Anda di halaman 1dari 126

LAPORAN PENDAHULUAN

PKK KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh :

Nama : Wela Apriani

Nim : 181440139

Dosen pengampu : Ns. Suherman, S.Kep, M.Kep

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

PRODI DIII KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2020


LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2019). 
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima
sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam
(Wilkinson, 2017).
2. Rentang respon
Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif (Stuart &
Sundeen, 2012), yaitu :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Bekerjasama Tergantung Narcissisme

Saling tergantung

3. Faktor penyebab
Menurut Stuart dan Sundeen, perilaku menarik diri dipengaruhi oleh faktor
predisposisi atau faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial
yang maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :
1) Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan
mencetuskan seseorang akan mempunyai masalah respon maladaptif.
2) Biologik
Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan
umum yang lalu dan sekarang.Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya
neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih perlu
penelitian.
3) Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang
berbeda dari kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat
perkembangan usia, kecacatan, penyakit kronik, pendidikan, pekerjaan
dan lain-lain.

b. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1) Stressor sosiokultural
Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti, misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan, konflik
sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan sebagainya.
2) Stressor Psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan
cemas yang mengambang, merasa terancam.

4. Tanda dan gejala


Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri akan
ditemukan (data objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul, menghindari dari
orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada
saat makan, komunikasi kurang/tidak ada, klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien atau perawat, tidak ada kontak mata, klien lebih suka menunduk, berdiam diri di
kamar/tempat terpisah, klien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang
lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak
melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga
sehari-hari tidak dilakukan, posisi janin pada saat tidur. Data subjektif sukar didapat
jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab dengan
kata-kata singkat dengan kata-kata “tidak”, “ya”, atau “tidak tahu”.
Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2010) isolasi sosial
memiliki batasan karakteristik meliputi:
Data Obyektif :
a. Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, kelompok)
b. Perilaku permusuhan
c. Menarik diri
d. Tidak komunikatif
e. Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant
f. Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur
g. Senang dengan pikirannya sendiri
h. Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
i. Kontak mata tidak ada
j. Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
k. Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera
l. Sedih, afek tumpul

Data Subyektif:

a. Mengekpresikan perasaan kesendirian


b. Mengekpresikan perasaan penolakan
c. Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
d. Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat
e. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
f. Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan kelompok
kultur dominant
g. Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan
h. Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain
i. Tidak merasa aman di masyarakat
5. Proses terjadinya
Gangguan ini terjadi karena adanya faktor predisposisi dan faktor prespitasi.
Kegagalan pada gangguan ini akan menimbulkan ketidakpercayaan individu,
menimbulkan rasa pesimis, ragu, takut salah, tidak percaya pada orang lain, merasa
tertekan, keadaan yang seperti ini akan menimbulkan dampak seseorang tidak ingin
untuk berkomunikasi dengan orang lain,suka menyendiri, lebih suka berdiam diri dan
tidak mementingkan kegiatan sehari-hari(Direja,2011).
6. Mekanisme koping
Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan klien dengan
menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat perkembangan yang lebih rendah
dengan respon yang kurang matang), represi (koping yang menekan keadaan yang
tidak menyenangkan ke alam bawah sadar), isolasi (respon memisahkan diri dari
lingkungan sosial).
7. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan  dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan
otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan
dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia
sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2019).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur ,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2019).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.
Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing,
mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2019).

2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP
tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2018)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2018), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi:
I. Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
II. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB
dan BAK.
III. Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
IV. Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
V. Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
VI. Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan
dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
VII. Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti
dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak
merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
VIII. Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien
untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi
tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala
primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang
dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi
bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
I. Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
II. Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan
dan sebagainya.
III. Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap
sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
IV. Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
V. Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
VI. Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun
orang lain.
Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti
tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan
dan sebagainya.
8. Prinsip tindakan keperawatan
Menerapkan teknik therapeutik, melibatkan keluarga, kontak seringtetapi
singkat, peduli, empati, jujur, menepati janji, memenuhi kebutuhansehari ; hari,
libatkan klien TAK

Asuhan teoritis keperawatan


A. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis
tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,
tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang
lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
3. Factor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / fru stasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial.Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan
dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang
tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang
tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan
keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit ,
proses menua , putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri
sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat ,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
a. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan
hubunga social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
b. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah
( spritual)

6. Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit)


a. Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang paling berarti dalam
kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan atau
sokongan.
b. Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja yang diikuti dalam
masyarakat.
c. Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh mana klien terlibat dalam
kelompok di masyarakat.
7. Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap gangguan jiwa
sesuai dengan agama yang dianut, kegiatan ibadah yang biasa dilakukan di rumah.
8. Status mental
Nilai aspek-aspek meliputi :
a. Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.
b. Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren,
atau tidak dapat memulai pembicaraan.
c. Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan, kegelisahan,
agitasi, tik (gerakan involunter pada otot), grimasen (gerakan otot muka
yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol klien), tremor atau
kompulsif.
d. Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau khawatir.
e. Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
f. Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif, kontak mata
kurang, defensif, curiga atau mudah tersinggung.
g. Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.
h. Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi sampai pada
tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan berbelit-belit tidak sampai
pada tujuan pembicaraan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak
ada hubungan satu dengan yang lainnya), flight of ideas (pembicaraan
yang meloncat-loncat), blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa
gangguan eksternal, kemudian dilanjutkan kembali), perseverasi
(pembicaraan yang diulang berkali-kali).
i. Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada objek / situasi
tertentu), hipokondria (keyakinan terhadap adanya gangguan organ di
dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada), depersonalisasi (merasa asing
terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan), ide yang terkait
(keyakinan klien terhadap kejadian yang banyak di lingkungan yang
bermakna dan terkait pada dirinya), pikiran magis dan waham.
j. Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu, tempat dan
orang.
k. Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya
ingat jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini, konfabulasi.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah dialihkan,
tidak mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.
m. Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan gangguan
kemampuan penilaian bermakna.
n. Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita,
menyalahkan hal-hal di luar dirinya.
9. Kebutuhan persiapan pulang
Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian,
istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktifitas di dalam
dan di luar rumah.
10. Mekanisme koping
Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan klien dengan
menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat perkembangan yang lebih
rendah dengan respon yang kurang matang), represi (koping yang menekan
keadaan yang tidak menyenangkan ke alam bawah sadar), isolasi (respon
memisahkan diri dari lingkungan sosial).
11. Masalah psikososial
Masalah psikososial dapat didapat melalui wawancara dengan pasien atau
keluarga. Pada tiap masalah yang dimiliki klien, beri uraian spesifik, singkat dan
jelas.
12. Pengetahuan
Aspek pengetahuan biasanya berisi tentang kurangnya kesadaran klien untuk
bersosialisasi dan pentingnya kemampuan berhubungan sosial klien yang masih
kurang.
13. Aspek medis
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,
therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
14. Daftar masalah
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah
3. Halusinasi

15. Pohon masalah

Sumber: (Keliat, 2016)

16. Kemungkinan diagnosa keperawatan


1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya
koping individu : koping defensif
17. Rencana keperawatan
RENCANA TINDAKAN

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan TINDAKAN


keperawatan selama 3 x 24 PSIKOTERAPEUTIK
jam Klien dapat berinteraksi dengan
§  Klien
orang lain baik secara individu
maupun secara berkelompok SP 1                                             
dengan kriteria hasil :
o  Bina hubungan saling percaya
§  Klien dapat membina hubungan
o  Identifikasi penyebab isolasi
saling percaya.
sosial
§  Dapat menyebutkan penyebab
SP 2            
isolasi sosial.
o  Diskusikan bersama Klien
§  Dapat menyebutkan keuntungan
keuntungan berinteraksi dengan
berhubungan dengan orang lain.
orang lain dan kerugian tidak
§  Dapat menyebutkan kerugian berinteraksi dengan orang lain
tidak berhubungan dengan orang
o  Ajarkan kepada Klien cara
lain.
berkenalan dengan satu orang
§  Dapat berkenalan dan bercakap-
o  Anjurkan kepada Klien untuk
cakap dengan orang lain secara
memasukan kegiatan berkenalan
bertahap.
dengan orang lain
§  Terlibat dalam aktivitas sehari- dalam jadwal kegiatan harian
hari dirumah

SP 3

o  Evaluasi pelaksanaan dari


jadwal kegiatan harian Klien

o  Beri kesempatan pada Klien


mempraktekan cara berkenalan
dengan dua orang

o  Ajarkan Klien berbincang-


bincang dengan dua orang tetang
topik tertentu

o  Anjurkan kepada Klien untuk


memasukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain
dalam jadwal kegiatan harian
dirumah

SP 4

o  Evaluasi pelaksanaan dari


jadwal kegiatan harian Klien

o  Jelaskan tentang obat yang


diberikan (Jenis, dosis, waktu,
manfaat dan efek samping obat)

o  Anjurkan Klien memasukan


kegiatan
bersosialisasi dalam jadwal kegiat
an harian dirumah

o  Anjurkan Klien
untuk bersosialisasi dengan orang
lain

§  Keluraga

o  Diskusikan masalah yang


dirasakan kelura dalam merawat
Klien

o  Jelaskan pengertian, tanda dan


gejala isolasi sosial yang dialami
Klien dan proses terjadinya

o  Jelaskan dan latih keluarga


cara-cara merawat Klien

TINDAKAN PSIKOFARMAKA

§  Beri obat-obatan  sesuai


program

§  Pantau keefektifan dan efek


sampig obat yang diminum

§  Ukur vital sign secara periodik

TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN

§  Libatkan dalam makan bersama

§  Perlihatkan sikap menerima


dengan cara melakukan kontak
singkat tapi sering

§  Berikan reinforcement positif 


setiap Klien berhasil melakukan
suatu tindakan

§  Orientasikan Klien pada waktu,


tempat, dan orang sesuai
kebutuhannya

Gangguan konsep diri: Setelah dilakukan tindakan asuhan TINDAKAN


harga diri rendah keperawatan selama 3 x pertemuan PSIKOTERAPEUTIK
berhubungan dengan klien mempunyai konsep diri yang
tidak efektifnya koping positif dengan criteria hasil: Pasien:
individu : koping
§ Dapat membina hubungan saling § Bina hubungan saling percaya
defensif.
percaya
§ Identifikasi kemampuan dan
§ Dapat mengidentifikasi aspek aspek positif yang dimiliki klien
positif yang dimiliki (individu, keluarga, dan
masyarakat)
§ Dapat mengembangkan
kemampuan yang telah diajarkan § Antu klien menilai kemampuan
klien yang dapat digunakan
§ Dapat terlibat dalam terapi
aktivitas kelompok orientasi realita § Bantu klien memilih kegiatan
dan stimulasi persepsi dan melatih sesuai dengan
kemampuan klien
§ Dapat mengikuti aktivitas di
rumah § Melatih kemampuan kedua

§ Dapat minum obat dengan § Anjurkan klien memasukan


bantuan minimal dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga:

§  Diskusikan masalah yang


dirasakan keluargadalam merawat
klien

§  Jelaskan pengertian, tanda, dan


gejala harga diri rendah yang
dialami klien beserta proses
terjadinya

§  Jelaskan cara-cara merawat


klien harga diri rendah

§  Latih keluarga melakukan cara


merawat langsung kepada klien
harga diri rendah dirumah

§  Bantu keluarga membuat


jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat

§  Jelaskan follow up klien

TINDAKAN PSIKOFARMAKA

§  Berikan obat-obatan sesuai


program pengobatan klien

§  Pantau keefektifan dan efek


samping obat yang diminum

§  Ukur VS secara periodic

TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN

§ Bersikap menerima klien dan


negativismenya

§ Libatkan klien dalam setiap


aktivitas dirumah dan di
lingkungan

§ Beri kesempatan pada klien


untuk mengerjakan tugas dan
tanggung jawabnya sendiri
misalnya merapikan tempat tidur,
membersihkan alat makan, dan
minum obat

§ Berikan umpan balik positif


untuk tugas-tugas yang dilakukan
secara mandiri
18. Implementasi
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Fokus intervensi dalam mengatasi isolasi sosial antara lain:
1. Mengatasi masalah utama yaitu isolasi sosial
2. Mengatasi Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan tidak
efektifnya koping individu : koping defensif.

19. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi ini harus dilakukan terus menerus pada
respons pasien isolasi sosial terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.

Daftar pustaka
Anna Budi Keliat, SKp. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal 24
Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-isolasi-sosial/

Keliat Budi Ana. 2017. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC

Kusumawati dan Hartono . 2013 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika

Nita Fitria. 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta:
Salemba Medika.

Rasmun, (2014). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta :
fajar Interpratama.

Stuart dan Sundeen . 2015 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN


A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka
perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal,diarahkan pada diri sendiri,
orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk
yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat
perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang
lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito,
2010).

2. Rentang respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif frustasi Pasif agresif PK

a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon
adaptif (Mukripah Damaiyanti, 2012) :
1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman
4. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon Maladaptif
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secaraa kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial
2. Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
4. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur
(Mukripah Damaiyanti, 2012)
3. Faktor penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter,
dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat
rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon
agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah antara
perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak
dimana terdapat interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus
frontal dapat menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah, 2012:
29).
b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2011) dalam gen manusia
terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype
XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).
c) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada
jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja
ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah
bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012).
d) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya
epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila ada
stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan
dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui
serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta
penurunan serotonin dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada
cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012).
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase
oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep
diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012)
b) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku
yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru
perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk
menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif ( semakin
keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan yang sama
dengan tayangan mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward yang
sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar dan diberi
boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontnan yang
pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti,2012).
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima
kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah ( Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 101).

b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2012):
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuahkonser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialoguntuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorangyang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidakmampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap

4. Tanda dan gejala


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kkekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Jalan mondar mandir
Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari, 2015:
138) :
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebardebar, rasa
tercekik dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

5. Proses terjadinya
a. Strategi Preventif, terdiri dari kesadaran diri, penyuluhan/ penkes dan latihan
asertif.
b. Strategi Antisipasi, terdiri dari komunikasi, perubahan lingkungan, tindakan
prilaku dan psikofarmakologi
c. Strategi pengekangan, terdiri dari manajemen krisis, pengasingan.

