ASSESMEN PASIEN
1
DAFTAR ISI
Hal.
DAFTAR ISI....................................................................................................2
1. BAB I PENDAHULUAN...............................................................................3
2. BAB II ISI MINIMAL & PETUGAS ASESMEN................................................9
3. BAB IIIASSESSMENT AWAL.....................................................................10
4. BAB IVASSESSMENT GAWAT DARURAT....................................................12
5. BAB V ASSESSMENT OPERATIF................................................................19
6. BAB VI ASSESSMENT GIZI......................................................................24
7. BAB VII ASSESSMENT NYERI..................................................................28
8. BAB VIII ASSESSMENT TAMBAHAN..........................................................33
9. BAB IX ASSESSMENT TERMINAL..............................................................36
10. BAB X ASSESSMENT TRANSFER (KONSULTASI).....................................41
11. BAB XI ASSESSMENT DISCHARGE PLANNING........................................42
12. BAB XIIASSESSMENT LANJUT (ULANG)....................................................44
13. BAB XIII ASSESSMENT TERINTEGRASI...................................................46
14. BAB XIV ASSESSMENT INFORMASI DAN EDUKASI...................................48
15. BAB XV PENUTUP.................................................................................51
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi social dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan
paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit
(preventif) kepada masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksud
dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Semua proses asesmen pasien tersebut dicatat dalam berkas rekam medis.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No:269/MENKES/PER/III/2008 yang
dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain
identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Semua pasien yang datang ke rumah sakit akan dilakukan asesmen atau pengkajian
yaitu asesmen informasi (yang berisi tentang asesmen medis, riwayatsakit dahulu),
asesmen Psikologi dan Sosio-ekonomi, asesmen nyeri, asesmen gizi, asesmen
keperawatan, asesmen resiko jatuh. Dari proses asesmen awal tersebut maka akan
teridentifikasi kebutuhan pelayanan pasien dan diagnosa kerja, kemudian diikuti dengan
asesmen berkelanjutan untuk proses terapi melihat reaksi terapi yang diberikan oleh
tenaga kesehatan.
3
B. PENGERTIAN
1. Asesmen Pasien adalah tahapan dari proses dimana dokter, perawat, dietisien
mengevaluasi data pasien baik subyektif maupun obyektif untuk membuat
keputusan terkait :
a. Status kesehatan pasien
b. Kebutuhan perawatan
c. Intervensi
d. Evaluasi
2. Asesmen Awal yaitu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa, berfokus pada:
a. Tingkat kesadaran
b. Stabilisasi leher dan tulang-tulang belakang
c. Menjaga patensi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
3. Asesmen Awal Pasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses dimana
dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien dalam 24 jam pertama sejak
pasien masuk rawat inap atau bisa lebih cepat tergantung kondisi pasien dan
dicatat dalam rekam medis.
4. Asesmen Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari proses dimana
dokter mengevaluasi data pasien baru rawat jalan, asesmen awal pasien rawat
jalan dengan penyakit akut/non kronis harus di perbaharui setiap 30 hari,
sedangkan pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit kronis, asesemen
awal diperbaharui setelah 3 (tiga) bulan.
5. Asesmen Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana dokter, perawat,
dietisien mengevaluasi ulang data pasien setiap terjadi perubahan yang signifikan
atas kondisi klinisnya. anamnesa ulang di lakukan oleh dokter/ perawat/bidan
setiap hari dan ditulis di lembar anamnesa ulang (catatan perkembangan pasien
terintegrasi)
6. Asesemen Individual adalah isi minimal dari asesmen yang ditentukan oleh
departemen / KSM terkait.
7. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien
8. DPJP adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung jawab atas
pengelolaan asuhan medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung jawab
terhadap kelengkapan, kejelasan dan kebenaran serta ketepatan waktu
pengembalian dari rekam medis pasien tersebut
9. Case Manager adalah dokter/perawat yang bertanggung jawab terhadap
asuhankeperawatan atas setiap pasien. Tujuannya untuk menjamin mutu asuhan
keperawatan dari pasien tersebut.
10. Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan keperawatan &
kebidanan yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan yang di mulai
dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun
memelihara derajat kesehatan yang optimal.
11. Dietisien adalah seorang profesional medis yang mengkhususkan diri dalam
dietetika, studi tentang gizi dan penggunaan diet khusus untuk mencegah dan
mengobati penyakit.
4
C. TUJUAN
1. Pengumpulan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan masalah pasien
2. Identifikasi kondisi yang mengancam nyawa
3. Intervensi segera
4. manajemen transfer (konsul)
D. RUANG LINGKUP
1. Ketegori Asesmen Pasien
a. Asesmen informasi (ezasesmen medis, asesmen segera dan terfokus, serta
asesmen berkelanjutan), termasuk riwayat penyakit sebelumnya
b. Asesmen skala nyeri
c. Asesmen status gizi
d. Asesmen keperawatan
e. Asesmen psikologi, sosio-ekonomi
Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan adalah
asesmen pasien untuk memperoleh informasi terkait status medis pasien.
ASESMEN
MENGEMBANGKAN
RENCANA ASUHAN
MELAKUKAN EVALUASI
Dalam asesmen, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh proses,
agar asuhan kepada pasian menjadi optimal. Pada saat evaluasi, bila terjadi
perubahan yang signifikan terhadap kondisi klinis pasien, maka harus segera
dilakukan asesmen ulang. Bagian akhir dari asesmen adalah melakukan evaluasi,
umumnya disebut monitoring yang menjelaskan faktor-faktor yang akan
menentukan pencapaian hasil-hasil nyata yang diharapkan pasien.
5
1. Alur Masuk Rawat Jalan
Mulai
Pasien
Masuk Poliklinik
Keperawatan
Memeriksa kelengkapan administrasi
Mengentri data px ke divisi yang dituju
Prosedur
DPJP Penunjang
Asesmen medis :Anamnesis &
Prosedur Pemeriksaan fisik
Tindakan/
One Day Care ya DPJP
Perlu Penunjang? Menulis surat dan
entri work order
tidak
ya Perlu Tindakan?
tidak
Perlu MRS?
tidak
ya
DPJP Kasus Bedah? DPJP
Menulis resep / Menulis surat permintaan
surat kontrol / ya MRS
rujuk balik
DPJP Bedah Prosedur
Menulis permintaan MRS Pendaftaran
Mengentri acara op ke Sekt KSM (online) di Sentral
Selesai Admisi
2. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa terkadang dibutuhkan konfirmasi pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium dan radio diagnostik. Semua catatan hasil
pemeriksaan penunjang tersebut harus disimpan dalam rekam medis pasien.
6
3. Alur Masuk Rawat Inap
Mulai
Pasien
Tandatangani persetujuan perawatan dalam RM 5 aK
DPJP
Selesai Mengisi Form resume medis
Membuat surat rujuk balik / kontrol poli
7
E. BATASAN OPERASIONAL
Asesmen/pengkajian pasien dilakukan untuk semua pasien rawat jalan danrawat inap,
dilakukan oleh semua petugas kesehatan yang di tetapkan rumah sakit (dokter,
perawat, dietisien), sejak pasien sebelum masuk rumah sakit sampai keluar dari rumah
sakit, asesmen dilakukan secara berkesinambungan agar kebutuhan pelayanan
kesehatan pasien teridentifikasi dan terpenuhi. Asesmen sesuai dengan kebutuhan
pelayanan pasien dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Asesmen bersifat general atau umum
b. Asesmen untuk populasi khusus, misalnya:
Pediatrik
Maternity
Korban kekerasan
Pasien pada stadium terminal
Rumah Sakit akan menetapkan kriteria tertulis tentang asesmen mendalam dan jika
diperlukan dilakukan modifikasi yang harus dilakukan pada pasien populasi khusus
sehingga dapat tercermin kebutuhannya.
