Anda di halaman 1dari 16

ASKEB KB

(KONTRASEPSI NON HORMONAL)

Disusun Oleh:
Kelompok 6 :
1. Debby christin (152191243)
2. Aprillia rahmasanti (152191229)
3. Fitriani (152191211)
4. Dewi novita sari (152191260)
5. Siti hoiriya (152191238)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN REGULER


TRANSFER FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2019

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Progam KB dan kesehatan reproduksi dilaksanakan untuk memenuhihak-


hak reproduksi sehingga keluarga dapat mengatur waktu jumlah
anak, jarak kelahiran anak secara ideal sesuai dengan keinginan atau tan
papaksaan dari pihak manapun. Dengan pemenuhan hak-hak
reproduksidiharapkan keluarga dapat memiliki anak yang ideal, kondisi
kesehatanseksual dan reproduksi prima dan dapat menikmati nilai tambah
dalamkehidupan social dan aktifitas perekonomian nya. Dampak pemenuhanhak-
hak reproduksi tersebut secara langsung adalah terwujudnya keluargakecil sehat
dan sejahtera sehingga pada akhirnya dapat terwujud keluargayang
bahagia.Kontrasepsi nonhormonal yang digunakan oleh pemakai lebih
efektifmenekan tingkat kegagalan dibandingkan alat kontrasepsi
hormonalseperti pil, suntik, susuk. Alat kontrasepsi nonhormonal
memiliki efeksamping yang lebih rendah dan harga lebih terjangkau. Problem
KBhormonal biasanya berkaitan dengan fisik seperti kegemukan,
bercak hitampada kulit, menstruasi yang tidak teratur. Sementara itu
kontrasepsinonhormonal dapat meminimalkan efek samping tersebut dan
hanyabersifat menghambat pembuahan.Kontrasepsi hormonal merupakan
kontrasepsi yang paling banyakdigunakan wanita di negara-negara maju. Para
wanita menggunakannyauntuk mencegah kehamilan. Setiap tahun pasangan
menikah pada usiasubur semakin meningkat, diketahui dari data website resmi
pemerintahKabupaten Wonogiri pada tahun 2010 jumlah pasangan menikah
usiasubur sebanyak 218.125 pasangan. Kecenderungan peningkatanpasangan
menikah usia subur akan berdampak pada peningkatan angkakelahiran dan
kepadatan penduduk yang nantinya bila tidak diatur akanmempengaruhi tingkat
kesejahteraan dan kualitas hidup suatu keluarga,sehingga akan bertolak belakang
dengan program pemerintah yaitumewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera. Tata laksanauntuk mengatasi permasalahan tersebut sangat
diperlukan, termasukdalam penggunaan kontrasepsi hormonal baik
berupa estrogen sajamaupun kombinasi estrogen dan progesterone (Hartanto,
2004).
BAB II

PEMBAHASAN

MOW
1. Tahap persiapan pelaksanaan
a. Informed consent
b.  Riwayat medis/ kesehatan
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Pengosongan kandung kencing, asepsis dan
antisepsis daerah abdomen
e. anestesi
2. Tindakan pembedahan (2009) teknik yang digunakan dalam
pelayanan tubektomi antara lain:
a. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan
laparotomi terdahulu, hanya diperlukan sayatan kecil
(sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah
(suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar
pusat bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap
banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan
oleh dokter yang mendapat pelatihan khusus. Operasi
ini juga lebih aman dan efektif (Syaiffudin, 2006)
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan,
pengambilan tuba dilakukan melalui sayatan kecil.
Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan, diikat
dan dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut
ditutup kembali, luka sayatan ditutup dengan kasa
yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan
komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4
hari. (Syaiffudin,2006).

b. Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis
Kebidanan dan Kandungan yang telah dilatih secara
khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif.
Teknik ini dapat dilakukan pada 6 – 8 minggu pasca
pesalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi).
Laparotomi sebaiknya dipergunakan pada jumlah
klien yang cukup banyak karena peralatan
laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal.
Seperti halnya minilaparotomi, laparaskopi dapat
digunakan dengan anestesi lokal dan diperlakukan
sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan.
(Syaiffudin,2006).

