Tentang
Pemasaran Produk-Produk
Agroforestry
Hak Cipta
The Southeast Asian Network for Agroforestry Education (SENAFE) didukung oleh
Swedish International Cooperation Agency (SIDA).
Isi panduan ini dapat diperbanyak tanpa ijin khusus dari SEANAFE tetapi cukup
dengan pernyataan yang layak.
Pandangan yang dinyatakan dalam panduan ini merupakan pandangan para anggota
tim setiap negara dan konsultan yang terlibat dalam Proyek SEANAFE tentang
Pemasaran Produk-produk Agroforestry (SEANAFE Markets for Agroforestry Tree
Products Project) dan oleh karenanya mereka tidak terikat oleh the World
Agroforestry Centre.
Kutipan yang benar:
SEANAFE 2007. Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-produk
Agroforestry: Kerangka Kurikulum dan Studi Kasus. Desember 2007. Bogor: ICRAF.
Photo sampul: Tim Proyek SEANAFE MAFTP
Desain dan layout: Josef Arinto
Penyelaras dan Penerjemah: Leti Sundawati & Dodik Ridho Nurrochmat
Korespondensi: Jesus C. Fernandez (j.fernandez@cgiar.org)
-i-
Kata Pengantar
Agroforestry memiliki potensi yang sangat besar dalam berkontribusi terhadap
pengurangan kemiskinan di pedesaan. Namun demikian, sebagian besar program-program
pendidikan agroforestry di Asia Tenggara kurang menekankan aspek-aspek permintaan
produk agroforestry, khususnya kaitan antara produsen dan konsumen, pemasaran,
pengolahan pasca panen dan sistem usahatani skala kecil. Dalam banyak kasus, pendidikan
agroforestry di wilayah Asia Tenggara masih bias kearah sisi produksi atau sisi penawaran
dari produksi. Aspek-aspek permintaan, umumnya hanya didiskusikan secara selintas atau
sebagai sebuah topik. Untuk memperbaiki pemahaman dan mempromosikan bagaimana
agroforestry dapat berkontribusi terhadap pengurangan kemiskinan, pengajar dan
mahasiswa memerlukan kompetensi yang lebih baik dalam kaitannya dengan aspek-aspek
bisnis.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, World Agroforestry Centre (ICRAF)-Southeast Asia
Regional Office dan Southeast Asian Network for Agroforestry Education (SEANAFE)
melakukan suatu proyek berjudul Markets for Agroforestry Tree Products (MAFTP) tahun
2005-2007. Proyek ini bertujuan untuk mengembangkan suatu kerangka kurikulum berbasis
pemasaran dan bahan ajar untuk pengajar dan mahasiswa.
Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-produk Agroforestry: Kerangka
Kurikulum dan Studi Kasus ini merupakan output utama dari proyek tersebut di atas.
SEANAFE berharap bahwa panduan ini akan mendorong perhatian lembaga-lembaga
pendidikan tinggi di wilayah Asia Tenggara untuk meninjau kembali kurikulum mereka
dengan memadukan bahan ajar ini ke dalam program dan kuliah yang sesuai dan telah ada
sebelumnya. Paling tidak, SEANAFE megharapkan di kemudian hari panduan ini dapat
digunakan sebagai bahan mata ajaran.
Panduan ini merupakan hasil pengalaman dan wawasan dari orang-orang dan organisasi
yang terlibat dalam proyek SEANFE MAFTP. Tim-tim dari beberapa negara yakni Indonesia,
Laos, Filipina, Thailand dan Vietnam ditugaskan untuk melakukan suatu analisis rantai
pemasaran suatu produk agroforestry. Hasil penelitian mereka menjadi dasar penyusunan
kerangka kurikulum pemasaran produk-produk agroforestry dan bahan studi kasus untuk
bahan ajar yang disarankan pada beberapa modul kunci dari kerangka kurikulum. Panduan
ini dibagi atas tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan proses dan hasil proyek. Bagian
dua menyajikan suatu tulisan kontekstual tentang kerangka kurikulum yang disarankan,
sedangkan bagian tiga berisi bahan-bahan studi kasus. Relevansi dan kegunaan dari
penduan ini bergantung kepada bagaimana pemasaran agroforestry dapat membantu
meningkatkan kehidupan masyarakat miskin, namun SEANAFE percaya bahwa masih
terdapat ruang untuk perbaikan.
- ii -
- iii -
- iv -
Daftar Singkatan
AFTP
APFSOS
ICRAF
GTZ
INAFE
LaoNAFE
MAFTP
NAFRI
PAFERN
PhP
Philippine Peso
SEA
Southeast Asia
SEANAFE
Sida
SNV
ThaiNAFE
THB
Thailand Baht
VNAFE
VND
Vietnam Dong
-v-
- vi -
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................
ii
iii
vi
vii
vii
Pendahuluan ....................................................................................
Kondisi Kontekstual ............................................................................
Kerangka Kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry ....................................
Ciri-ciri (Fitur) Pembeda ......................................................................
Isi Kurikulum ....................................................................................
Jangka Waktu dan Tata Waktu yang Disarankan .........................................
Daftar Pustaka ..................................................................................
5
6
11
12
13
14
22
24
24
25
25
35
50
50
58
71
71
80
95
95
104
Studi Kasus 5: Pemasaran Mete di Provinsi Dak Nong dan Binh Phuoc, Vietnam.
A. Catatan untuk Pengajar ...................................................................
B. Kasus .........................................................................................
119
119
127
- vii -
15
Tabel 4. Bahan bacaan yang disarankan untuk sub-sub tema dari Kerangka
Kurikulum .......................................................................
19
Table 5. Tata waktu yang disarankan untuk jangka Satu Semester dalam
pengajaran Pemasaran Produk Agroforestry menggunakan kerangka
kurikulum SEANAFE ............................................................
21
24
1.
-1-
Fase kedua dari proyek Southeast Asian Network for Agroforestry Education (SEANAFE)
dirancang untuk memungkinkan para pendidik dari lebih 80 universitas dan akademi di Asia
Tenggara untuk saling berbagi pengetahuan dan mengembangkan alat pengajaran yang
memperhatikan perpaduan antara: 1) konservasi lingkungan dan 2) pengentasan
kemiskinan. Telah diketahui bahwa perpaduan yang kompleks dari kedua bidang tersebut
harus ditangani secara menyeluruh dan terintegrasi jika proyek-proyek bertujuan
membantu berjuta-juta petani kecil memperoleh keuntungan dari pemasaran komersial
yang pada saat yang bersamaan membantu mereka mengelola lanskap lokal. Oleh
karenanya, Proyek SEANAFE Fase 2 terutama ditujukan untuk mendidik generasi muda Asia
Tenggara baik dari kalangan pendidik, ilmuwan, maupun pemimpin politik tentang
pentingnya isu-isu konservasi lingkungan dan pengentasan kemiskinan, serta
mengembangkan kemampuan generasi muda yang baru saja memasuki jenjang pendidikan
tinggi di bidang kehutanan dan pertanian, sehingga mereka dapat menjalankan kebijakan
yang efektif di masa depan. SEANAFE melalui dukungan dana dari Swedish International
Development Cooperation Agency (Sida), mengorganisir sejumlah kegiatan Fase 2 yang
merupakan suatu rangkaian proyek-proyek regional yang terdefinisi baik untuk
diimplementasikan dari bulan Mei 2005 sampai April 2009. Tema-tema proyek ini adalah:
(a) Pemasaran Produk Agroforestry, (b) Analisis Lanskap Agroforestry, dan (c) Kebijakan
Kehutanan dan Lingkungan.
Proyek Pemasaran Produk Agroforestry dibuat dengan mengenali kenyataan bahwa bidang
pemasaran tidak diajarkan secara memadai dalam program-program maupun kuliah-kuliah
kehutanan dan pertanian di sebagian besar universitas dan akademi di Asia Tenggara.
Kurangnya penekanan terutama pada keterkaitan antara produsen dan konsumen,
pemasaran, pengolahan pasca panen, dan sistem usahatani skala kecil. Oleh karenanya,
proyek ini merupakan suatu upaya untuk memahami sepenuhnya keluasan aspek-aspek
sosial ekonomi dari pemasaran produk-produk agroforestry yang dapat memperbaiki dan
menjamin keterlibatan penuh dari petani kecil dalam memperbaiki kehidupan mereka.
Secara umum, tujuan proyek ini adalah meningkatkan pengetahuan dan keahlian para
pengajar agroforestry dan para lulusan universitas di Asia Tenggara dalam Pemasaran
Produk Agroforestry dengan penekanan pada bagaimana pemasaran dapat memperbaiki
kehidupan masyarakat miskin. Proyek ini memiliki tujuan spesifik sebagai berikut:
1. Meninjau dan memahami prinsip-prinsip untuk melibatkan petani kecil dalam
pemasaran produk agroforestry;
2. Mengidentifikasi dan mengkarakterisasi tipe-tipe kunci pemasaran untuk produk
agroforestry di Asia Tenggara;
3. Memperkuat pengajaran pemasaran produk agroforestry di universitas dan akademi
di Asia Tenggara melalui pengembangan bahan ajar dan modul kurikulum dalam
bahasa Inggris dan bahasa nasional; dan
4. Meningkatkan kemampuan pengajaran di universitas dan akademi berkaitan dengan
pemasaran produk agroforestry.
-2-
-3-
Enam bulan setelah dilakukan studi kasus, tim-tim tersebut bertemu kembali di Chiang
Mai, Thailand pada tanggal 15-18 Agustus 2006. Workshop regional kedua ini bertujuan
untuk mempersentasikan dan membandingkan hasil-hasil penelitian dan pengalaman,
menyusun kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry dan mengubah studi-studi
kasus menjadi bahan ajar yang sesuai. Dalam mengembangkan kerangka kurikulum, para
tim mengidentifikasi isu-isu dan perhatian yang muncul dalam laporan-laporan studi kasus
di masing-masing negara. Isu-isu dan perhatian tersebut kemudian dikategorisasikan dan
diangkat menjadi modul-modul kunci dari kerangka kurikulum. Modul-modul kunci yang
lainnya, walaupun tidak didiskusikan secara penuh dalam laporan setiap negara, juga
ditambahkan kedalam kerangka kurikulum sebagaimana dipertimbangkan oleh tim-tim
tersebut.
Bervariasinya laporan-laporan studi kasus tersebut, bagaimanapun, menyulitkan dalam
mengubahnya menjadi bahan ajar. Oleh karena itu, tim-tim negara tersebut diminta
mengindentifikasi paling sedikit tiga kekuatan dari studi kasus mereka dalam hubungannya
dengan tema-tema kunci dari kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry.
Kemudian tim-tim tersebut mengembangkan kerangka pengajaran untuk modul-modul
kunci yang telah diidentifikasi. Kerangka pengajaran ini berisi isu-isu dan titik-titk
pembelajaran pada tema modul kunci berdasarkan studi kasus yang akan dikembangkan
kemudian, panduan pertanyaan untuk mendiskusikan isu-isu, dan poin-poin pembelajaran
serta metoda pengajaran yang disarankan untuyk digunakan. Workshop secara resmi
melengkapi Fase 1 dari proyek Pemasaran Produk Agroforestry.
Periode transisi antara Fase 1 dan Fase 2 dari proyek Pemasaran Produk Agroforestry
difokuskan pada penghalusan hasil-hasil proyek Fase 1 dan memungkinkan tim-tim negara
untuk mengembangkan proposal untuk pelaksanaan Fase 2. Sebagaimana disetujui dalam
workshop regional kedua, SEANAFE menyewa jasa konsultan luar untuk mengembangkan
sepenuhnya kerangka pengajaran menjadi suatu format dan cakupan yang sesuai untuk
pengajaran dan penerjemahan (dalam hal ini disebut sebagai bahan pengajaran studi
kasus) ke dalam bahasa lokal dari tim-tim negara tersebut. Antara bulan November 2006
dan Januari 2007, draft bahan pengajaran studi kasus diberikan kepada tim-tim negara
untuk dikomentari dan pengesahan. Tim-tim negara tersebut juga diminta untuk
melengkapi informasi yang belum lengkap dan memperbaiki bahan ajar studi kasus
berdasarkan komentar dan saran-saran dari konsultan luar dan penasihat teknis SEANAFE.
Pada bulan Februari 2008, penasihat teknis SEANAFE menyampaikan versi hasil pengemasan
kembali dari bahan-bahan studi kasus dan mendistribusikannya kepada para ketua tim
untuk persetujuan dan penterjemahan.
Fase 2 Proyek Pemasaran Produk Agroforestry terutama terdiri dari penerjemahan bahan
ajar studi kasus ke dalam bahasa nasional dari tim negara tersebut dan pelaksanaan
pelatihan dalam negeri tentang penggunaan hasil-hasil proyek. Sebelum Fase 2 Proyek
Pemasaran Produk Agroforestry secara resmi diluncurkan, SEANAFE mengorganisir
pertemuan ketua tim pada tanggal 8-10 Maret 2007 di Bogor, Indonesia. Tujuan pertemuan
tersebut adalah: 1) peninjauan kembali dan finalisasi cakupan tema-tema kunci dari
kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry; 2) finalisasi bahan studi kasus untuk
penerjemahan ke dalam bahasa nasional negara-negara anggota SEANAFE; 3) finalisasi
proposal tim-tim negara untuk implementasi Fase 2; 4) persetujuan proses-proses utama
dan kegiatan dasar yang akan dilakukan oleh setiap tim negara untuk Fase 2 proyek,
termasuk disain pelatihan dalam negeri; 5) persetujuan terhadap ketentuan-ketentuan
-4-
yang harus dilakukan (term of reference) tim-tim negara dalam melaksanakan kegiatankegiatan Fase 2 proyek; 6) memberikan orientasi kepada tim-tim negara tentang beberapa
kiat praktis untuk mengorganisir dan melaksanakan suatu pelatihan dalam negeri dalam
bidang Pemasaran Produk Agroforestry; dan 7) persetujuan pada tata waktu dari
pelaksanaan kegiatan proyek. Kontrak dibuat agar tim-tim negara dapat melaksanakan
kegiatan-kegiatan Fase dari proyek dari bulan April sampai Oktober 2007. Dalam kasus
Filipina, penerjemahan bahan studi kasus ke dalam bahasa nasional tidak dilakukan karena
media pengajaran di universitas dan akademi di sana dalam bahasa Inggris.
Sejumlah 109 pengajar, peneliti dan penyuluh dari 72 organisasi pengajaran, sebagian
besar adalah anggota SEANAFE mengikuti pelatihan dalam negeri. Detailnya adalah sebagai
berikut:
Filipina: 28 staf pengajar dari 28 lembaga anggota Philippine Agroforestry Education and
Research Network (PAFERN) pada tanggal 29-31 Mei 2007 di Training Center for Tropical
Resources and Ecosystems Sustainability (TREES), University of the Philippines Los Banos
(UPLB), Laguna.
Indonesia: 21 staf pengajar dari 16 lembaga anggota Indonesian Network for Agroforestry
Education (INAFE) pada tanggal 25-27 Juli 2007 di Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Laos: 20 staf pengajar dari 10 lembaga anggota Laos Network for Agroforestry Education
(LaoNAFE) pada tanggal 13-15 Augustus 2007 di Vangvieng, Vientiane.
Vietnam: 19 staf pengajar dari 8 lembaga anggota Vietnam Network for Agroforestry
Education (VNAFE) pada tanggal 28-31 Augustus 2007 di Hotel Dam San, Buon Ma Thuot
City.
Thailand: 21 staf pengajar, peneliti, dan penyuluh dari 10 lembaga anggota ThaiNAFE dan
lembaga penelitian (4) dan lembaga penyuluhan (1) pada tanggal 5-7 September 2007 di
Universitas Chiangmai, Chiangmai.
Melalui jaringan nasional SEANAFE, hasil-hasil proyek diharapkan untuk disosialisasikan
diantara lembaga-lembaga anggota SEANAFE. Apabila memungkinkan, dukungan untuk timtim negara akan diberikan untuk melakukan advokasi kebijakan dari rekomendasirekomendasi yang mereka susun yang ditujukan kepada isu-isu yang terdefinisi dalam
penelitian mereka.
Fase 1
-5-
Fase 2
Pelatihan dan
workshop
regional yang
melibatkan timtim negara
Pelaksanaan
penelitian
nasional
Workshop
regional kedua
(peresentasi
hasil-hasil
penelitian dan
menyusunan
draft bahan
ajar studi
kasus)
Pengembangan
dan finalisasi
bahan-bahan
studi kasus
National scaling
up
(penterjemahan
dan pembuatan
bahan ajar dan
pelatihan dalam
negeri)
Pelembagaan
dampak proyek
November 2005
Agustus 2006
September
2006- Februari
2007
Maret
September 2007
NovemberDesember 2007
-6-
Kondisi Kontekstual
Empat kondisi kontekstual dapat membantu memahami dan mengapresiasi penyusunan
kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry dari SEANAFE. Kempat kondisi
kontekstual tersebut adalah: a) status dan permintaan hasil hutan kayu dan hasil hutan
bukan kayu; b) keterkaitan antara pengentasan kemiskinan dan konservasi hutan dengan
kelestarian; c) isu-isu pemasaran dan perhatian yang mengemuka dari penelitian-penelitian
pemasaran produk agroforestry yang dipilih; dan d) kebutuhan pendidikan utama dari
lembaga-lembaga kehutanan di wilayah Asia Tenggara.
A. Permintaan terhadap hasil-hasil hutan dan hasil hutan bukan kayu serta jasa-jasa
hutan di Asia Tenggara
Asia-Pacific Forestry Sector Outlook Study (APFSOS, 1998) memperlihatkan bahwa
permintaan untuk sejumlah hasil hutan dan hasil hutan bukan kayu, termasuk jasa-jasa,
secara umum meningkat baik dalam kompleksitas maupun cakupan di seluruh wilayah.
Berkaitan dengan hasil-hasil hutan, Asia bersama dengan Amerika Utara dan Eropa
dipandang sebagai produsen maupun konsumen utama. Penawaran hasil-hasil hutan yang
melimpah sama halnya dengan pasar konsumen, menjadi karakteristik kawasan ini. Namun
demikian, statistik baru-baru ini memperlihatkan bahwa kawasan ini masih menjadi
konsumen netto, walaupun disokong dengan sumberdaya hutan yang melimpah (Tabel 1).
Cina, Jepang, Malaysia dan Indonesia adalah produsen utama hasil kayu di kawasan ini,
sedangkan Jepang Cina, Korea, Indonesia dan Taiwan mendominasi produksi kertas dan
papan partikel.
Di Asia Tenggara, Malaysia dan Indonesia keduanya telah menggunakan sumberdaya hutan
secara signifikan dan terlibat dalam ekspor besar industri hasil-hasil hutan. Walaupun
demikian, krisis ekonomi Asia tahun 1997 telah sangat mempengaruhi dan menurunkan
permintaan atas hasil-hasil hutan di kawasan ini.
Walaupun Cina tidak dipertimbangkan sebagai bagian dari Asia Tenggara, namun
merupakan salah satu pendorong ekonomi sejauh menyangkut impor hasil-hasil hutan. Cina
memiliki pertumbuhan ekonomi yang kuat dan produksi kayu bulat per kapita yang rendah,
sama halnya dengan halangan kebijakan yang kuat atas produksi domestik dari hutan-hutan
alam dan hutan tanaman (Sun, et. al., 2007).
Tabel 1. Andil Asia pada produksi dan kosumsi global dari hasil-hasil hutan berdasarkan
jenis dan persentase
Hasil-hasil Hutan
Produksi (%)
Konsumsi (%)
Kayu industri
18
22
Papan/panel kayu
24
27
Bubur kertas
21
26
29
32
-7-
-8-
yang sumber penghidupannya tergantung pada hutan. Dari sekitar 80 persen petani kecil di
Asia (dengan luas pemilikan lahan kurang dari 0,6 ha), sejumlah besar persentase dari
rumah tangga tersebut terlibat dalam budidaya tanaman campuran atau agroforestry
dengan produktivitas yang rendah dan kesuburan lahan yang semakin menurun (Da Costa
dan Sangakkara, 2006; Kumar 2006). Kelompok petani kecil ini biasanya menggambarkan
sektor ekonomi pedesaan yang semakin miskin.
Kaitan antara kemiskinan, konservasi dan kelestarian penghidupan telah lama sekali
menjadi suatu isu. Terdapat suatu pembelajaran bahwa upaya-upaya konservasi akan lebih
efektif dilakukan dengan keterlibatan dari petani-petani kecil khususnya dengan dampak
yang ditunjukkan pada penghidupan dan pengentasan kemiskinan. Kelestarian penghidupan
dari agorofarestry sangat tergantung pada kemampuan memasarkan produk-produknya.
Namun demikian, tidak seperti komoditi pertanian semusim yang dapat tersedia dengan
cepat tetapi dengan pasar yang relatif tanpa kompromi, pasar untuk beberapa produk
agroforestry tidak selalu nyata atau jelas kelihatan (USDA, 2003). Seringkali petani kecil
harus secara aktif memasarkan sendiri produk-produknya untuk menjamin kelangsungan
penghidupannya. Diantara produksi dan pemasaran, petani-petani kecil mungkin harus
melakukan penambahan nilai atas produknya (penyimpanan, pengolahan, dll.) untuk
mempertinggi kemungkinan menemukan dan menjangkau pasar untuk produk-produk
mereka.
Pendapatan
yang
terbatas
Fluktuasi
harga yang
rendah dan
tinggi
Lingkungan
Pemungkin
Aturan
standar yang
buruk
Jalan dari
lahan
pertanian ke
pasar tidak
memadai
Sistem produksi,
praktik dan prilaku
konservasi
Rendahnya
produktivitas
usahatani
Sedikitnya surplus
yang dapat
dipasarkan
Ketidakmampuan
penanaman
kembali
Penghindaran
dari aturan
pengecekan
Penambahan
Nilai (termasuk
pasca panen)
Terbatasnya
nilai tambah
dan opsi
pemasaran
Praktik
penanganan
pasca panen
yang buruk
Waktu panen
yang tidak
tepat
Teknologi
pengolahan
Produk dan
Pasar
Akses yang
tidak memadai
ke pasar yang
menguntungkan
Terbatasnya
pengembangan
produk
Produk yang
buruk dan tidak
konsisten
Kurangnya
keahlian teknis
dan wirausaha
-9-
Laos
(Bambu)
Vietnam
(Mete)
Indonesia
(Mete)
kopra yang
ketinggalan
jaman
Fasilitas
penyimpanan
kopra yang
terbatas dan
buruk
Terbatasnya
Kurangnya
fasilitas
penyimpanan
dan
pengeringan
Rantai
kontrol kualitas
Buruknya
hubungan
dengan pasar
tingkat atas
Kemiskinan
Rendahnya
kekuatan
tawar
menawar
petani
produsen
Keterlibatan
petani
produsen
dalam
kegiatan
ilegal dan
tidak lestari
untuk
memperoleh
tambahan
pendapatan
Rendahnya
pendapatan
petani kecil,
khusunya
masyarakat
adat
Rendahnya
tingkat
pendidikan
petani
produsen
Pemilikan
lahan yang
sempit
Rendahnya
kekuatan
tawar
Kondisi biofisik
dan sosial
ekonomi yang
tidak
menguntungka
n menghalangi
pemasaran
mete dengan
harga yang
lebih baik
Kurangnya
konsultasi
pemasaran dan
kebijakan
pemerintah
tentang
informasi
harga pasar
(Studi juga
menemukan bahwa
skala produksi tidak
mempengaruhi
harga di tingkat
petani)
Sistem grading
hanya
berdasarkan
tampilan fisik
(% biji pecah)
karenanya
umur, ukuran,
warna,
kelembaban
tidak
diperhitungka
pemasaran yang
panjang dan
didominasi oleh
pedagang
pengumpul
Fluktuasi
harga
Petani selalu
berhutang
sehingga
mendorong
mereka
menjual dengan
harga rendah
Minimal akses
ke informasi
yang dapat
dipercaya
Pengepakan
yang buruk
sering
berakibat
rusaknya
produk
Tidak ada
branding dan
promosi
karena
hambatan
- 10 -
Thailand
(Karet)
Produsen
skala kecil,
relatif
miskin modal
dan rentan
terhadap
goncangan
harga karet
finansial dan
kurangnya
pengalaman
Terbatasnya
informasi dan
sumber
informasi
Beberapa
produsen
telah
membentuk
koperasi untuk
menjual
karet, namun
aksi kelompok
belum secara
luas
dipraktikan
dibandingkan
dengan
penjualan
individual
Pendapatan yang terbatas karena kepemilikan lahan yang sempit yang berakibat rendahnya
tingkat produksi, merupakan isu sosial ekonomi yan paling banyak dirujuk dalam lima studi
kasus. Rendahnya kemampuan teknis para produsen untuk meningkatkan sistem produksi
serta lemahnya lingkungan pemungkin, dikarakteristikkan oleh kebijakan dan aturan yang
kurang dipersiapkan, tidak membantu dan kenyataannya malah mendorong produsen
kecil/petani pengumpul hasil hutan untuk melakukan perdagangan ilegal. Walaupun
segalanya memungkinkan, hanya sebagian kecil dari mereka yang memiliki kelebihan
panen yang dapat dijual ke pasar. Kekurangmampuan petani dalam pasca panen
mempengaruhi kualitas produk mereka dan potensi nilai tambahnya. Hal ini membatasi
kemampuan mereka untuk memperoleh harga yang lebih baik untuk produk mereka. Selain
itu akses ke pasar dan informasi pasar yang sulit semakin membatasi mereka untuk
memperoleh harga yang baik. Kurangnya produk dan standar kualitas (atau jikapun ada,
kurangnya pengetahuan tentang hal itu) semakin menghalangi dalam memperoleh
penghidupan yang layak dari kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan hutan dan
agroforestry. Kasus-kasus di beberapa negara menggarisbawahi dampak yang tak terhingga
dari lingkungan pemungkin yang tidak sesuai atau diinginkan (kebijakan dan aturan). Halhal tersebut semakin memarjinalkan para petani kecil lahan kering dan semakin membatasi
akses mereka ke pasar dan kemungkinan integrasi ke dalam rantai agroforestry.