F. LANDASAN HUKUM
8
BAB II
ISI MINIMAL ASESMENDAN PETUGAS ASESMEN
A. Isi Minimal Asesmen
Isi minimal asesmen pasien berupa :
1. Status kesehatan,
2. Pemeriksaan fisik,
3. Asesmen psikologi untuk menetapkan status respon emosional pasien
4. Informasi sosial ekonomi seperti konteks sosial, budaya dan keluarga dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit dan pengobatan.
5. Intervensi,
6. kebutuhan Keperawatan,
7. Asesmen Gizi.
Untuk dapat berhasil memberikan terapi / asuhan yang berorientasi kepada pasien,
dalam prakteknya, dokter, perawat dan dietisien harus memiliki pengetahuan dan
keahlian dalam melakukan asesmen pasien. Asesmen pasien diperoleh dari pasien dan
sumber-sumber lain (misalnya: profil terapi obat, rekam medis, dan lain-lain).
Asesmen pasien dibutuhkan dalam membuat keputusan-keputusan terkait:
(a) status kesehatan pasien;
(b) kebutuhan dan permasalahan keperawatan;
(c) intervensi guna memecahkan permasalahan kesehatan yang sudah
teridentifikasi atau juga mencegah permasalahan yang bisa timbul dimasa
mendatang; serta
(d) tindak lanjut untuk memastikan hasil-hasil yang diharapkan pasien terpenuhi.
Proses asuhan kepada pasien saling berhubungan/terjadi kolaborasi antara dokter,
perawat dan gizi. Sulit untuk dimengerti bahwa dokter dapat menyembuhkan pasien
tanpa bantuan asuhan keperawatan dan terapi gizi.
B. Petugas Asesmen
Banyak praktisi kesehatan yaitu dokter, perawat, apoteker, nutrisionis, terapis
rehabilitasi, dan praktisi pelayanan kesehatan lain melaksanakan asesmen. Masing-
masing praktisi pelayanan kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam asuhan
pasien. Peran tersebut ditentukan oleh lisensi; kredensial; sertifikat; undang-undang
dan peraturan; ketrampilan (skill) khusus individu, pengetahuan,pengalaman,juga
kebijakan rumah sakit atau uraian tugas.
9
BAB III
ASESMEN AWAL
A. Asesmen Awal
Tujuan utama pembuatan asesmen awal pasien adalah untuk memahami kebutuhan
pelayanan medis dan pelayanan keperawatan sehingga pelayanan dan pengobatan
dapat dimulai. Untuk mencapai ini, rumah sakit menetapkan isi minimal dari asesmen
awal medis dan keperawatan serta asesmen lain. Juga ditetapkan kerangka waktu yang
disyaratkan untuk menyelesaikan asesmen dan pendokumentasi asesmen awal
tersebut. Selain asesmen medis dan keperawatan adalah penting untuk inisiasi
pelayanan, kemungkinan diperlukan asesmen tambahan dari praktisi pelayanan
kesehatan lain termasuk asesmen khusus dan asesmen individual. Semua asesmen ini
harus terintegrasi dan kebutuhan pelayanan yang paling urgen harus di
identifikasi/ditetapkan. Rencana asuhan pasien harus dibuat berdasarkan data asesmen
awal ini.
10
g) Abdomen
h) Kulit dan sistem limfatik
i) Tulang belakang dan anggota tubuh
j) Sistem saraf
k) Genitalia, anus dan rebtum
2) Lokalis
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Auskultasi
Lakukan deskripsi terhadap status lokalis
3) Skrining Nyeri
Semua pasien yang masuk ke rawat inap harus dilakukan skrining nyeri.
(lihat Panduan Manajemen Nyeri)
Asesmen yang dilakukan oleh DPJP (medis) harus dilengkapi dalam 24 jam sejak
pasien masuk rawat inap.
11
BAB IV
ASSESSMENT GAWAT DARURAT
Pada keadaan gawat darurat, asesmen awal medis dan keperawatan, dapat dibatasi
pada kebutuhan dan kondisi yang nyata. Juga apabila tidak ada waktu untuk mencatat
riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang lengkap dari seorang pasien gawat
darurat yang perlu dioperasi, dibuat catatan pada diagnosis praoperatif sebelum
tindakan dilaksanakan.
1. Waktu Kedatangan
Waktu kedatangan adalah yang pertama kali dicatat antara pasien dan staf di Unit
Gawat Darurat.
1. Biasanya saat kontak pertama antara pasien dan dokter pertama, yang
bertanggung jawab untuk perawatan mereka. Hal ini sering dicatat sebagai
"Waktu dilihat oleh dokter”.
2. Dimana seorang pasien di UGD telah ditangani oleh staf perawat yang
bertindak di bawah supervisi klinis dokter, itu adalah waktu kontak
keperawatan pertama. Hal ini sering dicatat sebagai "Waktu dilihat oleh
perawat".
2. Triase
Triase adalah seleksi pasien sesuai tingkat kegawatdaruratan sehingga pasien
terseleksi dalam mendapatkan pertolongan sesuai dengan tingkat
kegawatdaruratannya. Triase dilakukan baik di luar rumah sakit maupun di dalam
rumah sakit.
Proses triase merupakan suatu proses identifikasi yang dilakukan terhadap pasien
pada kontak pertama berdasarkan tingkat prioritas kegawatan pasien. Agar pasien
UGD dapat segera diidentifikasi dan diberikan pelayanan segera sesuai tingkat
kegawatdaruratannya.
12
2. ATS 2 adalah :
a. Pasien dengan kondisi gawat darurat yang cukup serius atau mengalami
kemerosotan secara cepat yang apabila tidak ditangani dalam 10 menit
dapat mengancam jiwa atau mengakibatkan kegagalan organ.
b. Pasien yang dengan pemberian obat yang dimana hasil ahkirnya sangat
tergantung dari seberapa cepat obat itu diterima oleh pasien (misalnya :
trombolisis, anti racun)
3. ATS 3 adalah pasien yang datang dengan kondisi yang mungkin akan
bekembang menjadi mengancam nyama (darurat) atau menimbulkan
kecacatan bila tidak ditangani dalam waktu 30 menit
4. ATS 4 adalah pasien dengan kondisi yang dapat mengalami kemerosotan atau
akan menghasilkan outcome yang berbeda bila dalam 60 menit pasien belum
ditangani. Gejala berkepanjangan.
5. ATS 5 adalah kondisi pasien yang sudah kronis dengan gejala yang minor,
dimana hasil ahkirnya tidak akan berbeda bila penanganan ditunda sampe 120
menit setelah kedatangan.
13
5) ATS 5 (PUTIH) adalah kondisi pasien yang sudah kronis dengan gejala
yang minor, dimana hasil akhirnya tidak akan berbeda bila penanganan
ditunda sampai 120 menit setelah kedatangan.
b. Petugas Triase
Pelaksana Triase di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM yaitu :
1. Pelaksana triase di dalam keadaan sehari – hari dilakukan oleh dokter jaga
UGD atau perawat yang kompeten di UGD dan dapat di bantu oleh petugas
keamanan/security, admisi.
2. Dalam keadaan bencana, bila jumlah penderita/korban yang ada kurang/lebih
dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan diluar area/ruang triase (di depan
UGD) oleh dokter atau perawat triase.