6. Mekanisme koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi
diri antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas adona kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012).
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti,
2012).
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012).
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan
sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada teman
suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat (Mukhripah
Damaiyanti, 2012)
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja
mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya.
Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti,
2012).

7. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan
mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna
untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis
efektif rendah. Contohnya trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka
dapat digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika,
tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang,anti
cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014).
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam
terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti
membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah
mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan yaitu Bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah
awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannya seleksi dan ditentukan program kegiatannya (Eko Prabowo,
2014).
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga
yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga
yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah
perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptif
(pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke perilakuadaptif
(pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat
ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014).
d. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah
perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014).
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari
sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2012).

8. Prinsip tindakan keperawatan


a. Strategi Preventif, terdiri dari kesadaran diri, penyuluhan/ penkes dan latihan
asertif.
b. Strategi Antisipasi, terdiri dari komunikasi, perubahan lingkungan, tindakan
prilaku dan psikofarmakologi
c. Strategi pengekangan, terdiri dari manajemen krisis, pengasingan.

B. Askep Teoritis
1. Pengkajian
a. Identitas
Ini merupakan langkah awal pengkajian yang dilakukan petugas terhadap
klien. Pada identitas ini, petugas harus mencatat diantaranya: nama klien,
umur, jenis kelamin, agama, alamat lengkap, tanggal masuk, no.rekam medik,
informan, keluarga yang bisa dihubungi.
b. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan memukul keluarga bahkan orang lain, merusak
alat-alat rumah tangga , marah, dan mengamuk.
c. Faktor predisposisi
 Klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan.
 Klien pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan fisik
dalam keluarga.
 Klien dengan perilaku kekerasan (PK) bisa herediter.
 Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu/ tidak
menyenangkan.

d. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ yaitu: pemeriksaan
TTV(biasanya tekanan darah, nadi, dan pernafasan akan meningkat ketika
klien marah), diikuti dengan pemeriksaan fisik seperti tinggi badan, berat
badan, serta keluhan-keluhan fisik.
e. Psikososial
a) Genogram
Genogram dibuat tiga generasi yang menggambarkan hubungan klien
dengan keluarganya dan biasanya pada genogram akan terlihat ada
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pola komunikasi klien,
pengambilan keputusan dan
b) Konsep diri
1) Gambaran Diri
Biasanya klien menyukai semua bagian tubuhnya, tapi ada juga yang
tidak.
2) Identitas Diri
Biasanya klien tidak puas terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan
maupun yang sudah dikerjakannya.
3) Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dalam menjalankan peran dan
tugasnya.
4) Ideal Diri
Klien memiliki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi, status
peran, dan kesembuhan dirinya dari penyakit.
5) Harga Diri
Biasanya klien memiliki harga diri yang rendah pola asuh

f. Hubungan sosial
Klien tidak mempunyai orang terdekat tempat ia bercerita dalam hidupnya,
dan tidak mengikuti kegiatan dalam masyarakat.
g. Spiritual
Klien memiliki keyakinan, tetapi jarang dalam melakukan ibadah sesuai
dengan keyakinannya, karna ia kurang menghiraukan manfaat spiritual dengan
ibadah.
h. Status mental
1) Penampilan
Penampilan kadang rapi dan kadang -kadang tidak rapi. Pakaian diganti
klien ketika ia dalam keadaan yang normal.
2) Pembicaraan
Biasanya klien berbicara dengan nada yang tinggi dan keras.
3) Aktifitas Motorik
Biasanya aktifitas motorik klien tampak tegang, dan agitasi (gerakan
motorik yang gelisah), serta memiliki penglihatan yang tajam jika ditanyai
hal-hal yang dapat menyinggungnya.
4) Alam Perasaaan
Biasanya alam perasaan klien terlihat sedikit sedih terhadap apa yang
sedang dialaminya.
5) Afek
Biasanya klien selama berinteraksi emosinya labil. Dimana klien mudah
tersinggung ketika ditanyai hal-hal yang tidak mndukungnya, klien
memperlihatkan sikap marah dengan mimik muka yang tajam dan tegang.
6) Interaksi selama wawancara
 Bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah tersinggung serta
 Defensif, selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya.

7) Persepsi
Klien tidak ada mendengar suara-suara, maupun bayangan-bayangan yang
aneh.
8) Proses atau arus fikir
Biasanya klien berbicara sesuai dengan apa yang ditanyakan perawat,
tanpa meloncat atau berpindah-pindah ketopik lain.
9) Isi Fikir
Biasanya klien PK ini masih memiliki ambang isi fikir yang wajar, dimana
ia selalu menanyakan kapan ia akan pulang dan mengharapkan pertemuan
dengan keluarga dekatnya.
10) Tingkat Kesadaran
Biasanya tingkat kesadaran klien baik, dimana ia menyadari tempat
keberadaanya dan mengenal baik bahwasanya ia berada dalam pengobatan
atau perawatan untuk mengontrol emosi labilnya.
11) Memori
Biasanya daya ingat jangka panjang klien baik, dimana ia masih bisa
menceritakan kejadian masa-masa lampau yang pernah dialaminya,
maupun daya ingat jangka pendek, seperti menceritakan penyebab ia
masuk ke RSJ.
12) Tingakat kosentrasi dan berhitung
Biasanya klien yang pernah menduduki dunia pendidikan, tidak memiliki
masalah dalam hal berhitung, (penambahan maupun pengurangan).
13) Kemampuan penilaian
Biasanya klien masih memiliki kemampuan penilaian yang baik, seperti
jika dia disuruh memilih mana yang baik antara makan dulu atau mandi
dulu, maka dia akan menjawab lebih baik mandi dulu.
14) Daya tarik diri
Biasanya klien menyadari bahwa dia berada dalam masa pengobatan untuk
mengendalikan emosinya yang labil.

i. Kebutuhan persiapan pulang


a) Makan
Biasanya klien PK yang tidak memiliki masalah dengan nafsu makan
maupun sistem pencernaannya, maka akan menghabiskan makanan sesuai
dengan porsi makanan yang diberikan.
b) Bab/Bak
Biasanya klien masih bisa Bak/Bab ketempat yang disediakan atau
ditentukan seperti, wc ataupun kamar mandi.
c) Mandi
Biasanya untuk kebersihan diri seperti mandi, gosok gigi, dan gunting
kuku masih dapat dilakukan seperti orang-orang normal, kecuali ketika
emosinya sedang labil.
d) Berpakaian
Biasanya masalah berpakaian tidak terlalu terlihat perubahan, dimana klien
biasanya masih bisa berpakaian secara normal.
e) Istirahat dan tidur
Biasanya untuk lama waktu tidur siang dan malam tergantung dari
keinginan klien itu sendiri dan efek dari memakan obat yang dapat
memberikan ketenangan lewat tidur. Untuk tindakan seperti membersihkan
tempat tidur, dan berdoa sebelum tidur maka itu masih dapat dilakukan
klien seperti orang yang normal.
f) Penggunaan obat
Biasanya klien menerima keadaan yang sedang dialaminya, dimana dia
masih dapat patuh makan obat sesuai frekuensi, jenis, waktu maupu cara
pemberian obat itu sendiri.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya klien menyatakan keinginan yang kuat untuk pulang, dimana ia
akan mengatakan akan melanjutkan pengobatan dirumah maupun kontrol
ke puskesmas dan akan dibantu oleh keluarganya.
h) Aktivitas didalam rumah
Biasanya klien masih bisa diarahkan untuk melakukan aktivitas didalam
rumah, seperti: merapikan tempat tidur maupun mencuci pakaian.
i) Aktifitas diluar rumah
Ini disesuaikan dengan jenis kelamin klien dan pola kebiasaan yang biasa
dia lakukan diluar rumah.
j) Mekanisme koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
 Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
 Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/
keinginan tidak baik.
 Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
 Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
 Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.

j. Masalah psikososial
Biasanya klien akan mengungkapakan masalah yamg menyebabkan
penyakitnya maupun apa saja yang dirasakannya kepada perawat maupun tim
medis lainnya, jika terbina hubungan yang baik dan komunikasi yang baik
serta perawat maupun tim medis yang lain dapat memberikan soludi maupun
jalan keluar yang tepat dan tegas.
k. Pengetahuan
Biasanya klien memilki kemampuan pengetahuan yang baik, dimana ia dapat
menerima keadaan penyakitnya dan tempat ia menjalani perawatan serta
melaksanakan pengobatan dengan baik.
l. Askep medis
Diagnosa medik : Perilaku kekerasan
Obat farmakaologi : Anti ansietas dan Hipnotik sadatif,seperti : Diazepam
Anti depresan seperti : Amitriptilin
Matlexon dan Proponolol
Terapi:
a) Terapi keluarga
Dalam terapi keluarga, keluarga dibantu untuk menyelesaikan konflik, cara
membatasi konflik, saling mendukung dan menghilangkan stress.
b) Terapi kelompok
Terapi kelompok berfokus pada dukungan dan perkembangan
keterampilan sosial dan aktifitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien, karna masalah sebagian orang merupakan
perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c) Terapi musik
Dengan terapi musik klien terhibur dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien, karna dengan perasaan terhibur maka klien dapat
mengontrol emosinya.

m. Daftar masalah
1. Resiko Mencederai dir sendiri dan orang lain

n. Pohon masalah
Resiko Mencederai diri sendiri dan
Orang lain
Perilaku Kekerasan

Halusinasi

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Faktor Predisposisi dan Prespitasi

o. Kemungkinan diagnosis keperawatan


Diagnosis keperawatan dari pohn masalah pada gambar adalah sebagai berikut
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106).
1. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
2. Harga diri rendah kronik

p. Rencana keperawatan
Rencana Asuhan Keperawatan
1. Tujuan Umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung jawab
2. Tujuan Khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
a) Kriteria Evaluasi
1) Klien mau membalas salam
2) Kien mau berjabat tangan
3) Klien mau menyebutkan nama
4) Klien mau kontak mata
5) Klien mau mengetahui nama perawat
6) Klien mau menyediakan waktu untuk kontak
b) Intervensi
1) Beri salam dan panggil nama kien
2) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
3) Jelaskan maksud hubungan interaksi
4) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5) Beri rasa aman dan sikap empati
6) Lakukan kontak singkat tapi sering

b. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


a) Kriteria Evauasi
1) Klien dapat mengungkapkan perasaannya
2) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/jengkel
(dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
b) Intervensi
1) Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya
2) Bantu klien mengungkap perasaannya

c. TUK III : Kien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan


a) Kriteria Evaluasi
1) Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel
2) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami
b) Intervensi
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat marah/jengkel
2) Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat jengkel/marah
yang dialami
d. TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilakuk kekerasan yang biasa
dilakukan
a) Kriteria Evaluasi
1) Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang dilakukan
2) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang
dilakukan
3) Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan
masalah atau tidak
b) Intervensi
1) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan klien
2) Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan
3) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien akukan
masalahnya selesai

e. TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan


a) Kriteria Evaluasi
1) Klien dapat mengungkapkan akibat dari cara yang dilakukan klien

b) Intervensi
1) Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan klien
2) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang dilakukan oleh
klien
3) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru yang
sehat

f. TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam


berespon terhadap kemarahan secara konstruktif
a) Kriteria Evaluasi
1) Klien dapat melakukan cara berespn terhadap kemarahan secara
konstruktif
b) Intervensi
1) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari car baru
2) Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat
3) Diskusikan dengan klien mengenai cara lain

g. TUK VII : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan


a) Kriteria Evaluasi
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
 Fisik : olahragadan menyiram tanaman
 Verbal : mengatakan secra langsung dan tidak menyakiti
 Spiritual : sembahyang, berdoa/ibdah yang lain
b) Intervensi
1) Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien
2) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
3) Bantu klien menstimulasi cara tersebut
4) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi
cara tersebut
5) Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilihnya jika ia
sedang kesal/jengkel

h. TUK VIII : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol


perilaku kekerasan
a) Kriteria Evaluasi
1) Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien yang
berperikalu kekerasan
2) Keluarga klien meras puas dalam merawat klien
b) Intervensi
1) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa
yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selam ini
2) Jelaskan peran serta keluarga dalam perawatan klien
3) Jelaskan cara merawat klien
4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat kien
5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi

i. TUK IX : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai


program pengobatan)
a) Kriteria Evaluasi
1) Klien dapat meyebutkan obat-batan yang diminum dan
kegunaannya
2) Klien dapat minum obat sesuai dengan program pengobatan
b) Intervensi
1) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien
2) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat
tanpa izin dokter

q. Implementasi
Merupakan langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.
r. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Jika tidak tercapai, maka perlu ditindak lanjuti dengan penerapan
bagian intervensi lama yang belum tercapai, atau memikirkan intervensi
terbaru

DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka Aditama.


Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur,
29-37.

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info
MEdia.

LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri
terlihat dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan
minum secara mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB)
(Damaiyanti, 2012).

Defisit perawatan diri adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusia dalam
melengkapi kebutuhannya dalam kelangsungan hidupnya sesuai kondisi
kesehatannya. (Damaiyanti dan Iskandar, 2012).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan melakukan aktifitas


perawatan diri (mandi, berhias, makan serta toileting) kegiatan itu harus bisa
dilakukan secara mandiri ( Herman, 2011).

