Oleh:
Winda surya ningsih, S.Ked
Preseptor:
dr. Bara Ade Wijaya, Sp.THT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU
PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2020
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
Laporan Penelitian
ABSTRAK
Latar belakang: Penyakit rinitis alergi (RA) banyak dijumpai dan memberi dampak negatif terhadap
produktivitas, kualitas hidup, gangguan tidur, aktivitas di luar rumah, serta gangguan sekolah pada anak.
Vitamin E bekerja sebagai antioksidan pada membran sel dan berikatan dengan radikal bebas dengan cara
menghambat peroksidasi Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA). Tujuan: Mengetahui pengaruh vitamin E
terhadap jumlah eosinofil mukosa hidung dan perbaikan klinis pada penderita rinitis alergi persisten sedang
berat. Metode: Menggunakan Randomized Clinical Trial, double blind, pre and post control group dengan
perlakuan pemberian terapi semprot hidung triamcinolone acetonide, cetirizine 10 mg, dan vitamin E
400IU selama 4 minggu. Dilakukan penilaian Visual Analogue Scale (VAS) dan Total Nasal Symptom
Score (TNSS), serta pemeriksaan eosinofil mukosa hidung pada awal dan 4 minggu setelah perlakuan.
Hasil: Didapatkan perbedaan bermakna antara jumlah eosinofil mukosa hidung sebelum dan sesudah
pemberian vitamin E pada kelompok perlakuan (p=<0,001). Penurunan jumlah eosinofil mukosa hidung
lebih besar dan bermakna pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=<0,001).
Didapat perbaikan kualitas hidup berdasarkan perbaikan nilai VAS dan TNSS yang bermakna setelah
perlakuan pada kelompok kontrol maupun perlakuan (p=<0,001), serta didapatkan perbaikan kualitas hidup
berdasarkan nilai VAS dan TNSS pada kedua kelompok dengan selisih nilai perbaikan gejala yang lebih
besar pada kelompok perlakuan, namun dari perhitungan statistik tidak didapatkan perbedaan yang
bermakna. Kesimpulan: Vitamin E 400IU menurunkan jumlah eosinofil mukosa hidung secara bermakna
pada pasien rinitis alergi persisten sedang berat. Perbaikan nilai TNSS pada penggunaan vitamin E 400IU
lebih baik dibandingkan subjek yang mendapat plasebo, walaupun tidak berbeda secara bermakna.
ABSTRACT
Background: Allergic rhinitis (AR) is an allergic disease frequently found and has a negative impact on
productivity, quality of life, sleep disorder, outdoors activities, and school disruption in children. Vitamin E
works as an antioxidant in cell membranes through binding free radicals by inhibiting peroxidation of Poly
Unsaturated Fatty Acids (PUFA). Purpose: To find out the effect of vitamin E administration on nasal mucosa
eosinophil counts and the clinical improvement in patients with moderate severe persistent AR. Methods: A
double blind randomized clinical trial, pre and post control group, given therapy of triamcinolone acetonide
nasal spray, cetirizine 10 mg, and vitamin E 400 IU orally for 4 weeks. Evaluation by Visual Analogue Scale
(VAS) and Total Nasal Symptom Score (TNSS), as well as nasal mucosal eosinophils count at baseline and 4
weeks after treatment. Results: There was a significant difference on the number of nasal mucosal eosinophils
before and after vitamin E administration in the treatment group (p = <0.001). A greater and more significant
decrease in the number of nasal mucosal eosinophils in the treatment group compared to control group (p =
<0.001). Significant improvement of VAS and TNSS after treatment in the control and treatment groups (p =
<0.001) and quality of life improvement based on VAS and TNSS values in both control and treatment groups,
but the statistical calculations showed no significant differences between the two groups. Conclusion: Vitamin E
400IU significantly reduce the number of nasal mucosal eosinophils in patients with moderate severe persistent
AR.