3. Perawatan post operasi


a. Istirahat 2-3 jam
b. Pemberian analgetik dan antibiotik bila perlu
c. Ambulasi dini
d. Diet biasa
e. Luka operasi jangan sampai basah, menghindari kerja
berat selama 1 minggu, cari pertolongan medis bila
demam (>38), rasa sakit pada abdomen yang menetap,
perdarahan luka insisi.

4. Waktu Pelaksanaan Mow


Menurut Mochtar (1998) dalam Wiknjosastro (2005) pelaksanaan
MOW dapat dilakukan pada saat:
a. Masa Interval (selama waktu selama siklus
menstrusi)
b.  Pasca persalinan (post partum)
c. Tubektomi pasca persalinan
sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat
lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan.
Tubektomi pasca persalinan lewat dari 48 jam
akan dipersulit oleh edema tuba dan infeksi yang
akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Edema
tuba akan berkurang setelah hari ke-7 sampai hari
ke-10 pasca persalinan. Pada hari tersebut uterus
dan alat alat genetal lainnya telah mengecil dan
menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah
berdarah dan infeksi.  
d. Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan
sterilisasi
e. Waktu opersi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka
dinding perut hendaknya harus dipikirkan apakah
wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk
dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan
kepada pasangan suami istri karena kesempatan
ini dapat dipergunakan sekaligus untuk
melakukan kontrasepsi mantap.

Sumber : Penelitian Metode Modern Sterilisasi (Mow Dan


Mop), 2017

5. Efek samping dan kompilikasi Tubektomi Menurut WHO :


a. Minor
Adalah rasa sakit pada tempat irisan,
demam, perdarahan ringan dan infeksi luka.
b. Mayor
Perdarahan banyak yang menimbukkan
operasi yang lebih jauh atau transfuse, perlukaan
usus atau kandung kemih, infeksi panggul berat,
sepsis, dan kematian.

Sumber : Proposal Penelitian “ Pengalam Hubungan Seksual


pada ibu Tubektomi”. Universitas Diponegoro Semarang. 2017

6. Mekanisme Kerja yaitu :


Dengan menyuntikkan saluran mani dengan zat yang bisa
membeku atau mengikat saluran mani dengan alat semacam
ring, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis
VASEKTOMI / MOP

A. Bentuk – bentuk Vasektomi :


1. Vasektomi dengan pisau
Setelah anatesi lokal yaitu dengan larutan prokian
lidokain atau dengan lignokain tanpa memakai adrendin
maka dilakukan irisan pada kulit skrotum atau pada dua
tempat diatas masing-masing Vas Deference, kedua Vas
tampak sebagai saluran yang puth dan agak kenyal pada
perabaan. Vas dapat dibedakan dari pembuluh-pembuluh
darah karna tidak berdenyut. Identifikasi vaateruta sukar
apabila kulit skrotum tebal

2. Vasektomi tanpa pisau


Dapat dilakukan tanpa mengiris kulit yaitu dengan cara :
Saluran diikat berama-sama dengan kulit skrotum, dengan
cara mencobloskan jarum dengan benang sampai kebawah
saluran mani Dapat juga disuntikan kedalam saluran mani
Saluran mani dapat dibakar dengan mencobloskan jarum
kateter halus melalui kulit kedalam saluran mani

3. Vasektomi tanpa memotong saluran mani


Dapat dilakukan tanpa memotong saluran mani setelah
kulit dibuka dan saluran mani ditampilkan, saluran mani
kemudian diikat kemudian di insisi, dapat juga di insisi kecil
kemudian dimasukkan semacam spiral kecil kedalam lumen
saluran mani

B. Efek Samping :
a. Timbulnya keluhan seperti rasa nyeri setelah operasi
b. Muncul memar kebiruan
c. Demam setelah operasi
d. Adanya pembengkakan pada buah zakar

Sumber: jurnal kesehatan masyarakat, reni mulyanti dkk Dampak


Penggunaan metode kontrasepsi vasektomi terhadap kesehatan dan
keharmonisan pada pasangan suami istri, 2016 vol.4 no.4

Sumber : Hidayat Muhammad, Analis Terhadap perubahan Fatwa


Majelis Ulama Indonesia Tentang Hukum Vasektomi dan Tubektomi,
2011

C. Cara Kerja
Menurut Saifudin (2010), Cara kerja IUD adalah:
1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ketuba falopi
2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum
uteri.
3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum
bertemu,
walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat
reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma
untuk fertilisasi.
4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam
uterus.

