau simpang siur,
secara psikologis bisa memicu stress yang dapat mempengaruhi terhadap
hormon stress. Hal ini akan menyebabkan sistem imun manusia bisa menurun
dan akhirnya rentan tertular Covid-19. Rini Setyowati juga mengingatkan
bahwa Covid-19 yang sebarannya terus meluas termasuk di Indonesia, bukan
hanya berdampak pada gejala penyakit fisik saja. Tetapi, juga patut
diwaspadai berdampak pada kejiwaan atau psikologisnya, baik pada penderita
maupun terhadap masyarakat luas.
Pandemi ini membuat banyak orang merasa bingung, cemas, stres, dan
frustasi. Sejumlah orang khawatir sakit atau tertular Covid-19. Di sisi lain
mereka juga risau masalah finansial, pekerjaan, masa depan, dan kondisi
setelah pandemi.
2
1.2 Tujuan
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
yang kita alami ketika berpikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan
terjadi (Sri Adi Widodo.dkk, 2017)
Sigmund Freud (Feist & Feist, 2012), membagi kecemasan menjadi tiga
jenis, yaitu :
c. Kecemasan Moral (moral anxiety), bermula dari konflik antara ego dan
uperego. Ketika anak membangun superego biasanya di usia lima atau
enam tahun mereka mengalami kecemasan yang tumbuh dari konflik
antara kebutuhan realistis dan perintah superego.
1) Kecemasan umum,
Gemetar dan berkeringat dingin, otot tegang, pusing, mudah marah, sering
buang air kecil, sulit tidur, dada berdebardebar, mules. Mudah lelah, nafsu
makan menurun, dan susah berkonsentrasi
5
2) Kecemasan gangguan panik,
3) Kecemasaan sosial,
Rasa takut atau cemas yang luar biasa terhadap situasi sosial atau
berinteraksi dengan orang lain, baik sebelum, sesudah maupun sebelum dalam
situasi tersebut.
4) Kecemasan obsessif,
a. Kecemasan Ringan
b. Kecemasan Sedang
6
rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi
perhatiaannya.
b. Kecemasan Berat
c. Panik
7
meningkatkan distres psikologis, seperti peningkatan gangguan cemas
menyeluruh, panik, dan depresi, yaitu:
8
a. Tingkat 1, populasi yang paling rentan mengalami masalah kesehatan mental,
seperti pasien yang sedang dirawat terkonfirmasi COVID-19, pasien dengan
kondisi fisik kritis, tenaga medis, dan staf administrasi di garda terdepan
b. Tingkat 2, pasien karantina, termasuk isolasi diri atau pasien dengan gejala
minimal yang kontak dengan pasien tersangka COVID-19
c. Tingkat 3, populasi yang kontak erat dengan individu tingkat 1 dan 2, seperti
keluarga, rekan kerja, teman, dan regu penyelamat atau pekerja sukarelawan
yang terlibat selama penanganan
d. Tingkat 4, populasi orang yang mengalami dampak dari kegiatan preventif
dan pengontrolan public.
9
emosional melalui jaringan informal (keluarga) dan tenaga kesehatan jiwa.
Sampaikan fakta-fakta sederhana tentang yang sedang terjadi dan informasi
yang jelas tentang cara mengurangi risiko infeksi dengan bahasa yang dapat
dimengerti lansia dengan/tanpa gangguan kognitif. Sampaikan ulang jika
perlu. (IASC, 2008)
10
Lansia terisolasi atau terinfeksi harus diberikan informasi yang
benar tentang faktor-faktor risiko dan kemungkinan kesembuhan. Selama
karantina, sesuaikan layanan rumah perawatan (respite care
Akses warga lansia pada aplikasi perpesanan seperti WeChat mungkin terbatas.
11
Beri lansia latihan fisik sederhana di rumah/dalam karantina agar tetap
aktif bergerak dan mengurangi kebosanan. Semangati lansia yang memiliki
keahlian, pengalaman dan kekuatan untuk menjadi sukarelawan dalam upaya
masyarakat menanggapi wabah COVID-10. Lansia dapat memberikan dukungan,
memantau lingkungan, dan menjaga anak-anak untuk petugas yang harus berada
di rumah sakit untuk melawan COVID-19. (WHO, 2020).
2.6.3 Penanganan pada anak-anak saat menghadapi stres selama wabah
COVID-19
12
Jika memungkinkan, buat kesempatan bermain dan bersantai bagi
anak. Pastikan anak tetap dekat orang tua dan keluarga, jika dirasa aman untuk
anak, dan sebisa mungkin jangan pisahkan anak dari pengasuh. Jika anak
harus dipisahkan dari pengasuh utamanya, pastikan anak diberi asuhan
alternatif dan petugas sosial atau yang setara sering menengok keadaan anak.