131
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
132
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
alergi dibuktikan dengan adanya infiltrasi alasan peneliti untuk melakukan penelitian
eosinofil pada mukosa yang mengalami pada penderita rinitis alergi persisten
inflamasi. Eosinofil pada mukosa hidung sedang berat. Penelitian oleh Sebayang,14
menunjukkan dugaan kuat adanya reaksi didapatkan adanya peningkatan jumlah
alergi pada mukosa hidung karena eosinofil eosinofil diikuti peningkatan buntu hidung
berada dalam mukosa hidung 1-2 jam secara bermakna pada penderita rinitis
setelah kontak dengan alergen, dan menetap alergi persisten sedang berat.
hingga 1-3 hari. Jumlah eosinofil mukosa Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hidung berhubungan dengan gejala dan pengaruh vitamin E terhadap jumlah eosinofil
tanda rinitis alergi.6 Ditemukannya eosinofil mukosa hidung dan perbaikan klinis pada
pada pemeriksaan swab hidung penderita rinitis alergi persisten sedangberat,
menunjukkan bahwa di mukosa hidung dan juga mengamatikualitas hidup penderita
kemungkinan sedang terjadi reaksi alergi.7
rinitis alergisebelum dan setelah perlakuan.
Vitamin E adalah nama umum untuk dua
kelas molekul yaitu tokoferol (α-TOH, β-
TOH, γ-TOH, δ-TOH) dan tokotrienol (α- METODE
T3H, β-T3H, γ-T3H, δ-T3H).8 Vitamin E Penelitian ini adalah penelitian
merupakan salah satu antioksidan kuat yang eksperimental murni dengan rancangan
sudah terbukti menghambat pembentukan penelitian randomized clinical trial (RCT)
radikal bebas. Zheng et al.9 melakukan double blind pre and post test control group.
penelitian terhadap murin dengan pemberian Pada penelitian ini terdapat dua kelompok
vitamin E dosis tinggi dapat menekan respon penelitian, yaitu kelompok perlakuan (K1)
alergi di hidung dan mengurangi level sitokin dan kelompok kontrol (K2). Kelompok K1
interleukin 4 (IL-4) dan interleukin 5 (IL-5) atau perlakuan adalah kelompok pasien rinitis
serta serum imunoglobulin E (IgE) total. alergi persiten sedang berat yang mendapat
Vitamin E bekerja sebagai antioksidan pada perlakuan berupa pemberian terapi sesuai
membran sel dan berikatan dengan radikal ARIA-WHO yaitu dengan semprot hidung
bebas dengan cara menghambat peroksidasi triamcinolone acetonide, dan oral cetirizine
poly unsaturated fatty acid (PUFA) . 10 mg, serta oral vitamin E 400 IU yang
Prostaglandin, leukotrien serta Platelet diberikan selama 4 minggu dan plasebo yang
Activating Factor (PAF) merupakan mediator diberikan selama 4 minggu. Kelompok K2
inflamasi yang ikut berperan pada rintis atau kontrol adalah kelompok pasien rinitis
alergi, mediator - mediator ini terbentuk dari alergi persisten sedang berat (RAPSB) yang
metabolisme asam lemak yang mungkin mendapat perlakuan berupa pemberian terapi
modulasinya dicetuskan oleh vitamin E. 10, 11 sesuai ARIA-WHO yaitu dengan semprot
Pada penelitian yang dilakukan oleh hidung triamcinolone acetonide, dan oral
Muharrom,12 pemberian vitamin E selama 28 cetirizine 10 mg. Dalam penelitian ini akan
hari didapatkan adanya penurunan inflamasi dilakukan penilaian jumlah eosinofil mukosa
