Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

Keratitis OS

Oleh:
Ichsan Mohammad Taufik., S.Ked
NPM. 18360107

Preceptor:
dr. Rahmat Syuhada., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


RS PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG
PROGRAM PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2019
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien

Nomor Rekam Medis : 129865

Nama : Tn. RS

Umur : 28 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Alamat : Sidodadi, Pesawaran

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan langsung pada pasien (auto anamnesis) pada tanggal


11 juli 2019

Keluhan Utama

Mata kiri terasa pedih ± 1/2 bulan yang lalu

Keluhan Tambahan

Pasien juga mengeluhkan mata merah, berair terus menerus, penglihatan


kabur, silau melihat cahaya dan seperti ada yang mengganjal.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik mata mengeluhkan pada mata kiri terasa pedih
± 1/2 bulan yang lalu. Kejadian bermula ± 1/2 bulan yang lalu, pasien sedang
bekerja dan terkena tatal karet di tempat kerjanya tersebut. Lalu, pasien
mengatakan bahwa mata kirinya tersebut terasa pedih, nyeri dan merah. Pasien
kemudian berobat ke klinik di dekat rumahnya dan diberikan obat tetes mata
cendo xitrol. Akan tetapi keluhan pasien sedikit berkurang,
Kemudian ± 3 hari sebelum datang ke RS, pasien mengatakan ada yang
mengganjal di mata kiri, mata yang berair terus dan rasa pedih masih timbul
begitupun saat terkena angin. Pasien juga mengatakan bahwa ia silau melihat
cahaya dan penglihatan mulai kabur.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan seperti tersebut


sebelumnya dan pasien tidak pernah menggunakan lensa kontak dan kacamata
sebelumnya. Pasien pula menyangkal adanya penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

Riwayat Alergi Obat

Alergi obat disangkal

III. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah 120/90 mmHg

Nadi 80x /menit

RR 20x /menit

Suhu 36,5oC

Status Generalis

Kepala : Normocephali

Leher : KGB dan tiroid tidak teraba


Jantung : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru : Suara napas vesicular, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen : Bising usus (+) normal, hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas : Akral superior: hangat (+/+), edema (-/-), inferior: hangat (+/+),
edema (-/-)

Status Oftalmologis Regio Orbita

Pemeriksaan OD Infiltrat OS
Visus 20/20 20/64
Koreksi - Tidak dikoreksi
Gerak bola mata

Kedudukan bola mata Orthoforia Orthoforia


Palpebra superior Edema (-), hiperemis Edema (-), hiperemis
(-) (-)
Palpebra inferior Edema (-), hiperemis Edema (+), hiperemis
(-) (+)
Konjungiva
Tarsalis superior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Tarsalis inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bulbi Injeksi siliar (-) Injeksi Siliar (+)
Sklera Ikterik (-), hiperemis (-) Ikterik (-), hiperemis (-)
Kornea Edema (-) Tampak bercak infiltrat
soliter (+), berwarna
putih keabuan
COA Dalam batas normal Dalam batas normal
Iris Coklat tua Coklat tua
Pupil Bulat, Reflek cahaya Bulat, Reflek cahaya
(+) (+)
Lensa Jernih Jernih

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Tonometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Fluorescen Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Slit lamp Normal Adanya Infiltrat

IV. Resume Medis

Pasien datang ke poliklinik mata mengeluhkan pada mata kiri terasa

pedih ± 1/2 bulan yang lalu. Kejadian bermula ± 1/2 bulan yang lalu, pasien
sedang bekerja dan terkena tatal karet di tempat kerjanya tersebut. Lalu,

pasien mengatakan bahwa mata kirinya tersebut terasa pedih, nyeri dan

merah. Pasien kemudian berobat ke klinik di dekat rumahnya dan diberikan

obat tetes mata cendo xitrol. Akan tetapi keluhan pasien sedikit berkurang,

Kemudian ± 3 hari sebelum datang ke RS, pasien mengatakan ada

yang mengganjal di mata kiri, mata yang berair terus dan rasa pedih masih

timbul begitupun saat terkena angin. Pasien juga mengatakan bahwa ia silau

melihat cahaya dan penglihatan mulai kabur.