Berikan fakta tentang yang sedang terjadi dan informasi jelas yang
sesuai untuk anak-anak tentang cara mengurangi risiko infeksi dan tetap aman
dalam bahasa yang dimengerti. Demonstrasikan kepada anak cara menjaga
keamanan diri (mis., tunjukkan cara cuci tangan yang efektif.
13
2.6.4 Penanganan Psikologi Pasien
Pasien yang berhasil diselamatkan dari suatu wabah atau yang berhasil
melewati wabah, juga mungkin dapat mengalami gangguan traumatik seperti
gangguan stres akut dan PTSD. Hal ini menjadi pertimbangan pentingnya
melakukan penapisan gangguan psikiatrik setelah pandemik berakhir,
terutama untuk mencari adanya gejala gangguan stres akut, PTSD, gangguan
depresi, gangguan penyalahgunaan zat, dan gangguan terkait stigma yang
terjadi. (Levin J, 2019)
14
2.6.5 Penanganan Pasien dengan Komorbid Gangguan Psikiatrik
1. Pemberian jatah obat yang diperpanjang menjadi beberapa bulan pada masa
pandemic, tetapi harus dengan melibatkan pengawasan dari keluarga yang
dapat dipercaya
2. Melakukan pemantauan yang lebih ketat sesuai derajat keparahan penyakit
setelah pandemik berakhir, misalnya dengan merutinkan konsultasi menjadi
dua kali sebulan atau bahkan mingguan
3. Bagi pasien yang tidak mampu mengakses layanan kesehatan maka dapat
dilakukan telepsikiatri jika memungkinkan (Li W, dkk, 2020)
1. Pemberian jatah obat yang diperpanjang menjadi beberapa bulan pada masa
pandemic, tetapi harus dengan melibatkan pengawasan dari keluarga yang
dapat dipercaya
2. Melakukan pemantauan yang lebih ketat sesuai derajat keparahan penyakit
setelah pandemik berakhir, misalnya dengan merutinkan konsultasi menjadi
dua kali sebulan atau bahkan mingguan
4. Bagi pasien yang tidak mampu mengakses layanan kesehatan maka dapat
dilakukan telepsikiatri jika memungkinkan. (Li W, dkk, 2020)
15
2.6.6 Penanganan Psikologi Keluarga
• Jarak sosial (Social distancing): Jarak sosial adalah jarak interaksi sosial
minimal 2 meter, tidak berjabat tangan, dan tidak berpelukan sehingga
penularan virus dapat dicegah. Jarak sosial ini sepertinya membuat interaksi
menjadi semakin jauh, rasa sepi dan terisolasi. Hal ini dapat diatasi dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosial melalui media sosial yang tidak
berisiko terkena percikan ludah (Keliat, 2018)
16
• Jarak fisik (Physical distancing): Jarak fisik adalah jarak antar orang
dimanapun berada minimal 2 meter, artinya walaupun tidak berinteraksi
dengan orang lain jarak harus dijaga dan tidak bersentuhan. Tidak ada jaminan
baju dan tubuh orang lain tidak mengandung virus COVID-19 sehingga jarak
fisik dapat mencegah penularan (Keliat, 2018).
• Cuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir sebelum dan sesudah
memegang benda. Tangan yang memegang benda apa saja mungkin sudah ada
virus COVID-19, sehingga cuci tangan pakai sabun dapat menghancurkan
kulit luar virus dan tangan bebas dari virus. Hindari menyentuh mulut, hidung
dan mata, karena tangan merupakan cara penularan yang paling
berbahaya. (Keliat, 2018)
• Pakai masker kain yang diganti setiap 4 jam. Pada situasi pandemi tidak
diketahui apakah orang lain sehat atau OTG (yang tidak memperlihatkan tanda
dan gejala pada hal sudah mengandung virus corona), jadi pemakaian masker
kain bertujuan tidak menularkan dan tidak ketularan (Keliat, 2018).
• Setelah pulang ke rumah. Pada situasi yang terpaksa harus ke luar
rumah, maka saat pulang ke rumah upayakan meninggalkan sepatu di luar
rumah, lalu segera mandi dan pakaian segera dicuci (Keliat, 2018).