B. Rentang Respon

Respon adaptif respon maladaptif

Pola perawatan kadang perawatan diri tidak melakukan


Diri seimbang tidak seimbang perawatan diri

1. Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan mampu
untuk berperilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan
stressor kadang-kadang pasien tidak menperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stress (Ade, 2011).

C. Faktor Penyabab
a. Predisposisi
1. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu
2. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
3. Kemampuan realitas turun Klien gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri
4. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri
b. Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri. (Depkes, 2000, dalam Anonim, 2011) Sedangkan
Tarwoto dan Wartonah (2000), dalam Anonim(2011), meyatakan bahwa
kurangnya perawatan diri disebabkan oleh :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran

D. Tanda dan Gejala


a. Fisik
1. Badan bau, pakaian kotor
2. Rambut dan kulit kotor
3. Kuku panjang dan kotor
4. Gigi kotor disertai mulut bau
5. Penampilan tidak rapi
b. Psikologi
1. Malas, tidak ada inisiatif
2. Menarik diri, isolasi diri
3. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
1. Interaksi kurang
2. Kegiatan kurang
3. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4. Cara makan tidak teratur
5. Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) di sembarang
tempat
6. Gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

Selain itu, tanda dan gejala tampak pada pasien yang mengalami Defisit
Perawatan Diri adalah sebagai berikut:
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
2. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut
acakacakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada
pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh kemampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran dan makan tidak pada
tempatnya
4. Ketidak mampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK
tidak pada tempatnya, dan tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/BAK (Keliat, 2011).

Apabila kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka akhirnya dapat juga


menimbulkan penyakit fisik seperti kelaparan dan kurang gizi, sakit infeksi
saluran pencernaan dan pernafasan serta adanya penyakit kulit, atau timbul
penyakit yang lainnya (Harist, 2011).

E. Proses Terjadinya

Defisit perawatan diri terjadi diawali dengan proses terjadinya gangguan jiwa
yang dialami oleh klien sehingga menyebabkan munculnya gangguan defisit
perawatan diri pada klien. Pada klien skizofrenia dapat mengalami defisit
perawatan diri yang signifikan. Tidak memerhatikan kebutuhan higiene dan
berhias biasa terjadi terutama selama episode psikotik. Klien dapat menjadi
sangat preokupasi dengan ide-ide waham atau halusinasi sehingga ia gagal
melaksanakan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (stuart&laraia, 2011).
Faktor biologis terkait dengan adanya neuropatologi dan ketidakseimbangan
dari neurotransmiternya. Dampak yang dapat dinilai sebagai manifestasi adanya
gangguan adalah pada perilaku maladaptif pasien. Secara biologi riset
neurobiologikal mempunyai fokus pada tiga area otak yang dipercaya dapat
melibatkan perilaku agresi yaitu sistem limbik, lobus frontalis dan hypothalamus.

Sistem Limbik merupakan cicin kortek yang berlokasi dipermukaan medial


masing-masing hemisfer dan mengelilingi pusat kutup serebrum. Fungsinya
adalah mengatur persyarafan otonom dan emosi (Suliswati,et al, 2002: Struat &
Laraia, 2011). Menyimpan dan menyatukan informasi berhubungan dengan
emosi, tempat penyimpanan memori dan pengolahan informasi. Disfungsi pada
sistem ini akan menghadirkan beberapa gejala klinik seperti hambatan emosi dan
perubahan kebribadian.

Lobus Frontal berperan penting menjadi media yang sangat berarti dalam
perilaku dan berpikir rasional, yang saling berhubungan dengan sistem limbik
(Suliswati,et al, 2002: Struat & Laraia, 2011). Lobus frontal terlibat dalam dua
fungsi serebral utama yaitu kontrol motorik gerakan voluntir termasuk fungsi
bicara, fungsi fikir dan kontrol berbagai ekspresi emosi. Kerusakan pada daerah
lobus frontal dapat meyebabkan gangguan berfikir, dan gagguan dalam
bicara/disorganisasi pembicaraan serta tidak mampu mengontrol emosi sehingga
berperilaku maladaptif seperti tidak mau merawat diri : mandi,
berpakaian/berhias, makan, toileting. Kondisi ini menunjukkan gejala defisit
perawatan diri.

Hypotalamus adalah bagian dari diensefalon yaitu bagian dalam dari serebrum
yang menghubungkan otak tengah dengan hemisfer serebrum. Fungsi utamanya
adalah sebagai respon tingkah laku terhadap emosi dan juga mengatur mood dan
motivasi. Kerusakan hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood dan
motivasi sehingga kurang aktivitas dan dan malas melakukan sesuatu. Kondisi
seperti ini sering kita temui pada klien dengan defisit perawatan diri , dimana
klien butuh lebih banyak motivasi dan dukungan untuk dapat merawat dirinya
(Suliswati, 2002; Stuart & Laraia, 2011).

Ganguan defisit perawatan diri juga dapat terjadi karena ketidakseimbangan


dari beberapa neurotransmitter. misalnya : Dopamine fungsinya mencakup
regulasi gerak dan koordinasi, emosi, kemampuan pemecahan masalah secara
volunter). Transmisi dopamin berimplikasi pada penyebab gangguan emosi
tertentu. Pada klien skizoprenia dopamin dapat mempengaruhi fungsi kognitif
(alam pikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) kondisi ini pada
klien dengan defisit perawatan diri memiliki perilaku yang menyimpang seperti
tidak berkeinginan untuk melakukan perawatan diri (Hawari, 2011).

Serotonin berperan sebagai pengontrol nafsu makan, tidur, alam perasaan,


halusinasi, persepsi nyeri, muntah. Serotonin dapat mempengaruhi fungsi kognitif
(alam pikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) (Hawari, 2011).
Jika terjadi penurunan serotonin akan mengakibatkan kecenderungan perilaku
yang kearah maladaptif. Pada klien dengan defisit perawatan diri perilaku yang
maladaptif dapat terlihat dengan tidak adanya aktifitas dalam melakukan
perawatan diri seperti : mandi, berganti pakaian, makan dan toileting
(Wilkinson,2011).

Norepinephrin berfungsi untuk kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi;


proses pembelajaran dan memori. Jika terjadi penurunan kadar norepinephrine
akan dapat mengakibatkan kelemahan sehingga perilaku yang ditampilkan klien
cendrung negatif seperti tidak mau mandi, tidak mau makan maupun tidak mau
berhias dan toileting (Boyd & Nihart, 1998; Suliswati, 2011).

F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan di bagi menjadi 2 menurut
Damaiyanti 2012 yaitu:
1. Mekanisme koping adaptif Mekanisme koping yang mendukung fungsi
integrasi pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien
bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
2. Mekanisme koping maladaptif Mekanisme koping yang menghambat fungsi
integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.

G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Penotizin.
b. Obat anti depresi : Amitripilin.
c. Obat antu ansietas : Diasepam, bromozepam, clobozam.
d. Obat anti insomia : phnebarbital.
2. Terapi
a. Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian :
1) Jangan memancing emosi klien.
2) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga.
3) Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.
4) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan
masalah yang dialaminya.
b. Terapi Aktivitas Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau
aktivitas lainnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena maslah sebagian orang merupakan perasaan dan
tingkah laku pada orang lain. Ada 5 sesi yang harus dilakukan :
1) Manfaat perawatan diri.
2) Menjaga kebersihan diri.
3) Tata cara makan dan minum.
4) Tata cara eliminasi.
5) Tata cara berhias.
c. Terapi Musik
Dengan musik klien bisa terhibur, rileks, dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran pasien.
Penatalaksanaan manurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.
2) Membimbing dan menolong klien merawat diri.
3) Ciptakan lingkungan yang mendukung.

H. Prinsip Tindakan Keperawatan


2. ASKEP TEORITIS
A. Pengkajian
a. Pengakjian
- Identitas
1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang nama perawat, nama klien, panggilan perawat,
panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan dan topik yang
akan dibicarakan. Kemudian usia dan No RM.
2) Mahasiswa menuliskan sumber data yang didapat.
- Alasan masuk
Tanyakan kepada klien dan keluarga
1) Apa yang menyebabkan klien/keluarga datang ke rumah sakit saat
ini ?
2) Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ?
3) Bagaimana hasilnya ?
- Faktor predisposisi
1) Tanyakan kepada klien/keluarga apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa dimasa lalu.
2) Tanyakan pada klien apakah klien pernah melakukan dan atau
mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal.
3) Tanyakan kepada klien atau keluarga apakah ada anggota keluarga
lainnya yang mengalami gangguan jiwa.
4) Tanyakan kepada klien/keluarga tentang pengalaman yang tidak
menyenangkan (kegagalan, kehilangan, perpisahan, kematian,
trauma selama tumbuh kembang) yang pernah dialami klien pada
masa lalu.
- Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ :
1) Ukur dan observasi TTV.
2) Ukur tinggi badan dan berat badan klien.
3) Tanyakan kepada klien/keluarga, apakah ada keluhan fisik yang
dirasakn oleh klien.
4) Kaji lebih lanjut sistem dn fungsi organ serta jelaskan dengan
keluhan yang ada.
5) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data yang ada.
- Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
- Hubungan sosial
- Spiritual
- Status mental
1) Penampilan
2) Pembicaraan
3) Aktivitas motorik
4) Alam perasaan
5) Afek
6) Interaksi selama wawancara
7) Persepsi
8) Proses pikir
9) Isi pikir
10) Tingkat kesadaran
11) Memori
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
13) Kemampuan penilaian
14) Daya tilik diri
- Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
2) BAB/BAK
3) Mandi
4) Berpakaian
5) Istirahat dan tidur
6) Penggunaan obat
7) Pemeliharaan kesehatan
8) Kegiatan didalam rumah
9) Kegiatan di luar rumah
- Mekanisme koping
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya.
- Masalah psikososial
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada tiap
masalah yang dimilki klien, beri uraian spesifik, singkat dan jelas.
- Pengatahuan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada tiap
item yang dimiliki oleh klien simpulkan dalam masalah.
- Aspek medis
Tuliskan diagnisa medik klien yang telah dirumuskan oleh dokter yang
merawat. Tuliskan obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik,
psikofarmako, dan terapi lainnya.
b. Daftar masalah
1) Tuliskan semua masalah disertai data pendukung, yaitu data subjektif
dan data objektif.
2) Buat pohon masalah dari data yang tekah dirumuskan.
c. Pohon masalah
Isolasi sosial : menarik diri effet

Defisit perawatan diri : mandi, berdandan core problem

Harga diri rendah kronis causa

d. Kemungkinan diagnosis keperawatan


1) Defisit perawatan diri
2) Isolasi sosial
3) Harga diri rendah

e. Rencana keperawatan untuk masalah keperawatan utama


1. Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat
diri.
a. Tujuan Umum.
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri.
b. Tujuan Khusus.
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat. Kriteria evaluasi Dalam berinteraksi klien menunjukan
tanda-tanda percaya pada perawat:
1. Wajah cerah, tersenyum
2. Mau berkenalan
3. Ada kontak mata
4. Menerima kehadiran perawat
5. Bersedia menceritakan perasaannya
c. Intervensi
1. Berikan salam setiap berinteraksi.
2. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
3. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
4. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
5. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
6. Buat kontrak interaksi yang jelas.
7. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
8. Penuhi kebutuhandasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.


a. Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan untuk pasien kurang perawatan diri juga
ditujukan untuk keluarga sehingga keluarga mampu mengarahkan
pasien dalam melakukan perawatan diri.
b. Tindakan keperawatan untuk pasien
Tujuan:
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
c. Tindakan keperawatan
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri Untuk
melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri Saudara dapat
melakukan tanapan tindakan yang meliputi:
2. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
3. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
4. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
5. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
d. Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali
pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk
kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat
meningkatkan cara merawat diri.
e. Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
2. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan
cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda-
tanda bersih.
3. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan
diri.
4. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali
pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan
kebersihan diri.
5. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
6. Beri reinforcement positif setelah klien mampu
mengungkapkan arti kebersihan diri.
7. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi
2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah
makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut,
gunting kuku jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan


bantuan perawat.
a. Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri
seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih,
mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan
penampilan.
b. Intervensi
1. Motivasi klien untuk mandi.
2. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang
benar.
3. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
4. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan
rambut.
5. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan
fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan
kebersihan kamar mandi.
6. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian
ganti, handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri


secara mandiri.
a. Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan
kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran,
seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari,
penampilan bersih dan rapi.
b. Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara
teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok
gigi, ganti baju dan pakai sandal.

TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri


secara mandiri.
a. Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
b. Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan
kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam


meningkatkan kebersihan diri.
a. Kriteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang
berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan
sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan
diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam
menjaga kebersihan diri.
b. Intervensi
1. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang
minatnya klien menjaga kebersihan diri.
2. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang
telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga
kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
3. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi
stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
4. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang
lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.
5. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam
menjaga kebersihan diri.
6. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien
dalam menjaga kebersihan diri.
7. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang
dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi,
sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

f. Implementasi keperawatan
Merupakan langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan

g. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Jika tidak tercapai, maka perlu ditindak lanjuti dengan
penerapan bagian intervensi lama yang belum tercapai, atau memikirkan
intervensi terbaru
DAFTAR PUSTAKA

Anna Keliat, Budi. 2011. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.
Faisal, Deny. 2014. “Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn.J dengan Gangguan Defisit
Perawatan diri : Kebersihan Diri dan Pakaian/Berhias di Ruangan Abimanyu RSJ
Daerah Surakarta”. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ellya. 2014. Keperawatan Jiwa: Landasan Teori Defisit Perawatan Diri.
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

A. Konsep Dasar :
a. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan hilangnya kemampuan individu dalam
membedakan antara rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan rtanpa objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan suara – suara tetapi
pada kenyataannyatidak ada orang yang berbicara (Abdul muhith, 2015).
Halusinasi adalah suatu gangguan persepsi panca indera tanpa disertai dengan
adanya rangsangan dari luaryang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik (Abdul muthith, 2015).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan (Abdul muhith, 2015).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan (Abdul muhith, 2015).

b. Rentang Respon

Rentang Respon neurobiologis

Respons adatif Respons maladatif


maladatif

a. pikiran logis a. proses pikir terganggu a. waham, halusinasi


b. persepsi akurat b. ilusi b. kerusakan proses
c. emosi konsistensi c. emosi berlebihan emosi
dengan pengalaman c. perilaku tidak
d. perilaku cocok d. perilaku yang tidak terorganisasi
e. hubungan sosial biasa d. isolasi sosial
humoris e. menarik diri

Respon adaptif berdasarkan tentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki & Hanik,
2015) meliputi:

1) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat di terima akal.
2) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara
cermat dan tepat sesuai perhitungan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantepan perasaan jiwa yang timbul
sesuai dengan peristiwayang pernah di alami.
4) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu
tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan
moral.
5) Hubungan sosial dapat di ketahui melalui hubungan sosial dengan orang lain dalam
pergaulan di tengah masyarakat.