14
Katego Respon Deskripsi Deskripsi Klinis
ri ATS
Kategori (Indikatif)
15
- Riwayat berisiko tinggi:
Signifikan obat penenang atau
beracun lainnya
yang ditelan
Signifikan / berbahaya envenomation
Nyeri berat seperti PE, AAA atau
kehamilan ektopik
- Suspect Testicular Tortion
- Perilaku psikiatrik :
Kekerasan atau agresif
Ancaman langsung terhadap diri
sendiri atau orang lain
16
- Anak beresiko pelecehan/dicurigai
cedera.non-kecelakaan
- Prilaku psikiatri :
Sangat tertekan, risiko merugikan diri
Akut psikotik atau berpikir teratur
Krisis situasional, sengaja merugikan
diri
Gelisah
- Berpotensi agresif
17
Katego Respon Deskripsi Gambaran Klinis
ri
Kategori (Indikatif)
ATS
ATS 5 Penilaian Kurang Mendesak - Nyeri ringan
dan
- Riwayat berisiko rendah dan sekarang
perawatan
Kondisi pasien kronis asimtomatik
dimulai dari
atau
120 menit - Gejala ringan dari sakit yang stabil
dengan gejala minor,
dimana hasil akhirnya - Gejala ringan dari kondisi risiko rendah
tidak akan berbeda - Luka ringan - lecet kecil, laserasi kecil
signifikan bila (tidak memerlukan jahitan)
penanganan dan
pengobatan ditunda - Dijadwalkan kembali kontrol luka/ganti
hingga dua jam dari balutan
kedatangan - Imunisasi
atau
- Kasus-kasus Psikiatri :
18
BAB V
ASESMEN OPERATIF
A. Asesmen Operatif
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan
cara invansive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani
RSUD dr.H.Bob Bazar, SKM.
Proses operasi merupakan pembukaan bagian tubuh untuk dilakukan perbaikan yang
diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Preoperatif adalah Fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi/pembedahan
dibuat dan diakhiri ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Dalam tahapan ini
persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat penting
dilakukan, karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan pasien berasl dari
kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap preoperasi.
Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperasi apapun bentuknya dapat
berdampak pada tahap tahap selanjutnya untuk diperlukan kerjasama yang baik antara
masing-masing komponen yang berkopeten untuk menghasilkan outcome yang optimal.
Berikut ini persiapan yang perlu dilakukan pada tahap preoperasi yaitu:
1. Persiapan fisik.
Persiapan fisik yang dilakukan sebelum operasi biasanya mencakup status
kesehatan fisik secara umum, status nutrisi, pencukuran daerah operasi,
personal hygiene, dll.
2. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan/operasi. Pemerksaan penunjang yang dimaksud adalah
berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lainnya.
3. Inform consent
Inform consent adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan dari
persetujuan tindakan medik. Inform consent terdiri dari dua kata yaitu inform
dan consent. Inform diartikan telah diberitahukan telah disampaikan atau telah
diinformasikan dan consent yang berarti persetujuan yang diberikan oleh
seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas dari
inform consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter
untuk berbuat sesuatu setelah mendapatkan penjelasan atau informasi.
Pengertian inform consent oleh Komalawati (1989 :86) disebutkan sebagai
berikut:
“Yang dimaksud dengan inform consent adalah suatu kesepakatan/ persetujuan
pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya,
setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang
dapat mungkin terjadi.”
19
1. Pelayanan peri operatif
Pelayanan peri operatif adalah pelayanan pembedahan secara menyeluruh yang
meliputi :
a. Pre Operasi
1) Asesmen pra bedah
Dokter operator melakukan pemeriksaan pra bedah ke ruangan dimana
pasien tersebut dirawat atau sebelum pasien diantar ke kamar bedah, untuk
dijelaskan semua yang berkaitan dengan tindakan pembedahan di dalam
catatan perkembangan pasien. Kunjungan pra bedah ini dimaksudkan unruk
mendapatkan informasi mengenai status fisik pasien, membuat rencana
tindakan serta mendapatkan persetujuan tindakan dari pasien dan atau
keluarga.
Untuk itu dokter operator melakukan pemberian informasi edukasi terkait
rencana pembedahan kepada pasien dan atau keluarga mengenai resiko
pembedahan, manfaat yang diperoleh dari pembedahan serta komplikasi
yang mungkin teradi, selain itu juga alternatif lain berhubungan dengan
prosedur bedah yang akan dilakukan. Begitu juga jika dibutuhkan darah
maka dokter menjelaskan mengenai resiko dan manfaat maupun alternatif
kebutuhan darah tersebut.
2) Site marking
Penandaan area operasi atau site marking dilakukan untuk pemberian tanda
pada lokasi operasi dengan menggunakan spidol khusus marking warna
hitam oleh dokter operator kepada pasien dengan tepat dan akurat dengan
memberikan tanda (O) atau (√) pada lokasi yang akan dilakukan tindakan
pembedahan. Penandaan dilakukan sebelum pasien diantar ke Ruang
Penerimaan OK, bisa dilakukan di ruangan rawat atau poliklinik.
Pengecualian dilakukannya penandaan pada kasus berikut :
1) Satu organ khusus (section caesarea, histerektomi, operasi jantung).
2) Kasus intervensi (kateterisasi jantung, TUR prostat).
3) Bayi prematur yang dikhawatirkan akan menimbulkan cacat permanen.
4) Pembedahan gigi dan mulut (menyebutkan nama gigi atau tandai
dengan diagram gigi maupun foto rontgen gigi).
Pada kasus pembedahan mata setelah dokter merencanakan tindakan
operasi, mata pasien diberikan tanda dengan menempelkan micropor pada
sisi kanan atau kiri tepat di atas alis dan operator menuliskan rincian dalam
kolom “deskripsi singkat” yang terdapat pada formulir asesmen pra
bedah.Pada kasus THT, operator cukup membuat deskripsi pada kolom
“deskripsi singkat” yang tertera pada formulir asesmen pra bedah.
20
c. Beri tanda pada derah yang akan dioperasi dengan menggunakan spidol
warna hitam dengan memberi tanda (O)/ (√). Libatkan pasien dan
keluarga. Yang memberi tanda adalah dokter operator yang akan
melakukan operasi di Ruang Rawat, IGD, di Ruang Pre-op jika pasien
ODC.
d. Pemberian Tanda tidak dilakukan pada operasi yang hanya :
1) Mencakup satu organ, Contoh : Sectio Caesarea, Bedah Jantung,
Appendictomy, Hysterektomi, Laparatomy, laparascopy
2) Prosedur Invasif : Kateterisasi Jantung, Venaseksi, NGT, Venocath,
Gigi (penandaan dilakukan pada foto gigi/diagram gigi)
3) Lain-lain : Tonsilectomy, Hemmorhoidectomy, Operasi pada genitalia,
operasi mata.
3) Persiapan Mental
Pasien harus memahami maksud dan tujuan operasi serta resiko yang harus
dihadapi dalam menjalani operasi ini. Lakukan Informed Consent sesuai
prosedur.
a) Pasien di tenangkan dan diberi penyuluhan yang baik agar tegar
menghadapi tindakan operasi yang akaan dijalaninya. Pasien diminta
untuk berdoa menurut keyakinannya masing-masing.
b) Keluarga pasien diminta selalu mendampingi dan mendukung secara
moril.
4) Persiapan Area Operasi
Persiapan area operasi adalah Tata cara mempersiapkan area pada tubuh
pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan, dengan tujuan
menyiapkan area operasi untuk menghindari dari infeksi nosokomial.
Bilamana pada daerah sekitar insisi ditumbuhi bulu atau rambut maka
lakukan pembersihan dan pencukuran, dan disesuaikan dengan jenis
tindakan pembedahan.
