Anda di halaman 1dari 10

EVALUASI TITIK KONTROL TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

DENGAN METODE PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKAL


BENCH MARK (BM)

Ispen Safrel
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Telp. (024) 8508102

Abstract: In 2009, State University of Semarang (UNNES) had engaged in the measurement of the
Framework for the Horizontal and Vertical Basic Framework using Global Positioning Systems
(GPS) geodetic type and installation of two bench mark (BM), however the height of its
development (Z) in a region on the surface of the earth always changing and growing discourse
according to some, especially for the city of Semarang itself reportedly decreased ± 5 cm from the
average sea level (MSL) each year. What about the height of Campus UNNES have now?, In this
study need to be investigated how much elevation change from a position (Unnes campus) in 2010.
Measurement of vertical control framework BM Unnes tied to the High Point Geodesy (TTG) with a
height of 221 004 449 number MSL in the area "Ada Supermarket" Banyumanik. Evaluation results
of GPS measurements with the High Point of the ellipsoid existing high molecular weight 223 147 ±
02 UNNES the MSL and after going through the process of measurement data processing
terrestrial high point for BM 02 219 237 ± Unnes is MSL, so that we find the comparison between
BM 02 Unnes ellipsoid point with results measurement

Keywords: control points, the basic framework of vertical, bench mark

Abstrak: Tahun 2009 Universitas Negeri Semarang (UNNES) telah melakukan kegiatan
pengukuran Kerangka Dasar Horizontal dan Kerangka Dasar Vertikal dengan menggunakan Global
Positioning Systems (GPS) tipe Geodetik dan pemasangan 2 bench mark (BM) Namun pada
perkembangannya ketinggian (Z) di suatu wilayah dipermukaan bumi selalu berubah-ubah dan
menurut beberapa wacana yang berkembang, khusus untuk wilayah kota semarang sendiri
dikabarkan mengalami penurunan ± 5 cm dari rata-rata muka air laut (MSL) setiap tahunnya.
Bagaimana dengan ketinggian Kampus UNNES Sekaran ?, Dalam penelitian ini perlu diteliti
seberapa besar perubahan ketinggian dari suatu posisi (kampus Unnes) pada tahun 2010.
Pengukuran kerangka kontrol vertikal BM Unnes diikatkan pada Titik Tinggi Geodesi (TTG) nomor
449 dengan ketinggian 221.004 MSL di daerah ”Ada Swalayan” Banyumanik. Evaluasi hasil
pengukuran dengan GPS Titik Tinggi dari tinggi ellipsoid eksisting BM 02 UNNES yaitu ± 223.147
MSL dan setelah melalui proses pengolahan data dari pengukuran titik tinggi terestris untuk BM 02
Unnes adalah ± 219.237 MSL, sehingga kita dapati perbandingan antara titik ellipsoid BM 02
Unnes dengan hasil pengukuran

Kata kunci : titik kontrol, kerangka dasar vertikal, bench mark

PENDAHULUAN diatas permukaan bumi yang tidak beraturan.


Latar Belakang Dalam kegiatan pengukuran tersebut dibagi
Dalam rangka rencana pengembangan menjadi pengukuran mendatar untuk
dan pemantapan UNNES sebagai kampus mendapatkan hubungan antara titik-titik
konservasi, salahsatu yang menjadi faktor dipermukaan bumi (Kerangka Dasar Horizontal)
sebagai bahan pertimbangan suatu keputusan dan pengukuran-pengukuran tegak (Kerangka
dalam perencanaan adalah peta. Peta sendiri Dasar Vertikal) serta pengukuran detail
selalu berkaitan dengan kegiatan pemetaan (Topografi).
dimana dilakukan pengukuran-pengukuran