saluran nafas penderita asma alergi yang hidung pada penderita RAPSB sebelum dan
dibuktikan dengan penurunan kadar eosinofil, sesudah mendapat perlakuan, baik pada
perbaikan fungsi paru serta perbaikan klinis. kelompok K1 maupun K2. Kedua kelompok
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh penelitian akan dilakukan penilaian derajat
Hanik,13 menunjukkan penderita yang rinitis alergi sesuai dengan pedoman ARIA-
mengalami eosinofilia sedang sebagian besar WHO. Selain itu, juga akan dilakukan
merupakan penderita rinitis alergi persisten penilaian kualitas hidup pada masing-masing
sedang berat. Hal ini menjadi kelompok sebelum dan sesudah mendapat
133
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
perlakuan dengan metode TNSS. Dimana kelamin dan pekerjaan antar kelompok
derajat ringan, sedang dan berat dinilai dilakukan menggunakan uji Fisher dengan hasil
berdasarkan Visual Analogue Scale (VAS). bermakna jika nilai p < 0,05. Uji Fisher
menunjukkan tidak didapatkan perbedaan jenis
kelamin, usia dan pekerjaan yang bermakna
HASIL antara kelompok perlakuan K1 dengan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan kelompok kontrol K2 (jenis kelamin : nilai p =
Januari 2019 sampai Maret 2019, 1,000 dan pekerjaan : nilai p = 1,000).
melibatkan 20 subjek penderita RAPSB.
Dasar Penghitungan jumlah sampel pada
penelitian ini menggunakan rumus
penelitian eksperimental, rumus : (np-1) -
(p-1) ≥ 16
(2n-1) - (2-1) ≥ 16
N≥9
Keterangan :
N = jumlah sampel
P = perlakuan (2 perlakuan)
Untuk 2 macam perlakuan diperlukan
jumlah sampel paling sedikit 9 subjek untuk
masing-masing perlakuan. Akan tetapi Gambar 1. Grafik Jumlah Eosinofil Mukosa
diperlukan penambahan subjek pada setiap Hidung Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada
perlakuan sebagai cadangan dan ditetapkan Kelompok Kontrol
sejumlah satu orang sehingga total sampel
yang dibutuhkan sejumlah 10 orang untuk
masing-masing perlakuan.
Karakteristik umum subjek penelitian
berdasarkan jenis kelamin, usia dan status
pekerjaan pada kelompok K1 atau
perlakuan didapati pasien laki-laki 1 orang,
perempuan 9 orang. Pada kelompok K2
atau kontrol didapati pasien laki-laki 3
orang perempuan 7 orang. Pada K1 usia 15
tahun 1 orang, 23 tahun 1 orang, 24 tahun 2
Gambar 2. Grafik Jumlah Eosinofil Mukosa
orang, 26 tahun 3 orang, 27 tahun 3 orang, Hidung Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada
30 tahun 2 orang. K2 18 tahun 1 orang, 23 Kelompok Perlakuan
tahun 1 orang, 25 tahun 1 orang, 28 tahun 1
orang, 29 tahun 3 orang, 30 tahun 3 orang.
Dilakukan uji Wilcoxon untuk melihat
Menurut pekerjaan pada kelompok K1,
signifikansi perbaikan jumlah eosinofil pada
terdapat pekerja 3 orang dan mahasiswa 7
masing-masing kelompok penelitian. Pada
orang. Pada kelompok K2 pekerja 15 orang.
kelompok kontrol K2 didapatkan perbedaan
Uji perbedaan untuk usia antar kelompok yang bermakna (p < 0.001), sedangkan pada
karena didapatkan data tidak terdistribusi kelompok perlakuan K1 (p < 0.001) juga
normal, maka uji normalitas dilanjutkan terdapat perbedaan bermakna antara jumlah
dengan uji Mann Whitney dengan hasil nilai p eosinofil sebelum dan sesudah perlakuan.
