Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KRITIS

“PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK”

DISUSUN OLEH :
SRI DEWI YOLANDA
(1714201176)

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Muhammad Arif, M. Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PERINTIS PADANG
T.A 2019/2020

LAPORAN PENDAHULUAN
PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK

A. Definisi
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positf atau negatif yang
menghasilkan aloiran udara terkontrol pada jalan napas pasien sehingga mampu
mepertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu yang lama (Purnawan
& Saryono, 2010).
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. (Brunner dan
Suddarth, 1996).

B. FISIOLOGI PERNAPASAN VENTILATOR


Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis
berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara
masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan
memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah positif dan
menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga
thorax paling positif.

C. TUJUAN
Penggunaan ventilator bertujuan untuk:

1. Memperbaiki ventilasi paru


2. Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan ventilasi
yang fisiologis
3. Membantu otot nafas yang lelah/lemah
4. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas (Brunner and
Suddarth, 2002).

D. Indikasi
Ventilator diberikan kepada seseorang yang memiliki (Tanjung, 2003) :
1. Gangguan ventilasi
a. Disfungsi otot pernapasan
b. Penyakit neuromuscular (miestania gravis, polymelitis)
c. Sumbatan jalan napas
d. Gangguan kendali napas
e. Gagal napas akut disertai asidosis respiratorik
2. Gangguan oksigen
a. Hipoksemia yang teah dapat terapi oksigen maksimal namun tidak ada perbaikan
3. Secara fisiologis memenuhi kriteria
a. RR > 35x/menit
b. Tidal volume <5ml/kgBB
c. Kapasitas vital <10ml/kg/BB
d. Tekanan inspirasi maksimal <25 cm H2O
e. PO2 <60 mmHg dengan FiO2 21%
f. PO2 <70 mmHg dengan FiO2 40%
g. PO2<100 mmHg dengan FiO2 100%
h. PaCO2 > 55 mmHg
i. Minute volume (MV) <3 liter/menit atau >20 liter per menit
j. Penggunaan otot tambahan pernapasan
4. Indikasi lain
a. Pemberian sedasi berat
b. Menurunkan kebutuhan oksigen baik secara sistematik atau miokard
c. Menurunkan TIK dan mencegah TIK

E. Kontra Indikasi
1. Pemakaian alat ventilasi umumnya sangat membantu pasien yang menagalami masalah
pernapasan. Tidak ditemukan kontraindikasi dalam penggunaannya, kecuali jika telah
terjadi komplikasi lain yang menyertai perjalanan penyakitnya.
2. Pada pasien dengan fraktur basal tengkorak rentan terpasang ventilator
F. Klasifikasi Ventilator
Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua
kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan ventilatortekanan positif.
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal.
Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir
ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan
terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular seperti
poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis.
Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya
membutuhkan perubahan ventilasi sering.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang
selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau
trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru
primer.
Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus (Pressure
Cycled Ventilator), waktu bersiklus (Time Cycled Ventilator), dan volume bersiklus
(Volume Cycled Ventilator).
a. Volume Cycled Ventilator
Prinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti
bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.
Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru
pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
b. Pressure Cycled Ventilator
Prinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah
ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi
dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
c. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi
atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu
dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio => I (Inspirasi) :
E (Ekspirasi ) = 1 : 2

G. Modus Operasional
1. CMV (Continous Mechanical Ventilation)
Disebut juga dengan modus control. Karena pada modus ini, pasien menrima volume dan
frekuensi pernapasan sesuai dengan yang telah diatur.
Sedangkan pasien tidak dapat bernafas sendiri.
2. ACV (Assist Control Ventilation)
Pada modus ini, pasien menerima volume dari mesin dan bantuan nafas, tetapi hanya
sedikit. Pasien diberikan kesempatan untuk bernapas spontan.
Total jumlah pernapasan dan volume semenit ditentukan oleh pasien sendiri.
3. IMV (Intermitent Mandatory Ventilation)
Pasien menerima volume dan frekuensi pernapasan dari ventilator.
Keuntungannya adalah pasien diberikan kesempatan untuk bernapas sendiri.
4. Pressure Support
Modus ini memberikan bantuan ventilasi dengan cara memberikan tekanan. Pada saat
pasien inspirasii, mesin memberikan bantuan nafas sesuai tekanan positif yang telah
ditentukan. Modus ini sangat baik untuk digunakan pada proses penyapihan pasien dari
penggunaan ventilator.
5. SIMV (Syncronize Intermitent Mandatory Ventilation)
Modus ini sama dengan IMV, hanya pada modus ini bantuan pernafasan dari ventilator
disesuaikan kapan terjadi pernapasan sendiri.
6. CPAP (Continous Positive Airway Pressure)
Pemberian tekanan positif pada jalan nafas untuk membantu ventilasi selama siklus
pernafasan. Pada modus inni frekuensi pernafasan dan volume tidal ditentukan oleh
pasien sendiri.
7. PEEP (Positive End Expiratory Pressure)
Digunakan untuk mempertahankan tekanan jalan nafas pada akhir ekspirasi sehingga
meningkatkan pertukaran gas di dalam alveoli. Pemakaian PEEP dianjurkan adalah 5-15
cm H2O (Brunner and Suddarth, 2002).