- 11 -
Kehutanan di sebagian besar negara-negara Asia Tenggara. Hal ini dapat dihubungkan
dengan kualitas dan relevansi program kurikulum dan bahan ajar yang disediakan oleh
lembaga pendidikan tersebut. Dalam sebagian besar kasus, kurikulum dan bahan ajar yang
ada telah ketinggalan jaman. Lembaga-lembaga pendidikan kekurangan sumberdaya,
keahlian, pada sampai tingkat tertentu kemauan politis untuk melakukan pengembangan
kurikulum secara mendalam dan meninjau kembali dari perspektif kemasyarakatan yang
baru.
Skenario ini tidak hanya mempengaruhi citra dari profesi kehutanan, tetapi juga
mempersempit kesempatan kerja bagi para lulusan. Kecuali para pengajar melakukan
kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas seperti pelatihan dan penelitian, kurikulum yang
ditawarkan tidak akan membaik yang artinya tidak akan ada perbaikan kualitas dan jumlah
bahan ajar. Dalam bidang inilah mekanisme untuk kerjasama regional dan nasional
diantara
lembaga-lembaga pendidikan, seperti SEANAFE, terbukti relevan karena
memungkinkan mereka untuk saling berbagi pengalaman dan sumberdaya. Proyek
Pemasaran Produk Agroforestry SEANAFE adalah jelas merupakan contoh dari hal tersebut.
- 12 -
Pengembangan
Agroforestry
di Asia
Tenggara
Kelestarian
dan
Pengembangan
Agroforestry
Keadaan
Agroforestry
di Asia
Tenggara
Konsep
konsep
dan
Proses
Pemasar
-an
Kelestarian
Produksi,
Perdagangan
dan
Konsumsi
Pengem
-bangan
Produk
Pengem
bangan
dan
Promosi
Usaha
Introduk
si dan
Analisi
Rantai
Nilai
Analisis rantai
nilai dan
pengembangan
Usahatani
Kebija
kan,
Aturan
,Pajak
dan
Pungut
an
Kelem
bagaan
dan
Tata
Kelola
Lingkungan
Pemungkin
P
E
N
G
U
A
T
A
N
P
E
N
G
E
T
A
H
U
A
N
&
Pensituasian
Peninjauan
Konsep
Pembangunan
Keahlian
Penerapan
Pembelajaran
KEAHLIAN
- 13 -
Apa yang membedakan kerangka kurikulum ini dari kurikulum agroforestry yang telah ada
di kawasan Asia Tenggara adalah bahwa kerangka ini menyediakan suatu dasar pemikiran
pembelajaran dimana panduan pembangunan nasional dan regional dipandang dan dinilai
di dalam konteks tantangan global, berdasarkan pada konsep-konsep pasar dan pemasaran
tanpa meninggalkan perhatian akan kelestarian (misalnya, sosial, ekonomi, dan
lingkungan).
Kerangka kurikulum ini juga dapat dikatakan bersifat multidisiplin karena upayanya untuk
memadukan konsep-konsep teknis dan pemasaran dalam konteks rantai agoroforestry dan
diselingi dengan isu-isu yang mencuat dalam ekonomi yang terglobalisasi dengan
permintaan dan struktur pasar yang berubah-ubah.
Isi Kurikulum
Bidang-bidang tematik yang dicakup oleh kerangka kurikulum Pemasaran Produk
Agroforestry adalah:
1. Situasi Agroforestry di Asia Tenggara
2. Kelestarian Produksi, Perdagangan dan Konsumsi Agroforestry di Asia Tenggara
3. Analisis Rantai Nilai dan Pengembangan Usahatani, dan
4. Lingkungan Pemungkin untuk Pemasaran Agroforestry
Tema 1 menyediakan suatu gambaran keadaan agroforestry di kawasan Asia Tenggara
termasuk potensi dan tantangannya berkaitan dengan perhatian global yang mengemuka.
Tema 2 berisi dua sub-tema, yaitu: a) pembangunan dan kelestarian agroforestry, dan b)
konsep-konsep dan proses-proses pemasaran. Sub-tema pertama akan mendiskusikan
agroforestry sebagai suatu sektor dan subsektor-subsektor yang mencakupinya, termasuk
pemasaran dan potensi pengembangannya. Penilaian tentang peranan dan tanggung jawab
dari berbagai aktor di dalam sektor tersebut dalam menjamin pengembangan dan
kelestarian agroforestry juga akan didiskusikan berkaitan dengan tantangan masa kini dan
tantangan potensial. Sub-tema kedua menyediakan suatu pengantar konsep-konsep dasar
pemasaran dan relevansinya dengan agroforestry, perubahan sekenario agroforestry dan
bagaimana dampaknya terhadap penghidupan pengusaha kecil dan masyarakat. Sub-tema
ini juga menyajikan garis besar tahapan-tahapan dasar dalam pemasaran produk
agroforestry melalui penelitian pasar, penyiapan rencana, pelaksanaan dan evaluasi
pemasaran. Teori-teori pemasaran yang disajikan pada Tema 2 merupakan konsep-konsep
persiapan yang akan menuntun ke arah pemahaman yang lebih baik tentang struktur pasar,
pelaksanaan pemasaran dan perilaku yang diwujudkan di bawah Tema 3.
Tema 3 bertujuan untuk memperkuat pemahaman, apresiasi dan keahlian dari para
pembelajar tentang pengembangan produk, analisis rantai nilai dan pengembangan
usahatani. Sub-tema pengembangan produk akan secara khusus mendiskusikan prinsipprinsip dan proses-proses dari konsep awal untuk menentukan bentuk produk (misalnya:
sifat, ukuran, pengepakan, dll.) dengan tekanan pada standar-standar kualitas mutakhir
dan persyaratan sertifikasi produk; pengintegrasian kesadaran lingkungan dengan skema
- 14 -
Tema 2:
Produksi,
Perdagangan dan
Konsumsi
Agroforestry yang
Lestari
Sub tema 2.1:
Pengembangan
dan Kelestarian
Agroforestri
4 jam
Penjelasan Singkat
Tujuan
- 15 -
Mahasiswa mampu
menyampaikan pemikirannya
tentang bidang konflik antara
fungsi lingkungan dengan fungsi
ekonomi dari sektor
agroforestry dari sudut pandang
kelestarian dan mengambil
pandangan dari semua pihak
terkait
Diskusi-kuliah
Perbandingan
analisis skenario
Tema, subtema
dan jangka waktu
yang dianjurkan
Sub tema 2.2:
Konsep dan Proses
Pemasaran
10 jam
Tema 3:
Analisis Rantai
Nilai dan
Pengembangan
Usaha Agoforestri
Penjelasan Singkat
Tujuan
- 16 -
Mahasiswa mampu
mendeskripsikan konsep rantai
pemasaran, proses, perilaku
pelaku dan bagaimana aliran
informasi serta titik control
meberikan pengaruh yang sama
Kuliah-diskusi
Analisis studi kasus
Kunjungan
lapangan
Tema, subtema
dan jangka yang
dianjurkan
Sub tema 3.2:
Pengembangan
Usaha Agroforestri
8 jam
Tema 4:
Lingkungan
Pemungkin untuk
Pemasaran
Agroforestri
Sub tema 4.1
Instrumeninstrumen
Ekonomi, dan
Kebijakan terkait
Perdagangan dan
Peraturan yang
Mempengaruhi
Pemasaran
Agroforestri
4 jam
- 17 -
Mahasiswa mampu
mendapatkan sebuah pemikiran
pengusaha dan keterampilam
dalam persiapan rencana bisnis
Kuliah-diskusi
Analisis studi kasus
Kunjungan lapang
ke proyek
agroforestri yang
relevan
Mahasiswa mampu
menyampaikan pandangannya
atas berbagai kebijakan dan
aturan terkait agroforestri dan
pentingnya perdagangan yang
adil bagi para pelaku kunci
dalam rantai nilai agroforestri
Penjelasan
Tujuan
Kuliah-diskusi
Pemetaan
kebijakan dan
institusi/ latihan
penilaian
Analisis studi kasus
Konsultasi/dialog
dengan berbagai
pihak terkait
Tema, subtema
dan jangka yang
dianjurkan
Sub tema 4.2:
Institusi dan
Pemerintahan
4 jam
Penjelasan
Gambaran dan penilaian
perbandingan dari bentuk
organisasi yang ada dengan modal
dan aturannya, tampilan usaha
kelompok atau individu dalam
rantai agroforestri; pemahaman
elemen kunci dari
keberhasilan/kegagalan bentuk
organisasi sebagai landasan
penting untuk kegiatan
perencanaan di masa mendatang
Tujuan
Memungkinkan mahasiswa untuk:
Memahami bagaimana tata kelola
dan koordinasi organisasi serta
institusi mempengaruhi keadaan
rantai agroforestri
Mampu mengukur bagaimana
suatu bentuk koordinasi
berdampak pada saling
keterkaitan peran berbagai
kelompok dalam rantai
agroforestri yang lestari
- 18 -
Pemetaan
institusional dan
latihan penilaian
Analisis perusahaan
Diskusi kelompok
terfokus
Analisis studi kasus
- 19 -
Tabel 4. Bahan Bacaan yang Dianjurkan untuk Sub-Tema pada Kerangka Kurikulum
Pemasaran Produk Agroforestri
Tema dan Sub Tema
1.0 Pengembangan
Agroforestry di
Asia Tenggara
Judul/Pengarang
Global Forest Assessment 2005: 15 Key Finding.
FAO
Meeting Chinas Demand for Forest Product: An
Overview of Important Trends, Part of Entry,
and Supplying Countries, with Emphasis on The
Asia-Pacific Region. Xiufang Sun et al
Agroforestry
system
research:
evolving
concepts and approaches. Agricultural System
for Sustainable Resources Management and
Community
Organization
Development:
Proceedings of the First Thailand National
Agricultural System Seminar, Bangkok, 15-17
November 2000. DE Thomas
Best practices in Agroforestry: Lessons
Generated from the experiences of upland
farmers in Northern, Philippines. J. M.
Servitillo.
Training Manual for Applied forestry practices
2006 edition: Section 2 Introduction to
Planning for Agroforestry. University of
Missouri Center for Agroforestry, Columbia
Reviewing Agroforestry and agroforest markets
in Vietnam Uplands: Agroforestry Development
Situation in Vietnam Uplands. CARES
Market Imperfections and the Choice of
Agroforestry Systems by Tran Chi Thien, Thai
Nguyen University
Community-based tree and forest product
enterprises: market analysis and development.
FAO
Marketing Management. Analysis, planning and
Control. Philip Kotler
How to Develop a Sustainable Agroforest
Marketing Strategy. Peter Calkins
Agroforest marketing methodology. Peter
Calkins
Training manual for Applied Agroforestry
practices 2006 edition: Section 9 Marketing
principles for Agroforestry. University of
Missouri Center for Agroforestry
Cornerstones for market interventions that
improve smallholder livelihoods. Franzel, S.
and Denning, G.
Strategic Management: Value chain. Net MBA
Business Knowledge Center
Actionable Architectures for Value Chains and
Value Coalitions Taxonomies for Efficient
Information Flow, Effective decision Making
and Performance Management: an ICH White
- 20 -
Judul/Pengarang
Paper. Interoperability Clearing House. John
Weiler and Bob Schemel
How, When and Why of Forest Farming : Unit 7
Marketing Specialty Forest Crops (Assessing
markets and consumers behavior).Cornell
Cooperstive Extension.
Elements of a Succesfull Business Plan. Steve
Bogash. Maryland Cooperative
- 21 -
Minggu
1
Minggu
2
Minggu
3
Minggu
4
Minggu
5
Minggu
6
Minggu
7
Minggu
8
Minggu
9
Minggu
10
Minggu
11
Minggu
12
Minggu
13
---
----
--
----
Tema 2
Modul2.1
Modul 2.2
Praktik
Lapang
Tema 3
Modul 3.1
Modul 3.2
Modul3.3
-------
----
--------
----
---
----
Tema 4
Modul4.1
Modul 4.2
Praktik
Lapang
Total Jam
Catatan: 4 jam panjang sesi per minggu; 16 minggu termasuk 2 sesi praktik lapang dan/atau
kunjungan pertukaran
--
- 22 -
DAFTAR PUSTAKA
Aschamam, Stefani. 2003. Direct Marketing of Agroforestry Products. USDA Natural
Resources Conservation Service, USDA National Agroforestry Center. AF Note 27.
Lincoln, Nebraska.
Asia
- 23 -
- 24 -
Analisis Rantai Pasar dari Kacang Mete di Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa
Tengah, Indonesia
Pemasaran Produk Karet Para pada Petani Skala Kecil di Thailand Utara
Rantai Penawaran Kacang Mete di Dak Nong dan Provinsi Binh Phuoc, Vietnam
Materi studi kasus ini dianjurkan digunakan sebagai tema diskusi yang spesifik pada
kerangka kerja kurikuler SEANAFE MAFTP sebagaimana yang terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6. Aplikasi yang dianjurkan dari studi kasus negara dalam sub-tema pembelajaran
terpilih pada kerangka kerja kurikuler SEANAFE MAFTP.
Sub-tema
Laos
Filipina
Thailand
Vietnam
(Spesifik:
gender)
- 25 -
atatan ini memberi panduan pada anda sebagai instruktur tentang cara-cara
yang efektif dalam menggunakan materi studi kasus sebagai bagian dari
silabus pembelajaran yang lebih luas, baik tentang pemasaran, agroforestri,
dan perkembangan dari agroforestri non-tree products dan lain-lain. Panduan
ini juga memberikan anda kiat-kiat dalam mendorong pemikiran kritis
diantara para peserta, termasuk panduan pertanyaan dan diskusi, aktivitas
pengajaran yang disarankan dan bahan bacaan yang mendukung. Bagaimanapun, catatan
ini tidak dimaksudkan untuk membatasi anda dalam penggunaan materi ajar dan analisis
lebih jauh dari materi studi kasus ini dan studi kasus lain.
Materi studi kasus tidak mencakup seluruh aspek pemasaran yang mungkin diangkat selama
diskusi dan penyelesaian tugas-tugas oleh peserta. Dengan demikian, anda didorong untuk
menggunakan materi ini apabila anda menganggap itu hal terbaik untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah anda siapkan di kelas, seperti, membuat asumsi-asumsi yang
dipertimbangkan tentang informasi yang masih belum tergalang di dalam studi kasus ini.
Anda disarankan untuk membaca bab ini sebelum memberikan materi studi kasus kepada
para peserta didik anda. Keefektifan dari materi studi kasus ini tergantung dari seberapa
banyak anda memahami dan mengaplikasikan penggunaan informasi dasar dari materi
tersebut.
- 26 -
Isu Kunci
Promosi pemerintah tentang produk agroforestri sudah dilakukan secara luas di Asia
Tenggara. Promosi agroforestri tersebut seringkali bertujuan untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi dan kadang-kadang untuk perlindungan lingkungan hidup, dan
lingkungan pedesaan. Promosi pemerintah ini biasanya dilakukan dalam skala besar dan
cenderung kurang mempertimbangkan atau memonitor berbagai dampak kondisi lokal
dalam mempromosikan produk agroforestri tertentu.
Dalam banyak kasus, penekanan
pada sisi produksi lebih besar dibandingkan dengan memaksimumkan keuntungan bagi
rumahtangga petani miskin, yang melibatkan isu-isu pemasaran seperti posisi tawar, nilai
tambah dan pengembangan produk.
- 27 -
Deskripsi Singkat
Di Jawa Tengah, Program agroforestri Pemerintah Indonesia difokuskan pada kacang
mete. Mete sudah dipromosikan sejak tahun 1980an, yang bertujuan untuk reforestasi dan
penambahan pendapatan rumahtangga di pedesaan. Dikombinasikan dengan pertumbuhan
pasar, maka kebijakan ini mengarah pada partisipasi extensive dari rumahtangga petani
dalam memproduksi dan mengolah mete.
Kabupaten Wonogiri di Jawa Tengah merupakan salah satu lokasi program agroforestri
dimana produksi mete dihasilkan dari industri rumahtangga yang dilakukan oleh sebagian
besar petani miskin. Oleh karena itu luas lahan tanaman mete bertambah dua kali lipat
antara tahun 1998 dan 2004. Selama kurun waktu yang sama, harga lokal dari kacang mete
mencapai tiga kali lipat. Namun, tren yang sangat menjanjikan ini, belum menghasilkan
kepuasan bagi para aktor pemasaran. Degradasi lahan dan kemiskinan merupakan isu yang
semakin meluas, dimana masalah kemiskinan masih membelit seperempat dari populasi
kecamatan sampai dengan tahun 2005.
Petani di Jawa umumnya memiliki lahan sempit dengan tingkat produksi pertanian yang
menggunakan teknologi rendah disertai dengan keterbatasan akses terhadap informasi
pasar. Para petani menghadapi berbagai macam kendala seperti: perasaan jenuh, rumit
dan pengolahan yang menggunakan tenaga kerja intensif; pemberian grade dan
pengepakan yang tidak memadai, dan kurangnya informasi pasar. Selanjutnya, para petani
biasanya melakukan penawaran secara individual terhadap para pedagang perantara, yang
mana membuat kekuatan penawaran petani semakin lemah. Terlepas dari masalah posisi
petani tersebut, produksi mete berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan
keluarga para pengolah mete secara berkelanjutan.
Studi kasus ini menjelaskan lebih lanjut tentang kendala, dampak, dan kesempatan
produksi mete di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Apabila pemerintah Indonesia
berharap untuk mempromosikan mete lebih jauh dan mengembangkan program
agroforestri mete serta membantu kehidupan masyarakat dari program agroforestri ini,
maka semua sisi yang ditekankan pada studi kasus ini harus dipertimbangkan.
Tema Pembelajaran
Kasus ini merupakan materi yang baik untuk para mahasiswa dalam belajar dan
mengembangkan keterampilan untuk berpikir secara kritis dan analitis dengan tema
sebagai berikut: a) analisis rantai pasar, b) pengolahan, pengepakan, dan nilai tambah,
dan c) analisis gender dengan kacang mete sebagai contoh kasus. Tema-tema ini tidak
dibahas secara terpisah di dalam studi kasus. Namun, panduan pertanyaan-pertanyaan
dapat membantu instruktur dalam mengetahui tentang tema pembelajaran apa yang ingin
dibahas dan difokuskan pada sesi kelas anda. Anda juga dapat menyusun pertanyaanpertanyaan lain untuk menjawab tujuan yang sama.
- 28 -
Diskusi
Pertanyaan
Diskusi
menjualnya ke pedagang perantara tingkat
kecamatan. Para pedagang ini bisa menjual
mete gelondongan ke pedagang pengumpul
yang sekaligus sebagai pengolah atau
menjualnya kepada para petani yang
sekaligus sebagai pengolah.
Untuk menjual kacang mete ke luar
kabupaten, para pedagang pengumpul yang
sekaligus sebagai pengolah merupakan
pemain mayor, sedangkan pedagang
perantara tingkat kecamatan memainkan
peranan minor.
- 29 -
Pertanyaan
Diskusi
mengurangi kehilangan profit dan
kerusakan kacang mete
3. Penguatan aksi kegiatan secara kolektif di
- 30 -
Pertanyaan
ada di Kabupaten Wonogiri? Bagaimana
isu-isu ini mempengaruhi pemasaran mete
dan pendapatan rumahtangga di desa?
- 31 -
Diskusi
berbagai peran aktor pemasaran mete, mulai
dari petani, pengolah, pedagang perantara
sampai dengan pedagang pengumpul dan
pedagang besar.
Laki-laki dan perempuan di desa sudah
mempunyai kerjasama yang baik dalam
melakukan aksesibilitas dan kontrol terhadap
sumberdaya dan teknologi pengolahan mete,
meskipun belum sempurna dan setara.
Peran perempuan sangat terbatas dalam
mengakses informasi harga dan informasi
training. Kredit untuk produksi dan
pemasaran produk-produk pertanian juga
belum ada.
Perempuan mempunyai akses dan kontrol
yang lebih besar dalam pengolahan mete,
yang berarti perempuan mempunyai kontrol
yang lebih besar dalam kualitas mete sesuai
yang dibutuhkan pasar dibandingkan dengan
laki-laki. Kondisi ini mempengaruhi nilai
kacang mete dan dapat meningkatkan
pendapatan rumahtangga yang diterima oleh
pengolah maupun petani yang sekaligus
sebagai pengolah.
- 32 -
Pedagang perantara, yang mungkin perhatian pada berbagai biaya transaksi yang
tinggi dari seleksi mete, dan kualitas produk yang bervariasi dan rendah.
Aparatur pemerintah lokal, yang bersimpati pada petani namun sudah merasa
berusaha cukup banyak dalam mempromosikan mete.
Pedagang luar, yang sangat perhatian pada produk mete yang murah, supply yang
konstan, dan produk yang berkualitas.
2. Lakukan penelitian sederhana pada program promosi Hasil Hutan Bukan Kayu/produk
agroforestri lokal, khususnya menelaah aspek perkembangan pasar. Studi kasus
Indonesia menekankan pada beberapa kelemahan dalam promosi pemerintah atas
produk-produk tertentu (mete gelondongan mentah) tanpa penekanan yang memadai
dalam perkembangan pasar. Sementara produksi mete sedang meledak, target
keuntungan pada para penerima keuntungan sedikit mengecewakan. Melalui
penggunaan contoh studi kasus, peserta harus menyeleksi program-program lokal atau
nasional dan menganalisnya tentang apa yang sudah dilakukan untuk meningkatkan
perkembangan pasar yang cocok dengan promosi produk. Presentase peserta
dilaksanakan untuk mengetahui hasil penelitian.
3. Lakukan survey pasar secara cepat pada produk-produk lokal yang telah berkembang
cepat dalam beberapa tahun terakhir dan pikirkan tentang kemana dan bagaimana
perbaikan dapat dilakukan.
Melalui kunjungan singkat ke beberapa toko, fasilitas pengolahan dan fasilitas pertanian
di daerah sekitar, maka peserta dapat mulai menggambarkan rantai pemasaran produk
lokal. Peserta harus secara khusus diminta untuk berpikir kritis mengenai kemana rantai
pemasaran dapat dikembangkan dengan terbaik, biaya dan keuntungan apa dari
perkembangan pasar, dan siapa yang menanggung biaya dan menerima keuntungan.
Aktivitas ini didesain untuk mendorong keterampilan penelitian dan untuk berpikir
secara kritis tentang perbedaan peran dan tanggung jawab dalam perkembangan pasar
dari usaha individual, perusahaan pribadi, dan pihak pemerintah. (Catatan: pada
beberapa settings, mungkin lebih mudah apabila berusaha untuk menggali kembali
rantai pasar dari produk pertanian yang dibeli oleh peserta sehari-hari, seperti pasar
sayuran).
Bahan Bacaan
Akerlof, G.A. 1970. The Market for Lemon: Quality Uncertainty and The Market
Mechanism. Quarterly Journal of Economics, 84: 488-500.
Bappeda Wonogiri. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Wonogori,
Bappeda Wonogiri, Wonogiri.