Pasien akan diantar oleh perawat ruangan ke kamar bedah dan diserah
terimakan kepada perawat kamar operasi (perawat Anestesi & perawat
bedah) dengan bertujuan :
a) Dapat diketahui rencana program tindakan dan pelaksanaan operasi oleh
petugas ruangan dan kamar operasi agar pelaksanaan operasi bisa
berhasil dengan baik dan mengutamakan keselamatan pasien.
b) Dapat Menyiapkan obat-obatan, alat-alat, darah dan persiapan khusus
lainnya yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan operasi tersebut.
Ada beberapa hal dalam penerimaan pasien yang harus dilakukan :
a) Identitas pasien
b) Diagnosa dan rencana pembedahan
c) Kelengkapan status atau rekam medis (RM)
d) Surat persetujuan tindakan operasi, dari pasien atau keluarga
e) Memeriksa lokasi operasi (site marker), gigi palsu, lensa kontak,
perhiasan, cat kuku, peniti, jepit rambut, lipstick dan asesoris lainnya.
f) Menilai keadaan umum pasien dan keadaan puasa
g) Hasil pemeriksaan penunjang : laboratorium, Rontgen, profilaksis
21
2. Pelayanan bedah di luar kamar operasi
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan diluar kamar operasi misalnya ; klinik
bedah, IGD, Klinik gigi biasanya tindakan dengan local anestesi missalseperti : jahit
luka, excisi kecil, angkat jahitan luka, cabut gigi.
Persiapan pasien sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
3. Pelayanan ODC
Suatu pelayanan pembedahan pasien operasi yang terencana yang tidak
memerlukan perawatan inap dari keperawatan / kebidanan. Pasien dilakukan
pemeriksaan pada saat kunjungan ke rumah sakit dan direncanakan untuk
dilakukan pembedahan, pendaftaran pasien dapat dilakukan via telepon dan dapat
dilayani mulai pukul 08.00 wib – 20.00 wib.
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien ODC adalah operasi kecil dan sedang
seperti operasi mata dengan komplikasi minimal. Pasien dipersiapkan dari rumah
dan untuk pasien dengan anestesi lokal
4. Emergency Care
Emergency care atau life saving adalah tindakan pembiusan yang dilakukan pada
pasien dengan kondisi darurat ( life saving)
22
Instalasi Bedah Sentral Rsud dr. H. Bob Bazar,SKM memberikan pelayanan
pembedahan 24 jam per hari, maka pelayanan operasi emergency/ cito ini
diharapkan dapat segera dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah permintaan
cito karena dapat mengancam kesalamatan pasien maupun dapat menyebabkan
kecacatan pasien.
Untuk penjadwalan emergency/ cito akan mendapatkan prioritas, jika
memungkinkan akan memundurkan jadwal operasi elektif sebelumnya dengan
berkolaborasi dengan dokter bedah yang bersangkutan.
Pasien bisa berasal dari IGD, VK maupun ruang rawat inap, persiapan pasien
mungkin belum lengkap manun harus dipastikan sudah ada surat persetujuan
operasinya.
BAB VI
23
ASSESSMENT GIZI
A. Asesmen Gizi
Adalah serangkaian kegiatan yang terorganisir yang memungkinkan untuk identifikasi
kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Pada asesmen awal, pasien diperiksa untuk mengidentifikasi adanya risiko nutrisional.
Pasien ini akan dikonsulkan ke nutrisionis untuk asesmen lebih lanjut. Bila ternyata
ada risiko nutrisional, dibuat rencana terapi gizi. Tingkat kemajuan pasien dimonitor
dan dicatat dalam rekam medisnya. Dokter, perawat dan ahli diet dan kalau perlu
keluarga pasien, bekerjasama merencanakan dan memberikan terapi gizi.
Hal yang harus dipenuhi oleh rumah sakit terkait nutrisi pasien adalah :
1. Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler
2. Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan
makanan dan dicatat.
3. Pesanan didasarkan atas status gizi, latar belakang agama dan budaya serta
kebutuhan pasien
4. Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan kondisi dan
pelayanannya
5. Bila keluarga menyediakan makanan, mereka diberikan edukasi tentang
pembatasan diet pasien
6. Makanan disiapkan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan
7. Makanan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan
8. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik
9. Distribusi makanan dilakukan tepat waktu, dan memenuhi sesuai permintaan
khusus pasien terkait waktu.
10.Praktik penanganan memenuhi peraturan dan perundangan yang berlaku
11.Pasien, termasuk pasien anak dan balita yang pada asesmen berada pada risiko
nutrisional, mendapat terapi gizi.
12.Suatu proses kerjasama dipakai untuk merencanakan, memberikan dan
memonitor terapi gizi.
13.Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
14.Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat dalam rekam medisnya.
Pada pelayanan gizi rumah sakit,asuhan gizi dapat dilaksanakan kepada pasien rawat
jalan dan rawat inap
24
Memberikan pelayanan kepada pasien rawat jalan atau kelompok dengan
membantu mencari solusi masalah gizinya melalui nasihat gizi mengenai jumlah
asupan makanan yang sesuai, jenis diet yang tepat, jadwal makan dan cara
makan sesuai kondisi kesehatannya.
b. Sasaran
1) Pasien dan keluarga
2) Kelompok pasien dengan masalah gizi yang sama
3) Individu pasien yang dating atau dirujuk
c. Mekanisme Kegiatan
Mekanisme pasien berkunjung untuk mendapatkan asuhan gizi dirawat jalan
berupa konseling gizi untuk pasien dan keluarga serta penyuluhan gizi untuk
kelompok adalah sbb;
1) Konseling Gizi
a) Pasien datang keruang konseling gizi atas permintaan sendiri atau dengan
membawa surat rujukan dokter dari poliklinik yang ada di rumah sakit
atau luar rumah sakit
b) Dietisien melakukan pencatatan data pasien dalam buku registrasi
c) Dietisien melakukan assesmen/pengkaji gizi dimulai dengan ukuran
pengukuran TB, BB dan IMT.
d) Dietisien melanjutkan assesmen/pengkajian gizi berupa anamese riwayat
makan,riwayat personal,membaca hasil pemeriksaan lab dan fisik klinis
(bila ada). Untuk pasien diKemudian menganalisa semua data assesmen
gizi.
e) Dietisien menetapkan diagnosis gizi
f) Dietisien memberikan intervensi gizi berupa edukasi dan konseling
dengan langkah menyiapkan dan mengisi leaflet/brosur diet sesuai dengan
penyakit dan kebutuhan gizi pasien serta menjelaskan tujuan diet, jadwal,
jenis, jumlah bahan makanan sehari menggunakan alat peraga foot
model, menjelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan, cara pemasakan dan lain lain yang disesuaikan dengan pola
makan dan keinginan serta kemampuan pasien.
g) Dietisien menganjurkan pasien untuk kunjungan ulang,utuk
mengetahui keberhasilan intervensi (monev) dilakukan monitoring dan
evaluasi gizi
h) Pencatatan hasil konseling dengan format ADIME (Asesmen,
Diagnosis, Intervensi, monitoring & Evaluasi) dimasukkan kedalam
rekam medis pasien atau disampaikan ke dokter melalui pasien diluar
rumah sakit dan diarsipkan diruang konseling
c. Mekanisme Kegiatan
1) Skrining gizi
25
Diawali oleh perawat ruangan dan penetapan order diet awal oleh dokter
dengan tujuan untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko, tidak
beresiko malnutrisi atau kondisi khusus. Idealnya skrining dilakukan oleh
perawat ruangan pada pasien baru 1x 24 jam dengan mengisi indikator
penilaian malnutrisi pada assesment rawat inap. Bila hasil skrining
menunjukkan pasien beresiko malnutri, maka dilakukan permintaan
konseling gizi kepada Ahli Gizi dengan mengisi formulir permintaan
konseling gizi untuk dikaji ulang dan dilakukan asuhan gizi terstandar oleh
dietisien. Jika hasil skrining ulang berisiko malnutisi maka dilakukan
proses asuhan gizi terstandar. Pasien sakit kritis atau kasus sulit yang
beresiko gangguan gizi berat akan lebih baik bila ditangani secara tim,
berdasarkan DPJP pasien tersebut dirujuk kepada tim.