H. Parameter Ventilator
1. FiO2 (Fraksi oksigen inspirasi)
FiO2 diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien. Pemberian FiO2 sebaiknya diberikan
serendah mungkim tetapi pemberian PaO2 yang adekuat. Prinsipnya adalah mendapatkan
PaO2 yang lebih besar dari 60mmHg
2. Volume tidal
Volume tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk setiap kali pernafasan. Normalnya
adalah 8-12 cc/kgBB
3. Frekuensi pernapasan
4. Perbandingan inspirasi dan ekspirasi (I:E Ratio)
5. Untuk menentukan perbandingan antara waktu inspirasi dan ekspirasi.
Normal I:E adalah 1:2
6. Batas tekanan (Pressure Limit)
Pengaturan pada parameter ini bertujuan untuk membatasi tekanan yang diberikan dalam
mencapai volume tida;. Pressure limit diberikan 10-15 cm
H2O diatas tekanan yang dikeluarkan oleh pasien
7. Sensitivitas
Diberikan agar pasien merangsang mesin untuk memberikan nafas.
Sensitivitas tidak diberikan jika ventilator dalam modus control. Jika pasien diharapkan
untuk merangsang mesin maka sensitivitas diatur pada -2 cm H2O
8. Alarm
Alarm ventilator bekerja atau berbunyi verarti mengindikasikan terjadinya suatu masalah.

I. Variabel Dalam Ventilator


Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat empat parameter yang
diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator, 4 variabel penting
dalam ventilasi mekanik tersebut yaitu :
1. Frekuensi pernafasan permenit, yaitu jumlah berapa kali inspirasi di berikan ventilator
dalam 1 menit (10 – 12 bpm)
2. Tidal volume, yaitu jumlah gas/udara yang di berikan ventilator selama inspirasi dalam
satuan ml/cc atau liter (5-10cc/kgbb)
3. Konsentrasi oksigen (FiO2) yang diberikan pada inspirasi (21-100%)
4. Positive end respiratory pressure / flow rate, yaitu kecepatan aliran gas atau voleme gas
yang dihantarkan permenit (liter/menit).
Pada klien dewasa, frekuensi ventilator diatur antara 12-15 x / menit. Tidal volume
istirahat 7 ml / kg BB, dengan ventilasi mekanik tidal volume yang digunakan adalah 10-15
ml / kg BB. Untuk mengkompensasi dead space dan untuk meminimalkan atelektase (Way,
1994 dikutip dari LeMone and Burke, 1996).
Jumlah oksigen ditentukan berdasarkan perubahan persentasi oksigen dalam gas. Karena
resiko keracunan oksigen dan fibrosis pulmonal maka FiO2 diatur dengan level rendah. PO2
dan saturasi oksigen arteri digunakan untuk menentukan konsentrasi oksigen. PEEP
digunakan untuk mencegah kolaps alveoli dan untuk meningkatkan difusi alveolikapiler.

J. Efek Ventilator
Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung terhambat,
venous return menurun, maka cardiac output juga menurun.
Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia
lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena
ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri
berkurang, akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi
gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg
BB dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output
(curah jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
Efek pada organ lain: Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organorgan lainpun
menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga
thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat.
K. Komplikais Ventilator
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak
tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Pada paru
1. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.
Atelektasis/ kolaps alveoli diffuse
2. Infeksi paru
3. Keracunan oksigen
4. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
5. Aspirasi cairan lambung
6. Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
7. Kerusakan jalan nafas bagian atas
b. Pada sistem kardiovaskuler : Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan
menurunnya aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian
ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.

c. Pada sistem saraf pusat


1. Vasokonstriksi cerebral
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari
hiperventilasi.
2. Oedema cerebral
3. Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari
hipoventilasi.
4. Peningkatan tekanan intra kranial
5. Gangguan kesadaran
6. Gangguan tidur.
d. Pada sistem gastrointestinal
1. Distensi lambung dan ileus
2. Perdarahan lambung.
L. Prosedur Pemberian Ventilator
Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator untuk
memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai
berikut:
1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%

2. Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB

3. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit

4. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik

5. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5
Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah
atelektasis.
Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan
ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas).