Beetz, A. 2002. Agroforestri Overview, http://attra.ncat.org/attra-pub/agroforestri.html.
- 33 -
BPS Wonogiri. 2005. Wonogiri in Figures 2004. BPS Kabupaten Wonogiri, Wonogiri.
FAO. 2005. The Need for International Research in Agroforestry.
http://www.fao.org/Wairdocs/TAC/X5798E/x5798e02.htm#TopOfPage
Husken, Frans. 1979. Landlords, Sharecroppers, and Agricultural Laborers: Changing
Labour Relations in Rural Java. Journal Contemporary Asia, 9: 140-151.
Kohls, R.L. and Uhl, J.N. 1985. Marketing of Agricultural Products. London: Coller
MacMillan Publishing.
Simatupang, Pantjar. 1995. Industrialisasi Pertanian Sebagai Strategi Agribisnis dan
Pembangunan Pertanian dalam Era Globalisasi (Agricultural Industrilization as Strategy
for Agribusiness and Agricultural Development in Era of Globalization). Bogor,
Indonesia: Departemen Pertanian.
Timfakul. 2004. Pulau Jawa di Ambang Kehancuran, http://timpakul.or.id/anak/node/18
Wijaya, Hesti and Sturgess, N.H. 1979. Land Leasing in East Java. Bulletin of Indonesian
Economic Studies, 15: 75-95).
World Agroforestri Centre. 2005. Introduction to Agroforestry,
http://www.worldagroforestri.org/Agrorestryuse.a
BPS Provinsi Jawa Tengah, 2000. Jawa Tengah dalam Angka: Tahun 1999. Semarang: BPS
Provinsi Jawa Tengah.
BPS Pusat, 2001. Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2000. Jakarta: BPS Pusat.
BPS Pusat, 2004. Statistik Indonesia 2003. Jakarta: BPS Pusat.
BPS Pusat, 2005. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2004: Kabupaten. Jakarta: BPS
Pusat.
Hutagaol, M. Parulian and Adiwibowo, S. 2002. Degradasi Lingkungan dan Ketahanan
Pangan Nasional: Investigasi Singkat Mengenai Peranan Kebijakan Pembangunan
Nasional. Dalam Krisnamurthy Bayu et al. (eds), Tekanan Penduduk, Degradasi
Lingkungan dan Ketahanan Pangan. Bogor: Pusat Studi Pembangunan. (Halaman 106131).
Macqueen, Duncan. (nd). Small-Scale Enterprise and Sustainable Development: Key Issues
and policy Opportunities to Improve Impact. Policy Discussion Paper.
Tukan, Joel, et al. 2005. Market Chain Improvement: Linking Farmers to Markets in
Nanggung, West Java, Indonesia. A Paper Presented in Regional Training and Planning
Workshop on Markets for Agroforestri Tree Products held in 21-26 November 2005 at
RECOFTC Bangkok.
Tim Peneliti
Ketua Tim:
Anggota Tim:
1. Wahyu Andayani, Dr. MS, Ir.
Lecturer
Department of Forest Management
Faculty of Forestry
Gajah Mada University (UGM)
Indonesia.
2. Wayan R Susila, Dr. M.Sc., Ir.
Senior Scientist
Badan penelitian Perkebunan Indonesia
Departemen Pertanian
Indonesia.
3. Herien Puspitawati, Dr., M.Sc., Ir.
Lecturer
Department of Family and Consumer Sciences
Faculty of Human Ecology, IPB Bogor, Indonesia
Tel.: +62 251 628303, Fax: +62 251 622276
Mobile phone: +62 8-1111-0920
E-mail: herien_puspitawati@email.com
- 34 -
- 35 -
B. Kasus
Bagian 1: Latar Belakang
Gambaran Umum
Jawa merupakan pulau terbesar dan terpadat penduduknya di Indonesia, yang luasnya
hanya sekitar enam persen namun dihuni oleh 60 persen dari seluruh populasi yaitu
sebanyak 215 juta penduduk. Lebih jauh lagi, Jawa memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional yaitu sebagai pusat industri dan produksi pangan utama di
Indonesia. Peran ini akan meningkatkan ancaman jangka panjang bagi deforestasi dan
erosi lahan, yang akan berakibat banjir dan tanah longsor pada saat musim hujan dan
kelangkaan air bersih pada saat musim kemarau.
Pemerintah telah mencanangkan berbagai macam kebijakan untuk mengatasi degradasi
lingkungan di Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia. Salah satu kebijakan pemerintah
adalah penghijauan kembali lahan kering di lahan perbukitan sejak tahun 1980an melalui
program agroforestri.
Melalui program ini, pemerintah menyediakan material dan
dukungan lainnya untuk membantu petani dalam melakukan penanaman tanaman keras
seperti kopi dan mete.
Tujuan program lingkungan ini adalah untuk mengontrol erosi pada daerah aliran sungai,
dan juga diharapkan mempunyai dampak positif pada pendapatan masyarakat, khususnya
melalui perbaikan produktivitas lahan, kondisi air, dan kesuburan lahan. Dengan demikian,
program agroforestri diharapkan menjadi program untuk menurunkan tingkat kemiskinan
masyarakat.
Namun demikian, setelah 25 tahun dilaksanakan, program tersebut belum menunjukkan
hasil yang menggembirakan. Disamping belum meningkatkan intensitas tanaman dan
produktivitas lahan, tingkat kemiskinan masih tetap sama.
Sepertinya program
agroforestri gagal untuk menghasilkan tambahan pendapatan yang memadai bagi petani di
lahan kering.
- 36 -
Peningkatan produksi mete dibuktikan pada gambaran produksi yang dikeluarkan secara
resmi pada tahun 1999 dan 2004.
Selama periode tersebut, program berhasil
meningkatkan luas lahan sebesar 37 persen menjadi 7.738 ha, dan output komoditi mete
sebanyak hampir dua kali lipat menjadi 10.833 ton. Hasil ini menunjukkan peningkatan
produktivitas rata-rata dua kali lipat menjadi 1.400 kg/ha.
Produksi dan pemasaran mete pada saat ini menjadi bisnis besar di Wonogiri, dan
mayoritas petani lokal terlibat, baik dalam budidaya tanaman, pengolahan mete
gelondingan menjadi kacang mete. Dengan demikian mete menjadi bagian yang sangat
penting bagi perekonomian lokal.
Desa Rejosari di Kecamatan Jatisrono adalah salah satu contoh yang dipilih oleh
pemerintah daerah untuk menjadi pusat produksi mete di kabupaten Wonogiri. Setelah 10
tahun pelaksanaaan program, secara garis besar seluruh rumahtangga di desa tersebut saat
ini rata-rata mempunyai minimal dua pohon mete di pekarangannya.
Sebagian besar dari 4.890 rumahtangga di desa dikepalai oleh petani yang sudah berumur
lanjut usia. Secara umum, tingkat pendidikan kepala keluarga adalah sangat rendah, yaitu
sebanyak dua-pertiganya hanya menamatkan sekolah formal enam tahun. Kepemilikan
lahan dari kepala keluarga juga sangat sempit, dengan rata-rata kepemilikan seluas 0.17
ha/rumahtangga untuk lahan irigasi dan 1,3 ha/rumahtangga untuk lahan kering.
- 37 -
- 38 -
- 39 -
Sebagian besar tanaman mete di Desa Rejosari ditanam pada awal tahun 1980an, dan pada
saat ini para petani membudidayakan tanaman mete dengan pemeliharaan minimal. Pupuk
sangat jarang diberikan karena alasan penghematan biaya maupun karena petani
mengganggap pemupukan tanaman mete yang sudah dewasa tidak perlu dilakukan.
Petugas penyuluh dari pemerintah daerah justru berpendapat sebaliknya, bahwa
pemupukan secara regular akan meningkatkan ketersediaan zat hara bagi tanaman mete
yang masih muda maupun yang sudah dewasa.
Musim panen untuk kacang mete biasanya berlangsung sampai empat bulan antara bulan
Juli and Oktober, dengan musim panen raya pada bulan September. Panen dilakukan
secara manual, biasanya dilakukan oleh anggota keluarga saja, dan bukan diupahkan ke
orang lain, dengan menggunakan bantuan bambu panjang untuk meraih buah jambu mete
yang sudah matang.
- 40 -
Pemilahan berdasarkan tingkat kualitas mete memberikan kontrol kualitas dan seleksi
produk untuk pembeli dan penjual, yang secara langsung mengarahkan pada akurasi harga
produk. Hal ini juga memberikan transparansi agar pembeli dapat memesan dengan lebih
efisien. Dengan demikian, sistem grading di Wonogiri dengan jelas menguntungkan pasar
mete lokal. Namun demikian, studi menemukan beberapa sistem grading dari pandangan
produsen, pemroses, dan pembeli.
Isu utama adalah bahwa sistem grading A, B, C saat ini hanya mengacu pada integritas
fisik dari produk mete (misalnya, persentase mete yang patah/ hancur). Penyederhanakan
sistem ini mengabaikan kualitas lainnya dimana melibatkan selera penjual dan konsumen,
misalnya kadar kelembaban isi, umur, ukuran, warna dan rasa.
Karena pemberian harga didasarkan pada sebagian besar kualitas grade-nya, maka
kerusakan fisik apapun selama pemanenen, pemrosesan atau pengiriman akan menurunkan
nilainya, meskipun karakteristik lainnya tidak terpengaruh. Melalui minimal delapan
tahapan, maka beberapa penanganan dan jarak tertentu sebelum mete mencapai tujuan
akhir pasar, maka pemeliharaan kualitas merupakan biaya transaksi yang harus
dipertimbangkan.
Suatu sistem yang lebih praktis untuk standarisasi kualitas produk sudah sejak lama dicari.
Pemerintah Indonesia sudah mengembangkan suatu mekanisme nasional untuk mengontrol
berbagai komoditi dan produk yang dinamakan Standard Nasional Industri Indonesia
(SNII). Namun demikian, masih belum ada SNII untuk kacang mete.
Pengepakan
Pengepakan produk merupakan dasar dari pemeliharaan kualitas produk, khususnya untuk
menghindari kerusakan, kehilangan dan kontaminasi. Pengepakan yang layak menjamin
nilai produk secara maksimum dapat dicapai dari pasar.
Namun demikian, studi
menunjukkan metode pengepakan saat ini masih jauh dari kecukupan dalam melindungi
produk dan degradasi kuantitas dan kualitas.
Sebagian besar kacang mete yang diproduksi di lokasi studi dijual ke kota lainnya di Pulau
Jawa sebelum pemrosesan yang lebih jauh. Transportasi dilakukan sebagian besar melalui
jalan darat dan dapat memakan waktu selama lebih dari sepuluh jam. Dalam perjalanan,
kacang mete yang mentah sering dicampur dengan produk pertanian lainnya, seperti
sayuran.
Berlawanan dengan yang diperkirakan, pengepakan kacang mete adalah minimal. Kacang
mete hanya dimasukkan ke dalam kantong plastik, dan tidak ada satupun kantong plastik
ini baik ukuran maupun kualitasnya yang sudah distandarisasi sesuai dengan peraturan.
Seringkali kerusakan produk terjadi. Survey mencatat banyaknya pembeli yang mengeluh
kepada penjual tentang kualitas kacang mete pada saat tiba, apa yang diterima tidak
sebagus dengan apa yang diharapkan dalam kontrak perjanjian. Teknologi yang secara
sederhana misalnya kotak dari gabus untuk menghindari komplain yang tidak perlu dan
mengurangi keuntungan.
- 41 -
Aktor Pemasaran
Berbagai kalangan terlibat dalam pemasaran mete di Wonogiri, termasuk petani, pengolah,
pedagang perantara desa, pedagang perantara kecamatan, pedagang pengumpul, pengecer
lokal dan konsumen. Berlawanan dengan apa yang dinyatakan pada literatur, maka aktoraktor pemasaran tersebut mempunyai peran campuran. Hal ini membuat hubungan antara
aktor-aktor tersebut menjadi sangat kompleks, oleh karena itu studi ini menekankan pada
penjelasan dan identifikasi aktor-aktor pemasaran yang paling penting dan hubungan antar
aktor.
Gambar 3 menunjukkan bahwa petani kecil merupakan produsen utama dari mete
gelondongan. Ada dua jenis yang dapat dikenali dari peran aktor-aktor, berdasarkan rantai
pemasaran, yaitu: petani yang sekaligus sebagai pengolah mete (farmers-cum-processors)
dan petani yang bukan sebagai pengolah mete.
Petani yang tidak mengolah mete gelondongan menjadi kacang mete dikenal hanya sebagai
produsen mete saja. Para produsen ini seringkali mempunyai lahan yang luas dan tidak
memerlukan tambahan uang dari pengolahan mete. Dengan demikian, ada tiga macam
jenis petani: i) petani yang sekaligus bekerja sebagai pengolah, ii) pedagang perantara
tanpa bisnis pengolahan, dan iii) pedagang perantara desa dan sekaligus sebagai pengolah.
Pedagang perantara dan sekaligus sebagai pengolah adalah masyarakat desa yang membeli
mete gelondongan dari para produsen. Aktor tersebut mengolah mete gelondongan
menjadi kacang mete, atau menjualnya kepada pedagang perantara di kecamatan yang
kemudian menjual kacang mete tersebut pada pedagang pengumpul besar yang sekaligus
menjadi pengolah.
Sementara itu, pedagang perantara desa (yang tidak bekerja sebagai pengolah), membeli
mete gelondongan dari produsen yang mungkin saja kemudian menjualnya kepada
pedagang perantara kecamatan.
Aktor ini dapat menjual mete gelondongan kepada
pedagang besar pengumpul yang sekaligus menjadi pengolah atau menjualnya ke petani
yang juga sebagai pengolah.
- 42 -
Rantai pemasaran untuk kacang mete adalah lebih panjang dan lebih kompleks daripada
rantai pemasaran mete gelondongan. Hampir semua kacang mete dari Kabupaten Wonogiri
dijual ke kota lain di Jawa, seperti ke Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya.
Karena kerumitan jalur distribusi mete, maka ruang lingkup studi ini tidak melakukan
analisis komparatif antara peran pemasaran para aktor-aktor di atas. Namun demikian,
dapat diperjelas lagi bahwa kacang mete di jual di luar kabupaten. Aktor yang memainkan
peranan penting adalah pedagang besar pengumpul yang sekaligus pengolah, dan aktor
yang berperan minor adalah pedagang perantara kecamatan.
- 43 -
keuntungan dari berbagai macam aktor pemasaran (diluar pedagang pengumpul karena
ketidaktersediaan data) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Sangatlah berbahaya menarik kesimpulan secara simplistik dari data pada Tabel 2 karena
data pada tabel tersebut tidak mengindikasikan volume perdagangan maupun biaya-biaya
modal dan tenaga kerja yang terlibat. Namun demikian, diketahui bahwa marjin yang
tertinggi terdapat pada pedagang perantara desa yang sekaligus menjadi pengolah yang
dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1.000/kg kacang mete yang lebih besar
dibandingkan dengan pedagang perantara yang tidak mempunyai bisnis pengolahan mete.
Pertambahan pendapatan ini sepertinya merepresentasikan nilai pasar dan tenaga kerja
yang diinvestasikan pada pengolahan jambu mete.
Tabel 1: Rata-rata Keuntungan per Kilogram dari Pengolahan Mete
A. BIAYA PRODUKSI
1. Mete Gelondongan (20 kg x Rp 7.000/kg)
Rp
140.000
1.500
500
500
Total (A)
142.500
B. PENERIMAAN
1. Penjualan Kacang Mete (5 kg x Rp 35.000)
2. Penjualan dari Kulit Gelondongan (15 kg)
175.000
5.000
Total (B)
180.000
37.500
7,500
- 44 -
Tabel 2: Marjin Keuntungan dari Aktor Kunci Pemasaran di Kabupaten Wonogiri (Rp/kg
dari Kacang Mete).
Aktor-Aktor Pemasaran
Pedangan
Perantara
Desa yang
Bukan
Pengolah
Mete
Pedagang
Perantara
Kabupaten
Pengecer
Lokal
Item
Petani
sekaligus
Pengolah
Pedagang
Perantara
Desa
Sekaligus
Pengolah
Harga Jual
30.000
35.000
35.000
37.500
37.500
Harga Pembelian
atau Biaya
Produksi
28.500
31.500
32.500
35.000
35.000
Biaya Absolut
Pemasaran
500
500
1.000
1.000
Marjin
keuntungan
Absolut*
1.500
3.000
2.000
1.500
1.500
Marjin
Keuntungan
Relatif**
5,0%
8,5%
5,7%
4,0%
4,0%
* Marjin kuntungan absolut, sama dengan harga jual dikurangan harga pembelian, atau biaya
produksi dikurangi biaya pemasaran.
** Marjin Keuntungan Relatif, sama dengan keuntungan absolut sebagai persentase dari harga jual
- 45 -
- 46 -
Panduan Pertanyaan
1. Siapa aktor utama dalam rantai pemasaran kacang mete? Jelaskan beberapa peran
yang penting yang harus dilakukan agar lebih efisiensi dalam sistem pemasaran dari
kacang mete di Kabupaten Wonogiri?
2. Apakah isu kunci yang dapat memastikan standar kualitas mete, pengepakan, merk,
serta promosi produk kacang mete di Kabupaten Wonogiri? Apa dan bagaimana
perbaikan yang harus dilakukan dalam bisnis ini?
3. Berapa besar nilai tambah yang diterima para aktor dalam rantai pemasaran mete di
kabupaten Wonogiri? Dari aktivitas apa nilai tambah dalam pemasaran mete tersebut
dihasilkan?
4. Apa isu gender yang berkaitan dengan akses dan kontrol pada bisnis kacang mete di
Kabupaten Wonogiri? Bagaimana isu ini berpengaruh terhadap pemasaran kacang mete
dan pendapatan rumahtangga di desa?
Tabel 3. Analisis Gender dalam Bisnis Kacang Mete di Desa Rejosari, Kabupaten Wonogiri
No
1
Aktivitas
Perempuan
Laki-laki
Akses
Kontrol
Petani
Pengolah
Pedangan Pengumpul
Pedagang Besar
Sumberdaya
Lahan
Kredit Produksi
Kredit Pemasaran
Informasi Harga
Akses
Kontrol
No
Aktivitas
Perempuan
Laki-laki
Akses
Kontrol
Informasi Pelatihan
Teknologi Pengolahan
Penggunaan Mesin
Pengacip
Pengolahan
Pemasaran
Organisasi Pemasaran
Chanel Pemasaran
Penyuluh Pasar
Akses
Kontrol
Catatan
artinya tingkatan peran yang rendah dari laki-laki dan perempuan
- 47 -
Pembersihan
Pembakaran
Panci Oven
Gunakan
Sarung
Tangan
Drum
Minyak Panas
Pengeluaran/ Pengupasan
Penjemuran
Penjemuran
Matahari
Solar/furnace
High volume
furnace
Pengelupasan
Pengepakan
- 48 -
Pengumpul
Pengolah-Pedagang
perantara
DesaVillage
Petani sekaligus
Pengolah
-cumprocessors
Pedagang
Perantara
Kecamatan
Pedagang
Pengumpul
sekaligus
Pengolah
Pasar di luar
kabupaten
Pedagang
Perantara Desa
Konsumen
Petani
Catatan:
Aliran Mete Gelondongan
Aliran Kacang Mete
- 49 -
- 50 -
agian ini dimaksudkan untuk memandu anda, sebagai seorang pengajar, untuk
menggunakan materi studi kasus ini secara efektif sebagai bagian dari suatu
silabus pengajaran yang lebih luas, baik mata ajaran pemasaran maupun
agroforestry, pengembangan hasil hutan non kayu ataupun mata ajaran lainnya
yang terkait. Catatan ini menyediakan saran-saran untuk mendorong pemikiran kritis
diantara mahasiswa, termasuk panduan pertanyaan dan diskusi, aktivitas-aktivitas
pengajaran yang disarankan dan bahan bacaan yang disarankan.
Materi studi kasus tidak mencakup seluruh aspek dari rantai pemasaran yang mungkin
muncul selama diskusi dengan mahasiswa atau dalam tugas-tugas. Oleh karena itu, anda
disarankan untuk menggunakan materi ini sebaik mungkin yang dapat anda capai sesuai
dengan tujuan pengajaran yang anda tentukan untuk kelas anda, misalnya dengan
membuat asumsi-asumsi pertimbangan tentang informasi yang tidak ada dalam studi kasus
ini.
Anda didorong untuk membaca bagian ini dengan baik sebelum memberikan materi studi
kasus kepada para mahasiswa. Keefektifan dari materi studi kasus ini sangat tergantung
kepada seberapa baik anda sendiri mengusai cara pemakaian yang disarankan dan
menginternalisasi informasi dasar yang berada di dalamnya.
- 51 -
Isu Kunci
Rantai pemasaran untuk produk-produk agroforestri dan hasil hutan non kayu memberikan
manfaat pendapatan penting bagi petani produsen. Studi kasus ini meperlihatkan
kompleksnya rantai pemasaran semacam itu. Sulit untuk memaksimalkan manfaat bagi
petani karena tiga alasan sebagai berikut: a) kecenderungan bahwa sebagian besar nilai
ditambahkan kepada produk pada mata rantai yang lebih tinggi dalam rantai pemasaran; b)
buruknya pengaturan dan pengelolaan sumberdaya alam; dan c) relatif tinggi dan tidak
jelasnya biaya transaksi yang dibebankan oleh pemerintah.
- 52 -
Deskripsi Singkat
Kasus ini menjelaskan rantai pemasaran untuk bambu liar dan hasil-hasil olahannya di
perbatasan Laos-Thailand.
Bambu adalah suatu sumber pendapatan yang penting bagi penduduk pedesaan dan
menyediakan keamanan uang tunai ekstra untuk menutupi pengeluaran sehari-hari. Di
bagian Barat Provinsi Vientiane, penduduk desa yang miskin mengumpulkan dan mengolah
setengah jadi sejumlah spesies bambu liar. Batang-batang bambu dikirimkan melalui jalan
darat atau sungai ke kota Vientiane atau salah satu dari beberapa unit pengolahan
komersial. Di banyak desa, produksi kerajinan bambu dibuat dengan keahlian tinggi, dan
permintaan dari pasar lokal dan pasar Thailand juga relatif tinggi.
Walaupun demikian, rantai pemasaran bambu dalam studi kasus ini mendapat beberapa
hambatan pada tingkat penawaran, penyimpanan, transportasi, pengolahan, pemasaran
dan pengembangan pemasaran. Untuk menyediakan suatu sumber pendapatan yang tetap
dan lebih besar untuk penduduk desa, nilai tambah dapat dilakukan terhadap bambu
melalui pengolahan yang lebih canggih dan pengelolaan yang lebih baik dari sumberdaya
bambu. Beberapa hambatan perlu disingkirkan agar hal tersebut terjadi:
1. Sistem perpajakan yang rumit perlu disederhanakan untuk memfasilitasi
perdagangan dan pajak pendapatan seharusnya diterapkan untuk penegelolaan
hutan dan jasa-jasa lain untuk penduduk.
2. Sistem kuota yang berlaku sekarang memiliki pengaruh yang kecil terhadap
pelestarian sumberdaya bambu dan mengancam sumber kehidupan penting bagi
keluarga-keluarga miskin di distrik tersebut jika hal itu akan diterapkan secara
ketat. Diperlukan suatu sistem pengelolaan sumberdaya yang lebih realistis yang
didasarkan atas monitoring aktual berbasis sumberdaya tersebut. Hal ini akan
memberi kesempatan keluarga-keluarga miskin untuk memiliki pendapatan yang
baik dari bambu dan melindungi sumberdaya bambu.
3. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan petunjuk yang jelas
untuk pengelolaan berkelanjutan dari hutan alam bambu.
4. Sistem informasi pasar perlu disusun oleh Pemerintah untuk menghubungkan
petani produsen dengan pasar-pasar baru, dalam rangka pengembangan produkproduk baru dan untuk menarik investor.
Hambatan-hambatan ini disajikan dan didiskusikan dalam studi kasus.
Data-data
penunjang yang lebih terperinci memungkinkan kesempatan bagi para mahasiswa untuk
melakukan sendiri analisis data sekunder.
