Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi salah satu penyakit sistem kardiovaskuler yang banyak ditemui

di masyarakat. Hipertensi disebut silent killer, karena termasuk penyakit yang

mematikan, tetapi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya,

melainkan memicu terjadinya penyakit lain yaitu dapat meningkatkan risiko

serangan jantung, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal (Pudiastuti, 2013).

Fenomena yang ada di masyarakat sekarang penderita yang mengalami hipertensi

tanpa disertai dengan gejala-gejalanya terlebih dahulu sangat khawatir akan

timbulnya masalah-masalah baru yang akan menyebabkan gangguan mental

emosional yang banyak ditunjukan dengan gangguan kecemasan. Selama ini

penderita hipertensi memerlukan obat anti hipertensi seumur hidup dengan

kombinasi lebih dari satu obat. Kondisi ini mendasari begitu banyak efek samping

yang ditimbulkan yaitu berupa mual, muntah, pusing, takikardi dan palpitasi yang

berbahaya pada tubuh (Kandarini, 2016).

Secara global data WHO menunjukkan, sekitar 1 miliar orang didunia

menderita hipertensi (WHO, 2013). Data statistik terbaru menyatakan bahwa

terdapat 24,7% penduduk Asia Tenggara dan 23,3% penduduk Indonesia berusia

18 tahun ke atas mengalami hipertensi pada tahun 2014 (WHO, 2015). Prevalensi

hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun

tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%),

Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%), dan Jawa Timur (26,2%)

(Riskesdas, 2013). Prevalensi penderita hipertensi di Jawa Timur tahun 2018

1
2

sebanyak 2.005.393 orang (Riskesdes 2018). Penderita hipertensi di RS Mitra

Keluarga Surabaya bulan Januari-Juni 2020 sebanyak 124 orang dimana dari

tersebut didapatkan masalah keperawatan nyeri akut sebanyak 40,3%, intoleransi

aktivitas 48,4%, ansietas 11,3%, defisit pengetahuan 50% (RS Mitra Keluarga

Surabaya, 2020). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada

tanggal 30 Juli 2020 di RS Mitra Keluarga Surabaya terdapat 3 pasien yang

datang ke RS karena hipertensi dengan ansietas.

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu hipertensi

primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer disebabkan oleh beberapa

faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor utama

yang diketahui seperti kerusakan ginjal, kerusakan vaskuler (Anggraini, 2009).

Faktor risiko hipertensi terbagi dua yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan dapat

diubah. Faktor yang tidak dapat diubah yaitu riwayat keluarga (keturunan), jenis

kelamin dan usia. Faktor yang dapat diubah antara lain diabetes, obesitas,

penyalahgunaan obat serta stress. (Black & M Joyce, 2014). Pada saat seseorang

mengalami stress, hormon adrenalin akan dilepaskan dan kemudian akan

meningkatkan tekanan darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan

peningkatan detak jantung. Apabila stress berlanjut, tekanan darah akan tetap

tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami hipertensi (South, 2014). Stress

terjadi jika seseorang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai

sesuatu yang mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Stress dapat bersifat

positif dan negatif. Stress positif disebut juga eustress, yang terjadi apabila taraf

stress yang dialami mendorong atau memotivasi individu untuk meningkatkan

usaha pencapaian tujuan. Sebaliknya, stress yang negatif disebut juga distress,
3

mengandung emosi negatif yang sangat kuat sehingga tidak hanya mengancam

kesehatan, kognitif, emosi, serta perilaku seseorang (Desinta & Ramdhani, 2013).

Hal ini dapat memperburuk kondisi tubuh sehingga dapat menjadi fatigue dan

penurunan sistem imunitas. Kelelahan dalam memproduksi adrenalin dapat

disebabkan olehketegangan emosional, seperti frustasi. Oleh karena itu, penting

bagi seseorang untuk mengembalikan kondisi ke keadaan rileks agar terjadi

penurunan kerja sistem saraf tersebut.

Salah satu terapi yang dapat dilakukan pada penderita hipertensi agar

pasien tidak sampai jatuh pada kondisi stres adalah terapi tawa. Terapi tertawa

adalah salah satu cara untuk mencapai kondisi rileks. Tertawa dapat menyebabkan

hormon anti stress endorfin dilepaskan dan akan mengurangi hormon pemicu

stress cortisol, adrenalin, epineprine yang keluar ketika seseorang mengalami

stress (Lestari, 2014). Saat tertawa bukan hanya hormon endorfin saja yang keluar

tetapi banyak hormon positif yang muncul. Keluarnya hormon positif yaitu

hormon yang keluar yang diproduksi oleh tubuh ketika merasa bahagia, ceria dan

gembira seperti hormon beta-endorfin dan endomorfin. Hormon ini akan

menyebabkan lancarnya peredaran darah dalam tubuh sehingga fungsi kerja organ

berjalan dengan normal (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Terapi tawa dilakukan

dengan cara mengajak klien melakukan aktivitas tertawa dengan melibatkan

perilaku dan gerakan tubuh yaitu dengan melakukan latihan teknik tawa untuk

memunculkan tertawa alami lewat perilakunya sendiri. Individu akan berlatih

melakukan gerakan motorik dan suara tertawa, yang akhirnya berakhir pada

kondisi fisiologis (meningkatnya sistem saraf parasimpatetis dan menurunnya

sistem saraf simpatis) (Desinta & Ramdhani, 2013). Hal ini memicu peneliti untuk
4

menggunakan salah satu terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh

individu yang praktis dan ekonomis yaitu terapi tertawa, sehingga diharapkan

dapat menurunkan kecemasan pada penderita hipertensi.

Berdasarkan uraian data dan latar belakang diatas, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Terapi

Tertawa Pada Penderita Hipertensi Dengan Masalah Keperawatan Ansietas

Di RS Mitra Keluarga Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Penerapan Terapi Tertawa Pada Penderita Hipertensi

Dengan Masalah Keperawatan Ansietas Di RS Mitra Keluarga Surabaya?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum.

Menggambarkan analisis praktik klinik keperawatan pada penderita

Hipertensi dengan masalah keperawatan ansietas di RS Mitra Keluarga Surabaya.

2. Tujuan Khusus.

a. Melakukan analisis masalah keperawatan kesehatan masyarakat

perkotaan.

b. Melakukan analisis masalah keperawatan Ansietas Di RS Mitra Keluarga

Surabaya.

c. Menganalisis asuhan keperawatan kepada pasien kelolaan dengan masalah

keperawatan Ansietas Di RS Mitra Keluarga Surabaya.


5

d. Melakukan evidence based practice mengenai Terapi Tertawa untuk

mengatasi masalah keperawatan Ansietas Di RS Mitra Keluarga

Surabaya.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis.

a. Bagi Pendidikan.

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

dalam pengembangan kurikulum pembelajaran, khususnya dalam

mengembangkan intervensi keperawatan komprehensif untuk meningkatkan

asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kardiovaskular berdasarkan

evidence based in nursing.

b. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan.

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah

keilmuan medikal bedah tentang aktualisasi peran perawat sebagai pemberi

layanan, manajer asuhan, pendidik, konselor, agen perubahan, penasehat, dan

peneliti, khususnya dalam bidang keperawatan kardiovaskular.

2. Manfaat Praktis.

a. Bagi Pelayanan Asuhan Keperawatan.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pelayanan keperawatan

sebagai acuan dan pertimbangan dalam memberikan asuhan keperawatan yang

komprehensif dengan gangguan sistem kardiovaskular khususnya Hipertensi

dengan pendekatanTerapi Tertawa.

Anda mungkin juga menyukai