= 0,673. Uji perbedaan untuk jenis
134
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
Dilakukan Uji Mann Whitney untuk K2. Subjek penelitian diminta untuk menilai
melihat signifikansi penurunan jumlah eosinofil keluhan yang dirasakan skor VAS sebanyak 2
mukosa hidung pada kedua kelompok sesudah kali dengan selang waktu 4 minggu. Penilaian
perlakuan, dari hasil uji tersebut menunjukkan skor VAS dilakukan pada hari-0 dan minggu
perbedaan yang bermakna (p < 0,001) antara ke-4. Lalu skor VAS ini dilakukan konversi
kedua kelompok tersebut. menjadi skor nilai TNSS. Dari hasil uji
Dilakukan uji normalitas nilai VAS dan normalitas diatas data yang tidak terdistribusi
TNSS sebelum dan sesudah perlakuan yang normal adalah nilai TNSS sebelum dan sesudah
memiliki skala variabel numerik menggunakan kelompok K2 sehingga dilakukan uji Wilcoxon,
uji Shapiro-Wilk. Data dinyatakan memiliki sedangkan data lainnya yaitu Nilai VAS
distribusi normal apabila nilai p > 0,05. sebelum dan sesudah kelompok K2, nilai VAS
Berdasarkan kriteria tersebut maka variabel sesudah dan sebelum kelompok K1 serta nilai
TNSS sebelum dan sesudah kelompok K1
yang memiliki distribusi tidak normal adalah
dilakukan uji T Berpasangan untuk melihat
variabel nilai TNSS sebelum kelompok K2 dan
signifikansi perbaikan nilai pada masing-
variabel nilai TNSS sesudah kelompok
masing kelompok subjek penelitian.
Tabel 1. Hasil uji Wilcoxon nilai TNSS dan hasil uji T Berpasangan nilai VAS dan TNSS
Median
Data N Rerata ± SD Selisih p
(minimum-maksimum)
Uji Wilcoxon
Uji T Berpasangan
Nilai VAS Kelompok Kontrol
Sebelum 10 28,20 ± 3,04 17,3 28,5 (22 – 32) <0,001
Sesudah 10 10,90 ± 3,81 11 (5 – 17)
Nilai VAS Kelompok Perlakuan
Sebelum 10 28,30 ± 5,37 22,3 30 (18 – 36) <0,001
Sesudah 10 6,00 ± 3,29 6 (2 – 10)
Nilai TNSS Kelompok Perlakuan
Tabel 2. Hasil perbedaan nilai VAS dan TNSS sebelum perlakuan dan nilai VAS dan TNSS sesudah perlakuan
Median
Data N Rerata P
(minimum - maksimum)
Nilai VAS sebelum
Kelompok kontrol 10 28,20 ± 3,04 28,5 (22 - 32) 0,685a
Setelah dilakukan analisis data terhadap (p = <0,001). Demikian juga pada hasil uji
nilai VAS dan TNSS per gejala pada kedua T berpasangan nilai TNSS pada kelompok
kelompok yang tecantum pada tabel 3, K2 dan K1 juga menunjukkan perbedaan
didapatkan pada kelompok K2 maupun K1 yang bermakna antara sebelum dan sesudah
adanya perbedaan bermakna antara nilai VAS perlakuan untuk gejala hidung buntu (p =
sebelum dan sesudah perlakuan baik untuk <0,001) (p = <0,001); hidung beringus (p =
gejala hidung buntu (p = <0,001) (p <0,001) (p = <0,001); hidung bersin (p =
= <0,001); hidung beringus (p = <0,001) (p <0,001) (p = <0,001) dan hidung gatal (p =
= <0,001); hidung bersin (p = <0,001) (p = <0,001) (p = <0,001).