Tema Pembelajaran
Kasus ini merupakan suatu materi yang baik untuk memungkinkan mahasiswa mempelajari
dan mengembangkan keahlian untuk berpikir analitis dan kritis dalam tema-tema sebagai
berikut: a) rantai nilai pemasaran, b) nilai tambah dan pengolahan, dan c) kebijakan
pemasaran, peraturan, dan perpajakan dengan bambu sebagai suatu contoh kasus. Tema-
- 53 -
tema tersebut tidak didiskusikan secara terpisah dalam kasus ini. Namun demikian,
pertanyaan terpandu dalam halaman selanjutnya akan menolong anda menentukan
penggunaan materi ini dengan mahasiswa anda. Pertanyaan-pertanyaan lain dapat disusun
untuk tujuan yang sama.
Diskusi
1.
3. Apa hambatan dalam penegakan aturan kuota Sistem kuota adalah suatu usaha untuk
bambu? Haruskah hal itu tetap dilakukan, dan menyelesaikan suatu permasalahan yang serius,
namun tampaknya sulit untuk dilaksanakan.
bila tidak, apa alternatif lainnya?
Laporan studi tersebut tidak secara jelas
menyatakan mengapa, tetapi dari informasi yang
tersedia kami dapat menyarankan beberapa
alasan. Pertama, kuota dikenakan kepada
pedagang produk bambu, tidak kepada pemanen,
yangmana membingungkan pertanggung jawaban.
Kedua, sehubungan dengan banyaknya pos
pengawasan, mungkin terdapat kebingungan
mengenai di pos pengawas yang mana kuota itu
harus diawasi, dan bagaimana mereka seharusnya
berbagi laporan tersebut. Ketiga, pajak informal
berarti produk-produk akan tidak tercatat dan para
pedagang mungkin mencoba untuk melewatinya
apabila memungkinkan.
Walaupun demikian, tingkat pengambilan bambu
dari hutan tampaknya akan mendorong ke arah
jatuhnya pasar Sangthong. Suatu alternatif
terhadap pengaturan adalah pengelolaan
sumberdaya lokal. Kita tidak mengetahui sejauh
mana pemerintah akan mau menerima ide
tersebut. Paling tidak, penduduk desa akan harus
memperlihatkan komitmen yang kuat terhadap
pengelolaan bambu yang lestari untuk dapat
memiliki kesempatan untuk menghapuskan kuota
- 54 -
Pertanyaan
- 55 -
Diskusi
atau rencana penghentian penebangan. Hal itu
tampaknya tidak mungkin terjadi, namun studi
kasus ini menyediakan kenyataan yang kuat
bahwa sistem kuota tidak berjalan. Survey
ekonomi pedesaan tambahan akan juga
memperjelas dampak terhadap kehidupan
masyarakat bila hal itu dilakukan.
4. Saran-saran apa yang dapat diberikan kepada Tim peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:
berbagai para pihak untuk memperbaiki rantai
- Lakukan penelitian tentang dampak ekologi dan
pemasaran bamboo di Kabupaten Sangthong?
kelestarian ekstraksi rebung dan batang
bambu.
- Pemerintah
seharusnya
memprioritaskan
pemanfaatan yanglestari dan konservasi dalam
kebijakan sumberdaya
- Kembangkan dan laksanakan regulasi-regulasi
tentang pemanenan bambu yang lestari,
konservasi hutan dan perdagangan hasil hutan
- Perbaiki sistem kuota berdasarkan pendugaan
sumberdaya bambu terkini dan pengambilan
tahunan yang dibolehkan (allowable annual
take-off)
- Perkenalkan pabrik pengolahan kerajinan
bambu di desa Kuoy dan Houy Tom untuk
meningkatkan penedapatan
- Pemerintah seharusnya memperbaiki kondisi
usaha untuk menarik lebih banyak pembeli dan
inustri pengolah bambu ke wilayah Sangthong.
- Perkuat kelompok perdagangan Sanod, dan
dirikan kelompok-kelompok produsen
- Berdayakan masyarakat desa dalam proses
pemasaran dengan menyediakan pelatihan
tentang organisasi pemasaran termasuk
pendirian koperasi.
- Carilah pasar yang baru: Vietnam, China adalah
kunsumen besar produk kerajinan bambu.
Agen proposi dan perdagangan pemerintah
dapat mengembangkan hubungan dengan
negara-negara tersebut.
- 56 -
Bahan Bacaan
Enterprise Orpportunities, 2006 Mekong Bamboo Feasibility Study Final Report, prepared
for Oxfam Hongkong and MPDF, August 2006.
Foppes, Joost and Wanneng, Phongxiong, 2006 NTFP and governance in Xiengkhuang
Province Consultancy report prepared for the Governance and Administrative
Reform Project (GPAR), UNDP, December 2006.
Hellberg, Ulli, 2005 Development of sustainable supply chains for NTFP and agricultural
products in the northern districts of Sayaboury Province, Lao PDR IFAD-GTZ
- 57 -
Tim Peneliti
Ketua Tim:
Latsamy Boupha
Department of Wood Utilisation
Faculty of Forestry
National University of Laos, Dong Dok Campus
Lao PDR.
Tel.: +856 21 720163
Fax: +856 21 770096
Mobile phone: +856 20 980 1393
E-mail: l_boupha@yahoo.com
Anggota Tim:
Bouaket Sayasouk
Burapha Development Consultans Co., Ltd.
Vientiane, Lao PDR.
Tel.: +856 21 451 841, 451 842
Mobile phone: +856 20 232 7200
E-mail: bdcsm@laotel.com
Phongxiong Wanneng
SNV(Netherlands Development Organization)
P.O Box: 2746, Vientiane, Lao PDR.
Tel.: +856 21 720163, 770813, or +856-21 413290-91
Mobile Phone: +856 20. 2243283
Fax: +856-21 414068
E-mail: Phongxiong123@yahoo.Com
Joost Foppes
SNV(Netherlands Development Organization)
P.O Box: 2746, Vientiane, Lao PDR.
Tel.: +856 21 720163, 770813, or +856-21 413290-91B.
- 58 -
B. Kasus
Bagian 1: Latar Belakang
Gambaran Umum
Republik Demokratik Rakyat Lao (Laos) adalah suatu negara daratan yang berlokasi di Asia
Tenggara. Laos merupakan negara yang paling sedikit jumlah penduduknya di bagian
wilayah Sungai Mekong Besar meliputi Kamboja, RRC, Laos, Myanmar, Thailand dan
Vietnam- yaitu berjumlah 6 juta orang. Negara ini juga memiliki kepadatan penduduk
yang paling rendah, yaitu 26 orang per km2, yang mana hampir sepersepuluh kepadatan
pendudukan Vietnam, yang berbatasan sepanjang 2000 km dengan bagian Timur Laos.
Sebagian besar wilayah Laos merupakan daerah pedesaan dimana sebagian besar penduduk
menggantungkan hidupnya dari sumberdaya lahan. Pemanfaatan hasil kehutanan non kayu
berkembang luas, dan sektor ini secara ekonomis sangat penting. Oleh karena itu, sangat
diharapkan peranan pengembangan potensi pemasaran hasil hutan non kayu dalam
pertumbuhan ekonomi negara.
Bambu adalah jenis tanaman yang umum di Laos dan dapat ditemukan di seluruh wilayah
negara. Pemanfaatan dan konsumsi bambu telah sangat lama dilakukan. Manfaat bambu
sangat banyak, baik manfaat langsung maupun tidak langsung, seperti rebung bambu untuk
makanan, batang bambu untuk bahan baku rumah, furniture, dan kerajinan; tanaman
bambu juga digunakan untuk konservasi tanah dan air, serta untuk bahan bakar pengganti
kayu. Tegakan bambu liar sangat banyak ditemukan di berbagai provinsi. Bambu juga
ditanam petani di dalam dan sekitar pedesaan.
Walaupun bambu termasuk hasil hutan non kayu yang penting di Laos, namun pengolahan
bambu menjadi produk-produk komersial masih belum berkembang sebagai suatu sumber
pendapatan rumah tangga atau aktivitas usaha. Sejauh ini terdapat sektor pengolahan
bambu domestik, namun utamanya berbasis sekitar kerajinan dan pengolahan rumah
tangga, khususnya di pedesaan. Sejumlah kecil usaha pengolahan bambu yang lebih
komersial belum lama ini dilakukan di sekitar ibu kota Laos, Vientiane. Produk-produk
yang dihasilkannya sebagian besar untuk ekspor, tetapi pengolah lokal tampaknya hanya
menerima sedikit manfaat dari usaha tersebut.
- 59 -
Tabel 1. Ringkasan kondisi sosial ekonomi dan sumberdaya alam pada tiga desa lokasi studi
Item
Desa Napo
Desa Kouy
Jumlah penduduk
(Jumlah Rumah
Tangga)
Kelompok suku : %
dari jumlah penduduk
desa
Topografi dan
vegetasi
425
(86)
557
(107)
370
(64)
Phouan: 85%
Khamu: 15%
Phouan: 95%
Khamu: 5%
Phouan: 1%
Khamu: 99%
Infrastruktur
Sumber pendapatan
utama keluarga
Bambu hanya dapat diambil dari hutan yang diperuntukan keperluan desa bukan dari
hutan-hutan lindung
Jumlah bambu yang dipanen harus mengikuti kuota yang ditentukan oleh
pemerintah kabupaten/kota
Pemasaran produk bambu dari Sangthong secara resmi mengikuti kuota yang ditentukan
oleh Kantor Dinas Kehutanan dan Pertanian Kota Vientiane. Kuota produksi bambu tahun
2005 adalah 100.000 batang dan tahun 2006 sejumlah 50.000 batang. Dari jumlah
tersebut, pabrik pembuatan tusuk gigi mendapat 20.000 batang, sedangkan sisanya dijual
kepada sejumlah perusahaan kerajinan bambu skala kecil di wilayah Vientiane.
Pemerintah Laos secara bertahap menurunkan kuota produksi bambu sejalan dengan suatu
kebijakan untuk menggeser pemanenan komersial produk kehutanan di Kota Vientiane
pada tahun 2010.
- 60 -
- 61 -
Nama Ilmiah
Manfaat Utama
Mai Phang
Dendrocalamus lonoifimbriatus
Mai Hia
Schizostachyum virgatum
Mai Lai
Oxythenanthera albociliata
Rebung
Mai Sod
Oxythenanthera parvifolia
Mai Bong
Bambusa tulda
Mai Loh
Dendrocalamus pendulus
Keranjang
Batang bambu dipilih berdasarkan umur dan ukuran, dimana hanya bambu yang berumur
lebih dari 2 tahun (atau berdiameter 5 cm) dipanen secara komersial. Seorang petani
dapat memanen sampai 100 batang per hari tergantung pada spesies. Dia dapat membawa
3 batang bambu Mai Phang dengan cara dipanggul atau 5 sampai 6 batang bambu Mai Hai
setiap kali. Jarak dari sumber bambu ke tempat pengolahan atau pengumpulan oleh
karenanya menjadi sangat penting dalam menetukan total kemungkinan hasil per unit
usaha. Seluruh bambu dikumpulkan dari areal sekitar tidak lebih dari 30 menit berjalan
kaki dari desa atau sungai dimana bambu dapat dihanyutkan ke desa.
Batang-batang bambu dapat dipanen sepanjang tahun, tetapi paling banyak dilakukan pada
musim hujan dari bulan Juli sampai Oktober karena lebih mudah untuk menghanyutkannya
di sungai ke pasar di kota Vientiane. Batang-batang bambu untuk anyaman tikar umumnya
dipanen pada musim kemarau karena penduduk desa memiliki lebih banyak waktu untuk
mengerjakan anyaman setelah musim tanam padi dari bulan November sampai April.
Pada saat studi, terjadi pembungaan bambu jenis Mai Hai, yang menyebabkan kematian
dari tanaman yang terkena. Area yang terkena pembungaan membutuhkan waktu empat
sampai lima tahun untuk kembali seperti semula. Pengaruh dari kejadian alami tersebut
- 62 -
memiliki implikasi untuk keberlanjutan produksi yang menimpa berbagai titik pada
jaringan pemasaran. Pembungaan bambu terjadi pada interval yang berbeda untuk
berbagai spesies. Untuk jenis Mai Hai, pembungaan terjadi sekitar setiap 30 tahun.
Kaum laki-laki biasanya memanen batang bambu menggunakan pisau besar dan palu.
Sedangkan wanita membantu dalam memotong dan membagi batang bambu menjadi
potongan yang lebih pendek sebagaimana diminta untuk memproduksi berbagai produk
akhir.
Desa Napo
Desa Kouy
Produk bambu
Tiang
Keikutsertaan
desa
Sumber
Sekitar 30 menit
berjalan kaki dari
pinggir sungai
Kuantitas
10-15.000 batang/tahun
Dari seluruh desa, Desa Napo memproses batang bambu mentah menjadi bermacammacam produk. Tabel 4 memperlihatkan produk-produk yang dihasilkan petani Desa Napo
per jenis bambu dan volume jual per jenis produk.
- 63 -
Ukuran
Jumlah batang
digunakan per
item
70 x 170 cm
1-2
300 lembar/tahun
200 x 300
cm
10 - 15
30 lembar/tahun
170 x 170
cm
10
Bervariasi
20 x 60 cm
10 lembar per
batang
Bervariasi
Produk
Atap bambu
Berdasarkan pencatatan volume komoditi bambu yang diperdagangkan dari sembilan desa
pada tahun 2005, tim peneliti memperkirakan bahwa produksi bambu berjumlah sekitar
370.000 batang ditambah 62 ton (Tabel 5). Angka tersebut hanya mewakili sebagian dari
output total dari Distrik Sangthong, namun angka tersebut telah mencapai enam kali dari
kuota tahunan resmi yaitu 50.000 batang.
Tabel 5. Perkiraan hasil bambu dari desa-desa Napo, Nong Boa, Taohai, Natan, Partaep,
Napho, Nasa, Sanod, dan Kokhae tahun 2005
Produk
Volume terjual
2005
Penggunaan
batang bambu per
unit produk
Jumlah batang
bambu yang
digunakan
26.000 lembar
10
260.000
52.000 lembar
104.000
600 lembar
3.600
600 unit
1.800
700 unit
700
100 unit
100
52 Ton
1,2 ton
62,4
- 64 -
Pelaku Pasar
Pelaku utama dalam rantai pemasaran bambu di Laos adalah petani, pedagang pengumpul,
pabrikan, pedagang lokal dan pedagang asing. Petani secara dominan terlibat dalam
pemanenan bambu dan pembuatan tikar bambu, sedangkan pelaku lainnya terlibat dalam
penyortiran, penyimpanan, pengolahan dan transportasi dalam berbagai tingkatan.
Masing-masing akan didiskusikan di bawah ini.
Pemanen/penghasil desa
Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3 sampai dengan Tabel 5, penduduk desa
merupakan sumber dari batang bambu mentah dan produk bambu. Laki-laki biasanya
menebang batang bambu, sedangkan wanita membantu memotong batang bambu sesuai
ukuran diperlukan untuk membuat berbagai produk bambu.
Desa Napo memiliki hubungan yang sangat berbeda dengan pasar bambu luar dibandingkan
Desa Kouy atau Houy. Sebagaimana diperlihatkan Tabel 4, penduduk Desa Napo mengolah
bambu mentah menjadi tikar dan produk lainnya. Produk-propduk bambu tersebut dijual
kepada pedagang lokal, yang didominasi oleh pedagang dari Desa Sanod (Gambar 1),
walaupun demikian sekitar 10% produk mereka dijual di dalam desa kepada konsumen lokal
dan penduduk lain yang melewati desa tersebut.
Penduduk Desa Kouy dan Desa Houy Tom mengumpulkan batang bambu dari hutan untuk
dijual kepada pedagang pengumpul yang kemudian menjualnya kepada pedagang lokal dan
pabrik pembuat tusuk gigi di kota Vientiane. Desa Houy Tom dilaporkan sebagai desa yang
paling banyak menghasilkan bambu di Distrik tersebut.
Pada umumnya, kemiskinan seringkali mendorong penduduk desa untuk menerima harga
yang rendah dari para pedagang, dan menjadi penghambat kemampuan mereka untuk
meningkatkan teknologi pengolahan bambu. Hal itu juga meningkatkan kesempatan
mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas ilegal atau yang tidak lestari.
Pedagang
Terdapat tiga kelompok pedagang yang teridentifikasi dalam rantai pemasaran Sangthong.
Kelompok pertama terdiri dari para pedagang lokal, yang didominasi oleh pedagang dari
Desa Sanod, yangmana mereka membeli produk jadi bambu dari pengolah di Desa Napo.
Volume perdagangan antara Desa Napo dan Desa Sanod cukup signifikan. Pada tahun 2005,
sekitar 25.800 lembar tikar untuk mengeringkan tembakau dan 2.580 lembar dinding
anyaman bambu dijual kepada para pedagang Desa Sanod. Jumlah tersebut mewakili
seluruh hasil Desa Napo untuk tahun tersebut.
Pedagang Desa Sanod menjual produk bambu kepada kelompok pedagang kedua yaitu
pedagang dari negara Thailand, yang kemudian memperkenalkan produk bambu Laos
kepada pasar domestik Thailand. Walaupun tidak diketahui alasannya, sebagian besar
permintaan produk bambu dari pedagang Thailand terjadi pada bulan Januari sampai April
dan pada bulan September sampai Oktober setiap tahun.
Kelompok ketiga terdiri dari empat pedagang yang membeli batang bambu mentah
berasal dari Desa Kouy dan Desa Houy Tom dari para pedagang pengumpul lokal. Para
- 65 -
pedagang tersebut menjual sebagian bambu mereka kepada sebuah pabrik pembuatan
tusuk gigi di kota Vientiane, dan sebagian diolah di kota Vientiane menjadi dinding
anyaman, pagar bambu, keranjang, dan anyaman peneduh. Produk-produk tersebut dijual
secara langsung kepada konsumen di ibu kota.
Pabrik Pengolah
Pabrik Panthavong di dekat Vientiane mengolah bambu menjadi tusuk gigi, tusuk sate dan
gagang es krim. Produk-produk ini mereka jual kepada konsumen di seluruh negara. Sisa
bambu dari pengolahan tusuk gigi juga dijual ke sebuah pabrik di Distrik Naxayong yang
membuat kertas untuk upacara agama.
Pada tahun 2005 pabrik tusuk gigi membeli sekitar 20.000 batang bambu dari Desa Kouy
dan Desa Houy Tom.
Sebagian besar pedagang dan pengolah adalah pengusaha kecil swasta dengan pengalaman
lima tahun atau lebih. Beberapa dari mereka juga merupakan petani, sedangkan yang
lainnya adalah pensiunan pegawai negeri. Tidak seorangpun pernah mengikuti pelatihan
usaha secara formal dan oleh karenanya memiliki banyak kelemahan dalam praktik usaha
mereka.
Biaya Transaksi
Sejumlah macam biaya terjadi pada berbagai tingkat dalam rantai pemasaran. Dua dari
macam-macam biaya tesersebut mempengaruhi harga produk dan keuntungan secara
siginifikan.
Biaya pertama adalah transport. Jalan-jalan di Laos umumnya berkualitas buruk, dan
sepeda motor adalah alat transportasi yang paling umum digunakan sehari-hari.
Transportasi sungai merupakan altrenatif yang menarik, walaupun terbatas oleh perubahan
iklim terhadap tinggi muka air dan biaya bahan bakar (bila menggunakan perahu
bermotor). Biaya yang berhubungan dengan transportasi bambu dan produk olahannnya
dari tiga desa disampaikan dalam Tabel 6.
Sebagai tambahan dari biaya transportasi, biaya-biaya selanjutnya juga terjadi lebih tinggi
dalam rantai pemasaran. Studi kasus ini tidak melihat hal ini, walaupun peneliti mencatat
bahwa ekspor anyaman bambu dari Desa Sanod ke Thailand biayanya 2 Baht (sekitar 540
Kip) per item untuk menyebrangi sungai Mekong (masing-masing satu Bath untuk kapal dan
buruh).
- 66 -
Kouy
Houy Tom
Biaya transaksi kedua yang signifikan adalah pajak. Sebagaimana di banyak negara
berkembang, rakyat Laos berada dibawah suatu birokrasi pemerintahan yang tidak efisien
dan terlalu kompleks. Dampak utama dari hal itu terhadap pedagang dan pengolah bambu
adalah adanya sejumlah pajak yang kurang terkoordinasi, beberapa dari pajak itu
merupakan pungutan liar.
Pajak-pajak termasuk biaya adiministrasi lokal atau pungutan pelayanan, pajak
sumberdaya, fee rehabilitasi, pungutan desa, dan pajak-pajak pertambahan nilai. Pajakpajak ini ditarik baik oleh pemerintah provinsi maupun distrik, dan dibayar di desa dan
pada tempat pengawasan.
Sebagian besar pedagang atau pengumpul yang mengangkut produk-produknya melalui
jalan darat atau jalan sungai juga diharuskan membayar uang jalan di pos polisi atau pos
pengawasan hasil hutan, tanpa mempertimbangkan keabsahan angkutan mereka.
Pembayaran uang jalan tersebut menjamin kelancaran perjalanan, dan para pedagang
oleh karenanya cenderung untuk membayar.
Tingkat beban pajak ini ditunjukkan oleh beberapa pajak formal dan informal yang
dibebankan sepanjang rantai pemasaran dari desa Kouy dan desa Houy (Gambar 3). Secara
kumulatif, pajak-pajak menambah secara nyata terhadap biaya bamboo dan produk olahan
bambu dan menurunkan harga yang dibayarkan para pedagang kepada produsen desa.
Tidak selalu jelas siapa yang diuntungkan dari pajak-pajak tersebut. Setiap dinas
kabupaten mengikuti aturan-aturan dan prosedur sendiri. Tidak ada mekanisme untuk
menunjukkan kasus pengaturan berlebihan ini dengan harmonisasi pajak-pajak atau
mengefisienkan prosedur. Secara keseluruhan lingkungan pengaturan yang ruwet menjadi
suatu hambatan untuk pengembangan sektor swasta berbasis bambu. Pemerintah Distrik
seharusnya mempertimbangkan solusi-solusi untuk memfasilitasi perdagangan bambu.
- 67 -
Pengaturan Kredit
Para pedagang Desa Sanod biasanya harus menunggu pembeli dari Thailand untuk menjual
produk mereka, sebelum mereka dibayar untuk hasil anyaman bambunya. Bahkan, mereka
mengatakan bahwa rekanan dari Thailand mereka seringkali berhutang kepada mereka,
dan biasanya pembayaran penuh dilakukan dalam waktu satu atau dua bulan setelah
pengiriman produk. Hal ni dapat dilihat sebagai suatu tipe pemberian kredit oleh para
pedagang Laos kepada rekanan mereka dari Thailand. Walaupun demikian, pembeli lainnya
kadang-kadang memberikan uang muka kepada kelompok sebelum pengiriman barang.
Panduan Pertanyaan
1. Jelaskan perbedaan utama antara rantai pemasaran bambu dari Desa Napo, Desa Kuoy
dan Desa Huoy Tom. Apa faktor yang memungkinkan terjadinya perbedaan tersebut?
2. Dalam bentuk apa nilai tambah bambu dipraktikan di Distrik Santhong? Proses
penambahan nilai apa yang harus dilakukan para petani untuk menghasilkan
pendapatan yang lebih besar?
3. Apa hambatan dalam penegakan aturan kuota bambu? Haruskah hal itu tetap dilakukan,
dan bila tidak, apa alternatif lainnya?
4. Saran-saran apa yang dapat diberikan kepada berbagai para pihak untuk memperbaiki
rantai pemasaran bambu di Kabupaten Sangthong?