AKDR/ IUD

1. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang
menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebutan leukosit yang
dapat melarutkan blastosis atau seperma. Mekanisme kerja AKDR
yang dililiti kawat tembaga mungkin berlainan. Tembaga dalam
konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus juga
menghambat khasiatanhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR
yang mengeluarkanhormon juga menebalkan lender sehingga
menghalangi pasasi sperma (Prawirohardjo, 2005).
 Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan
sexual terjadi) AKDR mengubah transportasi tuba dalam
rahim dan
 mempengaruhi sel elur dan sperma sehingga pembuahan
tidak terjadi.
 Sebagai kontrasepsi darurat (dipasang setelah hubungan
sexual terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki
mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan mencegah
terjadinya implantasi atau penyerangan sel telur yang telah
dibuahi ke dalam dinding rahim

Menurut Saefuddin (2003), mekanisme kerja IUD adalah:

 Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba


falopi
 Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai
kavum uteri. AKDR bekerja terutama mencegah sperma
dan ovum bertemu
2. Efek samping yang mungkin terjadi:

 Perubahan siklus haid ( umum pada 3 bulan pertama dan akan


berkurang setelah 3 bulan)
 Haid lebih lama dan banyak
 Perdarahan ( spotting ) antar menstruasi
Saat haid lebih sakit

Komplikasi Lain:

 Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah


pemasangan
 Merasa sakit dan kejang selama 3 – 5 hari setelah pemasangan
 Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang
memungkinkan penyebab anemia

Sumber : (Suratun,dkk. 2008; h.105-107).

KONDOM

1. Mekanisme Kerja
Menampung spermatozoa sehingga tidak masuk kedalam kanalis
serviks seluruh dunia dengan makin meningkatnya perkembangan
penyakit hubungan seksual, pemakaian kondom makin meningkat.
Konsep kerja kondom adalah menghalangi tertumpahnya sperma
kedalam vagina sehingga spermatozoa tidak mungkin masuk kedalam
rahim dan seterusnya.

2. Efek samping :
Pada umumnya saat menggunakan kondom, pemakai kondom
dan pemasangannya tidak akan mengalami efek samping, namun pada
beberapa kasus terutama yang alergi terhadap latex, bisa menimbulkan
iritasi apalagi jika latex kondomnya ditambahi dengan bahan
spermisida maka nyeri yang akan timbul semakin parah. Guna
menghindari alergi ini maka sebaiknya memakai kondom dari bahan
poliuretane atau kondom natural skin serta tidak memakai bahan
spermisida

Sumber : Manuaba, Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan KB. EGC. 2010
Jakarta
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kontraksepsi non hormonal adalah kontrasepsi yang memilki


efektifitas tinggi, yang memiliki efektifitas tinggi adalah MOW, MOP,
IUD, dan Kondom. Mekanisme kerja kontrasepsi non hormonal
berbeda-beda sesuai dengan alat kontrasepsi yang digunakan semua
memiliki kekurangan dan kelebihan dalam pemakaian. Efek samping
dari alat kontrasepsi non hormonal ini lebih kecil dibandingkan dengan
kontrasepsi hormonal pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan KB. EGC. 2010 Jakarta

Suratun,dkk. 2008; h.105-107

jurnal kesehatan masyarakat, reni mulyanti dkk Dampak Penggunaan metode


kontrasepsi vasektomi terhadap kesehatan dan keharmonisan pada pasangan
suami istri, 2016 vol.4 no.4

Hidayat Muhammad, Analis Terhadap perubahan Fatwa Majelis Ulama


Indonesia Tentang Hukum Vasektomi dan Tubektomi, 2011

Proposal Penelitian “ Pengalam Hubungan Seksual pada ibu Tubektomi”.


Universitas Diponegoro Semarang. 2017

Metode Modern Sterilisasi (Mow Dan Mop), 2017

Anda mungkin juga menyukai