Pada pemeriksaan oftalmologi oculi sinistra : Tajam penglihatan

20/64, oculi dextra tajam penglihatan 20/20. Pada palpebra inferior sinistra

terdapat hiperemis (+) dan edema (+). Terdapat bercak infiltrat halus

berbentuk oval bulat, berwarna putih keabuan, tersebar merata pada kornea di

oculi sinistra. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang

dan status generalis dalam batas normal.

IV. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

V. Usulan Pemeriksaan

1. Lab darah rutin

2. Uji Fluoresein

3. Pewarnaan Gram

4. Kultur bakteri

VI. Diagnosis Banding


1. Keratitis OS

2. Uveitis Anterior OS

3. Glaukoma akut sudut tertutup OS

VII. Rencana Terapi

 Non-medikamentosa

1. Menjaga higenitas mata

2. Mencuci tangan dengan bersih

3. Tidak mengucek mata yang sakit

4. Memakai kacamata pelindung

 Medikamentosa

1. Levofloxacin 5mg ED No. I

S 6 dd gtt 1 OS

2. Sodium chloride kalium chloride EDMD No. I

S 4 dd gtt 1 OS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keratitis
2.1.1 Definisi

Keratitis merupakan peradangan kornea akibat terjadinya infiltrasi sel

radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat

terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan

menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah

perikorneal yang dalam atau injeksi siliar.

2.1.2 Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor (Ilyas, 2004), diantaranya:

1. Virus

2. Bakteri

3. Jamur

4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari

5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak

6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya

pembentukan air mata

7. Adanya benda asing di mata

8. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau partikel

udara seperti debu, serbuk sari

2.1.3 Patofisiologi

Epitel adalah sawar yang penting terhadap masuknya mikroorganisme

kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler
dan membran bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme

seperti amoeba, bakteri dan jamur. Streptoccus pneumoni adalah bakteri patogen

kornea sejati, patogen memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah

(misalnya pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan

infeksi.

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak

dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak mengandung

vaskularisasi. Sel-sel di stroma pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru

kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak

sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrat yang tampak sebagai

bercak berwarna kelabu, keruh dan permukaan yang tidak licin. Kemudian dapat

terjadi kerusakan epitel kornea dan timbul ulkus yang dapat menyebar

kepermukaan dalam stroma. Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea

dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran descement dan

endotel kornea. Baru demikian iris dan badan siliar meradang dan timbulah

kekeruhan di cairan coA, disusul dengan terbentuknya hipopion.

Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran

descement maka dapat timbul tonjolan membran descement yang disebut mata

lalat atau descemetocele. Pada peradangan di permukaan kornea, penyebuhan

dapat berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang lebih

dalam, penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat

berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkus lebih mendalam lagi dapat
timbul perforasi yang dapat mengakibatkan enfoftalmitis, panoftalmitis, dan

berakhir dengan ptisis bulbi.

2.1.4 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil

pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma,

adanya riwayat penyakit trauma, misalnya pada keratitis herpetik akibat infeksi

herpes simpleks yang kambuh. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh

pasien, karena kortikosteroid merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,

atau virus terutama herpes simpleks.

Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan,

adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan sedikit kabur,

dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan

mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki bnyak serabut nyeri, sehingga

sangat sensitif. Kebnyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam

menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea

bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk

refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke

mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama

apabila lesi sentral pada kornea.

Fotofobia akan terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris

yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang

disebabkan iritasi pada ujung selaput saraf pada kornea. Pasien biasanya juga

mengeluhkan mata berair namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata
yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. Dalam mengevaluasi

peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan

merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan hasil dari struktur

kornea hasil dari proses di wktu lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat

membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan

kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan,

pewarnaan dengan fluresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi

dari infiltrasi pada kornea, edema kornea dan keadaan bilik mata depan. Tanda-

tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit

dan respon terhadap pengobatan.

