Sihono (2006) menyatakan bahwa krisis mempunyai pengertian yang luas, menurut
pendapat Harberler krisis di artikan: “Penyimpangan kegiatan ekonomi yang mencolok dan
merupakan titik awal gerak kegiatan ekonomi yang menurun/down-turn atau the upper
turning point” (James Arthur Estey.1960:65). Menurut Mitchell’s krisis suatu kondisi ekonomi
yang sudah mengalami/agak resesi (rather than recession)
Sekitar tahun 2004, terjadi krisis keuangan di Amerika Serikat, dimana kejadian ini
bermula pada macetnya kredit di bidang property perumahan (subprime mortgage). Pada
saat itu, Lembaga Keuangan dalam hal ini bank yang memberikan pinjaman kepada
masyarakat yang sebenarnya belum diketahui secara pasti kemampuannya untuk
membayar kredit yang diajukan (subprime), dengan rumah yang akan diambil digunakan
sebagai jaminan hutang (mortgage). Bank yang meminjamkan uang memenggang hak
tanggungan atas property tersebut. Dikarenakan bank membutuhkan dana yang liquid untuk
menjalankan kegiatan perbankan sedangkan mortgage bersifat tidak liquid maka bank
menjual mortgage yang diterima ke pada perusahaan pembiayaan perumahan contohnya
Fennine Mae dan Freddie Mac.
Dikarenakan Perusahaan pembiayaan perumahan tidak memiliki dana yang cukup
untuk diberikan kepada bank maka perusahaan pembiayaan perumahan tersebut menjual
kembali mortgage kepada investor dalam bentuk sekuritas, atau dinamakan juga dengan
Mortgage-Backed Security (MBS).Kegiatan penjualan mortgage disebut juga dengan
Sekuritisasi. Sekuritisasi merupakan penjualan asset piutang dari kreditur awal (bank)
kepada pihak lain (investor), sehingga bank akan mendapatkan dana dari penjualan tersebut
dan investor akan mendapat kan bunga sebagai keuntungan yang didapatkan atas
investasinya. Ketika Lembaga pembiayaan rumah telah mendapatkan dana dari hasil MBS,
dana tersebut dapat diteruskan kepada bank, dan bank nantinya akan meneruskan kepada
debitur.
Pada tahun 2005, the Fed, Bank Sentral Amerika Serikat menaikkan suku
bunganya menjadi kurang lebih sebesar 5%. Hal ini berakibat pada kenaikan bunga
pinjaman yang di keluarkan oleh Lembaga pembiayaan. Dalam hal ini, Lembaga
pembiayaan perumahan menaikan biaya pinjamannya kepada bank, karena bank tidak mau
menanggung beban tersebut maka bank melimpahkan kenaikan biaya kepada debitur. Pada
akhirnya debitur tidak mampu membayar pinjaman karena bunga yang telalu tinggi dan
menyerahkan rumahnya untuk disita oleh pihak bank. hal ini akan memberikan efek domino
dimana bank tidak dapat membayar pinjamannya kepada Lembaga pembiayaan, dan
Lembaga pembiayaan tidak dapat membayarkan kewajibannya kepada investor. Akibatnya
mortgage menjadi dipegang oleh investor, dikarenakan mortgage bersifat liquid dan pasar
property perumahan cenderung murah. Maka banyak investor yang mengalami
kebangkrutan, salah satunya yang paling terkenal adalah Lenham Brother.
Amerika serikat merupakan negara adidaya dan adikuasa yang hampir sebagain
bersar negara-negara lain menjadikan Amerika Serikat sebagai poros/acuan dalam kegiatan
perekonomian. Oleh karenanya, Krisis Subprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat
dapat membawa dampak buruk bagi perekonomian global secara menyeluruh. Hampir di
setiap negara merasakan dampak dari krisis keuangan global tersebut, baik di benua
Amerika, Eropa, maupun Asia, meskipun dampak yang dirasakan pada tiap-tiap negara
tidaklah sama. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaaan masing-masing negara dalam
mengambil kebijakan dan fundamental ekonomi negara yang bersangkutan.