2) Langkah PAGT
a) Assasmen /Pengkajian Gizi
Semua data yang berkaitan dengan pengambilan keputusan antara
lain riwayat gizi, riwayat gizi, riwayat personal, hasil laboratorium,
antropometri, hasil pemeriksaan fisik klinis, diet order dan perkiraan
kebutuhan zat gizi
Yang dicatat hanya yang berhubungan denagn masalah
b) Diagnosis Gizi
Pernyataan diagnosis gizi dengan format PES (Problem, Etiologi,
Symptoms)
Pasien mungkin banyak diagnosisi gizi,lakukan kajian yang
mendalam sehingga diagnosis gizi benar benar berkaitan dan dapat
dilakukan intervensi gizi
c) Intervensi Gizi
Penetapan tujuan intervensi
Preskripsi diet (kebutuhan gizi, jenis diet, bentuk makanan,
komposisi zat gizi, frekuensi makan)
Perhitungan kebutuhan gizi diberikan berdasarkan kondisi pasien
dan jenis penyakitnya
Jenis diet awal berdasarkan permintaan makanan dari dokter
jaga/DPJP. Kemudian dietisien bersama tim menentukan jenis diet
sesuai kebutuhan gizi tetapi apabila tidak sesuai dengan order
dokter akan diadakan perubah jenis diet dengan mendiskusikan
bersama DPJP. DPJP tetap menjadi penanggung jawab utama
diet.
Modifikasi diet
Perubahan makanan berupa perubahan konsistensi, jenis bahan
makanan, komposisi zat gizi, jumlah, frekuensi makan dan rute
makan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Jadwal pemberian diet sesuai dengan peraturan rumah sakit.
Jalur makan dapat diberikan melaui oral, enteran atau parenteral.
d) Implementasi
Dietisien melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan gizi
kepada pasien yang terkait. Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan
data kembali dimana data tersebut dapat menunjukkan respon pasien
dan perlu tidaknya modifikasi intervensi gizi.
26
Umumnya berdasarkan gejala dan tanda dari diagnosis gizi antara
lain berat badan, asupan, hasil pemeriksaan lab dan gejala klinis
yang berkaitan. Monitoring pada kunjungan ulang mengkaji:
Asupan total energy, persentasi Asupan KH, Protein, Lemak dari
total energy dan asupan zat gizi terkait diagnosis pasien
Riwayat diet dan perubahan BB dan status gizi
Biokimia
Kepatuhan terhadap anjuran gizi
Memilih makanan dan pola makan
f) Evaluasi
Dampak prilaku/respon dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat
pemahaman, prilaku, akses dan dan kemampuan yang mungkin
mempunyi pengaruh pada asupan makanan dan zat gizi yang dicatat
dalam rekam medis pasien
Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan
dan atau zat gizi dari berbagai sumber
Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi.
Pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia, dan
parameter pemeriksaan fisik klinis
Dampak terhadap pasien terkait gizi pengukuran yang terkait dengan
persepsi pasien terhadap intervensi yang diberikan dari dampak pada
kualitas hidupnya.
BAB VII
ASSESSMENT NYERI
A. Asesmen Nyeri
27
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan
jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional
yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. (International Association for
the Study of Pain)
b. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
c. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri
kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan
dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti
Pada saat asesmen awal dan asesmen ulang, prosedur skrining dilakukan untuk
mengidentifikasi pasien dengan rasa sakit, pasien dapat diobati di rumah sakit atau
dirujuk untuk pengobatan. Lingkup pengobatan berdasarkan pelayanan yang tersedia
di rumah sakit.
Bila pasien diobati di rumah sakit, dilaksanakan asesmen yang lebih komprehensif.
Asesmen disesuaikan dengan umur pasien dan mengukur intensitas dan kualitas rasa
nyeri, seperti karakter rasa nyeri, frekuensi, lokasi dan durasi. Asesmen ini dicatat
sedemikian rupa agar memfasilitasi /memudahkan asesmen ulang yang reguler dan
follow up sesuai kriteria yang dikembangkan oleh rumah sakit dan kebutuhan pasien.
a. Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun
yangdapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri
yang dirasakannya.
b. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan
dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
a) 0 = tidak nyeri
b) 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
c) 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
d) 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari) 3
28
b. Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang
paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi
nyeri
a) 0 – 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali
b) 2 – 3 = sedikit nyeri
c) 4 – 5 = cukup nyeri
d) 6 – 7 = lumayan nyeri
e) 8 – 9 = sangat nyeri
f) 10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)
3) COMFORT scale
a. Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif / kamar
operasi / ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric
Rating Scale atau Wong-Baker FACES Pain Scale
.
b. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5,
dengan skor total antara 9 – 45.
a) Kewaspadaan
b) Ketenangan
c) Distress pernapasan
d) Menangis
e) Pergerakan
f) Tonus otot
g) Tegangan wajah
h) Tekanan darah basal
i) Denyut jantung basal
COMFORT Scale
Kategori Skor Tanggal / waktu
29
Distress 1 – tidak ada respirasi spontan dan tidak
pernapasan ada batuk
2 – respirasi spontan dengan sedikit /
tidak ada respons terhadap ventilasi
3 – kadang-kadang batuk atau terdapat
tahanan terhadap ventilasi
4 – sering batuk, terdapat tahanan /
perlawanan terhadap ventilator
5 – melawan secara aktif terhadap
ventilator, batuk terus-menerus /
tersedak
Menangis 1 – bernapas dengan tenang, tidak
menangis
2 – terisak-isak
3 – meraung
4 – menangis
5 – berteriak
Pergerakan 1 – tidak ada pergerakan
2 – kedang-kadang bergerak perlahan
3 – sering bergerak perlahan
4 – pergerakan aktif / gelisah
5 – pergrakan aktif termasuk badan dan
kepala
Tonus otot 1 – otot relaks sepenuhnya, tidak ada
tonus otot
2 – penurunan tonus otot
3 – tonus otot normal
4 – peningkatan tonus otot dan fleksi
jari tangan dan kaki
5 – kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari
tangan dan kaki
Tegangan 1 – otot wajah relaks sepenuhnya
wajah 2 – tonus otot wajah normal, tidak
terlihat tegangan otot wajah yang
nyata
3 – tegangan beberapa otot wajah
terlihat nyata
4 – tegangan hampir di seluruh otot
wajah
5 – seluruh otot wajah tegang, meringis
Tekanan 1 – tekanan darah di bawah batas
darah basal normal
2 – tekanan darah berada di batas
30
normal secara konsisten
3 – peningkatan tekanan darah sesekali
≥15% di atas batas normal (1-3 kali
dalam observasi selama 2 menit)
Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang,
asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
4) Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa
jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
a. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien
b. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana
nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang
menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum
pasien pulang dari rumah sakit.
c. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen
ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena
d. Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam
setelah pemberian obat nyeri.
Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis
medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri
neuropatik).
31
a. Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri
b. Menenangkan ketakutan pasien
c. Tatalaksana nyeri
d. Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri
sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah
32
BAB VIII
ASESMEN TAMBAHAN
A. Asesmen Tambahan
Asesmen awal dari tipe-tipe pasien atau populasi pasien tertentu memerlukan
modifikasi proses asesmen. Modifikasi ini didasarkan atas karakteristik yang unik atau
menentukan setiap populasi pasien. Rumah sakit mengidentifikasi kelompok pasien
khusus dan memodifikasi proses asesmen untuk memenuhi kebutuhan khusus ini.
