Anda di halaman 1dari 13

55

p-ISSN 2338-980X Elementary School 4 (2017) 55-62 e-ISSN 2502-4264


Volume 4 nomor 1 Januari 2017

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS


SISWA DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING
PADA PEMBELAJARAN IPA SD
*Degi Alrinda Agustina
STKIP Modern Ngawi

Diterima: 15 Januari 2017. Disetujui: 20 Juanuari 2017. Dipublikasikan: Januari 2017

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan menggunakan model Problem Based
Learning. Keterampilan proses IPA merupakan perilaku ilmuwan yang dapat dipelajari
dan dikembangkan oleh siswa melalui proses pembelajaran di kelas. Keterampilan
proses sains memberikan kesempatan lebih banyak pada siswa untuk berperan aktif
dalam pembelajaran. Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus meliputi tiga tahap yaitu perencanaan,
tindakan disertai pengamatan, dan refleksi. Pengumpulan data melalui observasi,
wawancara, dokumentasi dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
model Problem based learning dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan
keterampilan proses IPA siswa dalam proses pembelajaran. Hal tersebut terlihat dari
nilai keterampilan proses sains siswa yang mengalami peningkatan dari siklus I ke
siklus II yang di tunjukkan dari persentase keterampilan proses sains siswa sebesar
64,17% di siklus I menjadi 78,96% di siklus II.
Kata Kunci: model problem based learning, keterampilan proses IPA, pembelajaran
IPA
Abstract
This research aims to improve the science process skills of students Natural
Sciences (IPA) using the model of Problem Based Learning. Science process skills is
scientist behavioral that can be learned and developed by students through the learning
process in the classroom. Science process skills provide more opportunities for students
to play an active role in learning. This research uses a Classroom Action Research
(PTK), which is composed of two cycles. Each cycle includes three stages: planning,
action accompanied by observation, and reflection. The collection of data through
observation, interviews, documentation and testing. The results showed that the use of
models Problem Based Learning in science teaching can improve science process skills
of students in the learning process. It is seen from the value of science process skills of
students has increased from cycle I to cycle II which show the percentage of students'
science process skills by 64.17% in the first cycle to 78.96% in the second cycle.
Keywords: a model problem based learning, science process skills, science learning

*Alamat Korespondensi
STKIP Modern Ngawi, gygyalrinda@gmail.com
Degi Alrinda Agustina, Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Dengan Model Problem Based 56