Supreme mortgage ini juga mengacaukan bursa sejak pertengahan tahun 2007
terjadi perubahan yang memanas, dan satu per satu perusahaan besar berjatuhan seperti:
Bear Stern, Morgan Stanley, Citigroup, bahkan General Motor yang menjadi kebanggaan
Amerika Serikat pun tersungkur. Subprime mortgage penyebab krisis di pasar uang antar
bank, menelan korban sampai di Eropa dan Jepang. Bank-bank dan perusahaan sekuritas
telah menghapus buku asset, kerugian kredit per 1 April 2008 mencapai US $232 miliar.
Banyak perusahaan menjadikan subprime mortgage sebagai jaminan atau aset utama
(underlying asset) untuk surat-surat utang.
Menurut Wahyu Susilo, krisis di tahun 2008 terjadi akibat tidak seimbangnya sektor
keuangan dengan sektor produksi karena adanya praktek monopoli sumber daya ekonomi
oleh korporasi besar dan negara maju terhadap negara miskin. Modal untuk pembangunan
hanya dimiliki oleh sekelompok korporasi besar dan negara tertentu saja, sementara negara
miskin harus dengan cara berutang untuk mendapatkan dana pembangunan dengan
kewajiban menjalankan seluruh persyaratan negara maju. Selain itu, penyebab terjadinya
krisis yang terjadinya krisis keuangan di Amerika Serikat, diantaranya penumpukkan hutang
yang sangat besar, adanya program pengurangan pajak korporasi yang mengakibatkan
berkurangnya pendapatan Negara, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membiayai
perang Irak dan Afghanistan, lembaga pengawas keuangan CFTC (Commodity Futures
Trading Commision) tidak mengawasi mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) sebuah
badan yang melakukan aktifitas perdagangan berjangka, kerugian surat berharga property,
dan yang terakhir adalah keputusan suku bunga murah yang mengakibatkan timbulnya
spekulasi yang berlebihan. Penurunan suku bunga yang dilakukan oleh The Federal
Reserve of The United States atau bank sentral Amerika yang kala itu dipimpin oleh master
ekonom dunia Alan Greenspan membuat gejolak baru di pasar amerika.
Krisis yang awalnya bermula dari krisis keuangan amerika serikat berkembang
menjadi krisis perbankan dan kemudian berkembang menjadi krisis keuangan global. Krisis
yang terjadi membuka tabir bahwa perekonomian sekelas amerika serikat yang merupakan
poros dunia pun mempunyai kelemahan, sebagaimana pepatah taka da gading yang tak
retak. Kelemahan Amerika Serikat ditunjukkan oleh perilaku “moral azard” pelaku usaha
yang lepas dari control yang semula ketat. Selain itu opini yang kurang mendasar
dipergunakan sebagai dasar utama pengambilan keputusan, yang akhirnya melahirkan
kebijaksanaan yang tidak selaras dengan sasaran yang akan dicapai. Mencermati fondasi
ekonomi Amerika Serikat yang relatif kokoh dan ekonomi dunia mempunyai ketergantungan
yang tinggi terhadap Amerika Serikat, suatu keniscayaan perekonomian Amerika Serikat
berpotensi bangkit dan menjauh dari situasi resesi ekonomi
Di tengah resesi global yang dialami oleh banyak negara di dunia, Indonesia memiliki
“keberuntungan yang tidak disengaja” sehingga dampak resesi global yang dialami tidak
sebesar dampak yang dirasakan negara emerging economies yang lain, seperti yang
dijelaskan berikut ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor berikut :
1) Indonesia tidak terlalu bergantung pada ekspor dikarenakan pangsa ekspor Indonesia
tidak mencapai setengah dari GDP Indonesia. Berbeda dengan negara China dan
Malaysia yang memiliki porsi ekspor yang lebih besar (lebih dari 50 persen dari GDP).