M. Penyampihan Dari Ventilator


Kriteria dari penyapihan ventilasi mekanik :

1. Tes penyapihan
a. Kapasitas vital 10-15 cc / kg

b. Volume tidal 4-5 cc / kg

c. Ventilasi menit 6-10 l

d. Frekuensi permenit < 20 permenit

2. Pengaturan ventilator

a. FiO2 < 50%

b. Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) : 0

3. Gas darah arteri

a. PaCO2 normal

b. PaO2 60-70 mmHg


c. PH normal dengan semua keseimbangan elektrolit diperbaiki

4. Selang Endotrakeal

a. Posisi diatas karina pada foto Rontgen

b. Ukuran : diameter 8.5 mm

5. Nutrisi

a. Kalori perhari 2000-2500 kal

b. Waktu : 1 jam sebelum makan

6. Jalan nafas

a. Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan

(suctioning)

b. Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid

c. Posisi : duduk, semi fowler

7. Obat-obatan

a. Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam

b. Agen paralise : dihentikan lebih dari 24 jam

8. Emosi

Persiapan psikologis terhadap penyapihan

9. Fisik

Stabil, istirahat terpenuhi

N. Metode Penyapihan
1. Metode T.Piece
Teknik penyapihan dengan menggunakan suatu alat yang bentuknya seperti huruf T.
pemberian oksigen harus lebih tinggi 10% dari oksigen saat penggunaan ventilator.
Pasien dinyatakan siap diekstubasi jika penggunaan T. Piece lebih banyak dari
penggunaan ventilator. Keuntungannya adalah proses penyapihan lebih cepat
2. Metode SIMV
Metode dengan cara mengurangi bantuan ventilasi dengan caa mengurangi frekuensi
pernapasan yang diberikan oleh mesin. Dengan menggunakan metode ini pasien dapat
metih otot-otot pernapasan, lebih aman dan pasien tidak merasakan ketakutan, tetapi
kerugiannya berlangsung lambat
3. Metode PSV
Dengan cara mengurangi jumlah tekanan yang diberikan ventilator,

O. Prosedur Penyapihan
1. Memberitahukan pasien tentang rencana weaning, cara, perasaan tak enak pada awal
weaning. Lakukan support mental pada pasien terutama yang sudah menggunakan
ventilator dalam waktu lama
2. Meminimalkan obat-obat sedasi
3. Melakukan pada pagi hari atau siang hari dimana masih banyak staff ICU dan kondisi
pasien stabil
4. Membersihkan jalan nafas, memposisikan pasien senyaman mungkin
5. Gunakan T piece atau CPAP dengan FiO2 sesuai semuala
6. Melakukan monitoring keluhan subjektif, nadi, RR, irama jantung, kerja nafas, dan
saturasi O2
7. Mengawasi analisa gas darah 30 menit setelah prosedur
8. Melakukan dokumentasi yang meliputi teknik weaning, respon pasien, dan lamanya
weaning
(Brunner and Suddarth, 2002 ; Hudak and Gallo, 1995; Tanjung, 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Nasution AH. (2002). Intubasi, Extubasi dan Mekanik ventilasi.Makalah pada Workshop
Asuhan Keparawatan Kritis; Asean Conference on Medical Sciences. Medan, 20-21
Agustus 2002.
Wirjoatmodjo K. (2000). Anestesiologi dan Reanimasi: Modul dasar untuk Pendidikan S1
Kedokteran. Jakarta: DIKTI.
Brunner & Suddarth. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing, 8 th ed.
(Agung Waluyo et. al., Penerjemah). Philadelphia: Lippincott
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., and Geissler, A.C. (2000). Nursing care plans: guidelines
for planning and documentating patientcare. (I Made K. dan Ni Made S., Penerjemah).
Philadelphia: F.A. Davis Company.
Purnawan, I., Saryono. 2010. Mengelola Pasien Dengan Ventilator Mekanik. Jakarta: Rekatama.
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KRITIS