PENDAHULUAN menjelaskan berbagai fenomena yang


Ilmu pengetahuan Alam (IPA) berbeda. Siswa perlu dilatih dan diberi
merupakan cabang pengetahuan yang kesempatan untuk mendapatkan
dibangun berdasarkan pengamatan dan keterampilan-keterampilan dan dapat
klasifikasi data, dan biasanya disusun dan berpikir serta bertindak secara ilmiah.
diverifikasi dalam hukum-hukum yang Perkembangan pembelajaran IPA lebih
bersifat kuantitatif, yang melibatkan menekankan pada proses. Proses adalah
aplikasi penalaran matematis dan analisis bagaimana ilmuwan bekerja, berfikir, dan
data terhadap gejala-gejala alam. Dengan mempelajari masalah (Friedl, 1991: 1).
demikian, pada hakikatnya IPA merupakan Oleh karena itu, proses inilah yang dapat
ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dijadikan acuan untuk mencapai target
dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip pembelajaran dan menyusun pengalaman
dan hukum yang teruji kebenarannya dan belajar bagi siswa.
melalui suatu rangkaian kegiatan. Terdapat Fenomena yang muncul dalam
3 aspek penting dari hakikat IPA yaitu keseharian, ada kecenderungan bahwa
sebagai produk, proses dan sikap. Sebagai pembelajaran IPA di masih dianggap
produk, sains terdiri atas fakta, konsep, sebagai kumpulan pengetahuan yang harus
prinsip, hukum dan teori yang terorganisasi dihafalkan oleh siswa. Guru masih
berupa bangunan sistematis pengetahuan. mengajar dengan cara konvensional yang
Sedangkan sebagai proses, IPA diperoleh bersifat teacher centered (berpusat pada
melalui proses ilmiah. Proses ilmiah adalah guru). Hal ini menyebabkan siswa kurang
langkah-langkah atau metode yang memiliki antusiasme dalam berpendapat
ditempuh dalam memahami alam, yaitu atau kurang berpartisipasi secara aktif
melalui eksperimen yang meliputi dalam proses pembelajaran. Kegiatan
penemuan dan perumusan masalah, pembelajaran ini hanya menekankan pada
perumusan hipotesis, merancang ketercapaian target kurikulum yang harus
percobaan, melakukan pengukuran, analisis menyelesaikan materi sebelum ulangan
data dan menarik kesimpulan. Selain kedua umum, sehingga pembelajaran terkesan
aspek tersebut, yaitu sikap ilmiah, yaitu kaku. Siswa tidak dilibatkan dalam proses
berupa keyakinan, opini dan nilai yang pembelajaran sehingga siswa kurang aktif
harus dipertahankan oleh seseorang untuk untuk bertanya karena minat belajar siswa
mencari dan mengembangkan pengetahuan pada pembelajaran IPA masih rendah yang
baru, diantaranya tanggung jawab, disiplin, menyebabkan hasil belajar siswa pada
tekun, jujur, dan terbuka terhadap orang pembelajaran IPA juga masih rendah.
lain. Karakteristik tersebut tidak boleh Pada kegiatan pembelajaran
hilang ada dalam pembelajaran IPA. diharapkan siswa berpartisipasi aktif,
IPA di sekolah dasar diharapkan sedangkan guru hanya berperan sebagai
dapat menjadi wahana bagi peserta didik motivator dan fasilitator. Oleh karena itu
untuk mempelajari diri sendiri dan alam siswa perlu diberikan kesempatan untuk
sekitar, serta prospek pengembangan lebih berlatih keterampilan-keterampilan proses
lanjut dalam menerapkannya di dalam IPA. Menurut Usman Samatowa (2011:
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan 93), keterampilan proses IPA merupakan
karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang keterampilan intelektual yang dimiliki dan
dipelajari di sekolah dasar tidak hanya digunakan ilmuwan dalam meneliti
berupa kumpulan fakta tetapi juga proses fenomena alam. Keterampilan proses IPA
perolehan fakta yang didasarkan pada yang dikembangkan pada anak SD
kemampuan menggunakan pengetahuan merupakan modifikasi dari keterampilan
dasar IPA untuk memprediksi atau proses yang dimiliki ilmuwan sebab
disesuaikan dengan perkembangan
Elementary School 4 (2017) 55-62 57