<0,001) dan hidung gatal (p = <0,001)
Tabel 3. Hasil Uji T Berpasangan nilai VAS per Gejala dan TNSS per gejala
Median
Data N Rerata ± SD P
(minimum-maksimum)
Nilai VAS hidung buntu kelompok kontrol
Sebelum 10 7,60 ± 0,69 7,50 (7 – 9) <0,001
Sesudah 10 2,60 ± 1,31 3,00 (0 – 4)
Nilai VAS hidung beringus kelompok kontrol
Sebelum 10 7,25 ± 1,41 7,40 (4 – 10) <0,001
Sesudah 10 2,80 ± 0,91 2,50 ( 2 – 4)
Nilai VAS hidung bersin kelompok kontrol
Sebelum 10 7,25 ± 1,41 7,50 (4 – 10) <0,001
Sesudah 10 2,40 ± 1,26 2,50 (0 – 4)
136
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
137
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
Tabel 4. Hasil Uji T Test Independent nilai VAS dan TNSS per gejala sesudah perlakuan
Median
Data N Rerata ± SD P
(minimum-maksimum)
Nilai VAS hidung buntu sesudah
Kelompok kontrol 10 2,60 ± 1,31 3,00 (0 – 4) 0,150
Kelompok perlakuan 10 2,20 ± 1,54 2,00 (0 – 4)
Nilai VAS hidung beringus sesudah
Kelompok kontrol 10 2,80 ± 0,91 2,50 ( 2 – 4) 0,286
Kelompok perlakuan 10 1,60 ± 0,96 1,50 (0 – 3)
Nilai VAS hidung bersin sesudah
Kelompok kontrol 10 2,40 ± 1,26 2,50 (0 – 4) 0,117
Kelompok perlakuan 10 1,70 ± 1,16 1,50 (0 – 4)
138
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
Distribusi status pekerjaan pada seluruh gangguan tidur merupakan gangguan yang
subyek penelitian ini menunjukkan bahwa paling banyak dikeluhkan oleh penderita
subyek mahasiswa/pelajar adalah paling banyak rinitis alergi, tetapi penelitian tersebut tidak
yaitu sebesar 50% diikuti subjek pekerja menganalisa berdasarkan derajat rinitis
sebesar 40% , dan yang paling sedikit adalah alerginya. Adanya gangguan tidur ini akan
subjek yang tidak bekerja sebesar 10%. Subjek menyebabkan penderita mengantuk keesokan
mahasiswa/pelajar dan yang memiliki pekerjaan harinya dan mengalami kelelahan, sehingga
akan lebih mudah terpapar alergen maupun mempengaruhi aktivitas sehari-hari ataupun
udara dengan kelembaban yang tinggi, terutama kerja/sekolah yang akan berakibat penurunan
di lingkungan perkantoran. Subjek dengan produktivitas penderita tersebut.
karakteristik tersebut juga akan lebih peduli Pada penelitian ini didapatkan penyakit
untuk memeriksakan dirinya karena gejala penyerta berupa alergi pada mata sebesar 70%.
rinitis alergi akan sangat mengganggu aktivitas Konjungtivitis alergi adalah salah satu yang
kerjanya, sehingga akan berakibat penurunan paling umum menyertai RA, sekitar 75% pasien
produktivitas. Pada penelitian di Bandung RA mengeluhkan gejala konjungtivitis alergi. 23
didapatkan bahwa karakteristik penderita yang Konjungtiva terdiri dari 2-10 lapis sel yang
terbanyak adalah pelajar dan mahasiswa mengandung sel-sel goblet musin serta sel mast
(53,3%) dan diikuti oleh pegawai negeri dan
yang terletak di sekitar pembuluh darah dan
swasta (36%),20 sedangkan, pada penelitian di
kelenjar getah bening konjungtiva. Paparan dari
Surabaya didapatkan 60,46% penderita
alergen menyebabkan reaksi alergi dan
memiliki pekerjaan sebagai pegawai. 21 Kedua
degranulasi sel mast serta munculnya eosinofil,
penelitian tersebut menunjukkan karakteristik
basofil dan CD4, yang mengarah ke gejala
secara umum pada penderita rinitis alergi
konjungtivitis.24
karena tidak menganalisa karakteristik
pekerjaan penderita rinitis alergi berdasarkan Pada penelitian ini juga didapatkan
derajatnya. Kelompok eksekutif dan intelektual riwayat atopi sebesar 30%, riwayat alergi pada
dapat memiliki kemungkinan yang lebih besar kulit sebesar 20% dan riwayat asma sebesar
untuk menderita rinitis alergi karena berada di 15%. Manifestasi penyakit alergi atau atopi
dalam lingkungan yang tertutup dan lebih pada setiap individu berbeda-beda dan hal ini
banyak beraktivitas di belakang meja, sehingga berkaitan dengan respon Ig E didalam tubuh,
akan lebih mudah terpapar alergen dalam waktu dimana akan menentukan manifestasi yang
yang lama. paling awal dialami, manifestasi yang tetap
bertahan sampai bertahun-tahun ataupun
manifestasi yang akan beresolusi spontan
Seluruh subjek penelitian mengalami seiring dengan usia individu tersebut.