Pemeriksaan diagnostik yangbiasa dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan tajam penglihatan

Dilakukan untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap mata secara terpisah.

Pemeriksaan dapat dilakukan menggunakan kartu Snellen atau secara manual

(hitung jari).

2. Uji dry eye

Termasuk pemeriksaan terhadap lapis film air mata (tear film), danau air mata

(tear lake), dilakukan uji break up time tujuannya yaitu untuk melihat fungsi

fisiologik film air mata yang melindungi kornea. Penilaiannya dalam keadaan

normal film air mata mempunyai watu pembasahan kornea lebih dari 25 detik.

Pembasahan kurang dari 15 detik menunjukan air mata tidak stabil.

3. Ofthalmoskop
Untuk melihat kelainan serabut retina, serat yang pucat atropi, tanda lain juga

dapat terlihat seperti peradangan peripapilar.

4. Keratometri (pengukuran kornea)

Untuk mengetahui kelengkungan kornea, tear lake juga dapat terlihat dengan cara

fokus kita alihkan kelateral bawah.

5. Tonometri digital palpasi

Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau

sulit dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea.

2.1.5 Klasifikasi

Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, bentuk dan penyebabnya

yaitu :

1. Berdasarkan lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:

a. Keratitis Pungtata

Keratitis pungtata adalah keratitis dengan infiltrat halus pada kornea yang dapat

terletak superfisial dan subepitel (Ilyas, 2004). Keratitis Pungtata disebabkan oleh

hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada Moluskum kontangiosum, Akne

rosasea, Herpes simpleks, Herpes zoster, Blefaritis neuroparalitik, infeksi virus,

vaksinisia, trakoma, trauma radiasi, dry eye, keratitis lagoftalmos, keracunan obat

seperti neomisin, tobramisin dan bahaya pengawet lainnya. Gejala klinis dapat

berupa rasa sakit, silau, mata merah, dan merasa kelilipan.


Gambar 2.3 Keratitis Pungtata

b. Keratitis Marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus.

Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan

adanya blefarokonjungtivitis (Ilyas, 2004). Penyebab keratitis ini adalah

Strepcoccus pneumonie, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata dan Esrichia.

Penderita akan mengeluhkan sakit, seperti kelilipan, lakrimasi, disertai fotofobia

berat.

Gambar 2.4 Keratitis Marginal

c. Keratitis Interstisial

Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke

dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis

interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering

dari keratitis interstitial (Hollwich, 1993). Keratitis Interstisial dapat terjadi akibat

alergi atau infeksi spiroket ke dalam stroma kornea dan akibat tuberkulosis (Ilyas,
2004). Biasanya akan memberikan gejala fotofobia, lakrimasi, dan menurunnya

visus.

Gambar 2.5 Keratitis Interstisial

2. Berdasarkan penyebabnya keratitis diklasifikasikan menjadi:

a. Keratitis Bakteri

Setiap bakteri seperti Staphylococcus, Pseudomonas, Hemophilus, Streptococci

dan Enterobacteiacea dapat mengakibatkan keratitis bakterial. Dengan faktor

predisposisi seperti pemakaian kontak lens, tauma, kontaminasi obat tetes. Pasien

biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi,

penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada

pemeriksaan bola mata eksternal terdapat hiperemis perikornea, blefarospasme,

edema kornea, infiltrasi kornea.

Pada infeksi mata karena bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus

pneumoniae ditandai dengan infiltrat berbentuk oval berwarna kuning-putih,

terjadi supurasi pada stroma yang padat dan putih,

Gambar 2.6 Keratitis Bakteri


Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae

Sedangkan pada infeksi mata karena bakteri Pseudomonas ditandai dengan

eksudat mukopurulen, dan nekrosis liquevactive

Gambar 2.6 Keratitis Bakteri Pseudomonas

Pada keratitis bakteri Enterobacteriaeceae ditandai dengan ulserasi yang dangkal,

stromal opalescence dan stromal ring.

b. Keratitis Jamur

Infeksi jamur pada kornea yang dapat disebut juga mycotic keratitis. Penyebab

yaitu karena trauma kornea oleh ranting pohon, daun dan tumbuh-tumbuhan, efek

samping penggunaan antibiotik dan kortikosteroid yang tidak tepat. Kebanyakan

jamur disebabkan oleh Fusarium, Filamentous, Yeast, Candida, Aspergillus.