Respon maladaptif berdasarkan tentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki &
Hanik, 2015) meliputi :

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan walaupun


tidak di yakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap
lingkungan.
3) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau menurunnya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
4) Ketidak teraturan perilaku berupa ketidak selarasan antara perilaku dan gerakan yang
ditimbul.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh individu karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.

d. Faktor Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sehjak kecil,
mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.
d) Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyataa
menuju alam hayal.
e) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
padapenyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133)

2. Faktor Presipitasi
a) Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
b) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stresosor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi
stress.(Prabowo, 2014 : 133)
d) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
nyata dan tidak.
e) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu yang lama.
f) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat
berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
g) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengotrol semua
perilaku klien.
h) Dimensi social
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol
diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasiberupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interkasi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
i) Dimensi spiritual
Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu.
(Damaiyanti, 2012 : 57-58)

e. Tanda dan Gejala


Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
a) Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
b) Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba
lambat
c) Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari orang
lain
d) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata
e) Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah
f) Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
g) Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan
takut
h) Sulit berhubungan dengan orang lain
i) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah
j) Tidak mampu mengikuti perintah
k) Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton. (Prabowo,
2014: 133-134)

f. Proses Terjadinya
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:
a) Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam
dan asyik sendiri.
b) Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumberdipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tandatanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut jantung,
pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan reaita.
c) Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan
orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutamajika akan
berhubungan dengan orang lain.
d) Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti
perintah halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri,
tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan membahayakan.
( Prabowo, 2014: 130- 131)

g. Mekanisme Koping
1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimuus internal.
(Prabowo, 2014 :134)

h. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat
penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh
pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai
pengawas minum obat
1. Farmakoterapi Neuroleptika
dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizofrenia yang
menahun,hasilnyalebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun
penyakit.Neuroleptika dengan dosis efek tiftinggi bermanfaat pada penderita
psikomotorik yang meningkat.

KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS


HARIAN
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permit) 1-40 mg
Mesoridazin ( Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trialon) 12-64 mg
Prokloperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazine (Sparine) 40-1200 mg
Tiodazin (Mellani) 150-800 mg
Trifluopromazine (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60-150 mg

Toksanten Kloproktisen (Tarctan) 75-600 mg


Tioktiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Didraindolon Molindone (Moban) 225-225

2. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grand mall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan
pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien kembali
kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien
bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien
tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik,
dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy
modalitas yang terdiri dari :
a. Terapi aktivitas
i. Terapi music
Focus ; mendengar ; memainkan alat musik ; bernyanyi. yaitu
menikmati dengan relaksasi music yang disukai pasien.
ii. Terapi seni
Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa
pekerjaan seni.
iii. Terapi menari
Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
iv. Terapi relaksasi
Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok Rasional : untuk
koping/perilaku mal adaptif/deskriptif meningkatkan partisipasi
dan kesenangan pasien dalam kehidupan
v. Terapi social
Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain
vi. Terapi kelompok
 Terapi group (kelompok terapeutik)
 Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity
therapy)
 TAK Stimulus Persepsi; Halusinasi
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 ; Mengontrol halusinasi dengan menghardik
Sesi 3 ; Mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan
Sesi 4 ; Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum
obat
4. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga (Home
Like Atmosphere).(Prabowo,2014: 134- 136)

i. Prinsip Tindakan Keperawatan


1. Tetapkan hubungan saling percaya.
2. Kaji gejala halusinasi.
3. Fokus pada gejala dan minta klien menjelaskan apa yang terjadi.
4. Identifikasi apakah klien sebelumnya telah minum obat dan atau alkohol.
5. Jika klien bertanya, nyatakan sederhana bahwa anda tidak mengalami stimulus
yang sama. Bantu klien mengobservasi dan menjelaskan pikiran, perasaan dan
tindakan yang berhubungan dengan halusinasi (saat ini maupun yang lalu).
6. Bantu klien identifikasi hubungan antara halusinasi dan kebutuhan yang
direfleksikannya.
7. Sarankan dan kuatkan penggunaan hubungan interpersonal dalam memenuhi
kebutuhan.
8. Identifikasi cara gejala-gejala psikosis lainnya.

B. Askep Teoritis :
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Identitas ditulis lengkap meliputi nama, usia dalam tahun, alamat,
pendidikan, agama, status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, nomor
rekam medis dan diagnosa medisnya.
b. Alasan masuk
Menanyakan kepada klien/keluarga/pihak yang berkaitan dan tulis
hasilnya, apa yang menyebabkan klien datang ke rumah sakit, apa yang
sudah dilakukan oleh klien/keluarga sebelumnya atau di rumah untuk
mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya. Klien dengan halusinasi
biasanya dilaporkan oleh keluarga bahwa klien sering melamun,
menyendiri, dan terlihat berbicara sendiri.
c. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya trauma masa lalu,
faktor genetik dan sisilah orang tuanya dan pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan.
d. Fisik
Mengkaji keadaan umum klien, tanda – tanda vital, tinggi badan/berar
badan, atau/tidak keluhan fisik seperti nyeri dan lain – lain.
e. Psikososial
i. Genogram
Membuat genogram beserta keterangannya untuk mengetahui
kemungkinan adanya riwayat genetik yang menyebabkan
menurunkan gangguan jiwa.
ii. Konsep diri
 Citra tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap
tubuhnya, bagian tubuhnya yang paling/tidak disukai.
 Identitas diri, bagaimana persepsi tentng status dan
posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap
suatu/posisi tersebut, kepuasan klien sebagai laki – laki
atau perempuan.
 Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya,
posisi, status, tugas/peran yang harapannya dalam
keluarga, kelompok, masyarakat dan bagaimana
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/peran
tersebut.
 Ideal diri, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya,
posisi, status, tugas/peran dan harapan klien terhadap
lingkungan.
 Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya
dalam hubungannya dengan orang lain sesuai dengan
kondisi dan bagaimana penilaian/penghargaan orang
lain terhadap diri dan lingkungan klien.
f. Hubungan sosial
Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat dengan klien, bagaimana peran
serta dalam kegiatan dalam kelompok/masyarakat serta ada/tidak
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
g. Spiritual
Apa agama/keyakinan klien. Bagaimana persepsi, nilai, norma, pandangan
dan keyakinan diri klien, keluarga, dan masyarakat setempat tentang
gangguan jiwa sesuai dengan norma budaya dan agama yang dianut.
h. Status mental
i. Penampilan
Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan usia, cara
berpakaian, kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi
wajah, kontak mata.
ii. Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien, apakah
cepat, keras. Gagap, inkoheren, apatis, lambat, membisu dan lain
– lain.
iii. Aktivitas motorik (psikomotor)
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicatat
dalam hal tingkat aktivitas (latergik, tegang, gelisah, agitasi),
jenis (TIK, tremor) dan isyarat tubuh yang tidak wajar.
iv. Afek dan emosi
Afek merupakan nada perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung
relatif lama dan dengan sedikit komponen fisiologis/fisik serta
bangga, kecewa. Emosi merupakan manifestasi afek yang
ditampilkan/diekspresikan keluar, disertai banyak komponen
fisiologis dan berlangsung relatif lebih singkat/spontan seperti
sedih, ketakutan, putus asa, khawatir atau gembira berlebihan.
v. Interaksi selama wawancara
Bagaimana respon klien saat wawancara, kooperatif/tidak,
bagaimana kontak mata dengan perawat dan lain – lain.
vi. Persepsi sensori
Memberikan pertanyaan kepada klien seperti “apakah anda sering
mendengar suara saat tidak ada orang? Apa anda mendengar
suara yang tidak dapat anda lihat? Apa yang anda lakukan oleh
suara itu. Memeriksa ada/tidak halusinasi, ilusi.
vii. Proses pikir
Bagaimana proses pikir klien, bagaimana alur pikirnya
(koheren/inkoheren), bagaimana isi pikirannya realitas/tidak.
viii. Kesadaran
Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun atau meninggi.
ix. Orientasi
Bagaimana orientasi klien terhadap waktu, tempat dan orang.
x. Memori
Apakah klien mengalami gangguan daya ingat, seperti : efek
samping dari obat dan psikologis.
xi. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi,
bagaimana kemampuan berhitung klien, seperti : disaat ditanya
apakah klien menjawab pertanyaan sesuai dengan yang
ditanyakan oleh observer.
xii. Kemampuan penilaian

Skor Keterangan karakteristik


0 Tidak ada. Tidak cukup informasi.
1 Sangat berat. Keputusan yang diambil maladaptif
dan perilakunya beresiko
membahayakan diri sendiri dan
orang lain.
2 Berat. Penilaian yang dialami maladaptif.
Tidak mampu membuat penilaian
sederhana (konstruktif) dan adaptif
3 Sedang. Meskipun telah mendapat bantuan
orang lain.
4 Ringan. Mampu membuat penilaian
sederhana dengan bantuan orang
lain.

i. Kebutuhan persiapan pulang


Apakah dalam melakukan kebutuhan sehari-hari seperti makan,
BAB/BAK, mandi, berpakaian/berhias, istirahat tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, kegiatan didalam rumah/luar rumah memerlukan
bantuan atau pendampingan dari perawat/keluarga.
j. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya melindungi diri sendiri dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik.
k. Masalah psikososial
Setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis
atau sosial yang memberikan pengaruh timbal balik dan dianggap
berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa
atau gangguan kesehatan secara nyata atau sebaliknya masalah kesehatan
jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial.
l. Pengetahuan
Suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami
defisiensi pengetahuan kognitif atau keterampilan-keterampilan
psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan.

m. Askep medis
Salah satu diagnosa medis di keperawatan jiwa adalah Skizofrenia.
Skizofrenia dapat menyebabkan terjadinya masalah keperawatan
halusinasi. Angka kejadian halusinasi meningkat dari tahun ke tahun.
Masalah keperawatan halusinasi jika tidak dilakukan intervensi akan
menyebabkan resiko tinggi menciderai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Pervelensi penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya adalah 80% dari 1.350 jiwa. Tujuan dari penelitian ini adalah
melaksanakan asuhan keperawatan klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan melakukan
asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi dengan memfokuskan intervensi pada
penerapan terapi aktivitas kelompok (TAK). Hasil penelitian kepada 2
klien halusinasi selama diberikan asuhan keperawatan dan ditambah
dengan tindakan keperawatan menggunakan terapi aktivitas kelompok
(TAK) selama 1 hari, didapatkan hasil klien mengalami penurunan
halusinasi, klien dapat mengontrol halusinasiya, keadaan klien menjadi
lebih tenang dan nyaman. Simpulan dari penelitian pada perilaku
halusinasi adalah diberikan terapi aktivitas kelompok (TAK) untuk
mengatasi halusinasi agar tidak muncul lagi serta penanganan yang tepat
dan cepat dapat mempercepat kesembuhan klien. Saran untuk Rumah Sakit
Jiwa Menur Surabaya adalah perawat dan petugas mempertahankan
pemberian terapi aktivitas kelompok (TAK) pada klien untuk mencegah
kambuhnya halusinasi.

2. Daftar masalah
a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi penglihatan
b. Harga diri rendah
3. Pohon masalah

Halusinasi penglihatan

(Core problem)

Harga Diri Rendah

(Penyebab)

4. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan sensori persepsi: halusinasi b/d menarik diri

5. Rencana asuhan Keperawatan


Tujuan Umum:
Pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
Tujuan Khusus:
TUK 1 : pasien dapat membina hubungan saling percaya
a) Kriteria Hasil
Setelah 1 X interaksi, pasien mampu membina hubungan saling percaya
dengan perawat dengan kriteria: ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa
senang, dan kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,mau
dududk berdampingan dengan perawat, mau mengungkapkan perasaannya
b) Intervensi
Bina hubungna saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik
 Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
 Perkenakan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
 Tanyakan nama lengkap dan panggilan yang disukai pasien
 Buat kontrak yang jelas
 Tunjukkan sikap jujur dan menunjukkan sikap empati serta menerima
apa adanya
 Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
 Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
 Dengarkan ungkapan pasien dengan penuh perhatian ada ekspresi
perasaan pasien.

TUK 2 : pasien dapat mengenal halusinasinya


a) Kriteria Hasil
Setelah 2 X interaksi, pasien dapat menyebutkan:
 Isi
 Waktu
 Frekuensi
 Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi
b) Intervensi
 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
 Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi ( verbal dan
nono verbal)
 Bantu mengenal halusinasi
 Jika pasien tidak sedang berhalusinasi klarivikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi, diskusikan dengan pasien isi, waktu, dn
frekuensi halusinasi pagi, siang , sore, malam atau sering, jarang )
 Diskusikan tentang apa yang dirasakaan saat terjadi halusinasi
 Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi
 Diskusikan tentang dampak yang akan dialami jika
 pasien menikmati halusinasinya.

