Anda di halaman 1dari 151

Panduan Untuk Pengajar

Tentang
Pemasaran Produk-Produk
Agroforestry

Kerangka Kurikulum dan Studi Kasus

World Agroforestry Centre

Panduan Untuk Pengajar


Tentang
Pemasaran Produk-Produk
Agroforestry

Kerangka Kurikulum dan Studi Kasus

Hak Cipta
The Southeast Asian Network for Agroforestry Education (SENAFE) didukung oleh
Swedish International Cooperation Agency (SIDA).
Isi panduan ini dapat diperbanyak tanpa ijin khusus dari SEANAFE tetapi cukup
dengan pernyataan yang layak.
Pandangan yang dinyatakan dalam panduan ini merupakan pandangan para anggota
tim setiap negara dan konsultan yang terlibat dalam Proyek SEANAFE tentang
Pemasaran Produk-produk Agroforestry (SEANAFE Markets for Agroforestry Tree
Products Project) dan oleh karenanya mereka tidak terikat oleh the World
Agroforestry Centre.
Kutipan yang benar:
SEANAFE 2007. Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-produk
Agroforestry: Kerangka Kurikulum dan Studi Kasus. Desember 2007. Bogor: ICRAF.
Photo sampul: Tim Proyek SEANAFE MAFTP
Desain dan layout: Josef Arinto
Penyelaras dan Penerjemah: Leti Sundawati & Dodik Ridho Nurrochmat
Korespondensi: Jesus C. Fernandez (j.fernandez@cgiar.org)

Hak cipta 2008 oleh ICRAF Asia Tenggara


World Agroforestry Centre
ICRAF Southeast Asia Regional Office
Jl. CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor, 16115
PO Box 161, Bogor 16001, Indonesia
Tel: 62 251 625 415, Fax: 62 251 625 416
Email: icraf-indonesia@cgiar.org
Website: http://www.worldagroforestrycentre.org/sea

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

-i-

Kata Pengantar
Agroforestry memiliki potensi yang sangat besar dalam berkontribusi terhadap
pengurangan kemiskinan di pedesaan. Namun demikian, sebagian besar program-program
pendidikan agroforestry di Asia Tenggara kurang menekankan aspek-aspek permintaan
produk agroforestry, khususnya kaitan antara produsen dan konsumen, pemasaran,
pengolahan pasca panen dan sistem usahatani skala kecil. Dalam banyak kasus, pendidikan
agroforestry di wilayah Asia Tenggara masih bias kearah sisi produksi atau sisi penawaran
dari produksi. Aspek-aspek permintaan, umumnya hanya didiskusikan secara selintas atau
sebagai sebuah topik. Untuk memperbaiki pemahaman dan mempromosikan bagaimana
agroforestry dapat berkontribusi terhadap pengurangan kemiskinan, pengajar dan
mahasiswa memerlukan kompetensi yang lebih baik dalam kaitannya dengan aspek-aspek
bisnis.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, World Agroforestry Centre (ICRAF)-Southeast Asia
Regional Office dan Southeast Asian Network for Agroforestry Education (SEANAFE)
melakukan suatu proyek berjudul Markets for Agroforestry Tree Products (MAFTP) tahun
2005-2007. Proyek ini bertujuan untuk mengembangkan suatu kerangka kurikulum berbasis
pemasaran dan bahan ajar untuk pengajar dan mahasiswa.
Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-produk Agroforestry: Kerangka
Kurikulum dan Studi Kasus ini merupakan output utama dari proyek tersebut di atas.
SEANAFE berharap bahwa panduan ini akan mendorong perhatian lembaga-lembaga
pendidikan tinggi di wilayah Asia Tenggara untuk meninjau kembali kurikulum mereka
dengan memadukan bahan ajar ini ke dalam program dan kuliah yang sesuai dan telah ada
sebelumnya. Paling tidak, SEANAFE megharapkan di kemudian hari panduan ini dapat
digunakan sebagai bahan mata ajaran.
Panduan ini merupakan hasil pengalaman dan wawasan dari orang-orang dan organisasi
yang terlibat dalam proyek SEANFE MAFTP. Tim-tim dari beberapa negara yakni Indonesia,
Laos, Filipina, Thailand dan Vietnam ditugaskan untuk melakukan suatu analisis rantai
pemasaran suatu produk agroforestry. Hasil penelitian mereka menjadi dasar penyusunan
kerangka kurikulum pemasaran produk-produk agroforestry dan bahan studi kasus untuk
bahan ajar yang disarankan pada beberapa modul kunci dari kerangka kurikulum. Panduan
ini dibagi atas tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan proses dan hasil proyek. Bagian
dua menyajikan suatu tulisan kontekstual tentang kerangka kurikulum yang disarankan,
sedangkan bagian tiga berisi bahan-bahan studi kasus. Relevansi dan kegunaan dari
penduan ini bergantung kepada bagaimana pemasaran agroforestry dapat membantu
meningkatkan kehidupan masyarakat miskin, namun SEANAFE percaya bahwa masih
terdapat ruang untuk perbaikan.

Meine Van Noordwijk


ICRAF-SEA Regional Coordinator

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- ii -

UCAPAN TERIMA KASIH


ICRAF and SEANAFE mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produkproduk Agroforestry: Kerangka Kurikulum dan Studi Kasus ini, yaitu:

Swedish International Development Cooperation Agency (Sida) atas pendanaan kepada


SEANAFE untuk pelaksanaan proyek ini;
Per Rudebjer atas pengembangan kerangka konseptual dari proyek Markets for
Agroforestry Tree Products (MAFTP);
Para anggota tim negara untuk: (a) pelaksanaan analisis rantai pemasaran beberapa
produk agroforestry yang kemudian menjadi bahan dalam pengembangan kerangka
kurikulum dan studi kasus dan (b) pelaksanaan training di dalam negeri menggunakan
hasil-hasil dari proyek tersebut. Mereka adalah: M. Parulian Hutagaol, Wahyu Andayani,
Wayan R. Susila, Herien Puspitawati, Leti Sundawati, Dodik Ridho Nurrochmat, dan
Luluk Setyaningsih untuk Indonesia; Latsamy Boupha, Joost Foppes, Phongxiong
Wanneng, dan Ba Kham Chanthavong untuk Laos; Isabelita M. Pabuayon, Stella Villa A.
Castillo, Marlo M. Mendoza, dan Rowena D. Cabahug untuk Filipina; Charoon Suksem,
Det Watcharachaiyingjareon, Anan Pintarak, Kamol Namsomsuke, Piyamat Pattharin,
Sawitri Soiraya dan Wipha Hinno untuk Thailand; dan Dang Hai Phuong, Vo Hung, dan Le
Thanh Loan untuk Vietnam;
Joost Foppes dari the Netherlands Development Organization (SNV), Joel Tukan,
mantan staf ICRAF, Michael Victor sebelumnya di Lao National Agriculture and Forestry
Research Institute (NAFRI) sebagai penasihat Informasi dan Konunikasi, Bernhard Mohns
dari the German Development Foundation (GTZ), dan Marcus Williamson dari the Royal
Thailand Highland Research Institute atas keterlibantannya sebagai narasumber pada
saat training dan workshop serta dukungan teknis saat penelitian dari tim Laos dan
Indonesia khususnya dilakukan oleh Joo Foppes dan Joel Tukan;
Mark Grindley atas pengembangan laporan-laporan studi kasus yang asli untuk dijadikan
bahan studi kasus;
Jess C. Fernandez atas perbaikan dan finalisasi Catatan untuk Pengajar pada setiap
bahan ajar dengan studi kasus setiap Negara, dan penyusunan dan pengemasan panduan
ini bersama-sama dengan Josef Arinto;
Nerlita M. Manalili dan Jess C. Fernandez atas penyediaan tulisan kontekstual tentang
kerangka kurikulum MAFTP; dan
Kate Langford atas editing akhir dari panduan ini.
Ucapan terima kasih khusus ditujukan kepada keluarga para petani, para petugas dan
pemerintahan daerah lainnya yang telah menjadi sumber informasi untuk hasil-hasil
penelitian tim-tim negara.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- iii -

Catatan untuk Penggunaan Panduan ini


Panduan ini ditujukan terutama untuk para pengajar di universitas, tetapi juga dapat
digunakan oleh para penyuluh dan pendamping pembangunan masyarakat yang bermaksud
melakukan pelatihan dalam bidang pemasaran produk agroforestry untuk anggota
masyarakat dan staf pemerintah daerah.
Panduan ini terbagi atas tiga bagian utama, yaitu: 1) Proyek Pemasaran Produk-Produk
Agroforestry dari SEANAFE (SEANAFEs Markets for Agroforestry Tree Products); 2)
Kerangka Kurikulum Pemasaran Produk-produk Agroforestry dari SEANAFE; dan 3) Bahanbahan Studi Kasus.
Bagian 1 menyajikan latar balakang singkat tentang proyek Pemasaran Produk-produk
Agroforestry yang dilakukan SEANAFE dimana dilakukan penjelasan proses-proses penting
yang menghasilkan panduan ini.
Bagian 2 menjelaskan konteks dimana terdapat kerangka kurikulum Pemasaran Produkproduk Agroforestry dari SEANAFE sesuai dengan skenario pendidikan agroforestry di
wilayah Asia Tenggara, pendekatan proses yang dilakukan dan tema-tema kuncinya
termasuk deskripsi, metoda pengajaran dan bahan-bahan pustaka yang disarankan.
Bagian 3 menyajikan kasus-kasus di Negara Asia Tenggara dan tawaran cara-cara
penggunaannya yang efektif untuk mengajarkan Pemasaran Produk-Produk Agroforestry.
Disajikan juga saran-saran untuk mendorong pemikiran kristis dari para mahasiswa,
termasuk panduan pertanyaan dan diskusi, aktivitas pengajaran dan bahan bacaan
tambahan yang disarankan. Namun demikian, hal-hal tersebut tidak membatasi pengguna
tetapi sebaliknya lebih bersifat dorongan untuk lebih jauh lagi melakukan eksplorasi
penerapan-penerapan lainnya dari studi kasus-studi kasus tersebut.
Kerangka kurikulum tersebut diakui belumlah lengkap dan komprehensif. Namun, SEANAFE
memandang hal itu cukup memadai untuk membantu meningkatkan pengetahuan dan
keahlian para mahasiswa dan pengguna lainnya dalam rangka membangun usaha-usaha
agroforestry yang lestari sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup keluarga petani.
Selain itu, bahan-bahan studi kasus yang disajikan tidak mencakup seluruh aspek rantai
pemasaran yang mungkin berkembang saat diskusi mahasiswa atau pembuatan tugas-tugas.
Kasus-kasus yang diangkat mencakup berbagai isu pada tingkat yang berbeda, yaitu tingkat
komunitas, kabupaten dan provinsi. Untuk alasan tersebut, para pengguna dianjurkan
untuk menggunakan bahan-bahan ini sesuai keinginan mereka dalam mencapai tujuan
pengajaran yang mereka tentukan dalam sesi pengajaran mereka, sebagai contoh, dengan
membuat asumsi-asumsi yang dapat dipertimbangkan tentang informasi yang tidak ada dari
studi kasus.
Panduan ini mengharuskan para pengguna memiliki pengalaman yang cukup dalam
menggunakan studi kasus sebagai suatu metoda pengajaran. Para pemakai yang baru
pertama kali menggunakan pendekatan ini dianjurkan untuk membaca Catatan untuk
Pengajar sebelum memberikan bahan-bahan studi kasus kepada mahasiswa mereka.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- iv -

Keefektifan bahan-bahan studi kasus tergantung pada bagaimana para pengguna


membekali diri sesuai dengan pengetahuan yang memadai tentang tema yang akan dibahas
dan mengiternalisasi informasi dasar yang berada di dalamnya.
Laporan lengkap dari hasil penelitian setiap tim tersedia dalam website ICRAF sebagai
bahan rujukan.
iii

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Daftar Singkatan
AFTP

Agroforestry Tree Product

APFSOS

Asia-Pacific Forestry Sector Outlook Study

ICRAF

World Agroforestry Centre (formerly International Centre for Research in


Agroforestry

GTZ

German Development Foundation

INAFE

Indonesian Network for Agroforestry Education

LaoNAFE

Lao Network for Agroforestry Education

MAFTP

Markets for Agroforestry Tree Products

NAFRI

National Agriculture and Forestry Research Institute

PAFERN

Philippine Agroforestry Education and Research Network

PhP

Philippine Peso

SEA

Southeast Asia

SEANAFE

Southeast Asian Network for Agroforestry Education

Sida

Swedish International Development Cooperation Agency

SNV

The Netherlands Development Organization

ThaiNAFE

Thailand Network for Agroforestry Education

THB

Thailand Baht

VNAFE

Vietnam Network for Agroforestry Education

VND

Vietnam Dong

-v-

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- vi -

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................

Ucapan Terima Kasih .........................................................................

ii

Catatan untuk Penggunaan Panduan ini ..................................................

iii

Daftar Singkatan ...............................................................................

Daftar Isi ........................................................................................

vi

Daftar Tabel Panduan ........................................................................

vii

Daftar Gambar Panduan .....................................................................

vii

Proyek Pemasaran Produk-produk Agroforestry dari SEANAFE ......................

Kerangka Kurikulum Pemasaran Produk-produk Agroforestry dari SEANAFE .....

Pendahuluan ....................................................................................
Kondisi Kontekstual ............................................................................
Kerangka Kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry ....................................
Ciri-ciri (Fitur) Pembeda ......................................................................
Isi Kurikulum ....................................................................................
Jangka Waktu dan Tata Waktu yang Disarankan .........................................
Daftar Pustaka ..................................................................................

5
6
11
12
13
14
22

Bahan Ajar Studi Kasus ......................................................................


Pendahuluan ....................................................................................

24
24

Studi Kasus 1: Pemasaran Mete di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah,


Indonesia .......................................................................................
A. Catatan untuk Pengajar ...................................................................
B. Kasus ..........................................................................................

25
25
35

Studi Kasus 2: Pemasaran Bambu di Laos ................................................


A. Catatan untuk Pengajar ...................................................................
B. Kasus ..........................................................................................

50
50
58

Studi Kasus 3: Pemasaran Kelapa di Provinsi Quezon, Filipina.......................


A. Catatan untuk Pengajar ...................................................................
B. Kasus ..........................................................................................

71
71
80

Studi Kasus 4: Pemasaran Karet di Thailand Utara.....................................


A. Catatan untuk Pengajar ...................................................................
B. Kasus ..........................................................................................

95
95
104

Studi Kasus 5: Pemasaran Mete di Provinsi Dak Nong dan Binh Phuoc, Vietnam.
A. Catatan untuk Pengajar ...................................................................
B. Kasus .........................................................................................

119
119
127

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- vii -

Daftar Tabel Panduan


Tabel 1. Andil Asia dalam Produksi dan Konsumsi Produk Kehutanan menurut
Jenis dan Persentase ..........................................................

Tabel 2. Isu dan Perhatian pada Pemasaran Produk Agroforestry terpilih di


Negara-negara anggota SEANAFE: pemahaman dari studi kasus .......

Tabel 3. Rincian Kerangka Kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry dari


SEANAFE .........................................................................

15

Tabel 4. Bahan bacaan yang disarankan untuk sub-sub tema dari Kerangka
Kurikulum .......................................................................

19

Table 5. Tata waktu yang disarankan untuk jangka Satu Semester dalam
pengajaran Pemasaran Produk Agroforestry menggunakan kerangka
kurikulum SEANAFE ............................................................

21

Tabel 6. Penerapan studi kasus yang disarankan dalam pengajaran beberapa


sub tema dari kerangka kurikulum Pemasaran produk Agroforestry
dari SEANAFE ...................................................................

24

Daftar Gambar Panduan


Gambar 1. Alur kegiatan Proyek Pemasaran produk Agroforestry dari SEANAFE ............ 5
Gambar 2. Kerangka Kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry dari SEANAFE ............. 12

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

1.

-1-

Proyek Pemasaran Produk-Produk Agroforestry dari


SEANAFE

Fase kedua dari proyek Southeast Asian Network for Agroforestry Education (SEANAFE)
dirancang untuk memungkinkan para pendidik dari lebih 80 universitas dan akademi di Asia
Tenggara untuk saling berbagi pengetahuan dan mengembangkan alat pengajaran yang
memperhatikan perpaduan antara: 1) konservasi lingkungan dan 2) pengentasan
kemiskinan. Telah diketahui bahwa perpaduan yang kompleks dari kedua bidang tersebut
harus ditangani secara menyeluruh dan terintegrasi jika proyek-proyek bertujuan
membantu berjuta-juta petani kecil memperoleh keuntungan dari pemasaran komersial
yang pada saat yang bersamaan membantu mereka mengelola lanskap lokal. Oleh
karenanya, Proyek SEANAFE Fase 2 terutama ditujukan untuk mendidik generasi muda Asia
Tenggara baik dari kalangan pendidik, ilmuwan, maupun pemimpin politik tentang
pentingnya isu-isu konservasi lingkungan dan pengentasan kemiskinan, serta
mengembangkan kemampuan generasi muda yang baru saja memasuki jenjang pendidikan
tinggi di bidang kehutanan dan pertanian, sehingga mereka dapat menjalankan kebijakan
yang efektif di masa depan. SEANAFE melalui dukungan dana dari Swedish International
Development Cooperation Agency (Sida), mengorganisir sejumlah kegiatan Fase 2 yang
merupakan suatu rangkaian proyek-proyek regional yang terdefinisi baik untuk
diimplementasikan dari bulan Mei 2005 sampai April 2009. Tema-tema proyek ini adalah:
(a) Pemasaran Produk Agroforestry, (b) Analisis Lanskap Agroforestry, dan (c) Kebijakan
Kehutanan dan Lingkungan.
Proyek Pemasaran Produk Agroforestry dibuat dengan mengenali kenyataan bahwa bidang
pemasaran tidak diajarkan secara memadai dalam program-program maupun kuliah-kuliah
kehutanan dan pertanian di sebagian besar universitas dan akademi di Asia Tenggara.
Kurangnya penekanan terutama pada keterkaitan antara produsen dan konsumen,
pemasaran, pengolahan pasca panen, dan sistem usahatani skala kecil. Oleh karenanya,
proyek ini merupakan suatu upaya untuk memahami sepenuhnya keluasan aspek-aspek
sosial ekonomi dari pemasaran produk-produk agroforestry yang dapat memperbaiki dan
menjamin keterlibatan penuh dari petani kecil dalam memperbaiki kehidupan mereka.
Secara umum, tujuan proyek ini adalah meningkatkan pengetahuan dan keahlian para
pengajar agroforestry dan para lulusan universitas di Asia Tenggara dalam Pemasaran
Produk Agroforestry dengan penekanan pada bagaimana pemasaran dapat memperbaiki
kehidupan masyarakat miskin. Proyek ini memiliki tujuan spesifik sebagai berikut:
1. Meninjau dan memahami prinsip-prinsip untuk melibatkan petani kecil dalam
pemasaran produk agroforestry;
2. Mengidentifikasi dan mengkarakterisasi tipe-tipe kunci pemasaran untuk produk
agroforestry di Asia Tenggara;
3. Memperkuat pengajaran pemasaran produk agroforestry di universitas dan akademi
di Asia Tenggara melalui pengembangan bahan ajar dan modul kurikulum dalam
bahasa Inggris dan bahasa nasional; dan
4. Meningkatkan kemampuan pengajaran di universitas dan akademi berkaitan dengan
pemasaran produk agroforestry.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

-2-

Di bawah proyek Pemasaran Produk Agroforestry, tim-tim negara dibentuk untuk


membantu mencapai tujuan-tujuan tersebut. Setiap tim terdiri paling sedikit 4 anggota
tim dari lembaga-lembaga yang menjadi anggota SEANAFE. Selama dua tahun, tim-tim
tersebut melakukan berbagai kegiatan dalam dua fase proyek sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 1.
Proyek Pemasaran Produk Agroforestry, sebagai suatu kegiatan pembangunan kemampuan
atau kapasitas dari SEANAFE mengadopsi pendekatan tim dan partisipatif untuk:

Meningkatkan pembelajaran dari anggota-anggota tim negara dalam Pemasaran


Produk Agroforestry dan menerapkan pengetahuan dan pengalamannya tersebut
sambil melakukan berbagai kegiatan proyek (bersifat learning by doing), hingga
dalam penulisan studi kasus dan kerangka kurikulum;

Menggunakan kesempatan tersebut untuk pengembangan kurikulum secara


partisipatif diantara tim-tim negara sebagai suatu hasil dari saling berbagi
pengertian dan pengalaman saat workshop kedua proyek;

Memaksimumkan konsensus yang terbangun diantara tim-tim negara untuk


menambah pemilikan hasil proyek ke arah penguatan advokasi pada Pemasaran
Produk Agroforestry.

Untuk Fase pertama, kegiatan proyek Pemasaran Produk Agroforestry melingkupi


penyelenggaraan dua sesi pelatihan/workshop dan pengembangan kerangka kurikulum dan
studi kasus negara terhadap beberapa produk agroforestry. Pelatihan regional pertama
yang dikombinasikan dengan workshop perencanaan dilaksanakan pada tanggal 21-26
November 2005 di Bangkok, Thailand. Komponen pelatihan memberikan pengetahuan
terbaru tentang hasil-hasil penelitian terakhir, alat dan metoda yang berkaitan dengan
pemasaran agroforestry. Komponen workshop memungkinkan tim-tim negara menyusun
garis besar proposal untuk studi kasus mereka, termasuk tujuan dan hipotesa, dan
menentukan kegiatan dan petunjuk untuk melaksanakan Fase 1 dari proyek. Tim-tim
negara kemudian menyerahkan proposal studi kasus mereka dan memperbaikinya
berdasarkan komentar dan saran-saran dari Penasihat Teknis SEANAFE. Kontrak
ditandatangani dengan lembaga dari ketua tim negara pada akhir tahun 2005 dan awal
tahun 2006 dengan proposal akhir sebagai lampiran kontrak. Tim-tim tersebut mencoba
menerapkan apa yang mereka peroleh selama pelatihan dan workshop dengan melakukan
analisis pemasaran mete di Indonesia dan Vietnam, bambu di Laos, kelapa di Filipina, dan
karet di Thailand. Studi-studi kasus negara tersebut bertujuan untuk menyediakan bahan
dalam rangka pengembangan kerangka kurikulum dan bahan ajar dalam subyek tersebut.
Pada tanggal 6-7 Maret 2006, SEANAFE melihat kebutuhan untuk mengorganisir suatu
pertemuan tambahan para ketua tim untuk memadukan kerja tim-tim tersebut. Bersamasama dengan Penasihat Teknis SEANAFE, tiga orang narasumber yaitu Joost Foppes dari
SNV; Joel Tukan (sebelumnya adalah staf ICRAF); dan Michael Victor (penasihat Informasi
dan Komunikasi NAFRI), memberikan input-input teknis ke dalam pekerjaan ketua-ketua
tim negara saat pertemuan di Laos. Pertemuan tersebut menjelaskan perbedaan
pelaksanaan penelitian dan studi kasus, dan menyatakan kembali kepada para ketua tim
negara mengenai penggunaan hasil-hasil proyek, terutama untuk pengajaran pada tingkat
sarjana. Dalam pertemuan ini para ketua tim juga mendiskusikan dan mengembangkan
garis besar untuk laporan studi kasus mereka.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

-3-

Enam bulan setelah dilakukan studi kasus, tim-tim tersebut bertemu kembali di Chiang
Mai, Thailand pada tanggal 15-18 Agustus 2006. Workshop regional kedua ini bertujuan
untuk mempersentasikan dan membandingkan hasil-hasil penelitian dan pengalaman,
menyusun kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry dan mengubah studi-studi
kasus menjadi bahan ajar yang sesuai. Dalam mengembangkan kerangka kurikulum, para
tim mengidentifikasi isu-isu dan perhatian yang muncul dalam laporan-laporan studi kasus
di masing-masing negara. Isu-isu dan perhatian tersebut kemudian dikategorisasikan dan
diangkat menjadi modul-modul kunci dari kerangka kurikulum. Modul-modul kunci yang
lainnya, walaupun tidak didiskusikan secara penuh dalam laporan setiap negara, juga
ditambahkan kedalam kerangka kurikulum sebagaimana dipertimbangkan oleh tim-tim
tersebut.
Bervariasinya laporan-laporan studi kasus tersebut, bagaimanapun, menyulitkan dalam
mengubahnya menjadi bahan ajar. Oleh karena itu, tim-tim negara tersebut diminta
mengindentifikasi paling sedikit tiga kekuatan dari studi kasus mereka dalam hubungannya
dengan tema-tema kunci dari kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry.
Kemudian tim-tim tersebut mengembangkan kerangka pengajaran untuk modul-modul
kunci yang telah diidentifikasi. Kerangka pengajaran ini berisi isu-isu dan titik-titk
pembelajaran pada tema modul kunci berdasarkan studi kasus yang akan dikembangkan
kemudian, panduan pertanyaan untuk mendiskusikan isu-isu, dan poin-poin pembelajaran
serta metoda pengajaran yang disarankan untuyk digunakan. Workshop secara resmi
melengkapi Fase 1 dari proyek Pemasaran Produk Agroforestry.
Periode transisi antara Fase 1 dan Fase 2 dari proyek Pemasaran Produk Agroforestry
difokuskan pada penghalusan hasil-hasil proyek Fase 1 dan memungkinkan tim-tim negara
untuk mengembangkan proposal untuk pelaksanaan Fase 2. Sebagaimana disetujui dalam
workshop regional kedua, SEANAFE menyewa jasa konsultan luar untuk mengembangkan
sepenuhnya kerangka pengajaran menjadi suatu format dan cakupan yang sesuai untuk
pengajaran dan penerjemahan (dalam hal ini disebut sebagai bahan pengajaran studi
kasus) ke dalam bahasa lokal dari tim-tim negara tersebut. Antara bulan November 2006
dan Januari 2007, draft bahan pengajaran studi kasus diberikan kepada tim-tim negara
untuk dikomentari dan pengesahan. Tim-tim negara tersebut juga diminta untuk
melengkapi informasi yang belum lengkap dan memperbaiki bahan ajar studi kasus
berdasarkan komentar dan saran-saran dari konsultan luar dan penasihat teknis SEANAFE.
Pada bulan Februari 2008, penasihat teknis SEANAFE menyampaikan versi hasil pengemasan
kembali dari bahan-bahan studi kasus dan mendistribusikannya kepada para ketua tim
untuk persetujuan dan penterjemahan.
Fase 2 Proyek Pemasaran Produk Agroforestry terutama terdiri dari penerjemahan bahan
ajar studi kasus ke dalam bahasa nasional dari tim negara tersebut dan pelaksanaan
pelatihan dalam negeri tentang penggunaan hasil-hasil proyek. Sebelum Fase 2 Proyek
Pemasaran Produk Agroforestry secara resmi diluncurkan, SEANAFE mengorganisir
pertemuan ketua tim pada tanggal 8-10 Maret 2007 di Bogor, Indonesia. Tujuan pertemuan
tersebut adalah: 1) peninjauan kembali dan finalisasi cakupan tema-tema kunci dari
kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry; 2) finalisasi bahan studi kasus untuk
penerjemahan ke dalam bahasa nasional negara-negara anggota SEANAFE; 3) finalisasi
proposal tim-tim negara untuk implementasi Fase 2; 4) persetujuan proses-proses utama
dan kegiatan dasar yang akan dilakukan oleh setiap tim negara untuk Fase 2 proyek,
termasuk disain pelatihan dalam negeri; 5) persetujuan terhadap ketentuan-ketentuan

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

-4-

yang harus dilakukan (term of reference) tim-tim negara dalam melaksanakan kegiatankegiatan Fase 2 proyek; 6) memberikan orientasi kepada tim-tim negara tentang beberapa
kiat praktis untuk mengorganisir dan melaksanakan suatu pelatihan dalam negeri dalam
bidang Pemasaran Produk Agroforestry; dan 7) persetujuan pada tata waktu dari
pelaksanaan kegiatan proyek. Kontrak dibuat agar tim-tim negara dapat melaksanakan
kegiatan-kegiatan Fase dari proyek dari bulan April sampai Oktober 2007. Dalam kasus
Filipina, penerjemahan bahan studi kasus ke dalam bahasa nasional tidak dilakukan karena
media pengajaran di universitas dan akademi di sana dalam bahasa Inggris.
Sejumlah 109 pengajar, peneliti dan penyuluh dari 72 organisasi pengajaran, sebagian
besar adalah anggota SEANAFE mengikuti pelatihan dalam negeri. Detailnya adalah sebagai
berikut:
Filipina: 28 staf pengajar dari 28 lembaga anggota Philippine Agroforestry Education and
Research Network (PAFERN) pada tanggal 29-31 Mei 2007 di Training Center for Tropical
Resources and Ecosystems Sustainability (TREES), University of the Philippines Los Banos
(UPLB), Laguna.
Indonesia: 21 staf pengajar dari 16 lembaga anggota Indonesian Network for Agroforestry
Education (INAFE) pada tanggal 25-27 Juli 2007 di Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Laos: 20 staf pengajar dari 10 lembaga anggota Laos Network for Agroforestry Education
(LaoNAFE) pada tanggal 13-15 Augustus 2007 di Vangvieng, Vientiane.
Vietnam: 19 staf pengajar dari 8 lembaga anggota Vietnam Network for Agroforestry
Education (VNAFE) pada tanggal 28-31 Augustus 2007 di Hotel Dam San, Buon Ma Thuot
City.
Thailand: 21 staf pengajar, peneliti, dan penyuluh dari 10 lembaga anggota ThaiNAFE dan
lembaga penelitian (4) dan lembaga penyuluhan (1) pada tanggal 5-7 September 2007 di
Universitas Chiangmai, Chiangmai.
Melalui jaringan nasional SEANAFE, hasil-hasil proyek diharapkan untuk disosialisasikan
diantara lembaga-lembaga anggota SEANAFE. Apabila memungkinkan, dukungan untuk timtim negara akan diberikan untuk melakukan advokasi kebijakan dari rekomendasirekomendasi yang mereka susun yang ditujukan kepada isu-isu yang terdefinisi dalam
penelitian mereka.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Fase 1

-5-

Fase 2

Pelatihan dan
workshop
regional yang
melibatkan timtim negara

Pelaksanaan
penelitian
nasional

Workshop
regional kedua
(peresentasi
hasil-hasil
penelitian dan
menyusunan
draft bahan
ajar studi
kasus)

Pengembangan
dan finalisasi
bahan-bahan
studi kasus

National scaling
up
(penterjemahan
dan pembuatan
bahan ajar dan
pelatihan dalam
negeri)

Pelembagaan
dampak proyek

November 2005

Desember 2005Juli 2006

Agustus 2006

September
2006- Februari
2007

Maret
September 2007

NovemberDesember 2007

Gambar 1. Alur Kegiatan Proyek Pemasaran Produk Agroforestry

2. Kerangka Kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry


Pendahuluan
Suatu kurikulum dapat dikembangkan dengan menggunakan berbagai pendekatan. Cara
apapun yang dipilih, komponen umum dan terpenting adalah identifikasi kebutuhan serta
target atau sasaran pembelajar. Kebutuhan ini dapat ditemukan dalam berbagai kondisi
kontekstual yang melingkupi sasaran pembelajar.
Sebagaimana disebutkan dalam bagian sebelumnya dari panduan ini, proyek Pemasaran
Produk Agroforestry adalah suatu upaya SEANAFE untuk menghasilkan suatu kerangka
kurikulum, termasuk bahan-bahan ajar, menggunakan suatu pendekatan studi kasus.
Sebagai suatu kerangka yang mengintegrasikan pengalaman-pengalaman dan pengetahuanpengetahuan dari berbagai pihak yang terlibat dalam proyek. Terkecuali untuk sesi
pelatihan dalam negeri yang dilakukan antara bulan Mei dan September 2007 dalam rangka
memberikan orientasi kepada 109 pengajar dari lembaga anggota SEANAFE tentang
kerangka kurikulum, proyek ini belum melalui tahap implementasi dan evaluasi siklus
pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, kerangka ini terbuka untuk pengembangan
lebih lanjut, pengujian contoh dan evaluasi, untuk menjamin bahwa kerangka ini sesuai
dengan kebutuhan dari pengguna potensial. Kerangka ini, bagaimanapun sangat berguna
untuk membekali sasaran pembelajar dengan pandangan yang menyeluruh tentang
bagaimana pengusaha agroforestry skala kecil dapat berpartisipasi secara penuh dalam
pemasaran.
Kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry ini dilengkapi dengan bahan ajar studi
kasus untuk membantu mengajarkan tema-tema dan topik-topik yang terdapat dalam
Bagian 3 dari panduan ini. Beberapa panduan umum dalam mengimplementasikan kerangka
kurikulum ini disediakan dalam bagian ini.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

-6-

Kondisi Kontekstual
Empat kondisi kontekstual dapat membantu memahami dan mengapresiasi penyusunan
kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry dari SEANAFE. Kempat kondisi
kontekstual tersebut adalah: a) status dan permintaan hasil hutan kayu dan hasil hutan
bukan kayu; b) keterkaitan antara pengentasan kemiskinan dan konservasi hutan dengan
kelestarian; c) isu-isu pemasaran dan perhatian yang mengemuka dari penelitian-penelitian
pemasaran produk agroforestry yang dipilih; dan d) kebutuhan pendidikan utama dari
lembaga-lembaga kehutanan di wilayah Asia Tenggara.

A. Permintaan terhadap hasil-hasil hutan dan hasil hutan bukan kayu serta jasa-jasa
hutan di Asia Tenggara
Asia-Pacific Forestry Sector Outlook Study (APFSOS, 1998) memperlihatkan bahwa
permintaan untuk sejumlah hasil hutan dan hasil hutan bukan kayu, termasuk jasa-jasa,
secara umum meningkat baik dalam kompleksitas maupun cakupan di seluruh wilayah.
Berkaitan dengan hasil-hasil hutan, Asia bersama dengan Amerika Utara dan Eropa
dipandang sebagai produsen maupun konsumen utama. Penawaran hasil-hasil hutan yang
melimpah sama halnya dengan pasar konsumen, menjadi karakteristik kawasan ini. Namun
demikian, statistik baru-baru ini memperlihatkan bahwa kawasan ini masih menjadi
konsumen netto, walaupun disokong dengan sumberdaya hutan yang melimpah (Tabel 1).
Cina, Jepang, Malaysia dan Indonesia adalah produsen utama hasil kayu di kawasan ini,
sedangkan Jepang Cina, Korea, Indonesia dan Taiwan mendominasi produksi kertas dan
papan partikel.
Di Asia Tenggara, Malaysia dan Indonesia keduanya telah menggunakan sumberdaya hutan
secara signifikan dan terlibat dalam ekspor besar industri hasil-hasil hutan. Walaupun
demikian, krisis ekonomi Asia tahun 1997 telah sangat mempengaruhi dan menurunkan
permintaan atas hasil-hasil hutan di kawasan ini.
Walaupun Cina tidak dipertimbangkan sebagai bagian dari Asia Tenggara, namun
merupakan salah satu pendorong ekonomi sejauh menyangkut impor hasil-hasil hutan. Cina
memiliki pertumbuhan ekonomi yang kuat dan produksi kayu bulat per kapita yang rendah,
sama halnya dengan halangan kebijakan yang kuat atas produksi domestik dari hutan-hutan
alam dan hutan tanaman (Sun, et. al., 2007).
Tabel 1. Andil Asia pada produksi dan kosumsi global dari hasil-hasil hutan berdasarkan
jenis dan persentase
Hasil-hasil Hutan

Produksi (%)

Konsumsi (%)

Kayu industri

18

22

Papan/panel kayu

24

27

Bubur kertas

21

26

Kertas dan papan kertas

29

32

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

-7-

Di negara-negara Asia Tenggara utamanya Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar,


Kamboja dan Laos merupakan pengekspor kayu keras bulat dan kayu papan. Hanya
Indonesia, Malaysia dan Kamboja pengekspor kayu lapis dan hanya Indonesia dan Thailand
yang mengekspor bubur kertas menggunakan akses masuk ke Cina.
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) pada tingkat lokal terdiri dari bahan pangan, pakan, obatobatan dan bahan bangunan seperti bambu dan rotan. HHBK meliputi suatu aspek penting
dari hasil hutan. AFSOS melaporkan bahwa Asia Tenggara, sebagai bagian dari kawasan
Asia-Pasifik, tercatat sebagai pengekspor lebih dari 40% HHBK dunia dan hal ini
memberikan lapangan kerja bagi suatu sektor yang nyata dari penduduknya. Industri rotan
Indonesia saja melibatkan sekitar 200.000 masyarakat lokal, sedangkan lebih dari 320.000
orang Vietnam terlibat dalam produksi HHBK. Walaupun demikian, kontribusi nyata dari
sektor HHBK dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan tetap dibawah perkiraan
dan tidak jelas bahkan sampai sekarang.
Ketika permintaan hasil-hasil hutan dan HHBK meningkat menyebabkan lahan hutan
menyusut dengan cepat disertai dengan deforestasi. Menurut FAO dalam Global Forest
Resources Assessment 2005 (sebagaimana dirujuk dalam Greenfacts) deforestasi atau
konversi hutan menjadi lahan pertanian terus berlangsung dengan kecepatan tinggi yang
membahayakan. Sumber yang sama menuturkan bahwa penurunan areal hutan seluruh
dunia sekitar 0,22% per tahun dalam periode 1990-2000 dan 0,18% per tahun antara tahun
2000 dan 2005.
Di Asia Tenggara sekitar 190 juta hektar tutupan hutan hilang dalam kurun waktu kurang
dari satu abad (1900-1989). Suatu kasus ditunjukkan oleh Indonesia, yang bertanggung
jawab atas 10% dari hutan hujan dunia, yang mana lebih dari sejuta hektar hutannya
ditebang setiap tahun. Penurunan yang cepat dari lahan hutan alam Asia merefleksikan
kegagalan sistem pengelolaan konvensional untuk menjamin keberlanjutan eksositem yang
beraneka dan penting tersebut. Pada masa lalu, dalam rangka mencari pendapatan valuta
asing pemerintah mendorong eksploitasi kayu secara cepat dan menyewakan areal yang
luas kepada perusahaan-perusahaan swasta yang dikontrol oleh perusahaan multinasional
dan orang-orang yang memiliki kekuatan secara ekonomi dan politik.
Jumlah penduduk yang terus meningkat dengan cepat mengakibatkan semakin kuatnya
tekanan terhadap hutan dan HHBK, sehingga dianggap perlu adanya pembaharuan
pengaturan mengenai akses dan pengelolaan hutan, termasuk pengolahan dan pemasaran
hasil hutan. Hal ini mengharuskan suatu pemahaman yang jelas dari peranan seluruh para
pihak, termasuk lembaga-lembaga pendidikan yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
generasi penerus dari pembuat kebijakan, peneliti dan pengusaha; orang-orang yang akan
membuat keputusan yang jauh jangkauannya atas kondisi masa depan hasil-hasil hutan dan
HHBK.

B. Kaitan antara Pengentasan Kemiskinan dan Konservasi Hutan dengan Kelestarian


Penghidupan
Sektor industri adalah yang paling bertanggung jawab atas kerusakan yang cepat dari
tutupan hutan, hal yang sama juga berlaku bagi rumah tangga-rumah tangga skala kecil

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

-8-

yang sumber penghidupannya tergantung pada hutan. Dari sekitar 80 persen petani kecil di
Asia (dengan luas pemilikan lahan kurang dari 0,6 ha), sejumlah besar persentase dari
rumah tangga tersebut terlibat dalam budidaya tanaman campuran atau agroforestry
dengan produktivitas yang rendah dan kesuburan lahan yang semakin menurun (Da Costa
dan Sangakkara, 2006; Kumar 2006). Kelompok petani kecil ini biasanya menggambarkan
sektor ekonomi pedesaan yang semakin miskin.
Kaitan antara kemiskinan, konservasi dan kelestarian penghidupan telah lama sekali
menjadi suatu isu. Terdapat suatu pembelajaran bahwa upaya-upaya konservasi akan lebih
efektif dilakukan dengan keterlibatan dari petani-petani kecil khususnya dengan dampak
yang ditunjukkan pada penghidupan dan pengentasan kemiskinan. Kelestarian penghidupan
dari agorofarestry sangat tergantung pada kemampuan memasarkan produk-produknya.
Namun demikian, tidak seperti komoditi pertanian semusim yang dapat tersedia dengan
cepat tetapi dengan pasar yang relatif tanpa kompromi, pasar untuk beberapa produk
agroforestry tidak selalu nyata atau jelas kelihatan (USDA, 2003). Seringkali petani kecil
harus secara aktif memasarkan sendiri produk-produknya untuk menjamin kelangsungan
penghidupannya. Diantara produksi dan pemasaran, petani-petani kecil mungkin harus
melakukan penambahan nilai atas produknya (penyimpanan, pengolahan, dll.) untuk
mempertinggi kemungkinan menemukan dan menjangkau pasar untuk produk-produk
mereka.