Evaluasi Titik Kontrol Tinggi Universitas Negeri Semarang Dengan Metode Pengukuran Kerangka Dasar …… – Ispen Safrel 141
Tahun 2009 Universitas Negeri dari suatu posisi (kampus Unnes) pada tahun
Semarang (UNNES) telah melakukan kegiatan 2010. Tujuan dari studi ini adalah untuk
pengukuran Kerangka Dasar Horizontal dan mengetahui posisi vertikal dari Bench Mark yang
Kerangka Dasar Vertikal dengan menggunakan tersebar di lingkungan Kampus UNNES
Global Positioning Systems (GPS) tipe Geodetik Sekaran saat ini, maka Pengukuran Kontrol
dan pemasangan 2 bench mark (BM) serta 9 ketinggian kerangka dasar vertikal dilakukan
patok penolong, ditempatkan tersebar di dengan mengacu kepada bidang rujukan
kampus UNNES Sekaran yang diikatkan pada ketinggian tertentu (Titik Tinggi Geodesi).
Jaring Kontrol Nasional ORDE I Bakosurtanal, Penelitian ini diharapkan dapat
sehingga BM yang tersebar di Unnes adalah BM memberikan satu nilai ketinggian suatu titik (BM)
Orde II dengan ketelitian ± 6 mm dan diketahui yang tersebar di lingkungan Universitas Negeri
melalui besaran koordinat UTM (X, Y) dan Semarang (UNNES) sehingga data tersebut
ketinggian ellipsoid (Z). Sedangkan untuk dapat dimanfaatkan dan menjadi salahsatu
pengukuran detail topografi menggunakan Total faktor pengambilan keputusan dalam rangka
Station, saat ini pada tahap pengolahan. perencanaan pembangunan selanjutnya.
Namun pada perkembangannya
ketinggian (Z) di suatu wilayah dipermukaan Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
bumi selalu berubah-ubah dan menurut Kerangka dasar vertikal merupakan
beberapa wacana yang berkembang, khusus teknik dan cara pengukuran kumpulan titik-titik
untuk wilayah kota semarang sendiri dikabarkan yang telah diketahui atau ditentukan posisi
mengalami penurunan ± 5 cm dari rata-rata vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap
muka air laut (MSL) setiap tahunnya. bidang rujukan ketinggian tertentu. Bidang
Bagaimana dengan ketinggian Kampus UNNES ketinggian rujukan ini biasanya berupa
Sekaran ?, atas dasar tersebut maka ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea
Pengukuran Kontrol Ketinggian BM Unnes level - MSL) atau ditentukan lokal.
harus dilakukan untuk dapat mengetahui posisi Pengadaan jaring kerangka dasar
tinggi BM Unnes saat ini. vertikal dimulai oleh Belanda dengan
Berdasarkan identifikasi permasalahan menetapkan MSL di beberapa tempat dan
yang ada serta untuk memperoleh gambaran diteruskan dengan pengukuran sipat datar teliti.
dan substansi yang jelas tentang ruang lingkup Bakosurtanal, mulai akhir tahun 1970-an
studi dan kedalaman pembahasan, maka memulai upaya penyatuan sistem tinggi
penelitian ini difocuskan pada bagaimana nasional dengan melakukan pengukuran sipat
mendapatkan satu ketinggian absolut suatu titik datar teliti yang melewati titik-titik kerangka
BM dalam hal ini BM yang tersebar di dasar yang telah ada maupun pembuatan titik-
lingkungan Universitas Negeri Semarang titik baru pada kerapatan tertentu. Jejaring titik
(UNNES), melalui pengukuran terestris kerangka dasar vertikal ini disebut sebagai Titik
langsung dilapangan. Tinggi Geodesi (TTG).
Rumusan masalah dalam penelitian ini Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi
adalah seberapa besar perubahan ketinggian sipat datar masih merupakan cara Pengukuran

142 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Julii 2010, hal: 141 – 150
beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian Pengukuran Barometris pada prinsipnya
kerangka dasar vertikal (K) dinyatakan sebagai adalah mengukur beda tekanan atmosfer.
batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil Pengukuran tinggi dengan menggunakan
pengukuran sipat datar pergi dan pulang. Pada metode barometris dilakukan dengan
tabel 2 ditunjukkan contoh ketentuan ketelitian menggunakan sebuah barometer sebagai alat
sipat teliti untuk pengadaan kerangka dasar utama.
vertikal. Untuk keperluan pengikatan ketinggian, Metode sipat datar merupakan metode
bila pada suatu wilayah tidak ditemukan TTG, yang paling teliti dibandingkan dengan metode
maka bisa menggunakan ketinggian titik trigonometris dan barometris. Hal ini dapat
triangulasi sebagai ikatan yang mendekati harga dijelaskan dengan menggunakan teori
ketinggian teliti terhadap MSL. perambatan kesalahan yang dapat diturunkan
Tabel 1. Tingkat Ketelitian melalui persamaan matematis diferensial
Tingkat parsial.
K
ketelitian
I 3 mm
II 6 mm Metode Pengukuran Sifat Datar Optis
III 8 mm
Metode sipat datar optis adalah proses
penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau
Pelaksanaan pengukuran kerangka
pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan
dasar vertikal dapat dilakukan dengan 3 (tiga)
yang dimaksud adalah perbedaan tinggi di atas
cara, yaitu metode sipat datar, pengukuran
air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis
Trigonometris dan pengukuran Barometris.
vertikal. Perbedaan tinggi antara titik-titik akan
Metode sipat datar prinsipnya adalah
dapat ditentukan dengan garis sumbu pada
mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di
pesawat yang ditunjukan pada rambu yang
lapangan menggunakan rambu ukur. Hingga
vertikal.
saat ini, pengukuran beda tinggi dengan
Tujuan dari pengukuran penyipat datar
menggunakan metode sipat datar optis masih
adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang
merupakan cara pengukuran beda tinggi yang
diukur. Misalnya bumi, bumi mempunyai
paling teliti. Sehingga ketelitian kerangka dasar
permukaan ketinggian yang tidak sama atau
vertikal (KDV) dinyatakan sebagai batas harga
mempunyai selisih tinggi. Apabila selisih tinggi
terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran
dari dua buah titik dapat diketahui maka tinggi
sipat datar pergi dan pulang.
titik kedua dan seterusnya dapat dihitung
Pengukuran Trigonometris prinsipnya
setelah titik pertama diketahui tingginya.
adalah adalah perolehan beda tinggi melalui
jarak langsung teropong terhadap beda tinggi
dengan memperhitungkan tinggi alat, sudut
vertikal (zenith atau inklinasi) serta tinggi garis
bidik yang diwakili oleh benang tengah rambu
ukur. Gambar 1. Prinsip penentuan beda tinggi dengan
sipat datar.
Keterangan gambar:

Evaluasi Titik Kontrol Tinggi Universitas Negeri Semarang Dengan Metode Pengukuran Kerangka Dasar …… – Ispen Safrel 143
A dan B : titik di atas permukaan bumi yang horizontal, stasion adalah titik tempat berdiri
akan diukur beda tingginya alat.
a dan b : bacaan rambu atau tinggi garis b. Tinggi Alat
mendatar/ garis bidik di titik A dan Tinggi alat adalah tinggi garis bidik di atas
B tanah dimana alat sipat datar didirikan.
HA dan HB : ketinggian titik A dan B di atas c. Tinggi Garis Bidik
bidang referensi Tinggi garis bidik adalah tinggi garis bidik di
∆hAB : beda tinggi antara titik A dan B atas bidang referensi ketinggian (permukaan
Beda tinggi antara A dan B dirumuskan air laut rata-rata)
sebagai: d. Pengukuran Ke Belakang
(∆hAB ) = a − b Pengukuran ke belakang adalah pengukuran

Apabila (a–b) hasilnya positif ( + ), maka ke rambu yang ditegakan di stasion yang

dari A ke B berarti naik, atau B lebih tinggi diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk

daripada A. Sebaliknya, apabila (a–b) negatif ( – mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya

), maka dari A ke B turun atau B lebih rendah disebut rambu

daripada A. belakang.