- 68 -
10%
Catatan:
1. Anyaman dinding untuk
pembangunan rumah
2. Anyaman pagar
3. Tikar untuk mengeringkan
tembakau
1) 12.600 kip
2) 2.600 kip
3) 310 kip
Price margin
90%
Pedagang lokal
Pedagang Thailand
Konsumen di Thailand
B
Penduduk Desa Kouy dan
Desa Houy Tom
Pemanenan Bambu
harvesting
Biaya Opportunity kepada
buruh, alat-alat
Pengumpul lokal
Pembelian dan transportasi
Mai phang; 700 kip/batang
Mai hia; 500 kip/batang
Konsumen di Laos
10,611 kip
Pedagang Lokal
Produksi anyaman dinding
dan pagar , keranjang
(campuran Mai phang dan
Mai hia) 1.100 kip/batang
Konsumen di Laos
Membeli produk jadi :
Anyaman dinding : 27.000 kip (10
batang)
Keranjang ; 2.600 kip (1/8 batang)
Gambar 2: Rantai Pemasaran dan harga-harga produk dari Desa Napo (A), Desa Kouy dan desa Houy Tom (B)
- 69 -
Fee pemeriksaan
hutan
50,000 kip/angkutan
Village fee
50,000 kip/truk
Pengolah
Konsumen di Laos
Pengumpul Lokal
600
2.500
1.100
Pedagang Lokal
11.711
Fee pemerikasaan
hutan
50,000 kip/trip
Fee Desa
50.000kip/truk
Catatan:
PFO = Province Finance Office
PAFO = Province
Forestry and
Agriculture
Biaya,
Office
dalam
Kip/batang
Fee perijinan
Pajak penanaman
150 kip/batang
Pemanenan Bambu
Pajak pendapatan
Pajak penanaman
150 kip/batang
Pajak Sumberdaya
(Kantor Keuangan
Kabupaten)
70,000 kip
Pajak SDH (Kantor Keuangan
Provinsi
50 kip/batang
Gambar 3: Pajak formal dan informal sepanjang rantai pemasaran bambu dari
Desa Kuoy dan Desa Houy Tom
Konsumen di Laos
Konsumsi produk akhir dari
anyaman dan keranjang
Pajak Pendapatan
(Kab. Sikod tabong)
150.000 kip/bulan
- 70 -
- 71 -
- 72 -
Penelitian dilakukan pada tingkat provinsi, walaupun data primer diperoleh dari
Kotamadya Sariaya dan Tayabas. Kedua kota ini dipilih sebagai perwakilan atas keragaman
produk kelapa yang diproduksi di provinsi tersebut, berdasarkan hasil konsultasi dengan
Phillipine Coconut Authority (PCA).
Data dikumpulkan dari 2 kelompok utama responden: 75 pelaku pasar (terdiri dari:
produsen, pengolah, dan pedagang) dan 14 informan kunci lainya dari agensi pemerintah
serta perwakilan industri.
Isu Kunci
Banyak negara di Asia Tenggara memiliki kekhasan tanaman-tanaman agroforestri maupun
produk yang dihasilkannya. Namun demikian, pemasaran produk agroforestri,
pengangkutan dan pengembangannya, perubahan dalam skala besar serta pasar yang
komplek menyebabkan sulit memprediksinya. Dalam banyak kasus, para petani kecil
adalah yang paling banyak mendapatkan kendala dalam beradaptasi dengan berbagai
perubahan tersebut. Industri kelapa di provinsi Quezon Philipina adalah salah satu contoh
yang mengalami masalah ini. Tanpa adanya fleksibilitas pasar yang cukup, dan dukungan
yang tepat dari pemerintah, maka kesempatan untuk pembangunan berkelanjutan pada
masyarakat pedesaan tidak akan tercapai. Khusus, bagi para petani kecil mungkin akan
tetap dalam situasi social-ekonomi miskin walaupun para pemain kunci lainya justru dapat
mengambil keuntungan dari pengembangan positif.
Deskripsi Singkat
Studi kasus ini menggambarkan jaringan pemasaran kelapa dan produk-produknya di
provinsi Quezon, Philipina termasuk mendiskusikan kendala-kendala utama dalam
pengembangan pasar untuk 4 macam produk terpenting pada petani skala kecil yaitu:
1)kelapa kupas dan kopra, 2) virgin coconut oil, 3) tuak kelapa, dan 4) kayu kelapa.
Para petani skala kecil di provinsi tersebut mempunyai lebih dari 4 ha pohon kelapa- atau
antara 180 hingga 480 pohon- yang terintegrasi dalam sistem pertanian mereka. Produkproduk yang dihasilkan berupa produk utama seperti buah kelapa, dan kayu yang dijual
sebagai bahan mentah untuk pengolahan berikutnya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bagaimana para petani skala kecil benar-benar
menjadi tulang punggung bagi tingginya diversitas pasar kelapa di Quezon. Namun
demikian mereka tetap saja miskin meskipun produk kelapanya memiliki potensi ekonomi
pasar yang tinggi. Permasalahan utama adalah dari surplus pasar per rumah tangga yang
kecil, harga berfluktuasi, terbatasnya nilai tambah produk dan pemasaranya pada tingkat
rumah tangga. Keterlibatan petani skala kecil dalam pasar masih terbatas pada produksi
selain juga karena pengolahannya yang terbatas.
Di lain pihak terdapat faktor lain diluar petani, yang juga berkontribusi menyebabkan
kemiskinan petani. Rendahnya infrastruktur dan lemahnya koperasi telah meningkatkan
biaya transportasi dan mengurangi kekuatan posisi tawar. Kedua hal tersebut telah
menyebabkan rendahnya harga produk-produk kelapa di tingkat petani (farm gate).
Sementara itu diperolehnya uang tunai secara cepat dari kayu kalapa telah mendorong
penebangan kelapa. Tanpa adanya penanaman kembali yang memadai, maka kondisi
tersebut dapat membahayakan keberlanjutan sektor tersebut pada jangka panjang.
- 73 -
Situasi petani dan produsen skala kecil cukup suram, yang berbeda dengan kondisi para
operator dan pengolah skala besar yang memiliki investasi besar dalam fasilitas dan
peralatan, memiliki akses untuk permodalan, teknologi, skil dan pasar. Dalam situasi
tersebut, kelapa yang diusahakan memiliki nilai tambah dalam pemasarannya sehingga
memberikan keuntungan tinggi.
Dengan skala pasar yang demikian, nampaknya kesempatan untuk mengurangi kemiskinan
semakin menjauh. Rendahnya opsi untuk berintegrasi penuh dalam pasar kelapa, telah
mendorong para petani skala kecil untuk menjual kayu kelapanya, karena harganya yang
tinggi.
Sejumlah usaha telah dilakukan untuk mendukung dan mengatur industri, tetapi
keberhasilanya masih jauh. Namun demikian dari studi ini menunjukan ada beberapa
kemungkinan solusi terhadap kendala-kendala utama.
Tema Pembelajaran
Kasus ini menjadi materi menarik untuk dipelajari oleh mahasiswa dan juga untuk
mengembangkan kemampuanya dalam berpikir kritis dan analitis terkait dengan tematema sebagai berikut: a) jaringan nilai pasar, b) pengolahan, pengepakan dan nilai
tambah, c) pengembangan produk, dan d) kebijakan dan berbagai aturan dengan kelapa.
Tema-tema tersebut tidak dibahas dalam kasus ini pada bab terpisah. Namun demikian,
pertanyaan-pertanyaan penuntun pada halaman berikutnya akan membantu anda
menentukan tema mana yang akan dijadikan fokus dalam diskusi di kelas.
DISKUSI
Studi ini berkonsentrasi pada produk per produk Beberapa kendala utama sebagai berikut:
(individual products), tetapi apakah yang
menjadi kendala utama dalam rangka Rendahnya implementasi kebijakan-penebangan
keberlanjutan jaringan pasar kelapa di Quezon? pohon kelapa illegal, penanaman kembali yang tidak
cukup, standarisasi dan penilaian kopra yang tidak
Gambarkan pohon masalah untuk menunjukan diadopsi pada tingkat petani
hubungan berbagai macam kendala pada
industri pasar kelapa Quezon sebagaimana Kurangnya dukungan dan penyuluhan tentang
teknologi, kedit, informasi dan pasar rendahnya
yang dibahas dalam kasus ini.
managemen perkebunan, gangguan penyakit,
inkonsistensi kualitas produk, rendahnya akses ke
PERTANYAAN
DISKUSI
pasar yang bagus, rendahnya pengolahan karena
kurangnya skil, peralatan dan modal.
Lemahnya organisasi-rendahnya kekuatan posisi
tawar pada petani, tidak ada pemasaran bersama
Rendahnya infrastruktur-biaya pemasaran tinggi,
kesulitan mengirimkan produknya ke pasar di tingkat
yang lebih tinggi
Hal ini menyebabkan rendahnya surplus pasar,
rendahnya harga yang diterima dan terbatasnya nilai
tambah; dan secara keseluruhan telah berkontribusi
menyebabkan rendahnya pendapatan dan terjadinya
kemiskinan. Oleh karena kemiskinan tersebut,
terjadilah penebangan illegal, walaupun disadari
penebangan berlebihan dapat menyebabkan
keberlanjutan sumberdaya kelapa menurun,
memunculkan permasalahan lingkungan dan bahkan
kemiskinan yang lebih besar.
- 74 -
PERTANYAAN
- 75 -
DISKUSI
Memperbaiki jalan dari area pertanian menuju pasar.
Penyediaan training tentang perencanaan bisnis,
pengembangan
pasar
dan
kewirausahaan,
menghubungkan dengan lembaga perkreditan,
pengolahan dan pengemasan produk, kualitas dan
standarisasi produk
Para pelaku pasar dan hubungan diantara mereka yang didasarkan pada aliran
produk
- 76 -
Geografi distribusi pasar, menunjukan pelaku di tingkat desa, kota dan kota
besar.
Seluruh pelaku yang berperan dalam memberikan keuntungan bagi petani kelapa
Pada masing-masing kasus, dosen dapat meminta mahasiswa untuk berpikir hati-hati
tentang: a) aspek pasar mana yang mereka akan coba munculkan (seperti: untuk
mendefinisikan sistem dan membuat diagram), dan b) bagaimana hal itu harus
dipresentasikan (seperti menggunakan simbol-simbol)
Diagram dapat dibicarakan dalam suatu grup atau dilengkapi sebagai tugas individu.
Apabila belum ada diagram yang benar, maka diskusi terbuka dapat dilakukan tentang
pro dan kontra atas berbagai tipe diagram dan apa saja yang dapat membantu mereka
untuk memahami.
2. Buatlah suatu pohon masalah untuk mengindikasi hubungan dari kendala-kendala
yang berbeda pada studi kasus ini.
Main
problem
Causal
problem
Causal
problem
Causal
problem
Causal
problem
Causal
problem
Causal
problem
Causal
problem
Causal
problem
- 77 -
Studi ini difokuskan pada pengembangan jaringan pemasaran, yang menunjukan adanya
berbagai kendala untuk terjadinya pasar kelapa yang layak dan berkelanjutan. Terdapat
berbagai tipe kendala, beberapa bersifat langsung (misal, rendahnya pengetahuan) dan
beberapa bersifat tidak langsung (misal, lemahnya penyuluhan)
Beberapa kendala terdapat secara internal dalam sistem pasar (seperti akses petani untuk
mendapatkan kredit, regulasi pemerintah), dan beberapa secara eksternal (seperti
preferensi konsumen, dan cuaca).
Cara mudah untuk membuat pohon masalah, yaitu dengan menuliskan seluruh problem
(kendala-kendala) pada kartu-kartu. Kemudian coba disusun secara hierarki, dimana
masalah yang sangat penting diposisikan di herarki tertinggi, sedangkan masalah biasa
pada posisi lebih rendah. Gambar 1 adalah contoh pohon masalah. Struktur dan hubungan
yang tepat tergantung pada hasil diskusi kelompok.
Pohon masalah adalah salah satu cara untuk mengidentifikasi hubungan antara kendalakendala yang muncul dengan berbagai penyebabnya dan dapat membantu mengindikasi
cara memperbaiki situasi tersebut.
3. Berdasarkan hasil diskusi diatas, buatlah kerangka berpikir sederhana untuk membuat
strategi yang komprehensif dalam rangka meningkatkan pasar kelapa di Quezon.
Kerangka berpikir logis merupakan alat yang penting dan cukup kuat untuk merencanakan
pengembangan produk dan intervensi kebijakan. Anda dapat mendorong mahasiswa
menjadi terbiasa dalam menerapkan studi kasus ini.
Berdasarkan aktivitas dan
pertanyaan-pertanyaan sebelumnya (Gambar 1) sebaiknya dilengkapi dengan material
contoh untuk melengkapi kerangka berpikir logis yang sederhana, sebagaimana pada Tabel
1. Sebagai acuan pembuatan kerangka berpikir logis dalam perencanaan intervensi, dapat
menggunakan referensi dari bacaan-bacaan dibawah.
Tabel 1. Kerangka Berpikir Logis
Ringkasan Naratif
Tujuan umum:
Tujuan khusus:
Kegiatan:
Input:
Indikator sukses
Verifikasi
Asumsi
- 78 -
Bahan Bacaan
ADMINISTRATIVE ORDER NO.01, Series of 1996 and MEMORANDUM CIRCULAR NO.02 Series of
1996. New Assessment Rates Pursuant to AO 01,1996, Philippine Coconut Authority
(PCA).
ADMINISTRATIVE ORDER NO.02, Series of 2003. Implementing Rules and Regulations of the
Revised Price Adjustment Scale for Moisture Content of Copra, PCA.
ADMINISTRATIVE ORDER NO.01, Series of 2005. Implementing Rules and Regulations to
Enforce Standards in the Production and Marketing of Virgin Coconut Oil, PCA.
ADMINISTRATIVE ORDER NO.02, Series of 2005. Revised Implementing Rules and Regulation
of Republic Act No.8048 or the Coconut Preservation Act of 1995, PCA.
AQUINO, W.C. 1998. Market Potential of Coconut Water Beverage Processed in Batangas,
1997. Unpublished Undergraduate Thesis, CEM, IPLB, College, Laguna.
BESIN, A. C. 2005. Feasibility Study of Establishing a Virgin Coconut Oil Processing Plant in
Polangi, Albay. Unpublished Undergraduate Thesis, CEM, UPLB,College, Laguna.
MANUBA, R.M. 2003. Financial Performance of the Lambanog Industry in Tayabas, Quezon,
2002. Unpublished Undergraduate Thesis, CEM, UPLB, College,Laguna.
MAYO, J.H. 2005. Market Potential of Virgin Coconut Oil in Metro Manila, 2004.
Unpublished Undergraduate Thesis, CEM, UPLB, College, Laguna.
MEDINA, S.M., E.L.A. MATIENZO, C.M. MEDINA, D.D. MANALO, and E.A. AGUILAR. 1997.
Documentation and Assessment of Successful Coconut Production, Processing, and
------------------------- Marketing Enterprises in Luzon. UPLB, College, Laguna, PCARRD and
FSSRI. 75 pp.
MEDINA, C.M. 2005. Dynamics and Environmental Impacts of Coconut Logging in Quezon,
Philippines. Unpublished Ph.D. Thesis, UPLB, College, Laguna.
REVILLEZA, J.C.R. 1999. Market Potential of Coconut Coir Fiber and Coir Dust Processed in
Quezon, Laguna, and Batangas, 1998. Unpublished Undergraduate Thesis, CEM,
UPLB, College, Laguna.
- 79 -
TIM PENELITI
Ketua Tim:
Anggota:
- 80 -
B. Kasus
Bagian 1: Latar Belakang
Gambaran Umum
Seringkali kelapa disebut sebagai pohon kehidupan karena batangnya cukup kuat, mudah
tumbuh, menghasilkan berbagai macam produk dan tentunya menguntungkan. Kenyataan
ini menjadikan kelapa ideal diintegrasikan dalam sistem tanaman agroforestri untuk para
petani miskin.
Philipina merupakan penghasil minyak kelapa nomor satu, juga sebagai penghasil beberapa
produk kelapa lainnya. Philipina menduduki peringkat kedua setelah Indonesia dalam hal
jumlah total area yang ditanami kelapa, dengan proporsi terbesar berupa perkebunan skala
kecil. Industri kelapa Philipina telah menghidupi kira-kira 3 juta petani dan sekitar 20 juta
lebih yang terlibat dalam industri berbasis kelapa baik secara langsung maupun tidak
langsung. Total nilai ekspor pada tahun 2005 hampir mencapai 1 milyar US dollar.
Meskipun keadaan industri kelapa di Philipina cukup menggembirakan, namun tetap ada
kekhawatiran akan keberlanjutan industri kelapa tersebut. Pertama, adanya ancaman
ekternal terselubung dari industri perkayuan yang telah bergeser dari penggunaan kayukayu tradisional ke kayu kelapa. Akibatnya terjadi kenaikan nilai kayu kelapa, yang
dikombinasikan dengan kebutuhan uang tunai dari para petani, sehingga mendorong
terjadinya penebangan pohon kelapa secara luas. Sementara penanaman kembali pohon
kelapa tidaklah cepat.
Kedua, industri mengalami kesulitan akibat permasalahan
perdagangan seperti tidak konsistennya kualitas produk dan tidak mencukupinya
infrastuktur pasar yang menyebabkan terbatasnya insentif untuk produsen. Ketiga, adanya
ancaman penurunan hasil akibat hama dan penyakit.
Berdasarkan kecenderungan tersebut, tim studi melihat industri kelapa Philipina
menunjukkan gejala kemungkinan penurunan jika permasalahan dan kendala yang ada
tidak segera diatasi. Namun mereka juga menemukan banyak alasan untuk tetap optimis
dengan potensi kelapa di Philipina.
Provinsi Quezon merupakan provinsi penghasil kelapa terbesar dan sekaligus berpenduduk
termiskin. Studi kasus ini menggunakan Quezon sebagai lokasi penelitian untuk menjawab
beberapa pertanyaan berkenaan dengan industri kelapa dan untuk menawarkan arahan
strategi pengembangan industri kelapa ke depan.
Lokasi
Quezon adalah salah satu provinsi di wilayah Tagalog Selatan (Gambar 1), dan termasuk
wilayah terbesar ke-enam di Philipina. Wilayah tersebut terbagi atas dua sub provinsi,
Quezon 1 dan Quezon 2, dimana Luceta City sebagai ibukota provinsi. Tayabas dan Sariaya
dimana penelitian ini dilakukan, merupakan 2 dari 41 kota besar di Quezon 1.
Provinsi tersebut memiliki sumberdaya alam melimpah, termasuk lahan pertanian dengan
produktivitas tinggi, walaupun perkebunan kelapa terletak di daerah berbukit dengan
- 81 -
kelerengan 18-30%. Selain kelapa, terdapat produk-produk utama lainnya seperti: padi,
jagung, sayuran, umbi-umbian, pisang, hewan ternak, dan hasil perikanan.
Infrastrutur jalan yang menghubungkan wilayah provinsi tersebut dengan Metro Manila,
sekitar 150 km atau 3 jam ke-arah Barat Laut, cukup baik. Walaupun kualitas jalan
penghubung dari kebun ke pasar di daerah pedesaan termasuk buruk, namun komunikasi
lainnya tergolong baik, yaitu dengan mengandalkan handphone yang sudah umum
digunakan.
Karena kedekatan lokasinya dengan Manila dan aksesibilitasnya dengan pusat-pusat
perdagangan lainnya juga cukup baik, Quezon telah menjadi produsen kelapa dan produk
turunannya untuk kepentingan ekspor (Tabel 1). Kelapa saat ini memberikan kontribusi
tinggi terhadap perekonomian provinsi tersebut, walaupun jika dilihat dari output per
rumah tangga masih cukup rendah.
Tabel 1. Ringkasan Statistik Industri kelapa di Quezon
Item
Produk utama
Area Tanaman Kelapa
Jumlah pohon kelapa
Total produksi buah kelapa
Jumlah desa penghasil kelapa
Jumlah petani kelapa dan buruh
Rata-rata produksi buah kelapa
Industri
Uraian
Kopra, Kopra olahan, minyak kelapa, kelapa awetan, kelapa muda
segar, sabut kelapa
414,65 Ha; 79% dari total wilayah
63.674.395; 80% dari total wilayah (69% produktif, 17% belum
produktif, 14% sudah tidak produktif)
Kira-kira 2 milyar butir kelapa ; 82% dari total hasil wilayah
1.060 desa dari 1.244 desa (85% dari total desa)
161.539 orang
35 butir per pohon per tahun
21 pabrik minyak kelapa, 3 pabrik pengolahan lanjutan minyak
kelapa (coconut oil refinery), 4 pabrik pengawetan kelapa, 5 pabrik
pengolahan sabut kelapa, 1 pabrik kimia berbahan baku kelapa
127 pembeli kopra, 321 penyalur kayu kelapa, 413 operator
penggergajian
- 82 -
Tipe-tipe Produk
Produk-produk kelapa yang bernilai jual rendah diperuntukkan bagi konsumsi lokal dan
produk yang berkualitas lebih baik ditujukan untuk kepentingan ekspor. Produk-produk
tradisional yang diekspor diantaranya: kopra (daging kelapa kering), minyak kelapa (CNO),
kelapa awetan, tepung kopra, karbon aktif dan arang batok kelapa. Sebelumnya, produkproduk tradisional tersebut menguasai 93% dari total produk kelapa yang diekspor, namun
saat ini turun menjadi 88% sebagai akibat munculnya produk-produk baru lainya.
Sebagian besar produk non tradisional telah digunakan sebagai konsumsi lokal jauh
sebelum mereka melakukan ekspor. Beberapa tahun belakangan, virgin coconut oil (VCO) bentuk murni dari CNO- telah menjadi popular baik untuk ekspor maupun untuk produk
kesehatan lokal.
Pasar produk-produk terbaru juga semakin menjanjikan, seperti produk kimia berbahan
baku kelapa (coco-chemical) dan bio-diesel (coco methyl ester) yang menyediakan
kesempatan bisnis baru pada industri tersebut.
Produk-produk yang diperuntukkan bagi pasar lokal antara lain adalah kopra, VCO, tuak
kelapa, kelapa kupas utuh, kayu kelapa, arang batok kelapa, sabut kelapa, sapu, cuka
kelapa, ukiran kelapa dan kerajinan tangan lainya, produk makanan berbasis kelapa
semacam jus buko dan selai kelapa.
Lingkungan Kelembagaan
Beberapa isu kelembagaan yang menjadi karakter pasar kelapa di Quezon dipengaruhi oleh
kebijakan pemerintah, dukungan pasar dan organisasi pasar.
Pemerintah telah
mengintervensi pasar kelapa melalui beberapa cara, semuanya dibawah kendali Philippine
Coconut Authority (PCA). PCA hadir untuk mendukung dan mempromosikan industri dan
pasar kelapa, serta menerima anggaran belanja pemerintah rutin dan juga penggalian dana
melalui iuran dari para pengolah kelapa.
Pemerintah, khususnya melalui PCA, telah mencoba mengatur industri kelapa melalui
sejumlah aturan sebagai berikut:
1. Penebangan dan penanaman kembali pohon kelapa diatur dalam Republic Act 8048
(the Coconut Preservation Act of 1995), yang diimplementasikan oleh PCA,
departemen pertanian daerah, dan bisnis swasta, serta ditujukan untuk
mengimbangi kehilangan dari pohon-pohon yang menua dan pohon kelapa yang
ditebang.
2. Kualitas dan kelembaban kopra diatur dalam PCA Administrative Order 02, 2003
3. Standar produksi dan pemasaran VCO diatur dalam PCA Administrative Order 01,
2005
- 83 -
The Land Bank of the Philippines dan the United Coconut Planters Bank-Coconut
Industry Investment Fund yang keduanya menyediakan kredit bagi para pelaku
pasar,
ii)
iii)
iv)
Organisasi pasar di Quezon terdiri dari 349 organisasi petani, yang secara kolektif mewakili
lebih dari 18.000 anggota, atau sekitar 10% dari total jumlah buruh dan petani kelapa di
provisi tersebut.
Pelaku Pasar
Berdasarkan keragaman produk dan tahapan dalam produksi, paling sedikit terdapat 13
pelaku pasar utama yang teridentifikasi (Tabel 2). Analisis ini menunjukan bahwa selain
sebagai pemilik pohon kelapa, petani juga terlibat dalam pemasaran kelapa sebagai
produsen lima jenis produk kelapa, yaitu: kelapa kupas, kopra, VCO, tuak kelapa dan kayu
kelapa. Rantai pemasaran kelapa disajikan dalam diagram pada Gambar 2.
Tabel 2. Pelaku dan peran utama dalam rantai pemasaran kelapa di Quezon
No
Pelaku
Peran Utama
Petani Kelapa
kupas/kopra
Pedagang Kelapa
kupas
Pengolah Kopra
Petani VCO
Pengolah/pedagang
VCO
Petani/pengolah
Tuak Kelapa
No
Peran Utama
Pelaku
Pengolah Tuak
kelapa
Peadagang Tuak
Kelapa
Membeli atau menjual tuak dari para pembuat atau dari pedagang
lainya
Memiliki kebun kelapa dan menjual kayu atau pohon kelapa untuk
diolah menjadi kayu kelapa (biasanya tetap melajutkan untuk
memproduksi kelapa kupas dari pohon kelapa yang masih tersisa)
10
Pengolah/pedagang
Kayu Kelapa
11
Pedagang Kayu
Kelapa
12
Pengolah Minyak
Kelapa (miller,
refiner)
13
Pengolah Kelapa
Awetan
- 84 -
- 85 -
Pedagang kota mempunyai fasilitas penyimpanan yang lebih besar dan memiliki truk besar
untuk mengirim kelapa ke pabrik, seperti pabrik minyak kelapa dan pengawetan kelapa di
pusat-pusat perdagangan besar.