C. Skenario Pemasaran Produk-produk Agroforestry: Beberapa pengetahuan dari


studi kasus di Asia Tenggara
Pada analisis lebih lanjut dari studi-studi kasus hasil penelitian tim masing-masing negara,
isu-isu dan perhatian yang berhubungan dengan pemasaran dari produk-produk
agroforestry yang dipilih, dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu: a) sosial
ekonomi; b) lingkungan pemungkin; c) sistem produksi dan praktik konservasi; d)
penambahan nilai (termasuk pasca panen); dan e) perhatian yang berhubungan dengan
pemasaran lainnya (Tabel 2).
Tabel 2. Isu-isu dan perhatian dalam pemasaran beberapa produk agroforestry di Negara-negara
anggota SEANAFE: Pemahaman dari studi kasus di setiap negara

Isu-isu dan Perhatian


Sosial
Ekonomi
Filipina
(kelapa dan
produk
sampingan)

Pendapatan
yang
terbatas
Fluktuasi
harga yang
rendah dan
tinggi

Lingkungan
Pemungkin
Aturan
standar yang
buruk
Jalan dari
lahan
pertanian ke
pasar tidak
memadai

Sistem produksi,
praktik dan prilaku
konservasi
Rendahnya
produktivitas
usahatani
Sedikitnya surplus
yang dapat
dipasarkan
Ketidakmampuan
penanaman
kembali
Penghindaran
dari aturan
pengecekan

Penambahan
Nilai (termasuk
pasca panen)
Terbatasnya
nilai tambah
dan opsi
pemasaran
Praktik
penanganan
pasca panen
yang buruk
Waktu panen
yang tidak
tepat
Teknologi
pengolahan

Produk dan
Pasar

Akses yang

tidak memadai
ke pasar yang
menguntungkan
Terbatasnya
pengembangan
produk
Produk yang
buruk dan tidak
konsisten
Kurangnya
keahlian teknis
dan wirausaha

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

-9-

Isu-isu dan Perhatian

Laos
(Bambu)

Vietnam
(Mete)

Indonesia
(Mete)

kopra yang
ketinggalan
jaman
Fasilitas
penyimpanan
kopra yang
terbatas dan
buruk

Terbatasnya

Kurangnya
fasilitas
penyimpanan
dan
pengeringan

Rantai

kontrol kualitas

Buruknya

hubungan
dengan pasar
tingkat atas

Kemiskinan
Rendahnya

kekuatan
tawar
menawar
petani
produsen
Keterlibatan
petani
produsen
dalam
kegiatan
ilegal dan
tidak lestari
untuk
memperoleh
tambahan
pendapatan
Rendahnya
pendapatan
petani kecil,
khusunya
masyarakat
adat

Rendahnya
tingkat
pendidikan
petani
produsen
Pemilikan
lahan yang
sempit
Rendahnya
kekuatan
tawar

Kondisi biofisik

dan sosial
ekonomi yang
tidak
menguntungka
n menghalangi
pemasaran
mete dengan
harga yang
lebih baik
Kurangnya
konsultasi
pemasaran dan
kebijakan
pemerintah
tentang
informasi
harga pasar

(Studi juga
menemukan bahwa
skala produksi tidak
mempengaruhi
harga di tingkat
petani)

Sistem grading
hanya
berdasarkan
tampilan fisik
(% biji pecah)
karenanya
umur, ukuran,
warna,
kelembaban
tidak
diperhitungka

pemasaran yang
panjang dan
didominasi oleh
pedagang
pengumpul
Fluktuasi
harga
Petani selalu
berhutang
sehingga
mendorong
mereka
menjual dengan
harga rendah
Minimal akses
ke informasi
yang dapat
dipercaya
Pengepakan
yang buruk
sering
berakibat
rusaknya
produk
Tidak ada
branding dan
promosi
karena
hambatan

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 10 -

Isu-isu dan Perhatian


menawar
petani

Thailand
(Karet)

Produsen
skala kecil,
relatif
miskin modal
dan rentan
terhadap
goncangan
harga karet

finansial dan
kurangnya
pengalaman
Terbatasnya
informasi dan
sumber
informasi
Beberapa
produsen
telah
membentuk
koperasi untuk
menjual
karet, namun
aksi kelompok
belum secara
luas
dipraktikan
dibandingkan
dengan
penjualan
individual

Pendapatan yang terbatas karena kepemilikan lahan yang sempit yang berakibat rendahnya
tingkat produksi, merupakan isu sosial ekonomi yan paling banyak dirujuk dalam lima studi
kasus. Rendahnya kemampuan teknis para produsen untuk meningkatkan sistem produksi
serta lemahnya lingkungan pemungkin, dikarakteristikkan oleh kebijakan dan aturan yang
kurang dipersiapkan, tidak membantu dan kenyataannya malah mendorong produsen
kecil/petani pengumpul hasil hutan untuk melakukan perdagangan ilegal. Walaupun
segalanya memungkinkan, hanya sebagian kecil dari mereka yang memiliki kelebihan
panen yang dapat dijual ke pasar. Kekurangmampuan petani dalam pasca panen
mempengaruhi kualitas produk mereka dan potensi nilai tambahnya. Hal ini membatasi
kemampuan mereka untuk memperoleh harga yang lebih baik untuk produk mereka. Selain
itu akses ke pasar dan informasi pasar yang sulit semakin membatasi mereka untuk
memperoleh harga yang baik. Kurangnya produk dan standar kualitas (atau jikapun ada,
kurangnya pengetahuan tentang hal itu) semakin menghalangi dalam memperoleh
penghidupan yang layak dari kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan hutan dan
agroforestry. Kasus-kasus di beberapa negara menggarisbawahi dampak yang tak terhingga
dari lingkungan pemungkin yang tidak sesuai atau diinginkan (kebijakan dan aturan). Halhal tersebut semakin memarjinalkan para petani kecil lahan kering dan semakin membatasi
akses mereka ke pasar dan kemungkinan integrasi ke dalam rantai agroforestry.

D. Beberapa Kebutuhan Utama dari Lembaga Pendidikan di Asia Tenggara


SEANAFE dengan 84 lembaga yang menjadi anggota di lima negara Asia Tenggara
menunjukkan bahwa kawasan ini sama sekali tidak kekurangan dalam hal universitas dan
akademi yang menawarkan kuliah kehutanan dan kuliah lainnya yang berkaitan. Walaupun
pentingnya hutan dan sektor kehutanan semakin meningkat, kapasitas lembaga-lembaga
kehutanan untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas semakin menurun yang
ditunjukkan dengan penurunan jumlah mahasiswa yang mendaftar di Fakultas atau Jurusan

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 11 -

Kehutanan di sebagian besar negara-negara Asia Tenggara. Hal ini dapat dihubungkan
dengan kualitas dan relevansi program kurikulum dan bahan ajar yang disediakan oleh
lembaga pendidikan tersebut. Dalam sebagian besar kasus, kurikulum dan bahan ajar yang
ada telah ketinggalan jaman. Lembaga-lembaga pendidikan kekurangan sumberdaya,
keahlian, pada sampai tingkat tertentu kemauan politis untuk melakukan pengembangan
kurikulum secara mendalam dan meninjau kembali dari perspektif kemasyarakatan yang
baru.
Skenario ini tidak hanya mempengaruhi citra dari profesi kehutanan, tetapi juga
mempersempit kesempatan kerja bagi para lulusan. Kecuali para pengajar melakukan
kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas seperti pelatihan dan penelitian, kurikulum yang
ditawarkan tidak akan membaik yang artinya tidak akan ada perbaikan kualitas dan jumlah
bahan ajar. Dalam bidang inilah mekanisme untuk kerjasama regional dan nasional
diantara
lembaga-lembaga pendidikan, seperti SEANAFE, terbukti relevan karena
memungkinkan mereka untuk saling berbagi pengalaman dan sumberdaya. Proyek
Pemasaran Produk Agroforestry SEANAFE adalah jelas merupakan contoh dari hal tersebut.

Kerangka Kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry


Bagian ini mendiskusikan ciri-ciri pembeda, cakupan tematik dan modul-modul dari
kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry. Sebagaimana disampaikan
sebelumnya, kerangka ini menggabungkan isu-isu yang disaring dari situasi negara dan
wilayah baru-baru ini yang sebaiknya ditujukan dalam bentuk pilihan dan campuran tematema dan bagaimana usulan penanganannya. Kerangka kurikulum ini diharapkan untuk
memperkuat dan meningkatkan kapasitas dari pembelajar untuk merespon perubahan
lingkungan dan mengarah ke suatu proses yang lestari untuk pemasaran agroforestry.
Gambar 2 memperlihatkan kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 12 -

PEMASARAN PRODUK AGRFORESTRY

Pengembangan
Agroforestry
di Asia
Tenggara

Kelestarian
dan
Pengembangan
Agroforestry

Keadaan
Agroforestry
di Asia
Tenggara

Konsep
konsep
dan
Proses
Pemasar
-an

Kelestarian
Produksi,
Perdagangan
dan
Konsumsi

Pengem
-bangan
Produk

Pengem
bangan
dan
Promosi
Usaha

Introduk
si dan
Analisi
Rantai
Nilai

Analisis rantai
nilai dan
pengembangan
Usahatani

Kebija
kan,
Aturan
,Pajak
dan
Pungut
an

Kelem
bagaan
dan
Tata
Kelola

Lingkungan
Pemungkin

P
E
N
G
U
A
T
A
N
P
E
N
G
E
T
A
H
U
A
N
&

Pensituasian

Peninjauan
Konsep

Pembangunan
Keahlian

Penerapan
Pembelajaran

KEAHLIAN

Gambar 2. Kerangka Kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry

Ciri-Ciri (Fitur) Pembeda


Kerangka kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry mengadopsi suatu pendekatan proses
(process approach) dimana penekanan adalah pada perluasan persepsi dari pembelajar
agar memudahkan mereka mengkoseptualkan isu-isu yang relevan dalam agroforestry.
Pendekatan proses ini pada dasarnya merupakan suatu penerjemahan dari pengertian
teoritis dan pengetahuan ke dalam alat-alat yang dapat diterapkan pada situasi profesional
terbaru atau suatu saat nanti dari si pembelajar. Para pembelajar diharapkan memperoleh
pemahaman yang mendalam mengenai agroforestry sebagai suatu sistem, menyambungkan
isu-isu, dan menyarankan adanya tambahan pembekalan menyangkut pemasaran untuk
memudahkan pekerjaan mereka setelah mereka lulus.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 13 -

Apa yang membedakan kerangka kurikulum ini dari kurikulum agroforestry yang telah ada
di kawasan Asia Tenggara adalah bahwa kerangka ini menyediakan suatu dasar pemikiran
pembelajaran dimana panduan pembangunan nasional dan regional dipandang dan dinilai
di dalam konteks tantangan global, berdasarkan pada konsep-konsep pasar dan pemasaran
tanpa meninggalkan perhatian akan kelestarian (misalnya, sosial, ekonomi, dan
lingkungan).
Kerangka kurikulum ini juga dapat dikatakan bersifat multidisiplin karena upayanya untuk
memadukan konsep-konsep teknis dan pemasaran dalam konteks rantai agoroforestry dan
diselingi dengan isu-isu yang mencuat dalam ekonomi yang terglobalisasi dengan
permintaan dan struktur pasar yang berubah-ubah.

Isi Kurikulum
Bidang-bidang tematik yang dicakup oleh kerangka kurikulum Pemasaran Produk
Agroforestry adalah:
1. Situasi Agroforestry di Asia Tenggara
2. Kelestarian Produksi, Perdagangan dan Konsumsi Agroforestry di Asia Tenggara
3. Analisis Rantai Nilai dan Pengembangan Usahatani, dan
4. Lingkungan Pemungkin untuk Pemasaran Agroforestry
Tema 1 menyediakan suatu gambaran keadaan agroforestry di kawasan Asia Tenggara
termasuk potensi dan tantangannya berkaitan dengan perhatian global yang mengemuka.
Tema 2 berisi dua sub-tema, yaitu: a) pembangunan dan kelestarian agroforestry, dan b)
konsep-konsep dan proses-proses pemasaran. Sub-tema pertama akan mendiskusikan
agroforestry sebagai suatu sektor dan subsektor-subsektor yang mencakupinya, termasuk
pemasaran dan potensi pengembangannya. Penilaian tentang peranan dan tanggung jawab
dari berbagai aktor di dalam sektor tersebut dalam menjamin pengembangan dan
kelestarian agroforestry juga akan didiskusikan berkaitan dengan tantangan masa kini dan
tantangan potensial. Sub-tema kedua menyediakan suatu pengantar konsep-konsep dasar
pemasaran dan relevansinya dengan agroforestry, perubahan sekenario agroforestry dan
bagaimana dampaknya terhadap penghidupan pengusaha kecil dan masyarakat. Sub-tema
ini juga menyajikan garis besar tahapan-tahapan dasar dalam pemasaran produk
agroforestry melalui penelitian pasar, penyiapan rencana, pelaksanaan dan evaluasi
pemasaran. Teori-teori pemasaran yang disajikan pada Tema 2 merupakan konsep-konsep
persiapan yang akan menuntun ke arah pemahaman yang lebih baik tentang struktur pasar,
pelaksanaan pemasaran dan perilaku yang diwujudkan di bawah Tema 3.
Tema 3 bertujuan untuk memperkuat pemahaman, apresiasi dan keahlian dari para
pembelajar tentang pengembangan produk, analisis rantai nilai dan pengembangan
usahatani. Sub-tema pengembangan produk akan secara khusus mendiskusikan prinsipprinsip dan proses-proses dari konsep awal untuk menentukan bentuk produk (misalnya:
sifat, ukuran, pengepakan, dll.) dengan tekanan pada standar-standar kualitas mutakhir
dan persyaratan sertifikasi produk; pengintegrasian kesadaran lingkungan dengan skema

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 14 -

penetapan harga dan strategi-strategi penempatan produk di pasar. Sub-tema analisis


rantai nilai akan memperkenalkan konsep-konsep dasar seperti aliran produk dan
penambahan nilai pada setiap rantai pelaku pasar; aliran informasi dan sifat keputusan
dalam mengkoordinir rantai; sifat dan tingkat hubungan di dalam rantai yang mengatur
proses-proses dan perilaku-perilaku dari semua yang berkepentingan. Sub-tema ini juga
menyentuh tentang penilaian rantai yang menuju ke arah identifikasi hubungan yang kuat
dan lemah sebagai suatu dasar untuk intervensi dan penguatan rantai pemasaran. Selain
itu sub-tema ini juga mencakup cara-cara dan alat untuk memperkuat integrasi dan
penempatan (positioning) dari rantai agroforestry. Sub-tema pengembangan usahatani,
pada sisi lain, akan menyediakan suatu gambaran tentang konsep-konsep dasar dari usaha
dan kewirausahaan, termasuk proses pengidentifikasian kesempatan, pengembangan ideide menjadi suatu realitas, dan kekakuan suatu rencana bisnis. Pengembangan produk
membutuhkan suatu pemahaman yang jelas tentang pasar yang menjadi tujuan. Oleh
karenanya, pengetahuan tentang rantai komoditas dan nilai tambah yang yang terjadi
sepanjang rantai tersebut akan mengarah kepada suatu konsep produk yang lebih baik yang
perlu untuk dikembangkan.
Tema 4 difokuskan kepada lingkungan pemungkin dari usaha berbasis agroforestri yang
lestari. Tujuannya adalah untuk menggambarkan tingkat tanggung jawab dari berbagai
lembaga yang terlibat dan bagaimana pengaturan mereka yang baik atau yang buruk
mempengaruhi pelaksanaan perusahaan di dalam suatu rentai agroforestri yang ada.
Desain dari seluruh kurikulum ini diharapkan akan mengarah kepada peningkatan
pengetahuan dan keahlian dari para pembelajar dalam pengembangan usaha agroforestri
yang lestari sehingga akan memperbaiki kualitas hidup.
Rincian dari tujuan, luaran yang diharapkan, alat-alat dan metoda yang disaranklan,
jangka waktu dan cakupan untuk setiap sub-tema dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan
Tabel 4 berisi bahan-bahan bacaan yang disarankan.

Jangka Waktu dan Tata Waktu yang Disarankan


Kuliah memerlukan satu semester regular yang berisi 52 jam belajar dan diskusi serta
tambahan lima hari (minimum) untuk praktik lapang dan kunjungan ke pasar (Tabel 5). Hal
tersebut setara dengan 16 minggu dalam suatu periode empat bulan untuk diskusi dalam
kelas dan satu minggu kunjungan lapang.
Juga dimungkinkan untuk memasukkan suatu aktivitas antara atau proyek pada akhir kuliah
yang melibatkan pelaksanaan penelitian pemasaran agroforestry dan menyajikan hasilnya
dihadapan suatu panel dosen dan pelaku sektor industri yang diundang. Kegiatan ini akan
menjadi suatu tempat untuk mengesahkan (validasi) konsep-konsep yang dipelajari dan
dapat berlaku sebagai suatu faktor motivasi untuk para peserta ajar untuk melakukan atau
membuat suatu usaha agroforestri.
Suatu mata ajaran pilihan tentang organisasi Usaha Agroforestri Skala Kecil dapat menjadi
mata ajaran tambahan untuk peserta ajar yang memiliki ketertarikan khusus atau suatu
rencana jangka panjang untuk membangun usaha agroforestri-nya sendiri.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Tabel 3. Rincian Kerangka Kurikulum Pemasaran Produk Agroforestry SEANAFE


Tema, subtema
dan jangka waktu
yang dianjurkan
Tema 1:
Kondisi dan Tren
Pengembangan
Agroforestry di
Asia Tenggara
4 jam

Tema 2:
Produksi,
Perdagangan dan
Konsumsi
Agroforestry yang
Lestari
Sub tema 2.1:
Pengembangan
dan Kelestarian
Agroforestri
4 jam

Penjelasan Singkat

Tujuan

Luaran Pembelajaran yang


Diharapkan

- 15 -

Alat dan Metode yang


Dianjurkan

Gambaran Agroforestry terkini dari


di kawasan Asia Tenggara,
peranannya dalam pengembangan
ekonomi, dan kesempatan serta
tantangan yang dihadapi yang
berkaitan dengan permasalahan
global saat ini

Memungkinkan mahasiswa untuk:


Mahasiswa mampu
Kuliah singkat
menempatkan organisasi
Memperoleh pengetahuan
Diskusi panel
mereka sendiri dan/atau posisi
mengenai persoalan yang
Debat kelompok
negaranya dalam konteks
mengemuka pada bidang
pengembangan agroforestry
agroforestry
regional dan dapat
Memperluas pemahaman
menyampaikan pemikirannya
mahasiswa mengenai
kedinamisan tema dan sub tema mengenai isu-isu yang dihadapi
sektor agroforestry dan
bidang tersebut
memberikan solusi secara kritis
Meningkatkan keterampilan
teknik manajerial mahasiswa
dalam menempatkan persoalan
pada bidangnya
Menyeimbangkan tantangan-tantangan pemasaran dan lingkungan sebagai tanggapan terhadap produksi yang lestari dan konsumsinya
peninjauan konsep-konsep, latihan dan model pasar dan pemasaran agroforestry termasuk berbagai multi-pihak dan peranannya
dalam proses yang dipandang dari sudut sensitivitas gender.

Sebuah gambaran agroforestri


sebagai suatu sektor
pengembangan, dan terdiri dari
sub sektor-sub sektor termasuk
pasar dan potensi pengembangan
yang mempengaruhi sektor
tersebut. Sebuah penilaian dari
peranan dan tanggungjawab dari
berbagai pelaku sektor tersebut
dalam menjamin pengembangan
dan kelestarian agroforestri yang
juga akan dibahas dari sudut
pandang tantangan masa kini dan
tantangan potensial termasuk isuisu gender

Memungkinkan mahasiswa untuk:


Mengenali pelaku sektor
agroforestri dan sumberdaya
mereka serta produk/hasilnya
Menyeimbangkan tantangantantangan pasar dan lingkungan
sebagai respon atas produksi
yang lestari dan konsumsinya

Mahasiswa mampu
menyampaikan pemikirannya
tentang bidang konflik antara
fungsi lingkungan dengan fungsi
ekonomi dari sektor
agroforestry dari sudut pandang
kelestarian dan mengambil
pandangan dari semua pihak
terkait

Diskusi-kuliah
Perbandingan
analisis skenario

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Tema, subtema
dan jangka waktu
yang dianjurkan
Sub tema 2.2:
Konsep dan Proses
Pemasaran
10 jam

Tema 3:
Analisis Rantai
Nilai dan
Pengembangan
Usaha Agoforestri

Penjelasan Singkat

Tujuan

Luaran Pembelajaran yang


Diharapkan

- 16 -

Alat dan Metode yang


Dianjurkan

Pengenalan terhadap konsep dasar


pemasaran dan relevansinya
terhadap usaha agroforestry,
perubahan skenario agroforestri
dan bagaimana dampaknya
terhadap mata pencaharian dari
petani dan masyarakat, dan
beberapa langkah dasar dalam
pemasaran produk agroforestri
melalui penelitian pasar, persiapan
perencanaan, implementasi dan
pengevaluasian kembali pasar

Memungkinkan mahasiswa untuk:


Mahasiswa menjadi memiliki
Kuliah-diskusi
pengetahuan dalam konsep
Memahami konsep dasar
Latihan kelompok
dasar pemasaran dan persoalan
pemasaran dalam hubungannya
dalam penelitian
yang diaplikasikan pada kondisi
dengan produk-produk
pasar dan
agroforestri dan dapat
agroforestry
pengembangan
mempersiapkan rencana
Mengetahui dampak dari
rencana pemasaran
perubahan skenario agroforestri pemasaran sederhana
Kunjungan
terhadap mata pencaharian
lapangan ke proyek
petani dan masyarakat
agroforestri relevan
Mengembangkan pengetahuan
Analisis SWOT
kerja dalam mempersiapkan
Analisis studi kasus
suatu rencana pemasaran
pendek
Suatu pemahaman dari konsep rantai nilai dan prosesnya serta berbagai pelaku dalam rantai yang menambahkan nilai terhadap
produk melalui rantai, memahami pentingnya pengembangan usaha pertanian dan promosi, inovasi produksi terus-menerus dan
jaminan kualitas menuju kelestarian rantai agroforestri
Pengenalan terhadap konsep dasar
seperti aliran produk dan
penambahan nilai per rantai
pelaku, aliran informasi dan sifat
keputusan dalam rantai koordinasi,
sifat dan perluasan hubungan
dengan perilaku dan proses
penetapan rantai; penilaian rantai
yang mengarah kepada identifikasi
terhadap kuat dan lemahnya
jaringan sebagai landasan untuk
intervensi dan perbaikan rantai,
cara dan alat penguatan integrasi
perbaikan terhadap posisi dalam
rantai agroforestri.

Memungkinkan mahasiswa untuk:


Menilai kekuatan dan kelemahan
jaringan dalam rantai pasar
menuju pengenalan intervensi
yang tepat
Mengidentifikasi arah dan cara
dari penguatan integrasi dan
posisi dari petani kecil dalam
rantai pasar agroforestri

Mahasiswa mampu
mendeskripsikan konsep rantai
pemasaran, proses, perilaku
pelaku dan bagaimana aliran
informasi serta titik control
meberikan pengaruh yang sama

Kuliah-diskusi
Analisis studi kasus
Kunjungan
lapangan

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Tema, subtema
dan jangka yang
dianjurkan
Sub tema 3.2:
Pengembangan
Usaha Agroforestri
8 jam

Sub tema 3.3:


Pengembangan
Produk
8 jam

Tema 4:
Lingkungan
Pemungkin untuk
Pemasaran
Agroforestri
Sub tema 4.1
Instrumeninstrumen
Ekonomi, dan
Kebijakan terkait
Perdagangan dan
Peraturan yang
Mempengaruhi
Pemasaran
Agroforestri
4 jam

- 17 -

Luaran Pembelajaran yang


Diharapkan

Alat dan Metode yang


Dianjurkan

Memungkinkan mahasiswa untuk:


Memperoleh pengetahuan kerja
untuk merancang dan
mengembangkan suatu peta jalan
(roadmap) dalam mendirikan
sebuah perusahaan yang
menggabungkan petani ke dalam
rantai agroforestri.
Memungkinkan mahasiswa untuk:
Memperoleh pengetahuan kerja
dan keterampilan dalam
pengembangan produk dan proses
yang menyertainya
Menghubungkan masalah
lingkungan sejak awal bersamaan
dengan konsep dan perencanaan
produk.

Mahasiswa mampu
mendapatkan sebuah pemikiran
pengusaha dan keterampilam
dalam persiapan rencana bisnis

Kuliah-diskusi
Analisis studi kasus
Kunjungan lapang
ke proyek
agroforestri yang
relevan

Memungkinkan mahasiswa untuk :


Menyadari beragam kebijakan
yang terkait dengan agroforestry
dan bagaimana keberadaan atau
ketidakberadaannya
berpengaruh terhadap inisiatifinisiatif agroforestri
Memahami pentingnya konsep
perdagangan yang adil bagi
pelaku kunci dalam rantai nilai
agroforestri dan bagaimana
pemahaman semacam itu
mempengaruhi keputusan
produksi, pilihan penambahan
nilai, dan lingkungan pemungkin
yang diminta

Mahasiswa mampu
menyampaikan pandangannya
atas berbagai kebijakan dan
aturan terkait agroforestri dan
pentingnya perdagangan yang
adil bagi para pelaku kunci
dalam rantai nilai agroforestri

Penjelasan

Tujuan

Gambaran konsep dasar dari usaha


dan kewirausahaan temasuk
proses identifikasi kesempatan,
pengembangan gagasan menjadi
realita dan kekakuan perencanaan
bisnis.

Gambaran prinsip dan proses dari


Mahasiswa menjadi sadar dan
Kuliah-diskusi
konsep ke penentuan bentuk
banyak mengetahui tentang
Latihan menelaah
produk (Contoh: sifat, ukuran,
kekakuan dan tantangan dari
lingkungan
kemasan, dsb) dengan penekanan
pengembangan produk dan
Produk dan latihan
kepada standar kualitas yang
proses yang menyertainya serta
penelitian pasar
mutakhir dan sertifikasi produk
mewujudkan gagasan produk ke
yang menggabungan kesadaran
dalam rencana usaha yang nyata
lingkungan dengan skema
penetapan harga dan strategi
penempatan produk di pasar
Gambaran tentang berbagai persyaratan regional dan negara yang memungkinkan pengembangan agroforestri dan pemasaran produk;
analisis apa yang bekerja dan tidak bekerja untuk memperbaiki input kebijakan, pembentukan dan implementasinya dalam
mendukung agroforestri yang lestari
Suatu analisis terhadap (a)
Pengaruh instrumen ekonomi
(pajak, biaya, dsb) dalam
menjaring potensi agroforestri
untuk keuntungan sektor marjinal;
(b) Pengaruh yang kuat (nyata
maupun yang diantisipasi) dari
kebijakan dan peraturan dalam
promosi atau desakan dari inisiatif
agroforestry pada tingkatan yang
beragam; dan (c) persoalan
perdagangan yang wajar.

Kuliah-diskusi
Pemetaan
kebijakan dan
institusi/ latihan
penilaian
Analisis studi kasus
Konsultasi/dialog
dengan berbagai
pihak terkait

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Tema, subtema
dan jangka yang
dianjurkan
Sub tema 4.2:
Institusi dan
Pemerintahan
4 jam

Penjelasan
Gambaran dan penilaian
perbandingan dari bentuk
organisasi yang ada dengan modal
dan aturannya, tampilan usaha
kelompok atau individu dalam
rantai agroforestri; pemahaman
elemen kunci dari
keberhasilan/kegagalan bentuk
organisasi sebagai landasan
penting untuk kegiatan
perencanaan di masa mendatang

Tujuan
Memungkinkan mahasiswa untuk:
Memahami bagaimana tata kelola
dan koordinasi organisasi serta
institusi mempengaruhi keadaan
rantai agroforestri
Mampu mengukur bagaimana
suatu bentuk koordinasi
berdampak pada saling
keterkaitan peran berbagai
kelompok dalam rantai
agroforestri yang lestari

- 18 -

Luaran Pembelajaran yang


Diharapkan

Alat dan Metode yang


Dianjurkan

Mahasiswa menjadi kritis


terhadap dinamika berbagai
kepentingan individu/organisasi
dalam mengejar pengembangan
agroforestri dan bagaimana hal
tersebut mempengaruhi produk,
perusahaan dan pilihan rantai
serta proses-proses keputusan
yang konsekuen; mampu
meramalkan peran masa
depannya dalam semua hal ini
setelah lulus

Pemetaan
institusional dan
latihan penilaian
Analisis perusahaan
Diskusi kelompok
terfokus
Analisis studi kasus

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 19 -

Tabel 4. Bahan Bacaan yang Dianjurkan untuk Sub-Tema pada Kerangka Kurikulum
Pemasaran Produk Agroforestri
Tema dan Sub Tema
1.0 Pengembangan
Agroforestry di
Asia Tenggara

2.1 Pengembangan Agroforestry dan


Kelestariannya

2.2 Konsep dan Proses Pemasaran

3.1 Analisis Rantai Nilai

Judul/Pengarang
Global Forest Assessment 2005: 15 Key Finding.
FAO
Meeting Chinas Demand for Forest Product: An
Overview of Important Trends, Part of Entry,
and Supplying Countries, with Emphasis on The
Asia-Pacific Region. Xiufang Sun et al
Agroforestry
system
research:
evolving
concepts and approaches. Agricultural System
for Sustainable Resources Management and
Community
Organization
Development:
Proceedings of the First Thailand National
Agricultural System Seminar, Bangkok, 15-17
November 2000. DE Thomas
Best practices in Agroforestry: Lessons
Generated from the experiences of upland
farmers in Northern, Philippines. J. M.
Servitillo.
Training Manual for Applied forestry practices
2006 edition: Section 2 Introduction to
Planning for Agroforestry. University of
Missouri Center for Agroforestry, Columbia
Reviewing Agroforestry and agroforest markets
in Vietnam Uplands: Agroforestry Development
Situation in Vietnam Uplands. CARES
Market Imperfections and the Choice of
Agroforestry Systems by Tran Chi Thien, Thai
Nguyen University
Community-based tree and forest product
enterprises: market analysis and development.
FAO
Marketing Management. Analysis, planning and
Control. Philip Kotler
How to Develop a Sustainable Agroforest
Marketing Strategy. Peter Calkins
Agroforest marketing methodology. Peter
Calkins
Training manual for Applied Agroforestry
practices 2006 edition: Section 9 Marketing
principles for Agroforestry. University of
Missouri Center for Agroforestry
Cornerstones for market interventions that
improve smallholder livelihoods. Franzel, S.
and Denning, G.
Strategic Management: Value chain. Net MBA
Business Knowledge Center
Actionable Architectures for Value Chains and
Value Coalitions Taxonomies for Efficient
Information Flow, Effective decision Making
and Performance Management: an ICH White

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Tema dan Sub Tema


3.2 Pengembangan Perusahaan Pertanian

- 20 -

Judul/Pengarang
Paper. Interoperability Clearing House. John
Weiler and Bob Schemel
How, When and Why of Forest Farming : Unit 7
Marketing Specialty Forest Crops (Assessing
markets and consumers behavior).Cornell
Cooperstive Extension.
Elements of a Succesfull Business Plan. Steve
Bogash. Maryland Cooperative

3.3 Pengembangan Produk

Training Manual for Applied Forestry Practices


2006 ed. Section 9- Marketing Principles for
Agroforestry. University of Missouri Center for
Agroforestry, Columbia
Pricing and Positioning for Entrepreneurial
Marketers. Knowledge Wharton. Wharton
School of the University of Pennsylvania
Marketin
Basics
Part
2:
Chapter
5
Segmentation, Targeting, Positioning and
Pricing

4.1 Kebijakan, peraturan, pajak, biaya dan


perdagangan

Agroforestry policies contribute to sustainable


land use. The environment and Natural
Resources Policy and Training Project (EPAT)
Impact of Policies on upland Communities and
their livelihoods. Improving Upland Livelihoods
in the Lao PDR A Source Book. DE Thomas
Policy Responses to complex environmental
problems: insight from a science policy
activity
on
transboundary
haze
from
vegetation fires in Southeast Asia. Daniel
Murdiyarso, et al
Historical perspectives on Forest Policy Change
in Asia: An Introduction. David Edmunds
Political and institutional transformation in
environmentalgovernance: a case study of
local governments in the Philippines. 2nd
International Conference of the Asian Rural
Sociological Association (ARSA), Lombok,
Indonesia, March 26-29,2004. D. Catacutan, DP
Garrity and RC Cramb
Nobody Knows Best: Alternatives Perspectives
on Forest Management and Governance in
Southeast Asia. International Environmental
Agreements: Politics, Law and Economic
Journal. Vol 4 No. 2, June 2004. Springer
Netherlands
Managing Natural Resources Locallcy: An
overviev of Innovations and teninitital step for
local government. E. Queblatin, D. Catacutan
and Garrity

4.2 Kelembagaan dan Tata kelola

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 21 -

Tabel 5. Jadwal Semester yang Dianjurkan dalam Kuliah Pemasaran Produk


Agroforestry Menggunakan Kerangka Kurikulum SEANAFE
Sesi
Tema 1
Modul 1

Minggu
1

Minggu
2

Minggu
3

Minggu
4

Minggu
5

Minggu
6

Minggu
7

Minggu
8

Minggu
9

Minggu
10

Minggu
11

Minggu
12

Minggu
13

---

----

--

----

Tema 2
Modul2.1
Modul 2.2
Praktik
Lapang
Tema 3
Modul 3.1
Modul 3.2
Modul3.3

-------

----

--------

----

---

----

Tema 4
Modul4.1
Modul 4.2
Praktik
Lapang
Total Jam

Catatan: 4 jam panjang sesi per minggu; 16 minggu termasuk 2 sesi praktik lapang dan/atau
kunjungan pertukaran

--

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 22 -

DAFTAR PUSTAKA
Aschamam, Stefani. 2003. Direct Marketing of Agroforestry Products. USDA Natural
Resources Conservation Service, USDA National Agroforestry Center. AF Note 27.
Lincoln, Nebraska.
Asia

Forest Network.2002. Participatory Rural Appraisal for Community Forest


Management: Tools and Techniques. AFN. Santa Barbara, Californioa, USA. 31 p.

Asia-Pacific Forestry Sector Outlook Study (APFSOS). 1998


Calkins, Peter, Agroforest Marketing Methodology, CREA, Laval University, Canada.
How to develop a sustainable agroforest marketing strategy.
Global Forest Resources Assessment. 2005: 15 Key Findings. Food and AAgriculture
Organization.
Hoffmeier, William.1999. Condition of Competition in US Forest Products Trade: Report on
Investigation No.3324 under section 332 (g) of the Tariff Act of 1930. US
International Trade Commission. Publication 3246. Washington DC.
Kumar, B. M. 2006. Agroforestry: the new old paradigm for Asian food security. Journal of
Tropical Agriculture 44 (1-2) 1-14.
Lao PDR Production Forestry Policy: Status and Issues for Dialogue Vol. 2 Annexes, June
2001. Worldbank/Sida/inistry of Foreign Affairs, Government of Finland.
Lasco, Rodel & Ma. Victoria O. Aspaldon. 2005. Ecosystem and People: The Millenium
Ecosytem Assessment (MA) Sub-global Assessment. Environmental Forestry
Programme, College of Forestry and Natural Resources, University of the
Philippines Los Banos.233 pp.
Market Imperfections and The Choice of Agroforestry Sytems, Tran Chi Thien, Thai Nguyen
University
Morris, J. , Le Thi Phi, Ingles A., Raintree J. And Nguyen Van Duong.2004. Linking Poverty
Reduction with Forest Conservation: Case Studies from Vietnam. International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), Bangkok,
Thailand.74 pp.
National Forest Policy Review: Thailand by Anan Nalampoon
N. De Baets, S. Garlepy and A. Vezina. 2007. Portrait of Agroforestry in Quebec. Prairie
Farm Rehabilitation Administration (PFRA), Regional Services, Quebec Region
Agriculture and AgriFood Canada.
Queblatin, E., D. Catacutan and D. Garrity, 2001. Managing Natural Resources Locally: An
overview of innovation and Ten Initial Steps for Local Government. International

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 23 -

centre for Research in Agroforestry and International Fund for Agricultural


Development, 44p.
Roadmap to recovery: The Worlds last intact forest landscapes. Greenpeace Behring.31pp.
Research Network Report # 1. Sustaining Sotheast Asias Forests.
Reviewing Agroforestry and Agroforestry Markets in Vietnams Uplands: Agroforestry
Development Situation in Vietnams Upland. Center for Agricultural Research and
Ecological Studies (CERES).
Servitillo, J. M. 2004. Best Practices in Agroforestry: Lessons Generated from the
Experiences of Upland Farmers in Northern, Philippines. In the First World
Agroforestry Congress, Book of Abstracts, Orlando, Florida, USA. June 27,2004- July
02,2004.p.279.
Strategic Management: Value Chain. Net MBA Business Knowledge Center.
Sun, Xiufang, E. Katsigris and A. White.2004. Meeting Chinas Demand for Forest Products:
An Overview of Import Trends, Ports of Entry, and Supplying Countries, with
Emphasis on the Asia-Pacific Region. International Forestry Review Vol 6 (3-4).
Training Manual for Applied Forestry Practices 2006 edition: Section 9. Marketing Principles
for Agroforestry: An Introduction. University of Missouri Center fo Agroforestry.
Columbia
Training Manual for Applied Forestry Practices 2006 edition: Section 2. Introduction to
Planning for Agroforestry. University of Missouri Center for Agroforestry. Columbia
Training Manual for Applied Forestry Practices 2006 edition: Appendix Section 4: The Basics
of selling timber. University of Missouri Center for Agroforestry. Columbia
Weiler, John and Bob Schemel. 2003. Actionable Architectures for Value Chains and Value
Coalitions Taxonomies for Efficient Information Flow, Effective Decision making
and Performance Management An ICH White Paper. Interoperability Clearing
House.

- 24 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

3. Bahan Ajar Studi Kasus


Pendahuluan
Masing-masing materi studi kasus dalam bagian ini dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu: Catatan
untuk guru dan Kasus. Sebagaimana disebutkan dalam bagian sebelumnya, permasalahan
yang disajikan di sini merupakan kemasan ulang dari laporan studi kasus dari penelitian
yang asli oleh tim, yaitu sebagai berikut:

Analisis Rantai Pasar dari Kacang Mete di Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa
Tengah, Indonesia

Pemasaran Bambu di Laos

Pengembangan Pasar Kelapa-Berdasarkan Lahan Agroforestry di Provinsi Quezon,


Philippina

Pemasaran Produk Karet Para pada Petani Skala Kecil di Thailand Utara

Rantai Penawaran Kacang Mete di Dak Nong dan Provinsi Binh Phuoc, Vietnam

Materi studi kasus ini dianjurkan digunakan sebagai tema diskusi yang spesifik pada
kerangka kerja kurikuler SEANAFE MAFTP sebagaimana yang terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6. Aplikasi yang dianjurkan dari studi kasus negara dalam sub-tema pembelajaran
terpilih pada kerangka kerja kurikuler SEANAFE MAFTP.
Sub-tema

Studi Kasus Negara


Indonesia

Laos

Filipina

Thailand

Vietnam

3.1. Analisis Rantai Nilai

3.2. Pengembangan Usaha


Agroforestri
3.3. Pengembangan Produk

4.1. Instrumen Ekonomi, dan


Perdagangan terkait
Kebijakan dan Peraturan
yang Mempengaruhi
Pemasaran Agroforestry
4.2. Kelembagaan dan Tata
kelola

(Spesifik:
gender)

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 25 -

Bahan Ajar Studi Kasus I


Pemasaran Mete di Kabupaten Wonogiri,
Provinsi Jawa Tengah
A. Catatan untuk Pengajar

atatan ini memberi panduan pada anda sebagai instruktur tentang cara-cara
yang efektif dalam menggunakan materi studi kasus sebagai bagian dari
silabus pembelajaran yang lebih luas, baik tentang pemasaran, agroforestri,
dan perkembangan dari agroforestri non-tree products dan lain-lain. Panduan
ini juga memberikan anda kiat-kiat dalam mendorong pemikiran kritis
diantara para peserta, termasuk panduan pertanyaan dan diskusi, aktivitas
pengajaran yang disarankan dan bahan bacaan yang mendukung. Bagaimanapun, catatan
ini tidak dimaksudkan untuk membatasi anda dalam penggunaan materi ajar dan analisis
lebih jauh dari materi studi kasus ini dan studi kasus lain.

Materi studi kasus tidak mencakup seluruh aspek pemasaran yang mungkin diangkat selama
diskusi dan penyelesaian tugas-tugas oleh peserta. Dengan demikian, anda didorong untuk
menggunakan materi ini apabila anda menganggap itu hal terbaik untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah anda siapkan di kelas, seperti, membuat asumsi-asumsi yang
dipertimbangkan tentang informasi yang masih belum tergalang di dalam studi kasus ini.
Anda disarankan untuk membaca bab ini sebelum memberikan materi studi kasus kepada
para peserta didik anda. Keefektifan dari materi studi kasus ini tergantung dari seberapa
banyak anda memahami dan mengaplikasikan penggunaan informasi dasar dari materi
tersebut.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 26 -

Tujuan dan Metodologi


Studi kasus ini memperlihatkan hasil dari penelitian di lapangan yang dilaksanakan di
Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Indonesia selama bulan Januari-Maret 2006 sebagai
bagian dari Proyek SEANAFE pada Pemasaran Agroforestry Tree Products. Penelitian
tersebut diharapkan dapat menjawab tantangan mengapa partisipasi program pemerintah
yang extensive dalam meningkatkan agroforestry tree products belum secara otomatis
menjamin keuntungan bagi petani? dengan mete sebagai kasus komoditinya.
Penelitian ini secara khusus membahas:
a) Saluran tata niaga dan efisiensi pasar mete.
b) Nilai rantai dan aktor-aktor dalam pemasaran mete.
c) Kontribusi mete pada pendapatan keluarga.
d) Peran gender dalam tenaga kerja yang berhubungan dengan pemasaran mete.
Informasi utama yang dicari dari berbagai responden, termasuk petani (20), pedagang
perantara (3), pengolah (3), institusi pemerintah, institusi keuangan, koperasi petani dan
LSM. Responden diwawancara secara mendalam, baik secara individu maupun secara
berkelompok dengan diskusi terarah (FGD).
Survei lapangan dilakukan di Desa Rejosari, yang berlokasi di Kecamatan Ngadisrono yang
merupakan sentra produksi mete. Desa ini dipilih oleh Pemerintah Daerah Wonogiri karena
dikembangkan sebagai pusat industri mete. Informasi sekunder dikumpulkan melalui
berbagai macam institusi baik institusi swasta maupun instansi pemerintah serta sumbersumber pustaka lain yang relevan.
Tim peneliti mengajukan beberapa strategi untuk memperbaiki kemampuan petani dalam
meningkatkan pendapatan dari pemasaran mete. Tim peneliti tersebut merupakan
gabungan dari berbagai institusi, yaitu dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah
Mada, dan Badan Penelitian Perkebunan Indonesia.

Isu Kunci
Promosi pemerintah tentang produk agroforestri sudah dilakukan secara luas di Asia
Tenggara. Promosi agroforestri tersebut seringkali bertujuan untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi dan kadang-kadang untuk perlindungan lingkungan hidup, dan
lingkungan pedesaan. Promosi pemerintah ini biasanya dilakukan dalam skala besar dan
cenderung kurang mempertimbangkan atau memonitor berbagai dampak kondisi lokal
dalam mempromosikan produk agroforestri tertentu.
Dalam banyak kasus, penekanan
pada sisi produksi lebih besar dibandingkan dengan memaksimumkan keuntungan bagi
rumahtangga petani miskin, yang melibatkan isu-isu pemasaran seperti posisi tawar, nilai
tambah dan pengembangan produk.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 27 -

Deskripsi Singkat
Di Jawa Tengah, Program agroforestri Pemerintah Indonesia difokuskan pada kacang
mete. Mete sudah dipromosikan sejak tahun 1980an, yang bertujuan untuk reforestasi dan
penambahan pendapatan rumahtangga di pedesaan. Dikombinasikan dengan pertumbuhan
pasar, maka kebijakan ini mengarah pada partisipasi extensive dari rumahtangga petani
dalam memproduksi dan mengolah mete.
Kabupaten Wonogiri di Jawa Tengah merupakan salah satu lokasi program agroforestri
dimana produksi mete dihasilkan dari industri rumahtangga yang dilakukan oleh sebagian
besar petani miskin. Oleh karena itu luas lahan tanaman mete bertambah dua kali lipat
antara tahun 1998 dan 2004. Selama kurun waktu yang sama, harga lokal dari kacang mete
mencapai tiga kali lipat. Namun, tren yang sangat menjanjikan ini, belum menghasilkan
kepuasan bagi para aktor pemasaran. Degradasi lahan dan kemiskinan merupakan isu yang
semakin meluas, dimana masalah kemiskinan masih membelit seperempat dari populasi
kecamatan sampai dengan tahun 2005.
Petani di Jawa umumnya memiliki lahan sempit dengan tingkat produksi pertanian yang
menggunakan teknologi rendah disertai dengan keterbatasan akses terhadap informasi
pasar. Para petani menghadapi berbagai macam kendala seperti: perasaan jenuh, rumit
dan pengolahan yang menggunakan tenaga kerja intensif; pemberian grade dan
pengepakan yang tidak memadai, dan kurangnya informasi pasar. Selanjutnya, para petani
biasanya melakukan penawaran secara individual terhadap para pedagang perantara, yang
mana membuat kekuatan penawaran petani semakin lemah. Terlepas dari masalah posisi
petani tersebut, produksi mete berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan
keluarga para pengolah mete secara berkelanjutan.
Studi kasus ini menjelaskan lebih lanjut tentang kendala, dampak, dan kesempatan
produksi mete di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Apabila pemerintah Indonesia
berharap untuk mempromosikan mete lebih jauh dan mengembangkan program
agroforestri mete serta membantu kehidupan masyarakat dari program agroforestri ini,
maka semua sisi yang ditekankan pada studi kasus ini harus dipertimbangkan.