Sebelum digunakan alat sipat datar e. Pengukuran Ke Muka

mempunyai syarat yaitu: garis bidik harus Pengukuran ke muka adalah pengukuran ke

sejajar dengan garis jurusan nivo. Dalam rambu yang ditegakan di stasion yang

keadaan di atas, apabila gelembung nivo tabung diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk

berada di tengah garis bidik akan mendatar. mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya

Oleh sebab itu, gelembung nivo tabung harus di disebut rambu muka.

tengah setiap kali akan membaca skala rambu. f. Titik Putar (turning point)

Karena interval skala rambu umumnya Titik putar (turning point) adalah stasion

1 cm, maka agar kita dapat menaksir bacaan dimana pengukuran ke belakang dan ke

skala dalam 1 cm dengan teliti, jarak antara alat muka dilakukan pada rambu yang ditegakan

sipat datar dengan rambu tidak lebih dari 60 di stasion tersebut.

meter. Artinya jarak antara dua titik yang akan g. Station Antara (intermediate stasion)

diukur beda tingginya tidak boleh lebih dari 120 Stasion antara (intermediate stasion) adalah

meter dengan alat sipat datar ditempatkan di titik antara dua titik putar, dimana hanya

tengah antar dua titik tersebut dan paling dekat dilakukan pengukuran ke muka untuk

3,00 m. menentukan ketinggian stasion tersebut.

Beberapa istilah yang digunakan dalam h. Seksi

pengukuran alat sipat datar, diantaranya: Seksi adalah jarak antara dua stasion yang

a. Stasion berdekatan, yang sering pula disebut slag.

Stasion adalah titik dimana rambu ukur Istilah-istilah di atas dijelaskan pada gambar

ditegakan; bukan tempat alat sipat datar 2.

ditempatkan. Tetapi pada pengukuran

144 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Julii 2010, hal: 141 – 150
Gambar 2. Keterangan Pengukuran Sifat Datar
Keterangan Gambar 2: kemungkinan terungkitnya garis bidik teropong
1. A, B, dan C = stasion: X = stasion antara ke arah atas atau bawah diakibatkan oleh
2. Andaikan stasion A diketahui tingginya, keterbatasan pabrik membuat alat ini betul-betul
maka: presisi.
a. Disebut pengukuran ke belakang, b = Pengertian lain dari beda tinggi antara
rambu belakang; dua titik adalah selisih pengukuran ke belakang
b. Disebut pengukuran ke muka, m = rambu dan pengukuran ke muka. Dengan demikian
muka. Dari pengukuran 1 dan 2, tinggi akan diperoleh beda tinggi sesuai dengan
stasion B diketahui, maka: ketinggian titik yang diukur.
c. Disebut pengukuran ke belakang; Pengukuran sipat datar kerangka dasar
d. Disebut pengukuran ke muka, stasion B vertikal harus diawali dengan mengidentifikasi
disebut titik putar kesalahan sistematis dalam hal ini kesalahan
3. Jarak AB, BC dst masing-masing disebut garis bidik alat sipat datar optis melalui suatu
seksi atau slag. pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand (2
4. Ti = tinggi alat; kali berdiri alat). Kesalahan garis bidik adalah
5. Tgb= tinggi garis bidik. kemungkinan terungkitnya garis bidik teropong
Pengertian lain dari beda tinggi antara ke arah atas atau bawah diakibatkan oleh
dua titik adalah selisih pengukuran ke belakang keterbatasan pabrik membuat alat ini betul-betul
dan pengukuran ke muka. Dengan demikian presisi.
akan diperoleh beda tinggi sesuai dengan Langkah-langkah dalam pengukuran
ketinggian titik yang diukur. sipat datar kerangka dasar vertikal adalah
Pengukuran sipat datar kerangka dasar sebagai berikut :
vertikal harus diawali dengan mengidentifikasi 1. Surveyor akan menerima peta dan batas –
kesalahan sistematis dalam hal ini kesalahan batas daerah pengukuran.
garis bidik alat sipat datar optis melalui suatu 2. Ketua tim menandai semua peralatan yang
pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand (2 dibutuhkan serta mengambil peta dan batas-
kali berdiri alat). Kesalahan garis bidik adalah

