Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih

panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja

aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada

keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering

adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh

berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat

terjadi sejak bayi baru lahir (Bobak, Lowdermik.  2013)

RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline

membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana

terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian

neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman,

2004 didalam Leifer 2011).

Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau

pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu

campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan

mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi (Bobak, 2013).

Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,

pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting

(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain,

1
2

seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,

hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2013).

Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin

antenatal steroid dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di

USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 2002-1987. Sedangkan jaman

modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%.Di negara

berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian RDS.

 Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane

Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi

surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi

dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan

selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga

menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan

kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS).

Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat

501-1500 gram (lemons et al, 2001).

Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan

menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini

RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan

diperkenalkan pertama kali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor

penyebab terjadinya RDS.

Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang

kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator


3

dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik

penggunaan surfaktan buatan (Willkinson, 2003), surfaktan dari cairan amnion

manusia ( Merrit, 2002), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine (Enhoring,

2003) dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat

diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan

pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.

1.2. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Tujuan pembuatan makalah ini untuk memperoleh pengetahuan mengenai

sindrom gawat napas.

2. Tujuan khusus

Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswi mengenai sindrom gangguan

pernapasan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

.1 Pengertian

Idiophatic Respiratory Distress Syndrom (IRDS) juga dikenal sebagai Hyalin

Membrane Disease. Hyalin Membrane Disease (HMD) adalah sekumpulan

temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat

ketidakmaturan paru dengan pernafasan yang kecil dan sulit mengembang dan

tidak menyisakan udara di antara usaha nafas. HMD merupakan keadaan akut

yang terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir.

HMD sendiri lebih sering terjadi pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32

minggu, yang mempunyai berat dibawah 1500 gram atau Berat Bayi Lahir

Rendah. (Anonym, 2010).

HMD juga merupakan sindrom gawat nafas akibat perkembangan yang

imatur pada sistem pernafasan sehingga terjadi defisiensi atau tidak adekuatnya

jumlah surfaktan pada paru yang mengakibatkan keadaan hipoksia dan cedera

paru yang terjadi akibat atelektasis primer yang luas. (A nur, Risa Etika dkk,

2005).

.2 Penyebab

Defisiensi dan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dinilai menjadi

penyebab utama terjadinya HMD. Surfaktan biasanya didapatkan dan diproduksi

cukup pada paru yang matur. Fungsi surfaktan sendiri adalah untuk menjaga agar

kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur

4
5

dimana surfaktan masih belum cukup menyebabkan daya berkembang paru

kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul

segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan risiko tinggi

terjadinya defisiensi surfaktan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan :

 Prematuritas (usia gestasi kurang dari 32 minggu)

 Asfiksia Perinatal

 Bayi prematur dengan seksio sesaria

 Maternal diabetes

Semakin prematur bayi maka akan semakin imatur sistem pernafasaanya sehingga

akan berisiko tinggi terjadinya HMD.

.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis HMD disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan

kerusakan sel yang selanjutnya akan mengakibatkan bocornya serum protein ke

dalam alveoli sehingga menurunkan jumlah atau menghambat fungsi surfaktan.

Gejala klinis yang biasa timbul :

 Sesak Nafas Pada Bayi Prematur Segera Setelah Lahir

 Takipnea (> 60x/Mnt)

 Pernafasan Cuping Hidung

 Grunting

 Retraksi Otot Dada

 penurunan compliance paru


6

 Sianosis

 Gejala Menetap Dalam 48-96 Jam Pertama Setelah lahir.

Berdasarkan foto thorax, kriteria RDS / HMD menurut Bomsel ada 4 stadium;

 Stadium I :

Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara

 Stadium II :

Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapang paru dan gambaran

airbronchogram terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi

bayangan jantung dengan penurunan areasi paru

 Stadium III :

Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapang paru terlihat

lebih opaque dan bayangan jantung hampir tidak terlihat dan airbronchogram

jauh lebih luas

 Stadium IV

Seluruh thorax sangat opaque ( white lung) sehingga jantung tidak dapat

dilihat.

.4 Patofisiologi

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk

berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor

kritis untuk terjadinya RDS / HMD. Ketidakpastian paru menjalankan fungsinya

tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.


7

Surfaktan adalah substansi yang menurunkan tegangan permukaan alveolus

sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir exspirasi dan mampu menahan sisa udara

fungsional (kapasitas residu fungsional). Hal tersebut mengakibatkan perubahan

fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari

normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmoner meningkat, terjadi

hipoksemia berat dan hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.

Surfaktan dihasilkan oleh sel alveoler type II dan terdiri dari dipalmitil

fosfatidikolin (lesitin), fofatidil gliserol, apoprotein, dan kolesterol ( mengandung

90% fosfolipidda dan 10% protein). Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin

yang mulai dibentuk pada umur kehamilan 22-24 minggu dan berjumlah cukup

serta berfungsi normal pada usia kehamilan setelah 35 minggu. Jumlah surfaktan

akan meningkat oleh pengaruh hormon tiroid, dan RDS / HMD sering di jumpai

serta lebih buruk pada bayi dengan kadar hormon tiroid plasma yang rendah

dibandingkan pada bayi dengan kadar hormon tiroid yang normal. Proses

pematangan surfaktan dalam paru juga dipengaruhi oleh hormon glukokortikoid.

Menjelang kehamilan cukup bulan didapatkan peningkatan kadar kortisol

fetal dan maternal , serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid.

Secara makroskopik paru paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan

seperti hati. Oleh sebab itu paru paru membutuhkan tekanan pembukaan yang

tinggi untuk mengembang. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan

menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat

expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga


8

terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan berbagai

gangguan :

 Oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik

dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang

menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi

 Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveoli dan terbentuknya fibrin

dan selanjutnya fibrin bersama sama dengan jaringan epitel yang nekrotik

membentuk suatu lapisan yang disebut membrane hialin.

