Anda di halaman 1dari 7

Mata Kuliah : Perlindungan Hutan bagian Kebakaran Hutan

Waktu

: Senin pukul 13.00 - 16.00 WIB

Kelas

: Manajemen Hutan
PENGARUH TOPOGRAFI PADA KECEPATAN
PENJALARAN API KEBAKARAN
Disusun Oleh : Kelompok 1
Anggota :
1. Imam Syafi'i

(E14110073)

2. Tomi Yan Nurhuda

(E14110032)

3. Kurniawan Dananjaya

(E14110031)

4. Taufik Iman Z.

(E14110040)

5. Mukhlisah Jamil

(E14110088)
Dosen Praktikum :

Ati Dwi Nurhayati, S.Hut., M.Si.

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PENYUSUNAN LAPORAN
1. Imam Syafi'i

(E14110073)

: Pembuatan pembahasan,pendahuluan,
daftar pustaka dan finishing

2. Tomi Yan Nurhuda

(E14110032)

: Pembuatan bahan dan metode

3. Kurniawan Dananjaya

(E14110031)

: Pembuatan tabel hasil dan


kesimpulan

4. Taufik Iman Z.
5. Mukhlisah Jamil

(E14110040)

: Pembuatan cover dan tujuan

(E14110088)

: Pembuatan pendahuluan dan


pembahasan

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penjalaran api kebakaran hutan dan lahan dipengaruhi oleh kondisi bahan bakarnya.
Kondisi bahan bakar yang mempengaruhi kecepatan menjalarnya api yaitu kelembaban,
ukuran dan kesinambungan bahan bakar.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi laju penjalaran api ini yaitu bentuk
permukaan tanah sangat penting untuk mengontrol suatu kebakaran. Bukit dan lereng lebih
sulit dibanding dengan lahan datar, semua mempengaruhi bagimana kebakaran terjadi dan
bagaimana cara memadamkannya. Ada beberapa hal pengaruh kemiringan terhadap
kebakaran. Pada lahan yang miring nyala api akan mendekati bahan bakar yang ada di
atasnya dan akan bergerak lebih cepat dibanding lahan yang datar. Tanaman akan menjadi
panas sebelum api menyentuhnya, dan akan lebih mudah untuk terbakar. Pada kelerengan
yang terjal akan lebih cepat api menyebar dan akan lebih sulit untuk dikontrol. Dalm
membuat sekat bakar untuk di atas lereng harus lebih lebar dibanding jika membuat di
bawah lereng. Lahan miring yang langsung menghadap matahari, akan lebih cepat terjadi
panas dan mengalami proses pengeringan bahan bakar, sebaliknya pada bagian lain bahan
bakar relatif lebih dingin, sehingga apabila terjadi kebakaran pada lereng yang menghadap
matahari atau sebalah timur akan lebih cepat jika kebakaran terjadi pada lereng bagian
barat.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai kemiringan lereng
terhadap penjalaran api.
BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Kegiatan
Praktikum ini dilakukan pada hari senin tanggal 27 Mei 2013 di koridor
laboratorium kebakaran hutan Fakultas Kehutanan IPB. Praktikum dilakukan pada
pukul 13.00 WIB.
B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

Korek Api

Alat Pengukur waktu

Statif untuk memegang lidi

Penggaris

Lidi

C. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan.
2. Mengukur panjang lidi awal.
3. Mengatur posisi bahan bakar (lidi) di penyangga pada berbagai kemiringan.
Posisi kemiringannya yaitu pada 0, 45, 90, 135, dan 180.
4. Menyulut lidi dengan korek apai dan mencatat waktu penjalaran api hingga
apinya padam.
5. Mengukur kembali panjang lidi setelah proses pembakaran atau penjalaran api.
6. Mengulangi langkah yang sama pada setiap posisi kemiringan hingga tiga kali
pengulangan.
7. Mencatat hasil praktikum pada tabel yang telah ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Tabel 1. Hasil Pengamatan Laju Penjalaran Api pada Posisi Lidi yang Berbeda
Posisi

Lama Api Padam

Panjang Lidi Terbakar

(detik)

(cm)

Lidi
00
450
900
1350
1800

1
32
35
53
30
100

2
30
40
50
35
45

3
25
33
68
45
60

Rata-rata
29
34,33
57,33
36,67
68,33

1
0,9
0,9
1,8
0,7
6,3

2
0,3
0,7
1,1
0,7
10,
2

3
0,5
0,8
2,2
2,4
6,6

Laju
Penjalaran
(cm/detik)