Pasien akan mengeluh sakit mata yang hebat, berair, penglihatan menurun dan

silau. Pada mata akan terlihat infiltrat kelabu, disertai hipopion, peradangan,

ulserasi superfisial dan satelit bila terletak di dalam stroma.

Gambar 2.8 Keratitis Jamur


c. Keratitis Virus

1. Keratitis Herpetik

Disebabkan herpes simpleks dan herpes zoster.

2. Keratitis Herpes Simpleks

Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada

kornea. Keratitis karena herpes simpleks dibagi 2 bentuk yaitu epitelial dan

stromal.

Epitelial adalah keratitis dendritik, terjadi pembelahan virus di dalam sel epitel

yang mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea

superfisial.Stromal adalah keratitis disiformis, akibat reaksi imunologik tubuh

terhadap virus yang menyerang. Biasanya infeksi herpes simpleks berupa

campuran antara epithelial dan stromal

3. Keratitis Dendritik

Merupakan keratitis superfisial yang membentuk garis infiltrate pada

permukaan kornea kemudian membentuk cabang. Disebabkan oleh virus herpes

simpleks. Gejalanya adalah fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan menurun,

konjungtiva hiperemi, disertai sensibilitas kornea yang hipestesia.

Gambar 2.9 Keratitis Dendritik

4. Keratitis Disiformis
Merupakan keratitis yang membentuk kekeruhan infiltrat yang bulat atau

lonjong didalam jaringan kornea. Penyebab yaitu infeksi virus herpes simpleks.

Merupakan reaksi alergi atau imunologik terhadap virus hepes simpleks pada

permukaan kornea.

Gambar 2.10 Keratitis Disiformis

d. Keratitis Alergi

Etiologinya yaitu reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata,

biasanya penderita sering menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumput-

rumputan. Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi

sekret mukoid. Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti

lilin), gatal, fotofobia, sensasi benda asing, mata berair dan blefarospasme.

1. Keratokonjungtivitis Epidemi

Merupakan keratitis akibat reaksi peradangan kornea dan konjungtiva yang di

sebabkan oleh reaksi alergi adenovirus tipe 8, 19 atau 37. Penyakit ini bisa timbul

sebagai suatu epidemi, bersifat bilateral. Gejala yaitu demam, gangguan saluran

nafas, penglihatan menurun, merasa ada benda asing, berarir, kadang nyeri. Pada

mata ditemukan edema kelopak dan folikel konjungtiva, pseudomembran pada

konjungtiva tarsal yang membentuk jaringan parut, kelenjar preaurikel membesar.

2. Keratokonjungtivitis Flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva sebagai suatu reaksi

imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap

antigen. Gejalanya adalah lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit, hiperemia

konjungtiva, menebalnya epitel kornea, perasaan panas serta gatal dan penglihatan

berkurang. Pada limbus terdapat benjolan putih keabuan dikelilingi daerah

konjungtiva yang hiperemi.

3. Keratokonjungtivitis Vernal

Merupakan peradangan pada tarsus dan konjungtiva yang rekuren. Muncul

pada musism panas, anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan anak

perempuan. Gejala yaitu gatal, disertai riwayat alergi, blefarospasme, fotofobia,

penglihatan buram, dan kotoran mata serat-serat. Hipertropi papil kadang

berbentuk cobble stone pada kelopak atas dan konjungtiva daerah limbus.

4. Tukak atau ulkus fliktenular

Tukak flikten sering ditemukan berbentuk sebagai benjolan abu-abu, yang

pada kornea terlihat sebagai :

- Ulkus fasikular, berbentuk ulkus yang menjalar melintas kornea dengan

pembuluh darah jelas dibelakangnya

- Flikten multiple di sekitar limbus

- Ulkus cincin yang merupakan gabungan ulkus.