Tema Pembelajaran
Kasus ini merupakan materi yang baik untuk para mahasiswa dalam belajar dan
mengembangkan keterampilan untuk berpikir secara kritis dan analitis dengan tema
sebagai berikut: a) analisis rantai pasar, b) pengolahan, pengepakan, dan nilai tambah,
dan c) analisis gender dengan kacang mete sebagai contoh kasus. Tema-tema ini tidak
dibahas secara terpisah di dalam studi kasus. Namun, panduan pertanyaan-pertanyaan
dapat membantu instruktur dalam mengetahui tentang tema pembelajaran apa yang ingin
dibahas dan difokuskan pada sesi kelas anda. Anda juga dapat menyusun pertanyaanpertanyaan lain untuk menjawab tujuan yang sama.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 28 -

Luaran yang Diharapkan


Studi kasus ini memberikan arah kepada mahasiswa pada pertanyaan-pertanyaan penelitian
yang berhubungan dengan: profil pengolah; ekplorasi prosedur pengolahan; identifikasi
tipe dan sumber informasi pasar; dan identifikasi kendala yang dihadapi oleh petani
(khususnya perempuan) dan para pengolah kecil. Studi ini juga mendorong mahasiswa
untuk mengevaluasi secara kritis tentang peran pemerintah dalam promosi dan
perkembangan produk-produk agroforestri, dan menyarankan tanggapan dalam
menghadapi kendala dan dampak yang tidak diharapkan.

Panduan Pertanyaan Dan Diskusi


Pertanyaan

Diskusi

1. Siapa aktor-aktor utama dalam rantai


pemasaran mete di Kabupaten Wonogiri?
Berilah beberapa saran mengenai peran
kritis yang seharusnya dimainkan oleh
para aktor tersebut agar mempunyai
sistem pemasaran mete yang lebih
efisien?

Para aktor yang terlibat dalam pemasaran mete


di Kabupaten Wonogiri. Para aktor ini
mempunyai kombinasi peran (lihat Gambar 3
dalam Studi Kasus):
Petani skala kecil yang merupakan produsen
utama dari mete gelondongan. Dua tipe
dapat dibedakan berdasarkan perannya
dalam rantai pemasaran mete; petani yang
melakukan bisnis pengolahan (petanisekaligus-pengolah) dan petani yang tidak
melakukan pengolahan. Para petani yang
tidak memproses mete gelondongan menjadi
kacang mete adalah petani yang benarbenar hanya para produsen saja. Para petani
ini biasanya mempunyai lahan pertanian
yang lebih luas dibandingkan dengan petani
yang sekaligus sebagai pegolah karena para
petani produsen saja tidak membutuhkan
tambahan pendapatan dari kegiatan
pengolahan.
Pedagang perantara-sekaligus-pengolah
adalah para penduduk desa yang membeli
mete gelondongan dari para petani
produsen. Para pedagang ini memproses
sendiri mete gelondongan menjadi kacang
mete, atau menjual mete gelondongan
kepada pedagang yang kemudian
menjualnya kepada pedagang pengumpul
yang sekaligus sebagai pengolah mete
gelondongan menjadi kacang mete.
Pedagang perantara tingkat desa yang tidak
mempunyai bisnis pengolahan adalah
pedagang yang membeli mete gelondongan
dari petani produsen yang kemudian

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Pertanyaan

Diskusi
menjualnya ke pedagang perantara tingkat
kecamatan. Para pedagang ini bisa menjual
mete gelondongan ke pedagang pengumpul
yang sekaligus sebagai pengolah atau
menjualnya kepada para petani yang
sekaligus sebagai pengolah.
Untuk menjual kacang mete ke luar
kabupaten, para pedagang pengumpul yang
sekaligus sebagai pengolah merupakan
pemain mayor, sedangkan pedagang
perantara tingkat kecamatan memainkan
peranan minor.

2. Apa isu-isu kunci dalam menentukan


standarisasi kualitas, pengepakan, dan
pemberian merk, serta promosi industri
mete di Kabupaten Wonogiri? Perbaikan
yang bagaimana yang harus dilakukan
pada bisnis mete ini?

Di Kabupaten Wonogiri, mete dibagi menjadi


tiga kategori kualitas (A,B,C) berdasarkan
integritas fisik dari produk mete tersebut
(misalnya, persentase pecahnya kacang
mete), sistem ini mengabaikan kualitas
lainnya yang mana pembeli dan konsumen
mungkin saja tertarik, misalnya kelembaban
isi, umur, ukuran, warna atau rasa.
Pengepakan kacang mete yang siap dikirim
ke tempat lain adalah minimal. Kacang mete
hanya dimasukkan ke dalam kantong plastik.
Baik ukuran maupun kualitas dari kantong
plastik belum distandarisasi atau belum
merupakan subyek dari peraturan.
Selama ini belum ada usaha untuk membuat
suatu merk mete yang mempunyai reputasi
tinggi dan belum ada usaha untuk
menginvestasikannya ke dalam promosi,
karena adanya keterbatasan dana dan
kurangnya pengalaman dari para produsen
dan bahkan para pedagang perantara
tentang adanya isu-isu ini.
Saran-saran untuk perbaikan standarisasi
kualitas, pengepakan dan pemberian merk:
1. Pengembangan mekanisme secara

nasional dalam mengawasi standar


kualitas kacang mete (Standar Nasional
Industri Indonesia)
2. Aplikasi teknologi sederhana seperti

penggunaan kotak cardboard untuk


memindahkan kacang mete, daripada
kantong plastik, dengan tujuan untuk

- 29 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Pertanyaan

Diskusi
mengurangi kehilangan profit dan
kerusakan kacang mete
3. Penguatan aksi kegiatan secara kolektif di

tingkat kabupaten untuk mendapatkan


perjanjian mengenai pemberian merk
kacang mete dari Kabupaten Wonogiri
dan untuk mempromosikan hal yang sama
pada tingkan pasar lokal.

3. Seberapa besar nilai tambah yang diterima


para aktor dalam rantai pemasaran mete
di Kabupaten Wonogiri? Dari aktivitas apa
nilai tambah dalam pemasaran mete ini
dihasilkan?

Marjin keuntungan (profit margin) yang diterima


oleh para aktor pemasaran merupakan nilai
tambah bagi mereka (lihat Tabel 2 dalam Studi
Kasus).
Marjin Keuntungan per aktor pemasaran
sebagai berikut:
1. Petani, Rp 1.500 (5,0%)
2. Pedagang perantara-sekaligus-pengolah, Rp
3.000 (8,5%)
3. Pedagang Perantara Desa, Rp 2.000 (5,7%)
4. Pedagang Perantara Kecamatan, Rp 1.500
(4,0%)
5. Pengecer Lokal, Rp 1.500 (4,0%)
Aktivitas Saat ini untuk mendapatkan nilai
tambah:
1. Pengolahan sederhana seperti mencuci dan
mengeringkan oleh petani
2. Memisahkan berdasarkan Grading dan
standarisasi kualitas lainnya oleh pedagang
perantara desa dan kecamatan
3. Mengirimkan produk ke tempat lain
(transporting) oleh pedagang perantara desa
dan kecamatan
4. Ketentuan outlet (provision of outlets) oleh
pengecer lokal
Saran untuk meningkatkan nilai tambah:
1. Pengepakan yang lebih baik
2. Kreasi merk dan promosi

4. Apa isu gender dalam hal akses dan


kontrol terhadap bisnis kacang mete yang

Terdapat ketidaksetaraan peran gender


dalam aksesibitas dan kontrol dalam

- 30 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Pertanyaan
ada di Kabupaten Wonogiri? Bagaimana
isu-isu ini mempengaruhi pemasaran mete
dan pendapatan rumahtangga di desa?

- 31 -

Diskusi
berbagai peran aktor pemasaran mete, mulai
dari petani, pengolah, pedagang perantara
sampai dengan pedagang pengumpul dan
pedagang besar.
Laki-laki dan perempuan di desa sudah
mempunyai kerjasama yang baik dalam
melakukan aksesibilitas dan kontrol terhadap
sumberdaya dan teknologi pengolahan mete,
meskipun belum sempurna dan setara.
Peran perempuan sangat terbatas dalam
mengakses informasi harga dan informasi
training. Kredit untuk produksi dan
pemasaran produk-produk pertanian juga
belum ada.
Perempuan mempunyai akses dan kontrol
yang lebih besar dalam pengolahan mete,
yang berarti perempuan mempunyai kontrol
yang lebih besar dalam kualitas mete sesuai
yang dibutuhkan pasar dibandingkan dengan
laki-laki. Kondisi ini mempengaruhi nilai
kacang mete dan dapat meningkatkan
pendapatan rumahtangga yang diterima oleh
pengolah maupun petani yang sekaligus
sebagai pengolah.

Kegiatan Yang Disarankan


Studi kasus ini menjelaskan situasi yang riil di lapangan dengan segala kondisi yang
berhubungan dengan kompleksitas dan ketidakpastian. Situasi ini merupakan lingkungan
yang biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas selanjutnya adalah pembekalan
alat analisis yang dipilih untuk membantu para peserta dalam memahami dan menganalisis
pekerjaan nyata, dan membuat rencana untuk intervensi.
1. Berdasarkan studi kasus, lakukan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities
and threats) untuk program agroforestri.
Analisis SWOT merupakan alat yang sangat kuat yang mana peserta akan menemukan
hal-hal yang luar biasa penting dalam kehidupan profesional di masa depan. Hal ini
sangat tepat dalam membantu memahami situasi yang kompleks dan menemukan solusi
untuk pemecahan masalah. Melakukan analisis SWOT juga membantu mengidentifikasi
perbedaan antara stakeholders. Dengan alasan ini, analisis SWOT dapat dilakukan oleh
kelompok mahasiswa melalui metoda role-playing yang dimainkan oleh berbagai
peserta dalam aktor rantai pemasaran, seperti:

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 32 -

Produsen petani/pengolah, yang diharapkan dapat melihat kelemahan dalam


dukungan pemerintah dan praktik tidak fair dari pedagang perantara.

Pedagang perantara, yang mungkin perhatian pada berbagai biaya transaksi yang
tinggi dari seleksi mete, dan kualitas produk yang bervariasi dan rendah.

Aparatur pemerintah lokal, yang bersimpati pada petani namun sudah merasa
berusaha cukup banyak dalam mempromosikan mete.

Pedagang luar, yang sangat perhatian pada produk mete yang murah, supply yang
konstan, dan produk yang berkualitas.

Stakeholder lainnya dalam studi kasus yang peserta ingin mainkan.

2. Lakukan penelitian sederhana pada program promosi Hasil Hutan Bukan Kayu/produk
agroforestri lokal, khususnya menelaah aspek perkembangan pasar. Studi kasus
Indonesia menekankan pada beberapa kelemahan dalam promosi pemerintah atas
produk-produk tertentu (mete gelondongan mentah) tanpa penekanan yang memadai
dalam perkembangan pasar. Sementara produksi mete sedang meledak, target
keuntungan pada para penerima keuntungan sedikit mengecewakan. Melalui
penggunaan contoh studi kasus, peserta harus menyeleksi program-program lokal atau
nasional dan menganalisnya tentang apa yang sudah dilakukan untuk meningkatkan
perkembangan pasar yang cocok dengan promosi produk. Presentase peserta
dilaksanakan untuk mengetahui hasil penelitian.
3. Lakukan survey pasar secara cepat pada produk-produk lokal yang telah berkembang
cepat dalam beberapa tahun terakhir dan pikirkan tentang kemana dan bagaimana
perbaikan dapat dilakukan.
Melalui kunjungan singkat ke beberapa toko, fasilitas pengolahan dan fasilitas pertanian
di daerah sekitar, maka peserta dapat mulai menggambarkan rantai pemasaran produk
lokal. Peserta harus secara khusus diminta untuk berpikir kritis mengenai kemana rantai
pemasaran dapat dikembangkan dengan terbaik, biaya dan keuntungan apa dari
perkembangan pasar, dan siapa yang menanggung biaya dan menerima keuntungan.
Aktivitas ini didesain untuk mendorong keterampilan penelitian dan untuk berpikir
secara kritis tentang perbedaan peran dan tanggung jawab dalam perkembangan pasar
dari usaha individual, perusahaan pribadi, dan pihak pemerintah. (Catatan: pada
beberapa settings, mungkin lebih mudah apabila berusaha untuk menggali kembali
rantai pasar dari produk pertanian yang dibeli oleh peserta sehari-hari, seperti pasar
sayuran).

Bahan Bacaan
Akerlof, G.A. 1970. The Market for Lemon: Quality Uncertainty and The Market
Mechanism. Quarterly Journal of Economics, 84: 488-500.
Bappeda Wonogiri. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Wonogori,
Bappeda Wonogiri, Wonogiri.
Beetz, A. 2002. Agroforestri Overview, http://attra.ncat.org/attra-pub/agroforestri.html.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 33 -

BPS Wonogiri. 2005. Wonogiri in Figures 2004. BPS Kabupaten Wonogiri, Wonogiri.
FAO. 2005. The Need for International Research in Agroforestry.
http://www.fao.org/Wairdocs/TAC/X5798E/x5798e02.htm#TopOfPage
Husken, Frans. 1979. Landlords, Sharecroppers, and Agricultural Laborers: Changing
Labour Relations in Rural Java. Journal Contemporary Asia, 9: 140-151.
Kohls, R.L. and Uhl, J.N. 1985. Marketing of Agricultural Products. London: Coller
MacMillan Publishing.
Simatupang, Pantjar. 1995. Industrialisasi Pertanian Sebagai Strategi Agribisnis dan
Pembangunan Pertanian dalam Era Globalisasi (Agricultural Industrilization as Strategy
for Agribusiness and Agricultural Development in Era of Globalization). Bogor,
Indonesia: Departemen Pertanian.
Timfakul. 2004. Pulau Jawa di Ambang Kehancuran, http://timpakul.or.id/anak/node/18
Wijaya, Hesti and Sturgess, N.H. 1979. Land Leasing in East Java. Bulletin of Indonesian
Economic Studies, 15: 75-95).
World Agroforestri Centre. 2005. Introduction to Agroforestry,
http://www.worldagroforestri.org/Agrorestryuse.a
BPS Provinsi Jawa Tengah, 2000. Jawa Tengah dalam Angka: Tahun 1999. Semarang: BPS
Provinsi Jawa Tengah.
BPS Pusat, 2001. Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2000. Jakarta: BPS Pusat.
BPS Pusat, 2004. Statistik Indonesia 2003. Jakarta: BPS Pusat.
BPS Pusat, 2005. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2004: Kabupaten. Jakarta: BPS
Pusat.
Hutagaol, M. Parulian and Adiwibowo, S. 2002. Degradasi Lingkungan dan Ketahanan
Pangan Nasional: Investigasi Singkat Mengenai Peranan Kebijakan Pembangunan
Nasional. Dalam Krisnamurthy Bayu et al. (eds), Tekanan Penduduk, Degradasi
Lingkungan dan Ketahanan Pangan. Bogor: Pusat Studi Pembangunan. (Halaman 106131).
Macqueen, Duncan. (nd). Small-Scale Enterprise and Sustainable Development: Key Issues
and policy Opportunities to Improve Impact. Policy Discussion Paper.
Tukan, Joel, et al. 2005. Market Chain Improvement: Linking Farmers to Markets in
Nanggung, West Java, Indonesia. A Paper Presented in Regional Training and Planning
Workshop on Markets for Agroforestri Tree Products held in 21-26 November 2005 at
RECOFTC Bangkok.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Tim Peneliti
Ketua Tim:

Manuntun Parulian Hutagaol, Dr., MS., Ir.


Lecturer
Department of Economics
Faculty of Economics and Management IPB, Indonesia
Tel.: +62 251 626602, Fax: +62 251 626602
Mobile phone: +62 812 944 1205
E-mail: ipardboo@indo.net.id or parulian_gaol@yahoo.com

Anggota Tim:
1. Wahyu Andayani, Dr. MS, Ir.
Lecturer
Department of Forest Management
Faculty of Forestry
Gajah Mada University (UGM)
Indonesia.
2. Wayan R Susila, Dr. M.Sc., Ir.
Senior Scientist
Badan penelitian Perkebunan Indonesia
Departemen Pertanian
Indonesia.
3. Herien Puspitawati, Dr., M.Sc., Ir.
Lecturer
Department of Family and Consumer Sciences
Faculty of Human Ecology, IPB Bogor, Indonesia
Tel.: +62 251 628303, Fax: +62 251 622276
Mobile phone: +62 8-1111-0920
E-mail: herien_puspitawati@email.com

- 34 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 35 -

B. Kasus
Bagian 1: Latar Belakang
Gambaran Umum
Jawa merupakan pulau terbesar dan terpadat penduduknya di Indonesia, yang luasnya
hanya sekitar enam persen namun dihuni oleh 60 persen dari seluruh populasi yaitu
sebanyak 215 juta penduduk. Lebih jauh lagi, Jawa memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional yaitu sebagai pusat industri dan produksi pangan utama di
Indonesia. Peran ini akan meningkatkan ancaman jangka panjang bagi deforestasi dan
erosi lahan, yang akan berakibat banjir dan tanah longsor pada saat musim hujan dan
kelangkaan air bersih pada saat musim kemarau.
Pemerintah telah mencanangkan berbagai macam kebijakan untuk mengatasi degradasi
lingkungan di Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia. Salah satu kebijakan pemerintah
adalah penghijauan kembali lahan kering di lahan perbukitan sejak tahun 1980an melalui
program agroforestri.
Melalui program ini, pemerintah menyediakan material dan
dukungan lainnya untuk membantu petani dalam melakukan penanaman tanaman keras
seperti kopi dan mete.
Tujuan program lingkungan ini adalah untuk mengontrol erosi pada daerah aliran sungai,
dan juga diharapkan mempunyai dampak positif pada pendapatan masyarakat, khususnya
melalui perbaikan produktivitas lahan, kondisi air, dan kesuburan lahan. Dengan demikian,
program agroforestri diharapkan menjadi program untuk menurunkan tingkat kemiskinan
masyarakat.
Namun demikian, setelah 25 tahun dilaksanakan, program tersebut belum menunjukkan
hasil yang menggembirakan. Disamping belum meningkatkan intensitas tanaman dan
produktivitas lahan, tingkat kemiskinan masih tetap sama.
Sepertinya program
agroforestri gagal untuk menghasilkan tambahan pendapatan yang memadai bagi petani di
lahan kering.

Lokasi dan Keadaan Sosial Ekonomi


Kabupaten Wonogiri terletak di atas lahan kering, perbukitan di Jawa Tengah (Gambar 1).
Tingkat ketinggiannya sekitar 400m di atas permukaan laut, dan curah hujannya adalah
sekitar 1,500 mm per tahun selama 67 hari. Kegiatan ekonomi lokal didasarkan atas
kegiatan berbasis pertanian, dengan kontribusi terhadap PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) tingkat kabupaten sebesar lebih dari setengahnya. Namun demikian, peningkatan
luas areal lahan (sangat) kritis diperkirakan mencapai sekitar 23 persen dari total luas
kabupaten.
Pemerintah lokal telah melaksanakan program penghijauan sejak tahun 1980an. Di
Kabupaten Wonogiri, kondisi lokal sangat cocok untuk budidaya tanaman mete yang
dipromosikan pada program agroforestri. Hal ini dianggap sukses karena berkaitan dengan
peningkatan produksi mete.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 36 -

Peningkatan produksi mete dibuktikan pada gambaran produksi yang dikeluarkan secara
resmi pada tahun 1999 dan 2004.
Selama periode tersebut, program berhasil
meningkatkan luas lahan sebesar 37 persen menjadi 7.738 ha, dan output komoditi mete
sebanyak hampir dua kali lipat menjadi 10.833 ton. Hasil ini menunjukkan peningkatan
produktivitas rata-rata dua kali lipat menjadi 1.400 kg/ha.
Produksi dan pemasaran mete pada saat ini menjadi bisnis besar di Wonogiri, dan
mayoritas petani lokal terlibat, baik dalam budidaya tanaman, pengolahan mete
gelondingan menjadi kacang mete. Dengan demikian mete menjadi bagian yang sangat
penting bagi perekonomian lokal.
Desa Rejosari di Kecamatan Jatisrono adalah salah satu contoh yang dipilih oleh
pemerintah daerah untuk menjadi pusat produksi mete di kabupaten Wonogiri. Setelah 10
tahun pelaksanaaan program, secara garis besar seluruh rumahtangga di desa tersebut saat
ini rata-rata mempunyai minimal dua pohon mete di pekarangannya.
Sebagian besar dari 4.890 rumahtangga di desa dikepalai oleh petani yang sudah berumur
lanjut usia. Secara umum, tingkat pendidikan kepala keluarga adalah sangat rendah, yaitu
sebanyak dua-pertiganya hanya menamatkan sekolah formal enam tahun. Kepemilikan
lahan dari kepala keluarga juga sangat sempit, dengan rata-rata kepemilikan seluas 0.17
ha/rumahtangga untuk lahan irigasi dan 1,3 ha/rumahtangga untuk lahan kering.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

- 37 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 38 -

Tren Pasar Nasional and Internasional


Industri kacang mete di Indonesia telah berkembang dengan pesat sejak satu dekade
terakhir, dengan peningkatan luas tanaman rata-rata 2,3% per tahun atau sekitar dua kali
lipat dalam satu dekade. Sedangkan demand pasar lokal belum menunjukkan
perkembangan yang sama dengan peningkatan output meskipun meningkat sebanyak 3,5%
per tahun, sehingga kelebihan produksi diserap oleh pasar internasional. Jumlah expor
pada saat ini adalah 50% dari total produksi mete.
Pertumbuhan produksi mete ini sebagian besar berkat promosi program dari pemerintah
Indonesia. Disamping terjadi peningkatan produksi mete, harga pasar dari mete juga terus
meningkat. Rata-rata harga domestik mete meningkat secara fenomenal dengan rata-rata
peningkatan sebesar 17,7% per tahun antara 1995 dan 2004, yaitu mencapai Rp 40.000,-/
kg.
Hasil studi menyatakan bahwa Indonesia merupakan pihak yang menerima tingkat harga
(price taker) dari produksi mete, dengan harga pasar domestik yang secara nyata
ditentukan oleh harga pasar internasional. Suatu perhitungan sederhana menunjukkan
bahwa apabila terjadi perubahan harga internasional sebesar 1% maka akan menyebabkan
perubahan harga domestik sebesar 1,2%. Pada saat ini, dampak perubahan harga ini
belum menyebabkan suatu ancaman terhadap ekspor mete secara nasional, namun
demikian signal-signal harga ini terus memberikan petunjuk besarnya kekuatan
penyerapan pasar.
Hal ini berarti membawa dampak pada ketertarikan dalam
memproduksi mete.

Bagian 2: Analisis Pemasaran


Produksi dan Panen
Tanaman mete (Anacardium occidentale) merupakan tanaman yang termasuk dalam famili
Anacardiaceae yang tingginya dapat mencapai 10-12 m. Asal usul tanaman mete adalah
dari negara Brazilia bagian timur laut. Saat ini tanaman mete secara luas tumbuh subur di
negara-negara tropis.
Kacang mete adalah bagian yang paling berguna dari tanaman mete. Kacang mete
(cashew kernel) yang diperdagangkan baik secara domestik maupun internasional adalah
bagian dalam dari mete gelondongan (cashew drupe). Mete gelondongan ini tumbuh pada
bagian akhir dari jambu mete yang berbentuk seperti buah pear sebagai asesori dan
disebut the cashew apple yang apabila matang berwarna kuning atau merah dengan ukuran
5-11 cm.
Di Desa Rejosari, pohon mete tidak pernah ditanam sebagai tanaman monokultur, tetapi
dikombinasikan dengan tanaman lain, seperti kayu jati dan tanaman semusim seperti
singkong atau cabai. Tanaman mete seringkali ditanam sebagai tanaman batas (boundary)
atau tanaman pagar (fence). Sebagai akibatnya, luas lahan untuk budidaya tanaman mete
secara langsung berhubungan dengan luas lahan total yang dimiliki petani. Rumahtangga
di Desa Rejosari memiliki jumlah tanaman mete dengan kisaran dua sampai 50 pohon mete
dengan rata-rata sebanyak 18 pohon.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 39 -

Sebagian besar tanaman mete di Desa Rejosari ditanam pada awal tahun 1980an, dan pada
saat ini para petani membudidayakan tanaman mete dengan pemeliharaan minimal. Pupuk
sangat jarang diberikan karena alasan penghematan biaya maupun karena petani
mengganggap pemupukan tanaman mete yang sudah dewasa tidak perlu dilakukan.
Petugas penyuluh dari pemerintah daerah justru berpendapat sebaliknya, bahwa
pemupukan secara regular akan meningkatkan ketersediaan zat hara bagi tanaman mete
yang masih muda maupun yang sudah dewasa.
Musim panen untuk kacang mete biasanya berlangsung sampai empat bulan antara bulan
Juli and Oktober, dengan musim panen raya pada bulan September. Panen dilakukan
secara manual, biasanya dilakukan oleh anggota keluarga saja, dan bukan diupahkan ke
orang lain, dengan menggunakan bantuan bambu panjang untuk meraih buah jambu mete
yang sudah matang.

Proses Pasca Panen


Pemrosesan
Segera setelah dipanen, para petani memproses buah jambu mete. Petani memisahkan
mete gelondongan dari jambu metenya, kemudian biasanya jambunya dibuang. Mete
gelondongan kemudian dikeringkan dengan sinar matahari selama beberapa jam. Produk
mentah yang sudah kering ini dijual di tingkat lokal dan kemudian diproses dengan skala
industri rumahtangga untuk menghasilkan kacang mete (cashew nut kernel).
Biasanya, pemrosesan mete gelondongan menjadi kacang mete meliputi delapan tahapan
(Gambar 2), meliputi: (i) pembersihan, (ii) pencucian, (iii) pembakaran, (iv) pengupasan
atau pengeluaran kacang mete dari kulit gelondongan yang keras, (v) pengeringan, (vi)
pengelupasan kulit ari, (vii) penyeleksian sesuai dengan tingkatan kualitasnya, dan (viii)
pengepakan. Semua langkah-langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan
kualitas kacang mete berkualitas tinggi.
Pengupasan atau pengeluaran kacang mete dari kulit gelondongan yang keras merupakan
langkah yang paling sulit. Apabila dilakukan dengan penanganan yang salah, maka akan
mengakibatkan kacang mete patah/ hancur yang selanjutnya berakibat pada turunnya
harga jual di pasar. Dengan demikian tingkat pengalaman petani merupakan hal yang
sangat penting dan merupakan tugas yang mempunyai spesialisasi tinggi. Di lokasi studi,
tahapan pengupasan kulit gelondongan dilakukan pada skala industri rumahtangga dan
secara dominan dilakukan oleh para perempuan.
Pengolahan yang benar secara signifikan menambah nilai jual pada produk kacang mete.
Di Kabupaten Wonogiri, mayoritas pengolahan mete dilakukan dengan fasilitas rumah pada
skala kecil, tanpa campur tangan perusahaan. Seandainya ada partisipasi dari perusahaan,
maka hanya beberapa perusahaan saja yang terlibat di tingkat kabupaten.
Standarisasi Kualitas
Di Kabupaten Wonogiri, kacang mete diklasifikasikan menjadi tiga kategori kualitas.
Kacang mete dengan kualitas Grade A kualitas terbaik yang utuh dan tidak ada patahan
sama sekali, Grade B terdiri atas 30-40% mete yang patah, dan Grade C terdiri atas lebih
dari 40% patahan mete. Perbedaan harga antara kualitas tertinggi dan dibawahnya sekitar
Rp 1.000/kg (US$ 0,10/kg), yang setara dengan 14-25% dari total nilai pada harga saat ini.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 40 -

Pemilahan berdasarkan tingkat kualitas mete memberikan kontrol kualitas dan seleksi
produk untuk pembeli dan penjual, yang secara langsung mengarahkan pada akurasi harga
produk. Hal ini juga memberikan transparansi agar pembeli dapat memesan dengan lebih
efisien. Dengan demikian, sistem grading di Wonogiri dengan jelas menguntungkan pasar
mete lokal. Namun demikian, studi menemukan beberapa sistem grading dari pandangan
produsen, pemroses, dan pembeli.
Isu utama adalah bahwa sistem grading A, B, C saat ini hanya mengacu pada integritas
fisik dari produk mete (misalnya, persentase mete yang patah/ hancur). Penyederhanakan
sistem ini mengabaikan kualitas lainnya dimana melibatkan selera penjual dan konsumen,
misalnya kadar kelembaban isi, umur, ukuran, warna dan rasa.
Karena pemberian harga didasarkan pada sebagian besar kualitas grade-nya, maka
kerusakan fisik apapun selama pemanenen, pemrosesan atau pengiriman akan menurunkan
nilainya, meskipun karakteristik lainnya tidak terpengaruh. Melalui minimal delapan
tahapan, maka beberapa penanganan dan jarak tertentu sebelum mete mencapai tujuan
akhir pasar, maka pemeliharaan kualitas merupakan biaya transaksi yang harus
dipertimbangkan.
Suatu sistem yang lebih praktis untuk standarisasi kualitas produk sudah sejak lama dicari.
Pemerintah Indonesia sudah mengembangkan suatu mekanisme nasional untuk mengontrol
berbagai komoditi dan produk yang dinamakan Standard Nasional Industri Indonesia
(SNII). Namun demikian, masih belum ada SNII untuk kacang mete.
Pengepakan
Pengepakan produk merupakan dasar dari pemeliharaan kualitas produk, khususnya untuk
menghindari kerusakan, kehilangan dan kontaminasi. Pengepakan yang layak menjamin
nilai produk secara maksimum dapat dicapai dari pasar.
Namun demikian, studi
menunjukkan metode pengepakan saat ini masih jauh dari kecukupan dalam melindungi
produk dan degradasi kuantitas dan kualitas.
Sebagian besar kacang mete yang diproduksi di lokasi studi dijual ke kota lainnya di Pulau
Jawa sebelum pemrosesan yang lebih jauh. Transportasi dilakukan sebagian besar melalui
jalan darat dan dapat memakan waktu selama lebih dari sepuluh jam. Dalam perjalanan,
kacang mete yang mentah sering dicampur dengan produk pertanian lainnya, seperti
sayuran.
Berlawanan dengan yang diperkirakan, pengepakan kacang mete adalah minimal. Kacang
mete hanya dimasukkan ke dalam kantong plastik, dan tidak ada satupun kantong plastik
ini baik ukuran maupun kualitasnya yang sudah distandarisasi sesuai dengan peraturan.
Seringkali kerusakan produk terjadi. Survey mencatat banyaknya pembeli yang mengeluh
kepada penjual tentang kualitas kacang mete pada saat tiba, apa yang diterima tidak
sebagus dengan apa yang diharapkan dalam kontrak perjanjian. Teknologi yang secara
sederhana misalnya kotak dari gabus untuk menghindari komplain yang tidak perlu dan
mengurangi keuntungan.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 41 -

Promosi dan Merk


Sampai saat ini, belum ada usaha dari Kabupaten Wonogiri untuk membentuk suatu merk
yang mempunyai reputasi tinggi untuk kacang mete, dan juga untuk promosi investasi.
Alasannya sangat sederhana produsen rumahtangga secara individual dan pedagang/
penjual perantara mempunyai keterbatasan finansial dan kurangnya pengalaman untuk
menghadapi isu-isu tersebut.
Pemberian merk dan promosi perlu dipertimbangkan karena akan menambah nilai jual
pada produk lokal dengan cara meningkatkan loyalitas konsumen serta dapat memudahkan
konsumen membedakan mete asal Wonogiri dengan mete dari produksi daerah lainnya di
Indonesia.
Satu hal yang pasti, promosi memerlukan biaya namun juga merupakan satu aspek bisnis
yang sangat penting. Pada saat ini, cara satu-satunya untuk mencapai tujuan promosi di
Kabupaten Wonogiri adalah melalui bentuk kegiatan kolektif.

Aktor Pemasaran
Berbagai kalangan terlibat dalam pemasaran mete di Wonogiri, termasuk petani, pengolah,
pedagang perantara desa, pedagang perantara kecamatan, pedagang pengumpul, pengecer
lokal dan konsumen. Berlawanan dengan apa yang dinyatakan pada literatur, maka aktoraktor pemasaran tersebut mempunyai peran campuran. Hal ini membuat hubungan antara
aktor-aktor tersebut menjadi sangat kompleks, oleh karena itu studi ini menekankan pada
penjelasan dan identifikasi aktor-aktor pemasaran yang paling penting dan hubungan antar
aktor.
Gambar 3 menunjukkan bahwa petani kecil merupakan produsen utama dari mete
gelondongan. Ada dua jenis yang dapat dikenali dari peran aktor-aktor, berdasarkan rantai
pemasaran, yaitu: petani yang sekaligus sebagai pengolah mete (farmers-cum-processors)
dan petani yang bukan sebagai pengolah mete.
Petani yang tidak mengolah mete gelondongan menjadi kacang mete dikenal hanya sebagai
produsen mete saja. Para produsen ini seringkali mempunyai lahan yang luas dan tidak
memerlukan tambahan uang dari pengolahan mete. Dengan demikian, ada tiga macam
jenis petani: i) petani yang sekaligus bekerja sebagai pengolah, ii) pedagang perantara
tanpa bisnis pengolahan, dan iii) pedagang perantara desa dan sekaligus sebagai pengolah.
Pedagang perantara dan sekaligus sebagai pengolah adalah masyarakat desa yang membeli
mete gelondongan dari para produsen. Aktor tersebut mengolah mete gelondongan
menjadi kacang mete, atau menjualnya kepada pedagang perantara di kecamatan yang
kemudian menjual kacang mete tersebut pada pedagang pengumpul besar yang sekaligus
menjadi pengolah.
Sementara itu, pedagang perantara desa (yang tidak bekerja sebagai pengolah), membeli
mete gelondongan dari produsen yang mungkin saja kemudian menjualnya kepada
pedagang perantara kecamatan.
Aktor ini dapat menjual mete gelondongan kepada
pedagang besar pengumpul yang sekaligus menjadi pengolah atau menjualnya ke petani
yang juga sebagai pengolah.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 42 -

Rantai pemasaran untuk kacang mete adalah lebih panjang dan lebih kompleks daripada
rantai pemasaran mete gelondongan. Hampir semua kacang mete dari Kabupaten Wonogiri
dijual ke kota lain di Jawa, seperti ke Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya.
Karena kerumitan jalur distribusi mete, maka ruang lingkup studi ini tidak melakukan
analisis komparatif antara peran pemasaran para aktor-aktor di atas. Namun demikian,
dapat diperjelas lagi bahwa kacang mete di jual di luar kabupaten. Aktor yang memainkan
peranan penting adalah pedagang besar pengumpul yang sekaligus pengolah, dan aktor
yang berperan minor adalah pedagang perantara kecamatan.

Pendapatan Rumahtangga dan Marjin Keuntungan


Pendapatan Rumahtangga.
Secara umum, skala budidaya mete di Kabupaten Wonogiri masih cukup kecil, yang artinya
bahwa jumlah pohon mete yang dimiliki oleh rumahtangga di Wonogiri masih terbatas.
Rata-rata rumahtangga di Desa Rejosari mempunyai 18 tanaman mete yang dapat
menghasilkan mete gelondongan seberat 161 kg setiap tahunnya. Pada tingkat harga mete
gelondongan Rp 7.000/kg, maka rata-rata rumahtangga petani dapat memperoleh
pendapatan sebesar Rp 1.127.000 atau sekitar 13% dari total pendapatan rumahtangga per
tahun. Namun demikian, pendapatan ini memberikan kisaran pendapatan yang sangat
bervariasi tergantung dari jumlah tanaman mete yang ditanam oleh rumahtangga. Panen
setiap tanaman mete berkisar antara 40 sampai 700 kg, senilai dengan Rp 280.000 sampai
dengan Rp 4.900.000 per tahun.
Dalam memperkirakan total pendapatan dari pengolahan mete, studi ini menghitung
marjin yang didasarkan atas rata-rata biaya dan harga mete di desa (Tabel 1). Hal ini
menunjukkan bahwa setiap hasil 1 kg mete gelondongan, maka pengolah skala kecil akan
mendapatkan keuntungan sekitar Rp 7.500 setelah dikurangi bahan dan tenaga kerja.
Secara umum, selama 120-hari musim panen, rata-rata pengolah skala kecil akan bekerja
selama tujuh hari dalam seminggu, mengolah 30 kg mete gelondongan menjadi 7,5 kg
kacang mete setiap hari. Selama semusim, rumahtangga pengolah mete dapat
menghasilkan sampai dengan 900 kg kacang mete. Para pengolah dapat menghasilkan
sekitar Rp 7.500/kg untuk memproses kacang mete, yang secara rata-rata dapat
menghasilkan pendapatan per tahun sedikit di bawah Rp 7.000.000,-.
Informasi dari pemerintah menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan per tahun dari
pertanian adalah sekitar Rp 8.600.000,-. Oleh karena itu kegiatan pengolahan memberikan
peluang untuk menambah pendapatan sekitar 75% dari total pendapatan pertanian per
tahun. Meskipun gambaran ini merupakan gambaran umum, namun ada kejelasan bahwa
produksi dan pengolahan mete dapat memberikan keuntungan yang signifikan pada
kelancaran keuangan rumahtangga.
Perbandingan Marjin Keuntungan
Studi ini bertujuan untuk menghitung biaya dan keuntungan dari berbagai macam rantai
pemasaran mete. Merujuk pada kerumitan dari rantai pemasaran dan keterbatasan data
yang tersedia, maka tidak mungkin membandingkan efisiensi dari berbagai macam rantai
pemasaran mete. Namun demikian, masih dimungkinkan untuk menghitung marjin

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 43 -

keuntungan dari berbagai macam aktor pemasaran (diluar pedagang pengumpul karena
ketidaktersediaan data) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Sangatlah berbahaya menarik kesimpulan secara simplistik dari data pada Tabel 2 karena
data pada tabel tersebut tidak mengindikasikan volume perdagangan maupun biaya-biaya
modal dan tenaga kerja yang terlibat. Namun demikian, diketahui bahwa marjin yang
tertinggi terdapat pada pedagang perantara desa yang sekaligus menjadi pengolah yang
dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1.000/kg kacang mete yang lebih besar
dibandingkan dengan pedagang perantara yang tidak mempunyai bisnis pengolahan mete.
Pertambahan pendapatan ini sepertinya merepresentasikan nilai pasar dan tenaga kerja
yang diinvestasikan pada pengolahan jambu mete.
Tabel 1: Rata-rata Keuntungan per Kilogram dari Pengolahan Mete
A. BIAYA PRODUKSI
1. Mete Gelondongan (20 kg x Rp 7.000/kg)

Rp
140.000

2. Minyak Tanah (0,5 l x Rp 3.000)

1.500

3. Kapur untuk pelindung tangan

500

4. Biaya Penyusutan dari pengelupasan

500

Total (A)

142.500

B. PENERIMAAN
1. Penjualan Kacang Mete (5 kg x Rp 35.000)
2. Penjualan dari Kulit Gelondongan (15 kg)

175.000
5.000

Total (B)

180.000

C. Total Pendapatan Kotor Keluarga/5 kg Kc. Mete (Total B- Total A)

37.500

D. Total Pendapatan Kotor Keluarga /1 kg Kc. Mete (Total C/5)

7,500

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 44 -

Tabel 2: Marjin Keuntungan dari Aktor Kunci Pemasaran di Kabupaten Wonogiri (Rp/kg
dari Kacang Mete).
Aktor-Aktor Pemasaran
Pedangan
Perantara
Desa yang
Bukan
Pengolah
Mete

Pedagang
Perantara
Kabupaten

Pengecer
Lokal

Item

Petani
sekaligus
Pengolah

Pedagang
Perantara
Desa
Sekaligus
Pengolah

Harga Jual

30.000

35.000

35.000

37.500

37.500

Harga Pembelian
atau Biaya
Produksi

28.500

31.500

32.500

35.000

35.000

Biaya Absolut
Pemasaran

500

500

1.000

1.000

Marjin
keuntungan
Absolut*

1.500

3.000

2.000

1.500

1.500

Marjin
Keuntungan
Relatif**

5,0%

8,5%

5,7%

4,0%

4,0%

* Marjin kuntungan absolut, sama dengan harga jual dikurangan harga pembelian, atau biaya
produksi dikurangi biaya pemasaran.
** Marjin Keuntungan Relatif, sama dengan keuntungan absolut sebagai persentase dari harga jual

Akses Kredit dan Posisi Tawar Petani


Akses Kredit
Bagi para petani mete, tidak mempunyai hutang pada pedagang perantara mungkin
menjadi suatu keuntungan. Sementara itu, bagi para pedagang perantara yang berharap
mengembangkan produksinya, atau yang mempunyai keterbatasan keuangan, maka akses
terhadap kredit merupakan hal yang vital.
Meskipun terdapat bank swasta dan negara di Kabupaten Wonogiri, petani yang paling
miskin tidak mempunyai agunan yang memadai untuk dijadikan jaminan pinjaman. Pada
saat ini, petani di lokasi penelitian sangat terbatas kemampuannya dalam mengajukan
kredit.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 45 -

Posisi Tawar Petani


Petani atau produsen mete yang sekaligus sebagai pengolah jelas mendapatkan keuntungan
dari partisipasinya dalam membudidayakan mete, dan di banyak kasus menghasilkan
pendapatan dari kegiatan tersebut. Pertama, petani memperdagangkan produk dari posisi
yang relatif lemah. Laporan menyebutkan bahwa lokasi pedesaan di Jawa mengalami
penjualan produk-produk pertanian sebelum panen mete untuk mendapatkan akses tunai.
Hal ini memang bukan merupakan kasus dari lokasi penelitian, dan penjualan kedua macam
mete baik gelondongan maupun kacang mete hanya dilakukan dengan sistem terima dan
bayar. Kalau ada kiriman mete sebaiknya membayar pada saat penerimaan barang.
Petani tidak langsung meminjam uang dari pedagang perantara. Namun, petani mempunyai
kebebasan memilih untuk menjual komoditinya pada siapapun dalam keadaan apapun.
Namun, kekuatan posisi ini dibentuk dari output yang kecil dari individual petani manapun.
Output semacam itu secara relatif tidak signifikan bagi pedagang perantara yang mampu
untuk menegosiasikan harga dengan ancaman tidak membeli. Oleh karena itu, dengan
alasan kebebasan hubungan perdagangan, maka petani secara keseluruhan masih merasa
mendapatkan perjanjian yang mentah. Pedagang sering berpindah-pindah dari pasar akhir
mereka dan sumber informasinya juga masih rendah. Pedagang perantara memiliki posisi
tawar yang lebih kuat dibandingkan dengan petani karena pengetahuannya yang lebih baik
tentang harga pasar.
Analisis Gender
Analisis gender adalah suatu proses dalam menganalisis data dan informasi secara
sistematis untuk mengidentifikasi status, fungsi, peran, dan tanggung jawab antara lakilaki dan perempuan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam situasi tertentu (KPPBKKBN-UNFPA 2003).
Berdasarkan hasil survei ditemukan bahwa secara umum sudah terjadi kemitraan gender
yang baik dalam divisi tenaga kerja pada budidaya dan pemasaran kacang mete antara
peran laki-laki dan perempuan di Desa Rejosari, meskipun belum tercapai keseimbangan
yang sempurna (Tabel 3). Masih terdapat ketidaksetaraan gender dalam hal akses dan
kontrol sebagai pedagang pengumpul dan pedagang besar, namun di sisi lain sudah terjadi
kesetaraan gender dalam hal akses dan kontrol sebagai petani dan pengolah, bahkan akses
dan kontrol perempuan sebagai pengolah adalah lebih dominan dibandingkan dengan lakilaki. Secara umum juga ditemukan sudah terjadi kemitraan peran laki-laki dan perempuan
yang baik dalam akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan teknologi pengolahan,
meskipun belum tercapai kesetaraan yang sempurna. Ditemukan juga belum terjadinya
kesetaraan gender dalam akses dan kontrol terhadap pemasaran mete seperti organisasi
pemasaran, saluran pemasaran, dan perluasan pasar. Bahkan akses dan kontrol perempuan
dalam hal tersebut sama sekali tidak ada.
Sebaliknya, peran perempuan justru lebih besar dalam hal akses dan kontrol terhadap
penggunaan mesin pengacip dan praktik pengolahan mete dibandingkan dengan laki-laki.
Hal ini berarti bahwa perempuan mempunyai kontrol yang lebih besar pada kualitas kacang
mete yang selanjutnya mempengaruhi harga kacang mete yang diterima oleh petani dan
pada akhirnya mempengaruhi penerimaan rumahtangga.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 46 -

Panduan Pertanyaan
1. Siapa aktor utama dalam rantai pemasaran kacang mete? Jelaskan beberapa peran
yang penting yang harus dilakukan agar lebih efisiensi dalam sistem pemasaran dari
kacang mete di Kabupaten Wonogiri?
2. Apakah isu kunci yang dapat memastikan standar kualitas mete, pengepakan, merk,
serta promosi produk kacang mete di Kabupaten Wonogiri? Apa dan bagaimana
perbaikan yang harus dilakukan dalam bisnis ini?
3. Berapa besar nilai tambah yang diterima para aktor dalam rantai pemasaran mete di
kabupaten Wonogiri? Dari aktivitas apa nilai tambah dalam pemasaran mete tersebut
dihasilkan?
4. Apa isu gender yang berkaitan dengan akses dan kontrol pada bisnis kacang mete di
Kabupaten Wonogiri? Bagaimana isu ini berpengaruh terhadap pemasaran kacang mete
dan pendapatan rumahtangga di desa?