TUK 3 : pasien dapat mengontrol halusinasinya


a) Kriteria Hasil:
Seteah 2 X interaksi pasien menyebutkan tindakan yang biasanya diakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.
b) Intervensi
 Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
 Diskusikan manfaat cara yang digunakan paisen
 Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol halusinasi
 Bantu pasien memiih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya
 Pantau pelaksanaan tindakan yang telah dipiih dan dilatih, jika berhasi
beri pujian

TUK 4 : pasien dapat dukungan dari keluarga dan mengontrol halusinasi


a) Kriteria Hasil:
Setelah 2 X interaksi keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan
dengan perawat
b) Intervensi
 Buat kontak pertemuan dengan keluarga (waktu, topik, tempat)
 Diskusikan dengan keluarga : pemgertian halusianasi, tanda gejala,
proses terjadi, cara yang bisa diakukan oleh pasien dan keluarga untuk
memutus halusinasi, obat-obat halusinasi, cara merawat pasien
halusinasi dirumah, beri informasi waktu follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan.
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

TUK 5 : pasien dapat menggunakan obat dengan benar


a) Kriteria Hasil
Setelah 2 X interaksi pasien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar
b) Intervensi
 Diskusikan tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, dosis,
nama, frekuensi, efek samping minum obat
 Pantau saat pasien minum obat
 Anjurkan pasien minta sendiri obatnya pada perawat
 Beri reinforcemen jika pasien menggunakan obat dengan benar
 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
 Anjurkan pasien berkonsultasi dengan dokter/perawat jika terjadi hal-
ha yang tidak diinginkan. (Prabowo, 2014)
6. Implementasi keperawatan
Merupakan langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.
7. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Jika tidak tercapai, maka perlu ditindak lanjuti dengan penerapan bagian
intervensi lama yang belum tercapai, atau memikirkan intervensi terbaru
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika.
Balitbang Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS.Jakarta :
Balitbang Kemenkes RI.
Budiman.(2010). Jumlah Gangguan Jiwa.http://www.suarabandung.com diakses
12 Maret 2018 .
Depkes RI. (2010). Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan.Jakarta :
Depkes RI.
Depkes RI. (2010). Pengertian Gangguan Jiwa. http://www.depkes.co.id.
Diakses pada tanggal 12 Maret 2018.
Kusumawati dan Hartono .(2010) .Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta :
Salemba Medika
Maramis, Rusdi. (2010). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ
III).Jakarta : FK Unika Atmajaya.
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH

A. Konsep dasar
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai ideal (Stuart & Sundeen. 2015)
Harga diri rendah adalah individu merasa kenyataan dirinya menjadi
mendekati ideal diri, mempunyai harga diri tinggi, sedangkan individu yang
merasa dirinya jauh dari titik kesesuaian antara ideal diri dengan kenyataan akan
mempunyai harga diri rendah (Wartonah.2015).
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat.2014).

2. Rentang respon (Yusuf.2014)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi


diri positif rendah identitas

3. Faktor penyebab

a. Predisposisi
Faktor- faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi :
1) Faktor predisposisi gangguan citra tubuh
I. Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh (anatomi dan
fungsi)
II. Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat
pertumbuhan dan perkembangan atau penyakit)
III. Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur
maupun fungsi tubuh
IV. Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterpi, transplantasi
2) Faktor predisposisi gangguan harga diri
I. Penolakan dari orang lain
II. Kurang penghargaan
III. Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol,
terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten
IV. Persaingan antar saudara
V. Kesalahan dan kegagalan yang berulang
VI. Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan
3) Faktor predisposisi gangguan peran
I. Transisi peran yang sering terjadi pada proses
perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat sakit
II. Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan
yang bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi
III. Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya
tentang harapan peran yang spesifik dan bingung tentang
tingkah laku peran yang sesuai
IV. Peran yang terlalu banyak
4) Faktor predisposisi gangguan identitas diri
I. Ketidak percayaan orang tua pada anak
II. Tekanan dari teman sebaya
III. Perubahan dari struktur sosial
b. Faktor presipitasi
Faktor pencetus terjadinya gangguan konsep diri bisa timbul dari sumber
internal maupun eksternal klien, yaitu :
a) Trauma, seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian yang mengancam kehidupannya.
b) Ketegangan peran, berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi, ada tiga
jenis transisi peran:
 Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan penyesuaian diri.
 Transisi peran situasi terjadi dengan bertambahnya atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
 Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh :
Kehilangan bagian tubuh. Perubahan bentuk, ukuran,
panampilan, dan fungsi tubuh. Perubahan fisik berhubungan
dengan tumbuh kembang normal. Prosedur medis keperawatan.

5. Tanda dan gejala


a. Perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan
kurangpercaya diri.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, individu yang selalu gagaal dalam
meraih sesuatu.
c. Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada dibawah
orang lain.
d. Gangguan berhubungan social seperti menarik diri, lebih suka menyendiri
dan tidak ingin bertemu orang lain.
e. Rasa percaya diri kurang , merasa tidak percaya dengan kemampuan yang
dimiliki.
f. Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu-ragu dalam
memilih sesuatu.
g. Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri kehidupan.
h. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
i. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.
j. Ketegangan peran yang dirasakan.
k. Pandangan hidup pesimis.
l. Keluhan fisik
1) Penolakan terhadap kemampuan personal
2) Destruktif terhadap diri sendiri
3) Menarik diri secara social
4) Penyalahgunaan zat
5) Menarik diri dari realitas
6) Khawatir

5. Proses terjadinya
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri terdiri atas
komponen : citra diri, ideal diri, harga diri, penampilan peran dan identitas
personal. Respons individu terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang
rentang konsep diri yaitu dari adaptif sampai maladatif. Salah satu komponen
konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai
dengan ideal diri. Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai
sesuatu yang berharga dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.
Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri
rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri
diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan
menerima penghargaan dari orang lain.Harga diri rendah di gambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri
sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain,
perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara
sosial.Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yang tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin
ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksirkan
kejadian yang mengancam.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis
transisi peran, yaitu :
 Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
 Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
 Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari
keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan
oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis
dan keperawatan.

6. Mekanisme koping
a. Jangka pendek
1) Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis
identitas (misal : konser musik, bekerja keras, menonton televisi
secara obsesif)
2) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara
(misal : ikut serta dalam aktivitas social, agama, klub politik,
kelompok, atau geng)
3) Aktivitas sementara menguatkan perasan diri (misal : olah raga
yang kompetitif, pencapaian akademik, kontes untuk
mendapatkan popularitas)
4) Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan
individu (misal:penyalahgunaan obat )
b. Jangka panjang
1) Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan
oleh orang yang penting bagi individu tanpa memperlihatkan
keinginan, aspirasi, dan potensi diri individu tersebut.
2) Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat
diterima oleh nilai dan harapan masyarakat.
c. Mekanisme pertahanan ego:
 Penggunaan fantasi
 Disosiasi
 Isolasi
 Projeksi
 Pergeseran ( displasement )
 Peretakan ( splitting )
 Berbalik marah pada diri sendiri
 Amuk

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
 Memberi kesempatan untuk berhasil
 Menanamkan gagaasan
 Mendorong aspirasi
 Membantu membentuk koping
b. Penatalaksanaan Medis
a. Clorpromazine (CPZ)
- Indikasi: untuk sindrom psikosis yaitu berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku aneh, tidak bekerja, hubungan
sosial dan melakukan aktivitas rutin.
- Efek samping: sedasi, gangguan otonomik serta endokrin.
b. Haloperidol (HPL)
- Indikasi: berdaya berat dalam kemampuan menilai realitaas
dalam fungsi netral serta fungsi kehidupan sehari-hari.
- Efek samping: sedasi, gangguan otonomik dan endokrin.
c. Trihexyphenidyl (THP)
- Indikasi: segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca
enchepalitis dan idiopatik.
- Efeksamping: hipersensitif terhadap trihexyphenidyl, psikosis
berat, psikoneurosis dan obstruksi saluran cerna.
d. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan
apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik.Psikotherapi pada klien dengan
gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
e. Therapy Modalitas
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas
kelompok stimulasi kognitif atau persepsi, therapy aktivitas
kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi
realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi. Dari empat jenis
therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan
pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah
therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang
mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok,
hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah.
f. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang
adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik.
Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik
atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien.
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam
ruangan khusus.
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih
terang dari sinar ruangan).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik
maupun klonik.
g. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana
terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih
(sosialisasi).

8. Prinsip tindakan keperawatan


Menjelaskan tanda-tanda dan cara mearawat klien harga diri rendah,
mengenali dan mengekspresikan perasaan, membantu klien meningkatkan
kemampuan memperkenalkan diri, membantu klien berkenalann dengan
anggota kelompok, membantu klien untuk mampu bercakap-cakap dengan
anggota kelompok, bantu klien untuk mampu menyampaikann dan
membicarakan masalah pribadi dengan orang lain.

B. Asuhan keperawatan teoritis


1. Pengkajian
a. Identitas
Hal yang perlu di kaji adalah : inisial, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, status, tanggal pengkajian, nama
penanggung jawab, serta hubungan dengan klien.
b. Alasan masuk
Menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada ,
berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan
kegiatan sehari-hari , dependen.
c. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana
hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga, dan tindakan criminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga apakah
ada yang mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien tentang
pengalaman yang tidak menyenangkan.
d. Fisik
Pada pemeriksaan fisik kaji tanda-tanda vital pasien, ukur tinggi serta
berat badan pasien, serta keluhan yang dirasakan pasien.
e. Psikososial
Kaji genogram pasien gambaran klien dengan tiga generasi ke atas, pola
asuh, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan dengan anggota
keluarga lainnya, serta konsep diri pasien antara lain :
1) Body Image (Citra tubuh)
Merupakan sikap terhadap tubuh secara sadar dan tidak
sadarMencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi
penampilan tubuh dulu dan sekarang bagi yang mengalami isolasi sosial
antara lain: Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh.
Preokupasi dengan bagian yang hilang, mengungkapkan keputusasaan,
mengungkapkan ketakutan.
2) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi
3) Harga diri (HD)
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri ,
gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan
kurang percaya diri.
4) Peran diri (PD).
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses
menua , putus sekolah, PHK.
5) Identitas Diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan .
f. Hubungan sosial
Hal yang perlu dikaji adalah hubungan klien dengan keluarga klien,
apakah klien mengikuti kegiatan diluar rumah, serta kaji juga hubungan klien
dengan kerabat serta tetangga lingkungan rumah klien.
g. Spiritual
Hal yan perlu dikaji dalam masalah spiritual ini adalah agama yang
pasien anut, seberapa besar ketaatan pasien dalam melaksanakan ibadah dalam
agamanya. Seberapa taat pasien dalam menjalani aturan yang telah ditetapkan
oleh agamanya.
h. Status mental
1) Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada
yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian, dampak
ketidakmampuan berpenampilan baik atau berpakaian terhadap status
psikologis klien.
2) Pembicaraan
Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering
terhenti atau bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu
memulai pembicaraan.
3) Aktivitas motorik
a) Lesu, tegang, gelisah.
b) Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan
c) Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol
d) Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak
terkontrol klien
e) Tremor : jari-jari yang bergetar ketika klien menjulurkan tangan dan
merentangkan jari-jari
f) Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
g) Alam perasaan
h) Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan
i) Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas
j) Khawatir : objeknya belum jelas
k) Afek
 Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan.
 Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat kuat
 Labil : emosi klien cepat berubah-ubah
 Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan stimulus
l) Interaksi selama wawancara
 Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara
 Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara
dengan spontan
 Mudah tersinggung
 Bermusuhan : kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau
tidak ramah
 Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara
 Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada
pewawancara atau orang lain.
m) Persepsi
Jenis-jenis halusinasi dan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak pada
saat klien berhalusinasi.
n) Proses pikir
 Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan
 Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada
tujuan
 Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu
kalimat dengan kalimat lainnya
 Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik
yang lainnya.
 Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar
kemudian dilanjutkan kembali
 Perseferasi : kata-kata yang diulang berkali-kali
 Perbigerasi : kalimat yang diulang berkali-kali

o) Isi fikir
 Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya.
 Phobia : ketakutan yang patologis atau tidak logis terhadap objek atau
situasi tertentu.
 Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ tubuh yang
sebenarnya tidak ada.
 Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
 Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi
dilingkungan yang bermakna yang terkait pada dirinya.
 Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan
hal-hal yang mustahil atau diluar kemampuannya.
p) Tingkat kesadaran
 Bingung : tampak bingung dan kacau (perilaku yang tidak mengarah
pada tujuan).
 Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar atau tidak
sadar
 Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-
ulang, anggota tubuh klien dalam sikap yang canggung dan
dipertahankan klien tapi klien mengerti semua yang terjadi
dilingkungannya
 Orientasi : waktu, tempat dan orang
 Jelaskan apa yang dikatakan klien saat wawancara

q.) Memori
 Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian
lebih dari 1 bulan.
 Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian
dalam minggu terakhir.
 Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang
baru saja terjadi.
 Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan
memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya
ingatnya.
r) Tingkat konsentrasi
 Mudah beralih : perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek
lainnya.
 Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan
diulang karena tidak menangkap apa yang ditanyakan atau tidak dapat
menjelaskan kembali pembicaraan.
 Tidak mampu berhitung : tidak dapat melakukan penambahan atau
pengurangan pada benda-benda yang nyata
s) Daya tilik diri
 Mengingkari penyakit yang diderita : klien tidak menyadari gejala
penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak
perlu minta pertolongan atau klien menyangkal keadaan penyakitnya,
klien tidak mau bercerita tentang penyakitnya
 Menyalahkan hal-hal diluar dirinya : menyalahkan orang lain atau
lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah
sekarang

i. Persiapan pulang
1) Makan
Tanyakan frekuensi, jumlah, variasi, macam dan cara makan, observasi
kemampuan klien menyiapkan dan membersihkan alat makan.
2) Buang Air Besar dan Buang Air Kecil
Observasi kemampuan klien untuk Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air
Kecil (BAK), pergi menggunakan WC atau membersihkan WC.
3) Mandi
Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci
rambut, gunting kuku, observasi kebersihan tubuh dan bau badan klien.
4) Berpakaian
Observasi kemampuan klien dalam mengambil, memilih dan mengenakan
pakaian, observasi penampilan dandanan klien.
5) Istirahat dan tidur
Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur siang atau malam, persiapan
sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur.
6) Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan cara
pemberian.
7) Pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kepada klien tentang bagaimana, kapan perawatan lanjut, siapa saja
sistem pendukung yang dimiliki.
8) Aktivitas di dalam rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam mengolah dan menyajikan makanan,
merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri, mengatur kebutuhan biaya sehari-
hari.
9) Aktivitas di luar rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam belanja untuk keperluan sehari-hari,
aktivitas lain yang dilakukan di luar rumah.
j. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
k. Masalah psikososial
Klien menutupi diri dari keluarga, lingkungan, kelompok dan masyarakat.
l. Pengetahuan
Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor presipitasi, koping, obat-
obatan, dan masalah lain tentang isolasi sosial
m. Aspek medis
Therapy medis: Stelazine 5 mg 3 x 1 tablet
Tryhexsipindile (THD) 2 mg 3 x 1 tablet
CP2 (Clopamizine) 100 mg 1 x 1 tablet