Oleh karena itu setiap orang diminta tinggal di rumah (stay at home)
artinya bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah dari rumah, dan
semua aktifitas dilakukan di rumah. Hindari pertemuan-pertemuan seperti
pesta ulang tahun, pesta perkawinan, ibadah berjamaah, dan kerumunan orang
banyak (Keliat, 2020).
17
Gejala awal yang terjadi adalah khawatir, gelisah, panik, takut mati,
takut kehilangan kontrol, takut tertular, dan mudah tersinggung. Jantung
berdebar lebih kencang, nafas sesak, pendek dan berat, mual, kembung, diare,
sakit kepala, pusing, kulit terasa gatal, kesemutan, otot otot terasa tegang, dan
sulit tidur yang berlangsung selama dua minggu atau lebih (HIMPSI, 2020)
• Sikap Reaktif
• Sikap Responsif
18
komunikatif seperti voice note atau video mengajar, pertemuan
lewat daring yang santai dan fleksibel, serta dapat menggunakan
surel dan media sosial. Di tempat kerja, dibuat jadwal bekerja yang
fleksibel, sehingga membuat lebih nyaman dalam bekerja untuk
mencegah penurunan imunitas karyawannya. Pimpinan harus
memiliki protokol standar kesehatan dan keselamatan dalam
bekerja.
19
Telah diketahui dari penelitian bahwa pesan yang banyak dibagikan akan
meningkatkan pengaruh dari persepsi sehingga dapat meningkatkan perubahan
perilaku yang dipengaruhi oleh pesan tersebut. Oleh karena itu, pembatasan
penyebaran informasi yang dilakukan oleh pemerintah, dan pembuatan media
resmi untuk penyebaran informasi valid yang berasal dari pemerintah,
diperlukan untuk membantu pemahaman tentang situasi yang terjadi. Li W.,
dkk, 2020)
20
BAB 3
KESIMPULAN
21
mengalami masalah kesehatan mental ; tingkat 2, pasien karantina ; tingkat 3,
populasi yang kontak erat dengan individu tingkat 1 dan 2 ; Tingkat 4, populasi
orang yang mengalami dampak dari kegiatan preventif dan pengontrolan publik.
Penanganan psikologis pada orang dewasa dalam masa pandemi bisa dengan
melakukan kegiatan pendukung, yaitu olahraga, pelatihan kognitif, olahraga
relaksasi, dsb. Penanganan pada lansia untuk mengatasi stress selama pandemic
dapat dengan diberikan dukungan emosial melalui karingan informal dan tenaga
kesehatan jiwa, beri lansia informasi akurat yang mudah dipahami, dan beri lansia
latihan fisik sederhana di rumah/dalam karantina agar tetap aktif bergerak dan
mengurangi kebosanan. Sedangkan untuk penanganan pada anak-anak saat
menghadapi stres selama wabah COVID-19 dapat dilakukan dengan mendorong
terciptanya lingkungan yang sensitif dan peduli di sekeliling anak- anak; buat
kesempatan bermain dan bersantai bagi anak; jika Anak terpisah dari
pengasuhnya, pastikan kontak sering dilakukan; berikan fakta tentang yang
sedang terjadi dan informasi jelas yang sesuai untuk anak-anak tentang cara
mengurangi risiko infeksi dan tetap aman dalam bahasa yang dimengerti.
Penanganan Psikologi Pasien dengan pemberian baik farmakoterapi maupun
intervensi psikososial yang sesuai dengan gangguan mental yang dialami akan
membantu pemulihan pasien. Penanganan Pasien dengan Komorbid Gangguan
Psikiatrik dengan cara Pemberian jatah obat yang diperpanjang menjadi beberapa
bulan pada masa pandemik, Melakukan pemantauan yang lebih ketat sesuai
derajat keparahan penyakit setelah pandemik berakhir, melakukan telepsikiatri.
Penanganan psikologis keluarga dengan cara Menyediakan pelayanan krisis
intervensi bagi keluarga, Menyediakan peralatan perlindungan diri yang memadai,
Menyediakan informasi yang memadai dari pemerintah mengenai situasi
pandemik maupun kondisi keluarganya. Melakukan pencegahan penularan dengan
cara jarak social, jarak fisik, cuci tangan, pakai masker kain yang diganti setiap 4
jam, dan setelah pulang ke rumah. Pasca perawatan atau pandemik, beberapa
pasien atau tenaga medis mengalami stigma tertentu, seperti penolakan oleh
komunitas lokalnya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi
stigma adalah memberikan validasi terhadap pengalaman yang ia alami, beberapa
negara memberikan gelar pahlawan bagi tenaga kesehatan atau pasien yang
22
berhasil selamat, pembinaan ketahanan diri orang tersebut dan komunitasnya.