kognitifnya. Keterampilan tersebut, maka keterampilan


proses sains sangat penting proses sains yang perlu
untuk diterapkan dalam ditingkatkan pada
pembelajaran IPA di SD agar pembelajaran IPA SD adalah
sesuai dengan hakikat IPA (a) mengamati, (b)
yang sesungguhnya. Carin mengklasifikasikan, (c)
(Nono Sutarno, 2009: 9.3) mengkomunikasikan, (d)
menyampaikan tentang mengukur, (e) memprediksi,
pentingnya keterampilan dan (f) menyimpulkan.
proses yaitu tidak sekedar Guru juga harus
mengetahui materi ke-IPA-an mampu menciptakan
saja tetapi terkait pula kegiatan pembelajaran yang
dengan mengetahui menyenangkan, dengan
bagaimana caranya untuk menggunakan pendekatan,
mengumpulkan fakta dan model pembelajaran serta
menghubungkan fakta-fakta metode yang tepat pula,
untuk membuat suatu karena pemilihan model
penafsiran atau kesimpulan, pembelajaran sangat
selain itu Keterampilan berpengaruh
proses sains merupakan terhadap keberhasilan
keterampilan belajar proses
sepanjang hayat yang dapat pembelajaran.
digunakan bukan saja untuk
mempelajari berbagai Pemilihan model
macam ilmu tetapi juga pembelajaran yang tepat
dapat digunakan dalam akan mendorong siswa untuk
kehidupan sehari-hari. Jadi aktif dalam kegiatan
keterampilan proses sains ini
bermanfaat bagi siswa dan
dapat menjadi keterampilan
yang harus dimiliki oleh
siswa.
Patta Bundu (2006:
12) mengemukakan
keterampilan proses sains
(science process skils) adalah
sejumlah keterampilan untuk
mengkaji fenomena alam
dengan cara-cara tertentu
untuk memperoleh ilmu dan
mengembangkan ilmu itu.
Selanjutnya khusus
pembelajaran IPA di sekolah
dasar proses-prosesnya
meliputi keterampilan proses
dasar yang
meliputi: observasi,
klasifikasi,
komunikasi, pengukuran,
prediksi, dan penarikan
kesimpulan. Berdasarkan hal
pembelajaran. Dalam sendiri dan menjelaskan
rangka fenomena yang telah
meningkatkan keterampilan dialaminya. Fenomena
proses sains siswa pada tersebut diperoleh dari
pembelajaran IPA di Sekolah pemecahan masalah yang
Dasar maka guru perlu diberikan oleh guru. Guru
menentukan suatu model perlu memberikan
pembelajaran yang permasalahan dan alat peraga
memfasilitasi pengalaman yang menarik bagi siswa.
belajar siswa untuk berlatih Dengan demikian siswa
keterampilan sains yang dapat menyerap pengetahuan
sesuai dengan karakteristik itu dengan mudah.
IPA, yaitu model Problem Permasalahan ini yang akan
based Learning. Menurut membantu peserta didik
Sudarman (2007: 69) membangun pengetahuan
problem based learning atau melalui keterampilan proses
pembelajaran berbasis sains. Karakteristik problem
masalah adalah based learning dijelaskan
suatu pendekatan oleh Arends & Kilcher,
pembelajaran (2010: 326) yaitu: (a)
menggunakan masalah dunia masalah atau isu-isu: titik
nyata sebagai suatu konteks awal pembelajaran dan
bagi peserta didik untuk aktivitas problem based
belajar tentang cara berpikir learning adalah masalah atau
kritis dan keterampilan isu yang menarik. Bidang
pemecahan masalah, serta
untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep
esensial dari materi
pelajaran. Ditambahkan oleh
Arends (2008: 43) bahwa
problem based learning
membantu siswa
mengembangkan
keterampilan berpikir dan
keterampilan mengatasi
masalah, mempelajari peran-
peran orang dewasa dan
menjadi pelajar yang
mandiri. Jadi model ini
bercirikan penggunaan
masalah kehidupan nyata
sebagai sesuatu yang harus
dipelajari siswa untuk
melatih dan meningkatkan
keterampilan berpikir kritis
dan pemecahan masalah serta
mendapatkan pengetahuan
konsep-konsep penting.
Problem based

learning
memungkinkan siswa untuk
membangun pengetahuannya
Degi Alrinda Agustina, Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Dengan Model Problem Based 58