2. Daftar Masalah
1) Harga diri rendah
2) Mekanisme koping individu tidak efektif
3) Isolasi sosial
4) Halusinasi
5) Defisit perawatan diri
3. Pohon masalah

Halusinasi

Isolasi sosial
Defisit perawatan diri

Mekanisme koping
individu tidak efektif

Harga diri rendah

4. Kemungkinan diagnosa keperawatan


- Harga diri rendah
- Mekanisme koping individu tidak efektif
- Isolasi sosial
- Halusinasi
- Defisit perawatan diri
- Gangguan citra tubuh
- Gangguan identitas
- Resiko prilaku kekerasan

5. Rencana asuhan keperawatan masalah utama


Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Harga diri TUM : Setelah dilakukan 1. Bina hubungan
rendah Klien memiliki interaksi diharapkan : saling percaya dengan
konsep diri yang 1. Ekspresi wajah menggunakan prinsip
positif klien bersahabat, komunikasi terapeutik
TUK 1 menunjukkan rasa :
Klien dapat membina senang, ada kontak a. Sapa klien dengan
hubungan saling mata, mau berjabat nama baik verbal
percaya. tangan,mau maupun non verbal.
TUK 2 menyebutkan nama, b. Perkenalkan diri
Klien dapat mau menjawab salam, dengan sopan.
mengidentifikasi mau duduk c. Tanyakan nama
kemampuan dan aspek berdampingan dengan lengkap klien dan
positif yang di perawat, mau nama panggilan yang
milikinya. mengutarakan disukai klien.
TUK 3 masalah yang d. Jelaskan tujuan
Klien dapat menilai dihadapi. pertemuan
kemampuan yang 2.klien menyebutkan e. Jujur dan
digunakan. aspek positif dan menepati janji
TUK 4 kemampuan yang f. Tunjukkan sikap
Klien dapat dimiliki klien empati dan menerima
menetapkan dan 3. klien menilai klien apa adanya.
merencanakan kemampuan yang g. Berikan perhatian
kegiatan sesuai dapat digunakan di kepada klien dan
dengan kemampuan RSJ, klien menilai perhatikan kebutuhan
yang dimiliki. kemampuan yang dasar
TUK 5 dapat digunakan
Klien dapat dirumah
melakukan kegiatan 4. klien memiliki 2.Diskusikan
sesuai kondisi kemampuan yang kemampuan dan aspek
sakitdan akan dilatih, klien positif yang dimiliki
kemampuannya. mencoba sesuai klien.
TUK 6 jadwal harian. 2 3. Bersama klien buat
Klien dapat 5. Klien melakukan daftar tentang aspek
memanfaatkan sistem kegiatan yang telah positif dan
pendukung yang ada. dilatih, mampu kemampuan yang
melakukan beberapa dimiliki klien.
kegiatan secara
4. Beri pujian yang
mandiri
realistik dan hirdarkan
6. Keluarga memberi
dukungan dan pujian, memberi penilaian
keluarga memahami yang negatif.
jadwal kegiatan harian 5. Diskusikan dengan
klien klien kemampuan
yang masih dapat
digunakan selama
sakit.
6. Diskusikan
kemampuan yang
dapat dilajutkan di
rumah sakit
7. Beri reinforcement
positif
Meminta klien untuk
memilih satu kegiatan
yang mau dilakukan di
rumah sakit.
8. Bantu klien
melakukannya jika
perlu beri contoh.
9. Beri pujian atas
keberhasilan klien.
10. Diskusikan jadwal
kegiatan harian atas
kegiatan yang telah
dilatih.
11. Beri kesempatan
pada klien untuk
mencoba kegiatan
yang telah
direncanakan.
12. Beri pendidikan
kesehatan pada
keluarga tentang cara
merawat klien dengan
harga diri rendah.
13.Bantu keluarga
memberikan
dukungan selama
klien dirawat.
14. Jelaskan cara
pelaksanaan jadwal
kegiatan klien di
rumah.
15. keluarga memberi
pujian pada klien
setiap berhasil.

6. Implementasi keperawatan
Merupakan langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Jika tidak tercapai, maka perlu ditindak lanjuti dengan penerapan bagian
intervensi lama yang belum tercapai, atau memikirkan intervensi terbaru

DAFTAR PUSTAKA
Fitria.2012.asuhan keperawatan jiwa.bandung: refika aditama

Keliat.2014.buku ajar auhan keperawatan jiwa.yogyakarta: nuha medika

Mukhripah.2014.asuhan jiwa.bandung: refika aditama

Riyadi & purwanto.2013.asuhan keperawatan jiwa.yogyakarta: graha ilmu

Stuart & sundeen.2015.buku keperawatan jiwa.jakarta:EGC

Wartonah.2015.proses keperawatan jiwa.jakarta: nuha medika

Yusuf.2014.buku ajar keperawatan jiwa.jakarta: salemba medika

LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL: HDR SITUASIONAL
1. Konsep Dasar :
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisis seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan
ideal diri (Stuart.2013).
Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, serta merasa gagal mencapai keinginan
(Keliat.2011).
Harga diri rendah situasional adalah perasaan diri atau evaluasi diri negatif yang
berkembang sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri
seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif dan bila tidak dapat
diatasi dapat menyebabkan harga diri rendah kronis (Leight.2016).

2. Rentang respon (Yusuf.2014)

Respon adaptif Respon Maladaptif

Kerancuan Depolarisasi
Aktualisasi Diri Konsep diri HDR
positif identitas

3. Faktor Penyebab (Yusuf.2014)


a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri, meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang
memiliki tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
dan ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang memengaruhi performa peran adalah steriotif peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. Nilai-nilai
budaya yang tidak dapat diikuti oleh individu.
3) Faktor yang memengaruhi identitas pribadi, meliputi ketidakpercayaan
orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur
sosial.
b. Stresor pencetus
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan elsternal, yaitu
sebagai berikut:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2) Ketergantungan peran, berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya seperti frustasi. Ada tiga jenis
transisi peran:
a) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
b) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit, terjadi akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh:
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan
atau fungsi tubuh perubahan fisik yang berhubungan dengan
tumbuh kembang normal, prosedur medis, dan keperawatan.

4. Tanda dan gejala (Yusuf.2014)


Tanda dan gejala dari harga diri rendah pada seseorang berbeda-beda
dan bervariasi antara individu satu dengan lainnya, tetapi biasanya
dimanifestasikan sebagai berikut.
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit atau tindakan,
misalnya: malu karena alopesia setelah dilakukan tindakan kemoterapi.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, menyalahkan, mengkritik, mengejek
diri sendiri.
c. Merendahkan martabat: saya tidak bisa, saya bodoh, saya tidak tahu
apa-apa, saya tidak mampu.
d. Gangguan hubungan sosial.
e. Percaya diri kurang, sukar mengambil keputusan.
f. Mencederai diri
g. Mudah marah, mudah tersinggung
h. Apatis, bosan, jenuh dan putus asa
i. Kegagalan menjalankan peran, proyeksi (menyalahkan orang lain).

Berdasarkan pengertian, rentang respon, penyebab, dan tanda gejala


harga diri rendah di atas, maka dapat disimpulkan proses terjadinya masalah
klien mengalami harga diri rendah situasional biasanya diakibatkan oleh koping
sesorang yang tidak efektif dalam menghadapai masalah gangguan citra tubuh
atau gangguan identitas personal sebagai contoh, seseorang mengalami
perubahan fisik akibat kecelakaan yang menimpa dirinya sehingga salah satu
anggota geraknya harus dilakukan amputasi, maka dalam situasi tersebut secara
tiba-tiba klien merasa harga diri rendah. Bila masalah tersebut tidak diatasi
dengan baik oleh klien kemungkinan akan menyebabkan seseorang merasa tidak
berdaya dan timbul keputusasaan.

5. Proses terjadi (Nursalam.2013)


Harga diri seseorang di dapatkan dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika ketika perlakuan orang lain
mengancam dirinya. Tingkat harga diri seseorang berada dalam tingkat tinggi
sampai tingkat rendah, seseorang yang mempunyai harga diri tinggi maka
dapat beradaptasi dengan lingkungan secara efektif, sedangkan jika seseorang
memiliki harga diri yang rendah maka lingkungan yang dilihat akan terasa
mengancam bagi dirinya. Penyebab harga diri rendah juga dapat terjadi pada
masa kecil sering disalahkan, jarang di beri pujian atas keberhasilannya. Saat
individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima, menjelang dewasa awal sering gagal
disekolah, pekerjaan dan pergaulan, seseorang yang berada pada situasi
stressor berusaha menyelesaikan tapi tidak tuntas serta ditambah pikiran tidak
mampu atau merasa gagal mejalankan fungsi dan peran itu bisa di sebut
dengan kondisi harga diri rendah situasional, jika pada situasi tersebut
lingkungan tidak mendukung positif dan justru menyalahkan secara terus
menerus makan akan mengakibatkan harga diri rendah kronis.

6. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk
penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri mekanisme
koping terdiri dari pertahanan koping jangka pendek atau jangka panjang
serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri
sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
a. Pertahanan jangka pendek
 Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis
identitas diri (misalnya konser musik, menonton televisi secara
obsesif).
 Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara
( misalnya ikut serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok,
gerakan, atau geng ).
 Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan
perasaan diri yang tidak menentu (misal : olahraga yang
kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan
popularitas).
 Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat
identitas di luar dari hidup yang tidak bermakna saat ini
(misalnya: penyalahgunaan obat).
b. Pertahanan jangka panjang
 Penutupan identitas adalah adopsi identitas prematur yang
diinginkan oleh orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan,
aspirasi, atau potensi diri individu.
 Identitas negatif adalah asumsi identitas yang tidak sesuai
dengan nilai dan harapan yang diterima masyarakat.
 Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi,
disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan (displacement), Splitting,
berbalik marah terhadap terhadap diri sendiri, dan amuk.

7. Penatalaksanaan
a. Terapi medis
Pemberian terapi medis pada kasus harga diri rendah juga tidak
digolongkan sendiri dan lebih mengarah kepada pemberian obat golongan
antidepresan, karena fungsi dari obat anti depresan adalah memblok
pengambilan kembali neurotransmitter norepineprin dan serotonin,
meningkatkan konsentrasinya pada sinaps dan mengkoreksi defisit yang
diperkirakan menyebabkan alam perasaan melankolis. Hal ini sesuai dengan
masalah neurotransmitter yang dihadapi oleh klien dengan harga diri rendah
yaitu adanya penurunan neurotransmitter seperti serotonin,
norepineprin.Terdapat banyak jenis antidepresan tetapi pada kasus harga diri
rendah kali ini pemberian obat yang dapat diberikan lebih banyak dalam jenis
Tricyclic Anti Depresan (TCA) : Amitriptiline, Imipramine, desipramine,
notriptilin, sesuai dengan fungsi dari obatnya yaitu untuk meningkatkan
reuptake seorotonin dan norepinefrin sehingga meningkatkan motivasi klien
dan sesuai dengan indikasinya yaitu pengobatan yang diberikan pada klien
dengan depresi tetapi juga mengalami skizofrenia sehingga mempunyai efek
pengobatan yang saling meningkatkan.
b. Terapi keperawatan
Tindakan keperawatan pada klien :
Tujuan :
 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
 Kien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
 Klien dapat menetapkan atau memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan
 Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
 Klien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya
a) Terapi generalis
Prinsip tindakan :
 Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
 Bantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
 Bantu klien memilih atau menetapkan kemampuan yang akan dilatih
 Latih kemampuan yang dipilih klien
 Beri pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien
 Bantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
 Evaluasi kemampuan pasien sesuai jadwal kegiatan harian
 Latih kemampuan kedua
 Motivasi klien memasukkan kemampuan kedua kedalam jadwal harian
b) Terapi Kognitif
Prinsip tindakan :
 Sesi  I    : Mengungkapkan pikiran otomatis
 Sesi II    : Mengungkapkan alasan
 Sesi III   : Tanggapan terhadap pikiran otomatis
 Sesi  IV  : Menuliskan pikiran otomatis
 Sesi V    : Penyelesaian masalah
 Sesi VI   : Manfaat tanggapan
 Sesi VII  : Mengungkapkan hasil
 Sesi VIII : Catatan harian
 Sesi IX   : Support system