Secara khusus, apabila rumah sakit, melayani satu atau lebih pasien atau populasi
dengan kebutuhan khusus seperti daftar di bawah ini, maka rumah sakit melakukan
asesmen individual untuk :
a) Anak-anak
b) Dewasa Muda
c) Lanjut usia yang lemah
d) Sakitterminal
e) Pasien dengan rasa nyeri yang kronis dan intens
f) Wanita dalam proses melahirkan
g) Wanita dalam proses terminasi kehamilan
h) Pasien dengan infeksi atau penyakit menular
Proses asesmen dimodifikasi agar konsisten dengan undang-undang dan
peraturan dan standar profesi terkait dengan populasi dan situasi demikian dengan
melibatkan keluarga bila perlu.
B. Asesmen Kebidanan
Serangkaian proses yang berlangsung saat pasien awal rawat inap pemeriksaan akan
dilakukan secara sistematis untuk mengidentifikasi masalah kebidanan pada pasien,
antara lain :
1. Keluhan utama
Adalah keluhan yang dirasakan oleh ibu yang menyebabkan adanya gangguan,
diantaranya adalah :
1) After pain (mules-mules pada perut)
2) Masalah pengeluaran pengeluaran lochea
3) nyeri pada bekas jahitan
4) Nyeri dan tegang payudara karena bendungan AS
5) Cemas karena belum bisa bertemu bayinya
2. Riwayat Keluhan
Apa saja yang pernah dirasakan oleh ibu
3. Riwayat Menstruasi
1) Menarche
2) Siklus
3) Teratur
4) Tidak teratur
5) Lama
6) Volume
7) Keluhan saat haid
4. Riwayat Perkawinan
1) Status
2) Berapa kali
33
3) Umur menikah
4) Tahun menikah
5) cerai
5. Riwayat Obstetri
1) Kehamilan keberapa
2) Umur kehamilan
3) Jenis persalinan
4) Penolong
5) BBL
6) Keadaaan anak sekarag
7) menyusui
6. Riwayat KB
a) Kapan
b) Jenis
c) Lamanya
7. Riwayat Hamil Ini
ANC yang sudah dilakukan, keluhan serta tindakan apa yang sudah didapatkan
8. Riwayat Penyakit yang Lalu
Penyakit apa yang pernah diderita oleh ibu dan mendukung dengan keadaannya
sekarang
9. Riwayat Alergi
Apakah pernah mengalami alergi
10. Riwayat Penyakit Keluarga
Apa saja penyakit yang pernah diderita oleh keluarga yang berhubungan kasus saat
ini yang derita oleh ibu
11. Riwayat Ginekologi
Apakah pernah mengalami gangguan kesehata reproduksi
12. Kebutuhan Biopsikososial
a. Pola makan
b. Pola minum
c. Pola eliminasi
d. Pola istirahat
e. Psikologi
f. Dukungan social
g. spiritual
13. Data Obyektif
a) Pemeriksaan umum
Meliputi pemeriksaan tekanan darah , nadi, temperature, pernafasan,
keadaan umum pada setiap kasus.Tekanan darah dan nadi harus diukur
setiap seperempat jam pada periode pemulihan sesaat pascaoperasi. Suhu
harus diukur setiap 2 jam (myles, 2009). Suhu yang melebihi 38 0C pasca
pembedahan hari ke 2 harus dicari penyebabnya. Yakinkan pasien bebas
demam selama 24 jam sebelum keluar dari rumah sakit. Jika ada tanda
infeksi atau pasien demam, berikan antibiotika sampai bebas demam selama
48 jam ( sarwono,2008).
b) Pemeriksaan fisik
Dilakukan secara focus sesuai dengan kasus yang dikerjakan
c) Pemeriksaan kebidanan
Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus kebidanan mulai dari abdomen
sampai dengan genetalia
14. Prosedur Invasif
Alat yangterpasang saat itu, meliputi : infuse intravena, central line, dower
Catether, selang NGT
34
15. Kontrol Resiko Infeksi
Apakah mengalami infeksi : MRSA, TB dll dan tindakan apa yang sudah
dilakukan
35
BAB IX
ASESMEN TAHAP TERMINAL
A. Asesmen Terminal
Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit
dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi
kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama proses
penderitaan /sekarat pasien.
Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin
memburuk.
Kepada pasien yang akan meninggal dan keluarganya, dilakukan asesmen dan asesmen
ulang sesuai kebutuhan individual mereka
Asesmen dan asesmen ulang perlu dilaksanakan secara individual untuk memenuhi
kebutuhan pasien dan keluarga apabila pasien mendekati kematian. Asesmen dan
asesmen ulang, sesuai kondisi pasien, harus mengevaluasi :
a) Gejala seperti mau muntah dari kesulitan pernapasan
b) Faktor-faktor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik
c) Manajemen gejala saat ini dan hasil respon pasien
d) Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok
agama
e) Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa,
penderitaan, rasa bersalah atau pengampunan
f) Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga, lingkungan
rumah yang memadai apabila diperlukan perawatan di rumah, cara mengatasi
dan reaksi pasien dan keluarga atas penyakit pasien
g) Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite services) bagi pasien,
keluarga dan pemberi pelayanan lain
h) Kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain
i) Faktorrisiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi
patologis atas kesedihan.
1. Asesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut:
a. Asesmen tingkat pemahaman pasien &/ keluarga :
1) Closed Awareness: pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan
segera sembuh.
2) Mutual Pretense: keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak
membicarakannya lagi, Kadang- kadang keluarga menghindari percakapan
tentang kematian demi menghindarkan dari tekanan.
3) Open Awareness: keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan
tidak merasa keberatan untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit
dan sakit. Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam
36
merencanakan pemakaman. Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat
menyampaikan isu yang sensitive bagi keluarga seperti autopsi atau donasi
organ.
3) Persyarafan ( brain )
a. Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan
kesadaran pasien
b. Berapa ukuran ICP dalam CmH2O
c. Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil
d. Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan
e. Lain – lain bila ada
4) Perkemihan ( bladder )
a. Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor
b. Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari
c. Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan
dower kateter
d. Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana
warnanya, bagaimana baunya
5) Pencernaan ( bowel )
b. Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun
c. Bagaimana porsi makan, habis atau tidak
d. Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa
e. Apakah mulut bersih, kotor dan berbau
f. Apakah ada mual atau muntah
37
g. Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak,
bagaimana konsistensi, warna dan bau dari feses
6) Muskuloskeletal / intergumen
a. Bagaimana kemapuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas
b. Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan, pucat
atau hiperpigmentasi
c. Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya
d. Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya
e. Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apajenis
lukanya
f. Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya
g. Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apajenis
frakturnya
h. Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya
f. Intervensi keperawatan
a. Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien
b. Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien
c. Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas
d. Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat
e. Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/ infeksi kornea
f. Lakukan oral hygiene
g. Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada
daerah penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu putih untuk
mencegah dekubitus
38
h. Lakukan manajemen nyeri yang memadai
i. Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa
j. Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada keluarga yang
berduka
k. Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap
asuhan pasien, seperti penghentian bantuan hidup
(withdrawinglifesupport) atau penundaan bantuan hidup
(withholding life support).
2. Aspek Medis
a. Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka beberapa
intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
1) Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO) Pemberian bantuan hidup
dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas atau henti jantung.
RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas dan tidak menunjukan
tanda–tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
3) Pemberian Nutrisi
a) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan
makanan lewat mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding
tube untuk memenuhi nutrisi pasien tersebut
b) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara
langsung ke dalam pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga kebutuhan
nutrisi pasien.