5. Keratokonjungtivitis fasikularis

Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar dari

limbus ke arah kornea. Biasanya berupa tukak kornea yang menjalar dari arah
limbus ke arah kornea. Biasanya berupa tukak kornea akibat flikten yang menjalar

ke daerah sentral disertai fasikulus pembuluh darah.

Keratitis fasikularis adalah suatu penampilan flikten yang berjalan (wander

phylcten) yang membawa jalur pembuluh darah baru sepanjang permukaan

kornea. Pergerakan dimulai dari limbus, dapat berbentuk flikten multiple di

sekitar limbus ataupun ulkus cincin, yang merupakan gabungan ulkus cincin.

e. Keratitis Neuroparalitik

Merupakan keratitis akibat kelaianan saraf trigeminus sehingga

terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.

Gejalanya adalah tajam penglihatan turun, silau, tidak nyeri. Reflek berkedip,

injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea.

f. Keratokonjungtivitis Sika

Merupakan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva.

Gejalanya adalah mata berpasir, gatal, silau, penglihatan kabur, sekresi mukus

mata yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata kering karena

erosi kornea, edema konjungtiva bulbi.

g. Keratitis Numularis

Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas, terdapat infiltrat

bulat-bulat subepitelial di kornea, dimana tengahnya lebih jernih, disebut halo

(diduga terjadi karena resorpsi dari infiltrat yang dimulai di tengah). Tes fluoresen

(-). Keratitis ini kalau sembuh meninggalkan sikatrik yang ringan.


f. Keratitis Filamentosa

Keratitis yang disertai adanya filamen mukoid dan deskuamasi sel

epitel pada permukaan kornea. Gambaran khusunya berupa filamen epitel halus.

Penyebaran tidak diketahui, dapat disertai penyakit lain seperti

keratokonjungtivitis sika, sarkoidosis, trakoma, pemfigoid okular, pemakaian

lensa kontak, edema kornea, keratokonjungtivitis limbik superior (SLK), diabetes

melitus, trauma dasar otak, keratitis neurotrofik dan pemakaian antihistamin.

g. Keratitis Lagoftalmus

Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus diamana

kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan

kornea. Lagoftalmus akan mengakibatkan mata terpapar sehingga terjadi trauma

pada konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi, infeksi ini dapat

dalam bentuk konjungtivitis atau keratitis.

h. Keratitis Sklerotikan

Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai

radang sklera atau skleritis. Sampai saat ini diketahui apa yang menyebabkan

terjadinya proses ini, namun diduga karena terjadi perubahan susunan serat

kolagen yang menetap.

Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat proses

yang berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga defek

makinluas bahkandapat mengenai seluruh kornea. Keratitis sklerotikan

memberikan gejala berupa kekeruhan kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas

unilateral, kadang-kadang dapat mengenai seluruh limbus, kornea terlihat putih


menyerupai sklera. Pengobatan dapat diberikan steroid dan fenil bulazon akan

memberikan prognosis baik.

2.1.6 Penatalaksanaan

a. Keratitis Pungtata

Prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan

idoxuridin, trifluridin atau asiklovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama

adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat

diberikan gentamisin atau polimixin B. Untuk jamur pilihan terapi yaitu

natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Berikan juga air mata buatan, sikloplegik

dan trobamisin tetes mata.

b. Keratitis Marginal

Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika yang sesuai dengan penyebab

infeksi lokalnya dan steroid dosis ringan. Pada pasien dapat diberikan vitamin B

dan C dosis tinggi. Pada kelaianan yang indolen dilakukan kauterasasi dengan

listrik ataupun AgNO3 di pembuluh darah/ dilakukan flep kunjungtiva yang kecil.

c. Keratitis Interstisial

Pengobatan tergantung penyebab berupa antibiotik, antijamur, dan antivirus.