“PEMBACAAN RONTGEN SEDERHANA”

DISUSUN OLEH :
SRI DEWI YOLANDA
(1714201176)

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Muhammad Arif, M. Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PERINTIS PADANG
T.A 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

PEMBACAAN RONTGEN SEDERHANA

1. Definisi
Di Indonesia penggunaan sinar Rontgen sudah cukup lama. Menurut laporan, alat rontgen
sudah digunakan sejak tahun 1898 oleh tentara Kolonial Belanda dalam perang di Aceh dan
Lombok. Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar rontgen pada awalnya ialah R.M.
Notokworo yang lulus dari Universitas Laiden, Belanda, pada tahun 1912.
Rontgen adalah prosedur pemeriksaan medis yang menggunakan radiasi gelombang
elektromagnetik untuk mendapatkan gambaran bagian dalam tubuh. Gambaran dari benda
padat (seperti tulang atau besi) ditampilkan sebagai area berwarna putih, udara pada paru-
paru tampak berwarna hitam, dan gambaran lemak atau otot ditampilkan dengan warna abu-
abu.
Definisi : suatu alat yg digunakan untuk memfoto bagian jaringan yang tidak terlihat oleh
mata. Foto yg menggunakan sinar pegion, gelombang suara, dan gelombang magnet untuk
diagnosik atau terapi.
2. Fungsi
- Untuk membantu, menegakkan suatu diagnose penyakit
- Untuk melihat anggota bagian dalam
- Untuk memperkirakan waktu erupsi gigi
- Digunakan sebagai dokumentasi RM
- Untuk membantu mengetahui lokasi terjadinya kerusakan jaringan
- Untuk mendeteksi lesi, dll
- Untuk membuktikan suatu diagnosa penyakit
- Untuk melihat lokasi lesi/benda asing yang terdapat pada rongga mulut
- Untuk menyediakan informasi yang menunjang prosedur perawatan
- Untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi
- Untuk melihat adanya karies, penyakit periodontal dan trauma
- Sebagai dokumentasi data re
3. Indikasi Medis yang Memerlukan Foto Rontgen

Foto rontgen dilakukan untuk mendeteksi kondisi kelainan tulang dan sendi (seperti patah
tulang dan osteoporosis), infeksi, gangguan pencernaan, pembengkakan jantung, dan tumor
payudara. Selain itu, foto rontgen bisa dilakukan untuk mengamati perkembangan penyakit,
mengetahui kemajuan dari pengobatan yang dilakukan, dan menjadi pedoman pelaksanaan
prosedur tertentu (seperti pemasangan ring pada jantung).

Meski risiko efek samping yang ditimbulkan kecil, foto rontgen tidak direkomendasikan
untuk ibu hamil (kecuali tindakan darurat). Risiko rontgen pada kehamilan adalah radiasi
yang ditimbulkan dapat menyebabkan gangguan pembentukan organ pada janin. Maka itu,
sebaiknya berbicara pada dokter terlebih dahulu sebelum pemeriksaan foto rontgen, guna
mengetahui efek samping yang ditimbulkannya.

4. Prosedur Pelaksanaan Foto Rontgen

1. Sebelum Foto Rontgen

Tidak ada persiapan khusus untuk menjalani foto rontgen. Jika menggunakan zat
kontras, kamu dianjurkan untuk berpuasa atau menghentikan konsumsi obat-obatan.
Selain itu, kamu juga diminta untuk melepaskan semua perhiasan atau aksesoris yang
berbahan logam karena bisa menghalangi gambar yang ditampilkan.

Sebaiknya gunakan baju yang nyaman dan mudah dibuka saat pemeriksaan, atau
gunakan baju khusus yang disediakan oleh pihak rumah sakit.

2. Prosedur Foto Rontgen

Saat pelaksanaan foto rontgen, kamu diminta berbaring atau berdiri, termasuk
mengikuti instruksi dokter untuk melakukan posisi tertentu untuk memudahkan
pengambilan gambar. Tahan napas dan jangan bergerak selama pemeriksaan agar gambar
tidak blur, kecuali diminta untuk berpindah posisi.

Selama pemeriksaan, kamu tidak merasakan apa pun, kecuali pada pengidap patah
tulang yang merasa nyeri saat memindahkan posisi tubuh. Foto rontgen hanya
berlangsung selama beberapa menit, kecuali untuk tindakan tertentu (seperti penggunaan
zat kontras) yang bisa memakan waktu hingga 1 jam.