2) Sektor perbankan dan sektor finansial negara kita tidak mengalami dampak seberat
negara lain karena tingkat kebergantungannya tidak sedalam negara-negara lain.
3) Di samping terkena dampak yang relatif lebih kecil, penurunan bursa juga tidak akan
terlalu memberikan pengaruh yang nyata pada gejolak ekonomi dalam negeri karena
pelaku pasar saham hanyalah 0,5% dari penduduk Indonesia.
4) Indonesia dapatl dikatakan sebagai self sustaining economy karena potensi pasar
domestik yang sangat besar sehingga walaupun pasar luar negeri sedang lesu, pasar
domestiknya sudah sangat besar.
Namun, meskipun Indonesia memiliki banyak keberuntungan diatas, efek krisis
global pada kemiskinan dan pengangguran tidak dapat sepenuhnya dihindari. Jika tidak ada
krisis, tingkat pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran akan jauh lebih
baik. Akibatnya, Indonesia memiliki angka kemiskinan yang relatif tinggi dan tingkat
pengangguran daripada yang seharusnya. Tugas untuk mengurangi pengangguran dan
kemiskinan jauh lebih sulit pada waktu yang sulit. Selain itu, ditemukan bahwa dampak krisis
global relatif lebih kuat pada rumah tangga pedesaan daripada rumah tangga perkotaan.
Salah satu alasan nya yaitu tingginya ketergantungan pada ekspor komoditas primer yang
mayoritas diproduksi di daerah pedesaan. Kemudian, karena pasar tenaga kerja pedesaan
jauh lebih fleksibel daripada di daerah perkotaan, dampak krisis global pada pengangguran
pada tingkat pengangguran pedesaan relatif lebih lemah.
Oleh karena itu, Indonesia masih tetap merasakan dampak langsung dari krisis
keuangan global pada tahun 2008, dimana produksi perusahaan dalam bidang ekspor
menjadi menurun, angka pengangguran dan PHK yang kian meningkat yang disebabkan
oleh berkurangnya produksi di sektor ekspor, bertambahnya beban utang luar negeri
sebagai konsekuensi untuk menyelamatkan krisis, terabaikannya pelayanan publik karena
dana lebih banyak digunakan untuk penyelamatan perbankan, serta terganggunya pasar
dalam negeri dan terganggunya rencana perluasan dan investasi.
Amadeo, Kimberly. Causes of The 2008 Global Financial Crisis. Diakses pada 20 April 2020.
https://www.thebalance.com/what-caused-2008-global-financial-crisis-3306176
Anonim. Amerika Serikat Suku Bunga Acuan. Diakses pada tanggal 20 april 2020.
(https://www.ceicdata.com/id/indicator/united-states/policy-rate)
Riza, Budi. 2020. Wabah Virus Corona Memicu Krisis Ekonomi Global. Diakses pada
tanggal 20 April 2020. (https://fokus.tempo.co/read/1323356/wabah-virus-corona-memicu-
krisis-ekonomi-global/full&view=ok)
Sihono, teguh. 2008. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. Vol. 5 Nomor 2 hal 171-192. Diakses
pada 20 April 2020. (https://media.neliti.com/media/publications/17223-ID-krisis-finansial-
amerika-serikat-dan-perekonomian-indonesia.pdf)
Susilo, Wahyu. 2010. Akar Krisis Ekonomi 2008 disebabkan oleh monopoli keuangan dan
produksi (3-selesai). Diakses pada tanggal 20 april 2020.
(https://indoprogress.com/2010/03/wahyu-susilo-akar-krisis-ekonomi-2008-
disebabkan-oleh-monopoli-keuangan-dan-produksi-3-selesai/)