Evaluasi Titik Kontrol Tinggi Universitas Negeri Semarang Dengan Metode Pengukuran Kerangka Dasar …… – Ispen Safrel 145
batas pengukuran di laboratorium. Lalu 10. Ketengahkan gelembung nivo dengan
menyerahkannya pada laboran. prinsip perputaran 2 sekrup kaki kiap dan 1
3. Ketua tim memeriksa kelengkapan alat, lalu sekrup kaki kiap. Setelah gelembung nivo di
anggota tim membawanya ke lapangan. tengah, lalu memasang unting-unting.
4. Survei ke daerah yang akan dipetakan pada 11. Untuk memperjelas benang diafragma
jalur batas pemetaan. dengan memutar sekrup pada teropong.
5. Menentukan lokasi-lokasi patok atau 12. Sedangkan untuk memperjelas objek rambu
merencanakan lokasi-lokasi patok sehingga ukur dengan memutar sekrup fokus diatas
jumlah slag itu genap. teropong.
6. Setelah selesai merencanakan lokasi-lokasi 13. Setelah itu, membaca benang atas, benang
patok (menggunakan Cat) lalu menandainya tengah, dan benang bawah rambu
di lapangan. belakang. Kemudian membaca kembali
7. Melakukan pengukuran kesalahan garis benang atas, benang tengah, dan benang
bidik. Hal ini dilakukan dengan cara bawah rambu muka. Hasil pembacaan di
mendirikan rambu diantara 2 titik (patok) tulis pada formulir yang telah disiapkan.
dan dirikan statif serta alat sipat datar optis Kemudian mengukur jarak dengan
kira-kira di tengah antara 2 titik tersebut. menggunakan pita ukur dari rambu
Yang perlu diperhatikan pengukuran itu belakang ke alat dan dari alat ke rambu
tidak harus dilaksanakan jauh dari belakang (hasilnya di rata-ratakan) serta
laboratorium. mengukur juga jarak rambu muka ke alat
8. Sebelum digunakan, alat sipat datar harus dan dari alat ke rambu muka (hasilnya
terlebih dahulu diatur sedemikian rupa dirata-ratakan). Kemudian alat digeser
sehingga garis bidiknya (sumbu II) sejajar sedikit (slag 2) lakukan hal yang sama
dengan bidang nivo melalui upaya sampai slag akhir pengukuran selesai.
mengetengahkan gelembung nivo yang 14. Setelah pengukuran selesai, lalu kembali ke
terdapat pada nivo kotak. Bidang nivo laboratorium untuk mengembalikan alat.
sendiri merupakan bidang equipotensial 15. Setelah itu melakukan pengolahan data.
yaitu bidang yang mempunyai energi Pengolahan data yang dilakukan adalah
potensial yang sama. pengolahan data untuk mengeliminir
9. Sebelum pembacaan dilakukan adalah kesalahan acak atau sistematis dengan
mengatur agar sumbu I (sumbu yang tegak dilengkapi instrumen tabel kesalahan garis
lurus garis bidik) benar-benar tegak lurus bidik dan sistematis.
dengan sumbu II melalui upaya Kesalahan sistematis berupa kesalahan
mengetengahkan gelembung nivo tabung. garis bidik kita konversikan ke dalam
Setelah sama, langkah selanjutnya kedua pembacaan benang tengah mentah yang akan
nivo yaitu nivo kotak dan nivo tabung diatur, menghasilkan benang tengah setiap slag yang
barulah kita melakukan pembacaan rambu. telah dikoreksi dan merupakan fungsi dari jarak
Rambu yang dibaca harus benar-benar muka atau belakang dikalikan dengan koreksi
tegak lurus terhadap permukaan tanah. garis bidik.