Tabel 3. Analisis Gender dalam Bisnis Kacang Mete di Desa Rejosari, Kabupaten Wonogiri
No
1

Aktivitas

Perempuan

Laki-laki

Akses

Kontrol

Klasifikasi Petani Mete

Petani

Pengolah

Pedangan Pengumpul

Pedagang Besar

Sumberdaya

Lahan

Kredit Produksi

Kredit Pemasaran

Informasi Harga

Akses

Kontrol

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

No

Aktivitas

Perempuan

Laki-laki

Akses

Kontrol

Informasi Pelatihan

Teknologi Pengolahan

Penggunaan Mesin
Pengacip

Pengolahan

Pemasaran

Organisasi Pemasaran

Chanel Pemasaran

Penyuluh Pasar

Akses

Kontrol

Catatan
artinya tingkatan peran yang rendah dari laki-laki dan perempuan

artinya tingkatan peran yang tinggi dari laki-laki dan perempuan

- 47 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Pembersihan

Perendaman dalam Air

Pembakaran

Panci Oven

Gunakan
Sarung
Tangan

Drum

Minyak Panas

Pengeluaran/ Pengupasan

Penjemuran
Penjemuran
Matahari

Solar/furnace

High volume
furnace

Pengelupasan

Pemilihan Kelas/ Grade

Pengepakan

Gambar 2. Proses Pengolahan Mete Gelondongan Menjadi Kacang Mete

- 48 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Pengumpul
Pengolah-Pedagang
perantara
DesaVillage

Petani sekaligus
Pengolah
-cumprocessors

Pedagang
Perantara
Kecamatan

Pedagang
Pengumpul
sekaligus
Pengolah
Pasar di luar
kabupaten

Pedagang
Perantara Desa

Konsumen

Petani

Catatan:
Aliran Mete Gelondongan
Aliran Kacang Mete

Gambar 3: Rantai pemasaran Mete di Kab. Wonogiri, Jawa Tengah

- 49 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 50 -

Bahan Ajar Studi Kasus 2


Pemasaran Bambu di Laos
A. Catatan untuk Pengajar

agian ini dimaksudkan untuk memandu anda, sebagai seorang pengajar, untuk
menggunakan materi studi kasus ini secara efektif sebagai bagian dari suatu
silabus pengajaran yang lebih luas, baik mata ajaran pemasaran maupun
agroforestry, pengembangan hasil hutan non kayu ataupun mata ajaran lainnya
yang terkait. Catatan ini menyediakan saran-saran untuk mendorong pemikiran kritis
diantara mahasiswa, termasuk panduan pertanyaan dan diskusi, aktivitas-aktivitas
pengajaran yang disarankan dan bahan bacaan yang disarankan.
Materi studi kasus tidak mencakup seluruh aspek dari rantai pemasaran yang mungkin
muncul selama diskusi dengan mahasiswa atau dalam tugas-tugas. Oleh karena itu, anda
disarankan untuk menggunakan materi ini sebaik mungkin yang dapat anda capai sesuai
dengan tujuan pengajaran yang anda tentukan untuk kelas anda, misalnya dengan
membuat asumsi-asumsi pertimbangan tentang informasi yang tidak ada dalam studi kasus
ini.

Anda didorong untuk membaca bagian ini dengan baik sebelum memberikan materi studi
kasus kepada para mahasiswa. Keefektifan dari materi studi kasus ini sangat tergantung
kepada seberapa baik anda sendiri mengusai cara pemakaian yang disarankan dan
menginternalisasi informasi dasar yang berada di dalamnya.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 51 -

Tujuan dan Metodologi


Studi kasus ini menyajikan hasil dari penelitian lapang yang dilakukan di wilayah Kota
Vientiane, Laos pada bulan Januari-Maret 2006 sebagai bagian dari Proyek SEANAFE
(Southeast Asian Agroforestry Education Network) tentang Pemasaran Hasil-hasil
Agroforestri (Markets for Agroforestry Tree Products). Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjelaskan rantai pemasaran bambu sebagai cara untuk mengidentifikasi hambatanhambatan utama untuk pengembangan sektor ini.
Bambu dipilih sebagai komoditas penelitian karena potensi laten yang dimilikinya untuk
menghasilkan pendapatan dan pengentasan kemiskinan di derah pedesaan.
Distrik
Sangthong di Kota Vientiane (lihat Peta, Gambar 1) dipilih sebagai lokasi penelitian karena
merupakan salah satu wilayah kunci produksi bambu, dan dekat dengan pengolahan bambu
komersial di negara ini. Wilayah itu juga berdekatan dengan ibukota Laos, yang mana
menghasilkan permintaan domestik untuk material bambu dan hasil olahannya.
Laporan penelitian ini terutama merupakan hasil dari wawancara semi terstruktur,
berdasarkan pada empat daftar pertanyaan yang disiapkan, masing-masing satu daftar
pertanyaan untuk kelompok responden utama; penghasil bambu, pendagang bambu, kepala
desa, dan petugas pemerintah daerah.
Penelitian ini ditekankan kepada identifikasi hambatan-hambatan utama dalam rantai
pemasaran; pergerakan produk melalui rantai dari produsen sampai konsumen; perbedaanperbedaan antara harga produk yang diterima dan ditawarkan pada setiap mata rantai
dalam rantai pemasaran; dan faktor-faktor kunci yang mempengaruhi penentuan harga
produk sepanjang rantai pemasaran.
Untuk melengkapi penelitian lapang dan analisis, tim peneliti menyelenggrakan suatu
workshop yang dihadiri oleh para pihak yang berkepentingan di Distrik Sangthong untuk
memvalidasi hasil-hasil penelitian.
Tim peneliti terdiri dari peneliti dari Universitas Nasional Laos, Burapha Development
Consultants Co. Ltd. dan Organisasi Pembangunan Belanda (SNV).

Isu Kunci
Rantai pemasaran untuk produk-produk agroforestri dan hasil hutan non kayu memberikan
manfaat pendapatan penting bagi petani produsen. Studi kasus ini meperlihatkan
kompleksnya rantai pemasaran semacam itu. Sulit untuk memaksimalkan manfaat bagi
petani karena tiga alasan sebagai berikut: a) kecenderungan bahwa sebagian besar nilai
ditambahkan kepada produk pada mata rantai yang lebih tinggi dalam rantai pemasaran; b)
buruknya pengaturan dan pengelolaan sumberdaya alam; dan c) relatif tinggi dan tidak
jelasnya biaya transaksi yang dibebankan oleh pemerintah.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 52 -

Deskripsi Singkat
Kasus ini menjelaskan rantai pemasaran untuk bambu liar dan hasil-hasil olahannya di
perbatasan Laos-Thailand.
Bambu adalah suatu sumber pendapatan yang penting bagi penduduk pedesaan dan
menyediakan keamanan uang tunai ekstra untuk menutupi pengeluaran sehari-hari. Di
bagian Barat Provinsi Vientiane, penduduk desa yang miskin mengumpulkan dan mengolah
setengah jadi sejumlah spesies bambu liar. Batang-batang bambu dikirimkan melalui jalan
darat atau sungai ke kota Vientiane atau salah satu dari beberapa unit pengolahan
komersial. Di banyak desa, produksi kerajinan bambu dibuat dengan keahlian tinggi, dan
permintaan dari pasar lokal dan pasar Thailand juga relatif tinggi.
Walaupun demikian, rantai pemasaran bambu dalam studi kasus ini mendapat beberapa
hambatan pada tingkat penawaran, penyimpanan, transportasi, pengolahan, pemasaran
dan pengembangan pemasaran. Untuk menyediakan suatu sumber pendapatan yang tetap
dan lebih besar untuk penduduk desa, nilai tambah dapat dilakukan terhadap bambu
melalui pengolahan yang lebih canggih dan pengelolaan yang lebih baik dari sumberdaya
bambu. Beberapa hambatan perlu disingkirkan agar hal tersebut terjadi:
1. Sistem perpajakan yang rumit perlu disederhanakan untuk memfasilitasi
perdagangan dan pajak pendapatan seharusnya diterapkan untuk penegelolaan
hutan dan jasa-jasa lain untuk penduduk.
2. Sistem kuota yang berlaku sekarang memiliki pengaruh yang kecil terhadap
pelestarian sumberdaya bambu dan mengancam sumber kehidupan penting bagi
keluarga-keluarga miskin di distrik tersebut jika hal itu akan diterapkan secara
ketat. Diperlukan suatu sistem pengelolaan sumberdaya yang lebih realistis yang
didasarkan atas monitoring aktual berbasis sumberdaya tersebut. Hal ini akan
memberi kesempatan keluarga-keluarga miskin untuk memiliki pendapatan yang
baik dari bambu dan melindungi sumberdaya bambu.
3. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan petunjuk yang jelas
untuk pengelolaan berkelanjutan dari hutan alam bambu.
4. Sistem informasi pasar perlu disusun oleh Pemerintah untuk menghubungkan
petani produsen dengan pasar-pasar baru, dalam rangka pengembangan produkproduk baru dan untuk menarik investor.
Hambatan-hambatan ini disajikan dan didiskusikan dalam studi kasus.
Data-data
penunjang yang lebih terperinci memungkinkan kesempatan bagi para mahasiswa untuk
melakukan sendiri analisis data sekunder.

Tema Pembelajaran
Kasus ini merupakan suatu materi yang baik untuk memungkinkan mahasiswa mempelajari
dan mengembangkan keahlian untuk berpikir analitis dan kritis dalam tema-tema sebagai
berikut: a) rantai nilai pemasaran, b) nilai tambah dan pengolahan, dan c) kebijakan
pemasaran, peraturan, dan perpajakan dengan bambu sebagai suatu contoh kasus. Tema-

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 53 -

tema tersebut tidak didiskusikan secara terpisah dalam kasus ini. Namun demikian,
pertanyaan terpandu dalam halaman selanjutnya akan menolong anda menentukan
penggunaan materi ini dengan mahasiswa anda. Pertanyaan-pertanyaan lain dapat disusun
untuk tujuan yang sama.

Luaran yang Diharapkan


Kasus ini menolong pembelajar memahami banyak faktor yang menentukan potensi
kelestarian dan pengembangan dari suatu rantai pemasaran produk agroforestry atau hasil
hutan non kayu dengan mengambil bambu sebagai suatu contoh khusus. Hal ini
memberikan pandangan terhadap macam pertanyaan yang dicari oleh analisis rantai
pemasaran untuk dijawab. Studi kasus ini mendorong pembelajar untuk mengevaluasi
secara kritis peranan negara dalam memfasilitasi dan mengatur pemasaran produk
agroforestri dan hasil hutan non kayu.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Panduan Pertanyaan dan Diskusi


Pertanyaan

Diskusi

Jelaskan perbedaan utama antara rantai


pemasaran bambu dari Desa Napo, Desa Kuoy
dan Desa Huoy Tom. Apa faktor yang
memungkinkan
terjadinya
perbedaanperbedaan tersebut?

Lihat Gambar 2: Bambu dan produk bambu dari


Desa Napo selain dipasarkan untuk konsumen
lokal juga diekspor ke Thailand. Sedangkan bambu
dari Desa Kuoy dan Desa Huoy Tom hanya
dipasarkan secara domestik. Faktor yang
memungkinkan ekspor bambu dari Desa Napo
adalah adanya kelompok pedagang dari Desa
Sanod yang membeli produk bambu dari Desa
Napo dan menjualnya kembali kepada para
pedagang dari Thailand dimana para pedagang
desa Sanod ini sudah memiliki hubungan dagang
yang cukup lama dan baik dengan pedagang
Thailand. Selain itu letak geografis Desa Napo
yang deka perbatasan Thailand memudahkan
pengangkutan produk bambu melalui jalur sungai
Mekong.

2. Dalam bentuk apa nilai tambah bambu


dipraktikkan di Kabupaten Santhong? Proses
penambahan nilai apa yang harus dilakukan
para petani untuk menghasilkan pendapatan
yang lebih besar?

Lihat Tabel 3 & 4, Gambar 2: Batang bambu


mentah diproses menjadi berbagai macam produk
seperti pagar bambu, tikar untuk mengeringkan
tembakau, dinding anyaman, atap, keranjang dan
kerajinan lainnya.

1.

3. Apa hambatan dalam penegakan aturan kuota Sistem kuota adalah suatu usaha untuk
bambu? Haruskah hal itu tetap dilakukan, dan menyelesaikan suatu permasalahan yang serius,
namun tampaknya sulit untuk dilaksanakan.
bila tidak, apa alternatif lainnya?
Laporan studi tersebut tidak secara jelas
menyatakan mengapa, tetapi dari informasi yang
tersedia kami dapat menyarankan beberapa
alasan. Pertama, kuota dikenakan kepada
pedagang produk bambu, tidak kepada pemanen,
yangmana membingungkan pertanggung jawaban.
Kedua, sehubungan dengan banyaknya pos
pengawasan, mungkin terdapat kebingungan
mengenai di pos pengawas yang mana kuota itu
harus diawasi, dan bagaimana mereka seharusnya
berbagi laporan tersebut. Ketiga, pajak informal
berarti produk-produk akan tidak tercatat dan para
pedagang mungkin mencoba untuk melewatinya
apabila memungkinkan.
Walaupun demikian, tingkat pengambilan bambu
dari hutan tampaknya akan mendorong ke arah
jatuhnya pasar Sangthong. Suatu alternatif
terhadap pengaturan adalah pengelolaan
sumberdaya lokal. Kita tidak mengetahui sejauh
mana pemerintah akan mau menerima ide
tersebut. Paling tidak, penduduk desa akan harus
memperlihatkan komitmen yang kuat terhadap
pengelolaan bambu yang lestari untuk dapat
memiliki kesempatan untuk menghapuskan kuota

- 54 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Pertanyaan

- 55 -

Diskusi
atau rencana penghentian penebangan. Hal itu
tampaknya tidak mungkin terjadi, namun studi
kasus ini menyediakan kenyataan yang kuat
bahwa sistem kuota tidak berjalan. Survey
ekonomi pedesaan tambahan akan juga
memperjelas dampak terhadap kehidupan
masyarakat bila hal itu dilakukan.

4. Saran-saran apa yang dapat diberikan kepada Tim peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:
berbagai para pihak untuk memperbaiki rantai
- Lakukan penelitian tentang dampak ekologi dan
pemasaran bamboo di Kabupaten Sangthong?
kelestarian ekstraksi rebung dan batang
bambu.
- Pemerintah
seharusnya
memprioritaskan
pemanfaatan yanglestari dan konservasi dalam
kebijakan sumberdaya
- Kembangkan dan laksanakan regulasi-regulasi
tentang pemanenan bambu yang lestari,
konservasi hutan dan perdagangan hasil hutan
- Perbaiki sistem kuota berdasarkan pendugaan
sumberdaya bambu terkini dan pengambilan
tahunan yang dibolehkan (allowable annual
take-off)
- Perkenalkan pabrik pengolahan kerajinan
bambu di desa Kuoy dan Houy Tom untuk
meningkatkan penedapatan
- Pemerintah seharusnya memperbaiki kondisi
usaha untuk menarik lebih banyak pembeli dan
inustri pengolah bambu ke wilayah Sangthong.
- Perkuat kelompok perdagangan Sanod, dan
dirikan kelompok-kelompok produsen
- Berdayakan masyarakat desa dalam proses
pemasaran dengan menyediakan pelatihan
tentang organisasi pemasaran termasuk
pendirian koperasi.
- Carilah pasar yang baru: Vietnam, China adalah
kunsumen besar produk kerajinan bambu.
Agen proposi dan perdagangan pemerintah
dapat mengembangkan hubungan dengan
negara-negara tersebut.

Kegiatan yang Disarankan


Studi kasus ini menjelaskan suatu situasi nyata dengan seluruh kompleksitas dan
ketidaktentuan yang menyertainya. Hal ini merupakan situasi yang mungkin akan
ditemukan sendiri oleh banyak mahasiswa dalam kehidupan mereka. Kegiatan-kegiatan
berikut ini dipilih untuk membantu melengkapi para mahasiswa dengan alat-alat untuk

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 56 -

memahami dan menganalisa pekerjaan nyata dan untuk menyusun rencana-rencana


intervensi.
1. Disain suatu metodologi (termasuk tujuan, daftar staf, jadwal dan dana) untuk suatu
analisis pemasaran. Baik menggunakan suatu situasi nyata yang dikenal mahasiswa atau
menggunakan suatu situasi yang tersedia dalam studi kasus. Pastikan bahwa mahasiswa
mempertimbangkan wawancara dan kuesioner seperti apa yang akan mereka gunakan,
siapa yang akan diwawancara, dan berapa lama setiap bagian penelitian akan
dilakukan. Mahasiswa seharusnya juga mempertimbangkan apa tujuan dari penelitian,
dan oleh karena itu siapa yang seharusnya diberitahu hasilnya dan bagaimana (suatu
bagian dari output dan diseminasi dapat diikutsertakan). Hal ini dapat digunakan
sebagai suatu tugas rumah atau kegiatan kelompok.
2. Lakukan suatu analisis para pihak untuk rantai pemasaran bambu di Sangthong. Pasar
bambu Sangthong menyertakan dan mempengaruhi banyak orang para pihak
termasuk mereka yang disebutkan dalam teks dan sejumlah lainnya yang tidak
merupakan sasaran utama dari kasus ini. Dengan memikirkan tentang parapihak akan
membantu dalam membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki situasi yang ada, siapa yang seharusnya terlibat dan bagaimana,
serta siapa pemenang dan siapa yang kalah dari adanya intervensi tersebut. Lakukan hal
ini dalam suatu aktivitas kelompok dengan melengkapi suatu matriks yang menjelaskan
parapihak utama dan sekunder pada berbagai tingkatan dalam rantai pemasaran
(misalnya: desa, distrik, provinsi, nasional, internasional).
3. Lakukan analisis sekunder menggunakan gambar-gambar dalam studi kasus. Studi kasus
tersebut berisi sejumlah besar data yang dapat dianalisis lebih lanjut dan
dikombinasikan dengan informasi tambahan untuk menginvestigasi, misalnya:
- Kenaikan harga (mark-up) yang terjadi pada berbagai tingkatan rantai perdagangan
(misalnya. keuntungan sebagai suatu persentase dari harga pembelian asal)
- Kemungkinan keuntungan bulanan untuk berbagai pelaku pasar, misalnya: penduduk
desa, pedagang pengumpul dan pedagang perantara. (Hal ini mungkin membutuhkan
beberapa asumsi tentang pendapatan bulanan pedagang pengumpul dan perantara).
- Areal bambu yang digunakan oleh setiap desa dalam satu tahun (Hal ini akan
membutuhkan beberapa informasi latar belakang tentang tingkat pertumbuhan dari
spesies yang digunakan)

Bahan Bacaan
Enterprise Orpportunities, 2006 Mekong Bamboo Feasibility Study Final Report, prepared
for Oxfam Hongkong and MPDF, August 2006.
Foppes, Joost and Wanneng, Phongxiong, 2006 NTFP and governance in Xiengkhuang
Province Consultancy report prepared for the Governance and Administrative
Reform Project (GPAR), UNDP, December 2006.
Hellberg, Ulli, 2005 Development of sustainable supply chains for NTFP and agricultural
products in the northern districts of Sayaboury Province, Lao PDR IFAD-GTZ

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 57 -

Programme RLIP-RDMA Rural Livelihood Improvement Programme - Integrated Rural


Development in Mountainous Areas in Northern Lao P.D.R. Programme, November
2005.
Vernon, Eddie, 2006 Marketing Analysis Report prepared for the Oudomxay Community
Initiatives Support Project, IFAD 586-LA, January 2006.

Tim Peneliti
Ketua Tim:

Latsamy Boupha
Department of Wood Utilisation
Faculty of Forestry
National University of Laos, Dong Dok Campus
Lao PDR.
Tel.: +856 21 720163
Fax: +856 21 770096
Mobile phone: +856 20 980 1393
E-mail: l_boupha@yahoo.com

Anggota Tim:

Bouaket Sayasouk
Burapha Development Consultans Co., Ltd.
Vientiane, Lao PDR.
Tel.: +856 21 451 841, 451 842
Mobile phone: +856 20 232 7200
E-mail: bdcsm@laotel.com
Phongxiong Wanneng
SNV(Netherlands Development Organization)
P.O Box: 2746, Vientiane, Lao PDR.
Tel.: +856 21 720163, 770813, or +856-21 413290-91
Mobile Phone: +856 20. 2243283
Fax: +856-21 414068
E-mail: Phongxiong123@yahoo.Com
Joost Foppes
SNV(Netherlands Development Organization)
P.O Box: 2746, Vientiane, Lao PDR.
Tel.: +856 21 720163, 770813, or +856-21 413290-91B.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 58 -

B. Kasus
Bagian 1: Latar Belakang
Gambaran Umum
Republik Demokratik Rakyat Lao (Laos) adalah suatu negara daratan yang berlokasi di Asia
Tenggara. Laos merupakan negara yang paling sedikit jumlah penduduknya di bagian
wilayah Sungai Mekong Besar meliputi Kamboja, RRC, Laos, Myanmar, Thailand dan
Vietnam- yaitu berjumlah 6 juta orang. Negara ini juga memiliki kepadatan penduduk
yang paling rendah, yaitu 26 orang per km2, yang mana hampir sepersepuluh kepadatan
pendudukan Vietnam, yang berbatasan sepanjang 2000 km dengan bagian Timur Laos.
Sebagian besar wilayah Laos merupakan daerah pedesaan dimana sebagian besar penduduk
menggantungkan hidupnya dari sumberdaya lahan. Pemanfaatan hasil kehutanan non kayu
berkembang luas, dan sektor ini secara ekonomis sangat penting. Oleh karena itu, sangat
diharapkan peranan pengembangan potensi pemasaran hasil hutan non kayu dalam
pertumbuhan ekonomi negara.
Bambu adalah jenis tanaman yang umum di Laos dan dapat ditemukan di seluruh wilayah
negara. Pemanfaatan dan konsumsi bambu telah sangat lama dilakukan. Manfaat bambu
sangat banyak, baik manfaat langsung maupun tidak langsung, seperti rebung bambu untuk
makanan, batang bambu untuk bahan baku rumah, furniture, dan kerajinan; tanaman
bambu juga digunakan untuk konservasi tanah dan air, serta untuk bahan bakar pengganti
kayu. Tegakan bambu liar sangat banyak ditemukan di berbagai provinsi. Bambu juga
ditanam petani di dalam dan sekitar pedesaan.
Walaupun bambu termasuk hasil hutan non kayu yang penting di Laos, namun pengolahan
bambu menjadi produk-produk komersial masih belum berkembang sebagai suatu sumber
pendapatan rumah tangga atau aktivitas usaha. Sejauh ini terdapat sektor pengolahan
bambu domestik, namun utamanya berbasis sekitar kerajinan dan pengolahan rumah
tangga, khususnya di pedesaan. Sejumlah kecil usaha pengolahan bambu yang lebih
komersial belum lama ini dilakukan di sekitar ibu kota Laos, Vientiane. Produk-produk
yang dihasilkannya sebagian besar untuk ekspor, tetapi pengolah lokal tampaknya hanya
menerima sedikit manfaat dari usaha tersebut.

Lokasi dan Kondisi Sosial Ekonomi


Distrik Sangthong terletak sekitar 75 km dari kota Vientiane dan merupakan salah satu
distrik yang paling miskin dari kota Vientiane (Gambar 1). Wilayahnya meliputi sekitar
5.080 ha dan memiliki jumlah penduduk 18.753. Distrik tersebut terdiri atas 35 desa
dengan 3.266 rumah tangga dan rata-rata 6 orang per rumah tangga.
Distrik Sangthong merupakan wilayah yang memiliki hutan alam bambu yang paling kaya di
wilayah kota Vientiane. Hutan alam bambu tersebut luasnya sekitar 3.600 ha atau sekitar
70 % dari luas wilayah distrik. Bambu tumbuh secara luas di daerah perbukitan dan
sepanjang aliran sungai-sungai.
Studi kasus ini menjelaskan pemasaran produk-produk bambu yang berasal dari desa Napo,
desa Kouy dan desa Houy Tom (Gambar 1). Kondisi sosial ekonomi (kehidupan dan
sumberdaya) dari ketiga desa tersebut dijelaskan secara ringkas pada Tabel 1.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 59 -

Tabel 1. Ringkasan kondisi sosial ekonomi dan sumberdaya alam pada tiga desa lokasi studi
Item

Desa Napo

Desa Kouy

Desa Houy Tom

Jumlah penduduk
(Jumlah Rumah
Tangga)
Kelompok suku : %
dari jumlah penduduk
desa
Topografi dan
vegetasi

425
(86)

557
(107)

370
(64)

Phouan: 85%
Khamu: 15%

Phouan: 95%
Khamu: 5%

Phouan: 1%
Khamu: 99%

Berlereng dan hutan


dengan areal hutan
bambu alam yang luas;
bergunung dengan
tutupan hutan yang
tinggi

Dataran dan berlereng


serta berhutan dengan
areal hutan alam
bambu yang luas

Berlereng dan berhutan


dengan areal hutan alam
bambu yang luas

Infrastruktur

- Miskin, jalan tanah


menuju desa
- Tidak ada listrik
- Terdapat sekolah SD
(hanya sampai kelas
3)
- Terdapat 2 buah pura
Padi, ternak, produksi
hasil hutan non kayu
dan kerajinan bambu

- Miskin, jalan tanah


menuju desa
- Tidak ada listrik
- Terdapat sekolah SD
- Terdapat Pusat
Kesehatan

- Jalan tanah menuju


desa
- Terdapat sekolah SD
(hanya sampai kelas 3)
- Tidak ada listrik

Padi, ternak, produksi


hasil hutan non kayu
dan batang bambu

Batang bambu, hasil


hutan non kayu, ternak
dan padi

Sumber pendapatan
utama keluarga

Peraturan Formal dan Informal


Pemerintah Laos menentukan sejumlah aturan berkaitan dengan pemanenan bambu:

Bambu hanya dapat diambil dari hutan yang diperuntukan keperluan desa bukan dari
hutan-hutan lindung

Jumlah bambu yang dipanen harus mengikuti kuota yang ditentukan oleh
pemerintah kabupaten/kota

Pengawasan terhadap jumlah produksi tidak dilakukan di dalam hutan, melainkan


hanya di pos pengontrolan perbatasan kabupaten

Pemasaran produk bambu dari Sangthong secara resmi mengikuti kuota yang ditentukan
oleh Kantor Dinas Kehutanan dan Pertanian Kota Vientiane. Kuota produksi bambu tahun
2005 adalah 100.000 batang dan tahun 2006 sejumlah 50.000 batang. Dari jumlah
tersebut, pabrik pembuatan tusuk gigi mendapat 20.000 batang, sedangkan sisanya dijual
kepada sejumlah perusahaan kerajinan bambu skala kecil di wilayah Vientiane.
Pemerintah Laos secara bertahap menurunkan kuota produksi bambu sejalan dengan suatu
kebijakan untuk menggeser pemanenan komersial produk kehutanan di Kota Vientiane
pada tahun 2010.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 60 -

Walaupun demikian, pegawai kantor pemerintahan Distrik Sangthong mengakui bahwa


pemananen bambu di wilayahnya sulit dikelola. Dalam rangka efektivitas pengawasan,
mereka baru-baru ini membentuk suatu kelompok pemasaran bambu di Desa Sanod.
Kelompok ini juga memfasilitasi pemungutan pajak.
Pemerintah Distrik telah membangun pos pengawasan resmi di Ban Kok Hae yang terletak
di Sungai Mekong, dimana ekspor bambu dan produk-produk lainnya ke Thailand didata dan
dikenakan pajak. Pos pengawas perbatasan dikelola oleh Departemen Perdagangan dan
Pajak, Departemen Pertanian/Kehutanan dan Polisi.
Penduduk desa Sanod biasanya menjual bambu secara bebas. Namun sejak tahun 2000,
pemerintah Distrik Santhong menetapkan penjualan produk bambu ke dalam kelompokkelompok perdagangan. Mereka harus melaporkan hasilnya setiap bulan kepada pemimpin
desa atau distrik. Walaupun mereka disebut sebuah kelompok, namun ke delapan anggota
di dalam kelompok tersebut terus melakukan penjualan produk mereka secara sendirisendiri.
Lima pedagang utama Thailand membeli produk dari kelompok tersebut. Hubungan antara
kelompok pedagang Sanod dan pembeli dari Thailand cukup baik karena mereka telah
melakukan hubungan perdagangan sejak bertahun-tahun yang lalu. Hubungan tersebut juga
cukup kuat sehingga kadang-kadang mencakup pengaturan pinjaman atau kredit.

Pembangunan dan kelestarian


Banyak responden lokal meyakini bahwa areal hutan alam bambu menurun. Hal tersebut
dikarenakan pemanenan yang berlebihan dan konversi lahan ke pertanian.
Sebagai akibatnya, pertumbuhan bambu di beberapa wilayah desa menurun, dan pemanen
harus berjalan semakin jauh untuk memperoleh bambu. Biasanya bambu dapat tersedia
pada jarak sekitar satu kilometer dari desa, namun sekarang mencapai sampai 4 km
jauhnya dari desa.
Pemerintah telah memperhatikan kemungkinan masalah lingkungan dari kehilangan bambu
tersebut, sebagaimana diindikasikan dengan penghentian penebangan dan peralihan
ekploitasi bambu secara komersial pada tahun 2010 melalui pengurangan kuota.
Kuota pemerintah tampaknya tidak berdasarkan suatu observasi lapang atas status
sumberdaya bambu. Berdasarkan data survey bambu dari lokasi lain dan dari obervasi
lapang, tim studi memperkirakan hasil rata-rata bambu di Sangthong sekitar 10.000 batang
per hektar per tahun. Hutan bambu seluas 3.600 ha di Kabupaten Sangthong dapat
menghasilkan paling sedikit 36 juta batang per tahun. Pengambilan 370.000 batang bambu
per tahun yang dilakukan saat ini, mewakili hanya 1 % dari total sumberdaya. Dengan kata
lain, tidak ada isu kelestarian yang nyata.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 61 -

Bagian 2: Analisis Pemasaran


Produksi dan Pemanenan
Enam jenis utama bambu tumbuh di Distrik Sangthong, masing-masing memiliki sejumlah
manfaat komersial maupun untuk kebutuhan rumah tangga (Tabel 2).
Desa-desa lokasi studi memiliki suatu tradisi yang sudah lama dalam memproduksi
kerajinan bambu dengan keahlian khusus dalam pembuatan pagar bambu, tikar untuk
mengeringkan tembakau, dinding anyaman, atap, keranjang, dan kerajinan lainnya.
Pemanenan batang bambu umumnya dilakukan oleh laki-laki sedangkan pemanenan rebung
bambu umumnya dilakukan oleh kaum wanita, anak-anak dan orang tua. Karena rebung
bambu umumnya diambil untuk kebutuhan konsumsi keluarga, maka studi ini difokuskan
pada pengambilan bambu yang dilakukan oleh laki-laki.
Tabel 2: Spesies bambu di Distrik Sangthong
Nama lokal

Nama Ilmiah

Manfaat Utama

Mai Phang

Dendrocalamus lonoifimbriatus

Tikar, keranjang, rebung

Mai Hia

Schizostachyum virgatum

Tikar, keranjang, rebung

Mai Lai

Oxythenanthera albociliata

Rebung

Mai Sod

Oxythenanthera parvifolia

Tikar, keranjang, rebung

Mai Bong

Bambusa tulda

Tikar, keranjang, rebung

Mai Loh

Dendrocalamus pendulus

Keranjang

Batang bambu dipilih berdasarkan umur dan ukuran, dimana hanya bambu yang berumur
lebih dari 2 tahun (atau berdiameter 5 cm) dipanen secara komersial. Seorang petani
dapat memanen sampai 100 batang per hari tergantung pada spesies. Dia dapat membawa
3 batang bambu Mai Phang dengan cara dipanggul atau 5 sampai 6 batang bambu Mai Hai
setiap kali. Jarak dari sumber bambu ke tempat pengolahan atau pengumpulan oleh
karenanya menjadi sangat penting dalam menetukan total kemungkinan hasil per unit
usaha. Seluruh bambu dikumpulkan dari areal sekitar tidak lebih dari 30 menit berjalan
kaki dari desa atau sungai dimana bambu dapat dihanyutkan ke desa.
Batang-batang bambu dapat dipanen sepanjang tahun, tetapi paling banyak dilakukan pada
musim hujan dari bulan Juli sampai Oktober karena lebih mudah untuk menghanyutkannya
di sungai ke pasar di kota Vientiane. Batang-batang bambu untuk anyaman tikar umumnya
dipanen pada musim kemarau karena penduduk desa memiliki lebih banyak waktu untuk
mengerjakan anyaman setelah musim tanam padi dari bulan November sampai April.
Pada saat studi, terjadi pembungaan bambu jenis Mai Hai, yang menyebabkan kematian
dari tanaman yang terkena. Area yang terkena pembungaan membutuhkan waktu empat
sampai lima tahun untuk kembali seperti semula. Pengaruh dari kejadian alami tersebut

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 62 -

memiliki implikasi untuk keberlanjutan produksi yang menimpa berbagai titik pada
jaringan pemasaran. Pembungaan bambu terjadi pada interval yang berbeda untuk
berbagai spesies. Untuk jenis Mai Hai, pembungaan terjadi sekitar setiap 30 tahun.
Kaum laki-laki biasanya memanen batang bambu menggunakan pisau besar dan palu.
Sedangkan wanita membantu dalam memotong dan membagi batang bambu menjadi
potongan yang lebih pendek sebagaimana diminta untuk memproduksi berbagai produk
akhir.

Produk, Sumber dan Kuantitas


Tabel 3 memperlihatkan produk, sumber dan kuantitas bambu yang diproduksi di tiga desa
di Kabupaten Sangthong. Data desa menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga rata-rata
sekitar 3,5 juta sampai 4 juta Kip 1*) per tahun dari produksi bambu.
Tabel 3. Karekteristik kunci produk bambu di desa-desa lokasi studi
Item

Desa Napo

Desa Kouy

Desa Houy Tom

Produk bambu

Dinding anyaman, atap,


keranjang dan kerajinan
lainnya

Tiang dan keranjang

Tiang

Keikutsertaan
desa

Seluruh rumah tangga


melakukan pembuatan
anyaman pada musim
kemarau

45 keluarga menjual bambu,


seluruh penduduk
memotong bambu

Seluruh rumah tangga


melakukan pemanenan
bambu, empat
pedagang bamboo

Sumber

Dalam jangkauan 1 km dari


desa

200 m dari desa

Sekitar 30 menit
berjalan kaki dari
pinggir sungai

Kuantitas

10-15.000 batang/tahun

20.000 batang/tahun (80%


dijual tanpa diproses)

Sampai 70.000 batang


per tahun

Setiap petani dapat


mengumpulkan 100 batang
per hari

Setiap petani dapat


mengumpulkan 50
batang/hari

Dari seluruh desa, Desa Napo memproses batang bambu mentah menjadi bermacammacam produk. Tabel 4 memperlihatkan produk-produk yang dihasilkan petani Desa Napo
per jenis bambu dan volume jual per jenis produk.

*) Kip adalah nama mata uang di Laos

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 63 -

Tabel 4. Produk yang dihasilkan oleh petani Desa Napo

Ukuran

Jumlah batang
digunakan per
item

Volume jual per


keluarga

Anyaman dinding bambu untuk membuat


bangunan pengeringan tembakau terbuat
dari bambu jenis Mai Hia dan Mai Phang

70 x 170 cm

1-2

300 lembar/tahun

Anyaman dinding bambu untuk


pembangunan rumah terbuat dari bambu
jenis Mai Hia

200 x 300
cm

10 - 15

30 lembar/tahun

Anyaman bambu untuk pagar kebun terbuat


dari bambu jenis Mai Hia

170 x 170
cm

10

Bervariasi

20 x 60 cm

10 lembar per
batang

Bervariasi

Produk

Atap bambu

Berdasarkan pencatatan volume komoditi bambu yang diperdagangkan dari sembilan desa
pada tahun 2005, tim peneliti memperkirakan bahwa produksi bambu berjumlah sekitar
370.000 batang ditambah 62 ton (Tabel 5). Angka tersebut hanya mewakili sebagian dari
output total dari Distrik Sangthong, namun angka tersebut telah mencapai enam kali dari
kuota tahunan resmi yaitu 50.000 batang.
Tabel 5. Perkiraan hasil bambu dari desa-desa Napo, Nong Boa, Taohai, Natan, Partaep,
Napho, Nasa, Sanod, dan Kokhae tahun 2005

Produk

Volume terjual
2005

Penggunaan
batang bambu per
unit produk

Jumlah batang
bambu yang
digunakan

Anyaman dinding terbuat dari bambu Mai Hai

26.000 lembar

10

260.000

Tikar bambu untuk mengeringkan tembakau


terbuat dari bambu Mai Hai dan Mai Phaang

52.000 lembar

104.000

Anyaman pagar terbuat dari bambu Mai


Phaang

600 lembar

3.600

Kurungan ayam terbuat dari bambu Mai


Phaang

600 unit

1.800

Keranjang telur terbuat dari bambu Mai Hai

700 unit

700

Keranjang untuk bibit pohon

100 unit

100

52 Ton

1,2 ton

62,4

Stick terbuat dari Mai Hai dan Mai Paang


Total Bambu yang digunakan

370.000 batang dan 62,4 ton

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 64 -

Pelaku Pasar
Pelaku utama dalam rantai pemasaran bambu di Laos adalah petani, pedagang pengumpul,
pabrikan, pedagang lokal dan pedagang asing. Petani secara dominan terlibat dalam
pemanenan bambu dan pembuatan tikar bambu, sedangkan pelaku lainnya terlibat dalam
penyortiran, penyimpanan, pengolahan dan transportasi dalam berbagai tingkatan.
Masing-masing akan didiskusikan di bawah ini.
Pemanen/penghasil desa
Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3 sampai dengan Tabel 5, penduduk desa
merupakan sumber dari batang bambu mentah dan produk bambu. Laki-laki biasanya
menebang batang bambu, sedangkan wanita membantu memotong batang bambu sesuai
ukuran diperlukan untuk membuat berbagai produk bambu.
Desa Napo memiliki hubungan yang sangat berbeda dengan pasar bambu luar dibandingkan
Desa Kouy atau Houy. Sebagaimana diperlihatkan Tabel 4, penduduk Desa Napo mengolah
bambu mentah menjadi tikar dan produk lainnya. Produk-propduk bambu tersebut dijual
kepada pedagang lokal, yang didominasi oleh pedagang dari Desa Sanod (Gambar 1),
walaupun demikian sekitar 10% produk mereka dijual di dalam desa kepada konsumen lokal
dan penduduk lain yang melewati desa tersebut.
Penduduk Desa Kouy dan Desa Houy Tom mengumpulkan batang bambu dari hutan untuk
dijual kepada pedagang pengumpul yang kemudian menjualnya kepada pedagang lokal dan
pabrik pembuat tusuk gigi di kota Vientiane. Desa Houy Tom dilaporkan sebagai desa yang
paling banyak menghasilkan bambu di Distrik tersebut.
Pada umumnya, kemiskinan seringkali mendorong penduduk desa untuk menerima harga
yang rendah dari para pedagang, dan menjadi penghambat kemampuan mereka untuk
meningkatkan teknologi pengolahan bambu. Hal itu juga meningkatkan kesempatan
mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas ilegal atau yang tidak lestari.
Pedagang
Terdapat tiga kelompok pedagang yang teridentifikasi dalam rantai pemasaran Sangthong.
Kelompok pertama terdiri dari para pedagang lokal, yang didominasi oleh pedagang dari
Desa Sanod, yangmana mereka membeli produk jadi bambu dari pengolah di Desa Napo.
Volume perdagangan antara Desa Napo dan Desa Sanod cukup signifikan. Pada tahun 2005,
sekitar 25.800 lembar tikar untuk mengeringkan tembakau dan 2.580 lembar dinding
anyaman bambu dijual kepada para pedagang Desa Sanod. Jumlah tersebut mewakili
seluruh hasil Desa Napo untuk tahun tersebut.
Pedagang Desa Sanod menjual produk bambu kepada kelompok pedagang kedua yaitu
pedagang dari negara Thailand, yang kemudian memperkenalkan produk bambu Laos
kepada pasar domestik Thailand. Walaupun tidak diketahui alasannya, sebagian besar
permintaan produk bambu dari pedagang Thailand terjadi pada bulan Januari sampai April
dan pada bulan September sampai Oktober setiap tahun.
Kelompok ketiga terdiri dari empat pedagang yang membeli batang bambu mentah
berasal dari Desa Kouy dan Desa Houy Tom dari para pedagang pengumpul lokal. Para

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 65 -

pedagang tersebut menjual sebagian bambu mereka kepada sebuah pabrik pembuatan
tusuk gigi di kota Vientiane, dan sebagian diolah di kota Vientiane menjadi dinding
anyaman, pagar bambu, keranjang, dan anyaman peneduh. Produk-produk tersebut dijual
secara langsung kepada konsumen di ibu kota.
Pabrik Pengolah
Pabrik Panthavong di dekat Vientiane mengolah bambu menjadi tusuk gigi, tusuk sate dan
gagang es krim. Produk-produk ini mereka jual kepada konsumen di seluruh negara. Sisa
bambu dari pengolahan tusuk gigi juga dijual ke sebuah pabrik di Distrik Naxayong yang
membuat kertas untuk upacara agama.
Pada tahun 2005 pabrik tusuk gigi membeli sekitar 20.000 batang bambu dari Desa Kouy
dan Desa Houy Tom.
Sebagian besar pedagang dan pengolah adalah pengusaha kecil swasta dengan pengalaman
lima tahun atau lebih. Beberapa dari mereka juga merupakan petani, sedangkan yang
lainnya adalah pensiunan pegawai negeri. Tidak seorangpun pernah mengikuti pelatihan
usaha secara formal dan oleh karenanya memiliki banyak kelemahan dalam praktik usaha
mereka.