4) Tindakan Dialisis
Tindakan dialysis diberikan pada pasien terminal yang mengalami penurunan
fungsi ginjal, baik yang akut maupun yang kronik dengan LFG < 15 mL/menit.
Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi
toksin dalam tubuh yang disebut sebagai uremia.
5) Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan
pasien lainnya. Infeksi berat ini paling seringditemukan pada saluran
pernapasan, saluran kemih, peredaran darah, atau daerah trauma/operasi.
Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas,
pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab
meningkatnya risiko infeksi ini bersifat multifaktorial, meliputi penurunan fungsi
imun, gangguan fungsi barrier usus, penggunaan antibiotik spektrum luas,
katekolamin, penggunaan preparat darah, atau dari alat kesehatan yang
digunakan (seperti ventilator). Pasien menderita penyakit terminal dengan
prognose yang buruk hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak atau
menerima bila dilakukan resusitasi maupun ventilator.
39
b. Withdrawing life support & withholding life support
Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (with
drawing life support) dan penundaan bantuan hidup (with holding life
support) yang dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat intensif care
(IRIR dan ROI I). Keputusan with drawing / with holding adalah keputusan
medis dan etis yang dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi dan 2 (dua)orang dokter
lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit. Adapun persyaratan with
drawing life support & with holding life support sebagai berikut :
1) Informed Consent
Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakan penghentian/
penundaan bantuan hidup (with drawing/with holding life support) pada
seorang pasien, maka harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.
Persetujuan penghentian/penundaan bantuanhidup oleh keluarga terdekat
pasien harus diberikan secara tertulis (written consent) dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam Formulir Pernyataan Pemberian
Informasi Kondisi Terminal yang disimpan dalam rekam medis pasien,
dimana pernyataan tersebut diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan
dari tim DPJP yang bersangkutan mengenai beberapa hal sebagai berikut:
1) Diagnosis :
a. Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat tersebut
b. Indikasi dan keadaan klinis pasien yang membutuhkan with drawing
/with holding life support
2) Terapi yang sudah diberikan
3) Prognosis:
a. Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).
40
BAB X
ASSESSMENT TRANSFER (KONSULTASI)
41
BAB XI
ASSESSMENT DISCHARGE PLANNING
42
9) Korban dari kasus kriminal
10)Trauma multipel
11)Tidak bekerja / tidak ada asuransi
16. Identifikasi dan diskusi pilihan perawatan apa yang tersedia untuk pasien
17. Verifikasi availabilitas tempat perawatan pasien setelah pulang dari rumah
sakit.
43
BAB XII
ASESMEN LANJUT (ULANG)
Oleh karena itu sangat perlu bahwa asesmen ulang ini baik medis, keperawatan dan
asesmen lain yang berarti, didokumentasikan dengan baik dan dapat dengan cepat
dan mudah ditemukan kembali dalam rekam medis. Berdasarkan asesmen ulang
pasien oleh praktisi pelayanan kesehatan, maka rencana diperbaharui sesuai dengan
perubahan kondisi pasien. Hasil asesmen ulang dicatat dalam rekam medis pasien
untuk informasi dan digunakan oleh semua staf yang memberi pelayanan.Tempat di
rekam medis untuk mencatat asesmen ulang ini adalah pada Catatan Perkembangan
Teritegrasi.
Asesmen ulang oleh dokter terintegrasi dalam proses asuhan pasien yang sedang
berlangsung. Dokter melakukan asesmen pasien gawat darurat setiap hari, termasuk
akhir minggu, dan bila sudah ada perubahan yang signifikan pada kondisi
pasien.Asesmen ulang dilaksanakan dan hasilnya dicatat dalam rekam medis pasien :
a. Pada interval yang reguler selama pelayanan (contoh, secara periodik perawat
mencatat tanda-tanda vital sesuai kebutuhan berdasarkan kondisi pasien).
b. Setiap hari oleh dokter pada pasien
c. Sebagai respons terhadap perubahan kondisi pasien yang signifikan.
d. Bila diagnosis pasien telah berubah dan kebutuhan asuhan memerlukan
perubahan rencana.
e. Untuk menetapkan apakah obat-obatan dan pengobatan lain telah berhasil dan
pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan.
44
dengan kemampuan fungsional yang independen atau pada kondisi potensial yang
terbaik.
Cara yang paling efektif untuk mengidentifikasi pasien dengan kebutuhan gizi atau
fungsional adalah melalui kriteria skrining, dimana formulir asesmen awal keperawatan
dapat memuat kriteria ini. Pada setiap kasus kriteria skrining dikembangkan oleh staf
yang kompeten yang mampu melakukan asesmen lanjutan, dan bila perlu, membuat
persyaratan pengobatan pasien. Contoh, kriteria skrining untuk risiko nutrisional
dapat dikembangkan oleh perawat yang akan menerapkan kriteria tersebut, ahli gizi
yang akan menyediakan intervensi diet yang direkomendasikan dan nutrisionis yang
mampu mengintegrasikan kebutuhan nutrisi dengan kebutuhan lain dari pasien,
sedangkan skrining status fungsional dikembangkan kriterianya oleh staf medis rehab
medis.
45
BAB XIII
ASESMEN TERINTEGRASI
A. Asuhan Pasien
Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien oleh praktisi para
Professional Pemberi Asuhan (PPA) yang multi profesi yaitu : Dokter, Perawat, Ahli Gizi,
Fisioterapis, Radiografer, Analis Laboratorium, Apoteker/Petugas Farmasi, Pekerja
Sosial, dsb. Proses asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan semua PPA tersebut
diatas, sehingga pengintegrasian dan koordinasi aktivitas asuhan pasien menjadi tujuan
agar menghasilkan proses asuhan yang efisien, penggunaan yang lebih efektif sumber
daya manusia dan sumber daya lain, dengan kemungkinan hasil asuhan pasien yang
lebih baik, dimana Dokter (DPJP) bertindak sebagai Team Leader.
Hasil atau kesimpulan dari tim asuhan atau diskusi tentang kolaborasi dicatat dalam
rekam medis pasien di catatan perkembangan pasien terintegrasi.
Rencana pelayanan diintegrasikan dan dikoordinasikan diantara berbagai unit kerja
dan pelayanan.. Proses perencanaan menggunakan data dan asesmen awal pasien dan
asesmen ulang periodik untuk menetapkan dan menyusun prioritas pengobatan,
prosedur, asuhan keperawatan, dan asuhan lain untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Pasien dan keluarga diikut sertakan dalam proses perencanaan. Rencana asuhan untuk
setiap pasien direncanakan oleh PPA dan dicantumkan dalam rekam medis pasien serta
dikembangkan dalam waktu paling lama 24 jam setelah pasien diterima di rawat inap.
Rencana asuhan dicatat dalam bentuk kemajuan terukur pencapaian sasaran.Kemajuan
yang diantisipasi dicatat atau direvisi sesuai kebutuhan; berdasarkan hasil asesmen
ulang atas pasien oleh pemberiasuhan.
Rencana asuhan untuk seorang pasien harus terkait dengan kebutuhannya. Kebutuhan
ini mungkin berubah sebagai akibat perbaikan klinis, informasi baru dari asesmen ulang
yang rutin (contoh, hasil laboratorium atau radiografi yang abnormal), atau karena
perubahan keadaan pasien yang tiba-tiba (contoh, penurunan kesadaran). Bila
kebutuhan berubah, rencana asuhan pasien pun berubah. Perubahan ditulis dalam
rekam medis sebagai catatan pada rencana awal, perbaikan atau sasaran asuhan yang
baru, atau dapat menjadi suatu rencana yang baru. Jadi satu rencana asuhan tunggal
dan terintegrasi yang mengukur pencapaian sasaran yang diharapkan setiap disiplin,
lebih baik daripada rencana terpisah oleh masing-masing praktisi pelayanan.