146 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Julii 2010, hal: 141 – 150
METODE PENELITIAN Pengolahan Data
Perencanaan Hasil dari pengambilan data dilapangan
1. Metode pengukuran sipat datar yang dan pengolahan adalah tinggi titik-titik (patok)
digunakan adalah pengukuran sipat datar yang diukur yang diukur untuk keperluan
pergi-pulang, dimana dengan melihat medan penggambaran dalam pemetaan.
lapangan, asumsi pelaksanaan pengukuran Adapun langkah-langkah pengolahan
dalam satu hari adalah 1 km pergi dan 1 km data hasil pengukuran adalah sebagai berikut :
pulang. a. menuliskan nilai benang atas (BA), benang
2. Personil, Peralatan dan Bahan tengah (BT) dan benang bawah (BB).
a. Jumlah team adalah 4 team b. Mencari nilai kesalahan garis bidik
b. Alat yang digunakan PPD (Pesawat c. Menghitung BT koreksi (BTK) si setiap slag.
penyipat datar) tipe otomatis 2 unit. d. Menghitung beda tinggi di setiap slag dari
c. Dalam 1 team terdiri dari 1 orang bacaan benang tengah koreksi belakang dan
surveyor, 2 orang pemegang rambu dan 1 muka. Beda tinggi awal suatu slag diperoleh
orang mencatat bacaan rambu. melalui pengurangan benang tengah
d. Bahan pendukung adalah paku payung belakang koreksi dengan benang tengah
untuk bantu, cat serta kuas sebagai muka koreksi. Beda tinggi setiap slag harus
penanda titik bantu dan peta rencana memenuhi syarat beda tinggi sama dengan
pengukuran sebagai bahan orientasi. nol jika jalur pengukuran berawal dan
e. Formulir ukur dan alat tulis serta kertas berakhir pada titik yang sama. Penjumlahan
sket pengukuran. beda tinggi awal setiap slag merupakan
kesalahan acak beda tinggi yang harus
Peninjauan Lapangan dikoreksi kepada setiap slag berdasarkan
1. Pencarian Titik Tinggi Geodesi (TTG) yang bobot tertentu.
dianggap stabil dalam artian tidak berubah- e. Menghitung jarak (∑d) setiap slag dengan
ubah dalam jangka waktu tertentu menjumlahkan jarak belakang dan jarak
pengamatan, dan dapat dijadikan sebagai muka.
rujukan pada saat pelaksaan pengukuran f. Menghitung total jarak (∑(∑d)) jalur
dalam hal ini TTG nomor 449 dengan pengukuran dengan menjumlahkan semua
ketinggian 221,004 di daerah jalan setiabudi jarak slag.
di depan ADA swalayan semarang. g. Menghitung bobot koreksi setiap slag
2. Jalur yang dipilih untuk pengukuran adalah dengan membagi jarak slag dengan total
jalur yang melalui jalan Setiabudi – jarak permukaan. Sebagai bobot koreksi, kita
Jatingaleh – Unika – Untag - Ikip Veteran – menggunakan jarak setiap slag yang
Jembatan besi arah ke Unnes Sekaran – merupakan penjumlahan jarak muka dan
Trangkil – Banaran – Pintu masuk utama belakang. Total bobot adalah jumlah jarak
Unnes Sekaran dan kurang lebih jarak semua slag. Koreksi tinggi setiap slag
antara TTG dengan Kampus Unnes Sekaran dengan demikian diperoleh melalui negatif
adalah ± 12,6 km. kesealahan acak beda tinggi dikalikan jarak