Perubahan perilaku melalui media social yang diharapkan berupa penerapan pola
hidup sehat yang diperlukan untuk pengontrolan infeksi seperti
penerapan mencuci tangan, social distancing, work from home, penggunaan alat
perlindungan diri, etika batuk dan bersin. Bagi individu yang memanfaatkan
media sosial penting untuk melakukan pembatasan penggunaan dan penyaringan
tentang isi media sosial agar dapat mengurangi kecemasan yang dirasakan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Adi Widodo, Sri. dkk. (2017). Analisis Faktor Tingkat Kecemasan, Motivasi dan
Prestasi Belajar Mahasiswa, jilid 1, no 1.
APA (American Psychological Association). (2017). Stress in America™ 2017:
Technology and Social Media. Part 2. Stresinamerica.org dan Kecemasan Suatu
Petunjuk Bagi Praktisi. Alih Bahasa: Rusda Koto Sutadi.
Brooks SK, Webster RK, Smith LE, Woodland L, Wessely S, Greenberg N, et al.
The psychological impact of quarantine and how to reduce it: rapid review of the
evidence. The Lancet. 2020 Mar 14;395(10227):912–20.
Feist, J., dan Feist, G.J. (2011). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Ghufron, M. Nur., dan Rini Risnawita S. (2012). Teori-Teori Psikologi.
Jogjakarta: ArRuzz Media
24
Keliat, B.A., Marliana, T. (2018). Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psiko Sosial
(Mental Health and Psycho Social Support):Keperawatan Jiwa . Jakarta:
ISBN:978-602-1283-51-6
Keliat, B. A., Hamid, A. Y. S., Putri, Y. S. E., Daulima, N. H. C., Wardani, I. Y.,
Susanti, H., Hargiana, G., & Panjaitan, R. U. (2019). Asuhan keperawatan jiwa.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC
Keliat, B.A., Marliana, T., Windarwati, H. W., Mubin, M. F., Sodikin, M. A.,
Prawiro, A. D., Trihadi, D., & Kembaren, L. (2020). Dukungan Kesehatan Jiwa
dan Psiko Sosial (Mental Health and Psycho Social Support) COVID-
19:Keperawatan Jiwa . Jakarta: ISBN:dalam proses
Kim JW. They liked and shared: Effects of social media virality metrics on
perceptions of message influence and behavioral intentions. Comput Hum Behav.
2018 Jul 1;84:153–61.
Lee H, Park S-A. Third-Person Effect and Pandemic Flu: The Role of Severity,
Self-Efficacy Method Mentions, and Message Source. J Health Commun. 2016
Dec 1;21(12):1244–50.
Levin J. Mental Health Care for Survivors and Healthcare Workers in the
Aftermath of an Outbreak. In: Huremović D, editor. Psychiatry of Pandemics: A
Mental Health Response to Infection Outbreak [Internet]. Cham: Springer
International Publishing; 2019. p. 127–41. Available from:
https://doi.org/10.1007/978-3-030-15346-5_11
Levin J. Mental Health Assistance to Families and Communities in the Aftermath
of an Outbreak. In: Huremović D, editor. Psychiatry of Pandemics: A Mental
Health Response to Infection Outbreak [Internet]. Cham: Springer International
Publishing; 2019. p. 143–51. Available from: https://doi.org/10.1007/978-3-030-
15346-5_12
Liu S, Yang L, Zhang C, Xiang Y-T, Liu Z, Hu S, et al. Online mental health
services in China during the COVID-19 outbreak. Lancet Psychiatry. 2020 Apr
1;7(4):e17–8.
25
Li W, Yang Y, Liu Z-H, Zhao Y-J, Zhang Q, Zhang L, et al. Progression of
Mental Health Services during the COVID-19 Outbreak in China. Int J Biol Sci.
2020;16(10):1732–8.
Missouri Department of Health and Senior Services. Pandemic influenza plan:
psychosocial services preparedness [Internet]. 2018. Available from:
https://health.mo.gov/emergencies/panflu/pdf/panfluplanpsychosocial.pdf
WHO. Helping children cope with stress during the 2019-nCOV outbreak
(Handout). WHO: Jenewa, 2020.
Ying Y, Kong F, Zhu B, Ji Y, Lou Z, Ruan L. Mental health status among family
members of health care workers in Ningbo, China during the Coronavirus Disease
2019 (COVID-19) outbreak: a Cross-sectional Study. medRxiv. 2020 Mar
17;2020.03.13.20033290.
26