kajian pembelajaran ini lebih diarahkan didefinisikan secara ketat. Selain itu,
pada masalah yang ada dilingkungan memungkinkan siswa mampu
sekitar siwa daripada masalah yang ada membangun pengertian, konsep, dan
dalam disiplin akademik. (b) Otentik: siswa prinsip. (2) Siswa melaksanakan kegiatan
mencari solusi yang realistik dengan dunia pembelajaran berdasarkan masalah.
nyata dan masalah yang autentik. Masalah Pembelajaran dengan pendekatan PBM
yang berfokus pada siswa dan menjadi menghendaki siswa berkolaborasi untuk
pertanyaan sosial penting dan nantinya menyelidiki masalah bersama dalam
siswa akan mendapatkan masalah yang kelompok. (3) Siswa secara berama-sama
sama dalam kehidupan. (c) Penyelidikan menyusun rencana. Kegiatan penyususnan
dan pemecahan masalah. siswa dalam rencana perlu memperhatikan waktu yang
pembelajaran problem based learning disediakan untuk sub topik khusus,
secara aktif terlibat dalam belajar melalui menyelidiki tugas-tugas dan batas waktu
penyelidikan dan pemecahan untuk tugas-tugas tersebut. (4) Siswa
masalah daripada memperoleh melakukan investigasi secara mandiri,
pengetahuan dan keterampilan melalui kelompok ataupun berpasangan. Kegiatan
mendengarkan atau membaca. (d) investigasi meliputi kegiatan
Pandangan interdisipliner. Siswa mengumpulkan data dan melakukan
mengeksplorasi berbagai disiplin ilmu dan eksperimen jika perlu, menyusun hipotesis,
memberikan gambaran dari beberapa menyelesaikan masalah dan menyiapkan
perspektif mereka ketika terlibat dalam alternatif penyelesaian. (5) Siswa dituntut
penyelidikan problem based learning. (e) untuk menghasilkan produk berupa solusi-
Kolaborasi kelompok kecil. Pembelajaran solusi dan mempersentasikannya. Produk
terjadi dalam kelompok yang terdiri dari 5- yang dihasilkan oleh siswa berupa laporan,
6 orang anggota kelompok. (f) Produk, tabel, diagram dan bentuk- bentuk yang
artefak, exhibitons, dan presentasi. Siswa bersifat fisik. Kegiatan ini dilanjutkan
menunjukkan hasil pembelajaran mereka dengan kegiatan mempresentasian hasil
dengan menciptakan produk, artefak, dan karya. Pada tahap ini siswa diharapkan
pameran. Dalam banyak kasus, mereka dapat mengkomunikasikan gagasan-
mempresentasikan hasil pekerjaan mereka gagasan dengan simbol, tabel, atau
untuk teman-teman dan tamu undangan diagram. Sebagai tahap terakhir dari
dari kelas lain atau masyarakat. kegiatan pembelajaran dengan adalah
Proses pembelajaran menggunakan aktivitas yang ditujukan untuk membantu
bahwa problem based learning dapat siswa membuat analisis dan mengevaluasi
dilaksanakan dengan apik, apabila disusun hasil pekerjaanya sehingga dapat
secara sistematis. Sebelum menemukan pengetahuan yang merupakan
pelaksanaannya guru menyiapkan tujuan pembelajaran.
permasalahan yang akan diselesaikan Berdasarkan asumsi dari
siswa, alat peraga, pembentukan kelompok pemikiran di atas, dan mengingat
kecil yang disesuaikan dengan gender, pentingnya proses pembelajaran IPA di
etnik, dan tingkat kemampuan siswa serta Sekolah Dasar tanpa menghilangkan
guru menjelaskan proses dan langkah karakteristik IPA itu sendiri sebagai
belajar yang akan dilaksanakan. Adapun langkah untuk meningkatkan keterampilan
langkah PBM Menurut Arends (2008: 57), proses sains siswa maka kelemahan-
yaitu: (1) Siswa meyelidiki masalah yang kelemahan dalam proses pembelajaran
dihadapi. Masalah yang diberikan harus diperbaiki. Oleh karena itu perlu
disesuaikan dengan materi pelajaran yang dilakukan suatu Penelitian Tindakan
sedang dipelajari. Situasi masalah yang Kelas (PTK) dengan model Problem Based
baik seharusnya autentik, mengandung Learning.
teka- teki, dan tidak
Elementary School 4 (2017) 55-62 59

METODE PENELITIAN konsep.