Cukup sulit bagi petani untuk memutuskan apakah menjual langsung kelapa kupas atau
memprosesnya menjadi kopra. Karena memerlukan tenaga kerja dan waktu ekstra dalam
pengolahan kopra, maka harga kopra harus lebih tinggi daripada kelapa kupas diperlukan
petani untuk menutupi biaya pengolahan.
Selama periode survey, harga kopra cukup rendah. Oleh karenanya petani lebih suka
menjual kelapa kupas dimana mereka dapat menerima lebih dari sepertiga nilai akhir
setara nilai minyak kelapa CNO.
Menurut para petani pengaturan pemasaran kelapa dan kopra dengan para pedagang lokal
saat ini dapat diterima dengan beberapa alasan:
1. Tidak diperlukan jumlah minimum atau maksimum, pemesanan dapat dilakukan
sebelumnya (pre order) maupun melalui kontrak penjualan
2. Produk dapat dikumpulkan dan diantarkan kapan saja bila tersedia
3. Pembeli dapat lebih mudah dihubungi jika ada barang yang akan dijual
4. Seluruh ukuran dan kualitas diterima (walaupun kadang-kadang ada pembeli yang
menolak buah kelapa yang terlalu tua atau retak dan menerapkan potongan harga
untuk kopra yang tidak memenuhi standar kelembaban dan kualitas yang diperlukan)
5. Para petani dibayar tunai segera setelah penjualan, dan dapat meminta pembayaran
tunai dimuka atau kredit untuk penjualan berikutnya
6. Hubungan petani dan pedagang seringkali telah cukup mapan
7. Petani tidak perlu mengkhawatirkan transportasi menuju ke pasar yang lebih tinggi
levelnya
8. Petani percaya tidak ada keuntungan yang signifikan bila menjual langsung
dibandingkan dengan melalui pembeli lokal
- 86 -
- 87 -
pasar yang lebih tinggi sangat terbatas, meskipun beberapa pengusaha telah mencoba
memisahkan dan memberi merk tuak kelapa untuk tujuan ekspor.
Kayu Kelapa
Permintaan kayu kelapa terus meningkat, seiring menurunnya sumber kayu lain di
Philipina. Kayu kelapa terutama digunakan untuk konstruksi berbiaya murah, tetapi aman
dari hujan dan rayap untuk beberapa tahun.
Setelah di gergaji, papan-papan di distribusikan secara lokal melalui para penyalur, atau
dikirim ke provinsi lain dan ke pusat kota. Para pengecer termasuk toko bahan bangunan
dan pusat-pusat pedagang kaki lima juga mengambil bagian. Sejauh ini kayu kelapa belum
diekspor.
Bila seorang petani memutuskan untuk menjual pohon kelapanya, dia langsung
menghubungi agen atau penyalur lokal. Biasanya para penyalur langsung mengerjakan
sendiri penebangan maupun penggergajiannya, termasuk juga mengajukan ijin penebangan
dan tranportasi yang diperlukan berdasarkan Coconut Preservation Act of 1995.
Para pembeli kayu kelapa lebih menyenangi pohon yang berukuran besar, lurus dan tua,
dan untuk itu para pembeli akan memberikan harga yang lebih tinggi. Hasil kayu kelapa
per pohonnya bervariasi dari 200 hingga 300 kaki papan dan tergantung ukurannya. Pada
harga papan sekitar 3,5 PhP per kaki, maka harga per satu pohon kelapa berkisar 700
1000 PhP. Namun demikian, pohon-pohon yang berasal dari kebun dengan aksesibilitas
rendah harganya lebih rendah untuk mengkompensasi biaya transpor yang tinggi.
Pada umumnya rendemen kayu kelapa adalah sekitar 88%, pohon yang berkualitas baik
memiliki rendemen yang lebih tinggi. Pohon kelapa yang tua biasanya menghasilkan kayu
lebih banyak, sedangkan pohon-pohon muda menghasilkan kayu lebih sedikit tetapi masih
produktif untuk menghasilkan buah kelapa.
Adanya ketentuan yang membatasi
penebangan pohon kelapa hanya yang tua dan tidak produktif, tampaknya sejalan dengan
peningkatan pendapatan petani dari kayu kelapa dan tetap terjaganya kelestarian
sumberdaya kelapa.
- 88 -
Walaupun terdapat sejumlah organisasi petani di provinsi tersebut, tetapi para petani
kelapa yang diwawancara selama studi seluruhnya melaporkan bahwa penjualan dilakukan
sendiri-sendiri, bahkan walau mereka anggota dari koperasi.
Keterbatasan Akses ke Pasar dan Pembeli
Para petani meyakini bahwa mencari alternatif pembeli atau tempat penjualan lain
tidaklah menguntungkan bila biaya angkut produk mereka ke tempat pengolahan cukup
tinggi. Walaupun adanya ikatan tetap dengan para pembeli dapat mengurangi keuntungan
jika harga sedang tinggi, namun sepertinya para petani menganggap praktik seperti ini
lebih dapat memberikan jaminan kepastian penjualan.
Hama dan Penyakit
Beberapa penyakit telah menyebabkan penurunan hasil dan kualitas kelapa, termasuk juga
serangga pemakan daging kelapa, virus cadang-cadang, kumbang daun kelapa. Sebagian
besar hama dan penyakit dapat dihindari dengan pemeliharaan pohon yang baik seperti
aplikasi pupuk secara rutin dan cepat tanggap dalam menangani infeksi hama penyakit.
Lemahnya Penanganan Pasca Panen
Penanganan pasca panen yang lemah dapat menurunkan kualitas produk misalnya karena
pecah atau bercampurnya berbagai ukuran karena sortasi yang buruk. Akibatnya terjadi
penurunan harga yang menyolok. Permasalahan ini merupakan kebiasaan dari sebagian
petani.
Waktu Panen Tidak Tepat
Ketika buah kelapa tidak dipanen tepat waktu, terlalu muda atau ketuaan, maka tidak
akan diterima oleh para pembeli.
Teknologi Pengolahan Tradisional
Metode pengeringan udara secara tradisional sulit diandalkan, dengan curah hujan yang
tidak konsisten serta kelembaban tinggi cenderung membuat produk lebih cepat rusak.
Para petani jarang yang mencapai kandungan kelembaban optimum 6% untuk harga kopra
premium.
Kebutuhan Adanya Tempat Penyimpanan Kopra
Biasanya petani membutuhkan beberapa waktu untuk mengumpulkan kopra hingga
mencapai jumlah minimum kopra sebelum kemudian menjualnya kepada para pedagang.
Para pedagang juga harus mengumpulkan kopra dari beberapa petani sebelum kemudian
diangkut menuju pabrik minyak, namun biasanya pedagang mempunyai fasilitas
penyimpanan yang lebih baik dan dapat menyimpan produknya hingga harga pasar
membaik. Sementara para petani dapat kehilangan banyak akibat penyimpanannya buruk.
Regulasi yang Lemah Dalam Standarisasi
Walaupun telah ada standarisasi untuk perdagangan kopra, namun hal tersebut belum
terimplementasikan pada level petani. Petani lebih percaya pada inspeksi visual dari para
pedagang untuk mengevaluasi kualitas produknya dan juga harga yang akan mereka terima.
- 89 -
- 90 -
Tuak Kelapa
Walaupun tuak kelapa masih menjadi konsumsi lokal, beberapa produsen sudah siap
menuju pasar internasional. Namun demikian, hasil studi mencatat sejumlah kesulitan
untuk mewujutkan kemungkinan tersebut.
Rendahnya Kontrol Kualitas pada Produsen Skala Kecil
Pabrik tuak kelapa sebagian besar tidak beregulasi dan tempat pengolahanya tidak
diinspeksi kecuali ada komplain dari konsumen yang diterima badan regulator. Regulasi
untuk standar kebersihan produksi sangat tinggi, demikian juga untuk tingkat kontaminasi
produk. Oleh karena itu, tanpa adanya pengujian mikrobiologi dan lainya, tuak kelapa
hanya akan diterapkan pada skala kecil lokal dengan pasar lokal saja.
Tidak Adanya Standarisasi Produk
Tidak seperti VCO, standarisasi tuak kelapa masih dikembangkan, dan ketiadaannya telah
menjadi penghalang untuk mengakses pasar internasional. Walaupun kualitas ekspor telah
dicapai oleh sedikit produsen, aturan-aturan ekspor masih memerlukan cukup jaminan
terhadap kualitas dan volume.
Lemahnya Jaringan Kerjasama Dengan Pasar yang Levelnya Lebih Tinggi
Produsen kecil menjual tuak kelapa pada pedagang lokal, biasanya melalui pendekatan
perorangan atau berdasarkan titipan. Sementara sebagian kecil produsen menjual dalam
jumlah terbatas ke konsumen lokal. Kehadiran pedagang lokal memberi kesempatan
produsen untuk menemukan alternatif pasar. Walaupun sudah ada yang telah berkualitas
ekspor, namun produsen tuak masih belum bisa membuat jaringan dengan pembeli
internasional.
Terbatasnya Pengembangan Produk
Sebagian besar produsen mengepak tuak kelapanya pada kontainer yang tidak berlabel.
Hanya sebagian kecil produsen yang telah berinvestasi dalam aktivitas yang meningkatkan
nilai tambah seperti pelabelan, penambahan rasa, dan pengepakan, dimana dengan adanya
nilai tambah tersebut tingkat pengembalian modal juga lebih cepat. Selain yang telah
disebutkan, sesungguhnya masih terdapat banyak hal yang dapat dilakukan oleh produsen
untuk mengembangkan produk.
Peningkatan Biaya Produksi
Para produsen tuak kelapa cukup terpengaruh oleh peningkatan biaya sejumlah input
seperti tenaga kerja, bambu (dipakai untuk mengakses pohon-pohon yang terkumpul, dan
gula (digunakan dalam pengolahan)
Kayu Kelapa
Walaupun kayu kelapa memberikan pendapatan potensial, namun tampaknya suplai kelapa
justru menurun.
Dalam studi ini teridentifikasi empat isu kunci untuk menjaga
keberlanjutan industri kelapa.
- 91 -
Panduan Pertanyaan
1.
Studi kasus mengkonsentrasikan pada produk individu, tetapi tahukah saudara apakah
hal-hal yang menjadi tekanan terhadap keberlanjutan tataniaga pasar kelapa di
Quezon? Gambarkan pohon masalah untuk mengidentifikasi hubungan antar masalah
industri pasar kelapa, sebagaimana yang didiskusikan dalam kasus ini.
2.
Bentuk-bentuk seperti apakah nilai tambah produk yang dilakukan oleh para
petani/pengolah di area kajian? Faktor-faktor apakah yang mungkin dipertimbangkan
para petani untuk menentukan bentuk nilai tambah?
- 92 -
3.
Bagaimana regulasi dari pemerintah Philipina saat ini dalam menyelesaikan masalah
industri kelapa?
Apakan saudara menemukan bentuk-bentuk lain yang dapat
disediakan oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk membantu petani
meningkatkan pemasaran produk mereka?
4.
Tuak kelapa dan virgin coconut oil (VCO) menampakkan adanya perbedaan yang
kontras dalam pengembangan produknya. Tuak kelapa telah lama diproduksi dan
dipasarkan, tetapi hanya sampai pasar lokal. Sementara VCO yang baru menjadi salah
satu produk olahan kelapa terpenting dalam 5-6 tahun terakhir, selain telah berhasil
mengembangkan berbagai variasi produk, juga telah merambah ke pasar ekspor.
Jelaskan kenapa tuak kelapa posisinya masih lebih rendah daripada VCO, dan
dukungan kebijakan apa yang diperlukan petani untuk mengembangkan tuak kelapa?
Sariaya
Tayabas
Lucena
- 93 -
Pengumpul
PhP5/butir
Pengecer
(Pasar umum)
Pengecer
(Pasar umum)
Pabrik
(Pengolah
santan)
Kelapa
kupas
PhP3.60/butir
Santan
Santan
PhP3.75/butir
Pengolah
Makanan
PhP4.50/butir
Kelapa
kupas
Pedagang
Agen
Desikator
Pabrik
Kopra
Petani
Kopra
VCO
Pengolah
minyak
Pengolah
minyak
PhP12.83/kg
Pedagang
Kopra
Pengecer
(supermarket)
DCN
Crude
CNO
CNO Refineri
& distributor
lain
PhP26/kg
PhP48/liter (takbermerk)
PhP65/liter (bermerk)
Minyak
makan
PhP30.50/kg
Minyak non
konsumsi
PhP16.01/kg
Pedagang
VCO
KONSUMEN
Distributor
VCO
Pengolah
minyak non
konsumsi
- 94 -
- 95 -
Materi studi kasus tidak mencakup seluruh aspek pemasaran yang mungkin muncul selama
diskusi dan tugas-tugas yang diberikan ke mahasiswa. Oleh karena itu, dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran, maka para pengajar dipersilakan memperkaya dengan
bahan studi lain yang dimiliki, misalnya membuat beberapa asumsi untuk informasiinformasi yang tidak ditemukan dalam studi kasus ini.
Pengajar sangat dianjurkan untuk membaca bagian ini dengan baik sebelum menyampaikan
materi-materi studi kasus kepada para mahasiswa. Efektivitas materi studi kasus ini sangat
tergantung pada sejauh mana pengajar menyelami dan menginternalisasi berbagai
informasi yang terdapat didalamnya.
- 96 -
Isu Kunci
Upaya untuk mendorong pasar yang pro-poor (berpihak pada masyarakat miskin) bagi
produk-produk pertanian umumnya diketahui sebagai intervensi pemerintah yang penting.
Pemerintah jelas mempunyai peran penting dalam mendorong pengelolaan yang lebih baik
bagi pasar-pasar yang kurang sempurna dan meningkatkan kepedulian warganya, serta
didorong pula untuk menyediakan aturan-aturan yang lebih baik, informasi pasar yang
lebih layak dan terkadang menjadi pelaku pasar sendiri. Namun contoh-contoh tersebut
masih sangat jarang. Kesuksesan intervensi pemerintah Thailand dalam pasar karet
diharapkan dapat memberikan sejumlah wawasan baru bagi mahasiswa.
Deskripsi Singkat
Thailand telah berkecimpung dalam industri perkaretan selama lebih dari 100 tahun dan
saat ini merupakan produsen utama karet dunia, dimana 90% dari produksi domestiknya
diekspor dan menjadi salah satu sumber devisa negara terpenting bagi Thailand.
Petani skala kecil adalah tulang punggung industri perkaretan, dimana lebih dari 90% dari
seluruh produsen karet adalah petani kecil. Oleh karena itu, pemerintah Thailand melihat
karet sebagai sumber kemakmuran yang penting bagi masyarakat pedesaan dengan
menyediakan peluang bagi pendapatan masyarakat pedesaan, yang berarti memperlambat
laju urbanisasi.
Kesuksesan industri karet Thailand, tidak terlepas dari dukungan regulasi dan manajemen
pemasaran dari pemerintah, yang dimulai dari pembuatan peraturan perangkat
kelembagaan untuk melakukan penelitian dan pengembangan, peningkatan hasil,
standarisasi kualitas produk dan penyederhanaan reinvestasi dalam industri, serta dalam
pengembangan pasar dan sistem informasi. Ekspansi besar dimulai tahun 2003, yang
- 97 -
menargetkan pada wilayah yang sebelumnya tidak tersentuh seperti di bagian Utara dan
Timur Laut Thailand. Berdasarkan pengalaman ini, dapat dikatakan bahwa industri karet
Thailand merupakan contoh yang baik tentang peran dan tanggungjawab pemerintah dalam
mendukung pengembangan pasar yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor).
Pasar karet Thailand cukup besar dan kompleks, namun menyimpan sejumlah hal yang bisa
dipelajari oleh negara-negara lain. Hal terpenting adalah, walaupun pemerintah cukup
aktif dalam pemasaran (dan sebagai pemilik perkebunan karet sendiri), namun pemerintah
lebih berperan dalam mengatur dan memfasilitasi daripada mengontrol langsung pasar
karet. Sebagian besar aktivitas pasar dibawah kendali para individu atau perusahaan
swasta dan organisasi.
Bentuk intervensi pemerintah Thailand dalam pemasaran diantaranya adalah dengan
membentuk 3 lembaga pendukung, yaitu: Badan Pendanaan Bantuan Penanaman Kembali
Karet (Office of the Rubber Replanting Aid Fund/ORRAF), Lembaga Penelitian Karet
Thailand (Rubber Research Institute of Thailand/RRIT) dan Organisasi Pengusaha Karet
(Rubber Estates Organization/REO).
Lembaga tersebut bertanggungjawab untuk
menyediakan keamanan financial bagi para petani skala kecil, melakukan penelitian dan
pengembangan, membuat standarisasi produk serta menciptakan dan mengkomunikasikan
informasi pasar.
Pemerintah juga memfasilitasi pasar modal (bursa saham) karet dan bursa komiditi karet,
yang keduanya berperan dalam perdagangan portofolio. Walaupun pasar modal yang ada
saat ini masih belum terlalu mapan, tetapi berdasarkan tren akhir-akhir ini terlihat adanya
kecenderungan bahwa pasar karet akan terus tumbuh.
Karena tidak adanya perkembangan sektor swasta yang kuat wilayah Utara dan Timur Laut,
maka pemerintah Thailand telah mengidentifikasi sejumlah perangkat lunak yang
diperlukan untuk mempromosikan karet di wilayah tersebut. Namun demikian, berbagai
langkah yang diambil sendirian oleh pemerintah teryata tidak dapat menghasilkan
pertumbuhan industri karet yang cepat. Berdasarkan pengalaman tersebut, dapat ditarik
pelajaran bahwa untuk suksesnya pengembangan pasar tidak dapat dilakukan sendiri oleh
pemerintah tetapi perlu melibatkan sejumlah dukungan yang saling menguntungkan dari
para pelaku pasar yang lain.
Tema Pembelajaran
Studi kasus ini merupakan materi yang baik bagi para mahasiswa untuk belajar dan
mengembangkan keterampilan berpikir analitis dan kritis berkenaan dengan tema-tema
sebagai berikut:
a) jaringan pemasaran,
b) sistem informasi pasar,
c) lembaga yang mempengaruhi pemasaran agroforestri dengan karet sebagai contoh
kasusnya.
Ketiga tema tersebut diatas tidak dibahas dalam bab ini secara terpisah. Namun demikian,
pertanyaan-pertanyaan penuntun pada halaman berikutnya akan membantu pengajar
dalam menentukan tema mana yang akan dijadikan fokus dalam diskusi di kelas.
- 98 -
Arahan Diskusi
Pertanyaan
Arahan Diskusi
- Pemerintah melakukan perluasan penanaman
karet pada setiap wilayah di Thailand dibawah
program yang komprehensif, Penanaman karet
untuk meningkatkan pendapatan yang
berkelanjutan bagi para petani di Area Tanam
Baru, Fase 1 (2004-2006). Hal ini
memungkinkan
terjadinya
peningkatan
produktivitas.
- Paket insentif campuran telah ditawarkan ke
petani karet potensial. Pertama, masuknya
pasar baru yang mampu berkontribusi gratis
sebanyak 90 bibit karet per rai dan tidak lebih
dari 10 rai (1,62 ha). Kedua, pinjaman bunga
rendah yang disediakan Bank of Agriculture
and Agricultural Cooperatives (BAAC) pada
tingkat bunga 5,360 THB/rai selama 6 tahun
pertama penanaman.
2. Dukungan harga
Untuk melindungi para petani, pemerintah
Thailand mengoperasikan kebijakan dukungan
harga selama periode harga karet tertekan
(suppressed) melalui REO. Dibawah kebijakan
ini, mendorong pemerintah untuk membeli karet
pada harga intervensi yang ditentukan oleh
Menteri Pertanian dan Koperasi dan mengkover
sekitar 10% dari total produksi karet tahunan,
yang berarti sisanya masih terjual dengan harga
pasar biasa.
3. Instrumen hukum
Undang-undang
Thailand
mengharuskan
seluruh pedagang, ekportir, importer, pengolah,
propagator karet komersial dan para analisator
atau quality control mendaftarkan kegiatan yang
mereka dilakukan. Import dan eksport karet
harus mendapat ijin dari Mentri Pertanian dan
Kopersi dan dari pihak-pihak yang berwenang
lainnya.
Berbagai jenis proteksi terhadap produser adalah
hal umum yang terjadi di dunia dan mahasiswa
perlu menyadari pentingnya implikasi sosial dan
ekonomi dari subsidi (proteksi) tersebut.
Keuntungan utama dengan adanya subsidi harga
(proteksi) misalnya dengan penetapan harga
dasar adalah terlindunginya petani dari penurunan
harga pasar, yang boleh jadi memaksa petani
untuk keluar dari pasar karena mengalami
kebangkrutan. Oleh karenanya dukungan harga
merupakan tipe dukungan sosial, dimana dalam
hal ini sebagai pengganti kerugian masyarakat
akibat sejumlah besar petani karet yang tidak
- 99 -
Pertanyaan
- 100 -
Arahan Diskusi
bekerja.
Pertentangan sepertinya terjadi, kenyataan bahwa
dukungan harga memaksa terjadinya harga yang
stabil/seimbang dengan sejumlah subsidi.
Argumen utama yang menentang subsidi adalah
mereka didorong untuk tidak efisien dalam
kasus ini, penggunaan lahan untuk karet yang
tidak kompetitif dibandingkan untuk usaha yang
lain. Subsidi juga sulit untuk dibuat adil. Penerima
subsidi menggunakan uang para pembayar pajak
tanpa bertanya ke pembayar pajak, dan mereka
tidak dapat menjangkau semua orang.
Para mahasiswa dapat pula memikirkan beberapa
isu lain. Semuanya dalam rangka mendorong
mereka untuk memperhatikan biaya dan
keuntungan dari dukungan harga, dan dibawah
kondisi apa hal tersebut dapat dijustifikasi, atau
menggunakan opsi lainnya dalam rangka
mendapatkan hasil yang sama.
- 101 -
dan tujuan dari Rubber Authority of Thailand. Aktivitas ini lebih baik dilakukan oleh
grup kecil.
b. Mengorganisasi diskusi untuk merinci tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dari pasar sentral komoditi karet.
Dalam melakukan aktivitas ini, para anggota tim membutuhkan studi pustaka sebagai
bahan diskusi. Hasil studi tersebut dikombinasikan dengan aturan main dalam latihan,
dimana setiap anggota tim mempresentasikan stakeholder pasar yang berbeda.
c. Meneliti bentuk dan fungsi suatu pasar komoditi sentral atau bursa untuk diketahui
mahasiswa.
Aktivitas ini membutuhkan beberapa penelitian dan sebaiknya dilakukan oleh satu tim
untuk beberapa minggu. Mahasiswa dapat memilih fokus pada: a) satu komoditas
(seperti dalam contoh karet Thailand, yang diperdagangkan melalui sejumlah pasar
domestik), atau b) satu pasar, seperti pasar pertanian provinsi.
Penelitian tersebut sebaiknya berfokus untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang
harus dibahas dan disetujui sebelumnya, seperti:
Kebutuhan
Informasi
Sumber/Saluran
Kelemahan
Tim Peneliti
Ketua Tim:
Charoon Suksem
Department of Soil Science and Conservation
Faculty of Agriculture
Chiang Mai University
239 Huay Kaew Road
Chiang Mai 50200
Thailand
Tel: +66 53 944036 ext. 113, 053 357888
Fax: +66 53 944666
Mobile phone: +66 1 531 7093
E-mail: c.suksem@chiangmai.ac.th
Anggota Tim:
Anan Pintarak
Department of Agronomy
Faculty of Agricultural Production
Maejo University
Chiang Mai-Phrao Road, Sansai
Chiang Mai 50290, Thailand
Tel : +66 53 873406. Fax : +66 53 498168
E-mail: anan@mju.ac.th
Kamol Ngamsomsuke
Department of Agricultural Economics
Faculty of Agriculture
Chiang Mai University
239 Huay Kaew Road
Chiang Mai 50200, Thailand
Tel: +66 53 944066. Fax: +66 53 944666
E-mail: agikngms@chiangmai.ac.th
Kesesuaian
sumber/saluran.