Tindakan keperawatan pada keluarga


Tujuan :
 Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
 Keluarga memfasilitasi aktifitas pasien yang sesuai kemampuan
 Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan latihan
yang dilakukan
 Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien
a. Terapi generalis
Prinsip tindakan :
 Menjelaskan tanda-tanda dan cara merawat klien harga diri rendah
 Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan HDR
 Mendemonstrasikan dihadapan keluarga cara merawat klien denganHDR
 Memberikan kesempatan kepada keluarga mempraktekkan cara merawat klien
dengan HDR seperti yang telah di demonstrasikan perawat sebelumnya
b. Triangle terapi
Prinsip tindakan :
 Sesi I      : Mengenali dan mengekspresikan perasaan
 Sesi II     : Menerima orang lain (klien)
 Sesi III   : Penyelesaian masalah
 Sesi IV   : Mengungkapkan hasil

Tindakan keperawatan untuk kelompok


1. Terapi generalis : TAKS
Prinsip tindakan :
 Sesi 1: Membantu klien meningkatkan kemampuan memperkenalkan diri
 Sesi 2 : Membantu klien berkenalan dengan anggota kelompok
 Sesi 3 : Membantu klien untuk mampu bercakap-cakap dengan anggota
kelompok
 Sesi 4 : Membantu klien untuk mampu menyampaikan topik pembicaraan
tertentu dengan anggota kelompok
 Sesi 5 : Bantu klien untuk mampu menyampaikan dan membicarakan
masalah pribadi dengan orang lain
 Sesi 6 : Bantu klien untuk mempu bekerja sama dalam permainan
sosialisasi kelompok
 Sesi 7 : Bantu klien untuk mamu menyampaikan pendapat tentang manfaat
kegiatan kelompok yang telah dilakukan
2. Logo terapi
Prinsip tindakan :
 Sesi 1 : Mengenal masalah
 Sesi 2 : Mengajukan pertanyaan pada diri sendiri
 Sesi 3 : Melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna
 Sesi 4 : Mengungkap makna dalam kondisi kritis
 Sesi 5 : Evaluasi dan terminasi

8. Prinsip tindakan keperawatan


a. Mendiskusikan harga diri rendah : penyebab, proses terjadinya masalah, tanda dan
gejala dan akibat
b. Membantu pasien mengembangkan pola pikir positif
c. Membantu mengembangkan kembali harga diri positif melalui melalui kegiatan
positif.

2. Asuhan keperawatan teoritis


1) Pengkajian
a. Identitas
Hal yang perlu di kaji adalah : inisial, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, status, tanggal pengkajian, nama
penanggung jawab, serta hubungan dengan klien.
b. Alasan masuk
Kaji penyakit terdahulu klien maupun sekarang sehingga klien dapat
dibawa kerumah sakit,serta identifikasi masalah keperawatan.
c. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang harus dikaji adalah penolakan orangtua, harapan
orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri tidak realistis. Sedangkan yang paling sering terjadi adalah
gangguang dalam mencapai tugas perkembangan sehingga individu tidak
dapat hubungan interpersonal yang sehat. Seperti kurangnya perhatian dan
stimulasi pada masa bayi, kurang komunikasi antara orangtua dan anak,
penganiayaan pada masa anak-anak.
d. Fisik
Pada pemeriksaan fisik kaji tanda-tanda vital pasien, ukur tinggi serta berat
badan pasien, serta keluhan yang dirasakan pasien.
e. Psikososial
Kaji genogram pasien gambaran klien dengan tiga generasi ke atas, pola
asuh, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan dengan
anggota keluarga lainnya, serta konsep diri pasien antara lain :
a) Body Image (Citra tubuh)
Merupakan sikap terhadap tubuh secara sadar dan tidak
sadarMencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, dan
fungsi penampilan tubuh dulu dan sekarang
b) Ideal diri
 Persepsi individu, bagaimana harus berprilaku sesuai standar
prilaku.
 Akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.
c) Harga diri (HD)
 Penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis,
sejauh mana prilaku memenuhi ideal diri.
 Sukses → HD tinggi, gagal → HD rendah
 HD diperolah dari diri sendiri dan orang lain.
d) Peran diri (PD).
Pola sikap, prilaku nilai yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat.
e) Identitas Diri
Kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan
penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek dari KD
sebagai suatu kesatuan yang utuh.
f. Hubungan sosial
Hal yang perlu dikaji adalah hubungan klien dengan keluarga klien,
apakah klien mengikuti kegiatan diluar rumah, serta kaji juga hubungan
klien dengan kerabat serta tetangga lingkungan rumah klien.
g. Spiritual
Hal yang perlu dikaji dalam masalah spiritual ini adalah agama yang
pasien anut, seberapa besar ketaatan pasien dalam melaksanakan ibadah
dalam agamanya. Seberapa taat pasien dalam menjalani aturan yang telah
ditetapkan oleh agamanya.
h. Status mental
 Penampilan : kaji kebersihan, penampilan klien, apakah pakain
yang di gunakan sesuai pada tempatnya.
 Pembicaraan : cara bicara klien, cara menjawab klien, isi
pembicaraan.
 Aktivitas motorik : bagaimana gerak gerik klien, ekspresi klien
 Alam perasaan : kaji apakah klien takut dengan masalahnya, kaji
bagaimana klien menunjukan ekspresinya.
 Interaksi selama berbicara : kaji bagaimana klien menjawab
pertanyaan, kontak mata.
 Presepsi : kaji apakah klien mengalami halusinasi atau tidak, kaji
bagaimana klien di rumah.
 Proses berpikir : kaji bagaimana pembicaraan klien berbelit-belit
atau tidak, singkat atau tidak, membicarakan sesuai topik atau
tidak.
 Isi pikir : apakah klien mengalami gangguan pikir.
 Tingkat kesadaran : kaji tempat, waktu, orang dengan jelas.
 Memori : kaji apakah klien dapat mengingat pristiwa yang terjadi
pada dirinya di masa lalu atau sekarang dengan baik, kaji apakah
klien mengalami gangguan daya ingat baik jangka panjang atau
jangka pendek.
 Tingkat konsentrasi dan berhitung : kaji apakah klien memiliki
gangguan dalam proses konsentrasi atau berhitung apakah klien
dapat menjawab dengan benar.
 Kemampuan menilai : kaji bagaimana klien dapat memproritaskan
sesuatu.
 Daya titik diri : kaji apakah klien mengetahui tentang masalah yang
dialaminya.
i. Kebutuhan persiapan pulang
 Kemampuan klien menyediakan kebutuhan makanan, keamanan,
tempat tinggal, dan perawatan
 Kegiatan hidup sehari-hari
 Perawatan diri
 Nutrisi
 tidur
j. Mekanisme koping
Kaji bagaimana klien dalam menghadapi masalah yang di hadapi, apakah
klien menceritakan dengan keluarganya atau menutup diri.
k. Masalah psikososial
Tetapkan masalah psikososial yang di hadapi dengan masalah pasien.
l. Pengetahuan
Kaji apakah klien mengetahui situasi yang terjadi, bagaimana klien harus
bertindak, kaji seberapa jauh klien paham dengan masalah yang dihadapi.
m. Aspek medis
Kaji pengalaman serta diagnosis yang telah di tetapkan dokter kepada
pasien, serta tanyakan obat yang digunakan dan seberapa sering pasien
kontrol ke dokter.

2) Daftar masalah
a. Harga diri rendah situasional
b. Ketidakefektifan koping
c. Gangguan citra tubuh
d. Gangguan identitas personal
e. Ketidakberdayaan
f. Keputusasaan
3) Pohon masalah

Keputusaasan

Ketidakberdayaan

Harga diri rendah


situasional

Koping Gangguan
Gangguan citra tubuh identitas
tidakefektif

4) Kemungkinan diagnosa keperawatan


- Harga diri rendah situasional
- Koping individu tidakefektif
- Gangguan citra tubuh
- Gangguan identitas
- Isolasi sosial
- Halusinasi
- Resiko prilaku kekerasan

5) Rencana keperawatan untuk masalah utama

Diagnosa Rencana Tindakan keperawatan


keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi intervensi
Harga Diri TUM: Klien Selama interaksi, klien
Rendah memiliki konsep diri menunjukkan tanda-tanda 1. Identifikasi
Situasional yang positif percaya kepada perawat: kemampuan dan
TUK: Ekspresi wajah aspek positif yang
Tujuan jangka bersahabat, menunjukan masih dimiliki klien.
panjang : rasa senang, ada kontak Untuk dapat
Harga diri klien mata, mau berjabat membantu klien
meningkat dalam tangan, mau menggungkapkan
menghadapi menyebutkan nama, mau kemampuan dan
masalah berat yang menjawab salam, klien aspek positf yang
bersifat tiba-tiba mau duduk dimiliki sperti:
datang diri klien. berdampingan dengan mendiskusikan
perawat, mau bahwa klien masih
mengutarakan masalah memiliki sejumlah
Tujuan jangka yang dihadapi kemampuan dan
pendek: 1. Klien dapat aspek positif seperti
1. Klien dapat mengidentifikasi kegiatan dirumah,
megidentifikasi kemampuan dan aspek ada keluarga dan
kemampuan dan positif yang dimiliki : lingkungan terdekat
aspek positif a. Kemampuan yang klien
yang dimiliki dimiliki klien.
b. Aspek positif 2. bantu klien menilai
2. Klien dapat keluarga. kemampuan yang
menilai c. Aspek positif dapat digunakan,
kemampuan yang lingkungan yang seperti:
dapat digunakan. dimiliki klien. mendiskusikan
kemampuan yang
3. Klien dapat 2. klien dapat menilai masih dapat
menetapkan atau sedikitnya tiga digunakan saat ini,
memilih kegiatan kemampuan yang dapat bantu klien
yang sesuai digunakan. menyebutkan dan
dengan memberi penguatan
kemampuan 3. klien dapat menetapkan terhadap
kegiatan yang sesuai kemampuan diri
4. Klien dapat dengan kemampuan. yang diungkapkan
melatih kegiatan klien, perlihatkan
yang sudah 4. klien dapat melatih respon yang
dipilih sesuai kegiatan yang sudah kondusif dan
kemampuan. dipilih sesuai menjadi pendengar
kemampuan. yang aktif.
5. Klien dapat
merencanakan 5. klien dapat 3. bantu klien dalam
kegiatan yang merencanakan kegiatan memilih atau
sudah dilatih yang sudah dilatih. menetapkan
kegiatan sesuai
kemampuan, seperti:
mendiskusikan
dengan klien
beberapa aktivitas
yang dapat
dilakukan dan
dipilih sebagai
kegiatan yang akan
klien lakukan sehari-
hari, bantu klien
menetapkan
aktivitas mana yang
dapat klien lakukan
secara mandiri,
memerlukan bantuan
minimal dari
keluarga, dan yang
dibantu total.

4. latih kegiatan klien


yang sudah dipilih
sesuai dengan
kemampuan, seperti:
mendiskusian
dengan klien untuk
menetapkan urutan
kegiatan yang akan
dilakukan dan klien
memperagakan
beberapa kegiatan
yang akan
dilakukan.

5. bantu klien agar


dapat merencanakan
kegiatan sesuai
kemampuannya dan
memberi
kesempatan pada
klien untuk mencoba
kegiatan yang telah
dilatih.

d. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi


HDR Situasional 1. Mengkaji pemahaman SOAP
klien tentang harga S: Memiliki harga diri positif,
diri dengan mengungkapkan penerimaan diri
menanyakan kepada secara verbal, menerima
klien bagaimana keterbatasan diri, menerima
pendapat orang lain kritikan orang lain
tentang klien menurut O: Dapat berkomunikasi dengan
klien. baik, kontak mata baik
2. Membantu A: Masalah teratasi
mengungkapkan P:
penerimaan diri secara
verbal dengan skala 3.
3. Membantu klien
menerima keterbatasan
diri dengan skala 3.
4. Membantu klien
menerima kritik dari
orang lain dengan
skala 3.
5. Mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki.
6. Mengkaji kemampuan
positif yang dimiliki
klien.
7. Memotivasi dalam
menetapkan tujuan
yang realistis.
8. Membantu klien
Mempertahankankontak mata
dengan
skala 3.
9. Memberikan
penghargaan atau pujian
kepada klien atas
kemajuan klien
DAFTAR PUSTAKA

Ah.yusuf.2014.buku ajar keperawatan jiwa.jakarta selatan : salemba medika

Direja ade herman.2011.buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: nuha medika

Hamid.2012.asuhan kesehatan jiwa. Jakarta: penerbit buku kedokteran


Keliat.2011.modul praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta: EGC

Leight.2016.intergration of androgogy into preceptorship. Journal of adult education vol 42


no 1

Nursalam.2013.konsep penerapan metode penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: salemba


medika

Stuart GW.2013.psyciatric nursing edisi 10. Jakarta: EGC

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL (KECEMASAN)

A. Konsep dasar
1. Pengertian
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman seakan-akan
akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan
rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya,
sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat,
2012).
Sedangkan menurut (Riyadi&Purwanto,2010) Ansietas adalah suatu perasaan
takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai
gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan
yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut.
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental
yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidak mampuan mengatasi
suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut
pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau
disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010)

2. Rentang respon

1. Tingkat kecemasan sebagai berikut:


a. Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan menghasilkan lahan
persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi bekpar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas.
b. Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting
dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
Dengan kata lain, lapang persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu
lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan
hal lain.
c. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung
untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat
berfikir pada hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada satu area lain.
d. Tingkat Panik Dari Kecemasan
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dari orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik,
terjadi peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan
dengan kehidupan, dan juga berlangsung terus dalam waktu yang lama,
dapat terjadi kelelahan yang sangat, bahkan kematian. Pada tingkat ini
individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan tidak dapat melakukan
apa-apa lagi walaupun sudah diberi pengarahan.

3. Faktor penyebab
1. Faktor predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan Direja Surya(2011). Ketegangan
dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
a. Peristiwa Traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional.
b. Konflik Emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan
kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep
diri individu.
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang
dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.

Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan


yang mengandung benzodiazepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan
kecemasan

2. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Direja Surya(2011). Stressor
presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
 Sumber Internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :
hamil).
 Sumber Eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal :
 Sumber Internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di
rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
 Sumber Eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

4. Tanda dan gejala


1) Respons fisik :
a. Kardiovaskular:
Palpitasi, Jantung Bedebar, Tekanan Darah Meninggi, Denyut Nadi Cepat
b. Pernafasan :
Napas Cepat, Napas Pendek, Tekanan Pada Dada , Napas Dangkal,
Pembengkakan Pada Tenggorokan, Terengah-Engah
c. Neuromuskular:
Refleks Meningkat, Insomnia, Tremor, Gelisah, Wajah Tegang,
Kelemahan Umum, Kaki Goyah, Gerakan Yang Janggal
d. Gastrointestinal:
Anoreksia, Diare/Konstipasi, Mual, Rasa Tidak Nyaman Pd Abdomen
e. Traktur Urinarius:
Sering Berkemih Dan Tidak Dapat Menahan Kencing
f. Kulit:
Wajah Kemerahan, Berkeringat, Gatal, Rasa Panas Pada Kulit
2) Respons Kognitif :
Lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsang luar,
berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
3) Respons Perilaku :
Gerakan tersentak-sentak, bicara berlebihan dan cepat, perasaan tidak aman
4) Respons Emosi :
Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita berlebihan,
ketidakberdayaan meningkat secara menetap, ketidakpastian, kekhawatiran
meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan,
distressed, khawatir, prihatin
5. Proses terjadinya
Spielberger (dalam Desy, 2014) menyebutkan terdapat lima proses terjadinya
kecemasan pada individu, antara lain:
a. Evaluated situation, yaitu adanya situasi yang mengancam secara kognitif
sehingga ancaman dapat menimbulkan kecemasan.
b. Perception of situation, dimana situasi yang mengancam diberi penilaian oleh
individu, dan biasanya penilaian tersebut dipengaruhi oleh sikap, kemampuan,
dan pengalaman individu.
c. Anxiety state of reaction, ketika individu menganggap bahwa terdapat situasi
yang berbahaya, maka reaksi kecemasan akan timbul. Kompleksitas respon
dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respon fisiologis
seperti denyut jantung dan tekanan darah.
d. Cognitive reappraisal follows, saat individu menilai kembali situasi yang
mengancam tersebut, untuk itu individu menggunakan pertahanan diri
(defense mechanism) atau dengan cara meningkatkan aktivitas kognisi atau
motoriknya.
e. Coping, individu menggunakan jalan keluar dengan menggunakan defense
mechanism (pertahanan diri) seperti proyeksi atau rasionalisasi.

6. Mekanisme koping
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas
secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.
Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius. Tingkat ansietas
sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi
stress.
b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang,
tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan penipuan diri dan
distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif
terhadap stress.

7. Penatalaksanaan
Menurut keliat,(2010). penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1) Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara  :
a. Makan makanan yang berigizi dan seimbang
b. Tidur yang cukup
c. Olahraga yang teratur
d. Tidak merokok dan tidak minum minuman keras
2) Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
3) Terapi Somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada
organ tubuh yang bersangkutan.
4) Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain
a. Psikoterapi Suportif
b. Psikoterapi Re-Edukatif
c. Psikoterapi Re-Konstruktif
d. Psikoterapi Kognitif
e. Psikoterapi Psikodinamik
f. Psikoterapi Keluarga
5) Terapi Psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.

8. Prinsip tindakan keperawatan


Prinsip tindakan keperawatan ansietas berat dan panik adalah melindungi klien
dari bahaya fisik, dan memberi rasa aman. Bila tingkat ansietas menurun sampai
tingkat sedang atau ringan prinsip tindakannya adalah reedukatif bertujuan pada
kognitif dalam menggunakan mekanisme koping yang konstruktif. tindakan
pertama bagi perawat untuk merawat pasien ansietas adalah menyadari mengenali
perasaannya sendiri dan harus mengendalikannya karena ansietas pada diri
perawat mempengaruhi tingkat ansietas pasien dan perasaan negatif perawat akan
menghambat hubungan terapeutik.

B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
- Initial : Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada laki-laki,
karena wanita lebih mudah stress dibanding pria.
- Umur : Toddler-lansia
- Pekerjaan : Pekerajaan yang mempunyai tingkat stressor yang besar.
- Pendidikan : Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah
lebih rentan mengalami ansietas
b. Alasan masuk
Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.
c. Faktor predisposisi
- Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional
yang terjadi antara dua elemen kepribadian : id dan superego.
- Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasan takut
terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.
- Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi
yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk
mencapai tujuan yang diinginkan
- Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan ansietas biasanya
terjadi dalam kelurga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara
gangguan ansietas dengan depresi
d. Fisik
Tanda Vital:
- TD : Meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai pingsan.
- N : Menurun
- S : Normal (36˚C - 37,5˚C ), ada juga yang mengalami hipotermi
tergantung respon individu dalam menangania ansietasnya
- P : Pernafasan , nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal, rasa
tercekik terengah- engah
- Ukur : TB dan BB: normal (tergantung pada klien)
- Keluhan Fisik : refleks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia,
tremor, kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan
e. Psikososial
Konsep diri:
1. Gambaran diri : wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah,
keringat berlebihan.
2. Identitas : gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi
pada seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat.
3. Peran : menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok /
masyarakat.
4. Ideal diri : berkurangnya toleransi terhadap stress, dan kecenderungan
ke arah lokus eksternal dari keyakinan kontrol.
5. Harga diri : klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan yang
tidak rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.

f. Hubungan sosial
- Orang yang berarti: keluarga
- Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: kurang berperan
dalam kegiaran kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan
menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat.
- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: +

g. Spiritual
- Nilai dan keyakinan
- Kegiatan ibadah

h. Status mental
- Penampilan : pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik
biasanya penampilannya tidak rapi.
- Pembicaraan : bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang
keras.
- Aktivitas motorik : lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor.
- Alam perasaan : sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir.
- Afek : labil
- Interaksi selama wawancara: tidak kooperatif, mudah tersingung dan
mudah curiga, kontak mata kurang.
- Persepsi : berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak
mampu menyelesaikan masalah.
- Proses pikir : persevarsi
- Isi pikir : obsesi, phobia dan depersonalisasi
- Tingkat kesadaran : bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap
waktu, tempat dan orang (ansietas berat)
- Memori : pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif
Disorder) akan terjadi gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai
gangguan daya ingat jangka pendek.
- Tingkat konsentrasi dan berhitung : tidak mampu berkonsentrasi
- Kemampuan penilaian : gangguan kemampuan penilaian ringan
- Daya titik diri : menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan
orang lain/ lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.

i. Kebutuhan persiapan pulang


- Kemampuan klien memenuhi/ menyediakan kebutuhan makanan,
keamanan, tempat ting gal, dan perawatan.
- Kegiatan hidup sehari-hari
- Kurang mandiri tergantung tingkat ansietas
- Perawatan diri
- Nutrisi
- Tidur

j. Mekanisme koping
Adaptif (ansietas ringan) dan maladaptif (ansietas sedang, berat dan
panik). Menurut Stuart (2011). Individu menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba mengatasinya, ketidakmampuan mengatasi ansietas
secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.
Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar, sedangkan
ansietas berat dan sedang menimbulkan 2 jenis mekanisme koping :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntunan situasi stres secara
realistis
b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang. Tetapi karena mekanisme tersebut berlangsung secara relative
pada tingkat tidak sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas,
mekanisme ini dapat menjadi repon maladaptif terhadap stres.

k. Masalah psikososial
- Masalah dengan dukungan kelompok: klien kurang berperan dalam
kegiatan kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan
menghindar dalam keluarga/ kelompok/ masyarakat.
- Masalah berhubungan dengan lingkungan: lingkungan dengan
tingkat stressor yang tinggi akan memicu timbulnya ansietas.
- Masalah dengan pendidikan: seseorang yang pernah gagal dalam
menempuh pendidikan, tidak ada biaya untuk melanjutkan jenjang
pendidikan berikutnya.
- Masalah dengan pekerjaan: mengalami PHK, target kerja tidak
tercapai.
- Masalah dengan perumahan: pasien kehilangan tempat tinggalnya
karena bencana alam, pengusuran dan kebakaran.
- Masalah ekonomi: pasien tidak mempunyai kemampuan finansial
dalam mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan keluarganya.
- Masalah dengan pelayanan kesehatan: kurang percaya dengan
petugas kesehatan.
l. Pengetahuan
Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor presipitasi, koping,
obat-obatan, dan masalah lain tentang ansietas.
m. Aspek medis
Diagnosa Medik:
1. Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic terhadap dua
atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini
menyebabkan individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability
to relax)
2. Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut:
Ketegangan Motorik:
a) Kedutan otot atau rasa gemetar
b) Otot tegang/kaku/pegel linu
c) Tidak bisa diam
d) Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas Otonomik:

a) Nafas pendek/ terasa berat


b) Jantung berdebar-debar
c) Telapak tangan basah dingin
d) Mulut kering
e) Kepala pusing/rasa melayang
f) Mual, mencret, perut tidak enak
g) Muka panas/ badan menggigil
h) Buang air kecil lebih sering
i) Sukar menelan/rasa tersumbat

Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan Berkurang

a) Perasaan jadi peka/ mudah ngilu


b) Mudah terkejut/kaget
c) Sulit konsentrasi pikiran
d) Sukar tidur
e) Mudah tersinggung
Hendaknya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam
gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan social, dan
melakukan kegiatan rutin.

2. Daftar masalah
a. Ansietas
b. Harga diri rendah
c. Gangguan citra tubuh
d. Koping individu inefektif
e. Kurangnya pengetahuan

3. Pohon masalah

Risiko mencederai diri


sendiri, orang lain dan
lingkungan
Gangguan perilaku : Core masalah
kecemasan

Koping individu tak


efektif

Stressor

4. Kemungkinan diagnosa
a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan cemas
b. Gangguan alam perasaan: cemas berhubungan dengan koping individu
inefektif
5. Rencana keperawatan

Tujuan Intervensi
Tujuan umum : Cemas berkurang atau 1. Jadilah pendengar yang hangat dan
hilang responsif
Tujuan khusus: 2. Beri waktu yang cukup pada pasien
TUK 1 : Pasien dapat menjalin dan unuk berespon
membina hubungan saing percaya 3. Beri dukungan pada pasien untuk
mengekspresikan perasaannya
4. Identifikasi pola perilaku pasien atau
pendekatan yang dapat menimbulkan
perasaan negatif
5. Bersama pasien mengenali perilaku
dan respon sehingga cepat belajar dan
berkembang
TUK 2 : Pasien dapat mengenali 1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
ansietasnya dan menguraikan perasaannya
2. Hubungkan perilaku dan perasaannya
3. Validasi kesimpulan dan asumsi
terhadapa pasien
4. Gunakan pertanyaan terbuka untuk
mengalihkan dari topik yang
mengancam ke hal yang berkaitan
dengan konflik
5. Gunakan konsultasi untuk membantu
pasien mengungkapkan perasaannya
TUK 3 Pasien dapat memperluas 1. Bantu pasien menjelaskan situasi dan
kesadarannya terhadap perkembangan interaksi yag dapat segera menimbulkan
asietaas ansietas
2. Bersama pasien meninjau kembali
penilaian pasien terhadap stressor yang
drasakan mengacam dan menimbulkan
konflik
3. Kaitkan pengalaman yang baru
terjadi dengan pengalaman masa lalu
yang relevan
TUK 4 Pasien dapat menggunakan 1. Gali cara pasien mengurangi ansietas
mekanisme koping yang adaptif di masa lalu
2. Tunjukkan akibat mal adaptif dan
destruktif dari respon koping yang
digunakan
3. Dorong pasien utnuk menggunakan
respon koping adaptfi yang dimilikinya
4. Bantu pasien untuk menyusun
kembali tujuan hidup, memodifikasi
tujuan menggunakan sumber dan
koping yang baru
5. Latih pasien dengan menggunakan
ansietas sedang
6. Beri aktivitas fisik untuk
menyalurkan energinya
7. Libatkan pihak yang berkepentingan
sebagai suber dan dukungan sosial
dalam membantu pasien menggunakan
loping adaptif yang baru
TUK 5 Pasien dapat menggunakan 1. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk
teknik relaksasi meningkatkan kontrol dan rasa percaya
diri
2. Dorong pasien untuk menggunakan
relaksasi dalam menurunkan tingkat
ansietas

6. Implementasi
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Fokus intervensi dalam mengatasi kecemasan anatara lain:
a. Cemas berkurang atau hilang
b. Pasien dapat mengenali ansietasnya
c. 3 Pasien dapat memperluas kesadarannya terhadap perkembangan asietaas
d. Pasien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif
e. Pasien dapat menggunakan teknik relaksasi

7. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi ini harus dilakukan terus menerus pada
respons ansietas pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Daftar pustaka

Direja Surya, Herman Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Erna Cahyani.2016. Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Ansietas.
(Online. Available) From: https://www.scribd.com/document/320503011/LP-SP-
Ansietas , Diakses pada Kamis, 1 September 2016 pukul 16.00
Nanda Internasional.2012.Diagnosis Keperawatan 2012-2014. EGC : Jakarta
Kususmawati, F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Nuriinaya Muhammad Toha. 2012. Laporan Pendahuluan Ansietas Jiwa.
(Online.available). From: https://www.scribd.com/doc/148768349/Lp-Ansietas-
Jiwa, Diakses pada Kamis, 1 September 2016 pukul 16.00
Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sulastri, S.Kep. 2013. Keperawatan Kesehatan Jiwa

Anda mungkin juga menyukai