Penelitian ini Subyek penelitian ini
adalah siswa kelas V SDN
merupakan Margomulyo 1 Ngawi Tahun
penelitian tindakan kelas Ajaran 2015/2016. Objek
(PTK) dengan desain penelitian yang
penelitian tindakan kelas dideskripsikan dalam
model Spiral dari Kemmis penelitian ini adalah
dan Taggart (1988:11 ) yaitu peningkatan keterampilan
Penelitian tindakan kelas proses sains siswa kelas V
memiliki serangkaian SDN Margomulyo 1 Ngawi.
langkah yang membentuk Pengumpulan
spiral, dimana setiap langkah data dalam
memiliki empat tahap yang penelitian ini menggunakan
terdiri dari perencanaan teknik
(planning), tindakan (acting), observasi, dokumentasi,
pengamatan (observing), wawancara dan
refleksi (reflecting). Langkah
tindakan dan
pengamatan
dilakukan
secara
bersamaan.
Langkah-
langkah
tersebut
membentuk
suatu siklus
yang akan
dilanjutkan
kepada siklus berikutnya
dengan tindakan yang
didasarkan atas hasil siklus
sebelumnya. Kerangka
penelitian tindakan kelas
model Spiral dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1.
Model Spiral dari Kemmis
dan Taggart
(1988:1)

Langkah-langkah
yang ditempuh dalam
penelitian tindakan kelas ini
yaitu: (1) observasi dan
wawancara, (2) perencanaan
tindakan, (3) pelaksanaan
tindakan, (4) evaluasi, (5)
refleksi, (6) penyimpulan
hasil berupa pemahaman
tes. Observasi dan penyusunan leporan untuk
dokumentasi dilakukan keseimbangan dan
selama proses tindakan. kedalaman dalam
Wawancara digunakan untuk pembelajaran data dalam
menggali informasi penelitian ini digunakan
mendalam terhadap data analisis interaktif Miles &
hasil observasi dan Huberman (1994:12), data
dokumentasi pada guru dan yang dianalisis secara
siswa. Tes dilakukan pada interaktif yang terdiri dari:
akhir setiap siklus reduksi data, penyajian data
pembelajaran. dan penarikan kesimpulan
Teknik analisis yang yang dilakukan dalam bentuk
digunakan dalam penelitian interaktif dengan proses
ini adalah teknik analisis pengumpulan data selesai
deskriptif komparatif dan pada setiap unitnya dengan
teknik analisis kritis. Teknik menggunakan waktu yang
analisis deskriptif komparatif masih tersisa dalam
digunakan untuk data penelitian ini.
kuantitatif yakni dengan
membandingkan hasil antar
siklus (Basrowi & Suwandi,
2008: 97). Peneliti
membandingkan hasil
sebelum penelitian dengan
pada akhir setiap siklus,
yaitu membandingkan
partisipasi dan prestasi
belajar siswa sebelum
tindakan, setelah siklus I dan
siklus II. Teknik analisis
kritis digunakan untuk data
hasil observasi. Teknik
analisis kritis mencakup
kegiatan untuk mengungkap
kelemahan dan kelebihan
kinerja siswa dan guru dalam
proses pembelajaran
berdasarkan kriteria normatif
yang diturunkan dari kajian
teoritis maupun dari
ketentuan yang ada. Hasil
analisis tersebut dijadikan
dasar dalam menyusun
perencanaan tindakan untuk
tahap selanjutnya sesuai
dengan siklus yang ada.
Analisis dilakukan
bersamaan dan atau setelah
pengumpulan data (Moleong,
2000:32). Pada penelitian
tindakan kelas ini data
dianalisis sejak tindakan
pembelajaran dilakukan dan
dikembangkan selama proses
refleksi sampai proses
Degi Alrinda Agustina, Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Dengan Model Problem Based 60