(Keterangan)
- 102 -
Chonnigan Thabya
Agriculture and Environmental Integration R&D Unit,
Naresuan University Thailand
Tel: +66 55 261000 ext. 2737. Fax: +66 55 261040
Piyamat Pattharin
Agriculture and Environmental Integration R&D Unit,
Naresuan University Thailand
Tel: +66 55 261000 ext. 2737
Fax: +66 55 261040
- 103 -
- 104 -
B. Kasus
Bagian 1: Latar Belakang
Gambaran Umum
Pohon karet Para (Hevea brasiliensis) atau pohon karet pada umumnya berperan penting
dalam perekonomian karena produknya yang berupa cairan lateks merupakan sumber
utama karet alam. Walaupun karet Para asli berasal dari hutan hujan Amazon di Amerika
Selatan, namun saat ini telah tumbuh dan menyebar luas di Asia Tenggara.
Seiring dengan penemuan proses vulkanisasi tahun 1839, budidaya pohon karet meningkat
untuk keperluan pabrik karet. Harganya juga terus membaik dengan maraknya rubber
boom di seluruh belahan dunia sebagai akibat adanya penemuan ban pneumatic pada 1888
yang kemudian dilanjutkan dengan pengenalan kendaraan bermotor pada pergantian ke
abad 20.
Semenjak itu, investasi penanaman karet di Asia Tenggara banyak dilakukan oleh beberapa
perusahaan ban multinasional seperti Goodyear, Dunlop dan Michelin yang menguasai
pangsa pasar ban internasional.
Hingga dekade lalu, Thailand telah menjadi produsen dan pengekspor karet terbesar di
dunia. Pada tahun 1998, Thailand memproduksi 2.065 juta ton karet, dan sekitar 90%
diekspor dengan nilai mendekati 1,5 milyar USD. Pasar ekspor terbesar untuk karet
Thailand adalah ke Jepang, USA, Cina, Malaysia dan Korea Selatan.
Pabrik ban menggunakan sekitar 47% dari konsumsi karet domestik, dan sisanya sebagian
besar untuk memproduksi sarung tangan, kondom, balon, suku cadang kendaraan
bermotor, bantalan dan elastic bands.
Pusat produksi karet tradisional di Thailand berada di wilayah Selatan. Hingga tahun 2003,
wilayah Utara dan Timur Laut Thailand memproduksi karet dalam jumlah terbatas,
terutama didominasi oleh pengusaha kecil dengan modal swadaya atau dibawah kontrak
dengan perusahaan swasta yang biasanya menyediakan konsultasi teknik dan input seperti
pupuk.
Kondisinya berubah drastis ketika pada tahun 2003 pemerintah Thailand berkomitmen
untuk meningkatkan penanaman karet dengan penambahan lahan untuk perkebunan karet
satu juta hektar, yang khususnya difokuskan di wilayah Utara dan Timur Laut Thailand.
Hal ini diketahui dari peran penting perkaretan Thailand dalam bidang ekonomi, sosial dan
lingkungan (Tabel 1), dan adanya penambahan sejumlah regulasi manajemen pasar serta
instrumen dukungan lainnya yang dibuat untuk memaksimalkan keuntungan negara dari
industri perkaretan.
- 105 -
Ekonomi
Peran
Karet para penting secara nasional, yang ditanam oleh lebih dari 6 juta
petani Thailand, dan bernilai sebagai produk eksport terbesar ke sepuluh
(dalam hal ini produk lateks dan produk karet lainya. Ekspor kayu karet
(atau kayu para) meningkat lebih dari 40% atau mencapai 0,85 juta USD
antara tahun 1998 dan 2000
Karet termasuk tanaman berniali tinggi, dan karenanya muncul harapan
baru bagi masyarakat miskin di pedesaan yang menanamnya
Hasil karet meningkat tajam di masa lalu, dari 60 kg/rai pada 1966 menjadi
268 kg/rai di tahun 2000, atau sekitar 4 kali lipat dalam waktu 35 tahun.
Diharapkan potensi tersebut akan meningkat di masa mendatang dengan
penanaman baru dari varietas hasil tinggi.
Banyak industri manufaktur domestik yang tergantung pada lateks dan kayu
para sebagai bahan bakunya.
Sosial
Karet para dapat mencetak lapangan kerja di area pedesaan, dan mungkin
mengurangi migrasi ke kota; Departemen Ekonomi Pertanian memperkirakan karet
dapat mengurangi perpindahan buruh di wilayah timur laut hingga sepertiga
Karet mempunyai 11 bulan masa panen. Hal ini membantu memaksimalkan
efisiensi tenaga kerja dan menjaga stabilitas pendapatan
Lingkungan
Karet Para mempunyai masa produktif lebih dari 30 tahun, dan tentunya ini
membantu menciptakan hutan semi permanent
Karet sangat cocok untuk sistem agroforestri, dan dapat ditanam dalam sistem
campuran dengan sayuran, pohon buah-buahan, padi dataran tinggi, kacangkacangan, cabe, ketimun, nanas, papaya, pisang dan lain-lain
Kayu para sangat berharga dalam industri manufaktur, dan dapat dinyatakan
sebagai ramah lingkungan karena penebanganya dilakukan pada akhir masa
produktifnya
- 106 -
- 107 -
Departemen Pertanian, dalam hal ini Menteri Pertanian dan Koperasi, diberi
tanggungjawab membuat zonasi lahan untuk karet, juga peningkatan produktivitasnya.
Hasilnya cukup baik, terlihat dari adanya peningkatan harga karet. Program tersebut juga
telah sukses meningkatan luasan lahan bperkebunan Karet Para di dua wilayah yang
ditargetkan. Saat ini Thailand mengklaim telah membangun sekitar 2 juta ha perkebunan
karet Para dengan total produksi 2,8 juta ton/tahun
Dukungan harga
Sebagian besar petani karet adalah petani kecil dan relatif miskin modal. Oleh karena itu,
mereka sangat rentan oleh fluktuasi harga karet.
Untuk melindungi para petani, pemerintah Thailand mengoperasikan kebijakan dukungan
harga selama periode harga karet tertekan melalui REO. Artinya, jika diperlukan
pemerintah akan melakukan intervensi membeli karet pada harga yang ditentukan oleh
Menteri Pertanian dan Koperasi.
Karet ini kemudian disimpan hingga harga membaik. Sepertinya ukuran stok intervensi
tidak diumumkan ke public, REO mengindikasikan stok karet hasil intervensi pada wilayah
tertentu mencapai 230-300 ribu metrik ton.
Produk karet dengan dukungan harga dari negara hanya mencakup sekitar 10% dari total
produksi karet tahunan, yang berarti sisanya masih terjual dengan harga pasar biasa.
Walaupun hanya mencakup 10% dari total produksi karet, namun intervensi harga yang
dilakukan pemerintah terbukti mampu mempengaruhi distorsi harga pasar secara terukur.
Diperkirakan bahwa pemerintah mampu meningkatkan harga domestik rata-rata sebesar
0.27 THB/kg, atau 1%, antara tahun 1997 dan 2000. Kebijakan tentang besarnya pungutan
pajak tidak diketahui secara pasti.
Instrumen Regulasi
Undang-undang Thailand mengharuskan seluruh pedagang, ekportir, importer, pengolah,
propagator karet komersial dan para analis atau petugas di bagian quality control
mendaftarkan kegiatan yang mereka dilakukan. Impor dan ekspor karet harus mendapat
ijin dari Mentri Pertanian dan Kopersi dan dari pihak-pihak yang berwenang lainnya.
- 108 -
Produksi
Produksi karet di Thailand didominasi oleh sektor usaha kecil, yang biasanya hanya
membudidayakan sebesar 50 rai (8.1 ha) atau kurang. Sementara itu perusahaan besar
hanya memegang proporsi kecil saja. Tabel 2 menunjukan distribusi relatif tanaman karet
antar produsen, dan menekankan bagaimana pentingnya peran para pengusaha kecil dalam
sector tersebut.
Beberapa produsen telah membentuk koperasi untuk menjual karet mereka, baik yang
berada di area produksi karet secara tradisional maupun cara baru. Namun demikian.
kegiatan penjualan secara kelompok belum dipraktikkan secara luas dibandingkan dengan
penjualan secara individu.
Tabel 2 menyajikan informasi mengenai klasifikasi petani karet di Thailand.
Tabel 2. Klasifikasi Petani Karet di Thailand
Klasifikasi
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Perkebunan Karet
Jumlah total
usaha
Ukuran
2-50 rai
1.012.000
(0,4-8,1 ha)
Holdings
51-250 rai
73.000 holdings
(8,3-40,5 ha)
>250 rai
3.000
(>40,5 ha)
Holdings
Proporsi total
usaha
93%
6,7%
0,3%
Rata-rata
luasan per
usaha
13 rai
(2,1 ha)
60 rai
(9,7 ha)
395 rai
(63,9 ha)
- 109 -
Kedua, petani mungkin menjual lateks lapang segar ke perantara, yang mengubahnya
menjadi konsentrat lateks sebelum diekspor, atau menjualnya ke pabrik pengolah hi-end di
Thailand sebagai bahan pembuatan ban atau produk-produk lainnya, yang akan dikonsumsi
secara domesik maupun diekspor. Hanya 17% dari penanaman karet dijual dalam bentuk
lateks lapang.
Petani juga menjual berbagai produk sisa, termasuk residu koagulan dari mangkuk
pengumpul dan bagian-bagian lembaran karet yang tertolak. Karet berkualitas rendah ini
dijual ke pabrik yang memproduksi karet STR20, atau karet blok kualitas rendah, yang
kemudian dijualnya.
Penanaman karet para juga dimaksudkan untuk menyediakan sejumlah produk turunan dari
karet yang bukan berasal dari getah karet, yang beberapa diantaranya telah ada pasarnya.
Untuk ekspansi saat ini telah ada pasar yang menyediakan bibit karet, khususnya di wilayah
Utara dan Timur Laut. Daun-daun karet dapat digunakan untuk memproduksi bunga tiruan,
gantungan kunci, kartu nama, yang biasanya dikerjakan oleh kelompok perempuan dalam
skala kecil. Kayu para merupakan produk selain karet yang bernilai tinggi, dan biasanya
dijual langsung untuk diproses menjadi kayu gergajian atau plywood
- 110 -
Pedagang pada level ini memiliki warung yang juga memasok sarana dan prasarana
pertanian kepada para petani, seperti pupuk dan bahan kimia lainnya. Mereka membeli
lembaran kering udara (ADS) dari para petani produsen dan menjualnya ke pedagang di
tingkat yang lebih tinggi di kabupaten atau provinsi. Sebagian besar pedagang lokal
memiliki lisensi pemasaran karet.
3. Pedagang Kabupaten atau Provinsi
Pedagang-pedagang ini biasanya mempunyai toko karet di kota-kota besar, dan
berkonsentrasi sendiri dalam menjual atau membeli baik USS atau lembaran karet
terasapi, yang mana mereka dukung biaya penyiapannya. Produk tersebut dipasok melalui
para pengecer atau pedagang desa lokal, dan kadang-kadang berasal langsung dari
pengusaha kecil atau perkebunan karet. Volume perdagangan karet mencapai lebih dari
1.000 kg/hari. Para pedagang ini berlisensi dan menjualnya ke para eksportir.
Beberapa tipe pelaku pasar karet para disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Tipe Pelaku Pasar Karet Para
Tipe Pelaku Pasar
Jumlah
1 juta
675
> 2.400
200
3
630
Eksporter teregister
321
- 111 -
pengolahan awal tergantung dari produk awal yang diterimanya. Pada waktu yang sama,
koperasi juga menyediakan sarpras bagi para anggotanya.
6. Eksportir
Eksportir adalah pedagang level tertinggi di Thailand. Para eksportir biasanya mempunyai
fasilitas sendiri untuk pengolahan awal dan manufaktur produk akhir. Mereka membeli
lembaran karet terasapi kasar (ribbed smoke sheet) dari para pedagang di kabupaten atau
provinsi, dari para pengolah kecil atau langsung dari perkebunan karet besar. Jika perlu,
mereka mengasapi ADS dan USS sendiri dan mendasarkan pada harga beli produk akhir.
Eksportir harus memiliki lisensi untuk pengolahan, perdagangan dan eksport.
Klasifikasi Pasar
Di Thailand, pasar karet para dibagi ke dalam spot market dan future market. Spot atau
fisik adalah pasar-pasar di desa seperti pasar lokal -yang dibahas dalam Aliran Produk
dan Pelaku Pasar- dan 3 pasar terbuka atau dikenal dengan Pasar Sentral Karet (Ruber
Central Markets /RCMs).
RCM adalah tipe pasar fisik yang dibangun di Thailand beberapa tahun lalu. Sejak tahun
1991, Lembaga Penelitian Karet Thailand (Rubber Research Institute of Thailand /RRIT)
telah menjadikannya sebagai pasar lelang.
Pasar sentral pertama dibuka di propinsi Songkla untuk melayani wilayah produksi karet di
Selatan. Pada tahun 1999, pasar kedua dibuka di Propinsi Suratthani dan yang ketiga pada
2001 di provinsi Nakhon Srithammarat.
RCM tidak hanya membeli berbagai produk karet seperti cup lamp, concentrate latex, ADS,
USS dan lembaran terasapi kasar, tetapi juga menyediakan tempat penyimpanan karet.
Setiap RCM dapat mengakomodasi sekitar 16 ribu ton.
Walaupun tugas utama RCM adalah melayani sektor swasta termasuk petani, pengolah dan
pedagang, namun keberadaannya juga membantu terimplentasikannya kebijakan harga
pemerintah, serta menyediakan informasi harga dan trend-nya.
RCM Songkla menerapkan peran dan aturan serta mengkategorisasi seluruh karet. Selain
itu, RCM juga mengawasi kualitas berdasarkan standard international. Karet-karet yang
ditolak oleh RCM akan dijual di pasar-pasar kota informal, yang kemudian biasanya akan
diolah lagi.
Pasar Surat Berharga Karet
Pasar surat berharga karet adalah tipe baru dari RCM yang beroperasi tanpa kehadiran
produknya secara fisik pada saat pembelian. Pembeli dan penjual bernegosiasi untuk suatu
kesepahaman lewat pasar, dan produknya diserahterimakan setelah seluruh kesepakan
terjadi. Karena produknya tidak ada secara fisik, pasar ORRAF sering disebut dengan the
rubber paper market (pasar surat berharga karet).
Pasar surat berharga karet berskala besar di dikelola oleh ORRAF, dan sejumlah yang lain
digerakan oleh kelompok swasta di wilayah Selatan dan Timur Thailand. Berdasarkan
- 112 -
volume transaksi karet dan nilainya, juga sebagaimana jumlah konsumennya, maka peran
RCM di negara tersebut meningkat. Misalnya saja, volume karet yang terlayani lewat pasar
ini meningkat dari 43.894 ton tahun 1999 menjadi 159.435 ton di tahun 2003.
Namun demikian, pada tahun 2003, hanya 6% dari volume total di pasar Thailand yang
ditangani oleh RCM-RCM. Hal ini menunjukkan masih adanya peran subtansial yang
dimainkan oleh berbagai pedagang dan perantara.
Pasar modal
Pasar modal karet di Thailand merupakan bagian dari the Agricultural Futures Exchange of
Thailand (AFET) (Bursa Efek Pertanian Thailand) yang dibuka pada bulan Mei 2004. Saat ini
hanya lembaran terasapi kasar (ribbed smoked sheet) grade ke-3 (mewakili 80% dari
seluruh produksi RSS di Thailand) yang sudah diperdagangkan AFET.
Di tingkat regional, sejenis pasar modal juga dioperasikan untuk minyak sawit di Malaysia
dan untuk karet di Jepang dengan konsumen yang banyak. Singapura saja yang tidak
memproduksi maupun mengkonsumsi karet, ternyata juga mengoperasikan pas
Tabel 4. Jumlah Karet yang diperdagangkan lewat 3 Pasar Sentral Modal untuk produk
karet di Wilayah di Thailand, 1999-2003
Hat Yai RCM,
Provinsi Songkla
Tahun
USS
RSS
Lain
USS
USS
RSS
Lain
Lain
RSS
1999
32.189
11.705
2000
33.865
14.490
554
25.092
493
2001
21.285
9.697
825
27.287
1.241
10.481
2002
21.745
24.552
295
44.274
2.062
32.415
2.739
2003
16.733
31.633
7.852
49.067
5.238
97
42.812
5.992
11
125.817
80.372
9.526
157.425
9.034
98
85.708
8.731
11
Total
Informasi Pasar
Melihat sejarah perkembangan dan pentingnya industri karet Thailand, tidak
mengherankan kalau sistem informasinya sangat memadai dan berkembang baik dan relatif
lebih baik dibandingkan dengan banyak tanaman perkebunan lainnya. Para pembeli dan
penjual, khususnya di RCM-RCM, biasanya mendapat informasi cukup tentang kondisi dan
harga pasaran terbaru. Harga lokal disiarkan di radio-radio, dan banyak websites yang
mempublikasikan informasi produk dan harga.
Selain itu, informasi tidak terlalu menjadi kendala karena jaringan telepon genggam
domestik cukup luas dan penggunaan telepon genggam sangat memasyarakat dimana
sekitar 400 dari 1.000 penduduk terdaftar sebagai pemilik nomor telepon genggam.
- 113 -
Penyebaran telepon genggam di Thailand 10 kali lebih tinggi dibanding negara tetangganya
Kamboja dan Laos.
Oleh karenanya, para pelaku pasar dapat mengecek harga harian baik lewat media umum,
teman, kontak bisnis maupun di RCM-RCM. Harga pasar modal (future price) juga tersedia
di AFET, dan harga dunia tersedia di internet.
Walaupun terdapat gambaran yang cerah tersebut, informasi pasar karet masih terkesan
parsial dan terpencar-pencar, sehingga pemerintah sedang mencoba untuk menganalisis
dan mensintesis lagi agar informasi yang tersedia lebih terintegrasi.
Hubungan harga di RCM dengan pasar lokal
Efisiensi sistem informasi harga terbaru ditunjukkan oleh hubungan harga antara pasar
lokal dengan RCM-RCM (Gambar 5a dan 5b). Data menunjukkan adanya hubungan yang
sangat dekat antara kedua harga tersebut, yang berarti mengindikasikan terjadinya
integrasi yang baik pada pasar-pasar karet domestik. Harga pasar lokal juga terlihat cukup
sehat bila dibandingkan dengan di RCM, sekitar 1-2 THB/kg lebih rendah, atau hanya lebih
3% dari rata-rata harga jual di kedua provinsi contoh pada tahun 2003.
Panduan Pertanyaan
1. Gambar 2 menunjukkan aliran produk karet, sementara Gambar 3 menunjukkan para
petani (penanam) karet dapat menjual produk karetnya secara langsung atau tidak
langsung ke berbagai pasar yang ada. Manakah yang anda anggap sebagai jaringan
pemasaran terbaik untuk berbagai jenis produk dari para penanam skala kecil dan yang
akan memberikan keuntungan terbesar bagi mereka? Jelaskan kenapa?
2. Apakah fungsi pasar yang dibuat pemerintah dan bagaimana masing-masing dapat
memberikan keuntungan bagi para pelaku dalam jaringan pemasaran?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan dengan mekanisme dukungan harga karet yang
disediakan pemerintah?
4. Sistem informasi perdagangan karet Thailand cukup baik dan layak. Namun demikian
sumber informasinya sedikit terpencar. Rekomendasi apa yang bisa anda berikan untuk
membuat sistem lebih efektif dan efisien?
- 114 -
- 115 -
Penanam Karet
Anggota
Koperasi
Penanam
individual
Anggota
Kelompok
Pengembang
Kualitas
Pedagang lokal
(desa,
kabupaten,
provinsi)
Koperasi Petani
Karet
Pabrik Pengolah
Getah Karet
Konsumen
industri
Hawkers
Pasar Sentral
Karet
Eksportir
- 116 -
EKSPORTIR
- 117 -
45
40
35
THB/kg
30
25
20
15
10
Local Market
0
1999
2000
2001
2002
2003
Year
45
40
35
THB/kg
30
25
Gambar20
5b. Fluktuasi Harga Karet di Punpin RCM
15
10
Punpin RCM
Local Market
0
1999
2000
2001
Year
2002
2003
- 118 -
- 119 -
- 120 -
Provinsi
Dak Nong
Phuoc Long
Dak Lap
Etnis
Bu Dan
Kinh
Dong Phu
Total
No.
14
29
29
Non-Kinh
21
10
34
70
71
Total
23
19
19
38
99
100
Penelitian ini menginvestigasi enam faktor atau kelompok faktor yang secara teoritis
dipercaya terhadap berpengaruh terhadap harga di tingkat petani, yaitu: i) infrastruktur,
ii) pembeli, iii) karakreristik produk, iv) karakteristik rumah tangga, v) musim, vi) akses
terhadap informasi.
Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap. Data sekunder mengenai skala dan cakupan
pasar mete dikumpulkan dari Badan Statistik Provinsi (DoS), Dinas Pertanian dan
Pembangunan Pedesaan (DARD) and Dinas Perdagangan dan Pariwisata (DoTT) dan data
dari kantor kabupaten atau kantor desa.
Data kualitatif primer dikumpulkan dengan wawancara mendalam menggunakan kuesioner
(questionnaire-based in-depth interviews).
Kuesioner tersebut didesain untuk
pengumpulan informasi umum dari rumah tangga petani mete yang diwawancara, perilaku
- 121 -
transaksi, dan factor-faktor yang mempengaruhi harga di tingkat petani mete dengan
menggunakan pendekatan harga hedonic, yaitu dengan mempertimbangkan enam
kelompok faktor sepanjang berkaitan dengan hipotesis penelitian.
Isu Kunci
Usaha-usaha untuk mengembangkan pasar yang dapat mengangkat produk petani miskin
(pro-poor market) membutuhkan pemahaman yang baik terhadap isu kunci dari kemiskinan
dan kegagalan pasar.
Analisis rantai pemasaran sangat tepat digunakan untuk
mengidentifikasi keterkaitan pasar dan kepentingan relatif dari masing-masing saluran.
Namun demikian, setiap analisis seringkali lebih bersifat penggambaran situasi
(descriptive) daripada penjelasan (explanatory). Analisis komparasi dapat meningkatkan
pemahaman terhadap rantai pemasaran dengan memperhatikan mengapa sebagian petani
memasarkan lebih baik dibandingkan petani yang lain.
Mengkombinasikan kedua
pendekatan tersebut akan memberikan kemudahan bagi peneliti dan pengambil kebijakan
untuk mengidentifikasi cara yang tepat untuk mengembangkan pasar yang sesuai untuk
meningkatkan posisi tawar petani kecil (pro-poor market).
Deskripsi Singkat
Studi kasus ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan (variasi) harga
jual mete di tingkat petani di provinsi Binh Phuoc dan Dak Nong pada tahun 2006. Di kedua
daerah tersebut terdapat petani-petani kecil yang berasal dari kelompok etnis Kinh dan
etnis minoritas non-Kinh, dan kondisi pemasaran mete sebagaimana umumnya di daerah
pedesaan Vietnam menghadapi kendala minimnya infrastruktur misalnya buruknya kondisi
jaringan jalan, minimnya fasilitas pelayanan di pasar, dan terbatasnya akses terhadap
pendidikan.
Untuk studi kasus rumah tangga, pendapatan keluarga sangat tergantung pada harga jual
mete mentah di tingkat petani, yang biasanya dijual melalui perantara. Saat ini sebagian
petani memperoleh harga jual mete yang lebih baik dibandingkan dengan petani lainnya,
dan oleh karenanya harus dipahami mengapa hal tersebut terjadi serta mencoba
mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkannya dalam rangka meningkatkan posisi
tawar petani kecil dalam pemasaran mete.
Studi ini membuat beberapa hipotesis yang menjelaskan mengapa terjadi keragaman
harga, yang diuji melalui analisis pasar dan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner
dengan 99 rumahtangga petani. Beberapa temuan memberikan masukan yang berharga
bagi peningkatan posisi tawar petani kecil dalam pemasaran mete.
Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana rantai pemasaran mete di provinsi Dak Nong dan
Binh Phuoc, yang diuji dengan beberapa model regresi untuk mengetahui faktor-faktor
penentu harga di tingkat petani berdasarkan model harga hedonic.
Temuan-temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun mete yang dijual
petani adalah mete mentah yang nyaris tanpa sentuhan teknologi pasca panen dan dalam
kondidi keterbatasan akses pasar langsung ke industri pengolahan, para petani
mendapatkan bagian terbesar dari margin pemasaran mete (berdasarkan satuan produk).
Di sisi lain, jika petani menjualnya langsung pada pengolah tanpa melalui perantara
- 122 -
sesungguhnya petani dapat memperoleh margin 2,5% lebih besar dibandingkan dengan
penjualan melalui perantara.