gejala tersebut selama lebih dari 4 hari Rangkaian manifestasi atopi itu dikenal dengan
dalam seminggu dan lebih dari 4 minggu, allergic march yang meliputi dermatitis alergi
sehingga memenuhi kriteria sebagai rinitis yang berkembang menjadi alergi makanan dan
alergi persisten. Seluruh subjek mengalami diikuti oleh rinitis alergi dan asma. Akan tetapi,
gangguan akibat keluhan tersebut sehingga pada penelitian ini perkembangan allergic
memenuhi kriteria derajat sedang berat. march pada tiap subjek tidak dievaluasi secara
Gangguan tersebut meliputi gangguan tidur, rinci, sehingga urutan perkembangannya tidak
gangguan aktivitas sehari -hari, dan dapat dianalisa. Pada penelitian di Semarang
gangguan kerja/sekolah, dimana gangguan didapatkan 31,1% penderita rinitis alergi
yang dialami bervariasi pada setiap subjek memiliki manifestasi asma dan 5,4% memiliki
dan seorang subjek dapat mengalami lebih manifestasi dermatitis alergi.25 Pada penelitian
dari satu macam gangguan. Penelitian oleh
Craig et al.22 menyebutkan bahwa
139
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
di Bandung didapatkan 24,6% penderita rinitis perbedaan jumlah eosinofil mukosa hidung
alergi juga mengalami manifestasi asma dan pada kedua kelompok sesudah perlakuan,
22,2% penderita menderita urtikaria. 20 Kedua dan hasil uji tersebut menunjukkan
penelitian tersebut tidak menganalisa riwayat perbedaan yang bermakna (p < 0,001) antar
tersebut berdasarkan derajat rinitis alerginya. kedua kelompok tersebut.
Riwayat atopi tersebut berhubungan dengan
Penelitian oleh Juliusson yang dikutip
faktor genetika. Pada penelitian didapatkan oleh Sudiro dkk.26 terdapatnya eosinofil pada
bahwa gen yang berhubungan dengan atopi sekret hidung dapat menandakan adanya
adalah 3q21, 5q31-q33, 7p14-p15, dan 14q24. suatu rinitis alergi karena sel-sel inflamasi
Pengaruh gen tersebut dapat meningkatkan yang paling konsisten terakumulasi pasca uji
kemungkinan seseorang menderita rinitis alergi provokasi hidung, dari segi jumlah eosinofil
sebanyak 50%. Penelitian oleh Utama, 25 yang paling konsisten menunjukkan
menunjukkan bahwa 24,3% penderita rinitis hubungan dengan tingkat beratnya gejala
alergi persisten mempunyai riwayat alergi pada rinitis alergi. Penelitian oleh Sumarman, yang
keluarga dibandingkan dengan rinitis alergi dikutip oleh Sudiro dkk,26 berpendapat bahwa
intermiten. pada mukosa hidung hanya jumlah eosinofil
Penelitian ini dilakukan untuk melihat aktif yang menunjukkan korelasi dengan
pengaruh pemberian vitamin E terhadap tingkat beratnya gejala pasca pacuan alergen.