HASIL DAN PEMBAHASAN hasil tes terulis dilengkapi dari data observasi,
Penelitian ini diawali dengan wawancara, dan dokumentasi.
tindakan pendahuluan yang dilakukan
dengan menggunakan metode
pengamatan
dan wawancara. Berdasarkan hasil
observasi dan pengamatan menunjukkan
bahwa guru masih mengajar dengan cara
ceramah di depan kelas, membacakan
materi dari buku pegangan sambil duduk
di meja guru, sesekali menulis di papan
tulis, dan sesekali memberikan
pertanyaan kepada siswa, sedangkan
siswa hanya duduk rapi mendengarkan,
dan menyimak dari buku pegangan.
Apabila guru menyampaikan
pertanyaan, siswa menjawab dengan
malu-malu saat ditunjuk oleh guru.
Selain itu, siswa tidak ada yang
menyampaikan pertanyaan saat guru
menanyakan pemahaman terhadap
materi yang disampaikan. Hal ini
berakibat pada siswa yang tidak terlalu
tertarik dengan pelajaran IPA, kurang
memahami materi, tidak berusaha untuk
menemukan pengetahuan secara
mandiri, dan tidak mempunyai
keinginan untuk memiliki pengetahuan
yang lebih bahkan siswa masih kesulitan
untuk memecahkan masalah yang
disampaikan guru. Kondisi tersebut
tentu bukanlah suatu pembelajaran yang
ideal untuk pembelajaran IPA karena
masih bersifat teacher centered,
sedangkan untuk pembelajaran IPA
menuntut pembelajaran student centered
yang mengarahkan pada keaktifan dan
keterampilan siswa. Oleh karena itu,
peneliti dan guru berdiskusi untuk
menyamakan persepsi terhadap
permasalahan siswa tersebut untuk
selanjutnya merancang pelaksanaan
pemecahan masalah.
Penelitian ini dilaksanakan
dalam dua siklus. Masing-masing siklus
dilaksanakan dua kali pertemuan.
Penilaian keterampilan proses sains pada
pembelajaran IPA diperoleh dari tes
tertulis siswa secara individu. Jenis tes
dalam penelitian ini berupa soal objektif
pilihan ganda dan uraian. Deskripsi dari
Berikut data hasil penilaian Siswa masih kebingungan untuk
keterampilan proses sains dengan melakukan kegiatan selanjutnya,
model Problem Based Learning sehingga pembelajaran menjadi kurang
pada siklus I. efektif. Hal tersebut bisa terjadi karena
siswa masih
Tabel 1. Hasil Keterampilan menyesuaikan dengan model
Proses Sains Siklus I pembelajaran yang digunakan. Keadaan
ini menunjukkan bahwa model problem
Rata- based learning memiliki kelemahan,
No Indikator rata %
skor

1 Mengamati 3,10 77,5 %


2 Menglasifikasikan 2,45 61,25 %
3 Mengkomunikasikan 2,35 58,75 %
4 Mengukur 2,80 70 %
5 Memprediksi 2,25 56,25 %
6 Menyimpulkan 2,45 61,25 %
Persentase Keberhasilan

64,17 %
Kategori

Baik (B)
Ket. 0-25% (Kurang/D), 26-50%
(Cukup/C), 5175% (Baik/B), 76-100%
(Sangat Baik/A).