Analisis rantai pemasaran juga mengidentifikasi beberapa faktor penghambat dari
pengembangan pasar mete, diantaranya:
Tema Pembelajaran
Kasus pemasaran mete di Vietnam merupakan materi perkuliahan yang menarik yang
memungkinkan mahasiswa anda untuk belajar dan mengembangkan pemikiran kritis dan
analitis pada beberapa tema sebagai berikut: a) rantai pemasaran, b) pengolahan,
pengepakan, dan nilai tambah, c) sistem informasi pasar, dan d) kelembagaan yang
mempengaruhi pemasaran produk agroforestri dengan produk mete sebagai contoh kasus
yang diangkat. Topik-topik tersebut tidak dijelaskan dalan bab-bab yang terpisah di dalam
studi kasus ini. Namun demikian, panduan pertanyaan pada halaman terakhir catatan ini
akan membantu mengarahkan anda, topik apa yang ingin anda fokuskan di dalam kelas
berdasarkan materi ajar yang anda miliki.
- 123 -
Diskusi
- 124 -
1. Buatlah pohon masalah untuk pasar mete yang diangkat dalam studi kasus ini.
Apakah pertanyaan penelitian tambahan yang diperlukan dalam rangka membuat
pohon masalah yang lebih baik?
Pohon masalah adalah sebuah representasi diagramatik dari suatu masalah yang dapat
membantu dalam identifikasi solusi permasalahan yang mungkin dilakukan. Pembuatan
pohon masalah dimulai dengan menjabarkan permasalahan dalam kasus ini, produsen
mete tidak dapat memperoleh cukup penghasilan dari hasil panen mete yang dijualnya
sebagaimana yang mereka inginkan dan selanjutnya bertanya mengapa? Alasan utama
dituliskan dalam sebuah struktur pohon, dan untuk masing-masing pertanyaan mengapa
selalu ditanyakan. Hal ini kemudian terus dilanjutkan hingga akar permasalahan
ditemukan.
Untuk studi kasus ini, hasil penelitian tidak hanya mengidentifikasi beberapa penjelasan
yang mungkin menyebabkan kelemahan rantai pemasaran mete, namun juga
menghasilkan sejumlah pertanyaan yang hanya dapat dijawab melalui penelitian
lanjutan. Sebagai contoh, mengapa etnis minoritas rata-rata menerima harga yang
lebih rendah dibandingkan etnis mayoritas di Vietnam? Hal itu mungkin disebabkan
masyarakat etnis minoritas tinggal jauh dari sentra pembelian, memiliki lahan
pertanian yang lebih sempit atau pohon mete yang mereka tanam memiliki pola
pertumbuhan yang lebih lambat di dalam satu musim panen yang sama. Beberapa
pertanyaan yang lain paralel dengan yang digambarkan pada pohon masalah.
Pohon masalah adalah suatu tipe kerangka pemikiran rasional, dan paling tepat
dikerjakan dalam suatu kelompok diskusi. Masalah yang berbeda dalam pohon masalah
mungkin dapat digeser atau diganti, sehingga penggunaan kartu-kartu untuk menuliskan
setiap masalah dalam proses penyusunan pohon masalah lebih disarankan daripada
penggunaan papan tulis.
2. Rancanglah sebuah metodologi (termasuk tujuan, daftar peserta, tata waktu dan
anggaran biaya) untuk setiap analisis komparasi dari suatu rantai pemasaran lokal.
Tujuannya disini adalah melibatkan para mahasiswa untuk berpikir bagaimana
merancang rantai pemasaran secara empiris dalam suatu penelitian. Untuk membuat
suatu rancangan penelitian, dibutuhkan setidaknya tiga langkah:
Penelitian pendahuluan; identifikasi gambaran situasi secara umum: siapakah para
pelaku utama, apakah masalah dan isu utama yang dihadapi?
Identifikasi pertanyaan; berdasarkan penelitian pendahuluan, apakah pertanyaan yang
diupayakan para peneliti untuk menjawabnya? Hal ini dapat dikonstruksi menjadi suatu
hipotesis, atau meninggalkan pertanyaan-pertanyaan.
Rancangan metodologi; ketika pertanyaan penelitian telah jelas, metodologi yang
paling tepat dapat ditentukan. Hal ini merupakan suatu proses yang bertahap, karena
beberapa pertanyaan mungkin terlalu sulit untuk dijawab, atau memerlukan pemikiran
ulang apakah benar penelitian tersebut benar-benar realistis.
- 125 -
3. Buatlah suatu matrik kerangka informasi pasar untuk produsen kacang mete di kedua
provinsi.
Tujuannya disini adalah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memberikan
apresiasi yang baik terhadap berbagai kepentingan yang telah tercatat dalam daftar
informasi pasar yang dibutuhkan, sumber-sumber informasi atau metode yang dapat
digunakan, dan kekuatan serta kelemahan relatif dari setiap saluran pada rantai
pemasaran. Dengan melakukan ini, para mahasiswa dapat merekomendasikan strategi
untuk suatu akses informasi pasar yang efektif untuk para pengusaha kacang mete.
Contoh matrik di bawah ini dapat digunakan sebagai bahan latihan.
Kekuatan dan Kelemahan dari
Sumber / Saluran
Informasi
yang
Dibutuhkan
Sumber/saluran
Kekuatan
Kelemahan
Kesesuaian
umum dari
sumber /
saluran
(misalnya:
rendah,
sedang,
atau tinggi)
Tim Peneliti
Ketua Tim:
- 126 -
- 127 -
B. Kasus
Bagian 1: Latar Belakang
Gambaran Umum
Vietnam dihuni oleh lebih dari 80 juta penduduk. Sebagian besar penduduknya bekerja di
bidang pertanian, dimana sebagian besar kelompok penduduk termiskin berada di daerah
dataran tinggi Vietnam. Pembangunan sektor pertanian merupakan pilar terpenting dalam
pembangunan berkelanjutan di daerah ini.
Daerah-daerah dataran tinggi di Vietnam menghadapi berbagai keterbatasan, termasuk
infrastruktur yang buruk, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, kurangnya informasi
terhadap kemajuan teknologi maupun informasi pasar. Faktor-faktor ini mengakibatkan
para petani di desa memiliki keterbatasan akses pasar dan posisi tawar yang rendah ketika
mereka menjual produk pertanian. Dari perspektif pembangunan, peningkatan akses pasar
dan posisi tawar diperkirakan dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat desa
secara signifikan.
Desa-desa di daerah dataran tinggi Vietnam pada umumnya dihuni oleh kelompok etnis
minoritas, dimana kehidupan mereka biasanya tergantung pada produk-produk hasil
pertanian dan kehutanan. Seiring dengan program pembangunan, pemerintah Vietnam
yang menyarankan pola pertanian menetap menggantikan pola perladangan berpindah, dan
mendorong pengembangan tanaman perkebunan misalnya lada, akasia, eucalyptus, kopi,
karet, dan juga mete.
Diantara tanaman perkebunan yang telah ada, sebenarnya kacang mete telah menjadi
salah satu sumber pendapatan yang paling penting bagi ekonomi rumah tangga petani di
beberapa daerah di Provinsi bagian Selatan-Tengah yang kondisi wilayahnya mendukung
pengembangan kacang mete.
Kacang mete merupakan komoditas yang cukup populer di kalangan masyarakat miskin
pedesaan karena harganya relatif stabil, biaya investasi yang rendah, dan persyaratan
budidaya yang sederhana.
Itulah sebabnya, maka kacang mete menjadi sumber
penghasilan utama dan cadangan finansial masyarakat di beberapa daerah dataran tinggi.
- 128 -
Lokasi
Studi kasus ini menerangkan situasi di dua provinsi (Gambar 1). Komunitas Quang Tin dan
Dak Rtih, yang tinggal di Distrik Dak R'Lap Provinsi Dak Nong, sebagian besar merupakan
etnis minoritas, yang jumlahnya 80% dari total populasi di distrik tersebut.
Distrik Bu Dang, Dong Phu dan Phuoc Long di Provinsi Binh Phuoc, merupakan lokasi
pengusahaan tanaman mete terbesar di provinsi tersebut, dengan beberapa variasi kondisi
etnis, infrastruktur pasar dan skala produksi.
Lingkungan Kelembagaan
Meskipun studi ini tidak menjelaskan secara khusus aspek kelembagaan dan kebijakan,
tetapi studi ini secara umum berupaya mengidentifikasi seluruh faktor yang mempengaruhi
bagaimana struktur pasar produk mete. Identifikasi faktor-faktor determinan digambarkan
dalam sebuah diagram alir dalam bentuk peta sub sektor (lingkungan kelembagaan) pada
Gambar 2.
- 129 -
Perbedaan utama sentra pembelian tingkat 1 dan tingkat 2 adalah kepada siapa mereka
menjual kembali kacang mete yang mereka beli. Sentra pembelian tingkat 1 biasanya
menjual langsung kacang mete kepada perusahaan pengolah, sementara sentra pembelian
tingkat 2 biasanya mendistribusikan kacang mete mereka kepada para pengolah melewati
sentra-sentra pembelian tingkat 1 yang memberikan jaminan kepada unit-unit pengolah.
Nilai Tambah
Studi ini menganalisis biaya dan manfaat pada setiap aktor di tiga rantai pemasaran dari
petani sampai dengan perusahaan pengolah. Analisis dilakukan dengan memperhatikan: i)
biaya produksi petani, yang meliputi investasi awal (tidak termasuk lahan) dan biaya
pemeliharaan (tahunan), dan ii) pendapatan petani, dalam satuan VND/ha. Kemudian, tim
peneliti mengidentifikasi nilai tambah produk pada setiap tingkat pembelian. Distribusi
biaya, manfaat, dan marjin untuk setiap rantai pemasaran disajikan pada Tabel 1.
Pada ketiga rantai pemasaran, biaya yang dikeluarkan para petani pada umumnya sekitar
sepertiga dari harga jual akhir yang nilainya bervariasi antara 8.300 dan 8.500 VND/kg.
Keuntungan para petani kacang mete, yang dihitung sebagai kegiatan pertanian berbiaya
rendah, biasanya nilainya sekitar dua pertiga dari nilai jual akhir yakni kurang lebih 8.500
VND/kg. Kondisi ini mengkonfirmasikan adanya persentase keuntungan yang relative kecil
bagi para pengumpul dan sentra-sentra pembelian, yang biasanya beroperasi dengan
marjin sekitar 1-2% dari harga jual akhir.
Tabel 1. Biaya, keuntungan, dan marjin rantai pemasaran produk mete.
Biaya/keuntungan
Marjin petani
Rantai 1: Petani sentra pembelian tingkat 2 sentra pembelian tingkat 1 perusahaan pengolah.
Biaya petani
95,3
% keuntungan petani
97,1
Keuntungan petani
2,3
Keuntungan SP tingkat 2
1,2
2,3
Keuntungan SP tingkat 1
1,7
Keuntungan SP tingkat 2
0,8
Biaya tingkat 1
1,2
Keuntungan tingkat 1
12
95,3
% keuntungan petani
95,7
Marjin pengumpul
2,3
% keuntungan pengumpul
2,6
Biaya pengumpul
2,3
% keuntungan SP tingkat 1
1,7
Keuntungan pengumpul
1,8
Biaya SP tingkat 1
1,2
Keuntungan SP tingkat 1
1,2
Keuntungan petani
97,7
2,4
% keuntungan petani
% keuntungan SP tingkat 1
98,2
1,8
Biaya/keuntungan
Marjin petani
Biaya SP tingkat 1
- 130 -
1,2
Hasil analisis membuktikan bahwa keuntungan petani semakin tinggi jika jumlah pelaku
dalam rantai pemasaran semakin sedikit, berkisar antara 95,7% dari harga jual akhir pada
rantai 2 sampai dengan 98,2% pada rantai 3.
Selisih keuntungan 1-2% pastilah sangat berharga pada volume penjualan yang besar.
Ilustrasi pada Tabel 1 diatas sekali lagi menunjukkan bahwa petani memperoleh marjin
pemasaran yang cukup baik pada rantai pemasaran produk mete. Peningkatan pendapatan
absolut petani akan terjadi seiring dengan peningkatan marjin petani pada pemasaran
produk mete.
Meskipun keuntungan per kg dari kacang mete yang dijual oleh petani relatif tinggi, namun
situasi ini tidak secara otomatis menggambarkan tingkat pendapatan bulanan yang juga
tinggi. Keadaan ini disebabkan karena dua hal: pertama, perhitungan yang dilakukan tidak
mempertimbangkan pengaruh dari skala ekonomi (atau kapasitas operasional dari masingmasing pelaku). Meskipun marjin per satuan (kg) yang diperoleh rendah, namun pedagang
perantara, sebagaimana halnya pengumpul dan sentra pembelian, biasanya beroperasi
dalam skala besar selama sekitar 3 sampai 4 bulan. Sementara itu, nilai total penjualan
yang diperoleh petani tidak sebesar yang diperoleh perantara karena total pendapatan
petani sangat tergantung pada volume panen mete yang dimilikinya. Kedua, petani
memerlukan waktu beberapa tahun untuk dapat menikmati hasil panen dari mete yang
ditanam, sementara para pedagang hanya memerlukan waktu 3-4 bulan untuk meraih
untung sesuai dengan siklus panen mete.
Oleh karena itu selain menghitung marjin per satuan (kg), perkiraan pendapatan yang
diperoleh oleh setiap pelaku pemasaran juga perlu diperhitungkan (Tabel 2). Gambaran
tersebut menunjukkan bahwa pendapatan bulanan petani adalah yang terendah diantara
para pelaku pemasaran lainnya. Bahkan, petani yang membudidayakan mete dalam
jumlah besar tetap memperoleh pendapatan bulanan yang sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan para pelaku lain di dalam rantai pemasaran mete. Para perantara
memperoleh pendapatan bulanan relative lebih besar daripada petani karena kapasitas
penjualannya (volume kacang mete yang dijual) lebih besar, dengan periode waktu
memperoleh hasil yang justru lebih cepat dibandingkan petani. Untuk mencapai volume
penjualan yang tinggi, para pedagang harus menginvestasikan modal untuk biaya
pembelian kacang mete dari petani setelah panen dan uang pengikat bagi petani mete
yang diberikan sebelum mete dipanen.
Perkiraan pendapatan bulanan masing-masing aktor dalam rantai pemasaran disajikan pada
Tabel 2 berikut ini.
- 131 -
Kapasitas
(kg)
Waktu
(bulan)
Pendapatan
(d/bulan)
Petani
+ Petani 1
5.494,69
6.000
12
2.747.347
+ Petani 2
6.623,00
2.000
12
1.103.833
+ Pengumpul 1
147,95
55.000
1.1
7.397.475
+ Pengumpul 2
150,10
42.500
6.379.167
+ Binh Phuoc
68
730.833
16.565.556
+ Dak Nong
172
257.333
14.753.778
+ Binh Phuoc
98,28
1.275.000
31.326.750
+ Dak Nong
99,60
1.500.000
49.800.000
Pengumpul
Unit
Nilai
d/kg
40.000,00
Kg
240,00
VND
9.600.000,00
Usaha yang
Biaya/Pendapatan
Bahan mete mentah
Unit
- 132 -
Nilai
Kg
1.000,00
Biaya oportunitas
VND/1000 kg
8.132.000,00
84,71
VND/1000 kg
435.000,00
4,53
VND/bulan
8.333,33
VND/bulan
100.000,00
Pengasahan pisau
VND/bulan
25.000,00
VND/bulan
133.333,33
Kapasitas
kg/bulan
1.724,14
77.333,33
Total Biaya
0,81
8.644.333,33
955.666,67
9,95
1.647.701,15
Persyaratan untuk setiap kegiatan pasca panen meliputi: (1) investasi awal peralatan, sewa
tempat dan keterampilan pekerja setelah seminggu kegiatan berjalan; (2) adanya kontrak
dengan perusahan pengolah untuk mengumpulkan produk sampingan. Peralatan yang perlu
diinvestasikan meliputi sebuah tong besi dan sebuah mesin pengupas dengan total nilai
1.000.000 VND. Untuk dapat membuat kontrak dengan perusahaan pengolah, rumah tangga
petani harus dapat mencapai kapasitas produksi yang cukup tinggi. Oleh karena itu, para
petani mete skala kecil tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan pasca panen. Sehingga,
kegiatan pengolahan pada umumnya dilakukan oleh pengumpul, sentra pembelian, atau
petani mete skala besar.
Tabel 4.
Unit
Nilai
VND/01 kg
1.800
kg of cashew kernel
600
VND
1.080.000
Sebagai buruh pengolahan yang diupah berdasarkan prestasi kerja volume produk yang
dikupas, seorang petani dapat memperoleh pendapatan musiman 1,080,000 VND per bulan.
Tambahan pendapatan dari upah ini cukup memuaskan bagi petani dan nilainya hampir
sama dengan pendapatan petani dari hasil panen produk pertaniannya.
Secara umum, kegiatan pasca panen mete memberikan keuntungan yang cukup
memuaskan di tingkat rumah tangga petani baik petani besar yang berinvestasi langsung di
industri pengolahan maupun para petani kecil yang bekerja sebagai buruh pengupasan.
Keikutsertaan petani dalam kegiatan pasca panen sedikit banyak akan meningkatkan
- 133 -
pengetahuan petani tentang persyaratan kualitas produk yang pada akhirnya dapat
meningkatkan juga harga jual mete mentah di tingkat petani.
- 134 -
Karakteristik Produk
Survey ini melakukan pengujian terhadap empat karakteristik produk yang diperkirakan
mempengaruhi harga tingkat petani, yaitu: ukuran transaksi, kualitas produk, tipe produk
(produk segar atau dikeringkan), jangka waktu penjualan dan pengemasan produk.
Namun demikian, dalam pelaksanaan survey di tingkat provinsi pengemasan dan jangka
waktu penjualan serta tipe produk kacang mete kering tidak dilakukan pengambilan
datanya karena terlalu kecilnya volume transaksi untuk dapat mempengaruhi harga. Dua
variabel yang lain diperhitungkan dalam analisis regresi dengan harga.
Dalam rangka investigasi pengaruh dari kualitas produk, para responden ditanya mengenai
tingkat kualitas produk mulai dari 1 (kualitas terendah) sampai dengan 5 (kualitas
tertinggi), berdasarkan pada warna, ukuran dan tampilan fisik. Sesuai dengan yang diduga,
kualitas mete berkorelasi positif dengan harga di tingkat petani (Gambar 6).
Hasil yang diluar dugaan, ternyata volume produk yang dijual tidak berkorelasi terhadap
tinggi rendahnya harga. Tim peneliti menduga hal ini disebabkan oleh masih terlalu
rendahnya volume mete yang dijual oleh masing-masing petani.
Posisi Tawar
Penelitian pendahuluan mengenai rantai pemasaran mete menghasilkan sejumlah
pertanyaan tentang kekuatan posisi tawar rumah tangga petani. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, tim peneliti melakukan investigasi terhadap tiga jenis keputusan
yang dibuat rumah tangga petani ketika mereka menjual produk: i) kapan menjual, ii) di
level mana menjualnya, dan iii) siapa yang menjual.
Kapan menjual
Dengan mempertimbangkan fluktuasi harga yang cukup besar selama masa panen,
bagaimanakah fleksibilitas petani dalam memilih waktu untuk menjual? Kuesioner ini
menanyakan kepada petani alasan mengapa mereka menjual produk pada waktu yang
mereka pilih yang dilakukan pada tahun sebelumnya.
Jawaban kuesioner mengindikasikan bahwa alasan utama (lebih dari 45% transaksi)
dilakukan secepatnya karena para petani tidak memiliki fasilitas pengeringan atau
penyimpanan mete. Alasan penting kedua adalah karena petani membutuhkan uang untuk
membayar hutang atau perlu uang tunai segera untuk berbagai keperluan, sehingga pada
umumnya para petani yang menjual mete dengan alasan ini memperoleh harga rata-rata
penjualan di tingkat petani yang terendah. Hanya 15% dari transaksi yang dilakukan oleh
rumah tangga petani yang mempertimbangkan periode harga penjualan tertinggi dalam
menentukan kapan mete mereka akan dijual, sehingga dari transaksi ini mereka harga
rata-rata yang terbaik.
Di level mana menjualnya
Para pedagang mete diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu pengumpul, sentrasentra pembelian, dan pabrik pengolah. Asumsi yang ingin diuji adalah apakah tipe
pembeli yang dipilih petani mempengaruhi harga yang diterima petani.
- 135 -
Para petani sebagian besar menjual hasil produknya melalui pengumpul (38% dari
transaksi) atau dengan sentra-sentra pembelian (61%). Meskipun hanya seorang responden
yang menjual langsung kepada pabrik pengolah, harga yang diterima sebesar 9,500
VND/kg, jelas lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat harga yang ditawarkan oleh para
pembeli yang lain. Sementara itu 267 transaksi lainnya, harga rata-rata dari sentra-sentra
pembelian hanya sedikit lebih besar (100 VND/kg) daripada harga dari pengumpul. Hal ini
sejalan dengan hasil temuan sebelumnya bahwa pengumpul hanya mengambil 1-2% marjin
keuntungan.
Siapa yang menjual
Para peneliti menanyakan mengapa para petani menjual kepada pembeli tertentu dan
alasan-alasan yang diberikan: i) sebelumnya telah memiliki hubungan yang baik; ii)
sebelumnya telah menerima uang muka dari pembeli; iii) pembeli menawarkan harga
tertinggi. Sekali lagi, jawaban yang diberikan merupakan pengalaman petani selama
menjual setahun sebelumnya. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa lebih dari setengah
jumlah responden memilih pembeli berdasarkan hubungan baik yang telah terbina
sebelumnya, sementara 24% responden mengaku tidak punya pilihan menjual kepada
pembeli lain karena telah terikat uang muka atau berutang kepada pembeli tertentu.
Temuan ini mengindikasikan rendahnya tingkat persaingan diantara para pembeli, yang
mengakibatkan harga di tingkat petani cenderung terus tertekan. Gambaran berikut
barangkali dapat menjelaskan beberapa kondisi yang ada: para petani yang telah
menerima uang muka atau berhutang menerima harga 2% lebih rendah dibandingkan
dengan para petani yang menjual kepada pembeli yang telah dikenal baik sebelumnya,
sementara para petani yang memilih menjual kepada para pembeli dengan penawaran
tertinggi menerima harga 1.3% lebih tinggi daripada yang hanya mengandalkan penjualan
berdasarkan hubungan baik.
- 136 -
karena itu sentra-sentra pembelian merupakan sumber informasi yang kurang dapat
dipercaya oleh petani.
Sumber-sumber informasi resmi yaitu televisi, radio, dan surat kabar yang mungkin lebih
obyektif dalam menyampaikan informasi sayangnya tidak ditemukan atau setidaknya belum
cukup populer di lokasi penelitian.
Permasalahan menjadi semakin bertambah, ketika tidak ada petugas penyuluh lapangan
maupun asosiasi petani yang dapat memberikan informasi harga yang akurat dan tepat
waktu, walaupun sebenarnya mereka ditugaskan untuk melakukan hal tersebut
Panduan Pertanyaan
1. Jelaskan tiga rantai pemasaran kacang mete yang ditemui di kedua provinsi. Rantai
pemasaran yang mana yang Saudara anggap paling menguntungkan? Mengapa?
2. Faktor-faktor apakah yang menentukan diantara waktu, tingkat, dan tipe pembeli yang
menjadi bahan pertimbangan bagi para petani dalam menjual kacang mete? Apa
rekomendasi yang dapat Saudara berikan untuk memperbaiki posisi tawar petani?
3. Siapa yang menjadi sumber-sumber informasi utama bagi petani di provinsi Dak Nong
dan Binh Phuoc dalam memperoleh informasi harga? Apa rekomendasi yang dapat
Saudara berikan untuk memperbaiki akses petani terhadap infomasi harga pasar?
4. Gambar 3 menunjukkan berbagai pelaku pemasaran di antara para petani dalam industri
mete di Vietnam. Apakah keterkaitan diantara para pelaku pemasaran tersebut?
Apakah yang seharusnya dilakukan oleh masing-masing pelaku pemasaran tersebut
dalam berperan meningkatkan produksi dan sistem pemasaran bagi petani kacang mete?
5. Jelaskan bagaimana kegiatan pasca panen pada tingkat rumah tangga petani dapat
meningkatkan nilai jual kacang mete dalam rantai pemasaran? Rekomendasi apa yang
dapat Saudara berikan dalam rangka meningkatkan atau mendukung kegiatan pasca
panen di tingkat rumah tangga petani?
- 137 -
FARMERS
Collectors,
PurchasingStationLevel 02
PurchasingstationLevel 01
PROCESSINGCOMPANIES
- 138 -
Gambar 5.
- 139 -
Gambar 6.
- 140 -