3. Sesudah Foto Rontgen

Kamu bisa pulang dan kembali beraktivitas setelah pemeriksaan dilakukan. Bila
menggunakan zat kontras, sebaiknya minum air putih untuk membantu pembuangan zat
kontras dari dalam tubuh. Hasil pemeriksaan dipelajari oleh dokter radiologi, tapi fotonya
diberikan langsung setelah dicetak. Kecepatan hasil bervariasi, tapi dalam keadaan
darurat, biasanya tersedia dalam hitung menit.

5. Cara membaca atau interpretasi rontgen toraks (chest x-rays)


1) Rontgen Thoraks Normal
Rontgen thoraks pada orang dewasa memperlihatkan tulang-tulang thoraks termasuk
tulang-tulang rusuk, diafragma, jantung, paru-paru, klavikula, skapula, dan jaringan lunak
dinding thoraks. Bentuk thoraks mempunyai variasi yang sangat luas pada keadaan normal
dan bergantung pada umur dan habitus seseorang.
Beberapa perhatian yang berkaitan dengan radiologi thoraks normal:
a. Bayangan hilus
Secara dominan disebabkan oleh arteri pulmonalis, hilus kiri lebih kecil dan sedikit lebih
tinggi dibandingkan hilus kanan
b. Fisura horizontal
Suatu bayangan ‘garis rambut’ berwarna putih yang memisahkan lobus kanan atas dan
tengah dan meluas sampai hilus kanan, fisura ini tidak selalu terlihat
c. Bayangan jantung
Atrium kanan terlihat sedikit disebelah kanan tulang belakang torakal. Batas inferior
dibentuk oleh ventrikel kanan dan batas kiri oleh ventrikel kiri
d. Diafragma
Diafragma kanan biasanya lebih tinggi dibandingkan sisi kiri, walau kadang-kadang
dapat terjadi sebaliknya
e. Trakea
Berada pada garis tengah dengan bifurkasio setinggi T6. Trakea mengalami deviasi
sedikit ke kanan setinggi tonjolan aorta
f. Lapangan paru
Arteri intrapulmonal menyebar dari hilus pulmonal dan semakin mengecil menuju perifer
memberikan sebagian besar gambaran paru, dengan komponen yang lebih kecil dari vena
pulmonalis. Paru kanan dibagi menjadi tiga lobus lobus atas, lobus tengah yang kecil, dan
lobus bawah. Paru kiri memiliki dua lobus, bagian atas (lingula) dan bagian bawah.

Rontgen thoraks yang normal tidak mengesampingkan adanya penyakit paru yang sedang
berkembang, terutama pada anak-anak. Kelainan yang bisa terlihat pada rontgen thoraks
memerlukan waktu yang lebih lama untuk berkembang daripada kelainan klinis. Pada posisi
PA, lebar (diameter transversal) jantung orang dewasa kurang dari separuh lebar maksimal
dada. Tetapi untuk melihat hal ini, foto harus dibuat pada waktu inspirasi penuh dan
penderita berdiri.
2) Sistem Bantuan ABCDEFGHI
Ada berbagai macam cara untuk memudahkan interpretasi rontgen toraks secara mudah.
Salah satu caranya dengan sistem bantuan ABCDEFGHI.
Contoh rontgen toraks dan bagian jantung berdasarkan siluet jantung. Sumber: dr.
Immanuela, 2018.
a. Assessment of Quality / Airway

Sebelum memulai interpretasi, seorang dokter harus memeriksa dahulu apakah identitas
yang tertera di rontgen toraks sesuai identitas dengan pasien yang diperiksa. Pastikan nama,
tanggal lahir, dan nomor rekam medis pasien sesuai. Cek juga tanggal dan waktu
pengambilan rontgen toraks untuk mencegah dokter memeriksa rontgen toraks yang salah.

Setelah itu, untuk mendapatkan interpretasi yang benar, diperlukan teknik dan prosedur
yang benar saat menjalankan rontgen toraks. Maka perlu dipastikan apakah kualitas dari
rontgen toraks layak untuk dibaca.
Untuk menilai apakah sebuah foto layak dibaca, ada sebuah mnemonic PIER untuk
memudahkan :
 Position: melihat posisi dalam pengambilan gambar, apakah foto diambil dalam posisi
supine, posteroanterior (PA), anteroposterior (AP) atau lateral.
 Inspiration: foto yang baik dilakukan jika pasien mengambil inspirasi yang cukup dalam.
Inspirasi yang baik akan memperlihatkan iga posterior nomor 10 dan 11 dari pasien.
 Exposure: foto yang baik akan mempunyai densitas yang baik sehingga dapat melihat
struktur vaskular paru dengan baik (bahkan hingga ke bagian perifer), dapat melihat batas
jantung, aorta, diafragma, juga garis spinal column.
 Rotation : untuk menilai apakah pasien berdiri tegak lurus, dapat dilihat apakah jarak dari
mid klavikula kanan dan kiri ke vertebra sama dan sejajar.
Jika sudah yakin foto layak untuk dibaca, pembacaan foto dapat dimulai dari memeriksa
airway. Cara memeriksa airway adalah menyusuri trakea dari paling atas foto. Pastikan
trakea berada di midline atau garis tengah, lalu susuri hingga mencapai carina, dari karina
turun ke bronkus kanan dan kembali ke karina untuk menyusuri bronkus kiri. Perhatikan
apakah adanya penyempitan pada bronkus. Terakhir, pastikan sudut antara kedua bronkus
berada diantara 50° dan 100°. Sudut di atas 100° menandakan adanya pelebaran karina.
Trakea yang tidak berada di garis tengah menandakan adanya deviasi trakea. Deviasi
trakea dapat ditemukan pada beberapa kasus seperti :
 Penyakit paru: Tension pneumothorax, atelektasis, efusi pleura, fibrosis paru, paru
kolaps, tuberkulosis paru
 Massa: kanker paru, kelenjar tiroid yang membesar, atau tumor mediastinal mediastinum
 Kifoskoliosis
 Hernia hiatal
b. Bones and Soft Tissue

Setelah memastikan foto layak dibaca, dapat berpindah ke B untuk melihat tulang yaitu
menilai apakah simetris, apakah ada garis fraktur, lesi di tulang ataupun tanda-tanda
osteoporosis. Nilai juga jaringan lunak apakah ada benda asing, bengkak ataupun
adanya subcutaneous air.
c. Cardiac

Pada cardiac, nilai ukuran jantung. Ukuran jantung yang normal harus di bawah 50%
pada foto yang diambil dengan posisi PA dan di bawah 60% pada foto yang diambil dengan
posisi AP. Selain menilai ukuran, dapat juga menilai bentuk, kalsifikasi dan apakah adanya
katup prostetik.
Dari gambaran rontgen thorax pun dapat memperkirakan bagian dari jantung dengan
melihat silhouette jantung. Batas kanan biasa dibentuk oleh atrium kanan di mana superior
vena cava masuk dari superior dan inferior vena cava dapat terlihat di batas bawah kanan
jantung. Sebaliknya, batas kiri terbentuk dari ventrikel kiri dan left atrial appendage.
d. Diaphragm
Setelah melihat jantung, lihat posisi hemidiafragma. Hampir selalu hemidiafragma kanan
lebih tinggi dibandingkan hemidiafragma kiri karena adanya organ liver yang mendesak
hemidiafragma kanan lebih tinggi. Setelah melihat posisi diafragma, lihat juga bentuk
diafragma apakah bentuk menjadi rata (flattened). Bentuk flattened diafragma dapat
ditemukan pada kasus asthma atau emfisema, biasanya bilateral, serta tension pneumothorax
pada diafragma flattened  unilateral.
Terakhir, lihat apakah ada udara bebas di bawah diafragma. Jika terdapat udara bebas di
bawah diafragma, hal ini disebut subdiaphragmatic free gas atau pneumoperitoneum, yang
berarti perlu adanya kecurigaan adanya perforasi organ berongga di abdomen. Jika
ditemukan pneumoperitoneum disertai klinis yang mendukung seperti nyeri abdomen,
biasanya hal ini merupakan keadaan kegawatdaruratan dan memerlukan intervensi segera.
e. Effusion

Efusi pleura dapat dinilai dengan melihat sudut kostofrenik (costophrenic angles) pada
kedua ujung diafragma. Sudut yang normal seharusnya tajam. Jika ditemukan sudut yang
menumpul, bisa dicurigai adanya efusi pleura. Untuk memastikan, dapat dilakukan foto
ulang dengan posisi lateral yang lebih sensitif dalam menilai efusi pleura.
f. Fields, Fissures and Foreign Bodies

Setelah itu, dapat melihat lapang paru apakah adanya inflitrasi (baik interstitial ataupun
alveolar), massa, konsolidasi, garis pleura dan tanda-tanda vaskularisasi paru yang
semustinya tampak agar samar di bagian perifer paru.
Konsolidasi paru dapat dilihat dengan memperhatikan perbatasan antara paru dan
jaringan sekitar karena paru umumnya terisi gas dan jaringan lain seperti jantung atau
diafragma solid. Konsolidasi pada lobus kiri bawah akan menyebabkan diafragma kiri tidak
dapat terlihat jelas sedangkan konsolidasi pada lobus kanan tengah menyebabkan batas
kanan jantung tidak dapat terlihat jelas.
Penyakit yang dapat dilihat saat interpretasi bagian ini di antaranya
adalah pneumonia, tuberkulosis paru, tumor paru, edema paru, dan pneumothorax.
Selain itu nilai juga fisura minor dan mayor yang membagi lobus paru, apakah adanya
penebalan, cairan ataupun perubahan posisi.
Penilaian Benda Asing
Terakhir, nilai apakah ada benda asing yang tampak seperti nasogastric
tube (NGT), endotracheal tube (ETT), lead dari pacemaker, central venous line atau alat-
alat yang terpasang karena riwayat operasi sebelumnya.
g. Great Vessels / Gastric Bubble

Pada bagian ini, lihat ukuran aorta serta bentuk dari pembuluh darah pulmonary. Aortic
knob harus terlihat jelas. Selain itu, perhatikan juga adanya gastric bubble, yaitu area
kehitaman (radiolucent) yang biasanya berbentuk bulat dan terletak di bawah
hemidiafragma kiri. Gastric bubble menunjukan adanya udara di fundus lambung.
Jika pasien terpasang nasogastric tube (NGT), pastikan NGT terpasang benar di dalam
lambung untuk mencegah komplikasi. Pemasangan yang tepat dapat dinilai dengan melihat
ujung dari NGT yang berakhir di bawah diafragma (subdiafragma) dan tumpang tindih
dengan gastic bubble. Lokasi NGT tepatnya 10 cm di bawah perbatasan gastroesofagus
(gastro-oesophageal junction).
h. Hilla and Mediastinum

Untuk memudahkan penilaian hilum, ada beberapa hal yang harus dilihat :
 Bentuk : dapat dikatakan normal jika gambaran vaskular seperti bercabang
 Radiopacity : opasitas dari hilum semakin menipis dan hilang di bagian perifer
 Ukuran : 2/3 dari densitas vaskular berada dibagian bawah hilum
 Bandingkan hilum di kanan dan kiri, seharusnya simetris.
Setelah itu, perhatikan jika adanya limfadenopati, kalsifikasi ataupun masa di bagian
hilus. Bandingkan hilus kanan dan kiri, biasanya hilus kiri lebih tinggi dibading sisi kanan.
Setelah itu, perhatikan apakah adanya pelebaran dari mediastinum, yang biasa menandakan
adanya diseksi aorta jika klinis mendukung.
Perbesaran pada hilum biasanya menandakan adanya limfadenopati dan tumor, hipertensi
vena pulmonal, hipertensi arteri pulmonal dan peningkatan aliran darah pulmonal.
Sedangkan limfadenopati baik unilateral maupun bilateral biasanya dapat menandakan
adanya penyakit tuberkulosis, limfoma, sarkoidosis dan infeksi fungi, virus, tularemia
ataupun anthrax.
i. Impression
Setelah melihat seluruh bagian di atas, simpulkan apa saja kelainan yang ditemukan sejak
awal hingga akhir. Gunakan bagian ini sebagai pemeriksaan ulang demi mencegah adanya
kelainan yang tidak dikenali sebelumnya.
Dokter harus melakukan pemeriksaan secara sistematis, mulai dari A sampai I untuk
meminimalisir kemungkinan untuk melewatkan kelainan pada foto rontgen. Hal ini perlu
diingat terutama pada rontgen dengan kelainan yang terlihat jelas. Bila terdapat abnormalitas
multipel pada foto rontgen, dokter bisa melewatkan kelainan yang tidak terlihat dengan jelas
jika pemeriksaan tidak dilakukan secara sistematis. Pastikan interpretasi tetap dilakukan
secara sistematis dan lengkap.
3) Laporan Hasil Interpretasi Rontgen toraks

Laporan radiologi biasanya terdiri dari dua bagian. Biasa dimulai dari bagian deskriptif
yaitu laporan dari seluruh bagian mengenai apa saja yang tampak normal maupun abnormal,
serta ditutup dengan bagian konklusi. Bagian konklusi biasanya digunakan radiologis untuk
menjawab pertanyaan dari dokter yang merujuk pasien mengenai adanya hasil dari
pemeriksaan rontgen toraks yang mengarah ke diagnosis rujukan.
Sebagai contoh, interpretasi rotngen toraks dari gambar 1 adalah sebagai berikut:
1. Densitas foto lebih baik dibanding contoh 1 dan inspirasi lebih baik karena tampak
hingga iga posterior nomor 10, namun rotasi kurang baik
2. Tidak tampak diskontinuitas tulang
3. Ukuran jantung <50% menunjukkan tidak adanya perbesaran jantung. Tidak tampak
kalsifikasi aorta
4. Bentuk diafragma baik dan hemidiafragma kanan lebih tinggi dibanding kiri
5. Kedua sudut kostofrenikus tajam
6. Pada kedua lapang paru tidak terdapat infiltrat, massa ataupun konsolidasi. Tidak terdapat
penebalan fisura antar lobus dan tidak terdapat benda asing seperti NGT ataupun ETT
7. Tampak gastric bubble
8. Tidak ada kalsifikasi aorta atau perbesaran mediastinum
Rontgen toraks. Sumber: dr. Immanuella, 2018.
Untuk contoh kedua ini, interpretasi rontgen toraks adalah sebagai berikut:
1. Rontgen toraks ini tidak terpasang identitas pasien dan tanggal pengambilan foto,
seharusnya ada dan pastikan identitas sesuai dengan pasien yang kita periksa. Marker R
pada rontgen ini terpasang yang menunjukan sisi kanan tubuh pasien serta posisi pasien
saat pengambian foto adalah AP tegak. Inspirasi pasien kurang dalam karena tidak
menunjukkan iga posterior hingga iga nomor 10. Densitas foto cukup baik dan rotasi baik
dikarenakan jarak antara midklavikula kanan dan kiri sama
2. Tulang pasien seluruhnya terbilang simetris. Tidak tampak garis fraktur, lesi di tulang
ataupun subcutaneous air
3. Ukuran jantung <50% menunjukkan tidak adanya perbesaran jantung. Tidak tampak
kalsifikasi aorta
4. Bentuk diafragma baik serta hemidiafragma kanan lebih tinggi dibanding kiri. Tidak
tampak pneumoperitoneum
5. Kedua sudut kostofrenikus tajam
6. Pada kedua lapang paru tidak terdapat infiltrat, massa ataupun konsolidasi. Tidak terdapat
penebalan fisura antar tiap lobus dan tidak terdapat benda asing seperti NGT ataupun
ETT
7. Aorta dan arteri pulmoner pasien baik. Pada rontgen toraks ini namun tidak tampak
gastric bubble di bawah hemidiafragma kiri
8. Tidak ada pelebaran mediastinum, trakea di tengah dan tidak tampak deviasi
DAFTAR PUSTAKA
Hartono L. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Cetakan IV. Jakarta: EGC; 1995.

Deirue L, Gosselin R, Ilsen B, Landeghem AV, Mey JD, Duyck P. Difficulties in the
interpretation of chest radiography. Springer. 2011.

Brady AP. Error and discrepancy in radiology: inevitable or avoidable?. Insights Imaging. 2017
Feb; 8(1):171-182.

Berlin L. Radiologic errors and malpractice : a blurry distinction. The Practice of Radiology.
2007 Sep;189(3):517-22.

Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. 2012.

Knipe H, Ryu Y. Chest radiograph assessment using ABCDEFGHI. Radiopaedia.

Manzari G, Valenti E, D’Epifanio F, QUercia A, Cardona E. Technical quality control of chest


x-rays for the health surveillance of workers exposed the risk of pneumoconiosis: proposal
for a qualitative screening method. US National Library of Medicine. 2003;94(2):242-9.

Khan AN, Chandramohan M. Pneumoperitoneum imaging. Medscape. 2016 Mar.

Buckle C, Holdridge C, Xu T, Akhwais F, Sinha A, Doddi S, Sinha P. Acute abdominal pain and
radiological pneumoperitoneum – always an indication for laparotomy?. Journal of Clinical
Medicine Research. 2013 Apr;5(2):132-134.

Anda mungkin juga menyukai