Data diatas menunjukkan


bahwa pada siklus I keterampilan
mengamati pada siswa sudah
sangat baik. Sedangkan hasil
keterampilan lainnya seperti
mengklasifikasikan,
mengkomunikasikan, mengukur,
memprediksi, menyimpulkan
hasilnya baik. keterampilan
memprediksi siswa menjadi
keterampilan siswa yang paling
rendah.
Dari hasil refleksi yang
dilakukan pada siklus, ada
beberapa hal yang diperoleh
selama pelaksanaan tindakan.
Siswa terlihat sangat antusias
ketika belajar di luar kelas.
Siswa mengamati dan
berinteraksi dengan lingkungan
sekitar secara langsung bersama
kelompoknya. Hal ini juga yang
menyebabkan nilai
keterampilan
mengamati sudah sangat baik pada
siklus I. Akan tetapi, antusias
siswa dalam mengamati tersebut
masih belum diiringi dengan
pemahaman terhadap tugasnya.
Elementary School 4 (2017) 55-62 61

diantaranya Sering terjadi


miskonsepsi dan banyak Tabel 3. Perbandingan
kegiatan yang Keterampilan Proses Sains
menyita banyak R
a
waktu (Triono, t
2010: 96). Hal ini juga yang a
menyebabkan keterampilan -
r
proses lainnya tidak sebaik a
keterampilan mengamati. t
a
Oleh karena itu, perlu
dilakukan s
perencanaan tindakan pada k
o
siklus II r
Rata- untuk No Indikator Siklus I
Siklus II
rata % Ket
skor 1 Mengamati 3,10 3,45
2 Menglasifikasikan 2,45 3,05
memperbaiki siklus I. 3 Mengkomunikasikan
Pelaksanaan siklus II 2,35 3,05
4 Mengukur 2,80 3,25
berselang seminggu dari 5 Memprediksi 2,25 3,05
siklus I. 6 Menyimpulkan 2,45 3,10
Persentase Keberhasilan 64,17 %
78,96%
Kategori Baik Sangat
Tabel 2. Hasil Keterampilan mengamati
Proses mengklasifikasikan,
Sains Siklus II mengkomunikasikan,
mengukur,
memprediksi dan
No Indikator menyimpulkan sangat
baik. Pada siklus II siswa
1 Mengamati 3,45
86,25 % A sudah mulai terbiasa
2 Menglasifikasikan 3,05 dengan model
76,25 % A pembelajaran problem
3 Mengkomunikasikan 3,05 based learning. Siswa
76,25 % A sudah paham kegiatan
4 Mengukur 3,25
81,25 % A
yang akan mereka
5 Memprediksi 3,05
lakukan saat
76,25 % A pembelajaran pada siklus
6 Menyimpulkan 3,10 II dilaksanakan. Selain
77,5 % A itu, peningkatan seluruh
Persentase Keberhasilan keterampilan proses sains
78,96% tercapai dengan
Sangat Baik memperbaiki tindakan
Kategori pada siklus I. Tindakan
(A)
tersebut diantaranya guru
Ket. 0-25% (Kurang/D), 26-50%
(Cukup/C), 5175% (Baik/B), 76-
membimbing secara
100% (Sangat Baik/A). terstruktur dengan
memberi stimulus berupa
Data siklus II pertanyaan-pertanyaan
menunjukkan bahwa secara tertulis maupun
keseluruhan keterampilan lisan yang akan
proses sains, yaitu mengarahkan siswa untuk
melakukan keterampilan (
B
proses sains secara nyata )
untuk memperoleh
B
pengetahuan. Data a
perbandingan hasil i
k
keterampilan proses sains
secara keseluruhan pada (
siklus I dan siklus II dapat A
)
dilihat pada tabel berikut. Ket. 0-25% (Kurang/D), 26-50%
(Cukup/C), 5175% (Baik/B), 76-
100% (Sangat Baik/A).