Rencana pelayanan untuk setiap pasien harus mencerminkan tujuan yang bersifat
individual, obyektif dan sasaran asuhan yang realistik untuk memungkinkan asesmen
ulang dan revisi rencana pelayanan.
46
identifikasi, ditetapkan urutan kepentingannya, dan dibuat keputusan pelayanan.
Integrasi dari temuan ini akan memfasilitasi koordinasi pemberian pelayanan.
Semua proses asuhan pasien oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) harus dicatat
dalam berkas rekam medis pasien pada lembar Catatan Perkembangan Paien
Terintegrasi (CPPT) secara runtut sesuai dengan perjalanan asuhan yang dialami pasien
di RS, mulai dari Assesmen Awal sampai pada Resume Pulang. Dalam pencatatan
tersebut dokter menulis menggunakan pulpen tinta warna hitam, sedangkan untuk
tenaga kesehatan selain dokter menggunakan pulpen tinta warna biru.
Pencatatan dalam berkas rekam medis mengikuti kaidah Problem Oriented Medical
record (POMR) yaitu dengan pola S (subyektif, keterangan/keluhan pasien), O (objektif,
fakta yang ditemukan pada pasien melalui pemeriksaan fisik dan penunjang), A
(analisis, merupakan kesimpulan/diagnose yang dibuat berdasarkan S dan O) dan P
(plan, rencana asuhan yang akan diterapkan pada pasien) serta tulis nama dan paraf
diakhir catatan.
47
BAB XIV
AESMEN INFORMASI DAN EDUKASI
Assesment kebutuhan edukasi pada pasien dan keluarga adalah proses menentukan
kebutuhan pasien dan keluarga akan pembelajaran tentang kondisi atau penyakit yang
berhubungan dengan pasien.
Pengelolaan kegiatan pemberian informasi dan edukasi pasien dan keluarga di RSUD
dr.H.Bob Bazar,SKM adalah sebagai berikut :
2. Bina Suasana
Sebagaimana disebutkan dimuka, pihak yang paling berpengaruh terhadap
pasien rawat jalan adalah orang yang mengantarkannya ke rumah sakit.
Mereka ini tidak dalam keadaan sakit,sehingga memungkinkan untuk
mendapatkan informasi dari berbagai media komunikasi yang tersedia di
Poliklinik, khususnya diruang tunggu,perlu dipasang poster-poster, disediakan
selebaran (leaflet), dipasang televisi dan DVD/VCD player yang di rancang
untuk secara terus menerus menayangkan informasi kesehatan/penyakit.
Dengan mendapatkan informasi yang benar mengenai penyakit yang diderita
pasien yang di antarnya, si pengantar di harapkan dapat membantu rumah
sakit memberikan juga penyuluhan kepada pasien. Bahkan jika pasien yang
bersangkutan juga dapat ikut memperhatikan leaflet, poster atau tayangan
yang disajikan, maka seolah-olah ia berada dalam suatu lingkungan yang
mendorongnya untuk berperilaku sesuai yang dikehendaki agar penyakit atau
masalah kesehatan yang dideritanya dapat segera di atasi.
48
3. Advokasi
Advokasi bagi kepentingan pasien rawat jalan umumnya diperlukan
jugameskipun pasien tersebut miskin. Biaya pengobatan dengan rawat jalan
bagi pasien miskin memang sudah di bayar melalui program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
Pada saat pasien sudah memasuki masa penyembuhan, umumnya pasien sangat
ingin mengetahui seluk beluk tentang penyakit nya. Walaupun ada juga pasien
yang acuh tak acuh.Terhadap mereka yang antusias, pemberian informasi dapat
segera dilakukan. Tetapi bagi mereka yang acuh tak acuh, proses pemberdayaan
harus dimulai dari awal, yaitu darifase meyakinkan adanya masalah. Sementara
itu, pasien dengan penyakit kronis dapat menunjukkan reaksi yang berbeda-beda,
seperti misalnya apatis,agresif, atau menarik diri. Hal ini dikarenakan penyakit
kronis umumnya memberikan pengaruh fisikdan kejiwaan serta dampak sosial
kepada penderitanya. Kepada pasien yang seperti ini, kesabaran dari petugas
rumah sakit sungguh sangat diharapkan,khususnya dalam pelaksanaan
pemberdayaan.
a. Pemberdayaan
Sebagaimana disebutkan di atas, pemberdayaan dilakukan terhadap pasien
rawat informasi inap pada saatmereka sudah dalam fase penyembuhan dan
terhadap pasien dengan penyakit kronis (kanker, tuberkulosis, dll). Terdapat
beberapa cara pemberdayaan atau konseling yang dapat dilakukan dalam hal
ini :
2) Biblioterapi
Biblioterapi adalah penggunaan bahan-bahan bacaan sebagai sarana
untuk membantu proses penyembuhan penyakit yang diderita pasien
rumah sakit.
3) Konseling berkelompok
Terhadap pasien yang dapat meninggalkan tempat tidur nya sejenak,
dapat dilakukan konseling secara berkelompok (3-6 orang). Untuk itu
maka di bangsal keperawatan yang bersangkutan harus disediakan suatu
tempat atau ruangan berkumpul. Konseling berkelompok ini digunakan
untuk meningkatkan pengetahuan pasien, mengubah sikap dan perilaku
pasien serta merupakan sarana bersosialisasi para pasien. Untuk konseling
berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau media komunikasi
untuk kelompok.
49
4) Pelayanan kolaboratif
Ketika tenaga kesehatan profesional yang memberi asuhan memahami
keterbatasannya dalam memberikan pendidikan pasien, maka dapat
dilakukan pelayanan kolaboratif dengan unit terkait sesuai kebutuhan
pasien. Hal ini dimaksudkan agar proses pemberian informasi dan edukasi
terhadap pasien dan keluarga dapat berjalan secara komprehensif,
konsisten dan efektif.
b. Bina Suasana
Lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap asien rawat inap adalah para
penjenguk(pembesuk). Biasanya para pembesuk ini sudah berdatangan
beberapa saat sebelum jam besuk dimulai.
2) Pendekatan keagamaan
Suasana yang mendukung terciptanya perilaku untuk mempercepat
penyembuhan penyakit juga dapat dilakukan dengan pendekatan
keagamaan. Dalam hal ini petugas rumah sakit, baik dengan upaya sendiri
ataupun dengan dibantu pemuka agama, mengajak pasien untuk
melakukan pembacaan doa-doa yang disambung dengan tausiah/nasihat
tentang pentingnya melakukan perilaku tertentu.
c. Advokasi
Untuk promosi kesehatan pasien rawat inap advokasi juga diperlukan,
khususnya dalam rangka menciptakan kebijakan atau peraturan perundang-
undangan sebagai rambu-rambu perilaku dan menghimpun dukungan sumber
daya, khususnya untuk membantu pasien miskin.
50
BAB XV
PENUTUP
Semua pasien yang datang ke rumah sakit akan dilakukan asesmen atau
pengkajian yaitu asesmen informasi (yang berisi tentang asesmen medis, riwayat
sakit dahulu), asesmen Psikologi dan Sosio-ekonomi, asesmen nyeri, asesmen gizi,
asesmen keperawatan, asesmen resiko jatuh. Dari proses asesmen awal tersebut
maka akan teridentifikasi kebutuhan pelayanan pasien dan diagnosa kerja,
kemudian diikuti dengan asesmen berkelanjutan untuk proses terapi melihat reaksi
terapi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Ditetapkan di : Kalianda
Pada tanggal : 1Maret 2020
Direktur RSUD Dr. H Bob Bazar, SKM
51