eosinofil mukosa hidung pada penderita Peningkatan jumlah eosinofil dan sel mastosit
rinitis alergi persisten sedang berat. Dari juga ditemukan pada penderita rinitis alergi
Penelitian ini, sebelum perlakuan pada yang diperiksa melalui biopsi mukosa hidung.
kelompok kontrol (K2) didapatkan jumlah Penelitian yang dilakukan Sudiro dkk.26
eosinofil mukosa hidung <10 sebanyak 7 menunjukkan pemeriksaan kerokan mukosa
subjek (70%) dan >10 sebanyak 3 subjek hidung dapat digunakan sebagai pengganti tes
(30%) sedangkan pada kelompok perlakuan tusuk kulit untuk mendiagnosis rinitis alergi,
(K1) jumlah eosinofil mukosa hidung <10 terutama di sarana kesehatan yang tidak
sebanyak 3 subjek (30%) dan >10 sebanyak mempunyai fasilitas tes kulit, juga untuk
7 (70%). Setelah perlakuan pada kelompok menegakkan diagnosis rinitis alergi pada
kontrol (K2) didapatkan jumlah eosinofil individu yang tidak mungkin dilakukan tes
mukosa hidung <10 sebanyak 9 subjek kulit.
(90%) dan >10 sebanyak 1 subjek (10%), Eosinofil memiliki peranan pada alergi
sedangkan pada kelompok perlakuan (K1) yang dibuktikan dengan adanya infiltrasi
didapatkan jumlah eosinofil mukosa hidung eosinofil pada mukosa yang mengalami
<10 sebesar 10 subjek (100%). inflamasi. Eosinofil pada mukosa hidung
Kemudian dilakukan uji Wilcoxon untuk menunjukkan dugaan kuat adanya reaksi
melihat signifikansi perbaikan jumlah alergi pada mukosa hidung karena eosinofil
eosinofil pada masing-masing kelompok berada dalam mukosa hidung 1-2 jam
penelitian. Pada kelompok kontrol (K2) setelah kontak dengan alergen dan menetap
didapatkan perbedaan yang bermakna (p < hingga 1-3 hari. Jumlah eosinofil mukosa
0.001), sedangkan pada kelompok perlakuan hidung berhubungan dengan gejala dan
(K1) (p < 0.001) juga terdapat perbedaan tanda rinitis alergi.6 Ditemukannya
bermakna antara jumlah eosinofil sebelum eosinofil pada pemeriksaan swab hidung
dan sesudah perlakuan. Semua subjek menunjukkan bahwa di mukosa hidung
penelitian mengalami penurunan jumlah kemungkinan sedang terjadi reaksi alergi.7
eosinofil mukosa hidung. Dilakukan Uji Vitamin E merupakan salah satu
Mann Whitney untuk melihat signifikansi
antioksidan kuat yang sudah terbukti
140
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
menghambat pembentukan radikal bebas. proses alergi melalui perubahan isotipe IgE,
Pemberian vitamin E dosis tinggi dapat peningkatan ekspresi reseptor IgE sehingga
menekan respon alergi di hidung dan meningkatkan diferensiasi Th2 dan
mengurangi level sitokin IL-4 dan IL-5 serta stimulasi beberapa gen yang terlibat dalam
serum IgE total. Penelitian yang dilakukan kelainan atopi.29
oleh Weber, dikutip oleh Shahar, 12
Gueck et al.30 melaporkan adanya
mengatakan vitamin E dapat menurunkan
penurunan prostaglandin dan pelepasan
ekspresi regulasi dari IL-4 pada mRNA dan
histamin dari sel mast pada pemberian
kadar protein dalam sel T yang teraktivasi di
vitamin E. Penelitian yang diakukan oleh
pembuluh darah perifer melalui aktivitas
Okamoto et al.31 mengenai efek pemberian
transkripsional. Vitamin E juga memiliki
vitamin E pada asma didapatkan penurunan
peran dalam menurunkan produksi Th2.