Biaya Transaksi
Sejumlah macam biaya terjadi pada berbagai tingkat dalam rantai pemasaran. Dua dari
macam-macam biaya tesersebut mempengaruhi harga produk dan keuntungan secara
siginifikan.
Biaya pertama adalah transport. Jalan-jalan di Laos umumnya berkualitas buruk, dan
sepeda motor adalah alat transportasi yang paling umum digunakan sehari-hari.
Transportasi sungai merupakan altrenatif yang menarik, walaupun terbatas oleh perubahan
iklim terhadap tinggi muka air dan biaya bahan bakar (bila menggunakan perahu
bermotor). Biaya yang berhubungan dengan transportasi bambu dan produk olahannnya
dari tiga desa disampaikan dalam Tabel 6.
Sebagai tambahan dari biaya transportasi, biaya-biaya selanjutnya juga terjadi lebih tinggi
dalam rantai pemasaran. Studi kasus ini tidak melihat hal ini, walaupun peneliti mencatat
bahwa ekspor anyaman bambu dari Desa Sanod ke Thailand biayanya 2 Baht (sekitar 540
Kip) per item untuk menyebrangi sungai Mekong (masing-masing satu Bath untuk kapal dan
buruh).

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 66 -

Tabel 6. Biaya transportasi dalam rantai pemasaran bambu di desa penelitian


Desa
Napo

Jenis Transportasi dan Biaya


Sebagian besar mobil bermesin diesel dan trailer yang dapat mengangkut sekitar 15
anyaman besar sekali angkut;
Biayanya 15.000 Kip sekali jalan untuk bensin; 60.000 Kip untuk perjalanan kembali ke
rumah pedagang pengumpul dari Vientiane menggunakan taxi; upah buruh tidak dihitung

Kouy

Houy Tom

Umumnya melalui jalan sungai ke Vientiane


Pada musim kemarau:100/150 rakit batang bambu, 4 hari
Pada musim hujan: 500 rakit batang bambu, 2 hari
Mobil: 800-900 batang bambu; biaya 700.000 Kip per angkut
Sebagian besar mennggunakan jalan sungai ke Vientiane; rakit yang terbbuat dari 2.0003000 batang bamboo yang ditarik dengan perahu motor dengan biaya 150.000 Kip/rakit
(diambil 5 km sebelum Vientiane)

Biaya transaksi kedua yang signifikan adalah pajak. Sebagaimana di banyak negara
berkembang, rakyat Laos berada dibawah suatu birokrasi pemerintahan yang tidak efisien
dan terlalu kompleks. Dampak utama dari hal itu terhadap pedagang dan pengolah bambu
adalah adanya sejumlah pajak yang kurang terkoordinasi, beberapa dari pajak itu
merupakan pungutan liar.
Pajak-pajak termasuk biaya adiministrasi lokal atau pungutan pelayanan, pajak
sumberdaya, fee rehabilitasi, pungutan desa, dan pajak-pajak pertambahan nilai. Pajakpajak ini ditarik baik oleh pemerintah provinsi maupun distrik, dan dibayar di desa dan
pada tempat pengawasan.
Sebagian besar pedagang atau pengumpul yang mengangkut produk-produknya melalui
jalan darat atau jalan sungai juga diharuskan membayar uang jalan di pos polisi atau pos
pengawasan hasil hutan, tanpa mempertimbangkan keabsahan angkutan mereka.
Pembayaran uang jalan tersebut menjamin kelancaran perjalanan, dan para pedagang
oleh karenanya cenderung untuk membayar.
Tingkat beban pajak ini ditunjukkan oleh beberapa pajak formal dan informal yang
dibebankan sepanjang rantai pemasaran dari desa Kouy dan desa Houy (Gambar 3). Secara
kumulatif, pajak-pajak menambah secara nyata terhadap biaya bamboo dan produk olahan
bambu dan menurunkan harga yang dibayarkan para pedagang kepada produsen desa.
Tidak selalu jelas siapa yang diuntungkan dari pajak-pajak tersebut. Setiap dinas
kabupaten mengikuti aturan-aturan dan prosedur sendiri. Tidak ada mekanisme untuk
menunjukkan kasus pengaturan berlebihan ini dengan harmonisasi pajak-pajak atau
mengefisienkan prosedur. Secara keseluruhan lingkungan pengaturan yang ruwet menjadi
suatu hambatan untuk pengembangan sektor swasta berbasis bambu. Pemerintah Distrik
seharusnya mempertimbangkan solusi-solusi untuk memfasilitasi perdagangan bambu.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 67 -

Pengaturan Kredit
Para pedagang Desa Sanod biasanya harus menunggu pembeli dari Thailand untuk menjual
produk mereka, sebelum mereka dibayar untuk hasil anyaman bambunya. Bahkan, mereka
mengatakan bahwa rekanan dari Thailand mereka seringkali berhutang kepada mereka,
dan biasanya pembayaran penuh dilakukan dalam waktu satu atau dua bulan setelah
pengiriman produk. Hal ni dapat dilihat sebagai suatu tipe pemberian kredit oleh para
pedagang Laos kepada rekanan mereka dari Thailand. Walaupun demikian, pembeli lainnya
kadang-kadang memberikan uang muka kepada kelompok sebelum pengiriman barang.

Sumber Informasi Pasar


Penduduk desa memperoleh sebagian besar informasi pasar dari para pengumpul dan
pedagang pada saat penjualan dan oleh karenanya mereka tidak sensitif terhadap pasar
dan fluktuasi harga. Para pengumpul membeli bambu untuk pesanan.
Pada sisi lain, pedagang dan pengolah memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi
pasar dan mengetahui biaya dan keuntungan pada setiap mata rantai dalam rantai
perdagangan. Mereka juga mengetahui resiko yang mereka hadapi.
Informasi tentang sumberdaya bambu dan opsi pengembangannya untuk para investor
besar yang dapat meningkatkan nilai tambah dengan mendirikan pabrik pengolahan
bambu, masih sangat kurang. Padahal terdapat pertumbuhan pasar global untuk produk
lantai berbahan bambu. Oleh karena itu dibutuhkan suatu upaya untuk mengembangkan
sistem informasi pasar yang dapat menghubungkan perdagangan dan data sumberdaya dari
kabupaten-kabupaten dan provinsi ke pasar internasional.

Panduan Pertanyaan
1. Jelaskan perbedaan utama antara rantai pemasaran bambu dari Desa Napo, Desa Kuoy
dan Desa Huoy Tom. Apa faktor yang memungkinkan terjadinya perbedaan tersebut?
2. Dalam bentuk apa nilai tambah bambu dipraktikan di Distrik Santhong? Proses
penambahan nilai apa yang harus dilakukan para petani untuk menghasilkan
pendapatan yang lebih besar?
3. Apa hambatan dalam penegakan aturan kuota bambu? Haruskah hal itu tetap dilakukan,
dan bila tidak, apa alternatif lainnya?
4. Saran-saran apa yang dapat diberikan kepada berbagai para pihak untuk memperbaiki
rantai pemasaran bambu di Kabupaten Sangthong?

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Gambar 1. Peta yang memperlihatkan lokasi studi di Laos

- 68 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry


Konsumen lokal
A

10%

Penduduk Desa Napo


Pemanenandan pengolahan
bambu menjadi tikar,
keranjang, dll. Biaya
Opportunity kepada buruh dan
alat-alat

Pembelian lokal dan


kosnumesi produk
1) 13.000 kip/buah
2) 3.000 kip/buah
3) 1.300 kip/buah

Catatan:
1. Anyaman dinding untuk
pembangunan rumah
2. Anyaman pagar
3. Tikar untuk mengeringkan
tembakau

1) 12.600 kip
2) 2.600 kip
3) 310 kip

Price margin

90%

Pedagang lokal

Pedagang Thailand

Konsumen di Thailand

Membeli prouk untuk


perdagangan luar daerah
1) 10.400 kip/buah
2) 2.080 kip/buah
3) 1.040 kip/buah

Membeli produk untuk


perdagangan internasional
1) 23,000 kip/buah
2) 4,680 kip/buah
3) 1,350 kip/buah

Konsumsi produk jadi di


Thailand
Anyaman dinding ukuran
besar ; 90 baht (23,400 kip)
(harga-harga lain tidak
diketahui)
6,000 kip

B
Penduduk Desa Kouy dan
Desa Houy Tom
Pemanenan Bambu
harvesting
Biaya Opportunity kepada
buruh, alat-alat

Pengumpul lokal
Pembelian dan transportasi
Mai phang; 700 kip/batang
Mai hia; 500 kip/batang

Pabrik Tusuk Gigi

Konsumen di Laos

Produksi tusuk gigi dan tusuk


sate
(Mai Phang)
2.500 kip/batang

Konsumsi tusuk gigi dan tusuk


sate di Laos
8.500 kip/batang equivalent

10,611 kip
Pedagang Lokal
Produksi anyaman dinding
dan pagar , keranjang
(campuran Mai phang dan
Mai hia) 1.100 kip/batang

Konsumen di Laos
Membeli produk jadi :
Anyaman dinding : 27.000 kip (10
batang)
Keranjang ; 2.600 kip (1/8 batang)

Gambar 2: Rantai Pemasaran dan harga-harga produk dari Desa Napo (A), Desa Kouy dan desa Houy Tom (B)

- 69 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry


Pajak sumberdaya hutan
(Dinas Keuangan Provinsi)
50 kip/batang

Fee pemeriksaan
hutan
50,000 kip/angkutan

Village fee
50,000 kip/truk

Penduduk Desa Kouy dan


Houy Tom

Pengolah

Konsumen di Laos

Produksi tusuk gigi dan tusuk


sate

Konsumsi tusuk gigi dan tusuk


sate di Laos
8.500

Pengumpul Lokal
600

Pengumpulan dan transportasi

2.500

1.100

Pedagang Lokal

11.711

Produksi anyaman dinding,


pagar dan keranjang

Fee pemerikasaan
hutan
50,000 kip/trip

Fee Desa
50.000kip/truk
Catatan:
PFO = Province Finance Office
PAFO = Province
Forestry and
Agriculture
Biaya,
Office
dalam
Kip/batang

Dinas pajak Kabupaten


dan Provinsi
Empat surat ijin

Fee perijinan

Pos pengawas Polisi


50 000 kip/angkutan

Pajak penanaman
150 kip/batang

Pemanenan Bambu

Pajak pendapatan

Pos pengawas Militer


20,000 kip/angkutan

Biaya tetap dengan tanda


bukti
Pajak Informal

Pajak penanaman
150 kip/batang
Pajak Sumberdaya
(Kantor Keuangan
Kabupaten)
70,000 kip
Pajak SDH (Kantor Keuangan
Provinsi
50 kip/batang

Gambar 3: Pajak formal dan informal sepanjang rantai pemasaran bambu dari
Desa Kuoy dan Desa Houy Tom

Konsumen di Laos
Konsumsi produk akhir dari
anyaman dan keranjang

Dinas Pajak Provinsi dan


Kabupaten
Empat surat ijin

Pajak Pendapatan
(Kab. Sikod tabong)
150.000 kip/bulan

- 70 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 71 -

Bahan Ajar Studi Kasus 3


Pemasaran Kelapa Di Provinsi Quezon, Philipina
A. Catatan untuk Pengajar

agian ini akan mengarahkan anda untuk dapat menggunakan materi-materi


studi kasus lebih efektif sebagai bagian dari kurikulum pengajaran, baik dalam
mata kuliah pemasaran, agroforestri, perkembangan Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) atau yang lainnya. Catatan untuk pengajar ini memberikan saran untuk
mendorong para mahasiswa berpikir kritis, berupa pertanyaan-pertanyaan dan
bahasan, menyarankan aktivitas pengajaran dan bahan bacaan. Namun demikian, acuan ini
janganlah membatasi anda untuk memaksimalkan penggunaan dan pengeksplorasian
potensi aplikasi lainya dari materi-materi studi kasus.
Materi studi kasus ini tidak mencakup seluruh aspek pemasaran yang mungkin muncul
selama diskusi dan tugas-tugas yang diberikan ke mahasiswa. Oleh karenanya dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran bagi klas anda, maka anda dipersilahkan
manggunakan bahan studi dan misalnya membuat beberapa asumsi untuk informasiinformasi yang tidak ditemukan dalam studi kasus ini.
Anda sangat dianjurkan untuk membaca catatan ini dengan baik sebelum menyampaikan
materi-materi studi kasus kepada para mahasiswa. Efektivitas pembelajaran studi kasus
ini sangat tergantung sejauh mana anda betul-betul menyelami dan menginternalisasi
berbagai informasi yang terdapat di dalamnya.

Tujuan dan Metodologi


Studi kasus ini menyajikan hasil penelitian yang dilaksanakan di provinsi Quezon, Philipina
dari Februari hingga Agustus 2006 oleh Tim peneliti dari Universitas Los Banos Philipina.
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis potensi pengembangan dan kebutuhan
intervensi kebijakan pemasaran bagi usaha kelapa yang berbasis agroforestri. Beberapa
tujuan khusus, sebagai berikut:
1. Menganalisis jaringan distribusi untuk produk kelapa berbasis agroforestri, termasuk
harga dan marjin pemasaran dari berbagai pelaku pasar yang berbeda.
2. Mengidentifikasi berbagai kendala pemasaran yang dihadapi oleh para petani dan
para pelaku jaringan pasar lainnya
3. Mengevaluasi berbagai macam usaha berbasis kelapa dan kemungkinan
pemasarannya dikaitkan dengan kebutuhan pemasaran oleh petani dan sebagai
alternatif dari penebangan pohon kelapa.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 72 -

Penelitian dilakukan pada tingkat provinsi, walaupun data primer diperoleh dari
Kotamadya Sariaya dan Tayabas. Kedua kota ini dipilih sebagai perwakilan atas keragaman
produk kelapa yang diproduksi di provinsi tersebut, berdasarkan hasil konsultasi dengan
Phillipine Coconut Authority (PCA).
Data dikumpulkan dari 2 kelompok utama responden: 75 pelaku pasar (terdiri dari:
produsen, pengolah, dan pedagang) dan 14 informan kunci lainya dari agensi pemerintah
serta perwakilan industri.

Isu Kunci
Banyak negara di Asia Tenggara memiliki kekhasan tanaman-tanaman agroforestri maupun
produk yang dihasilkannya. Namun demikian, pemasaran produk agroforestri,
pengangkutan dan pengembangannya, perubahan dalam skala besar serta pasar yang
komplek menyebabkan sulit memprediksinya. Dalam banyak kasus, para petani kecil
adalah yang paling banyak mendapatkan kendala dalam beradaptasi dengan berbagai
perubahan tersebut. Industri kelapa di provinsi Quezon Philipina adalah salah satu contoh
yang mengalami masalah ini. Tanpa adanya fleksibilitas pasar yang cukup, dan dukungan
yang tepat dari pemerintah, maka kesempatan untuk pembangunan berkelanjutan pada
masyarakat pedesaan tidak akan tercapai. Khusus, bagi para petani kecil mungkin akan
tetap dalam situasi social-ekonomi miskin walaupun para pemain kunci lainya justru dapat
mengambil keuntungan dari pengembangan positif.

Deskripsi Singkat
Studi kasus ini menggambarkan jaringan pemasaran kelapa dan produk-produknya di
provinsi Quezon, Philipina termasuk mendiskusikan kendala-kendala utama dalam
pengembangan pasar untuk 4 macam produk terpenting pada petani skala kecil yaitu:
1)kelapa kupas dan kopra, 2) virgin coconut oil, 3) tuak kelapa, dan 4) kayu kelapa.
Para petani skala kecil di provinsi tersebut mempunyai lebih dari 4 ha pohon kelapa- atau
antara 180 hingga 480 pohon- yang terintegrasi dalam sistem pertanian mereka. Produkproduk yang dihasilkan berupa produk utama seperti buah kelapa, dan kayu yang dijual
sebagai bahan mentah untuk pengolahan berikutnya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bagaimana para petani skala kecil benar-benar
menjadi tulang punggung bagi tingginya diversitas pasar kelapa di Quezon. Namun
demikian mereka tetap saja miskin meskipun produk kelapanya memiliki potensi ekonomi
pasar yang tinggi. Permasalahan utama adalah dari surplus pasar per rumah tangga yang
kecil, harga berfluktuasi, terbatasnya nilai tambah produk dan pemasaranya pada tingkat
rumah tangga. Keterlibatan petani skala kecil dalam pasar masih terbatas pada produksi
selain juga karena pengolahannya yang terbatas.
Di lain pihak terdapat faktor lain diluar petani, yang juga berkontribusi menyebabkan
kemiskinan petani. Rendahnya infrastruktur dan lemahnya koperasi telah meningkatkan
biaya transportasi dan mengurangi kekuatan posisi tawar. Kedua hal tersebut telah
menyebabkan rendahnya harga produk-produk kelapa di tingkat petani (farm gate).
Sementara itu diperolehnya uang tunai secara cepat dari kayu kalapa telah mendorong
penebangan kelapa. Tanpa adanya penanaman kembali yang memadai, maka kondisi
tersebut dapat membahayakan keberlanjutan sektor tersebut pada jangka panjang.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 73 -

Situasi petani dan produsen skala kecil cukup suram, yang berbeda dengan kondisi para
operator dan pengolah skala besar yang memiliki investasi besar dalam fasilitas dan
peralatan, memiliki akses untuk permodalan, teknologi, skil dan pasar. Dalam situasi
tersebut, kelapa yang diusahakan memiliki nilai tambah dalam pemasarannya sehingga
memberikan keuntungan tinggi.
Dengan skala pasar yang demikian, nampaknya kesempatan untuk mengurangi kemiskinan
semakin menjauh. Rendahnya opsi untuk berintegrasi penuh dalam pasar kelapa, telah
mendorong para petani skala kecil untuk menjual kayu kelapanya, karena harganya yang
tinggi.
Sejumlah usaha telah dilakukan untuk mendukung dan mengatur industri, tetapi
keberhasilanya masih jauh. Namun demikian dari studi ini menunjukan ada beberapa
kemungkinan solusi terhadap kendala-kendala utama.

Tema Pembelajaran
Kasus ini menjadi materi menarik untuk dipelajari oleh mahasiswa dan juga untuk
mengembangkan kemampuanya dalam berpikir kritis dan analitis terkait dengan tematema sebagai berikut: a) jaringan nilai pasar, b) pengolahan, pengepakan dan nilai
tambah, c) pengembangan produk, dan d) kebijakan dan berbagai aturan dengan kelapa.
Tema-tema tersebut tidak dibahas dalam kasus ini pada bab terpisah. Namun demikian,
pertanyaan-pertanyaan penuntun pada halaman berikutnya akan membantu anda
menentukan tema mana yang akan dijadikan fokus dalam diskusi di kelas.

Luaran yang Diharapkan


Studi ini menekankan pada kesulitan yang dihadapi para peneliti yang tertarik pada
berbagai kendala dalam pemasaran dan pengolahan produk, dengan menggunakan contoh
jaringan pasar yang komplek dengan diversitas tinggi dari para pelaku dan produknya.
Studi ini menekankan pencarian solusi. Para mahasiswa didorong untuk mengevaluasi
secara kritis terhadap kendala-kendala pemasaran, dan memperhatikan praktik-praktik
dalam pengembangan yang lebih berpihak kepada yang miskin (pro-poor) dan
keberlanjutan pasar kelapa.

Panduan Pertanyaan dan Diskusi


PERTANYAAN

DISKUSI

Studi ini berkonsentrasi pada produk per produk Beberapa kendala utama sebagai berikut:
(individual products), tetapi apakah yang
menjadi kendala utama dalam rangka Rendahnya implementasi kebijakan-penebangan
keberlanjutan jaringan pasar kelapa di Quezon? pohon kelapa illegal, penanaman kembali yang tidak
cukup, standarisasi dan penilaian kopra yang tidak
Gambarkan pohon masalah untuk menunjukan diadopsi pada tingkat petani
hubungan berbagai macam kendala pada
industri pasar kelapa Quezon sebagaimana Kurangnya dukungan dan penyuluhan tentang
teknologi, kedit, informasi dan pasar rendahnya
yang dibahas dalam kasus ini.
managemen perkebunan, gangguan penyakit,
inkonsistensi kualitas produk, rendahnya akses ke

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

PERTANYAAN

DISKUSI
pasar yang bagus, rendahnya pengolahan karena
kurangnya skil, peralatan dan modal.
Lemahnya organisasi-rendahnya kekuatan posisi
tawar pada petani, tidak ada pemasaran bersama
Rendahnya infrastruktur-biaya pemasaran tinggi,
kesulitan mengirimkan produknya ke pasar di tingkat
yang lebih tinggi
Hal ini menyebabkan rendahnya surplus pasar,
rendahnya harga yang diterima dan terbatasnya nilai
tambah; dan secara keseluruhan telah berkontribusi
menyebabkan rendahnya pendapatan dan terjadinya
kemiskinan. Oleh karena kemiskinan tersebut,
terjadilah penebangan illegal, walaupun disadari
penebangan berlebihan dapat menyebabkan
keberlanjutan sumberdaya kelapa menurun,
memunculkan permasalahan lingkungan dan bahkan
kemiskinan yang lebih besar.

Apakah bentuk-bentuk nilai tambah kelapa yang


diterapkan pada area dari studi ini? Faktor-faktor
apakah yang mungkin dipertimbangkan petani
dalam menentukan bentuk nilai tambah yang
akan mereka ambil?

Beberapa contoh diantaranya: pengolahan menjadi


kopra, kelapa awetan, santan, Virgin Coconut Oil
(VCO), minyak kelapa, tuak dan beberapa produk
makanan lainya. Beberapa faktor yang harus
diperhatikan adalah:
a) perbedaan harga karena hubungan pengolahan
terhadap biaya pengolahan (nilai tambah bersih)
b) ketersediaan pasar bagi produk olahan
c) teknologi dan skil
d) kebutuhan pembiayaan

Bagaimana kehadiran aturan-aturan pemerintah


dalam menyelesaikan permasalahan industri
kelapa?
Dapatkah anda mengidentifikasi
bentuk-bentuk dukungan lain yang dapat
disediakan oleh pemerintah atau pihak swasta
untuk membantu petani dalam meningkatkan
pemasaran produk mereka?

Implementasi kebijakan dalam mengatur penebangan


pohon kelapa dan pengadopsian standarisasi kopra
dan VCO di tingkat petani atau rumah tangga masih
rendah.
Disamping efektivitas implementasi
kebijakan, terdapat beberapa hal yang juga
diperlukan, yaitu:
Re-orientasi
program
penyuluhan
untuk
mengefektifkan
penghantaran
paket
yang
menyeluruh seperti teknologi, kredit, pasar dan
kewirausahaan
Penguatan organisasi petani ke dalam unit-unit yang
seragam atau kelompok-kelompok yang konsen pada
bidang tertentu (seperti Grup petani VCO),
mempengaruhi efisiensi penyampaian berbagai jasa
dukungan, mengambil tawaran modal bisnis yang
layak, dan meningkatkan posisi tawarnya.

- 74 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

PERTANYAAN

- 75 -

DISKUSI
Memperbaiki jalan dari area pertanian menuju pasar.
Penyediaan training tentang perencanaan bisnis,
pengembangan
pasar
dan
kewirausahaan,
menghubungkan dengan lembaga perkreditan,
pengolahan dan pengemasan produk, kualitas dan
standarisasi produk

Tuak kelapa dan VCO merupakan contoh


produk yang sangat kontras berbeda. Tuak
kelapa
telah
lama
diproduksi
dan
diperdagangkan, namun masih pada tingkat
pasar lokal. Sementara VCO telah sangat
komersial walau baru 5-6 tahun, bahkan telah
berkembang menjadi berbagai bentuk dan telah
menembus pasar ekspor. Jelaskan mengapa
tuak kelapa jauh ketinggalan dibanding produk
kelapa lainya. Bentuk seperti apakah yang
diperlukan untuk mendukung para produsen
tuak kelapa

Permasalahan tuak kelapa meliputi: rendahnya


control kualitas pada produsen skala kecil, tidak
adanya standarisasi produk, rendahnya hubungan
dengan tingkat pasar yang lebih tinggi, terbatasnya
pengembangan produk, dan meningkatnya biaya
produksi. Secara khusus diperlukan pengembangan
standarisasi produk (sebagaimanaVCO) dan
memastikan bahwa hal tersebut secara konsisten
diadopsi oleh seluruh pelaku pasar.
Pemerintah dan sektor swasta harus bekerjasama
untuk mempromosikan produk tsb di tingkat pasar
internasional dan mengikuti perkembangan produk
terbaru seperti pengemasan, labelling, dan rasa.
Kredit, teknologi dan dukungan untuk
menghubungkan dengan pasar seharusnya
disediakan khususnya bagi para produsen skala
kecil.

Kegiatan yang Disarankan


Studi kasus ini menyajikan kondisi nyata di dunia dengan segala kompleksitas dan
ketidakpastiannya. Hal ini semacam situasi yang akan ditemukan para mahasiswa sendiri
selama kehidupan profesionalismenya.
Aktivitas berikut dipilih untuk membantu
mahasiswa dengan berbagai alat dalam rangka memahami dan menganalisis kenyataan
dunia, dan memformulasi rencana guna melakukan intervensi.
1. Gambarkan diagram yang menangkap berbagai aspek pemasaran kelapa di Quezon
Pasar adalah sistem. Sajikan system tersebut dalam bentuk diagram 2 dimensi (diagram
alir, atau rich picture) untuk dapat membantu menganalisis dan memahaminya.
Objek dalam latihan ini diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk: a)
meningkatkan kemampuan konseptual atas situasi yang kompleks, b) mendapatkan
tambahan pemahaman dan memunculkan pertanyaan-pertanyaan dari diagram yang
dibuat.
Diagram dapat digunakan untuk menunjukan berbagai aspek yang berbeda dalam studi
kasus ini, yaitu:

Para pelaku pasar dan hubungan diantara mereka yang didasarkan pada aliran
produk

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 76 -

Geografi distribusi pasar, menunjukan pelaku di tingkat desa, kota dan kota
besar.

Aliran keuangan, teknikal dan atau materi dalam pasar

Seluruh pelaku yang berperan dalam memberikan keuntungan bagi petani kelapa

Pada masing-masing kasus, dosen dapat meminta mahasiswa untuk berpikir hati-hati
tentang: a) aspek pasar mana yang mereka akan coba munculkan (seperti: untuk
mendefinisikan sistem dan membuat diagram), dan b) bagaimana hal itu harus
dipresentasikan (seperti menggunakan simbol-simbol)
Diagram dapat dibicarakan dalam suatu grup atau dilengkapi sebagai tugas individu.
Apabila belum ada diagram yang benar, maka diskusi terbuka dapat dilakukan tentang
pro dan kontra atas berbagai tipe diagram dan apa saja yang dapat membantu mereka
untuk memahami.
2. Buatlah suatu pohon masalah untuk mengindikasi hubungan dari kendala-kendala
yang berbeda pada studi kasus ini.

Main
problem

Causal
problem

Causal
problem

Causal
problem

Causal
problem

Causal
problem

Causal
problem

Causal
problem

Causal
problem

Gambar 1. Contoh Pohon Masalah

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 77 -

Studi ini difokuskan pada pengembangan jaringan pemasaran, yang menunjukan adanya
berbagai kendala untuk terjadinya pasar kelapa yang layak dan berkelanjutan. Terdapat
berbagai tipe kendala, beberapa bersifat langsung (misal, rendahnya pengetahuan) dan
beberapa bersifat tidak langsung (misal, lemahnya penyuluhan)
Beberapa kendala terdapat secara internal dalam sistem pasar (seperti akses petani untuk
mendapatkan kredit, regulasi pemerintah), dan beberapa secara eksternal (seperti
preferensi konsumen, dan cuaca).
Cara mudah untuk membuat pohon masalah, yaitu dengan menuliskan seluruh problem
(kendala-kendala) pada kartu-kartu. Kemudian coba disusun secara hierarki, dimana
masalah yang sangat penting diposisikan di herarki tertinggi, sedangkan masalah biasa
pada posisi lebih rendah. Gambar 1 adalah contoh pohon masalah. Struktur dan hubungan
yang tepat tergantung pada hasil diskusi kelompok.
Pohon masalah adalah salah satu cara untuk mengidentifikasi hubungan antara kendalakendala yang muncul dengan berbagai penyebabnya dan dapat membantu mengindikasi
cara memperbaiki situasi tersebut.
3. Berdasarkan hasil diskusi diatas, buatlah kerangka berpikir sederhana untuk membuat
strategi yang komprehensif dalam rangka meningkatkan pasar kelapa di Quezon.
Kerangka berpikir logis merupakan alat yang penting dan cukup kuat untuk merencanakan
pengembangan produk dan intervensi kebijakan. Anda dapat mendorong mahasiswa
menjadi terbiasa dalam menerapkan studi kasus ini.
Berdasarkan aktivitas dan
pertanyaan-pertanyaan sebelumnya (Gambar 1) sebaiknya dilengkapi dengan material
contoh untuk melengkapi kerangka berpikir logis yang sederhana, sebagaimana pada Tabel
1. Sebagai acuan pembuatan kerangka berpikir logis dalam perencanaan intervensi, dapat
menggunakan referensi dari bacaan-bacaan dibawah.
Tabel 1. Kerangka Berpikir Logis
Ringkasan Naratif
Tujuan umum:
Tujuan khusus:
Kegiatan:
Input:

Indikator sukses

Verifikasi

Asumsi

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 78 -

Bahan Bacaan
ADMINISTRATIVE ORDER NO.01, Series of 1996 and MEMORANDUM CIRCULAR NO.02 Series of
1996. New Assessment Rates Pursuant to AO 01,1996, Philippine Coconut Authority
(PCA).
ADMINISTRATIVE ORDER NO.02, Series of 2003. Implementing Rules and Regulations of the
Revised Price Adjustment Scale for Moisture Content of Copra, PCA.
ADMINISTRATIVE ORDER NO.01, Series of 2005. Implementing Rules and Regulations to
Enforce Standards in the Production and Marketing of Virgin Coconut Oil, PCA.
ADMINISTRATIVE ORDER NO.02, Series of 2005. Revised Implementing Rules and Regulation
of Republic Act No.8048 or the Coconut Preservation Act of 1995, PCA.
AQUINO, W.C. 1998. Market Potential of Coconut Water Beverage Processed in Batangas,
1997. Unpublished Undergraduate Thesis, CEM, IPLB, College, Laguna.
BESIN, A. C. 2005. Feasibility Study of Establishing a Virgin Coconut Oil Processing Plant in
Polangi, Albay. Unpublished Undergraduate Thesis, CEM, UPLB,College, Laguna.
MANUBA, R.M. 2003. Financial Performance of the Lambanog Industry in Tayabas, Quezon,
2002. Unpublished Undergraduate Thesis, CEM, UPLB, College,Laguna.
MAYO, J.H. 2005. Market Potential of Virgin Coconut Oil in Metro Manila, 2004.
Unpublished Undergraduate Thesis, CEM, UPLB, College, Laguna.
MEDINA, S.M., E.L.A. MATIENZO, C.M. MEDINA, D.D. MANALO, and E.A. AGUILAR. 1997.
Documentation and Assessment of Successful Coconut Production, Processing, and
------------------------- Marketing Enterprises in Luzon. UPLB, College, Laguna, PCARRD and
FSSRI. 75 pp.
MEDINA, C.M. 2005. Dynamics and Environmental Impacts of Coconut Logging in Quezon,
Philippines. Unpublished Ph.D. Thesis, UPLB, College, Laguna.
REVILLEZA, J.C.R. 1999. Market Potential of Coconut Coir Fiber and Coir Dust Processed in
Quezon, Laguna, and Batangas, 1998. Unpublished Undergraduate Thesis, CEM,
UPLB, College, Laguna.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 79 -

TIM PENELITI

Ketua Tim:

Dr. Isabelita M. Pabuayon


Professor, Department of Agricultural Economics
College of Economics and Management
UPLB, College, Laguna

Anggota:

Prof. Stella Villa A. Castillo


Associate Professor, Department of Forest Products and Paper Science,
College of Forestry and Natural Resources
UPLB, College, Laguna
For. Marlo M. Mendoza
Development Management Specialist
College, Laguna
For. Rowena D. Cabahug
University Researcher I
Institute of Agroforestry
College of Forestry and Natural Resources
UPLB, College, Laguna

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 80 -

B. Kasus
Bagian 1: Latar Belakang
Gambaran Umum
Seringkali kelapa disebut sebagai pohon kehidupan karena batangnya cukup kuat, mudah
tumbuh, menghasilkan berbagai macam produk dan tentunya menguntungkan. Kenyataan
ini menjadikan kelapa ideal diintegrasikan dalam sistem tanaman agroforestri untuk para
petani miskin.
Philipina merupakan penghasil minyak kelapa nomor satu, juga sebagai penghasil beberapa
produk kelapa lainnya. Philipina menduduki peringkat kedua setelah Indonesia dalam hal
jumlah total area yang ditanami kelapa, dengan proporsi terbesar berupa perkebunan skala
kecil. Industri kelapa Philipina telah menghidupi kira-kira 3 juta petani dan sekitar 20 juta
lebih yang terlibat dalam industri berbasis kelapa baik secara langsung maupun tidak
langsung. Total nilai ekspor pada tahun 2005 hampir mencapai 1 milyar US dollar.
Meskipun keadaan industri kelapa di Philipina cukup menggembirakan, namun tetap ada
kekhawatiran akan keberlanjutan industri kelapa tersebut. Pertama, adanya ancaman
ekternal terselubung dari industri perkayuan yang telah bergeser dari penggunaan kayukayu tradisional ke kayu kelapa. Akibatnya terjadi kenaikan nilai kayu kelapa, yang
dikombinasikan dengan kebutuhan uang tunai dari para petani, sehingga mendorong
terjadinya penebangan pohon kelapa secara luas. Sementara penanaman kembali pohon
kelapa tidaklah cepat.
Kedua, industri mengalami kesulitan akibat permasalahan
perdagangan seperti tidak konsistennya kualitas produk dan tidak mencukupinya
infrastuktur pasar yang menyebabkan terbatasnya insentif untuk produsen. Ketiga, adanya
ancaman penurunan hasil akibat hama dan penyakit.
Berdasarkan kecenderungan tersebut, tim studi melihat industri kelapa Philipina
menunjukkan gejala kemungkinan penurunan jika permasalahan dan kendala yang ada
tidak segera diatasi. Namun mereka juga menemukan banyak alasan untuk tetap optimis
dengan potensi kelapa di Philipina.
Provinsi Quezon merupakan provinsi penghasil kelapa terbesar dan sekaligus berpenduduk
termiskin. Studi kasus ini menggunakan Quezon sebagai lokasi penelitian untuk menjawab
beberapa pertanyaan berkenaan dengan industri kelapa dan untuk menawarkan arahan
strategi pengembangan industri kelapa ke depan.

Lokasi
Quezon adalah salah satu provinsi di wilayah Tagalog Selatan (Gambar 1), dan termasuk
wilayah terbesar ke-enam di Philipina. Wilayah tersebut terbagi atas dua sub provinsi,
Quezon 1 dan Quezon 2, dimana Luceta City sebagai ibukota provinsi. Tayabas dan Sariaya
dimana penelitian ini dilakukan, merupakan 2 dari 41 kota besar di Quezon 1.
Provinsi tersebut memiliki sumberdaya alam melimpah, termasuk lahan pertanian dengan
produktivitas tinggi, walaupun perkebunan kelapa terletak di daerah berbukit dengan

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 81 -

kelerengan 18-30%. Selain kelapa, terdapat produk-produk utama lainnya seperti: padi,
jagung, sayuran, umbi-umbian, pisang, hewan ternak, dan hasil perikanan.
Infrastrutur jalan yang menghubungkan wilayah provinsi tersebut dengan Metro Manila,
sekitar 150 km atau 3 jam ke-arah Barat Laut, cukup baik. Walaupun kualitas jalan
penghubung dari kebun ke pasar di daerah pedesaan termasuk buruk, namun komunikasi
lainnya tergolong baik, yaitu dengan mengandalkan handphone yang sudah umum
digunakan.
Karena kedekatan lokasinya dengan Manila dan aksesibilitasnya dengan pusat-pusat
perdagangan lainnya juga cukup baik, Quezon telah menjadi produsen kelapa dan produk
turunannya untuk kepentingan ekspor (Tabel 1). Kelapa saat ini memberikan kontribusi
tinggi terhadap perekonomian provinsi tersebut, walaupun jika dilihat dari output per
rumah tangga masih cukup rendah.
Tabel 1. Ringkasan Statistik Industri kelapa di Quezon
Item
Produk utama
Area Tanaman Kelapa
Jumlah pohon kelapa
Total produksi buah kelapa
Jumlah desa penghasil kelapa
Jumlah petani kelapa dan buruh
Rata-rata produksi buah kelapa
Industri

Pedagang dan Penyalur terdaftar

Uraian
Kopra, Kopra olahan, minyak kelapa, kelapa awetan, kelapa muda
segar, sabut kelapa
414,65 Ha; 79% dari total wilayah
63.674.395; 80% dari total wilayah (69% produktif, 17% belum
produktif, 14% sudah tidak produktif)
Kira-kira 2 milyar butir kelapa ; 82% dari total hasil wilayah
1.060 desa dari 1.244 desa (85% dari total desa)
161.539 orang
35 butir per pohon per tahun
21 pabrik minyak kelapa, 3 pabrik pengolahan lanjutan minyak
kelapa (coconut oil refinery), 4 pabrik pengawetan kelapa, 5 pabrik
pengolahan sabut kelapa, 1 pabrik kimia berbahan baku kelapa
127 pembeli kopra, 321 penyalur kayu kelapa, 413 operator
penggergajian

Sumber: PCA, Quezon province

Bagian 2: Analisis Pemasaran


Kelapa memiliki berbagai manfaat dan hasil olahan, baik yang dapat dimakan maupun
tidak. Oleh karenanya tataniaga kelapa cukup kompleks. Studi ini mengidentifikasi
produk-produk utama kelapa yang penting di Quezon serta berbagai langkah dalam
memproduksinya. Kemudian dilihat pula rantai pemasaran dan para pelaku pasar yang
menghantarkan produk-produk tersebut ke pasar, serta lingkungan kelembagaan dimana
para pelaku pasar beroperasi. Mengingat studi ini difokuskan pada petani skala kecil yang
merupakan tulang punggung industri, maka pada tahap ketiga dalam analisa rantai
pemasaran adalah untuk melihat produk utama kelapa dari perkebunan dengan lebih detail
dalam rangka mengidentifikasi kendala dan persoalan pemasaran.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 82 -

Tipe-tipe Produk
Produk-produk kelapa yang bernilai jual rendah diperuntukkan bagi konsumsi lokal dan
produk yang berkualitas lebih baik ditujukan untuk kepentingan ekspor. Produk-produk
tradisional yang diekspor diantaranya: kopra (daging kelapa kering), minyak kelapa (CNO),
kelapa awetan, tepung kopra, karbon aktif dan arang batok kelapa. Sebelumnya, produkproduk tradisional tersebut menguasai 93% dari total produk kelapa yang diekspor, namun
saat ini turun menjadi 88% sebagai akibat munculnya produk-produk baru lainya.
Sebagian besar produk non tradisional telah digunakan sebagai konsumsi lokal jauh
sebelum mereka melakukan ekspor. Beberapa tahun belakangan, virgin coconut oil (VCO) bentuk murni dari CNO- telah menjadi popular baik untuk ekspor maupun untuk produk
kesehatan lokal.
Pasar produk-produk terbaru juga semakin menjanjikan, seperti produk kimia berbahan
baku kelapa (coco-chemical) dan bio-diesel (coco methyl ester) yang menyediakan
kesempatan bisnis baru pada industri tersebut.
Produk-produk yang diperuntukkan bagi pasar lokal antara lain adalah kopra, VCO, tuak
kelapa, kelapa kupas utuh, kayu kelapa, arang batok kelapa, sabut kelapa, sapu, cuka
kelapa, ukiran kelapa dan kerajinan tangan lainya, produk makanan berbasis kelapa
semacam jus buko dan selai kelapa.