Data di atas
menunjukkan bahwa seluruh
keterampilan proses sains
siswa pada pembelajaran IPA
meningkat seluruhnya
menjadi sangat baik.
Peningkatan persentase
keberhasilan dari siklus I
mencapai 14,79 %.
Peningkatan tersebut,
menunjukkan bahwa model
problem based learning pada
pembelajaran IPA dapat
meningkatkan keterampilan
proses IPA siswa, sehingga
penelitian pun dilakukan
hanya sampai siklus II. Hasil
observasi pada siklus II
menunjukkan juga bahwa
semakin banyak siswa yang
mampu meningkatkan
keterampilan proses sains.
Selain itu siswa juga menjadi
lebih aktif dan partisipatif
dalam proses pembelajaran
IPA. Keaktifan siswa
ditunjukkan dengan siswa
yang terlibat langsung dalam
memperoleh pengetahuan
dengan menggunakan
seluruh panca inderanya.
Siswa juga partisipatif
ditunjukkan dengan interaksi
yang terlihat dengan siswa
lainnya dan guru untuk
meminta bimbingan dalam
dalam membangun
pengetahuan. Hal ini yang
menjadi kelebihan dari
model pembelajaran
problem based learning yang
sejalan dengan Shoimin
(2014: 132) yaitu (1) siswa
didorong untuk memiliki
kemampuan memecahkan
masalah-masalah dalam situasi
nyata, (2) siswa memiliki
kemampuan membangun
pengetahuannya sendiri melalui
aktivitas belajar, (3) terjadi
aktivitas ilmiah pada siswa
melalui kerja kelompok, (4)
siswa memiliki kemampuan
untuk melakukan komunikasi
ilmiah dalam
Degi Alrinda Agustina, Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Dengan Model Problem Based 62

kegiatan diskusi atau presentasi hasil Miles, M & Huberman, M. (1994).


pekerjaan mereka, (5) Kesulitan belajar Qualitative Data Analysis: A
siswa secara individual dapat diatasi melalui Sourcebook of New Methods.
kerja kelompok dalam bentuk peer London: Sage Publication, Inc.
teaching. Oleh karena itu, model problem Moleong, Lexy, (2000). Metodologi
based learning dapat menjadi salah satu Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
alternatif model pembelajaran untuk remaja Rosdakarya.
meningkatkan keterampilan proses sains Nono Sutarno. (2009). Materi dan
pembelajaran IPA di SD. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah Patta Bundu. (2006). Penilaian
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Keterampilan Proses dan Sikap
penggunaan model Problem Based Ilmiah dalam Pembelajaran Sains-
Learning dalam pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Depdiknas.
Sekolah Dasar dapat meningkatkan Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran
keterampilan proses sains siswa. Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Peningkatan keterampilan proses sains Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
tersebut sebesar 14,79 %. Pada penelitian S u d a r m a n ( 2 0 0 7 ) . P r o b l e m B as i c
ini, penerapan model problem based Learning Suatu Model
learning memusatkan pembelajaran pada Pembelajaran Untuk
siswa dengan menghadapkannya pada Mengembangkan Dan
suatu permasalahan di lingkungan sekitar Meningkatkan Kemampuan
untuk mengarahkan siswa terlibat secara Memecahkan Masalah. Jurnal
aktif dan partisipatif mendapatkan suatu Pendidikan Inovatif, Vol.2 No.2.
pengetahuan. Hasilnya ditunjukkan Trianto. (2010). Mendesain Model
dengan meningkatnya keterampilan proses Pembelajaran Inovatif Progresif.
sains secara keseluruhan dan masing- Jakarta: Kencana.
masing keterampilan proses sains, yaitu
mengamati, mengklasifikasikan,
mengkomunikasikan, mengukur,
memprediksi dan mengukur.

DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I. (2008). Belajar untuk
Mengajar (Terjemahan Helly
Prayitno Soetjipto & sri
Mulyantini Soetjito). New York :
Mc Graw Hill (buku asli
diterbitkan tahun 2007).
Basrowi & Suwandi. (2008). Memahami
penelitian Kualitatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
Friedl, Alfred E. (1991). Teaching
Science to children. an Integrated
Approach 2nd ed. New York:
McGraw-Hill, Inc.
Kemmis & Mc. Taggart. (1988). The
Action Research Planner. Victoria:
Deakin University.

Anda mungkin juga menyukai