IL-4, IL-5 dan sel-sel inflamasi serta
Penurunan Th2 oleh vitamin E berakibat
produksi IL-4, IL-5 terhambat, sehingga sekresi mukus pada jaringan paru.
aktivasi eosinofil juga terhambat. Efek dari Pada penelitian ini subjek diminta untuk
vitamin E pada imunitas manusia dan hewan menilai keluhan hidung buntu, beringus,
coba telah terbukti dapat menurunkan respon bersin, dan hidung gatal sesuai dengan derajat
hipersensitivitas tipe lambat, proliferasi sel keparahan yang dirasakan dan dituangkan
T secara invitro dan produksi IL-2 serta dalam bentuk skor VAS. Kemudian skor
penurunan produksi makrofag dari sel T VAS ini dikonversi menjadi skor nilai TNSS.
sehingga mengakibatkan supresi dari PGE2.27 Selanjutnya nilai VAS dan TNSS dilakukan
uji T berpasangan untuk melihat signifikansi
Penelitian yang dilakukan oleh Jaffary et
perbaikan nilai pada masing-masing
al.28 di Iran mengenai efek dari pemberian
kelompok subjek penelitian, kemudian
vitamin E 400IU pada pasien dermatitis
dilakukan uji T test independent untuk
alergi didapatkan pemberian vitamin E dapat
melihat signifikansi perbedaan perbaikan nilai
mencegah stres oksidatif dari radikal bebas
VAS dan TNSS per gejala setelah perlakuan
yang terjadi pada membran sel serta vitamin
pada kedua kelompok penelitian.
E terbukti terlibat dalam aktivasi beberapa
molekul dan enzim pada imunitas dan sel-sel Pada kelompok kontrol (K2) maupun
inflamasi. Vitamin E melindungi membran perlakuan (K1) sama -sama didapatkan
makrofag terhadap kerusakan oksidatif serta perbedaan bermakna antara nilai VAS
mengurangi produksi prostaglandin dengan sebelum dan sesudah perlakuan (p = <0,001),
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. sama halnya seperti pada nilai VAS hasil uji
T berpasangan nilai TNSS pada kelompok
Vitamin E secara tidak langsung
kontrol (K2) dan perlakuan (K1) juga
mempengaruhi transduksi sinyal pada sel mast,
menunjukkan perbedaan yang bermakna
dengan memengaruhi ekspresi antibodi atau
antara sebelum dan sesudah perlakuan (p
sitokin yang relevan terhadap peningkatan sel
= <0,001). Namun apabila dilihat dari nilai
mast. Penelitian pada manusia dan tikus
didapatkan menurunnya kadar konsentrasi IgE
maksimum medium VAS dan TNSS pada
serta menurunnya prevalensi rinitis alergi
kelompok perlakuan (K1), didapatkan
setelah pemberian vitamin E. Vitamin kecenderungan penurunan yang lebih besar
E menghambat ekspresi gen IL-4 dengan
dibandingkan dengan pada kelompok
kontrol (K2). Uji Mann Whitney digunakan
memblokir ikatan dari faktor transkripsi IL-4
untuk memperlihatkan signifikansi
dengan ikatan NF-kB dan AP-1 sehingga
perbedaan perbaikan nilai TNSS dan VAS.
mengganggu aktivitas promotor pada aktivasi
Dari hasil uji tersebut tidak terdapat
sel T. IL-4 memegang peranan penting pada
perbedaan bermakna baik untuk nilai VAS
maupun TNSS antar kedua kelompok.
141
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
142
ORLI Vol. 49 No. 2 Tahun 2019 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap eosinofil mukosa
143