Lingkungan Kelembagaan
Beberapa isu kelembagaan yang menjadi karakter pasar kelapa di Quezon dipengaruhi oleh
kebijakan pemerintah, dukungan pasar dan organisasi pasar.
Pemerintah telah
mengintervensi pasar kelapa melalui beberapa cara, semuanya dibawah kendali Philippine
Coconut Authority (PCA). PCA hadir untuk mendukung dan mempromosikan industri dan
pasar kelapa, serta menerima anggaran belanja pemerintah rutin dan juga penggalian dana
melalui iuran dari para pengolah kelapa.
Pemerintah, khususnya melalui PCA, telah mencoba mengatur industri kelapa melalui
sejumlah aturan sebagai berikut:
1. Penebangan dan penanaman kembali pohon kelapa diatur dalam Republic Act 8048
(the Coconut Preservation Act of 1995), yang diimplementasikan oleh PCA,
departemen pertanian daerah, dan bisnis swasta, serta ditujukan untuk
mengimbangi kehilangan dari pohon-pohon yang menua dan pohon kelapa yang
ditebang.
2. Kualitas dan kelembaban kopra diatur dalam PCA Administrative Order 02, 2003
3. Standar produksi dan pemasaran VCO diatur dalam PCA Administrative Order 01,
2005

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 83 -

Sejumlah institusi menyediakan dukungan terhadap pasar kelapa, yaitu:


i)

The Land Bank of the Philippines dan the United Coconut Planters Bank-Coconut
Industry Investment Fund yang keduanya menyediakan kredit bagi para pelaku
pasar,

ii)

Departemen Perdagangan dan Industri (the Department of Trade and Industry)


mendorong jaringan pemasaran,

iii)

Biro Statistik Pertanian (the Bureau of Agricultural Statistics) menyediakan


informasi harga,

iv)

Departemen Reformasi Lahan (the Department of Land Reform) mengatur tata


ruang tanah pertanian.

Organisasi pasar di Quezon terdiri dari 349 organisasi petani, yang secara kolektif mewakili
lebih dari 18.000 anggota, atau sekitar 10% dari total jumlah buruh dan petani kelapa di
provisi tersebut.

Pelaku Pasar
Berdasarkan keragaman produk dan tahapan dalam produksi, paling sedikit terdapat 13
pelaku pasar utama yang teridentifikasi (Tabel 2). Analisis ini menunjukan bahwa selain
sebagai pemilik pohon kelapa, petani juga terlibat dalam pemasaran kelapa sebagai
produsen lima jenis produk kelapa, yaitu: kelapa kupas, kopra, VCO, tuak kelapa dan kayu
kelapa. Rantai pemasaran kelapa disajikan dalam diagram pada Gambar 2.
Tabel 2. Pelaku dan peran utama dalam rantai pemasaran kelapa di Quezon
No

Pelaku

Peran Utama

Petani Kelapa
kupas/kopra

Pemilik atau pengelola (penyewa) kebun kelapa dan memproduksi


kelapa kupas dan kopra untuk dijual sebagai bahan baku untuk
diolah lebih lanjut.

Pedagang Kelapa
kupas

Membeli dan menjual kelapa kupas secara borongan atau mungkin


mengolah buah kelapa yang tertolak menjadi kopra untuk dijual
kembali; termasuk juga menjadi pedagang eceran yang membeli
dan menjual buah kelapa untuk diolah menjadi santan

Pengolah Kopra

Membeli buah kelapa untuk diolah menjadi kopra dan dijual

Petani VCO

Memiliki atau mengelola kebun kelapa, memproduksi buah kelapa


dan memprosesnya menjadi VCO untuk kemudian dijual

Pengolah/pedagang
VCO

Membeli buah kelapa dan mengolahnya menjadi VCO; juga


membeli VCO dari produsen lain untuk dijual dalam volume yang
lebih besar

Petani/pengolah
Tuak Kelapa

Memiliki atau menyewa kebun kelapa, mengumpulkan nira (cairan


kelapa yang berasal dari bunga kelapa yang masih kuncup) dan
mengolahnya menjadi tuak; terkadang penyulingan dilakukan
sendiri atau petani membayar ke pemilik penyulingan

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

No

Peran Utama

Pelaku
Pengolah Tuak
kelapa

Pemilik penyulingan, menyewa kebun untuk mendapatkan bahan


mentah (legen) dan dapat pula menyediakan jasa untuk proses
penyulingan kepada petani lain

Peadagang Tuak
Kelapa

Membeli atau menjual tuak dari para pembuat atau dari pedagang
lainya

Petani Kayu Kelapa

Memiliki kebun kelapa dan menjual kayu atau pohon kelapa untuk
diolah menjadi kayu kelapa (biasanya tetap melajutkan untuk
memproduksi kelapa kupas dari pohon kelapa yang masih tersisa)

10

Pengolah/pedagang
Kayu Kelapa

Membeli pohon kelapa, memprosesnya dan menjual kayu kelapa


olahan

11

Pedagang Kayu
Kelapa

Membeli dan menjual kayu kelapa, kadang termasuk menjualnya


secara eceran

12

Pengolah Minyak
Kelapa (miller,
refiner)

Membeli kopra dan mengolahnya menjadi minyak kelapa mentah


dan atau minyak kelapa refine

13

Pengolah Kelapa
Awetan

Membeli kelapa kupas dan mengolahnya menjadi kelapa awetan


(pengeringan kelapa tanpa sinar matahari sehingga warna tidak
berubah)

- 84 -

Produksi dan Distribusi


Kelapa Kupas dan Kopra
Hasil utama dari kebun kelapa adalah kelapa kupas dan kopra. Kelapa kupas adalah buah
kelapa masak yang telah dikupas, dan ini dapat segera dijual setelah panen untuk diolah
menjadi kelapa awetan, VCO atau santan.
Pilihan lainya, para petani dapat mengolah kelapa kupas menjadi kopra, daging kelapa
dikeringkan dan diekstrak minyaknya. Sabut dan batok kelapa adalah produk samping dari
pembuatan kopra.
Kelapa dan kopra keduanya dibutuhkan sebagai bahan baku pabrik pengolahan (Lihat Tabel
2). Selain itu, buah kelapa juga dapat dijual langsung ke konsumen oleh pasar pengecer.
Untuk mencapai outlet, para petani menjual kelapa kupas atau kopranya ke pedagang
kota. Namun demikian sebagian besar perkebunan hanya menghasilkan dalam jumlah
sedikit, antara 450-636 kg kopra atau 300 1500 buah kelapa per sekali panen, dan
biasanya lokasinya juga sulit dijangkau kendaraan bermotor. Oleh karenanya para petani
petani mengangkut kopra atau buah kelapa dengan kuda dan mereka sangat tergantung
pada pedagang desa maupun agen pedagang kota.
Para pedagang perantara biasanya mempunyai area pengumpulan kecil atau gudang
penyimpanan di desa setempat untuk megumpulkan kelapa dari para petani. Apabila telah
cukup banyak, para pedagang perantara segera mengirim ke pedagang kota atau pedagang
kota yang mengambilnya sendiri.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 85 -

Pedagang kota mempunyai fasilitas penyimpanan yang lebih besar dan memiliki truk besar
untuk mengirim kelapa ke pabrik, seperti pabrik minyak kelapa dan pengawetan kelapa di
pusat-pusat perdagangan besar.
Cukup sulit bagi petani untuk memutuskan apakah menjual langsung kelapa kupas atau
memprosesnya menjadi kopra. Karena memerlukan tenaga kerja dan waktu ekstra dalam
pengolahan kopra, maka harga kopra harus lebih tinggi daripada kelapa kupas diperlukan
petani untuk menutupi biaya pengolahan.
Selama periode survey, harga kopra cukup rendah. Oleh karenanya petani lebih suka
menjual kelapa kupas dimana mereka dapat menerima lebih dari sepertiga nilai akhir
setara nilai minyak kelapa CNO.
Menurut para petani pengaturan pemasaran kelapa dan kopra dengan para pedagang lokal
saat ini dapat diterima dengan beberapa alasan:
1. Tidak diperlukan jumlah minimum atau maksimum, pemesanan dapat dilakukan
sebelumnya (pre order) maupun melalui kontrak penjualan
2. Produk dapat dikumpulkan dan diantarkan kapan saja bila tersedia
3. Pembeli dapat lebih mudah dihubungi jika ada barang yang akan dijual
4. Seluruh ukuran dan kualitas diterima (walaupun kadang-kadang ada pembeli yang
menolak buah kelapa yang terlalu tua atau retak dan menerapkan potongan harga
untuk kopra yang tidak memenuhi standar kelembaban dan kualitas yang diperlukan)
5. Para petani dibayar tunai segera setelah penjualan, dan dapat meminta pembayaran
tunai dimuka atau kredit untuk penjualan berikutnya
6. Hubungan petani dan pedagang seringkali telah cukup mapan
7. Petani tidak perlu mengkhawatirkan transportasi menuju ke pasar yang lebih tinggi
levelnya
8. Petani percaya tidak ada keuntungan yang signifikan bila menjual langsung
dibandingkan dengan melalui pembeli lokal

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 86 -

Virgin Coconut Oil (VCO)


VCO diproduksi dari kelapa kupas mentah. Pada level pengolahan di petani, untuk
memproduksinya membutuhkan waktu 2 3 hari, termasuk memecah, mencacah dan
memeras buah kelapa mentah untuk diekstrak minyaknya. Satu liter VCO diperoleh dari 12
buah kelapa, yang merupakan produk utama. Sedangkan batok dan tepung/ampas kelapa
yang merupakan produk sampingan juga mempunyai nilai ekonomis.
Minyak olahan dikirim oleh petani atau pabrik kecil ke pembeli di desa yang akan menguji
produknya untuk menentukan harga. Para pembeli kemudian melakukan filtrasi akhir dan
menyiapkan minyak untuk dikirim ke para pembeli di Manila. Tidak seperti kopra dan
kelapa kupas, VCO dibeli berdasarkan kuota yang diberikan kepada produsen oleh
pedagang lokal, dimana volume produksi terlebih dahulu ditentukan oleh para pembeli
sesuai dengan pesanan.
Alternatif lainnya, konsumen lokal dapat membeli VCO langsung dari produsen lokal dalam
botol-botol plastik kecil (250, 350 atau 500 ml). Seiring dengan meningkatnya popularitas
dan persaingan, VCO lokal bermerk (bahkan ada dalam bentuk kapsul) muncul di toko-toko
obat, jaringan supermarket dan pasar swalayan. Pabrik VCO di perkotaan bahkan juga
menambahkan aroma (flavor) seperti rasa jagung manis, pisang atau nangka. Hal ini
merupakan nilai tambah dan pengembangan produk yang dilakukan oleh perusahaan
sedang dan besar yang memiliki cukup modal, ketrampilan, kapasitas manajemen dan
akses pasar.
Dengan pengecualian beberapa produsen VCO besar dan berorientasi ekspor, secara umum
produk kelapa skala rumah tangga tetap masih kecil akibat lemahnya jaringan dengan para
pembeli besar. Pengolahan VCO menghasilkan peningkatan harga kira-kira 100% di tingkat
petani dibandingkan dengan harga kelapa kupas.
Tuak Kelapa
Tuak kelapa merupakan produk tradisional yang relatif kecil tetapi mampu bertahan di
pasar lokal. Tuak ini diproduksi dari nira yang disadap dari bunga kelapa, yang kemudian
dikumpulkan dan dimasukan dalam tabung bambu. Setelah lebih dari satu hari, nira yang
beraroma (toddy) mulai terfermentasi dan kemudian didestilasi untuk menghasilkan tuak
kelapa.
Proses destilasi dilakukan secara khusus. Untuk setiap fasilitas seharga 200.000 PhP dapat
menghasilkan sekitar 4.300 gallon per tahun, dan ini merupakan suatu investasi yang cukup
besar. Konsekuensinya, para petani yang memproduksi tuak menyewa jasa destilasi dan
produknya juga diserap oleh pemilik destilasi. Alternatif lainya, para pendestilator
menyewa pohon kelapa dari petani lokal untuk memproduksi nira.
Tidak ada analisis kimia yang dilakukan pembeli, mereka cukup mengecek secara
sederhana kejernihan, aroma dan rasanya, untuk menentukan kandungan alkoholnya.
Rantai pemasarannya cukup sederhana, dari produsen ke pemborong dan pengecer lokal
dan akhirnya ke pembeli. Sebagian besar produsen mempunyai warung kecil sendiri untuk
menjual tuak secara eceran dalam kemasan botol kecil atau dalam galon, sementara itu
ada pula yang dikirimkan ke provinsi lain. Pengembangan produk dan jaringan ke level

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 87 -

pasar yang lebih tinggi sangat terbatas, meskipun beberapa pengusaha telah mencoba
memisahkan dan memberi merk tuak kelapa untuk tujuan ekspor.
Kayu Kelapa
Permintaan kayu kelapa terus meningkat, seiring menurunnya sumber kayu lain di
Philipina. Kayu kelapa terutama digunakan untuk konstruksi berbiaya murah, tetapi aman
dari hujan dan rayap untuk beberapa tahun.
Setelah di gergaji, papan-papan di distribusikan secara lokal melalui para penyalur, atau
dikirim ke provinsi lain dan ke pusat kota. Para pengecer termasuk toko bahan bangunan
dan pusat-pusat pedagang kaki lima juga mengambil bagian. Sejauh ini kayu kelapa belum
diekspor.
Bila seorang petani memutuskan untuk menjual pohon kelapanya, dia langsung
menghubungi agen atau penyalur lokal. Biasanya para penyalur langsung mengerjakan
sendiri penebangan maupun penggergajiannya, termasuk juga mengajukan ijin penebangan
dan tranportasi yang diperlukan berdasarkan Coconut Preservation Act of 1995.
Para pembeli kayu kelapa lebih menyenangi pohon yang berukuran besar, lurus dan tua,
dan untuk itu para pembeli akan memberikan harga yang lebih tinggi. Hasil kayu kelapa
per pohonnya bervariasi dari 200 hingga 300 kaki papan dan tergantung ukurannya. Pada
harga papan sekitar 3,5 PhP per kaki, maka harga per satu pohon kelapa berkisar 700
1000 PhP. Namun demikian, pohon-pohon yang berasal dari kebun dengan aksesibilitas
rendah harganya lebih rendah untuk mengkompensasi biaya transpor yang tinggi.
Pada umumnya rendemen kayu kelapa adalah sekitar 88%, pohon yang berkualitas baik
memiliki rendemen yang lebih tinggi. Pohon kelapa yang tua biasanya menghasilkan kayu
lebih banyak, sedangkan pohon-pohon muda menghasilkan kayu lebih sedikit tetapi masih
produktif untuk menghasilkan buah kelapa.
Adanya ketentuan yang membatasi
penebangan pohon kelapa hanya yang tua dan tidak produktif, tampaknya sejalan dengan
peningkatan pendapatan petani dari kayu kelapa dan tetap terjaganya kelestarian
sumberdaya kelapa.

Kendala Pemasaran dan Pengembangan Produk


Kelapa Kupas dan Kopra
Studi ini menunjukan bahwa harga kelapa kupas maupun kopra di tingkat petani masih
ditentukan terutama oleh kekuatan permintaan. Walaupun terkadang petani mengetahui
bahwa harganya buruk, namun posisi tawar mereka tetap lemah sehingga harga selalu
ditentukan oleh pembeli. Hal ini merupakan salah satu kendala yang teridentifikasi dalam
studi ini.
Produksi Skala Kecil
Rendahnya kuantitas output setiap kebun menyebabkan sedikitnya kesempatan bagi para
petani untuk memperoleh kesempatan jual yang baik. Kekuatan untuk meminta harga
tinggi juga terkalahkan ketika para petani memperoleh uang muka atau pinjaman dari para
pembeli.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 88 -

Walaupun terdapat sejumlah organisasi petani di provinsi tersebut, tetapi para petani
kelapa yang diwawancara selama studi seluruhnya melaporkan bahwa penjualan dilakukan
sendiri-sendiri, bahkan walau mereka anggota dari koperasi.
Keterbatasan Akses ke Pasar dan Pembeli
Para petani meyakini bahwa mencari alternatif pembeli atau tempat penjualan lain
tidaklah menguntungkan bila biaya angkut produk mereka ke tempat pengolahan cukup
tinggi. Walaupun adanya ikatan tetap dengan para pembeli dapat mengurangi keuntungan
jika harga sedang tinggi, namun sepertinya para petani menganggap praktik seperti ini
lebih dapat memberikan jaminan kepastian penjualan.
Hama dan Penyakit
Beberapa penyakit telah menyebabkan penurunan hasil dan kualitas kelapa, termasuk juga
serangga pemakan daging kelapa, virus cadang-cadang, kumbang daun kelapa. Sebagian
besar hama dan penyakit dapat dihindari dengan pemeliharaan pohon yang baik seperti
aplikasi pupuk secara rutin dan cepat tanggap dalam menangani infeksi hama penyakit.
Lemahnya Penanganan Pasca Panen
Penanganan pasca panen yang lemah dapat menurunkan kualitas produk misalnya karena
pecah atau bercampurnya berbagai ukuran karena sortasi yang buruk. Akibatnya terjadi
penurunan harga yang menyolok. Permasalahan ini merupakan kebiasaan dari sebagian
petani.
Waktu Panen Tidak Tepat
Ketika buah kelapa tidak dipanen tepat waktu, terlalu muda atau ketuaan, maka tidak
akan diterima oleh para pembeli.
Teknologi Pengolahan Tradisional
Metode pengeringan udara secara tradisional sulit diandalkan, dengan curah hujan yang
tidak konsisten serta kelembaban tinggi cenderung membuat produk lebih cepat rusak.
Para petani jarang yang mencapai kandungan kelembaban optimum 6% untuk harga kopra
premium.
Kebutuhan Adanya Tempat Penyimpanan Kopra
Biasanya petani membutuhkan beberapa waktu untuk mengumpulkan kopra hingga
mencapai jumlah minimum kopra sebelum kemudian menjualnya kepada para pedagang.
Para pedagang juga harus mengumpulkan kopra dari beberapa petani sebelum kemudian
diangkut menuju pabrik minyak, namun biasanya pedagang mempunyai fasilitas
penyimpanan yang lebih baik dan dapat menyimpan produknya hingga harga pasar
membaik. Sementara para petani dapat kehilangan banyak akibat penyimpanannya buruk.
Regulasi yang Lemah Dalam Standarisasi
Walaupun telah ada standarisasi untuk perdagangan kopra, namun hal tersebut belum
terimplementasikan pada level petani. Petani lebih percaya pada inspeksi visual dari para
pedagang untuk mengevaluasi kualitas produknya dan juga harga yang akan mereka terima.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 89 -

Terbatasnya Akses Jalan dari Perkebunan Menuju Pasar


Pada umumnya para petani menggunakan kuda dan kerbau untuk mengangkut kelapa kupas
menuju jalan utama. Diduga, harga produk minyak meningkat akibat biaya transpor yang
naik tajam. Hal ini mengurangi minat petani untuk membawa produknya ke pedagang di
kota dan ke para pengolah kelapa.
Virgin Coconut Oil
Dalam studi ini tampak bahwa peningkatan permintaan kelapa kupas untuk produksi VCO
tidak mendorong pengolahan kopra oleh para petani. Walaupun para petani merasa bahwa
VCO mempunyai potensi pasar baik, namun produksinya di wilayah yang dikaji masih
terbatas. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan:
Sedikitnya Pembeli Besar
Pasar lokal VCO masih belum berkembang dan kuota produksi pedagang rendah. Apalagi
para petani juga mengatakan bahwa aksesnya terbatas ke pedagang dan pembeli yang
mampu menyerap dalam jumlah banyak. Sepanjang aturan dan kontrol kualitas suplai
terpelihara, maka permintaan lebih besar akan memungkinkan petani meningkatkan
outputnya dan memperpanjang periode produksinya.
Ketiadaan Modal
Hasil survey menunjukan bahwa tempat pengolahan skala rumah tangga kecil
membutuhkan dana sekitar 17.500 PhP. Untuk beberapa petani, ketiadaan modal awal
menghalangi mereka untuk dapat mengambil keuntungan (kesempatan) dari peningkatan
permintaan VCO. Walaupun sejumlah fasilitas keuangan telah ada di provinsi, namun
mereka tidak mengambil kesempatan tersebut, bisa jadi karena petani tidak tanggap atau
mereka mendapat kesulitan untuk bertemu (atau segan untuk bertemu) dalam rangka
memenuhi persyaratan peminjaman.
Rendahnya Keterampilan Teknik dan Wirausaha
Pelatihan tentang produksi VCO telah dilakukan oleh beberapa PCA dan pemerintah
daerah.
Namun kualitas pelatihan bervariasi dan para petani tidak selalu dapat
menemukan kualitas yang dibutuhkan pembeli. Telah dilaporkan bahwa tidak ada
kelanjutan atau dukungan pasar dan bisnis setelah pelatihan.
Terbatasnya Kontrol Kualitas
Walaupun standarisasi VCO telah ada, namun para produsen skala kecil menemui masalah
untuk menjaga kualitas yang tepat, salah satunya disebabkan oleh rendahnya ketersediaan
peralatan laboratorium. Para pembeli VCO local melakukan tes sederhana, menguji secara
visual dan membaunya, sehingga standarisasi sulit didapat, dan tentunya menyebabkan
ketidakpastian bagi pasar kota. Produk tersebut terkadang ditolak juga oleh para pembeli.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 90 -

Tuak Kelapa
Walaupun tuak kelapa masih menjadi konsumsi lokal, beberapa produsen sudah siap
menuju pasar internasional. Namun demikian, hasil studi mencatat sejumlah kesulitan
untuk mewujutkan kemungkinan tersebut.
Rendahnya Kontrol Kualitas pada Produsen Skala Kecil
Pabrik tuak kelapa sebagian besar tidak beregulasi dan tempat pengolahanya tidak
diinspeksi kecuali ada komplain dari konsumen yang diterima badan regulator. Regulasi
untuk standar kebersihan produksi sangat tinggi, demikian juga untuk tingkat kontaminasi
produk. Oleh karena itu, tanpa adanya pengujian mikrobiologi dan lainya, tuak kelapa
hanya akan diterapkan pada skala kecil lokal dengan pasar lokal saja.
Tidak Adanya Standarisasi Produk
Tidak seperti VCO, standarisasi tuak kelapa masih dikembangkan, dan ketiadaannya telah
menjadi penghalang untuk mengakses pasar internasional. Walaupun kualitas ekspor telah
dicapai oleh sedikit produsen, aturan-aturan ekspor masih memerlukan cukup jaminan
terhadap kualitas dan volume.
Lemahnya Jaringan Kerjasama Dengan Pasar yang Levelnya Lebih Tinggi
Produsen kecil menjual tuak kelapa pada pedagang lokal, biasanya melalui pendekatan
perorangan atau berdasarkan titipan. Sementara sebagian kecil produsen menjual dalam
jumlah terbatas ke konsumen lokal. Kehadiran pedagang lokal memberi kesempatan
produsen untuk menemukan alternatif pasar. Walaupun sudah ada yang telah berkualitas
ekspor, namun produsen tuak masih belum bisa membuat jaringan dengan pembeli
internasional.
Terbatasnya Pengembangan Produk
Sebagian besar produsen mengepak tuak kelapanya pada kontainer yang tidak berlabel.
Hanya sebagian kecil produsen yang telah berinvestasi dalam aktivitas yang meningkatkan
nilai tambah seperti pelabelan, penambahan rasa, dan pengepakan, dimana dengan adanya
nilai tambah tersebut tingkat pengembalian modal juga lebih cepat. Selain yang telah
disebutkan, sesungguhnya masih terdapat banyak hal yang dapat dilakukan oleh produsen
untuk mengembangkan produk.
Peningkatan Biaya Produksi
Para produsen tuak kelapa cukup terpengaruh oleh peningkatan biaya sejumlah input
seperti tenaga kerja, bambu (dipakai untuk mengakses pohon-pohon yang terkumpul, dan
gula (digunakan dalam pengolahan)
Kayu Kelapa
Walaupun kayu kelapa memberikan pendapatan potensial, namun tampaknya suplai kelapa
justru menurun.
Dalam studi ini teridentifikasi empat isu kunci untuk menjaga
keberlanjutan industri kelapa.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 91 -

Penebangan Pohon Kelapa Ilegal dan Berlebihan


Aturan tentang penebangan pohon kelapa untuk diambil kayunya sangat ketat. Namun,
aturan tersebut seringkali tidak diterapkan secara baik atau dikesampingkan semua.
Penebangan illegal cukup luas terjadi, dan para pejabat daerah seringkali memberikan ijin
tanpa koordinasi dengan pembuat aturan, PCA. Sehingga hal ini telah mendorong
terjadinya penebangan tanpa ijin yang jumlahnya melebihi dari penebangan dengan ijin.
Teknik penebangan yang salah juga menyebabkan rusaknya tanaman baru atau pohonpohon kecil selama proses penebangan.
Penurunan Hasil Akibat Rendahnya Kualitas Pohon
Ketika para pembeli membuat pesanan (order) dalam jumlah banyak dengan
pemberitahuan yang singkat, biasanya pedagang dan petani melakukan penebangan pohonpohon yang masih kecil, muda dan masih produktif. Biaya penebangan dan pengolahan per
unit menjadi lebih tinggi daripada pohon tua, dan akibatnya petani menerima keuntungan
yang lebih rendah.
Penanaman (Regenerasi) Rendah
Skim PCA untuk penanaman kembali pohon kelapa mengandung beberapa kelemahan. PCA
dilaporkan tidak dapat memenuhi suplai bibit untuk mencapai penanaman hingga 100%,
sehingga para petani terpaksa harus membayar sebagian bibit-bibit yang dibutuhkan,
dimana pada kenyataanya tidak semua petani tidak dapat memenuhinya. Kalaupun
regulasi penanaman kembali diikuti, tetap saja tidak ada jaminan akan ada perawatan
yang baik terhadap tanaman.
Pada umumnya para pedagang menghindari aturan-aturan melalui tiga cara:
1) Mengurangi volume kayu kelapa yang dilaporakn untuk menghindari fee,
2) Ijin transportasi ilegal, dan
3) Pembayaran tidak resmi kepada petugas perbatasan (checkpoint) untuk menghindari
penahanan. Hasilnya adalah terjadi pengurangan penerimaan pajak, yang biasanya
akan digunakan untuk memonitor dan pengetahuan tidak lengkap terhadap volume
kayu kelapa yang diperdagangkan.

Panduan Pertanyaan
1.

Studi kasus mengkonsentrasikan pada produk individu, tetapi tahukah saudara apakah
hal-hal yang menjadi tekanan terhadap keberlanjutan tataniaga pasar kelapa di
Quezon? Gambarkan pohon masalah untuk mengidentifikasi hubungan antar masalah
industri pasar kelapa, sebagaimana yang didiskusikan dalam kasus ini.

2.

Bentuk-bentuk seperti apakah nilai tambah produk yang dilakukan oleh para
petani/pengolah di area kajian? Faktor-faktor apakah yang mungkin dipertimbangkan
para petani untuk menentukan bentuk nilai tambah?

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 92 -

3.

Bagaimana regulasi dari pemerintah Philipina saat ini dalam menyelesaikan masalah
industri kelapa?
Apakan saudara menemukan bentuk-bentuk lain yang dapat
disediakan oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk membantu petani
meningkatkan pemasaran produk mereka?

4.

Tuak kelapa dan virgin coconut oil (VCO) menampakkan adanya perbedaan yang
kontras dalam pengembangan produknya. Tuak kelapa telah lama diproduksi dan
dipasarkan, tetapi hanya sampai pasar lokal. Sementara VCO yang baru menjadi salah
satu produk olahan kelapa terpenting dalam 5-6 tahun terakhir, selain telah berhasil
mengembangkan berbagai variasi produk, juga telah merambah ke pasar ekspor.
Jelaskan kenapa tuak kelapa posisinya masih lebih rendah daripada VCO, dan
dukungan kebijakan apa yang diperlukan petani untuk mengembangkan tuak kelapa?

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Sariaya
Tayabas

Lucena

Gambar 1. Peta Lokasi Provinsi Quezon

- 93 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry


Legenda:
Peserta pasar
Produk
Dalam kota
Luar kota
Pasar lokal
Pasar ekspor

Pengumpul

PhP5/butir
Pengecer
(Pasar umum)

Pengecer
(Pasar umum)

Pabrik
(Pengolah
santan)

Kelapa
kupas

PhP3.60/butir

Santan

Santan

PhP3.75/butir

Pengolah
Makanan

PhP4.50/butir
Kelapa
kupas

Pedagang

Agen

Desikator

Pabrik

Kopra

Petani

Kopra

VCO

Pengolah
minyak

Pengolah
minyak
PhP12.83/kg

Pedagang
Kopra

Pengecer
(supermarket)

DCN

Crude
CNO

CNO Refineri
& distributor
lain

PhP26/kg

PhP48/liter (takbermerk)
PhP65/liter (bermerk)

Minyak
makan

PhP30.50/kg
Minyak non
konsumsi

PhP16.01/kg

Pedagang
VCO

KONSUMEN

Distributor
VCO

DI DALAM KOTA TAYABAS DAN SARIAYA

Gambar 2. Diagram Rantai Pemasaran Kelapa di Provinsi Quezon

Pengolah
minyak non
konsumsi

LUAR KOTA TAYABAS DAN SARIAYA

- 94 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 95 -

Bahan Ajar Studi Kasus 4


Pemasaran Karet di Thailand Utara
A. Catatan untuk Pengajar

agian ini ditujukan untuk mengarahkan para pengajar agar dapat


menggunakan materi-materi studi kasus secara lebih efektif sebagai bagian
dari kurikulum pengajaran, baik dalam mata kuliah pemasaran, agroforestri,
pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) atau yang lainya. Arahan
untuk pengajar ini dibuat untuk mendorong para mahasiswa berpikir kritis,
memberikan pertanyaan-pertanyaan dan membahasnya bersama-sama, serta
menyarankan aktivitas pengajaran dan bahan bacaan yang sesuai. Namun
demikian, arahan ini tidak ditujukan untuk membatasi pengajar untuk memaksimalkan
penggunaan dan pengeksplorasian potensi aplikasi lainya dari materi-materi studi kasus.

Materi studi kasus tidak mencakup seluruh aspek pemasaran yang mungkin muncul selama
diskusi dan tugas-tugas yang diberikan ke mahasiswa. Oleh karena itu, dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran, maka para pengajar dipersilakan memperkaya dengan
bahan studi lain yang dimiliki, misalnya membuat beberapa asumsi untuk informasiinformasi yang tidak ditemukan dalam studi kasus ini.
Pengajar sangat dianjurkan untuk membaca bagian ini dengan baik sebelum menyampaikan
materi-materi studi kasus kepada para mahasiswa. Efektivitas materi studi kasus ini sangat
tergantung pada sejauh mana pengajar menyelami dan menginternalisasi berbagai
informasi yang terdapat didalamnya.

Tujuan dan Metodologi


Studi kasus ini menyajikan hasil penelitian yang dilakukan di Thailand Utara dari bulan
Pebruari hingga Agustus 2006 oleh tim yang terdiri atas para pengajar dan peneliti dari
Universitas Chiangmai, Naresuan dan Maejo. Beberapa tujuan khusus dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Memahami sistem produksi karet para dan produk-produk petani skala kecil di
Thailand Utara.
2. Memahami sistem pemasaran dan pengembangan untuk petani skala kecil di
Thailand Utara.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 96 -

3. Mengetahui dan memahami kebijakan-kebijakan pemerintah serta pengaruhnya


pada pasar karet para.
Penelitian dilakukan pada 4 provinsi di Thailand, yaitu: Phitsanulok, Phetchabun,
Chiangrai, dan Phayao.
Data dikumpulkan baik dari sumber primer maupun skunder. Untuk data-data primer, 51
penanam karet para telah diwawancarai dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan
teknik penilaian pasar (marketing appraisal technique). Sementara itu, berbagai tulisan
penelitian dan dokumen dari pemerintah dan sektor swasta dijadikan sebagai sumber data
skunder.
Data yang dikumpulkan diklasifikasikan menjadi 5 kategori: a) sistem produksi (seperti:
karakterisitik sosial-ekonomi, praktik-praktik produksi dan kendala-kendala pada petani
kecil); b) Produk dan hasil ikutannya (seperti: pengolahan dan grading); c) pasar domestik
(seperti: struktur pasar, jaringan, pelaku, harga, sistem informasi dan kendala-kendala); d)
pasar ekspor (seperti: volume dan tren ekspor produk karet para, pembeli dan pelaku
utama, persaingan, sistem pendukung dan kendalanya); dan e) regulasi dan kebijakan
(seperti: kebijakan perdagangan dan domestik pemerintah Thailand)

Isu Kunci
Upaya untuk mendorong pasar yang pro-poor (berpihak pada masyarakat miskin) bagi
produk-produk pertanian umumnya diketahui sebagai intervensi pemerintah yang penting.
Pemerintah jelas mempunyai peran penting dalam mendorong pengelolaan yang lebih baik
bagi pasar-pasar yang kurang sempurna dan meningkatkan kepedulian warganya, serta
didorong pula untuk menyediakan aturan-aturan yang lebih baik, informasi pasar yang
lebih layak dan terkadang menjadi pelaku pasar sendiri. Namun contoh-contoh tersebut
masih sangat jarang. Kesuksesan intervensi pemerintah Thailand dalam pasar karet
diharapkan dapat memberikan sejumlah wawasan baru bagi mahasiswa.

Deskripsi Singkat
Thailand telah berkecimpung dalam industri perkaretan selama lebih dari 100 tahun dan
saat ini merupakan produsen utama karet dunia, dimana 90% dari produksi domestiknya
diekspor dan menjadi salah satu sumber devisa negara terpenting bagi Thailand.
Petani skala kecil adalah tulang punggung industri perkaretan, dimana lebih dari 90% dari
seluruh produsen karet adalah petani kecil. Oleh karena itu, pemerintah Thailand melihat
karet sebagai sumber kemakmuran yang penting bagi masyarakat pedesaan dengan
menyediakan peluang bagi pendapatan masyarakat pedesaan, yang berarti memperlambat
laju urbanisasi.
Kesuksesan industri karet Thailand, tidak terlepas dari dukungan regulasi dan manajemen
pemasaran dari pemerintah, yang dimulai dari pembuatan peraturan perangkat
kelembagaan untuk melakukan penelitian dan pengembangan, peningkatan hasil,
standarisasi kualitas produk dan penyederhanaan reinvestasi dalam industri, serta dalam
pengembangan pasar dan sistem informasi. Ekspansi besar dimulai tahun 2003, yang

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 97 -

menargetkan pada wilayah yang sebelumnya tidak tersentuh seperti di bagian Utara dan
Timur Laut Thailand. Berdasarkan pengalaman ini, dapat dikatakan bahwa industri karet
Thailand merupakan contoh yang baik tentang peran dan tanggungjawab pemerintah dalam
mendukung pengembangan pasar yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor).
Pasar karet Thailand cukup besar dan kompleks, namun menyimpan sejumlah hal yang bisa
dipelajari oleh negara-negara lain. Hal terpenting adalah, walaupun pemerintah cukup
aktif dalam pemasaran (dan sebagai pemilik perkebunan karet sendiri), namun pemerintah
lebih berperan dalam mengatur dan memfasilitasi daripada mengontrol langsung pasar
karet. Sebagian besar aktivitas pasar dibawah kendali para individu atau perusahaan
swasta dan organisasi.
Bentuk intervensi pemerintah Thailand dalam pemasaran diantaranya adalah dengan
membentuk 3 lembaga pendukung, yaitu: Badan Pendanaan Bantuan Penanaman Kembali
Karet (Office of the Rubber Replanting Aid Fund/ORRAF), Lembaga Penelitian Karet
Thailand (Rubber Research Institute of Thailand/RRIT) dan Organisasi Pengusaha Karet
(Rubber Estates Organization/REO).
Lembaga tersebut bertanggungjawab untuk
menyediakan keamanan financial bagi para petani skala kecil, melakukan penelitian dan
pengembangan, membuat standarisasi produk serta menciptakan dan mengkomunikasikan
informasi pasar.
Pemerintah juga memfasilitasi pasar modal (bursa saham) karet dan bursa komiditi karet,
yang keduanya berperan dalam perdagangan portofolio. Walaupun pasar modal yang ada
saat ini masih belum terlalu mapan, tetapi berdasarkan tren akhir-akhir ini terlihat adanya
kecenderungan bahwa pasar karet akan terus tumbuh.
Karena tidak adanya perkembangan sektor swasta yang kuat wilayah Utara dan Timur Laut,
maka pemerintah Thailand telah mengidentifikasi sejumlah perangkat lunak yang
diperlukan untuk mempromosikan karet di wilayah tersebut. Namun demikian, berbagai
langkah yang diambil sendirian oleh pemerintah teryata tidak dapat menghasilkan
pertumbuhan industri karet yang cepat. Berdasarkan pengalaman tersebut, dapat ditarik
pelajaran bahwa untuk suksesnya pengembangan pasar tidak dapat dilakukan sendiri oleh
pemerintah tetapi perlu melibatkan sejumlah dukungan yang saling menguntungkan dari
para pelaku pasar yang lain.

Tema Pembelajaran
Studi kasus ini merupakan materi yang baik bagi para mahasiswa untuk belajar dan
mengembangkan keterampilan berpikir analitis dan kritis berkenaan dengan tema-tema
sebagai berikut:
a) jaringan pemasaran,
b) sistem informasi pasar,
c) lembaga yang mempengaruhi pemasaran agroforestri dengan karet sebagai contoh
kasusnya.
Ketiga tema tersebut diatas tidak dibahas dalam bab ini secara terpisah. Namun demikian,
pertanyaan-pertanyaan penuntun pada halaman berikutnya akan membantu pengajar
dalam menentukan tema mana yang akan dijadikan fokus dalam diskusi di kelas.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 98 -

Luaran yang Diharapkan


Studi kasus ini menggambarkan bagaimana performa industri karet Thailand dan
menawarkan kesempatan kepada para mahasiswa untuk menguji secara kritis tentang
tumpang tindihnya mekanisme dukungan pasar. Bentuk dan fungsi sejumlah lembaga pasar,
sepertinya dapat digunakan untuk memulai diskusi awal. Hasil pembelajaran dari materi
ini sangat berguna untuk penambahan wawasan untuk kajian berikutnya.

Panduan Pertanyaan dan Diskusi


Pertanyaan

Arahan Diskusi

1. Gambar 2 menunjukan aliran produk dari


produk-produk karet. Sementara Gambar 3
menunjukan bahwa para petani dapat menjual
produk karetnya secara langsung atau tidak
langsung ke pasar-pasar yang ada. Manakah
yang menurut pengajar merupakan jaringan
pemasaran terbaik untuk berbagai produk dari
para penanam skala kecil, yang dapat
memberikan keuntungan terbesar bagi mereka?

Rantai pemasaran terbaik atau yang memberikan


keuntungan terbesar bagi petani skala kecil adalah
pada rantai yang memberikan kesempatan bagi
petani sebagai produsen untuk dapat menjangkau
konsumen akhir dengan rantai sependek mungkin,
sehingga memungkinkan petani mendapatkan
share harga barang yang lebih adil. Diversifikasi
dan improvement produk di tingkat petani,
sebagimana pada kasus di Thailand ini dengan
dimanfaatkanya berbagai produk dari pohon karet
selain latexnya sendiri, dan diolahnya lateks
lapangan menjadi lembaran karet USS/ADS, akan
memberikan pendapatan lebih bagi petani.
Namun demikian untuk membuktikan efisien
tidaknya jaringan pasar yang ada masih
memerlukan konfirmasi dengan melakukan analisis
jaringan pasar yang lebih komprehensif
berdasarkan harga ditingkat petani, harga di
tingkat pengecer, biaya yang dikeluarkan pelaku
pasar dan keuantungan yang diperoleh pelaku
pasar.

2. Apakah peran pemerintah Thailand dalam


pemasaran karet dan bagaimana mereka
membantu masing-masing pelaku dalam
jaringan pemasaran?

Pemerintah Thailand telah mengambil peran aktif


dalam promosi dan regulasi industri karet domestik
sejak tahun 1960 melalui suatu paket instrumen
hukum, kelembagaan dan keuangan yang dibuat
dalam rangka memastikan adanya keuntungan
maksimal dari perkaretan Thailand. Terdapat 3
organisasi setingkat wilayah yang menyebarkan
dan mempromosikan industri karet Thailand, yang
semuanya dibawah Mentri Pertanian dan Koperasi,
yaitu Badan Pendanaan Bantuan Penanaman
Kembali Karet (Office of the Rubber Replanting Aid
Fund /ORRAF), Lembaga Penelitian Karet
Thailand (Rubber Research Institute of Thailand
/RRIT), Organisasi Usaha Karet (Rubber Estates
Organisation /REO).
Berbagai bentuk kebijakan Pemerintah Thailand
tersebut sbb:
1. Program promosi.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Pertanyaan

Arahan Diskusi
- Pemerintah melakukan perluasan penanaman
karet pada setiap wilayah di Thailand dibawah
program yang komprehensif, Penanaman karet
untuk meningkatkan pendapatan yang
berkelanjutan bagi para petani di Area Tanam
Baru, Fase 1 (2004-2006). Hal ini
memungkinkan
terjadinya
peningkatan
produktivitas.
- Paket insentif campuran telah ditawarkan ke
petani karet potensial. Pertama, masuknya
pasar baru yang mampu berkontribusi gratis
sebanyak 90 bibit karet per rai dan tidak lebih
dari 10 rai (1,62 ha). Kedua, pinjaman bunga
rendah yang disediakan Bank of Agriculture
and Agricultural Cooperatives (BAAC) pada
tingkat bunga 5,360 THB/rai selama 6 tahun
pertama penanaman.
2. Dukungan harga
Untuk melindungi para petani, pemerintah
Thailand mengoperasikan kebijakan dukungan
harga selama periode harga karet tertekan
(suppressed) melalui REO. Dibawah kebijakan
ini, mendorong pemerintah untuk membeli karet
pada harga intervensi yang ditentukan oleh
Menteri Pertanian dan Koperasi dan mengkover
sekitar 10% dari total produksi karet tahunan,
yang berarti sisanya masih terjual dengan harga
pasar biasa.
3. Instrumen hukum

3. Apakah keuntungan dan kerugiannya dengan


adanya mekanisme dukungan harga karet yang
dilakukan oleh pemerintah?