Tanpa surfaktan janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh

karena itu perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap

ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif

intrathorax yang lebih besar disertai usaha inspirasi yang kuat. Akibatnya setiap

kali bernafas menjadi sukar seperti saat pertama kali bernafas (saat kelahiran).

Sebagai akibatnya janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan

energi daripada yang ia terima, dan hal ini menyebabkan bayi menjadi kelelahan.

Dengan meningkatnya kelelahan bayi akan ketidakmampuan dalam

mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis.

Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbondioksida dari

sisa pernafasan sehingga terjadi asidosis respiratorik.


9

Hambatan
pembentu
kan Atelektasis
substansi
surfaktan

Penurunan
aliran Hipoksia
darah paru

Transudasi Asidosis

2.5 Pathway
 Prematuritas Dengan Paru Paru Yang
Imatur
 Asfiksia Perinatal
 Bayi Prematur Dengan Seksio Sesaria
 Maternal Diabetes

 Defisiensi Surfaktan Lapisan Lemak Belum


 Inadekuat Surfaktan Terbentuk Pada Kulit

Alveoli Kolaps Risiko Gangguan


Termoregulasi (Hipotermia)

Ventilasi Menurun Hipoksia

Peningkatan Usaha Nafas Cidera Paru

X X
10

X X

Takipnea Pola Nafas Lung Edema Pembentukan


Tidak Efektif Membrane Hialin

Rooting / Reflek Metabolisme Meningkat


Hisap Menurun
Mengendap Di Alveoli

Intake Tidak Adekuat Diaporesis


Pertukaran Gas
Terganggu

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh Resiko Infeksi
Resiko Kekurangan
Volume Cairan

2.6 Komplikasi

2.6.1 Komplikasi jangka pendek dapat terjadi:

1. Kebocoran alveoli : apabila dicurigai terjadi kebocoran udara

(pneumothorax, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema

interstisiel) dapat menimbulkan perburukan keadaan bayi dengan

gejala hipotensi, apnea, bradikardi, atau adanya asidosis yang menetap.

2. Jangkitan penyakit / infeksi sekunder karena keadaan bayi yang

memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan

trombositopenia. Hal ini terkadanng diperburuk dengan tindakan

invasif pemasangan jarum vena (plebhitis), kateter, dan alat alat bantu

pernafasan.
11

3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikuler : perdarahan

intraventrikuler terjadi pada 29-40% bayi premature dengan frekuensi

pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

2.6.2 Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan

oksigen, tekanan yang tinggi dalam parumemberatkan penyakit dan

mengakibatkan kekurangan oksigen ke otak dan organ lain.

1. Brochopulmonary Dysplasia (BPD) : merupakan penyakit paru kronik yang

disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.

BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada

waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan

defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa

gestasi.

2. Retinophaty prematur, kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi

yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoksia, komplikasi

intracranial, dan adanya infeksi.

2.7 Pemeriksaan Diagnosis

Selain pemeriksaan Klinis, untuk menengakkan diagnosis HMD perlu

dilakukan pendekatan secara laboratoris dan radiologis yang meliputi

pemeriksaan:

1. Uji laboratorium (darah lengkap, darah dan glukosa urine, serum

elektrolit, analisa gas darah


12

2. Uji radiologis (serial cest X-Ray untuk melihat densitas atelektasis dan

elevasi diafragma dengan overdistensi duktus alveolar, bronchogram untuk

menentukan ventilasi jalan nafas).

2.8 Penatalaksanaan

Dasar tindakan penatalaksanaan pada penderita HMD adalah

mempertahankan penderita dalam suasana fisiologik yang sebaik baiknya

agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain, sehingga

bayi dapat melakukkan adaptasi atau penyesuaian secara alami terhadap

lingkungan sekitarnya. Penatalaksanaan bayi dengan HMD harus

berlangsung synergi antara Profesional Pemberi Asuhan / PPA (dokter,

perawat, farmasis, dan nutrisionist)

2.8.1 Penatalaksanaan Medis

Pengobatan yang diberikan selama fase akut pada HMD adalah:

1. Antibiotik spektrum luas guna mencegah infeksi sekunder

2. Diuretik untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan

cairan paru.

3. Fenobarbital

4. Vitamin E untuk menurunkan radikal bebas oksigen

5. Metilsantin untuk mengobati apnea dan membantu mengurangi

penggunaan ventilasi mekanik

6. Pemberian surfaktan buatan


13

Salah satu penatalaksanaan terbaru dan telah diterima penggunaannya

adalah dengan pemberianl surfaktan eksogen. Surfaktan eksogen adalah

derivat dari sumber alami misalnya manusia (dari cairan amnion, atau

paru sapi, dan juga bisa berbentuk artifisial / buatan). Surfaktan ini

disemprotkan ke trakhea dengan dosisi 60mg/KgBB.

7. Pemberian oksigen

Oksigen mempunyai pengaruh yang penting dan komplek pada

penatalaksanaan HMD. Namun pemberian oksigen harus senantiasa

diikuti pemantauan pemantauan yang tepat, sebab oksigen ibarat dua sisi

mata pisau bisa memberikan efek terapi dan juga bisa memberikan efek

narkose. Sehingga pemberian terapi oksigen sebaiknya diikuti dengan :

 Pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara teratur

 Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk

mempertahankan tekanan PaO2 antara 80-100 mmHg

 Bila fasilitas untuk pemeriksaan AGD tidak ada, sebaiknya O2

diberikan sampai gejala sianosis menghilang.

 Pada HMD yang berat terkadang perlu dilakukkan pemberian

ventilasi dengan respirator (Intermitten Positive Presure Ventilation

/ IPPV) apabila dengan pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi

(100%) tidak menunjukkan perbaikan ( PaO2 <50mmHg, PaCo2

>70mmHg dan masih sering terjadi asfiksia attack walaupun

kemungkinan hipotermia, hipoglikemia, dan asidosisi metabolik

telah disingkirkan.
14

2.8.2 Penatalaksanaan Keperawatan

1. Pencegahan penyebab lain dari kematian bayi antara lain adalah

perhatian terhadap dimana dan dalam posisi apa bayi ditempatkan dan

usaha usaha untuk mencegah penganiayaan anak

2. Pemberian minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut

penyakit, karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum dapat

diberikan melalui parenteral.