Diberikan juga Sulfas Atropin tetes mata untuk mencegah sinekia akibat uveitis

dan kortikosteroid tetes mata.

d. Keratitis Bakterial

pengobatan antibiotika dapat diberikan pada keratitis bakterial

berdasarkan :
Gram (-) rods Gram (+)

 Tobramisin  Cefazoline

 Ceftazidime  Vamcomycin

 fluroquinolone  Moxifloxacin/gatifloxacin
Gram (-) coccus

 Ceftriaxone

 Ceftazidime

 Moxifloxacin/gatifloxacin
Pengobatan diberikan setiap 1 jam, pemberian siklopegik untuk mengistirahatkan

mata *American Academy of Ophtalmologystaff. External disease and cornea.

Section 8.San Fransisco.LEO:2011.p.162

e. Keratitis Jamur

Natamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun untuk keratitis jamur

filamentosa seperti miconazole, amphoterisin, nistatin dan lain-lain dan

sikloplegik disertai obat oral anti galaukoma jika disiertai peningkatan tekanan

intraokular. Keratolasti jika tidak ada perbaikan.

f. Keratitis Virus

1. Keratitis Herpes Simpleks

Pengobatan IDU (Iodo 2 dioxyuridine). Bentuk : larutan 1% diberikan setiap jam.

Salep 0,5% diberikan setiap 4 jam. Vibrabin sama sengan IDU, hanya ada dalam

bentuk salep. Trifluorotimidin (TFT) sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4

jam. Acyclovir bersifat selektif terhadap sintesis DNA virus. Bentuk salep 3%

diberikan tiap 4 jam.

2. Keratitis Dendritik
Pengobatan sembuh spontan. Cara efiktif mengobatinya dengan debridement

epitelial. Dapat juga diberikan antivirus (IDU 0,1% salep tiap 1 jam atau

Asiklovir) dan sikloprgik dan antibiotik dengan bebat tekan.

g. Keratokonjungtivitis Epidemi

Pengobatan akut yaitu dengan kompres dingin, cairan air mata dan supportif

lainnya. Jika terjadi penurunan visus berat dapat diberikan steroid tetes mata 3 kali

per hari.

h. Keratitis Virus

Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati, steroid topikal dan sistemik, kompres

dingin, obat vasokonstriktor, cromolyn sodium topikal, pembedahan kecil (eksisi),

antihistamin, kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak.

i. Keratokonjungtivitis Flikten

Pengobatan dengan steroid dapat diberikan dengan hati-hati.

j. Keratokonjungtivitis Vernal

Pengobatan yang diberikan obat topikal antihistamin dan kompres dingin.

k. Keratitis Neuroparalitik

Pengobatannya adalah air mata buatan dan salep untuk menjaga kornea tetap

basah.

l. Keratokonjungtivitis Sika

Pengobatannya adalah pemberian air mata buatan bila kurang adalah kompres air.

Pemberian kontak lensa apabila komponen mukus yang berkurang. Penutuan

pungtum lakrimal bila terjadi penguaan yang berlebihan.


2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakuti adalah penipisan kornea dan akhirnya

perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai hilangnya

penglihatan.beberapa komplikasi lain :

1. Gangguan refraksi

2. Jaringan parut permanen

3. Ulkus kornea

4. Perforasi kornea

5. Glaukoma sekunder

2.1.8 Prognosis

Keratitis dapat sembuh dengan baik bila ditangani dengan tepat. Tidak

diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatrik dan

dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.

Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari

virulensi organisme, luas dan lokasi keratitis, dan hasil vaskularisasi atau deposisi

kolagen.

DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San
Fransisco 2008-2009. p. 179-90

Biswell R. 2014. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi ke-17. Jakarta:
EGC. Hal. 125.

Ilyas, S, Tanzil, M, Salamun, Zainal, A. 2004. Sari Ilmu Penyakit Mata. Cetakan
ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Ilyas, S & Yulianti S.R. 2015. Mata Merah dengan Penglihatan Normal: Ilmu
Penyakit Mata. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal. 152-167.

Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya


Medika.Jakarta, 2009

Anda mungkin juga menyukai