Undang-undang
Thailand
mengharuskan
seluruh pedagang, ekportir, importer, pengolah,
propagator karet komersial dan para analisator
atau quality control mendaftarkan kegiatan yang
mereka dilakukan. Import dan eksport karet
harus mendapat ijin dari Mentri Pertanian dan
Kopersi dan dari pihak-pihak yang berwenang
lainnya.
Berbagai jenis proteksi terhadap produser adalah
hal umum yang terjadi di dunia dan mahasiswa
perlu menyadari pentingnya implikasi sosial dan
ekonomi dari subsidi (proteksi) tersebut.
Keuntungan utama dengan adanya subsidi harga
(proteksi) misalnya dengan penetapan harga
dasar adalah terlindunginya petani dari penurunan
harga pasar, yang boleh jadi memaksa petani
untuk keluar dari pasar karena mengalami
kebangkrutan. Oleh karenanya dukungan harga
merupakan tipe dukungan sosial, dimana dalam
hal ini sebagai pengganti kerugian masyarakat
akibat sejumlah besar petani karet yang tidak

- 99 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Pertanyaan

- 100 -

Arahan Diskusi
bekerja.
Pertentangan sepertinya terjadi, kenyataan bahwa
dukungan harga memaksa terjadinya harga yang
stabil/seimbang dengan sejumlah subsidi.
Argumen utama yang menentang subsidi adalah
mereka didorong untuk tidak efisien dalam
kasus ini, penggunaan lahan untuk karet yang
tidak kompetitif dibandingkan untuk usaha yang
lain. Subsidi juga sulit untuk dibuat adil. Penerima
subsidi menggunakan uang para pembayar pajak
tanpa bertanya ke pembayar pajak, dan mereka
tidak dapat menjangkau semua orang.
Para mahasiswa dapat pula memikirkan beberapa
isu lain. Semuanya dalam rangka mendorong
mereka untuk memperhatikan biaya dan
keuntungan dari dukungan harga, dan dibawah
kondisi apa hal tersebut dapat dijustifikasi, atau
menggunakan opsi lainnya dalam rangka
mendapatkan hasil yang sama.

4. Sistem informasi pemasaran karet di Thailand


cukup berkembang dan sangat layak. Namun
demikian, sumber informasinya masih
terpencar-pencar. Rekomendasi apa yang
dapat pengajar berikan untuk membuat sistem
tersebut lebih efektif dan efisien?

Sepertinya Pemerintah perlu membuat sentra


informasi yang menampung informasi baik yang
datang dari Pemerintah maupun dari pihak lain,
jadi tidak saja diserahkan pada pasar yang
berkembang. Hal ini diharapkan dapat
mengantisipasi dalam mengambil tindakan lebih
cepat dan terinformasikan lebih cepat pula ke
masyarakat apabila terjadi perubahan pasar yang
drastis.

Kegiatan yang Disarankan


Studi kasus ini menggambarkan situasi riil dengan segala kompleksitas dan
ketidakpastiannya.
Hal ini mungkin saja akan ditemui oleh para mahasiswa saat
melakukan berbagai kehidupan profesinya. Aktivitas berikut ini dipilih untuk membantu
melengkapi mahasiswa dengan berbagai alat, guna memahami dan menganalisis dunia
nyata, dan membuat rencana untuk intervensi.
a. Menyusun peta kebijakan dan diagram yang menggambarkan besarnya dukungan
lembaga dan pemerintah terhadap industri karet di Thailand.
Industri karet Thailand telah sangat sukses, ini tidak terlepas dari dukungan pemerintah
yang cukup progresif dalam regulasi di lapangan, standarisasi, dukungan harga, promosi
dan fasilitas pasar. Para mahasiswa dapat lebih memahami kompleksitas tumpang
tindihnya kebijakan pemerintah dengan menggunakan grafik yang menggambarkan
situasi tersebut. Selain itu dapat pula ditambahkan hasil penelitian dari web untuk
menguji mekanisme dukungan swasta dan pemerintah lainya yang tidak dibahas dalam
studi kasus ini, seperti the First World Rubber Summit pada tahun 2006 di Thailand,

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 101 -

dan tujuan dari Rubber Authority of Thailand. Aktivitas ini lebih baik dilakukan oleh
grup kecil.
b. Mengorganisasi diskusi untuk merinci tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dari pasar sentral komoditi karet.
Dalam melakukan aktivitas ini, para anggota tim membutuhkan studi pustaka sebagai
bahan diskusi. Hasil studi tersebut dikombinasikan dengan aturan main dalam latihan,
dimana setiap anggota tim mempresentasikan stakeholder pasar yang berbeda.
c. Meneliti bentuk dan fungsi suatu pasar komoditi sentral atau bursa untuk diketahui
mahasiswa.
Aktivitas ini membutuhkan beberapa penelitian dan sebaiknya dilakukan oleh satu tim
untuk beberapa minggu. Mahasiswa dapat memilih fokus pada: a) satu komoditas
(seperti dalam contoh karet Thailand, yang diperdagangkan melalui sejumlah pasar
domestik), atau b) satu pasar, seperti pasar pertanian provinsi.
Penelitian tersebut sebaiknya berfokus untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang
harus dibahas dan disetujui sebelumnya, seperti:

Siapa yang membangun pasar dan mengapa?

Bagaimana struktur manajemen dan bagaimana sistem pembayarannya?

Siapa yang bisa menggunakan pasar dan apa tugas mereka?

Apa saja situasi legal sekitar lokasi bursa?

Apa kekuatan dan kelemahan pasar?

Beberapa penelitian ini dapat dilakukan via internet dan telepon.


d. Membuat suatu matrik kerangka kerja informasi pasar untuk produsen karet di wilayah
Utara dan Timur Laut Thailand.
Tujuan pembuatan matrik Kerangka Kerja Informasi adalah supaya para mahasiswa
memperoleh apresiasi cukup mengenai pentingnya memiliki daftar yang terperinci
mengenai kebutuhan informasi pasar, sumber dan metode yang diperoleh, dan kekutan
serta kelemahan relatif atas jaringan informasi tersebut. Dengan mengerjakanya, para
mahasiswa dapat merekomendasikan strategi untuk akses informasi pasar yang efektif
bagi para pengusaha karet. Contoh matrik dibawah dapat digunakan untuk latihan.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Contoh Matrik Kerangka Kerja Informasi

Kebutuhan
Informasi

Sumber/Saluran

Kekuatan dan Kelemahan dari Sumber


Informasi
Kekuatan

Kelemahan

Tim Peneliti
Ketua Tim:

Charoon Suksem
Department of Soil Science and Conservation
Faculty of Agriculture
Chiang Mai University
239 Huay Kaew Road
Chiang Mai 50200
Thailand
Tel: +66 53 944036 ext. 113, 053 357888
Fax: +66 53 944666
Mobile phone: +66 1 531 7093
E-mail: c.suksem@chiangmai.ac.th

Anggota Tim:
Anan Pintarak
Department of Agronomy
Faculty of Agricultural Production
Maejo University
Chiang Mai-Phrao Road, Sansai
Chiang Mai 50290, Thailand
Tel : +66 53 873406. Fax : +66 53 498168
E-mail: anan@mju.ac.th
Kamol Ngamsomsuke
Department of Agricultural Economics
Faculty of Agriculture
Chiang Mai University
239 Huay Kaew Road
Chiang Mai 50200, Thailand
Tel: +66 53 944066. Fax: +66 53 944666
E-mail: agikngms@chiangmai.ac.th

Kesesuaian
sumber/saluran.
(Keterangan)

- 102 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Chonnigan Thabya
Agriculture and Environmental Integration R&D Unit,
Naresuan University Thailand
Tel: +66 55 261000 ext. 2737. Fax: +66 55 261040
Piyamat Pattharin
Agriculture and Environmental Integration R&D Unit,
Naresuan University Thailand
Tel: +66 55 261000 ext. 2737
Fax: +66 55 261040

- 103 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 104 -

B. Kasus
Bagian 1: Latar Belakang
Gambaran Umum
Pohon karet Para (Hevea brasiliensis) atau pohon karet pada umumnya berperan penting
dalam perekonomian karena produknya yang berupa cairan lateks merupakan sumber
utama karet alam. Walaupun karet Para asli berasal dari hutan hujan Amazon di Amerika
Selatan, namun saat ini telah tumbuh dan menyebar luas di Asia Tenggara.
Seiring dengan penemuan proses vulkanisasi tahun 1839, budidaya pohon karet meningkat
untuk keperluan pabrik karet. Harganya juga terus membaik dengan maraknya rubber
boom di seluruh belahan dunia sebagai akibat adanya penemuan ban pneumatic pada 1888
yang kemudian dilanjutkan dengan pengenalan kendaraan bermotor pada pergantian ke
abad 20.
Semenjak itu, investasi penanaman karet di Asia Tenggara banyak dilakukan oleh beberapa
perusahaan ban multinasional seperti Goodyear, Dunlop dan Michelin yang menguasai
pangsa pasar ban internasional.
Hingga dekade lalu, Thailand telah menjadi produsen dan pengekspor karet terbesar di
dunia. Pada tahun 1998, Thailand memproduksi 2.065 juta ton karet, dan sekitar 90%
diekspor dengan nilai mendekati 1,5 milyar USD. Pasar ekspor terbesar untuk karet
Thailand adalah ke Jepang, USA, Cina, Malaysia dan Korea Selatan.
Pabrik ban menggunakan sekitar 47% dari konsumsi karet domestik, dan sisanya sebagian
besar untuk memproduksi sarung tangan, kondom, balon, suku cadang kendaraan
bermotor, bantalan dan elastic bands.
Pusat produksi karet tradisional di Thailand berada di wilayah Selatan. Hingga tahun 2003,
wilayah Utara dan Timur Laut Thailand memproduksi karet dalam jumlah terbatas,
terutama didominasi oleh pengusaha kecil dengan modal swadaya atau dibawah kontrak
dengan perusahaan swasta yang biasanya menyediakan konsultasi teknik dan input seperti
pupuk.
Kondisinya berubah drastis ketika pada tahun 2003 pemerintah Thailand berkomitmen
untuk meningkatkan penanaman karet dengan penambahan lahan untuk perkebunan karet
satu juta hektar, yang khususnya difokuskan di wilayah Utara dan Timur Laut Thailand.
Hal ini diketahui dari peran penting perkaretan Thailand dalam bidang ekonomi, sosial dan
lingkungan (Tabel 1), dan adanya penambahan sejumlah regulasi manajemen pasar serta
instrumen dukungan lainnya yang dibuat untuk memaksimalkan keuntungan negara dari
industri perkaretan.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 105 -

Tabel 1. Peran Penting Industri Perkaretan di Thailand


Bidang

Ekonomi

Peran
Karet para penting secara nasional, yang ditanam oleh lebih dari 6 juta
petani Thailand, dan bernilai sebagai produk eksport terbesar ke sepuluh
(dalam hal ini produk lateks dan produk karet lainya. Ekspor kayu karet
(atau kayu para) meningkat lebih dari 40% atau mencapai 0,85 juta USD
antara tahun 1998 dan 2000
Karet termasuk tanaman berniali tinggi, dan karenanya muncul harapan
baru bagi masyarakat miskin di pedesaan yang menanamnya
Hasil karet meningkat tajam di masa lalu, dari 60 kg/rai pada 1966 menjadi
268 kg/rai di tahun 2000, atau sekitar 4 kali lipat dalam waktu 35 tahun.
Diharapkan potensi tersebut akan meningkat di masa mendatang dengan
penanaman baru dari varietas hasil tinggi.
Banyak industri manufaktur domestik yang tergantung pada lateks dan kayu
para sebagai bahan bakunya.

Sosial

Karet para dapat mencetak lapangan kerja di area pedesaan, dan mungkin
mengurangi migrasi ke kota; Departemen Ekonomi Pertanian memperkirakan karet
dapat mengurangi perpindahan buruh di wilayah timur laut hingga sepertiga
Karet mempunyai 11 bulan masa panen. Hal ini membantu memaksimalkan
efisiensi tenaga kerja dan menjaga stabilitas pendapatan

Lingkungan

Karet Para mempunyai masa produktif lebih dari 30 tahun, dan tentunya ini
membantu menciptakan hutan semi permanent
Karet sangat cocok untuk sistem agroforestri, dan dapat ditanam dalam sistem
campuran dengan sayuran, pohon buah-buahan, padi dataran tinggi, kacangkacangan, cabe, ketimun, nanas, papaya, pisang dan lain-lain
Kayu para sangat berharga dalam industri manufaktur, dan dapat dinyatakan
sebagai ramah lingkungan karena penebanganya dilakukan pada akhir masa
produktifnya

Lembaga Pendukung Industri Karet Thailand


Pemerintah Thailand turut berperan aktif dalam promosi dan regulasi industri karet
domestik sejak tahun 1960 melalui suatu paket instrumen regulasi, kelembagaan dan
keuangan yang dibuat dalam rangka pencapaian keuntungan maksimal dari industri
perkaretan Thailand. Beberapa instrumen penting tersebut akan dibahas pada uraian
dibawah ini.
Terdapat tiga organisasi wilayah yang menyebarkan dan mempromosikan industri karet
Thailand, yang semuanya dibawah Menteri Pertanian dan Koperasi.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 106 -

Office of The Rubber Replanting Aid Fund (ORRAF)


Thailand membentuk ORRAF pada tahun 1960. Tugas utamanya adalah menyediakan
bantuan finasial bagi para petani dan memfasilitasi pergerakan produksi karet mentah ke
tempat pemasaran.
Bantuan keuangan berasal dari uang pajak (retribusi) atas ekspor berbagai produk karet.
Pendapatan tersebut dibagi kedalam 3 bagian: 10% untuk administrasi, 5% untuk penelitian
karet, dan sisanya digunakan sebagai dana bantuan untuk para petani skala kecil.
Lembaga Penelitian Karet Thailand
RRIT bertanggungjawab untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka
meningkatkan hasil lateks dan kayu. Kegiatannya difokuskan pada pengembangan varietas
karet dan tegakan tinggal (planting stock), dan juga memperbaiki metode penyadapan.
RRIT bertanggungjawab untuk menyusun Standarisasi Karet Thailand (Standard of Thai
Rubber / STR) khususnya untuk produk USS, ADS, lembaran karet kasar asapan (ribbed
smoked sheed) dan karet blok.
Organisasi Usaha Karet
REO mengelola usaha karet pemerintah, yang hanya merepresentasikan sekitar
sepersepuluh dari total area perkebunan karet di Thailand.
REO juga
mengimplementasikan mekanisme kebijakan dukungan harga (price support) pemerintah.

Promosi dan Kebijakan Pemerintah


Program promosi
Program ekspansi karet besar-besaran diluncurkan setelah pertemuan di provinsi Phuket
pada tanggal 26 Mei 2003 dan hal ini merupakan respon atas permintaan global yang terus
menerus.
Pada pertemuan tersebut, pemerintah Thailand berkomitmen untuk melakukan perluasan
penanaman karet pada setiap wilayah di Thailand dibawah program yang komprehensif
yaitu: Penanaman karet untuk meningkatkan pendapatan yang berkelanjutan bagi para
petani di Area Tanam Baru, Fase 1 (2004-2006)
Kebijakan baru mentargetkan satu juta rai (121.870 Ha) untuk tanaman karet baru, yang
terbagi dalam 300 ribu rai untuk 7 provinsi wilayah Utara dan 700 ribu untuk 13 provinsi
wilayah Timur Laut. Tidak lama setelah itu, areal penanaman baru berikutnya meliputi 9
provinsi di Utara dan 6 provinsi lagi di Timur Laut. Hal ini memungkinkan terjadinya
peningkatan produktivitas.
Paket insentif campuran telah ditawarkan kepada para petani karet potensial. Pertama,
pembagian bibit karet gratis sebanyak 90 bibit karet per rai dan tidak lebih dari 10 rai
(1,62 ha). Kedua, pinjaman bunga rendah yang disediakan Bank of Agriculture and
Agricultural Cooperatives (BAAC) pada tingkat bunga 5.360 THB/rai selama 6 tahun
pertama penanaman.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 107 -

Departemen Pertanian, dalam hal ini Menteri Pertanian dan Koperasi, diberi
tanggungjawab membuat zonasi lahan untuk karet, juga peningkatan produktivitasnya.
Hasilnya cukup baik, terlihat dari adanya peningkatan harga karet. Program tersebut juga
telah sukses meningkatan luasan lahan bperkebunan Karet Para di dua wilayah yang
ditargetkan. Saat ini Thailand mengklaim telah membangun sekitar 2 juta ha perkebunan
karet Para dengan total produksi 2,8 juta ton/tahun
Dukungan harga
Sebagian besar petani karet adalah petani kecil dan relatif miskin modal. Oleh karena itu,
mereka sangat rentan oleh fluktuasi harga karet.
Untuk melindungi para petani, pemerintah Thailand mengoperasikan kebijakan dukungan
harga selama periode harga karet tertekan melalui REO. Artinya, jika diperlukan
pemerintah akan melakukan intervensi membeli karet pada harga yang ditentukan oleh
Menteri Pertanian dan Koperasi.
Karet ini kemudian disimpan hingga harga membaik. Sepertinya ukuran stok intervensi
tidak diumumkan ke public, REO mengindikasikan stok karet hasil intervensi pada wilayah
tertentu mencapai 230-300 ribu metrik ton.
Produk karet dengan dukungan harga dari negara hanya mencakup sekitar 10% dari total
produksi karet tahunan, yang berarti sisanya masih terjual dengan harga pasar biasa.
Walaupun hanya mencakup 10% dari total produksi karet, namun intervensi harga yang
dilakukan pemerintah terbukti mampu mempengaruhi distorsi harga pasar secara terukur.
Diperkirakan bahwa pemerintah mampu meningkatkan harga domestik rata-rata sebesar
0.27 THB/kg, atau 1%, antara tahun 1997 dan 2000. Kebijakan tentang besarnya pungutan
pajak tidak diketahui secara pasti.
Instrumen Regulasi
Undang-undang Thailand mengharuskan seluruh pedagang, ekportir, importer, pengolah,
propagator karet komersial dan para analis atau petugas di bagian quality control
mendaftarkan kegiatan yang mereka dilakukan. Impor dan ekspor karet harus mendapat
ijin dari Mentri Pertanian dan Kopersi dan dari pihak-pihak yang berwenang lainnya.

Bagian 2: Analisis Pemasaran


Ekologi dan Habitat Karet
Para petani karet di Thailand membudidayakan tanaman karet baik di dataran tinggi
maupun di dataran rendah, namun biasanya karet dibudidayakan pada ketinggian lebih dari
600 m diatas permukaan laut pada kelerengan 45o. Pada umumnya, karet ditanam dalam
bentuk monokultur pada musim hujan. Namun demikian selama tahun pertama, kedua
atau ketiga dari tujuh tahun sebelum produksi lateks dimulai, akan ada tanaman lain yang
diintegrasikan dengan pohon-pohon karet.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 108 -

Lebih dari 20 varietas karet ditumbuhkan di Thailand, variasi keturunannya ditujukan


untuk memperbaiki hasil lateks atau hasil kayu. Sebagian besar karet yang ditanam di
wilayah Utara dan Timur Laut (80%) mampu menghasilkan lateks tertinggi, varietasnya
RRIM600.

Produksi
Produksi karet di Thailand didominasi oleh sektor usaha kecil, yang biasanya hanya
membudidayakan sebesar 50 rai (8.1 ha) atau kurang. Sementara itu perusahaan besar
hanya memegang proporsi kecil saja. Tabel 2 menunjukan distribusi relatif tanaman karet
antar produsen, dan menekankan bagaimana pentingnya peran para pengusaha kecil dalam
sector tersebut.
Beberapa produsen telah membentuk koperasi untuk menjual karet mereka, baik yang
berada di area produksi karet secara tradisional maupun cara baru. Namun demikian.
kegiatan penjualan secara kelompok belum dipraktikkan secara luas dibandingkan dengan
penjualan secara individu.
Tabel 2 menyajikan informasi mengenai klasifikasi petani karet di Thailand.
Tabel 2. Klasifikasi Petani Karet di Thailand

Klasifikasi

Usaha Kecil

Usaha Menengah

Perkebunan Karet

Jumlah total
usaha

Ukuran
2-50 rai

1.012.000

(0,4-8,1 ha)

Holdings

51-250 rai

73.000 holdings

(8,3-40,5 ha)
>250 rai

3.000

(>40,5 ha)

Holdings

Proporsi total
usaha

93%

6,7%

0,3%

Rata-rata
luasan per
usaha
13 rai
(2,1 ha)
60 rai
(9,7 ha)
395 rai
(63,9 ha)

Sumber: Office of Agricultural Economics, Thailand

Produk dan Aliran Produk


Gambar 1, memberikan gambaran sederhana dari alur produk utama dan tahapan proses di
pasar karet Thailand. Alur ini memulai dengan produksi lateks lapang di tingkat petani,
produk karet pertama, yang oleh petani sendiri diproses melalui 2 cara.
Pertama, diproses dalam un-smoke sheet (USS) yaitu lembaran tanpa pengasapan) atau air
dried sheet (ADS) yaitu lembaran kering udara oleh petani sendiri, sebelum menjualnya ke
pabrik pengolah pertama. Pada pabrik pengolah pertama, USS atau ADS diolah menjadi
smoke sheet (lembaran terasapi) sebelum dijual ke pabrik pengolah hi-end (terakhir) atau
diekspor. Sekitar 83% tanaman karet memproduksi USS atau ADS.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 109 -

Kedua, petani mungkin menjual lateks lapang segar ke perantara, yang mengubahnya
menjadi konsentrat lateks sebelum diekspor, atau menjualnya ke pabrik pengolah hi-end di
Thailand sebagai bahan pembuatan ban atau produk-produk lainnya, yang akan dikonsumsi
secara domesik maupun diekspor. Hanya 17% dari penanaman karet dijual dalam bentuk
lateks lapang.
Petani juga menjual berbagai produk sisa, termasuk residu koagulan dari mangkuk
pengumpul dan bagian-bagian lembaran karet yang tertolak. Karet berkualitas rendah ini
dijual ke pabrik yang memproduksi karet STR20, atau karet blok kualitas rendah, yang
kemudian dijualnya.
Penanaman karet para juga dimaksudkan untuk menyediakan sejumlah produk turunan dari
karet yang bukan berasal dari getah karet, yang beberapa diantaranya telah ada pasarnya.
Untuk ekspansi saat ini telah ada pasar yang menyediakan bibit karet, khususnya di wilayah
Utara dan Timur Laut. Daun-daun karet dapat digunakan untuk memproduksi bunga tiruan,
gantungan kunci, kartu nama, yang biasanya dikerjakan oleh kelompok perempuan dalam
skala kecil. Kayu para merupakan produk selain karet yang bernilai tinggi, dan biasanya
dijual langsung untuk diproses menjadi kayu gergajian atau plywood

Pelaku Pasar dan Rantai Pemasaran


Para pelaku pasar karet di Thailand terdiri atas penanam, pengolah dan pedagang.
Terdapat 3 tipe penanam karet di Thailand, disebut dengan: 1) kaluarga petani, 2)
kelompok tani, dan 3) koperasi petani. Pasar lokal adalah pasar yang menampung dan
membeli produk karet dari para petani karet skala kecil. Sebagian besar petani karet
menggunakan pasar lokal, yang menyerap sekitar 94% dari total produksi karet di Thailand.
Pada pasar lokal terdapat warung dan pedagang yang tersebar di 46 provinsi dan termasuk
beberapa tipe pedagang dan pengolah (Tabel 3).

Tipe dan Jumlah Pelaku Pemasaran


Pasar lokal sangat penting sebagai penghubung para petani karet skala kecil, khususnya di
area terpencil, ke pasar. Lembaran kering udara (ADS) atau lembaran tanpa pengasapan
(USS) yang diproduksi petani dapat dijual melalui sejumlah tingkat pedagang yang
berbeda, tergantung pada volume produk karetnya dan kebutuhan transportasinya.
Terdapat 6 tipe pedagang yang dapat diidentifikasi, dan hubungan mereka sebagaimana
diringkas pada Gambar 3. Pasar Sentral Karet dibahas pada Klasifikasi Pasar dibawah.
1. Pengecer
Para pedagang yang membeli lembaran karet kasar langsung dari para petani dan
menggunakan sepeda motor untuk mengangkutnya ke pedagang lokal atau pedagang kota.
Pengecer memberikan jasa yang cukup penting untuk para petani berupa mempermudah
akses ke pasar. Mereka boleh saja menjual produk yang dikumpulkannya dari para petani
ke pabrik pengolahan atau ke RMC, tetapi biasanya mereka menjual ke pedagang lokal
lainnya.
2. Pedagang desa lokal

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 110 -

Pedagang pada level ini memiliki warung yang juga memasok sarana dan prasarana
pertanian kepada para petani, seperti pupuk dan bahan kimia lainnya. Mereka membeli
lembaran kering udara (ADS) dari para petani produsen dan menjualnya ke pedagang di
tingkat yang lebih tinggi di kabupaten atau provinsi. Sebagian besar pedagang lokal
memiliki lisensi pemasaran karet.
3. Pedagang Kabupaten atau Provinsi
Pedagang-pedagang ini biasanya mempunyai toko karet di kota-kota besar, dan
berkonsentrasi sendiri dalam menjual atau membeli baik USS atau lembaran karet
terasapi, yang mana mereka dukung biaya penyiapannya. Produk tersebut dipasok melalui
para pengecer atau pedagang desa lokal, dan kadang-kadang berasal langsung dari
pengusaha kecil atau perkebunan karet. Volume perdagangan karet mencapai lebih dari
1.000 kg/hari. Para pedagang ini berlisensi dan menjualnya ke para eksportir.
Beberapa tipe pelaku pasar karet para disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Tipe Pelaku Pasar Karet Para
Tipe Pelaku Pasar

Jumlah

Keluarga petani karet

1 juta

Koperasi petani karet

675

Pedagang terdaftar (pengecer dan pedagang di tingkat desa,


kabupaten dan provinsi)
Pengolah lembaran asap kasar
Pasar Sentral Karet

> 2.400
200
3

Pabrik pengolahan karet

630

Eksporter teregister

321

4. Pengolah karet mentah


Pengolah karet mentah adalah para pemilik fasilitas untuk mengolah lateks lapang dan ADS
menjadi lembaran terasapai kasar (ribbed smoked sheet) atau karet blok (STR). Mereka
membeli bahan baku dalam jumlah besar, biasanya melalui para pedagang. Para pengolah
menjual hasilnya ke pabrik/pengolah akhir domestic (seperti: sarung tangan, kondom,
balon, peralatan pendukung, ban, dll) dan juga kepada para eksportir. Perusahaan
pengolah yang besar bahkan terkadang mengekspor sendiri produknya.
5. Keluarga Petani Karet dan Koperasi Petani
Para petani atau penanam karet skala kecil membentuk suatu koperasi. Koperasi ini akan
membeli produk karet dari para anggotanya dan menjualnya ke pasar sentral karet atau ke
pabrik pengolah pertama.
Mereka juga melakukan re-grading, pembersihan atau

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 111 -

pengolahan awal tergantung dari produk awal yang diterimanya. Pada waktu yang sama,
koperasi juga menyediakan sarpras bagi para anggotanya.
6. Eksportir
Eksportir adalah pedagang level tertinggi di Thailand. Para eksportir biasanya mempunyai
fasilitas sendiri untuk pengolahan awal dan manufaktur produk akhir. Mereka membeli
lembaran karet terasapi kasar (ribbed smoke sheet) dari para pedagang di kabupaten atau
provinsi, dari para pengolah kecil atau langsung dari perkebunan karet besar. Jika perlu,
mereka mengasapi ADS dan USS sendiri dan mendasarkan pada harga beli produk akhir.
Eksportir harus memiliki lisensi untuk pengolahan, perdagangan dan eksport.

Klasifikasi Pasar
Di Thailand, pasar karet para dibagi ke dalam spot market dan future market. Spot atau
fisik adalah pasar-pasar di desa seperti pasar lokal -yang dibahas dalam Aliran Produk
dan Pelaku Pasar- dan 3 pasar terbuka atau dikenal dengan Pasar Sentral Karet (Ruber
Central Markets /RCMs).
RCM adalah tipe pasar fisik yang dibangun di Thailand beberapa tahun lalu. Sejak tahun
1991, Lembaga Penelitian Karet Thailand (Rubber Research Institute of Thailand /RRIT)
telah menjadikannya sebagai pasar lelang.
Pasar sentral pertama dibuka di propinsi Songkla untuk melayani wilayah produksi karet di
Selatan. Pada tahun 1999, pasar kedua dibuka di Propinsi Suratthani dan yang ketiga pada
2001 di provinsi Nakhon Srithammarat.
RCM tidak hanya membeli berbagai produk karet seperti cup lamp, concentrate latex, ADS,
USS dan lembaran terasapi kasar, tetapi juga menyediakan tempat penyimpanan karet.
Setiap RCM dapat mengakomodasi sekitar 16 ribu ton.
Walaupun tugas utama RCM adalah melayani sektor swasta termasuk petani, pengolah dan
pedagang, namun keberadaannya juga membantu terimplentasikannya kebijakan harga
pemerintah, serta menyediakan informasi harga dan trend-nya.
RCM Songkla menerapkan peran dan aturan serta mengkategorisasi seluruh karet. Selain
itu, RCM juga mengawasi kualitas berdasarkan standard international. Karet-karet yang
ditolak oleh RCM akan dijual di pasar-pasar kota informal, yang kemudian biasanya akan
diolah lagi.
Pasar Surat Berharga Karet
Pasar surat berharga karet adalah tipe baru dari RCM yang beroperasi tanpa kehadiran
produknya secara fisik pada saat pembelian. Pembeli dan penjual bernegosiasi untuk suatu
kesepahaman lewat pasar, dan produknya diserahterimakan setelah seluruh kesepakan
terjadi. Karena produknya tidak ada secara fisik, pasar ORRAF sering disebut dengan the
rubber paper market (pasar surat berharga karet).
Pasar surat berharga karet berskala besar di dikelola oleh ORRAF, dan sejumlah yang lain
digerakan oleh kelompok swasta di wilayah Selatan dan Timur Thailand. Berdasarkan

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 112 -

volume transaksi karet dan nilainya, juga sebagaimana jumlah konsumennya, maka peran
RCM di negara tersebut meningkat. Misalnya saja, volume karet yang terlayani lewat pasar
ini meningkat dari 43.894 ton tahun 1999 menjadi 159.435 ton di tahun 2003.
Namun demikian, pada tahun 2003, hanya 6% dari volume total di pasar Thailand yang
ditangani oleh RCM-RCM. Hal ini menunjukkan masih adanya peran subtansial yang
dimainkan oleh berbagai pedagang dan perantara.
Pasar modal
Pasar modal karet di Thailand merupakan bagian dari the Agricultural Futures Exchange of
Thailand (AFET) (Bursa Efek Pertanian Thailand) yang dibuka pada bulan Mei 2004. Saat ini
hanya lembaran terasapi kasar (ribbed smoked sheet) grade ke-3 (mewakili 80% dari
seluruh produksi RSS di Thailand) yang sudah diperdagangkan AFET.
Di tingkat regional, sejenis pasar modal juga dioperasikan untuk minyak sawit di Malaysia
dan untuk karet di Jepang dengan konsumen yang banyak. Singapura saja yang tidak
memproduksi maupun mengkonsumsi karet, ternyata juga mengoperasikan pas
Tabel 4. Jumlah Karet yang diperdagangkan lewat 3 Pasar Sentral Modal untuk produk
karet di Wilayah di Thailand, 1999-2003
Hat Yai RCM,
Provinsi Songkla

Tahun

USS

RSS

Lain

Punpin RCM, Provinsi


Suratthani

Chawang RCM, Provinsi


Nakhon Srithammarat

USS

USS

RSS

Lain

Lain

RSS

1999

32.189

11.705

2000

33.865

14.490

554

25.092

493

2001

21.285

9.697

825

27.287

1.241

10.481

2002

21.745

24.552

295

44.274

2.062

32.415

2.739

2003

16.733

31.633

7.852

49.067

5.238

97

42.812

5.992

11

125.817

80.372

9.526

157.425

9.034

98

85.708

8.731

11

Total

Sumber: Rubber Research Institute of Thailand, 2004

Informasi Pasar
Melihat sejarah perkembangan dan pentingnya industri karet Thailand, tidak
mengherankan kalau sistem informasinya sangat memadai dan berkembang baik dan relatif
lebih baik dibandingkan dengan banyak tanaman perkebunan lainnya. Para pembeli dan
penjual, khususnya di RCM-RCM, biasanya mendapat informasi cukup tentang kondisi dan
harga pasaran terbaru. Harga lokal disiarkan di radio-radio, dan banyak websites yang
mempublikasikan informasi produk dan harga.
Selain itu, informasi tidak terlalu menjadi kendala karena jaringan telepon genggam
domestik cukup luas dan penggunaan telepon genggam sangat memasyarakat dimana
sekitar 400 dari 1.000 penduduk terdaftar sebagai pemilik nomor telepon genggam.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 113 -

Penyebaran telepon genggam di Thailand 10 kali lebih tinggi dibanding negara tetangganya
Kamboja dan Laos.
Oleh karenanya, para pelaku pasar dapat mengecek harga harian baik lewat media umum,
teman, kontak bisnis maupun di RCM-RCM. Harga pasar modal (future price) juga tersedia
di AFET, dan harga dunia tersedia di internet.
Walaupun terdapat gambaran yang cerah tersebut, informasi pasar karet masih terkesan
parsial dan terpencar-pencar, sehingga pemerintah sedang mencoba untuk menganalisis
dan mensintesis lagi agar informasi yang tersedia lebih terintegrasi.
Hubungan harga di RCM dengan pasar lokal
Efisiensi sistem informasi harga terbaru ditunjukkan oleh hubungan harga antara pasar
lokal dengan RCM-RCM (Gambar 5a dan 5b). Data menunjukkan adanya hubungan yang
sangat dekat antara kedua harga tersebut, yang berarti mengindikasikan terjadinya
integrasi yang baik pada pasar-pasar karet domestik. Harga pasar lokal juga terlihat cukup
sehat bila dibandingkan dengan di RCM, sekitar 1-2 THB/kg lebih rendah, atau hanya lebih
3% dari rata-rata harga jual di kedua provinsi contoh pada tahun 2003.

Panduan Pertanyaan
1. Gambar 2 menunjukkan aliran produk karet, sementara Gambar 3 menunjukkan para
petani (penanam) karet dapat menjual produk karetnya secara langsung atau tidak
langsung ke berbagai pasar yang ada. Manakah yang anda anggap sebagai jaringan
pemasaran terbaik untuk berbagai jenis produk dari para penanam skala kecil dan yang
akan memberikan keuntungan terbesar bagi mereka? Jelaskan kenapa?
2. Apakah fungsi pasar yang dibuat pemerintah dan bagaimana masing-masing dapat
memberikan keuntungan bagi para pelaku dalam jaringan pemasaran?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan dengan mekanisme dukungan harga karet yang
disediakan pemerintah?
4. Sistem informasi perdagangan karet Thailand cukup baik dan layak. Namun demikian
sumber informasinya sedikit terpencar. Rekomendasi apa yang bisa anda berikan untuk
membuat sistem lebih efektif dan efisien?

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Gambar 1. Lokasi Produksi Karet Para di Thailand

- 114 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Gambar 2. Industri Karet Para Thailand dan Aliran Produk product

- 115 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Penanam Karet
Anggota
Koperasi

Penanam
individual

Anggota
Kelompok
Pengembang
Kualitas

Pedagang lokal
(desa,
kabupaten,
provinsi)

Koperasi Petani
Karet

Pabrik Pengolah
Getah Karet

Konsumen
industri

Hawkers

Pasar Sentral
Karet

Eksportir

Gambar 3. Rantai Pemasaran Karet Para di Thailand

- 116 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

EKSPORTIR

Ijin perdagangan karet


Otoritas: Lembaga Penelitian Karet
Sertifikat pengolahan karet
Otoritas: Lembaga Penelitian Karet
Ijin eskpor karet
Otoritas: Lembaga Penelitian

Sertifikat Kliring Beacukai untuk ekspor karet


Otoritas: Lembaga Penelitian Karet
Pembayaran untuk Dana Bantuan Reboisasi Karet
Otoritas: Kantor Dana Banuan Reboisasi Karet

Formalitas Bea Cukai


Otoritas: Depertemen Bea Cukai
EKSPOR

Gambar 4. Prosedur Ekspor Karet Para di Thailand

- 117 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

45
40
35
THB/kg

30
25
20
15
10

Hat Yai RCM

Local Market

0
1999

2000

2001

2002

2003

Year

Gambar 5a. Fluktuasi Harga Karet di Hat Yai RCM

45
40
35
THB/kg

30
25

Gambar20
5b. Fluktuasi Harga Karet di Punpin RCM
15
10

Punpin RCM

Local Market

0
1999

2000

2001
Year

2002

2003

Gambar 5b. Fluktuasi Harga Karet di Punpin RCM

- 118 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 119 -

Bahan Ajar Studi Kasus 5


Pemasaran Mete di Provinsi Dak Nong dan Binh Phuoc,
Vietnam
A. Catatan untuk Pengajar

atatan ini dimaksudkan untuk memberikan arahan kepada anda sebagai


pengajar, bagaimana menggunakan materi studi kasus ini secara efektif sebagai
bagian dari silabus pengajaran yang diperluas, terutama untuk mata kuliah
yang berkaitan dengan pemasaran, agroforestri, pengembangan hasil hutan
bukan kayu atau subyek pengajaran lainnya yang relevan.

Catatan ini memberikan beberapa masukan untuk membangkitkan pemikiran kritis


mahasiswa, melalui pertanyaan-pertanyaan dan diskusi yang terarah, serta saran untuk
aktivitas pengajaran. Namun demikian, catatan ini tidak dimaksudkan untuk membatasi
anda untuk mendayagunakan potensi bahan ajar dan studi kasus lainnya secara maksimal
dalam rangka mencapai tujuan kegiatan belajar-mengajar.
Materi studi kasus ini tidak mencakup seluruh aspek pemasaran yang mungkin muncul
selama berdiskusi dengan mahasiswa. Oleh karena itu, dalam menggunakan materi studi
kasus ini anda disarankan untuk menggabungkannya dengan materi lainnya yang anda
anggap sesuai dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan di kelas
anda.
Anda disarankan untuk mempelajari catatan ini dengan baik sebelum memberikan materi
studi kasus kepada mahasiswa anda. Efektivitas dari pemberian materi studi kasus ini
sangat tergantung pada bagaimana anda menghayati dan memahami studi kasus yang anda
sampaikan.

Tujuan dan Metodologi


Studi kasus ini menyampaikan temuan-temuan yang dihasilkan dari penelitian rantai
pemasaran produk mete di provinsi Dak Nong dan Bin Phuoc, Vietnam Selatan yang
dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Nong Lam dan Tay Nguyen pada bulan Februari
sampai dengan August 2006. Penelitian ini terutama ditujukan untuk menjawab
pertanyaan: Apakah yang paling berpengaruh terhadap harga jual mete di daerah dataran
tinggi-pedesaan, dan dapatkah harga jual mete di tingkat petani ditingkatkan?
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Melakukan analisis rantai pemasaran mete.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga di tingkat petani.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 120 -

3. Membandingkan kinerja pemasaran dari berbagai kelompok petani untuk


memberikan masukan dalam perumusan kebijakan yang pada gilirannya akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga dari mete.
Penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan metode pendekatan harga hedonic,
dimana harga adalah merupakan pencerminan fungsi dari karakteristik produk (produksi
maupun transaksi).
Jika diperlukan, variabel dummy dapat dipergunakan untuk analisis data kualitatif (atau
yang nilai nominalnya tidak diketahui) dari suatu produk. Dalam analisis regresi, variabel
dummy adalah nilai 0 atau 1 yang mengindikasikan tidak adanya atau adanya pengaruh
dari satu atau beberapa kategori yang mungkin menyebabkan hasil analisa bergeser dari
luaran yang diharapkan.
Sembilan puluh sembilan dari seratus rumah tangga yang diwawancarai adalah petani mete
(Tabel 1). Untuk dapat memanen mete dibutuhkan waktu sekurang-kurangnya tiga tahun
setelah ditanam (waktu minimal pohon mete untuk dapat dipanen). Sedapat mungkin,
wawancara dilakukan dengan anggota rumah tangga yang bertanggungjawab dalam
penjualan mete. Hasil wawancara dengan rumah tangga petani menunjukkan adanya lima
tingkatan harga yang diterima petani selama satu tahun, dimana analisis ini didasarkan
pada data total transaksi yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga yang diwawancarai
sejumlah 252 transaksi selama satu tahun.
Tabel 1. Distribusi Responden Rumah Tangga Petani
Provinsi Binh Phuoc

Provinsi
Dak Nong

Phuoc Long

Dak Lap

Etnis
Bu Dan
Kinh

Dong Phu

Total
No.

14

29

29

Non-Kinh

21

10

34

70

71

Total

23

19

19

38

99

100

Penelitian ini menginvestigasi enam faktor atau kelompok faktor yang secara teoritis
dipercaya terhadap berpengaruh terhadap harga di tingkat petani, yaitu: i) infrastruktur,
ii) pembeli, iii) karakreristik produk, iv) karakteristik rumah tangga, v) musim, vi) akses
terhadap informasi.
Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap. Data sekunder mengenai skala dan cakupan
pasar mete dikumpulkan dari Badan Statistik Provinsi (DoS), Dinas Pertanian dan
Pembangunan Pedesaan (DARD) and Dinas Perdagangan dan Pariwisata (DoTT) dan data
dari kantor kabupaten atau kantor desa.
Data kualitatif primer dikumpulkan dengan wawancara mendalam menggunakan kuesioner
(questionnaire-based in-depth interviews).
Kuesioner tersebut didesain untuk
pengumpulan informasi umum dari rumah tangga petani mete yang diwawancara, perilaku

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 121 -

transaksi, dan factor-faktor yang mempengaruhi harga di tingkat petani mete dengan
menggunakan pendekatan harga hedonic, yaitu dengan mempertimbangkan enam
kelompok faktor sepanjang berkaitan dengan hipotesis penelitian.

Isu Kunci
Usaha-usaha untuk mengembangkan pasar yang dapat mengangkat produk petani miskin
(pro-poor market) membutuhkan pemahaman yang baik terhadap isu kunci dari kemiskinan
dan kegagalan pasar.
Analisis rantai pemasaran sangat tepat digunakan untuk
mengidentifikasi keterkaitan pasar dan kepentingan relatif dari masing-masing saluran.
Namun demikian, setiap analisis seringkali lebih bersifat penggambaran situasi
(descriptive) daripada penjelasan (explanatory). Analisis komparasi dapat meningkatkan
pemahaman terhadap rantai pemasaran dengan memperhatikan mengapa sebagian petani
memasarkan lebih baik dibandingkan petani yang lain.
Mengkombinasikan kedua
pendekatan tersebut akan memberikan kemudahan bagi peneliti dan pengambil kebijakan
untuk mengidentifikasi cara yang tepat untuk mengembangkan pasar yang sesuai untuk
meningkatkan posisi tawar petani kecil (pro-poor market).