3. Tindakan pendukung yang krusial

 Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

 Mempertahankan keseimbangan asam – basa

 Mempertahankan suhu lingkungan netral

 Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat

 Mencegah hipotermia

 Mempertahankan cairan dan elektrolit yang adekuat

4. Pertimbangan Keperawatan

Dalam merawat bayi dengan HMD perawat harus melakukkan

observasi cermat dan intensif, masalah kompleks yang berhubungan dengan

terapi pernafasan harus diperhatikan terutama pengobatan yang kontinue

terhadap hipoksemia dan asidosis. Fungsi keperawatan terutama adalah

mengamati respon bayi terhadap terapi, mukus mungkin terkumpul di

saluran pernafasan yang akan mengambat proses ventilasi dan selang

endotrakheal. Suctioning atau penghisapan hanya dilakukkan bila diperlukan

dan berdasarkan pertimbangan keadaan bayi tersebut. Pada saat proses


15

suctioning maka perawat harus memperhatikan, menyadari dan waspada

terhadap hal hal berikut :

 Suctioning dapat menyebabkan terjadinya spasme bronchus,

bradikardia karena stimulus saraf fagal, hipoksia, dan peningkatan

tekanan intrakranial sehingga bisa mendorong bayi dalam keadaan

hemoragi intraventrikuler. Tindakan suctioning juga dapat

menyebabkan terjadinya infeksi, kerusakan jalan nafas bahkan

pneumothoraks, sehingga suctioning tidak boleh dilakukan sesering

mungkin.

 Proses suctioning yang terus menerus juga akan mengakibatkan

proses pernafasan terhambat dan keluarnya udara dalam paru

bersamaan dengan keluarnya mukus. Oleh karena itu proses

suctioning tidak boleh melebihi 5 detik.

 Tujuan penghisapan jalan nafas buatan adalah menjaga terbukanya

jalan nafas, bukan broncus. Penghisapan diluar endotrakheal dapat

menyebabkan lesi trauma pada trakea.

 Awasi oksigenasi atau oksimetri denyut nadi sebelum, selama dan

sesudah proses suctioning untuk memberi penilaian yang terus

menerus terhadap status oksigenasi dan untuk menghindari

hipoksemia.
16

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan

Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun

seksama untuk menentukan setiap masalah yang muncul dan

mengidentifikasi masalah yang menuntut perhatian yang cepat. Pemeriksaan

ini terutama ditujukan untuk mengevaluasi kardiopulmonal dan neurologis.

Pengkajian meliputi penyusunan nilai APGAR dan evaluasi setiap

anomaly congenital yang jelas atau adanya tanda gawat neonatus (Wong,

2008).

2.9.1 Pengkajian

Pengkajian Keperawatan merupakan tahap awal proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien.   Tahap pengkajian keperawatan merupakan pemikiran

dasar dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan

individu. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data

sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu.

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar

dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan

dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy,

1995).
17

Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat

tahap kegiatan, yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data,

sistematika data dan penentuan masalah. Adapula yang menambahkannya

dengan kegiatan dokumentasi data (meskipun setiap langkah dari proses

keperawatan harus selalu didokumentasikan juga).

a. Apgar Score

System penilaian ini untuk mengevaluasi status kardiopulmonal

dan persarafan bayi. Penilaian dilakukan 1 menit setelah lahir dengan

penilaian 7-10 (baik), 4-6 (asfiksia ringan hingga sedang), dan 0-3

(asfiksia berat) dan diulang setiap 5 meint hingga bayi dalam keadaan

stabil.

Tanda 0 1 2
Frekwensi jantung Tidak ada < 100 > 100
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan atif

fleksi sedikit
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
Warna kulit Seluruh tubuh Tubuh kemeraha, Seluruh tubuh

biru atau pucat ekstremitas biru kemerahan

b.   Pemeriksaan Cairan Amnion

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan

pada cairan amnion tentang jumlah volumenya, apabila volumenya >

2000 ml bayi mengalami polihidramnion atau disebut hidramnion

sedangkan apabila jumlahnya < 500 ml maka bayi mengalami

oligohidramnion
18

c.   Pemeriksaan Plasenta

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keadaan plasenta

seperti adanya pengapuran, nekrosis, beratnya dan jumlah korion.

Pemeriksaan ini penting dalam menentukan kembar identik atau tidak.

d.   Pemeriksaan Tali Pusat

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan

dalam tali pusat seperti adanya vena dan arteri, adanya tali simpul atau

tidak.

e.   Pengkajian Fisik

1. Aktifitas/istirahat

Status sadar, bayi tampak semi koma saat tidur malam,

meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata

cepat (REM), tidur sehari rata rata 20 jam.

2. Sirkulasi

Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam batas

normal (120 – 160 detik per menit). Murmur jantung yang dapat

didengar dapat menandakan duktus arterious (PDA)

3. Pernapasan

Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernapasan

diafragmatik intermiten atau periodik (40 – 60 kali/menit),

Pernapsan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal,

juga derajat sianosis yang mungkin ada. Adanya bunyi ampela

pada auskultasi, menandakan sindrom distres pernapasan (RDS)


19

4. Neurosensori

Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar,

penonjolan karena ketidakadekuatan pertumbuhan mungkin terlihat

Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung, hidung

pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju, tonus otot dapat

tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas serta

keterbatasan gerak, Pelebaran tampilan mata.

5. Makanan/cairan

 Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan

lingkar kepala

 Kulit kering pecah-pecah dan terkelupas dan tidak adanya

jaringan subkutan

 Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong, dan paha

 Ketidakstabilan metabolik dan hipoglikemia / hipokalsemia

6. Genitounaria

Jelaskan setiap abnormalitas genitalia. Jelaskan jumlah

(dibandingkan engnaberta badan), warna, pH, temuan lab-stick,

dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi) Periksa

berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji

hidrasi)

7. Keamanan

 Suhu berfluktuasi dengan mudah

 Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan


20

 Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar pada

tali pusat dengan warna kehijauan.

 Menangis mungkin lemah

8. Seksualitas

 Labia monira wanita mungkin lebih besar dari labia mayora

dengan klitoris menonjol

 Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak

pada skrotum.

9. Suhu tubuh

 Tentukan suhu kulit dan aksila.

 Tentukan dengan suhu lingkungan.

10. Pengkajian kulit

 Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah,

tanda irirtasi, lepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama

dimana peralatan pemantau, infuse atau alat lain bersentuhan

dengan kulit; periks, dan tempat juga dan catat setiap preparat

kulit yang dipakai (misal: plester povidone – iodine).

 Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, lembut, bersisik,

terkelupas, dll.

 Terngkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir

 Tentukan apakah kateter infuse IV atau jarum terpasang dengan

benar, dan periksa adanya tanda infiltrasi.


21

 Jelaskan pipa infus parenteral: lokasi, tipe (arterial, vena,

perifer, umbilicus, sentral, vena perifer sentral); tipe infuse

(obat, salin, dekstrosa, elektrolit, lipid, nutrisi parenteral total);

tipe pompa infuse dan kecepatan aliran; tipe kateter atau jarum;

dan tempat insersinya.

11.  Pengkajian Psikologis

Orang tua klien tampak cemas dan khawatir melihat

kondisi bayinya, dan orang tua klien berharap bayinya cepat

sembuh.

12.  Pemeriksaan Refleks

a. Refleks berkedip: dijumpai namun belum sempurna

b. Tanda babinski: jari kaki mengembang dan ibu jari kaki

sedikit dorsofleksi

c. Merangkak: bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan

dan kaki, namun belum sempurna

d. Melangkah: kaki sedikt bergerak keatas dan kebawah saat

disentuhkan ke permukaan

e. Ekstrusi: lidah ekstensi kearah luar saat disentuh dengan spatel

lidah

f. Gallant’s: punggung sedikti bergerak kearah samping saat

diberikan goresan pada punggungnya

g. Morro’s: dijumpai namun belum sempurna

h. Neck righting : belum ditemukan


22

i. Menggengngam: bayi menunjukkan refleks menggenggam

namun belum sempurna

j. Rooting : bayi memperlihatkan gerakan memutar kearah pipi

yang diberikan sedikit goresan.

k. Kaget (stratle) : bayi memberikan respon ekstensi dan fleksi

lengan yang belum sempurna

l. Menghisap: bayi memperlihatkan respon menghisap yang

belum sempurna.

m. Tonick neck: belum dilakukan karena refleks ini hanya

terdapat pada bayi yang berusia > 2 bulan.

13.  Pemeriksaan Diagnostik

a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin

dihubungkan dengan anemia atau kehilangan darah

b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemia

c. AGD: menentukan derajat keparahan distres bila ada

d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia

e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia

f. Urinalis : mengkaji homeostasis

g. Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin meyertai sepsis

h. EKG, EEG, USG, angiografik: defek kongenital atau

komplikasi

2.9.2 Diagnosa Keperawatan


23

Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi

dengan BBLR dengan HMD yaitu:

1. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat

pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau

kelemahan, dan ketidakseimbangan metabolik

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan

membran kapiler alveoli

3. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur

(pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan,

penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan

berkeringat, cadangan metabolik buruk)

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan

penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal

lemah, dan refleks lemah.

5. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang

tidak efektif

6. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan

berat ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan

lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.

7. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan

dengan kelahiran premature, lingkungan NICU tidak alamiah,

perpisahan dengan orang tua.


24

8. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas,

kelembaban kulit.

9. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya

ditandai dengan orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat

kondisi bayinya, dan berharap agar bayinya cepat sembuh.

2.9.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi (NIC)


Keperawatan Hasil (NOC)
(NANDA)
1 Gangguan Setelah dilakukan Monitor Respirasi :
Pertukaran Gas tindakan keperawatan 1. Monitor rata-rata irama,
Batasan selama 3x24 jam, kedalaman dan usaha
Karakteristik : pertukaran gas pasien untuk bernafass.
1. Takikardia menjadi efektif, dengan 2. Catat gerakan dada,
2. Hiperkapnea kriteria : lihat kesimetrisan,
3. Iritabilitas Status Respirasi penggunaan otot bantu
4. Dispnea Ventilasi: dan retraksi dinding
1. Pasien menunjukkan
5. Sianosis dada.
peningkatan
6. Hiperkarbia ventilasai dan 3. Monitor suara nafas,
7. Hipoksemia oksigenasi adekuat saturasi oksigen, sianosis
berdasarkan nilai 4. Monitor kelemahan
8. Abnormal frek,
AGD sesuai otot diafragma
irama,
parameter normal 5. Catat onset, karakteristik
kedalaman
pasien dan durasi batuk
nafas
2. Menunjukkan fungsi 6. Catat hasil foto rontgen
9. Nafas cuping
paru yang normal Terapi Oksigen :
hidung
dan bebas dari tanda- 1. Kelola humidifikasi
tanda distres oksigen sesuai
pernafasan peralatan
2. Siapkan peralatan
oksigenasi
3. Kelola O2 sesuai
25

indikasi
4. Monitor terapi O2 dan
observasi tanda
keracunan O2
Manajemen Jalan Nafas:
1. Bersihkan saluran nafas
dan pastikan airway
paten
2. Monitor perilaku dan
status mental pasien,
kelemahan , agitasi dan
konfusi
3. Posisikan klien dgn
elevasi tempat tidur
4. Bila klien mengalami
unilateral penyakit paru,
berikan posisi semi
fowlers dengan posisi
lateral 10-15 derajat/
sesuai toleransi
5. Monitor efek sedasi dan
analgetik pada pola
nafas klien
Manajemen Asam Basa :
1. Kelola pemeriksaan
laboratorium
2. Monitor nilai AGD dan
saturasi oksigen dalam
batas normal
2 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas :
Efektif tindakan keperawatan 1. Bebaskan jalan nafas
Batasan selama …..x 24 jam dengan posisi leher
Karakteristik : diharapkan pola nafas ektensi jika
1. Bernafas efektif denga kriteria memungkinkan
menggunakan hasil : 2. Posisikan klien untuk
otot pernafasan memaksimalkan
tambahan Status Respirasi ventilasi dan
2. Dispnea Ventilasi : mengurangi dispnea
3. Nafas pendek 1. Pernapasan pasien 3. Auskultasi suara nafas
4. Pernafasan rata- 30-60X/menit. 4. Monitor respirasi dan
rata < 25 atau > 2. Pengembangan dada status oksigen
26

60 kali permenit simetris.


3. Irama pernapasan Monitor Respirasi :
teratur 1. Monitoring kecepatan,
4. Tidak ada retraksi irama, kedalaman dan
dada saat bernapas upaya nafas.
5. Inspirasi dalam tidak 2. Monitor pergerakan,
ditemukan kesimetrisan dada,
6. Saat bernapas tidak retraksi dada dan alat
memakai otot napas bantu pernafasan
tambahan 3. Monitor pola nafas :
7. Bernapas mudah bradipnea, takipnea,
8. Tidak ada suara hiperventilasi, respirasi
napas tambahan kusmaul, apnea
4. Monitor adanya
lelemahan otot
diafragma
5. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan
dan ketidak adanya
ventilasi dan bunyi
nafas

3 Termoregulasi Setelah dilakukan Penatalaksanaan


Tubuh Tidak tindakan keperawatan Hipotermi :
Efektif selama 1x24 jam 1. Pindahkan bayi dari
Batasan hipotermia tidak terjadi lingkungan yang dingin
Karakteristik : dengan kriteria: ke dalam lingkungan /
1. Penurunan suhu Termoregulasi tempat yang hangat
tubuh di bawah Neonatus: (didalam inkubator atau
rentang normal 1. Suhu axila 36-37˚ C lampu sorot)
2. Pucat 2. RR : 30-60 X/menit 2. Segera ganti pakaian
3. Menggigil 3. Warna kulit merah bayi yang dingin dan
4. Kulit dingin muda basah dengan pakaian
5. Dasar kuku 4. Tidak ada distress yang hangat dan
sianosis respirasi kering, berikan selimut.
6. Pengisian 5. Tidak menggigil 3. Monitor gejala dari
kapiler lambat 6. Bayi tidak gelisah hopotermia : fatigue,
Bayi tidak letargi lemah, apatis,
perubahan warna kulit
4. Monitor status
27

pernafasan
5. Monitor intake dan
output

4 Perubahan Nutrisi Setelah dilakukan 1. Perhatikan gejala


Kurang Dari tindakan keperawatan kekurangan gizi
Kebutuhan Tubuh. selama 3x24 jam termasuk perawakan
diharapkan pasien pendek, lengan kurus
mampu: dan kaki.
1. Intake nutrien Rasional: sebagai langkah
normal. awal pengkajian untuk
2. Intake makanan dan melaksanakan
cairan normal. intervensi selanjutnya.
3. Berat badan normal. 2. Perhatikan adanya
4. Massa tubuh normal. penurunan berat badan
5. Pengukuran Rasional:
biokimia normal. Mengidentifikasikan
Dengan kriteria hasil: adanya resiko derajat
1. Berat badan dan resiko terhadap
bertambah. pola pertumbuhan.
2. Berat badan dalam Bayi SGA (Baby small
kisaran normal for gestational age)
untuk tinggi dan dengan kelebihan
usia. cairan ekstrasel yang
3. Mengenali faktor kemungkinan
yang berkontribusi kehilangan 15% BB
terhadap berat badan lahir. Bayi SGA (Baby
dibawah normal small for gestational
4. Mengidentifikasi age) mungkin telah
kebutuhan gizi. mengalami penurunan
5. Bebas dari berat badan dalam
kekurangan gizi uterus atau mengalami
penurunan simpanan
lemak atau glikogen.
langkah awal
pengkajian untuk
melaksanakan
intervensi selanjutnya
3. Kaji kulit apakah
kering, monitor turgor
28

kulit dan perubahan


pigmentasi.
Rasional: untuk
mengetahui adanya
tanda-tanda dehidrasi.
4. Berikan makanan yang
terpilih. (sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi).
Rasional: membantu
dalam rencana diet
untuk memenuhi
kebutuhan individual
5. Monitor kalori dan
intake nutrisi.
Rasional: mengawasi
masukan nutrisi dan
kalori dalam tubuh
5 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji adanya fluktuasi
tindakan keperawatan suhu tubuh, letargi,
selama 3x24 jam apnea, malas minum,
diharapkan pasien gelisah dan ikterus.
mampu: Rasional: suhu tubuh
Terhindar dari resiko meningkat dan nadi
infeksi. Dengan kriteria cepat mmerupakn awal
hasil: terjadinya infeksi.
1. Pengetahuan 2. Kaji riwayat ibu,
Kontrol infeksi kondisi bayi selama
Indikator: kehamilan, dan epidemi
a. Menerangkan cara- infeksi diruang
cara penyebaran. perawatan.
b. Menerangkan faktor- Rasional: mengetahui
faktor yang adanya riwayat infeksi
berkontribusi selama kehamilan.
dengan penyebaran. 3. Ambil sampel darah.
c. Menjelaskan tanda- Rasional: untuk sampel
tanda dan gejala. pada pemeriksaan
d. Menjelaskan laboratorium seperti
aktivitas yang dapat eritrosit, leukosit,
meningkatkan resistensi diferensiasi, dan
29

terhadap infeksi. immunoglobulin


2. Status Nutrisi. 4. Upayakan pencegahan
Indikator: infeksi dari lingkungan.
a. Asupan nutrisi Misalnya : cuci tangan
b. Asupan makanan sebelum dan sesudah
dan cairan memegang bayi.
c. Energi Rasional: untuk
d. Masa tubuh mencegahberpindahnya
e. Berat badan mikroorganisme dari
3. Penyembuhan luka: jari tangan ke tubuh
Primer: bayi.
a. Kulit utuh
b. Berkurangnya
drainase purulen
c. Eritema disekitar
kulit berkurang
d. Edema disekitar
kulit berkurang
e. Suhu kulit tidak
meningkat
f. Luka tidak berbau
30

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Idiophatic Respiratory Distress Syndrom (IRDS) juga dikenal sebagai


Hyalin Membrane Disease. Hyalin Membrane Disease (HMD) adalah
sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama
akibat ketidakmaturan paru dengan pernafasan yang kecil dan sulit
mengembang dan tidak menyisakan udara di antara usaha nafas. HMD juga
merupakan sindrom gawat nafas akibat perkembangan yang imatur pada
sistem pernafasan sehingga terjadi defisiensi atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan pada paru yang mengakibatkan keadaan hipoksia dan cedera paru
yang terjadi akibat atelektasis primer yang luas.

3.2 Saran

Dalam merawat bayi dengan HMD perawat harus melakukkan observasi


cermat dan intensif, masalah kompleks yang berhubungan dengan terapi
pernafasan harus diperhatikan terutama pengobatan yang kontinue terhadap
hipoksemia dan asidosis. Fungsi keperawatan terutama adalah mengamati
respon bayi terhadap terapi, mukus mungkin terkumpul di saluran pernafasan
yang akan mengambat proses ventilasi dan selang endotrakheal. Surfaktan
adalah substansi yang menurunkan tegangan permukaan alveolus sehingga
tidak terjadi kolaps pada akhir exspirasi dan mampu menahan sisa udara
fungsional (kapasitas residu fungsional).
31

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik.  2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :


EGC
Leifer, Gloria. 2011. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders
Elsevier : St. Louis Missouri
Perwawirohardjo, Sarwano. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.
Sadler, T.W. 2013. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta : EGC
KAJIAN KRITIS JURNAL

PERBANDINGAN PEMBERIAN SURFAKTAN

METODE LISA (Less Invasive Surfactant Administration) DENGAN


METODE KONVENSIONAL INSURE (Intubation Surfactant
Administration And Extubation)

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
TAHUN 2020
33

1. SKENARIO KLINIS
Seorang dokter spesialis anak di rumah sakit menemukan banyak kasus
kelahiran bayi-bayi premature dibawah 35 minggu dengan ibu tanpa terapi
kosrtikosteroid sebelum melahirkan. Hasilnya ditemukan beberapa bayi dengan
gambaran baby gram Hialin Membran Disease (Hialin Membran disease). Pada
beberapa bayi dengan down score 2-4 diberikan terapi oksigen NCPAP,
sedangkan bayi dengan down score 6-8 diberikan terapi oksigen ventilator
mekanik melalui endotracheal tube (ett). Pada semua bayi diberikan terapi
surfaktan via INSURE baik bayi yang sebelumnya menggunakan NCPAP
maupun yang sudah menggunakan ett. Hasilnya ada beberapa bayi yang
sebelumnya dengan NCPAP setelah dilakukan INSURE mengalami oedem
laring, maupun membutuhkan waktu weaning ventilator mekanik untuk
dilakukan ekstubasi. Sehingga kemudian dokter tersebut mencari literature
tentang pemberian surfaktan dengan metode LISA untuk mengurangi dampak
pada pasien dengan NCPAP. Dokter tersebut berpikir bagaimana perbandingan
metode LISA dan metode INSURE pada pemberian terapi surfaktan pada bayi
yang terpasang NCPAP.

2. PERTANYAAN KLINIS
Bagaimana perbandingan kebutuhan ventilator mekanik antara metode LISA
(less invasive surfactant administration) dan metode konvensional INSURE
(Intubation Surfactant administration and Extubation) dalam pernapasan
spontan bayi prematur dengan sindrom gangguan pernapasan (RDS)?

3. ANALISIS PICOT

Patient or (Neonatus) Respiratory Distress Syndrome


Problem
Intervention Pemberian Surfaktan
Compariso LISA dan INSURE
n
Outcome of Metode LISA lebih efektif dan aman dalam mengelola bayi
interest prematur dengan RDS dalam penggunaan NCPAP, serta
mencegah komplikasi akibat intubasi dan ventilasi mekanik
34

Time Desember 2017

4. STRATEGI SEARCHING
Dilakukan pencarian literatur dengan mesin pencari jurnal ilmiah pubmed
dengan kata kunci: Less invasive surfactant administration (LISA), Respiratory
distress syndrome (RDS), Non-invasive ventilation, Intubation surfactant
administration and extubation (INSURE), Surfactant

5. EVIDENCE (JOURNAL ARTICLE)


Dari hasil literature searching diatas, diperoleh 10 jurnal yang relevan. Kami
memilih jurnal yang berjudul: Less Invasive Surfactant Administration in
Preterm Infants with Respiratory Distress Syndrome.
35

6. CRITICAL APPRAISAL

KAJIAN KRITIS JURNAL TERAPI

Alia Halim, HaiderShirazi, Sadia Riaz, SyedaShireen Gul and Wahid Ali

ABSTRAK

Tujuan: Membandingkan kebutuhan ventilasi mekanik antara metode LISA


(Less invasive surfactant administration) dan metode konvensional INSURE
(Intubation surfactant administration and extubation) pada bayi preterm
pernafasan spontan dengan RDS (Respiratory Distress Syndrome)

Desain studi: Studi eksperimental

Tempat dan durasi studi: Departemen Neonatologi, PIMS, Islamabad, dari


bulan April hingga Desember 2017

Metode: Sebanyak 100 bayi premature <34 minggu kehamilan, menggunakan


CPAP nasal yang membutuhkan sebagian kecil oksigen inspirasi (FiO2) >0,4
dengan RDS (Respiratory Distress Syndrome) dimasukkan ke dalam penelitian
dan dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 50.

Hasil: Terdapat 28 (56%) bayi laki-laki pada kelompok LISA dan 31 (62%) pada
kelompok INSURE. Berat lahir rata-rata 1300 gram (IQR 600) pada kelompok
LISA, sedangkan 1400 gram (IQR 400) pada kelompok INSURE. Tingkat C-
section adalah 52% (n=26) LISA dan 48% (n=24) pada INSURE. Pemberian
steroids prenatal diberikan kepada 38 pasien (76%) pada LISA dan 30 pasien pada
INSURE grup (60%). Pasien dengan LISA secara signifikan kurang
membutuhkan ventilasi mekanik dengan p-value < 0,05 {30%(n=15) vs 60%(n-
30)}. Durasi rata-rata dari ventilasi mekanik adalah 40 jam (IDR 75) pada LISA
dan 71 jam (IQR 62) pada INSURE. Demikian pula rata-rata pengurangan Fi02
adalah 30 (IQR 30) pada kelompok LISA dan 25 (IQR 10) pada kelompok
INSURE, dengan p-value <0,05. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada
kematian, lama perawatan dan komplikasi.
36

Kesimpulan: Teknik LISA aman, pemberian surfaktan dengan pendekatan non-


invasif, dengan berkurangnya kebutuhan dari laju dan durasi ventilasi mekanik.

KAJIAN KRITIS JURNAL TERAPI

A. Apakah hasil penelitian tunggal ini valid? (Are the result of this individual
study valid?)
1. Apakah alokasi pasien terhadap terapi pada penelitian ini dilakukan
secara acak? (Was the assignment of the patients to treatment
randomized?)
Ya, pada penelitian ini terbagi nomer seri dari 1-100 dan dibagi secara acak
menjadi dua kelompok
Apakah daftar randomisasi ini disembunyikan? (Was the randomisation
list concealed?)
Randomisasi pada penelitian ini dilakukan dengan cara terbaik yaitu
menggunakan sistem randomisasi berbasis web (www.randomizer.org).
Subjek yang mendapat perlakuan berdasarkan nomor pendaftaran. Semua
bayi preterm yang lahir dengan nafas spontan di MCH Center, PIMS dengan
usia kehamilan <34 minggu, yang mengalami RDS. Tidak dijelaskan pula
apakah hasil (daftar) randomisasi tersebut disembunyikan dari pasien atau
peneliti.
Page 227: Serial numbers from 1-100 were randomized divided into two
groups using a web-based randomization tool (www.randomizer.org).
Subjects were assigned thetreatment group in order of their enrolment
number. Allthe spontaneously breathing preterm neonates born inMCH
(Mother and Child Health) Center, PIMS at <34weeks of gestation, who
developed RDS, were included in the study.

2. Apakah pemantauan pasien dilakukan secara cukup panjang dan


lengkap? (Was the follow up of patients sufficiently long and complete?)
Pemantauan pada penelitian ini dilakukan selama 9 bulan dari bulan April
hingga Desember 2017
Page 227: This experimental study was conducted in Neonatal Unit of
Pakistan Institute of Medical Sciences (PIMS),Islamabad, from April till
December 2017.
37

Pemantau juga dilakukan 6-7 hari setelah pemberian terapi surfaktan untuk
membandingkan lama perawatan.
Page 228: The duration of hospital stay showed a similar trend in both
groups with median hospital stay of 7 days(IQR 5)in LISA group and 6
days(IQR 4) in INSURE group.

3. Apakah semua pasien dianalisis dalam kelompok yang sesuai dengan


pasien tersebut ditempatkan pada saat pengacakan awal? (Were all
patients analyzed in the groups to which they were randomized?)
Ya, semua pasien yang dianalisis sesuai dengan kelompok awal mereka
ditempatkan saat randomisasi.
Alur penelitian:

Screened
n=1188
Excluded: n=1045
Tidak dijelaskan jenis
diagnose bayi atau alasan
sebagai kriteria inklusi
Eligible for study entry
n =143
Excluded: n=43
Bayi preterm <34 minggu
yang tidak bernafas
spontan
Randomized
n = 100

Metode LISA Metode INSURE


n = 50 n=50

Evaluasi Evaluasi

Completed 9bulan Completed 9bulan


n= 50 n= 50
38

4. Apakah pasien dan klinisi dibutakan terhadap terapi yang diberikan?


(Were patients and clinicians kept blind to treatment?)
Pada jurnal ini penelitian bersifat buta yang artinya pasien/orang tua
dibutakan terhadap terapi yang diberikan. Namun, tidak dijelaskan lebih
lanjut metode pembutaan yang dilakukan pada penelitian.
5. Apakah setiap kelompok diperlakukan secara sama, selain dari terapi
yang diujikan? (Were groups treated equally, apart from the
experimental therapy?)
Ya, setiap kelompok diperlakukan secara sama selain dari terapi yang
diujikan. Kedua kelompok sama-sama mendapatkan dosis surfaktan yang
sama NCPAP setelah diberikan terapi surfaktan baik yang menggunakan
metode LISA maupun INSURE dilakukan ekstubasi secara cepat. Selain itu
pemantauan yang sama juga dilakukan setelah prosedur.
Page 227: The criteria for subsequent dose of surfactant and mechanical
ventilation were the same as in LISA group.
Infant's heart rate and SpO2 were monitored during the procedure via pulse
oximetry.

6. Apakah kedua kelompok serupa/mirip pada awal penelitian? (Were the


groups similar at the start of the trial?)
Ya, dapat dilihat pada table karakteristik dasar pasien. Kedua kelompok
intervensi serupa/mirip pada awal penelitian dari segi umur kehamilan, jenis
kelamin, dan berat badan lahir. Tidak terdapat penyebaran faktor-faktor
perancu atau faktor-faktor prognostik yang berbeda pada kedua kelompok.
39

Page 228: The demographic data showed no significant difference in both


groups

SIMPULAN: Hasil penelitian valid


B. Apakah hasil penelitian tunggal ini penting? (Are this individual study
important?)
1. Seberapa besarkah efek terapi tersebut? (What the magnitude of the
treatment effect?)
Luaran primer yang diukur pada penelitian ini adalah mortalitas bayi
preterm saat dirawat di rumah sakit setelah dilakukan tindakan LISA
maupun INSURE

Tidakadakomplikasi Komplikasi Total


LISA 41 9 50
INSURE 38 12 50
Total 79 21 100

Relative Risk (RR) = (9/50)/(12/50) = 0,75


RRR = 1-RR = 0,25
ARR = (12/50)-(9/50) = 0,06
NNT = (1/ARR) = 16,6
CER = 12/50 = 0,24
EER = 9/50 =0,18
Nilai NNT 17 artinya dibutuhkan 17 orang yang dilakukan metode LISA
pada pemberian surfaktan untuk mencegah 1 komplikasi yang signifikan.
40

2. Seberapa tepatkah estimasi efek terapi tersebut? (How precise is this


estimate of treatment effect?)
Estimasi kejadian komplikasi pada metode LISA adalah:
95% CI untuk RR =

CI for ARR = ARR ±1,96√ ( 0,24 )( 1−0,24 ) +( 0,18)(1−0,18)


n1 n2
= 0,06±1,96√ ( 0,24 )( 1−0,24 ) + ( 0,18 ) ( 1−0,18 )
50 50
= 0,06+0,15=0,21
= 0,06-0,15= -0,09
Interval = -0,09 - 0,21
95% CI for NNT = 1/CI for ARR
= -11,1 – 4,7
SIMPULAN: Hasil penelitian penting

C. Apakah hasil penelitian tunggal ini dapat diterapkan pada pasien kita?
(Are the results of this individual study applicable to our patient?)
1. Apakah pasien kita berbeda dengan pasien pada penelitian ini sehingga
hasil penelitian ini tidak dapat diterapkan pada pasien kita?(Is our
patient so different from those in the study that its results can not apply?)
Tidak. Pasien yang kita temui sehari-hari tidak berbeda dengan pasien pada
penelitian ini, yaitu yang memiliki kriteria inklusi: bayi preterm dengan
umur kehamilan 28 minggu-34 minggu, dengan berat badan lahir rata-rata
1300 gr-1400gr dan gambaran baby gram RDS.

2. Apakah terapi dapat dilakukan ditempat kita? (Is the treatment feasible
in our setting?)
Ya. Terapi surfaktan telah dapat dilakukan di Rumah Sakit di Indonesia.
3. Apakah potensi keuntungan dan kerugian dari terapi pada pasien kita?
(What are our patient’s potential benefits and harms from the therapy?)
Potensi keuntungan terapi:
Terapi surfaktan dapat membantu paru-paru bayi preterm dengan Neonatus
RDS, untuk mencegah atelektasis. Keuntungan penggunaan metode LISA
yaitu minimal invasive, dan minimal efek samping.
41

Potensi Kerugian terapi:


Harga surfaktan yang mahal. Metode LISA menggunakan kateter NGT yang
sangat kecil (6Fr) sehingga untuk melewati pita suara harus benar-benar
yakin masuk, karena apabila tidak maka surfaktan akan masuk ke
esophagus.
Efek samping yang terjadi pada kedua kelompok tidak berbeda signifikan.

Tidakadakomplikasi Komplikasi Total


LISA 41 9 50
INSURE 38 12 50
total 79 21 100

Control Event Rate (CER) = 38/50 = 0,76


Experimental Event Rate (EER) = 41/50 = 0,82
Relative Rate Increase (RRI) = ⎮EER - CER⎮/ CER = 0,078
Absolute Risk Reduction (ARI) =⎮EER - CER⎮ = 0,06
Number Needed to Harm (NNH) = 1/ ARI = 16.6
Nilai NNH 17 artinya adalah dibutuhkan 17 orang yang diterapi dengan
surfaktan dengan metode LISA untuk menimbulkan tambahan 1 pasien yang
mengalami komplikasi.
4. Apakah dengan hasil penelitian ini akan mengubah manajemen kita
dalam terapi?
Ya, pemberian Surfaktan dengan metode LISA dapat menjadi manajemen
terapi pada bayi-bayi preterm yang mengalami neonates RDS dengan
oksigenasi NCPAP.
Nilai Likelihood Help Harm untuk metode LISA
= 1/NNT : 1/NNH
= 1/17 : 1/17
= 1:1
Efek menguntungkan pada penggunaan metode LISA 1 kali lebih besar
ketimbang efek buruk yang dihasilkan.
SIMPULAN: Hasil penelitian ini dapat diterapkan
5. Kesimpulan secara keseluruhan adalah penelitian ini adalah valid,
penting dan dapat diterapkan.
42
MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS
INFANT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (IRDS)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Disusun Oleh:
Maisye Nur A P27220020254 Najma Nuzul A P27220020261
Mawaddah P27220020255 Nova Rima I P27220020262
Mila Yuli A P27220020256 Nurjanah E. P P27220020263
M. Adib S P27220020257 Prajatiya H P27220020264
M. Ghulam A P27220020258 Putri Eriandi P27220020265
Mutia Khusna F P27220020259 Putri Rahayu P27220020266
Nadya Farinyna S P27220020260 Qothrunnadaa P27220020267

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur hanya milik Allah SWT, Karena berkat rahmat, karunia
serta hidayah-Nya Tim Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari beberapa pihak yang ikhlas bersedia
meluangkan waktunya untuk membantu Penulis. Maka pada kesempatan ini
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen
pengajar Keperawatan Kritis dan semua pihak yang telah ikut membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi Penulis,
pihak-pihak yang telah membantu dan kepada siapa saja yang ingin
memanfaatkannya sebagai referensi keilmuanya. Amiin.

Surakarta, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
Bab II. Pembahasan
2.1. Pengertian
2.2. Penyebab
2.3. Manifestasi Klinis
2.4. Patofisiologi
2.5. Pathway
2.6. Komplikasi
2.7. Pemeriksaan Diagnosis
2.8. Penatalaksanaan
2.9. Konsep Asuhan Keperawatan
2.10. Analisis Jurnal
Bab III. Penutup
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai