Anda di halaman 1dari 2

Aku adalah thomas matulessy atau yang biasa dikenal dengan nama

Pattimura. Aku lahir pada tanggal 8 Juni 1783 di Haria pulau SaParua dari
ayah Frans Matulesi dengan Ibu Fransina Silahoi.
Aku adalah tokoh yang memimpin perlawanan rakyat maluku pada tahun
1817. Sebelumnya aku adalah mantan sersan di militer inggris pada tahun
1816
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat
tantangan keras dari rakyat maluku. Hal ini disebabkan karena kondisi
politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua
abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah
pimpinan ku.

Sebagai panglima perang, Aku mengatur strategi perang bersama


pembantuku. Sebagai pemimpin aku berhasil mengoordinir raja-raja dan
patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat,
mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-
benteng pertahanan. Dalam perjuangan menentang Belanda. aKu juga
menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di
Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang di maluku hanya dapat dihentikan
dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda.

Di Saparua, aku dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk


itu, aku pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16
Mei 1817, suatu pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di
bawah kepemimpinan ku tersebut berhasil merebut benteng Duurstede.
Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas,
termasuk Residen Van den Berg.

Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali


benteng itu juga dihancurkan pasukan ku. Alhasil, selama tiga bulan
benteng tersebut berhasil dikuasai pasukan ku. Namun, Belanda tidak
mau menyerahkan begitu saja benteng itu. Belanda kemudian
melakukan operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang
lebih banyak dilengkapi dengan persenjataan yang lebih modern.
Pasukan Ku akhirnya kewalahan dan terpukul mundur.
Di sebuah rumah di Siri Sori,aku berhasil ditangkap pasukan Belanda.
Bersama beberapa anggota pasukanku, aku dibawa ke Ambon. Di sana
beberapa kali akudibujuk agar bersedia bekerjasama dengan
pemerintah Belanda namun selalu kutolak.
 
Pada akhirnya aku ditangkap dan mengakhiri pengabdianku di tiang
gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon.

Anda mungkin juga menyukai