Evaluasi Titik Kontrol Tinggi Universitas Negeri Semarang Dengan Metode Pengukuran Kerangka Dasar …… – Ispen Safrel 147
dengan slag tersebut dan dibagi dengan total referensi yang digunakan. Dapat dirubah ke
jarak seluruh slag. tinggi orthometrik jika undulasi geoid (N)
h. Menghitung tinggi titik-titik pengukuran (Ti) diketahui. Umumnya ketelitian tinggi dari GPS 2-
dengan cara menjumlahkan tingi titik 3 kali lebih rendah dibandingkan ketelitian posisi
sebelumnya dengan tingi titik koreksi yang horizontalnya, satelit hanya bisa mengamati
hasilnya akan sama dengan nol. horizon. One sided geometry” ini hanya
i. Jika tidak sama dengan nol maka memberikan setengah dari konfigurasi optimal,
pengolahan data harus diulangi dan dan efeknya lebih terasa pada penentuan tinggi.
diidentifikasi kembali letak kesalahannya. Tidak adanya satelit dibawah pengamat juga
Jika tinggi titik awal diketahui, maka tinggi menyebabkan tidak adanya pengeliminiran efek-
titik-titik koreksi diperoleh dengan cara efek kesalahan dan bias yang mempengaruhi
menjumlahkan tinggi titik awal terhadap beda tinggi. Dalam kasus posisi horizontal, adanya
tinggi koreksi slag secara berurutan. satelit di timur-barat ataupun utara-selatan,
sedikit banyak punya kemampuan untuk
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN mengeliminir tersebut, tergambar dalam ilustrasi
Pengambilan Data Lapangan Double Stand gambar seperti dibawah ini.
Pengambilan data lapangan dibagi
kedalam 4 tim dimana setiap tim pengambilan
jaraknya berbeda-beda seperti berikut :
1. Tim 1 memulai pengambilan data dari TTG
449 depan ADA swalayan Banyumanik
sampai dengan jembatan tol Jatingaleh (data
Terlampir).
2. Tim 2 memulai pengambilan data jembatan Gambar 1. Penentuan Posisi Tinggi Dengan GPS
tol jatingaleh sampai dengan kampus Penentuan posisi dengan GPS (X,Y,Z)
UNTAG (data Terlampir). melalui 3 aspek perhitungan yang harus
3. Tim 3 memulai pengambilan data Kampus dilakukan secara matang yaitu :
UNTAG sampai dengan Jembatan besi arah 1. Eliminasi kesalahan dan bias;
UNNES (data Terlampir). 2. Geometri satelit pengamat;
4. Tim 4 memulai pengambilan data Jembatan 3. Teknik resolusi ambiguity.
Besi Arah Unnes menuju BM 2 Kampus Setelah melalui pengolahan dengan
Unnes Sekaran (data Terlampir). menggunakan software pengolah data
pengukuran GPS didapat tinggi titik ellipsoid BM
Pengukuran Tinggi dengan Geographic 02 Unnes adalah ± 223.147 MSL.
Potitioning System (GPS)
Tinggi yang didapatkan dengan GPS (h) Pengolahan dan Klasifikasi Data Hasil
adalah tinggi ellipsoid dan bukan tinggi Pengukuran Tinggi Sifat Datar
orthometrik (H) seperti yang didapatkan dari Sebelum mengolah data hasil
leveling. Juga tergantung pada ellipsoida pengukuran dilakukan klasifikasi dan inputing

148 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Julii 2010, hal: 141 – 150
data dimana pengolahannya dilakukan perhitungan yang dilakukan disajikan pada tabel
menggunakan perangkat lunak pengolah data dibawah ini :
yaitu Microsoft Excel. Adapun contoh
Tabel 2. Contoh Tabel Pengambilan dan pengolahan
Pengukuran Ketinggian Elevasi Titik Kerangka Vertikal BPN Orde 2 UNNES
∆H Jarak
Titik Target T. Alat BA BT BB Per Titk Keterangan
Rata2 (meter)
Titik
P0 1.38 0.271 0.161 0.051 1.219 22
P1
P2 2.695 2.570 2.445 -1.190 25
-1.195
P1 1.36 0.275 0.160 0.045 1.200 25
P2
P3 2.510 2.435 2.360 -1.075 15
-1.078

Hasil dari penelitian ini adalah berupa melalui proses pengolahan data dari
besaran titik tinggi BM 02 Unnes dalam bentuk pengukuran titik tinggi terestris untuk BM 02
tabel seperti berikut ini. Unnes adalah ± 219.237 MSL, sehingga kita
Tabel 3. Hasil Pengolahan Data Evaluasi Titik Tinggi dapati perbandingan antara titik ellipsoid BM
UNNES
02 Unnes dengan hasil pengukuran terestris
Pengukuran Ketinggian Elevasi Titik Kerangka
Vertikal BPN Orde 2 UNNES sebesar ± 3.910 MSL.
Segmen nilai
Total ah P0 - P5 -3.533 Saran
Total Ah P0 - P115 -30.205
1. Tinggi titik BM 02 Unnes dapat menjadi
Total AH PN - P101 (PN) -47.766
Total AH BM2 - 90 56.209 acuan (titik ikat) untuk pengukuran tinggi BM
Total ah P akhir - P58 71.767 lainnya yang tersebar dilingkugan kampus
Total ah PN - P1 42.832
Unnes Sekaran.
Total ah TTG - P1 -91.071
TOTAL AH -1.767 2. Diharapkan pengukuran titik tinggi (kerangka
JKG  TKG 049 Banyumanik (No.449) Elevasi : kontrol vertikal) dilakukan setiap tahun agar
221.004
BM 2 UNNES Elevasi : 219.237 gejala-gejala perubahan lahan dapat
teridentifikasi secara tepat sehingga dapat
SIMPULAN DAN SARAN dijadikan acuan dalam pelaksanaan
Simpulan pekerjaan kesipilan terutama yang
Berdasarkan hasil dari pengambilan menyangkut perkerasan jalan yang dapat
data dan pengolahan yang telah dilakukan diditeksi melalui perubahan tinggi muka
dapat disimpulkan sebagai berikut : tanah setiap tahunnya.
1. Pengukuran kerangka kontrol vertikal BM
Unnes diikatkan pada Titik Tinggi Geodesi DAFTAR PUSTAKA
(TTG) nomor 449 dengan ketinggian 221.004 Abidin, H.Z., Dr, 2000, Penentan Posisi dengan
MSL di daerah ”Ada Swalayan” Banyumanik. GPS dan Aplikasinya, PT Pradnya
Paramita, Jakarta.
2. Evaluasi hasil pengukuran dengan GPS Titik
Tinggi dari tinggi ellipsoid eksisting BM 02 Budiono, M. dan kawan-kawan. 1999. Ilmu Ukur
Tanah. Angkasa. Bandung.
UNNES yaitu ± 223.147 MSL dan setelah

Evaluasi Titik Kontrol Tinggi Universitas Negeri Semarang Dengan Metode Pengukuran Kerangka Dasar …… – Ispen Safrel 149
Mustofa ,Kgs. Zulkifli Ansori, Aris Munanto dan Sidjabat .Rowland P., Ir.MSE, 2008, Metoda
Eko Resmono, 2009, Peran dan Pengukuran Titik Dasar Teknik Orde 2
Kontribusi Peta Tematik Untuk dan 3, Kasubdit Pengukuran Kawasan
Mendukung Pembangunan Berkelanjutan dan Wilayah, Direktorat Pengukuran
di Bidang Pertanahan, BPN, Jakarta. Dasar, Deputy I, BPN-RI.

Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan 2005. ...................... (1983). Ukur Tanah 2. Jurusan
Struktur Kurikulum Program Studi Teknik Sipil PEDC. Bandung
Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI.
Jurusan Diktekbang FPTK UPI. Bandung.

150 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Julii 2010, hal: 141 – 150

Anda mungkin juga menyukai