Deskripsi Singkat
Studi kasus ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan (variasi) harga
jual mete di tingkat petani di provinsi Binh Phuoc dan Dak Nong pada tahun 2006. Di kedua
daerah tersebut terdapat petani-petani kecil yang berasal dari kelompok etnis Kinh dan
etnis minoritas non-Kinh, dan kondisi pemasaran mete sebagaimana umumnya di daerah
pedesaan Vietnam menghadapi kendala minimnya infrastruktur misalnya buruknya kondisi
jaringan jalan, minimnya fasilitas pelayanan di pasar, dan terbatasnya akses terhadap
pendidikan.
Untuk studi kasus rumah tangga, pendapatan keluarga sangat tergantung pada harga jual
mete mentah di tingkat petani, yang biasanya dijual melalui perantara. Saat ini sebagian
petani memperoleh harga jual mete yang lebih baik dibandingkan dengan petani lainnya,
dan oleh karenanya harus dipahami mengapa hal tersebut terjadi serta mencoba
mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkannya dalam rangka meningkatkan posisi
tawar petani kecil dalam pemasaran mete.
Studi ini membuat beberapa hipotesis yang menjelaskan mengapa terjadi keragaman
harga, yang diuji melalui analisis pasar dan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner
dengan 99 rumahtangga petani. Beberapa temuan memberikan masukan yang berharga
bagi peningkatan posisi tawar petani kecil dalam pemasaran mete.
Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana rantai pemasaran mete di provinsi Dak Nong dan
Binh Phuoc, yang diuji dengan beberapa model regresi untuk mengetahui faktor-faktor
penentu harga di tingkat petani berdasarkan model harga hedonic.
Temuan-temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun mete yang dijual
petani adalah mete mentah yang nyaris tanpa sentuhan teknologi pasca panen dan dalam
kondidi keterbatasan akses pasar langsung ke industri pengolahan, para petani
mendapatkan bagian terbesar dari margin pemasaran mete (berdasarkan satuan produk).
Di sisi lain, jika petani menjualnya langsung pada pengolah tanpa melalui perantara

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 122 -

sesungguhnya petani dapat memperoleh margin 2,5% lebih besar dibandingkan dengan
penjualan melalui perantara.
Analisis rantai pemasaran juga mengidentifikasi beberapa faktor penghambat dari
pengembangan pasar mete, diantaranya:

Terbatasnya informasi harga.

Terbatasnya posisi tawar petani.

Terbatasnya kompetesi diantara para pembeli.

Rendahnya rasa kebersamaan petani dalam meningkatkan posisi tawar.

Analisis komparasi berdasarkan model harga hedonic dipergunakan untuk membantu


mengetahui faktor-faktor penting yang tidak dapat teridentifikasi dalam analisis rantai
pemasaran. Hal tersebut mencakup sejumlah faktor penjelas mengapa sebagian petani
memperoleh harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang lain.
Berdasarkan temuan penelitian, harus terus diupayakan pengembangan pasar mete yang
lebih pro petani kecil dalam rangka memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat
petani di pedesaan.

Tema Pembelajaran
Kasus pemasaran mete di Vietnam merupakan materi perkuliahan yang menarik yang
memungkinkan mahasiswa anda untuk belajar dan mengembangkan pemikiran kritis dan
analitis pada beberapa tema sebagai berikut: a) rantai pemasaran, b) pengolahan,
pengepakan, dan nilai tambah, c) sistem informasi pasar, dan d) kelembagaan yang
mempengaruhi pemasaran produk agroforestri dengan produk mete sebagai contoh kasus
yang diangkat. Topik-topik tersebut tidak dijelaskan dalan bab-bab yang terpisah di dalam
studi kasus ini. Namun demikian, panduan pertanyaan pada halaman terakhir catatan ini
akan membantu mengarahkan anda, topik apa yang ingin anda fokuskan di dalam kelas
berdasarkan materi ajar yang anda miliki.

Luaran yang Diharapkan


Modul ini secara khusus menggunakan kasus dari Vietnam untuk menggambarkan suatu
metodologi penelitian yang rasional untuk menguji sejumlah pertanyaan melalui analisis
komparasi. Modul ini mengenalkan dua aspek penelitian; pertama, perangkat analisis pasar
yang agak tradisional untuk mengetahui kondisi pasar mete. Kedua, survei dengan
menggunakan kuesioner untuk memperolah data kuantitatif untuk digunakan dalam
melakukan analisis statistik. Pembaca diharapkan memahami secara filosofis tujuan
penelitian, sehingga rekomendasi kebijakan berdasarkan fakta yang ditemui di lapangan
nantinya dapat diimplementasikan dalam pemberdayaan para petani mete skala kecil.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 123 -

Panduan Pertanyaan dan Diskusi


Pertanyaan

Diskusi

1. Jelaskan tiga rantai pemasaran mete di kedua


provinsi dalam studi kasus ini. Rantai
pemasaran yang manakah yang menurut anda
selayaknya lebh didukung
pengembangannya? Mengapa?

(1) Petani - SP 2 SP 1 Pengolah

2. Faktor apakah yang mempengaruhi diantara


waktu, fasilitas proses pengolahan, dan tipe
pembeli yang menjadi dasar pertimbangan
bagi petani mete dalam penjualan?
Rekomendasi apa yang dapat anda berikan
untuk meningkatkan posisi tawar petani?

Faktor yang paling berpengaruh:

(2) Petani Pengumpul SP 1 Pengolah


(3) Petani SP 1 Pengolah
Saluran (3) adalah rantai pemasaran yang paling
menguntungkan dari sudut pandang petani.

(1) Fasilitas pengolahan (pengeringan), petani


tidak memiliki. Jika tidak lekas dijual rusak.
(2) Tipe pembeli, petani banyak berhutang atau
perlu uang tunai.
(3) Waktu harga tinggi, kurang diperhitungkan
karena petani perlu uang cepat dan tidak
punya fasilitas pengeringan.

3. Gambar 3 menunjukkan berbagai pihak yang


terlibat dalam pemasaran mete di Vietnam.
Keterkaitan apakah yang dapat menjadi
perekat diantara para pihak tersebut? Apakah
peranan dari masing-masing pihak tersebut
yang dapat membantu petani dalam
meningkatkan produksi dan pemasaran mete?

Para pihak yang terlibat dalam pemasaran mete


(petani, pengumpul, SP 2, SP 1, pengolah)
memiliki persamaan kepentingan yaitu kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas produksi mete.

4. Apakah yang menjadi sumber informasi utama


bagi para petani mete di provinsi Dak Nong
dan Binh Phuoc? Rekomendasi apakah yang
dapat anda berikan dalam rangka
meningkatkan akses petani terhadap informasi
harga pasar?

Sumber informasi utama bagi petani mete adalah


sumber informal (pengumpul, kenalan, tetangga)

5. Deskripsikan bagaimana aktivitas pengolahan


pasca panen pada tingkat rumah tangga
petani mete dapat meningkatkan nilai tambah
kacang mete dalam rantai pemasaran?
Rekomendasi apakah yang dapat anda
berikan untuk mempromosikan aktivitas
pasca panen tersebut di tingkat petani?

Dengan pengolahan pasca panen, pendapatan


petani meningkat 10%.
Dengan turut serta sebagai buruh pasca panen
setiap bulan petani mendapatkan penghasilan
tambahan rata-rata 1.647.701 VND per 1.000 kg
mete.

Kegiatan yang Disarankan


Studi kasus ini mendeskripsikan situasi riil pemasaran dengan segala kompleksitas
permasalahan dan ketidakpastian yang menyelimutinya. Situasi seperti ini biasa ditemui
pada kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah beberapa aktivitas yang disarankan untuk
membantu proses pembelajaran dalam rangka memahami perangkat analisis dalam
kehidupan nyata dan memformulasikan perencanaan dalam rangka intervensi kebijakan.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 124 -

1. Buatlah pohon masalah untuk pasar mete yang diangkat dalam studi kasus ini.
Apakah pertanyaan penelitian tambahan yang diperlukan dalam rangka membuat
pohon masalah yang lebih baik?
Pohon masalah adalah sebuah representasi diagramatik dari suatu masalah yang dapat
membantu dalam identifikasi solusi permasalahan yang mungkin dilakukan. Pembuatan
pohon masalah dimulai dengan menjabarkan permasalahan dalam kasus ini, produsen
mete tidak dapat memperoleh cukup penghasilan dari hasil panen mete yang dijualnya
sebagaimana yang mereka inginkan dan selanjutnya bertanya mengapa? Alasan utama
dituliskan dalam sebuah struktur pohon, dan untuk masing-masing pertanyaan mengapa
selalu ditanyakan. Hal ini kemudian terus dilanjutkan hingga akar permasalahan
ditemukan.
Untuk studi kasus ini, hasil penelitian tidak hanya mengidentifikasi beberapa penjelasan
yang mungkin menyebabkan kelemahan rantai pemasaran mete, namun juga
menghasilkan sejumlah pertanyaan yang hanya dapat dijawab melalui penelitian
lanjutan. Sebagai contoh, mengapa etnis minoritas rata-rata menerima harga yang
lebih rendah dibandingkan etnis mayoritas di Vietnam? Hal itu mungkin disebabkan
masyarakat etnis minoritas tinggal jauh dari sentra pembelian, memiliki lahan
pertanian yang lebih sempit atau pohon mete yang mereka tanam memiliki pola
pertumbuhan yang lebih lambat di dalam satu musim panen yang sama. Beberapa
pertanyaan yang lain paralel dengan yang digambarkan pada pohon masalah.
Pohon masalah adalah suatu tipe kerangka pemikiran rasional, dan paling tepat
dikerjakan dalam suatu kelompok diskusi. Masalah yang berbeda dalam pohon masalah
mungkin dapat digeser atau diganti, sehingga penggunaan kartu-kartu untuk menuliskan
setiap masalah dalam proses penyusunan pohon masalah lebih disarankan daripada
penggunaan papan tulis.
2. Rancanglah sebuah metodologi (termasuk tujuan, daftar peserta, tata waktu dan
anggaran biaya) untuk setiap analisis komparasi dari suatu rantai pemasaran lokal.
Tujuannya disini adalah melibatkan para mahasiswa untuk berpikir bagaimana
merancang rantai pemasaran secara empiris dalam suatu penelitian. Untuk membuat
suatu rancangan penelitian, dibutuhkan setidaknya tiga langkah:
Penelitian pendahuluan; identifikasi gambaran situasi secara umum: siapakah para
pelaku utama, apakah masalah dan isu utama yang dihadapi?
Identifikasi pertanyaan; berdasarkan penelitian pendahuluan, apakah pertanyaan yang
diupayakan para peneliti untuk menjawabnya? Hal ini dapat dikonstruksi menjadi suatu
hipotesis, atau meninggalkan pertanyaan-pertanyaan.
Rancangan metodologi; ketika pertanyaan penelitian telah jelas, metodologi yang
paling tepat dapat ditentukan. Hal ini merupakan suatu proses yang bertahap, karena
beberapa pertanyaan mungkin terlalu sulit untuk dijawab, atau memerlukan pemikiran
ulang apakah benar penelitian tersebut benar-benar realistis.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 125 -

3. Buatlah suatu matrik kerangka informasi pasar untuk produsen kacang mete di kedua
provinsi.
Tujuannya disini adalah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memberikan
apresiasi yang baik terhadap berbagai kepentingan yang telah tercatat dalam daftar
informasi pasar yang dibutuhkan, sumber-sumber informasi atau metode yang dapat
digunakan, dan kekuatan serta kelemahan relatif dari setiap saluran pada rantai
pemasaran. Dengan melakukan ini, para mahasiswa dapat merekomendasikan strategi
untuk suatu akses informasi pasar yang efektif untuk para pengusaha kacang mete.
Contoh matrik di bawah ini dapat digunakan sebagai bahan latihan.
Kekuatan dan Kelemahan dari
Sumber / Saluran
Informasi
yang
Dibutuhkan

Sumber/saluran
Kekuatan

Kelemahan

Kesesuaian
umum dari
sumber /
saluran
(misalnya:
rendah,
sedang,
atau tinggi)

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Tim Peneliti
Ketua Tim:

Dang Hai Phuong


Faculty of Forestry
University of Agriculture and Forestry
Thu Duc District, Ho Chi Minh City
Vietnam.
Tel: +84 88 974562
Fax: +84 88 960713
Mobile phone: +84 983 314274
E-mail: pdanghai@yahoo.com

Anggota Tim: Le Thanh Loan


Lecturer
Economics Faculty
University of Agriculture and Forestry, (UAF)
Ho Chi Minh City, Vietnam
Tel.: +84 88 961708. Fax: +84 88 960713
E-mail: ltloan124@hcmuaf.edu.vn or ltloan124@yahoo.com
Vo HungLecturer/Researcher
Faculty of Agriculture and Forestry
Tay Nguyen University
No. 567 Le Duan St., Buon Ma Thuet City
Daklak Province Vietnam
Tel/Fax: +84 50 857409 (Office), +84 50 863083 (Home)
E-mail: hung63@dng.vnn.vn

- 126 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 127 -

B. Kasus
Bagian 1: Latar Belakang
Gambaran Umum
Vietnam dihuni oleh lebih dari 80 juta penduduk. Sebagian besar penduduknya bekerja di
bidang pertanian, dimana sebagian besar kelompok penduduk termiskin berada di daerah
dataran tinggi Vietnam. Pembangunan sektor pertanian merupakan pilar terpenting dalam
pembangunan berkelanjutan di daerah ini.
Daerah-daerah dataran tinggi di Vietnam menghadapi berbagai keterbatasan, termasuk
infrastruktur yang buruk, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, kurangnya informasi
terhadap kemajuan teknologi maupun informasi pasar. Faktor-faktor ini mengakibatkan
para petani di desa memiliki keterbatasan akses pasar dan posisi tawar yang rendah ketika
mereka menjual produk pertanian. Dari perspektif pembangunan, peningkatan akses pasar
dan posisi tawar diperkirakan dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat desa
secara signifikan.
Desa-desa di daerah dataran tinggi Vietnam pada umumnya dihuni oleh kelompok etnis
minoritas, dimana kehidupan mereka biasanya tergantung pada produk-produk hasil
pertanian dan kehutanan. Seiring dengan program pembangunan, pemerintah Vietnam
yang menyarankan pola pertanian menetap menggantikan pola perladangan berpindah, dan
mendorong pengembangan tanaman perkebunan misalnya lada, akasia, eucalyptus, kopi,
karet, dan juga mete.
Diantara tanaman perkebunan yang telah ada, sebenarnya kacang mete telah menjadi
salah satu sumber pendapatan yang paling penting bagi ekonomi rumah tangga petani di
beberapa daerah di Provinsi bagian Selatan-Tengah yang kondisi wilayahnya mendukung
pengembangan kacang mete.
Kacang mete merupakan komoditas yang cukup populer di kalangan masyarakat miskin
pedesaan karena harganya relatif stabil, biaya investasi yang rendah, dan persyaratan
budidaya yang sederhana.
Itulah sebabnya, maka kacang mete menjadi sumber
penghasilan utama dan cadangan finansial masyarakat di beberapa daerah dataran tinggi.

Peran Mete Dalam Perekonomian


Produk mete memiliki peran yang sangat penting terhadap ekonomi pedesaan di lokasi
survey. Pertanian merupakan mata pencaharian utama bagi 96,97% rumah tangga. Ratarata 57% dari pendapatan rumah tangga berasal dari produk mete, dimana angkanya
bervariasi antara 39% di Dak Nong hingga 62% di Binh Phuoc. Angka persentase ini diyakini
lebih rendah dari kondisi sebenarnya karena hasil survey menunjukkan bahwa seperlima
dari responden mengakui bahwa produk mete berkontribusi 90% terhadap pendapatan
rumah tangga dari hasil pertanian. Separoh responden menceritakan bahwa mereka telah
berpengalaman lebih dari 12 tahun mengusahakan produk mete.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 128 -

Lokasi
Studi kasus ini menerangkan situasi di dua provinsi (Gambar 1). Komunitas Quang Tin dan
Dak Rtih, yang tinggal di Distrik Dak R'Lap Provinsi Dak Nong, sebagian besar merupakan
etnis minoritas, yang jumlahnya 80% dari total populasi di distrik tersebut.
Distrik Bu Dang, Dong Phu dan Phuoc Long di Provinsi Binh Phuoc, merupakan lokasi
pengusahaan tanaman mete terbesar di provinsi tersebut, dengan beberapa variasi kondisi
etnis, infrastruktur pasar dan skala produksi.

Lingkungan Kelembagaan
Meskipun studi ini tidak menjelaskan secara khusus aspek kelembagaan dan kebijakan,
tetapi studi ini secara umum berupaya mengidentifikasi seluruh faktor yang mempengaruhi
bagaimana struktur pasar produk mete. Identifikasi faktor-faktor determinan digambarkan
dalam sebuah diagram alir dalam bentuk peta sub sektor (lingkungan kelembagaan) pada
Gambar 2.

Bagian 2: Analisis Pemasaran


Aktor Pemasaran
Produk mete dijual kepada pabrik pengolah lokal maupun yang berada di luar daerah
melalui 3 rantai pemasaran sebagai berikut (Gambar 3):
1. Petani sentra pembelian tingkat 2 sentra pembelian tingkat 1 perusahaan
pengolah.
2. Petani pengumpul sentra pembelian tingkat 1 perusahaan pengolah.
3. Petani sentra pembelian tingkat 1 perusahaan pengolah.
Pada umumnya rantai pemasaran produk mete mengikuti pola pertama dan kedua,
sementara pola pemasaran ketiga relative jarang terjadi karena biasanya sentra pembelian
tingkat 1 hanya bersedia membeli produk mete dalam volume skala besar.
Para pengumpul adalah penghubung utama antara para petani dengan pedagang perantara
pada sistem pembelian. Mereka mengumpulkan kacang mete dalam skala kecil dari para
petani dengan menggunakan modal sendiri, kemudian menggabungkan dan melakukan
pemilahan mutu (menyortir) kacang mete. Kemudian, biasanya para pengumpul tersebut
menjual kembali kacang mete yang mereka beli kepada sentra-sentra pembelian.
Sebagian besar sentra pembelian tingkat 2 bertindak selayaknya perantara, membeli
kacang mete dari para petani dan para agen, melakukan penyortiran kualitas dan menjual
kembali kacang mete yang dibeli kepada sentra pembelian tingkat 1.
Sementara itu, sentra pembelian tingkat 1 biasanya melakukan pengeringan terhadap
kacang mete yang dibeli pada masa akhir panen ketika harga jual kacang mete turun.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 129 -

Perbedaan utama sentra pembelian tingkat 1 dan tingkat 2 adalah kepada siapa mereka
menjual kembali kacang mete yang mereka beli. Sentra pembelian tingkat 1 biasanya
menjual langsung kacang mete kepada perusahaan pengolah, sementara sentra pembelian
tingkat 2 biasanya mendistribusikan kacang mete mereka kepada para pengolah melewati
sentra-sentra pembelian tingkat 1 yang memberikan jaminan kepada unit-unit pengolah.

Nilai Tambah
Studi ini menganalisis biaya dan manfaat pada setiap aktor di tiga rantai pemasaran dari
petani sampai dengan perusahaan pengolah. Analisis dilakukan dengan memperhatikan: i)
biaya produksi petani, yang meliputi investasi awal (tidak termasuk lahan) dan biaya
pemeliharaan (tahunan), dan ii) pendapatan petani, dalam satuan VND/ha. Kemudian, tim
peneliti mengidentifikasi nilai tambah produk pada setiap tingkat pembelian. Distribusi
biaya, manfaat, dan marjin untuk setiap rantai pemasaran disajikan pada Tabel 1.
Pada ketiga rantai pemasaran, biaya yang dikeluarkan para petani pada umumnya sekitar
sepertiga dari harga jual akhir yang nilainya bervariasi antara 8.300 dan 8.500 VND/kg.
Keuntungan para petani kacang mete, yang dihitung sebagai kegiatan pertanian berbiaya
rendah, biasanya nilainya sekitar dua pertiga dari nilai jual akhir yakni kurang lebih 8.500
VND/kg. Kondisi ini mengkonfirmasikan adanya persentase keuntungan yang relative kecil
bagi para pengumpul dan sentra-sentra pembelian, yang biasanya beroperasi dengan
marjin sekitar 1-2% dari harga jual akhir.
Tabel 1. Biaya, keuntungan, dan marjin rantai pemasaran produk mete.
Biaya/keuntungan

Marjin petani

(% dari harga jual akhir)

(% dari harga jual akhir)

Distribusi keuntungan dalam


rantai pemasaran secara
keseluruhan.

Rantai 1: Petani sentra pembelian tingkat 2 sentra pembelian tingkat 1 perusahaan pengolah.
Biaya petani

30,1 Marjin petani

95,3

% keuntungan petani

97,1

Keuntungan petani

64,4 Marjin SP tingkat 2

2,3

Keuntungan SP tingkat 2

1,2

Biaya tingkat dua

1,6 Marjin SP tingkat 1

2,3

Keuntungan SP tingkat 1

1,7

Keuntungan SP tingkat 2

0,8

Biaya tingkat 1

1,2

Keuntungan tingkat 1

12

Rantai 2: Petani pengumpul sentra pembelian tingkat 1 perusahaan pengolah


Biaya petani
Keuntungan petani

30,2 Marjin petani


64,4

95,3

% keuntungan petani

95,7

Marjin pengumpul

2,3

% keuntungan pengumpul

2,6

Biaya pengumpul

0,6 Marjin pengumpul

2,3

% keuntungan SP tingkat 1

1,7

Keuntungan pengumpul

1,8

Biaya SP tingkat 1

1,2

Keuntungan SP tingkat 1

1,2

Rantai 3: Petani sentra pembelian tingkat 1 perusahaan pengolah


Biaya petani

31,7 Marjin petani

Keuntungan petani

66,0 Marjin SP tingkat 1

97,7
2,4

% keuntungan petani
% keuntungan SP tingkat 1

98,2
1,8

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Biaya/keuntungan

Marjin petani

(% dari harga jual akhir)

(% dari harga jual akhir)

Biaya SP tingkat 1

- 130 -

Distribusi keuntungan dalam


rantai pemasaran secara
keseluruhan.

1,2

Keuntungan SP tingkat 1 1,2


Catatan: semua harga dihitung dalam VND/kg

Hasil analisis membuktikan bahwa keuntungan petani semakin tinggi jika jumlah pelaku
dalam rantai pemasaran semakin sedikit, berkisar antara 95,7% dari harga jual akhir pada
rantai 2 sampai dengan 98,2% pada rantai 3.
Selisih keuntungan 1-2% pastilah sangat berharga pada volume penjualan yang besar.
Ilustrasi pada Tabel 1 diatas sekali lagi menunjukkan bahwa petani memperoleh marjin
pemasaran yang cukup baik pada rantai pemasaran produk mete. Peningkatan pendapatan
absolut petani akan terjadi seiring dengan peningkatan marjin petani pada pemasaran
produk mete.
Meskipun keuntungan per kg dari kacang mete yang dijual oleh petani relatif tinggi, namun
situasi ini tidak secara otomatis menggambarkan tingkat pendapatan bulanan yang juga
tinggi. Keadaan ini disebabkan karena dua hal: pertama, perhitungan yang dilakukan tidak
mempertimbangkan pengaruh dari skala ekonomi (atau kapasitas operasional dari masingmasing pelaku). Meskipun marjin per satuan (kg) yang diperoleh rendah, namun pedagang
perantara, sebagaimana halnya pengumpul dan sentra pembelian, biasanya beroperasi
dalam skala besar selama sekitar 3 sampai 4 bulan. Sementara itu, nilai total penjualan
yang diperoleh petani tidak sebesar yang diperoleh perantara karena total pendapatan
petani sangat tergantung pada volume panen mete yang dimilikinya. Kedua, petani
memerlukan waktu beberapa tahun untuk dapat menikmati hasil panen dari mete yang
ditanam, sementara para pedagang hanya memerlukan waktu 3-4 bulan untuk meraih
untung sesuai dengan siklus panen mete.
Oleh karena itu selain menghitung marjin per satuan (kg), perkiraan pendapatan yang
diperoleh oleh setiap pelaku pemasaran juga perlu diperhitungkan (Tabel 2). Gambaran
tersebut menunjukkan bahwa pendapatan bulanan petani adalah yang terendah diantara
para pelaku pemasaran lainnya. Bahkan, petani yang membudidayakan mete dalam
jumlah besar tetap memperoleh pendapatan bulanan yang sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan para pelaku lain di dalam rantai pemasaran mete. Para perantara
memperoleh pendapatan bulanan relative lebih besar daripada petani karena kapasitas
penjualannya (volume kacang mete yang dijual) lebih besar, dengan periode waktu
memperoleh hasil yang justru lebih cepat dibandingkan petani. Untuk mencapai volume
penjualan yang tinggi, para pedagang harus menginvestasikan modal untuk biaya
pembelian kacang mete dari petani setelah panen dan uang pengikat bagi petani mete
yang diberikan sebelum mete dipanen.
Perkiraan pendapatan bulanan masing-masing aktor dalam rantai pemasaran disajikan pada
Tabel 2 berikut ini.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 131 -

Tabel 2. Estimasi Pendapatan Bulanan Masing-Masing Aktor Dalam Rantai Pemasaran


Keuntungan
(d/kg)

Kapasitas
(kg)

Waktu
(bulan)

Pendapatan
(d/bulan)

Petani
+ Petani 1

5.494,69

6.000

12

2.747.347

+ Petani 2

6.623,00

2.000

12

1.103.833

+ Pengumpul 1

147,95

55.000

1.1

7.397.475

+ Pengumpul 2

150,10

42.500

6.379.167

+ Binh Phuoc

68

730.833

16.565.556

+ Dak Nong

172

257.333

14.753.778

+ Binh Phuoc

98,28

1.275.000

31.326.750

+ Dak Nong

99,60

1.500.000

49.800.000

Pengumpul

Sentra pembelian (tingkat 2)

Sentra pembelian (tingkat 1)

Sumber: Hasil Survey, 2006

Proses Pasca Panen di Tingkat Rumah Tangga


Beberapa rumah tangga petani telah memulai melakukan proses pasca panen di provinsi
Binh Phuoc. Dari keempat proses pengolahan yakni: pengeringan, pengukusan (steaming),
pengupasan (peeling), dan pemrosesan biji kacang mete, mereka telah dapat melakukan
kegiatan pasca panen untuk ketiga proses awal baik yang dikerjakan dengan modal sendiri
maupun yang bertujuan memperoleh upah dengan bekerja sebagai buruh pasca panen.
Analisa Biaya Manfaat dilakukan pada dua kondisi tersebut, modal sendiri dan sebagai
buruh pasca panen, sebagaimana disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Dengan melakukan proses pasca panen sendiri, maka petani dapat menambah pendapatan
sebesar 956 VND/kg biji kacang mete basah (cashew nut bean) atau setara dengan 10% dari
harga jual kacang mete. Petani dapat memperoleh penghasilan bulanan dari kegiatan
pasca panen pengupasan sebesar kurang lebih 1,647,701 VND dengan kapasitas produksi
normal 1.000 kg kacang mete. Penghasilan dari kegiatan pasca panen ini relatif tinggi dan
stabil dibandingkan dengan penghasilan dari hasil pertanian yang belum diolah. Lebih
penting lagi, petani dapat menggunakan waktu luang setelah melakukan pemanenan
kacang mete.
Tabel 3. Analisis Biaya dan Manfaat dari Kegiatan Pengupasan pada Kegiatan
Dimiliki oleh Petani.
Biaya/Pendapatan

Unit

Nilai

Harga jual biji kacang mete

d/kg

40.000,00

Output (biji/1000 kg kacang mete basah)

Kg

240,00

Pendapatan dari penjualan biji kacang mete


Biaya langsung

VND

9.600.000,00

Usaha yang

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Biaya/Pendapatan
Bahan mete mentah

Unit

- 132 -

Nilai

Kg

1.000,00

Biaya oportunitas

VND/1000 kg

8.132.000,00

84,71

Gaji dan upah karyawan

VND/1000 kg

435.000,00

4,53

Biaya tidak langsung (biaya per bulan)


Depresiasi

VND/bulan

8.333,33

Sewa tempat (premise)

VND/bulan

100.000,00

Pengasahan pisau

VND/bulan

25.000,00

Biaya tetap bulanan

VND/bulan

133.333,33

Kapasitas

kg/bulan

1.724,14

Biaya tetap per 1,000 kg biji mete basah

77.333,33

Total Biaya

0,81

8.644.333,33

Keuntungan per 1,000 kg biji mete basah

955.666,67

Keuntungan dari pengupasan per bulan

9,95

1.647.701,15

Sumber: Survey (2006)

Persyaratan untuk setiap kegiatan pasca panen meliputi: (1) investasi awal peralatan, sewa
tempat dan keterampilan pekerja setelah seminggu kegiatan berjalan; (2) adanya kontrak
dengan perusahan pengolah untuk mengumpulkan produk sampingan. Peralatan yang perlu
diinvestasikan meliputi sebuah tong besi dan sebuah mesin pengupas dengan total nilai
1.000.000 VND. Untuk dapat membuat kontrak dengan perusahaan pengolah, rumah tangga
petani harus dapat mencapai kapasitas produksi yang cukup tinggi. Oleh karena itu, para
petani mete skala kecil tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan pasca panen. Sehingga,
kegiatan pengolahan pada umumnya dilakukan oleh pengumpul, sentra pembelian, atau
petani mete skala besar.
Tabel 4.

Analisis Biaya dan Manfaat Kegiatan Petani Sebagai Buruh Pengupasan


Komponen Biaya/Manfaat

Unit

Nilai

Pendapatan musiman pekerjaan pengupasan


Pendapatan per kg kacang mete
Kapasitas per bulan
Penghasilan per bulan

VND/01 kg

1.800

kg of cashew kernel

600

VND

1.080.000

Sumber: Survey (2006)

Sebagai buruh pengolahan yang diupah berdasarkan prestasi kerja volume produk yang
dikupas, seorang petani dapat memperoleh pendapatan musiman 1,080,000 VND per bulan.
Tambahan pendapatan dari upah ini cukup memuaskan bagi petani dan nilainya hampir
sama dengan pendapatan petani dari hasil panen produk pertaniannya.
Secara umum, kegiatan pasca panen mete memberikan keuntungan yang cukup
memuaskan di tingkat rumah tangga petani baik petani besar yang berinvestasi langsung di
industri pengolahan maupun para petani kecil yang bekerja sebagai buruh pengupasan.
Keikutsertaan petani dalam kegiatan pasca panen sedikit banyak akan meningkatkan

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 133 -

pengetahuan petani tentang persyaratan kualitas produk yang pada akhirnya dapat
meningkatkan juga harga jual mete mentah di tingkat petani.

Faktor Penentu Harga


Secara teoritis terdapat enam kelompok variabel yang mempengaruhi harga di tingkat
petani yang dapat dihitung dengan menggunakan model harga hedonic, yaitu: karakteristik
rumah tangga, pengaruh musim, karakteristik produk, posisi tawar, infrastruktur, dan
informasi.
Dengan menggunakan model penentuan harga hedonic, pada studi ini dilakukan analisis
regresi linear. Nilai variabel terikat (dependent variable) adalah harga mete di tingkat
petani tahun 2006. Nilai ini dibandingkan dengan sejumlah pilihan untuk setiap satu
diantara enam kelompok variabel. Berdasarkan data hasil pengolahan data dari kuesioner
yang dilakukan terhadap 100 rumah tangga, diketahui terdapat 252 variasi harga di tingkat
petani.
Hasil kuesioner tersebut dapat memberikan arahan yang bermanfaat, sepanjang semua
variabel secara statistik terbukti signifikan dalam memprediksi harga di tingkat petani,
penjual dan skala produksi. Hasil studi ini dijelaskan lebih lanjut dalam uraian berikut.
Karakteristik rumah tangga
Studi ini mencari pengaruh tingkat harga jual mete antar rumah tangga petani berdasarkan
kelompok etnis, lamanya pengalaman, tingkat pendidikan, dan gender dari anggota
keluarga yang menjual produk.
Pada contoh yang diamati pada saat studi dilakukan, rumah tangga penjual 76% berjenis
kelamin pria. Tingkat pendidikan penjual berkorelasi positif dengan tingkat harga petani.
Gambar 4 menjelaskan bahwa tingkat harga yang lebih tinggi diterima oleh petani penjual
yang berpendidikan lebih tinggi.
Etnis juga memegang peranan penting dalam penentuan harga, dimana petani dari etnis
Kinh rata-rata memperoleh harga 250 VND/kg lebih tinggi daripada petani dari etnis nonKinh.
Pengaruh musim
Musim juga mempengaruhi tingkat harga mete di tingkat petani (Gambar 5). Sebagian
besar transaksi terjadi pada pertengahan bulan Januari hingga Mei, dimana pada
permulaan transaksi di bulan Januari biasanya penawaran harga di tingkat petani dibuka
pada kisaran harga 9.000 VND/kg. Namun demikian, pada umumnya harga secara perlahan
akan turun seiring dengan waktu, dan pada bulan Mei harga di tingkat petani biasanya
hanya sepertiga dari harga panen pertama. Fakta ini berkaitan dengan rendahnya posisi
tawar petani yang akan didiskusikan dalam bahasan selanjutnya.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 134 -

Karakteristik Produk
Survey ini melakukan pengujian terhadap empat karakteristik produk yang diperkirakan
mempengaruhi harga tingkat petani, yaitu: ukuran transaksi, kualitas produk, tipe produk
(produk segar atau dikeringkan), jangka waktu penjualan dan pengemasan produk.
Namun demikian, dalam pelaksanaan survey di tingkat provinsi pengemasan dan jangka
waktu penjualan serta tipe produk kacang mete kering tidak dilakukan pengambilan
datanya karena terlalu kecilnya volume transaksi untuk dapat mempengaruhi harga. Dua
variabel yang lain diperhitungkan dalam analisis regresi dengan harga.
Dalam rangka investigasi pengaruh dari kualitas produk, para responden ditanya mengenai
tingkat kualitas produk mulai dari 1 (kualitas terendah) sampai dengan 5 (kualitas
tertinggi), berdasarkan pada warna, ukuran dan tampilan fisik. Sesuai dengan yang diduga,
kualitas mete berkorelasi positif dengan harga di tingkat petani (Gambar 6).
Hasil yang diluar dugaan, ternyata volume produk yang dijual tidak berkorelasi terhadap
tinggi rendahnya harga. Tim peneliti menduga hal ini disebabkan oleh masih terlalu
rendahnya volume mete yang dijual oleh masing-masing petani.
Posisi Tawar
Penelitian pendahuluan mengenai rantai pemasaran mete menghasilkan sejumlah
pertanyaan tentang kekuatan posisi tawar rumah tangga petani. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, tim peneliti melakukan investigasi terhadap tiga jenis keputusan
yang dibuat rumah tangga petani ketika mereka menjual produk: i) kapan menjual, ii) di
level mana menjualnya, dan iii) siapa yang menjual.
Kapan menjual
Dengan mempertimbangkan fluktuasi harga yang cukup besar selama masa panen,
bagaimanakah fleksibilitas petani dalam memilih waktu untuk menjual? Kuesioner ini
menanyakan kepada petani alasan mengapa mereka menjual produk pada waktu yang
mereka pilih yang dilakukan pada tahun sebelumnya.
Jawaban kuesioner mengindikasikan bahwa alasan utama (lebih dari 45% transaksi)
dilakukan secepatnya karena para petani tidak memiliki fasilitas pengeringan atau
penyimpanan mete. Alasan penting kedua adalah karena petani membutuhkan uang untuk
membayar hutang atau perlu uang tunai segera untuk berbagai keperluan, sehingga pada
umumnya para petani yang menjual mete dengan alasan ini memperoleh harga rata-rata
penjualan di tingkat petani yang terendah. Hanya 15% dari transaksi yang dilakukan oleh
rumah tangga petani yang mempertimbangkan periode harga penjualan tertinggi dalam
menentukan kapan mete mereka akan dijual, sehingga dari transaksi ini mereka harga
rata-rata yang terbaik.
Di level mana menjualnya
Para pedagang mete diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu pengumpul, sentrasentra pembelian, dan pabrik pengolah. Asumsi yang ingin diuji adalah apakah tipe
pembeli yang dipilih petani mempengaruhi harga yang diterima petani.

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 135 -

Para petani sebagian besar menjual hasil produknya melalui pengumpul (38% dari
transaksi) atau dengan sentra-sentra pembelian (61%). Meskipun hanya seorang responden
yang menjual langsung kepada pabrik pengolah, harga yang diterima sebesar 9,500
VND/kg, jelas lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat harga yang ditawarkan oleh para
pembeli yang lain. Sementara itu 267 transaksi lainnya, harga rata-rata dari sentra-sentra
pembelian hanya sedikit lebih besar (100 VND/kg) daripada harga dari pengumpul. Hal ini
sejalan dengan hasil temuan sebelumnya bahwa pengumpul hanya mengambil 1-2% marjin
keuntungan.
Siapa yang menjual
Para peneliti menanyakan mengapa para petani menjual kepada pembeli tertentu dan
alasan-alasan yang diberikan: i) sebelumnya telah memiliki hubungan yang baik; ii)
sebelumnya telah menerima uang muka dari pembeli; iii) pembeli menawarkan harga
tertinggi. Sekali lagi, jawaban yang diberikan merupakan pengalaman petani selama
menjual setahun sebelumnya. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa lebih dari setengah
jumlah responden memilih pembeli berdasarkan hubungan baik yang telah terbina
sebelumnya, sementara 24% responden mengaku tidak punya pilihan menjual kepada
pembeli lain karena telah terikat uang muka atau berutang kepada pembeli tertentu.
Temuan ini mengindikasikan rendahnya tingkat persaingan diantara para pembeli, yang
mengakibatkan harga di tingkat petani cenderung terus tertekan. Gambaran berikut
barangkali dapat menjelaskan beberapa kondisi yang ada: para petani yang telah
menerima uang muka atau berhutang menerima harga 2% lebih rendah dibandingkan
dengan para petani yang menjual kepada pembeli yang telah dikenal baik sebelumnya,
sementara para petani yang memilih menjual kepada para pembeli dengan penawaran
tertinggi menerima harga 1.3% lebih tinggi daripada yang hanya mengandalkan penjualan
berdasarkan hubungan baik.

Informasi Harga Pasar


Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mengidentifikasi sumber informasi yang paling
sering digunakan untuk mendapatkan informasi pasar. Karena banyak diantara petani
memperoleh informasi pasar dari berbagai sumber yang berbeda, maka analisis dengan
menggunakan model regresi tidak memungkinkan untuk dibuat. Namun demikian, analisis
tetap dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Sumber informal sangat mempengaruhi informasi harga yang diterima oleh petani, dimana
para pengumpul, kenalan, atau tetangga merupakan sumber informasi yang paling sering
dijadikan sumber rujukan petani. Sebagian besar petani menaruh kepercayaan pada
sumber-sumber informasi informal tersebut, meskipun ada kecenderungan informasi yang
disampaikan kepada petani sengaja dibiaskan dengan maksud agar petani bersedia
melepaskan harga sesuai dengan yang dikehendaki pengumpul. Praktik seperti ini jelas
merugikan petani.
Sentra-sentra pembelian juga memberikan informasi harga kepada petani, baik melalui
pertemuan langsung maupun informasi via telepon. Namun demikian, mereka biasanya
tidak menggunakan daftar harga resmi, dan para petani mencatat bahwa harga-harga yang
disampaikan sentra pembelian seringkali berubah-ubah, bahkan di hari yang sama. Oleh

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

- 136 -

karena itu sentra-sentra pembelian merupakan sumber informasi yang kurang dapat
dipercaya oleh petani.
Sumber-sumber informasi resmi yaitu televisi, radio, dan surat kabar yang mungkin lebih
obyektif dalam menyampaikan informasi sayangnya tidak ditemukan atau setidaknya belum
cukup populer di lokasi penelitian.
Permasalahan menjadi semakin bertambah, ketika tidak ada petugas penyuluh lapangan
maupun asosiasi petani yang dapat memberikan informasi harga yang akurat dan tepat
waktu, walaupun sebenarnya mereka ditugaskan untuk melakukan hal tersebut

Panduan Pertanyaan
1. Jelaskan tiga rantai pemasaran kacang mete yang ditemui di kedua provinsi. Rantai
pemasaran yang mana yang Saudara anggap paling menguntungkan? Mengapa?
2. Faktor-faktor apakah yang menentukan diantara waktu, tingkat, dan tipe pembeli yang
menjadi bahan pertimbangan bagi para petani dalam menjual kacang mete? Apa
rekomendasi yang dapat Saudara berikan untuk memperbaiki posisi tawar petani?
3. Siapa yang menjadi sumber-sumber informasi utama bagi petani di provinsi Dak Nong
dan Binh Phuoc dalam memperoleh informasi harga? Apa rekomendasi yang dapat
Saudara berikan untuk memperbaiki akses petani terhadap infomasi harga pasar?
4. Gambar 3 menunjukkan berbagai pelaku pemasaran di antara para petani dalam industri
mete di Vietnam. Apakah keterkaitan diantara para pelaku pemasaran tersebut?
Apakah yang seharusnya dilakukan oleh masing-masing pelaku pemasaran tersebut
dalam berperan meningkatkan produksi dan sistem pemasaran bagi petani kacang mete?
5. Jelaskan bagaimana kegiatan pasca panen pada tingkat rumah tangga petani dapat
meningkatkan nilai jual kacang mete dalam rantai pemasaran? Rekomendasi apa yang
dapat Saudara berikan dalam rangka meningkatkan atau mendukung kegiatan pasca
panen di tingkat rumah tangga petani?

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Gambar 1. Lokasi Studi di Provinsi Dak Nong dan Binh Phuoc

Gambar 2. Lingkungan kelembagaan sub sektor


industri kacang mete

- 137 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

FARMERS

Collectors,
PurchasingStationLevel 02

PurchasingstationLevel 01

PROCESSINGCOMPANIES

Gambar 3. Rantai Pemasaran Mete di Vietnam

- 138 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Gambar 4. Tingkat pendidikan vs. Harga yang Diterima


Petani

Gambar 5.

Bulan panen vs. tingkat harga yang


diterima petani

- 139 -

Panduan untuk Pengajar tentang Pemasaran Produk-Produk Agroforestry

Gambar 6.

Kualitas produk vs. tingkat harga yang


diterima petani.

- 140 -

Anda mungkin juga menyukai