Rata-rata
0,56
0,8
1,7
1,26
7,7

0,019
0,023
0,029
0,034
0,113

Grafik Hubungan antara Posisi Lidi dengan Laju Penjalaran


0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0

45

90

135

180

PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pengujian tentang pengaruh posisi bahan bakar
terhadap laju penjalaran api. Lidi diletakkan di atas penyangga dengan posisi kemiringan
berbeda-beda mulai dari 0 derajat hingga 180 derajat. Setiap posisi kemiringan dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali dan dihitung rata-rata panjang lidi yang terbakar dan lama
penyalaan. Laju penjalaran diperoleh dari hasil bagi rata-rata panjang lidi yang terbakar
dengan rata-rata lama penyalaan.

Pada posisi 0 derajat, rata-rata panjang lidi yang terbakar adalah 0,56 cm dengan
lama penyalaan 29 detik, sehingga laju penjalarannya 0,019 cm/s. Pada posisi ini laju
penjalarannya yang paling rendah. Bahan bakar dengan posisi 45 derajat, rata-rata terbakar
sepanjang 0,8 cm dengan lama penyalaan 34,33 detik dan laju penjalarannya 0,023 cm/s.
Pada posisi 90 derajat, rata-rata panjang lidi yang terbakar adalah 1,7 cm selama 57,33
detik sehingga laju penjalarannya 0,029 cm/s. Di posisi 135 derajat, terbakar 1,26 cm lidi
selama 36,67 detik dan laju penjalarannya adalah 0,034 cm/s. Yang terakhir adalah pada
posisi 180 derajat, terbakar 7,7 cm lidi selama 68,33 detik dan laju penjalarannya adalah
0,113 cm/s.
Berdasarkan percobaan kimia, api mempunyai tingkat kepanasan tertinggi pada
daerah bagian tengah api (daerah api reduksi bagian atas) dan mempunyai tingkat
kepanasan minimum pada bagian pangkal api (daerah api reduksi bagian bawah).
Dilihat dari grafik, semakin besar kemiringan (api berada dibawah bahan bakar)
semakin cepat juga laju penjalaran api terhadap bahan bakar tersebut. Bahan bakar yang
diletakkan pada posisi 180 derajat ini memiliki laju penjalaran paling tinggi yaitu 0,113
cm/s. Hal ini disebabkan oleh posisi nyala api yang selalu mengarah ke atas, pembakaran
terjadi hampir pada seluruh daerah api dan membakar bahan bakar yang berada tepat di
atasnya. Faktor angin juga ikut berpengaruh dimana pada posisi inilah api mendapatkan
suplai oksigen yang cukup.
Pada posisi 0 derajat, laju penjalarannya paling rendah. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain penyulutan api sudah dihentikan oleh praktikan sebelum
api stabil, pembakaran hanya terjadi pada bagian pangkal api (daerah api reduksi bagian
bawah/minimum), serta angin yang kurang mendukung sehingga mengakibatkan
pemadaman.
Menurut Pohan (1984), penelitiannya menunjukkan bahwa semakin curam lereng
tidaklah menunjukkan semakin cepat api menjalar, akan tetapi pada kondisi kemiringan
yang sedang (25%) api menjalar paling cepat. Untuk kemiringan 0% dan 15 % masih
terlalu sedikit angin yang mempengaruhi kebakaran atau hanya bagian bawah angin saja

yang berpengaruh permukaan kebakaran dan untuk kemiringan yang terlalu curam (45%)
permukaan lereng dapat menghambat angin. Oleh karena itu, pada kemiringa 25%
merupakan kondisi yang baik bagi angina untuk memindahkan panas dan mensuplai
oksigen.
SIMPULAN
Berdasarkan praktikum mengenai laju penjalaran pada posisi bahan bakar yang
berbeda dapat disimpulkan bahwa posisi bahan bakar ini ternyata sangat berpengaruh pada
besarnya laju penjalaran. Semakin besar posisi (sudut kemiringan) suatu bahan bakar, maka
laju penjalarannya akan semakin besar. Dalam hal ini pada posisi 180 (posisi bahan bakar
tegak) laju penjalarannya paling tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Pohan ZR. 1984. Pengaruh Berbagai Kecepatan Angin dan Kemiringan Lereng Terhadap
Kecepatan Menjalarnya Api .[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai