Anda di halaman 1dari 41

TUGAS KEPERAWATAN MATERNITAS

TORCH

Kelompok 2 :

Arni Endah Priutami 20210109101

Arswoto Ilham Ramadhan 20210109190

Widya Fara Setyarini 20210109449

Fitri Mulyasari 20210109194

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
TORCH (Toxoplasma, Other Disease, Rubella, Cytomegalovirus
dan Herpe Simplexs Virus) merupakan beberapa jenis infeksi yang bisa
dialami oleh wanita yang akan ataupun sedang hamil. Infeksi ini dapat
menyebabkan cacat bayi akibat adanya penularan dari ibu ke bayi pada
saat hamil. Infeksi TORCH pada wanita hamil seringkali tidak
menimbulkan gejala atau asimtomatik tetapi dapat memberikan dampak
serius bagi janin yang dikandungnya. Dampak klinis bisa berupa Measles,
Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan Coxsackie-B. Infeksi
TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan beserta keluhan yang
dapat dirasakan oleh berbagai rentang usia mulai dari anak-anak sampai
dewasa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu infeksi?
2. Apa itu penyakit menular seksual?
3. Apa itu infeksi TORCH?

C. Tujuan
Mahasiswa memahami infeksi yang terjadi pada ibu hamil/maternal.
BAB II
ISI

A. Pengertian
Infeksi dalam kehamilan bertanggung jawab untuk morbiditas dan
mortalitas signifikan. Beberapa akibat infeksi maternal berlangsung
seumur hidup, seperti infertilitas dan sierilitas. Kondisi – kondisi lain,
seperti infeksi yang didapat secara kongenital, seringkali mempengaruhi
lama dan kualitas hidup. Kehamilan dianggap sebagai kondisi
immunosupresi. Perubahan respon imun dalam kehamilan dapat
menurunkan kemampuan ibu melawan infeksi. Selain itu, perubahan
traktus pada genetalia juga dapat mempengaruhi kerentanan terhadap suatu
infeksi.
Infeksi maternal disebabkan karena berbagai virus dan bakteri yang
menginvasi baik secara endogen maupun secara eksogen. Berbagai
penyakit bisa timbul karena infeksi maternal tersebut, klasifikasi dari
macam – macam penyakit yang ditimbulkan karena infeksi antara lain :
a. Penyakit Menular Seksual (PMS)
b. Infeksi TORCH
c. Human Papiloma Virus
d. Infeksi Traktus Genetalia
e. Infeksi Pasca Partum
f. Infeksi Umum

B. Penyakit Menular Seksual


Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya.
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu dari sepuluh
penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda
laki- laki dan penyebab kedua terbesar (Kumalasari, I., dan Andhyantoro,
I, 2012) (Kusmiran, E, 2011) pada dewasa muda perempuan di negara
berkembang (Sarwono, 2011).
Menurut World Health Organization (WHO, 2011) sebanyak 70%
pasien wanita dan beberapa pasien pria yang terinfeksi gonore atau
klamidia mempunyai gejala yang asimptomatik. Antara 10% – 40% dari
wanita yang menderita infeksi klamidia yang tidak tertangani akan
berkembang menjadi pelvic inflammatory disease. Penyakit menular
seksual juga merupakan penyebab infertilitas yang tersering, terutama
pada wanita.
1. Etiologi
PMS pada umumnya disebabkan karena adanya penyebaran virus,
bakteri, jamur dan protozoa/parasit.
a. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyakit
menular seksual yang merusak sistem kekebalan tubuh, sehinnga
tubuh kehilangan kemampuan untuk melawan inveksi. HIV
menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau
kumpulan berbagai penyakit yang menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh akibat HIV, yang saat ini belum ada obat yang
benar‐benar dapat menyembuhkan.
b. Genital Herpes atau lebih dikenal dengan herpes genitalis (herpes
kelamin) adalah PMS yang disebabkan oleh Virus Herpes Simplek
yang ditularkan melalui hubungan seksual baik vaginal, anal atau
oral yang menimbulkan luka atau lecet pada bagian kelamin dan
mengenai pada bagian langsung pada luka, bintil atau kutil. Virus
ini dapat meng hilang sementara waktu, tetapi sesungguhnya tetap
tidak dapat sepenuhnya dihilang kan, bahkan obat cydofir (zovirox)
saja yang biasa diresepkan untuk penderita genital herpes hanya
dapat meringankan gejala‐gejalanya, tetapi tidak benar‐benar
menyembuhkan penderita.
c. Hepatitis adalah penyakit menular yang menyebabkan peradangan
hati dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Hepatitis B merupakan satu‐satunya penyakit menular seksual yang
dapat dicegah dengan vaksinasi. Hepatitis B dapat menyebabkan
penyakit kuning, kelelahan yang teramat sangat, muntah‐muntah
dan demam, dapat ditularkan dengan mudah melalui kontak
seksual. Sebagian penderita hepatitis B dapat kembali sehat dengan
terapi anti hepatitis, namun sebagian penderita terkadang
penyakitnya justru bertambah kronis.
d. Human Pappiloma Virus (HPV) atau juga dikenal dengan nama
genital wart adalah penyakit menular seksual yang banyak
ditemukan dengan munculnya kutil genital, kutil kelamin atau
disebut candiloma akuminata yang dapat meningkatkan kanker
serviks dan penyakit ini sangat mengkhawatirkan di komunitas
medis ada kampanye untuk mendorong diadakannya vaksinasi
terhadap HPV pada penderita untuk menekan angka penyebaran
HPV genital melalui aktivitas seksual. Virus HPV menimbulkan
gejala seperti kelainan berupa tonjolan kulit berbentuk jengger
ayam yang berwarna seperti kulit, ukurannya bervariasi dan sangat
kecil sampai besar sekali. Pada penderita perempuan dapat
mengenai kulit di daerah kelamin sampai dubur, selaput lendir
bagian dalam liang kemaluan sampai leher rahim. Pada penderita
laki‐laki dapat mengenai penis dan saluran kencing bagian dalam.
Khusus perempuan hamil, kutil dapat tumbuh besar sekali dan baru
disadari setelah perempuan melakukan papsmear.
e. Chlamydia Trachomatis adalah penyakit menular melalui hubungan
seks vaginal, oral atau anal. Apabila tidak terdeteksi melalui
diagnosa pada tahap awal dan segera diobati dengan antibiotika,
maka klamidia dapat menyebar dengan sangat cepat dan
menyebabkan penyakit radang panggul yang menyebabkan
kehamilan ektopik (diluar kandungan) dan kemandulan pada laki‐
laki. Bakteri ini juga dapat menyerang leher rahim. Gejala pada
penderita berupa keluhan adanya keputihan yang disertai nyeri
pada saat kencing dan pendarahan setelah melakukan hubungan
seksual.
f. Vaginosis Bakterial adalah penyakit menular yang disebabkan
adanya infeksi pada alat kelamin yang disebabkan adanya
campuran bakteri Gardnella Vaginalis dan bakteri Anaerop. Pada
penderita gejalanya berupa keputihan tidak banyak, berwarna abu‐
abu, lengket dan berbau amis, biasanya akan tercium jelas setelah
melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis.
g. Gonore adalah penyakit menular serupa dengan klamidia,
ditularkan melalui hubungan seks vaginal, oral atau anal. Penyakit
ini juga telah berhasil diobati dengan antibiotika, namun gonore
yang tidak segera diobati dapat menyebabkan nyeri panggul,
keputihan dan penyakit radang panggul. Pada penderita
penyebabnya adanya kuman Neisseria Gonorrhoeae. Pada
penderita perempuan terkadang sering tanpa adanya gejala atau
gejalanya sulit dilihat, terkadang ada nyeri di bagian perut bawah,
kadang disertai keputihan dengan bau yang menyengat, alat
kelamin terasa sakit atau gatal, adanya rasa sakit atau panas pada
waktu buang air dan pendarahan setelah melakukan hubungan seks.
h. Sifilis adalah penyakit menular yang disebabkan kuman
Treponema Pallidium. Gejala yang pertama kali muncul adalah
rasa sakit di daerah kontak seksual, timbul benjolan di sekitar alat
kelamin, kadang‐kadang disertai pusing‐pusing dan nyeri tulang
seperti flu yang akan menghilang dengan sendirinya tanpa diobati,
terjadi bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6‐12 minggu setelah
hubungan seks. Selama 2‐3 tahun pertama penyakit ini tidak
menunjukkan gejala apa‐apa. Setelah 5‐10 tahun penyakit ini akan
menyerang susunan syaraf otak, Pembuluh darah dan jantung. Pada
perempuan hamil, penyakit ini dapat menular pada bayi yang
dikandungnya yang mengakibatkan kerusakan kulit, hati, limpa dan
keterbelakangan mental.
i. Kandidas Vagina adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
jamur Candida Albicans. Dalam keadaan normal biasanya jamur ini
terdapat pada kulit ataupun lubang kemaluan perempuan. Pada
keadaan tertentu seperti penyakit (kencing manis, kehamilan
pengobatan steroid, anti biotik) jamur ini dapat meluas dan
menimbulkan keputihan. Penyakit ini sebenarnya tidak tergolong
PMS, tetapi pasangan seksual perempuan yang terinfeksi jamur ini
dapat mengeluh gatal dengan gejala bintik‐bintik kemerahan pada
kulit kelamin. Gejalanya adalah keputihan yang tidak berbau atau
berbau asam, berwarna seperti keju atau susu basi disertai gatal,
panas dan kemerahan di kelamin dan sekitarnya.
j. Trikomoniasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
parasit Trichomonas Vaginalis. Gejalanya antara lain terjadinya
keputihan yang banyak. Kadang‐kadang berbusa dan berwarna
kehijauan dengan bau busuk, terjadinya gatal‐gatal di kemaluan,
nyeri pada saat berhubungan seks atau saat buang air kecil. Masa
inkubasi 3‐28 hari
1. Tanda dan Gejala
Pada anak perempuan gejalanya berupa:
a. Cairan yang tidak biasa keluar dari alat kelamin perempuan
warnanya kekuningan- kuningan, berbau tidak sedap
b. Menstruasi atau haid tidak teratur
c. Rasa sakit di perut bagian bawah
d. Rasa gatal yang berkepanjangan di sekitar kelamin
Pada anak laki-laki gejalanya berupa:
a. Rasa sakit atau panas saat kencing
b. Keluarnya darah saat kencing
c. Keluarnya nanah dari penis
d. Adanya luka pada alat kelamin
e. Rasa gatal pada penis atau dubur (Hutagalung, 2002).
C. Infeksi TORCH
Infeksi TORCH adalah suatu kelompok organisme yang mampu
menembus plasenta dan mempengaruhi perkembangan janin. Empat jenis
penyakit infeksi yaitu Toxsoplasmosis, infeksi lain (mis. Hepatitis), virus
rubella, citomegalovirus, dan virus herpes simplex.
1. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa
parasit yang disebut Toxoplasma gondii. Dari penelitian di jelaskan
bahwa untuk penyakit bawaan atau kongenital terjadi akibat infeksi
primer selama kehamilan, khususnya selama trimester ketiga. Tidak
seperti infeksi kongenital lain yang cenderung untuk terjadi sekitar 8-
15 minggu kehamilan yang terjadi ketika masa organogenesis,
toksoplasmosis infektivitas terjadi sebaliknya dan bahkan dapat
meningkat sesuai usia kehamilan.
Toksoplasmosis timbul akibat mengkonsumsi daging mentah atau
tidak mencuci tangan sewaktu menyiapkan daging mentah atau
terinfeksi kotoran kucing. Parasit ini memiliki kemampuan shedding
dalam saluran pencernaan kucing, dan ketika masuk ke tubuh manusia
dapat menyebar secara hematogenous ke pembuluh darah uterin
akhirnya memasuki plasenta dan menginfeksi janin. Setelah
menyerang janin, parasit ini menyerang sel-sel otak dan otot,
membentuk kista yang dapat tetap hidup dalam host selama bertahun-
tahun.
a. Penyebaran virus:
1) Dari telur Toxoplasma yang berada dalam tanah masuk ke
tubuh manusia.
2) Menelan mentah atau masak daging setengah matang, terutama
daging babi, domba atau daging rusa.
3) Kontak dengan kotoran kucing yang terinfeksi.
4) Plasenta (jika infeksi terjadi selama kehamilan).
5) Melalui transplantasi organ atau transfusi akan tetapi hal ini
sangat jarang terjadi.
6) Perempuan dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah
sehingga beresiko untuk reaktivasi infeksi sebelumnya.
b. Manifestasi Klinis
Manifestasinya adalah sakit kepala, lemah, sulit berpikir jernih,
demam, mati rasa, koma, serangan jantung, perubahan pada
penglihatan (seperti penglihatan ganda, lebih sensitif terhadap
cahaya terang, atau kehilangan penglihatan) dan ejang otot, dan
sakit kepala parah.
c. Efek Maternal
1) Infeksi akut
2) Menyerupai influenza
3) Limfadenopati
d. Efek pada janin
1) Jika disertai infeksi akut maternal akan terjadi parasitemia.
2) Kemungkinan untuk terjadi bersama infeksi kronik maternal
lebih kecil.
3) Cenderung terjadi abortus bila terdapat infeksi akut pada awal
kehamilan
e. Pemeriksaan dan penatalaksanaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemeriksaan
imunoglobulin spesifik polymerase chain reaction (PCR). Jika tes
ini terbukti negatif akan tetapi kecurigaan klinis akan infeksi ini
tinggi maka pengobatan harus tetap dilakukan. Selain itu juga dapat
dilakukan tes serum dan ELISA. Pengobatan alternatif untuk
taksoplasmosis adalah pyrimethamine ditambah sulfadiazin dan
klindamisin(untuk wanita yang alergi terhadap sulfadiazin).
2. Rubela
Rubela adalah suatu infeksi virus yang ditransmisi melalui droplet.
Demam, ruam dan limfedema ringan biasanya terlihat pada ibu yang
terinfeksi. Akibat pada janin lebih serius dan meliputi abortus
sepontan, anomali kongenital dan kematian. Sebagian besar wanita
usia subur kebal terhadap rubella, baik melalui vaksinasi atau penyakit
sebelumnya, namun 2 dar 10 dianggap rentan. Pencegahan infeksi
rubela maternal dan efek pada janin adalah fokus utama program
imunisasi rubela (ACOG, 1992c). Vaksinasi ibu hamil
dikontraindikasikan karena infeksi rubela bisa terjadi setelah vaksin
diberikan. Sebagai bagian dari konseling prakonsepsi atau masa nifas,
vaksin rubela diberikan kepada ibu yang tidak imun terhadap rubela
dan mereka dianjurkan memakai kontrasepsi selama minimal tiga
bulan setelah vaksinasi.
a. Efek Maternal :
1) Ruam, demam, kelenjar limfe di subokspital dapat
membengkak, fotofobis.
2) Artritis atau ensefalitis kadang juga terjadi.
3) Abortus sepontan.
4) Risiko sindrom rubella bawaan tertinggi (hingga 90%) saat
paparan adalah antara 11 dan 20 minggu kehamilan.
b. Efek pada janin:
1) Insiden anomali konginetal: bulan pertama 50%, bulan kedua
25%, bulan ketiga 10%, bulan keempat 4%.
2) Sekitar 25 persen neonatus yang ibunya terkena rubella selama
trimester pertama dilahirkan dengan satu atau lebih cacat lahir
- kebutaan, katarak, gangguan pendengaran, cacat jantung,
retardasi mental, gangguan gerak, dan pengembangan diabetes
selama masa kanak-kanak atau lambat.
3) Pemaparan pada dua bulan pertama: malformasi jantung, mata,
telinga, atau otak.
4) Pemaparan setelah bulan keempat: infeksi sistemik,
hepatosplenomegali, retardasi pertumbuhan intrauterin, ruam.
5) Pada usia 15 sampai 20 tahun anak bisa mengalami
kemunduran intelektual dan perkembangan atau bisa menderita
epilepsi.
6) Beberapa bayi yang terinfeksi memiliki masalah kesehatan
jangka pendek seperti diare, BBLR, masalah makan,
pneumonia, meningitis, anemia, bintik-bintik merah-ungu pada
wajah dan tubuh dan pembesaran limpa dan hati.
c. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan
Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum
hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk
divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama
sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18
minggu dan risiko infeksi rubella bawaan. Selain itu dapat dengan
tes ELISA, HAI, Pasif HA atau tes LA, atau dengan adanya IgM
spesifik rubella yang mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
d. Penatalaksanaan
1) Pada Ibu - Analgesik ringan, istirahat dan dukungan.
2) Neonatal - Tidak ada pengobatan khusus untuk pengobatan
rubella bawaan. Mata atau cacat jantung dapat dikoreksi atau
diperbaiki dengan pembedahan.
e. Pendidikan Kesehatan
1) Vaksinasi wanita non-imun sebelum kehamilan adalah
pencegahan terbaik.
2) Rubella dan MMR (campak, gondok, rubella) vaksin tidak
dianjurkan selama kehamilan. Seorang wanita harus menunggu
28 hari setelah vaksinasi untuk hamil (meskipun risiko
kehamilan yang tidak disengaja selama ini sangat kecil). Ibu
menyusui dapat divaksinasi.
3) Wanita hamil yang tidak kebal untuk rubella harus
menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi rubella atau
gejala rubella
3. Cytomegalovirus
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili
betaherpesvirus, famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan
jaringan, sekresi maupun ekskresi tubuh yangterinfeksi (urine, ludah,
air susu ibu, cairan vagina, dan lainlain). Masa inkubasi penyakit ini
antara 3-8 minggu. Pada kehamilan infeksi pada janin terjadi secara
intrauterin. Pada bayi, infeksi yang didapat saat kelahiran akan
menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga hingga ke dua belas;
jika didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang
berat. Setiap tahun sekitar 40.000 bayi di AS (1%) terinfeksi.
Untungnya, sebagian besar bayi tidak mengalami kematian, tapi
sekitar 8.000 bayi per tahun mengalami cacat yang berlangsung dari
CMV.
Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di masyarakat; sebagian
besar wanita telah terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan
tidak mengakibatkan gejala yang berarti. Tetapi bila seorang wanita
baru terinfeksi pada masa kehamilan maka infeksi primer ini akan
menyebabkan manifestasi gejala klinik infeksi janin bawaan sebagai
berikut: hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis,
khorioretinitis dan optic atrophy, mikrosefali, letargia, kejang,
hepatitis dan jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai tingkatan,
dan kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan hidup akan
disertai retardasi psikomotor maupun kehilangan pendengaran.
a. Klasifikasi
CMV dapat mengenai hamper semua organ dan menyebabkan
hamper semua jenis infeksi. Organ yang terkena adalah:
1) CMV nefritis( ginjal).
2) CMV hepatitis( hati).
3) CMV myocarditis( jantung).
4) CMV pneumonitis( paru-paru).
5) CMV retinitis( mata).
6) CMV gastritis( lambung).
7) CMV colitis( usus).
8) CMV encephalitis( otak)
b. Manifestasi Klinis
1) Petekia dan ekimosis.
2) Hepatosplenomegali.
3) Ikterus neonatorum,hiperbilirubinemia langsung.
4) Retardasi pertumbuhan intrauterine.
5) Prematuritas. Ukuran kecil menurut usia kehamilan.
6) Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak
yang lebih besar: Purpura, hilang pendengaran, korioretinitis,
buta, demam dan kerusakan otak.
c. Efek Maternal :
Penyakit pernafasan atau hubungan seksual yang asimptomatik
atau sindrom seperti mononukleosis: dapat memiliki rabas di
serviks
d. Efek pada janin :
Kematian janin atau penyakit menyeluruh anemia hemolitik dan
ikterik: hidrosefalus atau mikrosefalus, pneumonitis,
hepatosplenomegali
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan ini angat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut
atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang
lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi
Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pembagian seperti berikut:
1) Pada Ibu - ELISA, antibodi fluorescent (FA), fiksasi
komplemen (CF), serokonversi hingga + IgM, dan isolasi virus
dengan kultur.
2) Sebelum melahirkan – efek pada bayi mungkin menunjukkan
temuan berikut USG: mikrosefali, hidrosefalus, lesi kistik atau
kalsifikasi nekrotik di otak, hati atau plasenta, PJT,
oligohidramnion, asites, pleural efusi perikardial atau,
hypoechogenic usus dan hidrops.
3) Newborn - isolasi virus adalah metode optimal
mendokumentasikan infeksi CMV. Spesimen dapat diambil
dari urin, nasopharnyx, konjungtiva dan cairan tulang
belakang.
f. Potensi Efek Ibu dan Bayi
1) Pada Ibu - Kebanyakan infeksi asimtomatik.
2) Neonatal - Infeksi yang paling mungkin terjadi dengan infeksi
primer ibu. Perkiraan tingkat infeksi kongenital dari 1%. Dari
jumlah tersebut, 10% akan gejala, dimana 25% akan memiliki
penyakit fatal dan 90% dari korban akan memiliki serius gejala
sisa-IUGR, mikrosefali, kelainan SSP, hidrosefalus, kalsifikasi
periventrikular, ketulian, kebutaan, dan keterbelakangan
mental. Sebagian kecil bayi yang baru lahir tanpa gejala.
g. Penatalaksanaan
1) Pada Ibu - mengobati gejala
2) Neonatal - ada pengobatan yang memuaskan tersedia. Bayi
yang tertular harus diisolasi.
h. Pendidikan Kesehatan
1) Perempuan dapat mengurangi risiko CMV dengan
mempraktekkan kewaspadaan universal dan hati-hati mencuci
tangan, terutama setelah kontak dengan air liur, urin, feses,
darah dan lendir.
2) Hindari berbagi gelas atau peralatan makan dengan penderita
CMV.
3) Tes sebelum kehamilan untuk menentukan apakah mereka
memiliki CMV.
4. Virus Herpes Simpleks
Herpes disebabkan oleh virus herpes simpleks, yang mirip dengan
virus yang menyebabkan cacar air dan herpes zoster. Setelah infeksi
awal, herpes simplex virus dapat bersembunyi dalam sel saraf dan
kemudian memulai serangan baru. Ada 2 jenis utama virus herpes
simpleks (HSV): tipe I, yang biasanya dikaitkan dengan luka dingin di
sekitar mulut, dan tipe 2, yang biasanya dikaitkan dengan luka genital.
Namun, jenis dapat menginfeksi baik mulut atau alat kelamin dan
keduanya dapat diteruskan kepada bayi yang baru lahir. Sekitar 45
juta orang Amerika memiliki herpes genital dengan sekitar 1.000
infeksi baru lahir terjadi setiap tahun.
a. Klasifikasi
1) Virus herpes simpleks tipe 1 (HSA-1) merupakan infeksi yang
paling banyak ditemukan pada masa kanak-kanak. Virus ini
ditransmisikan kontak dengan sekresi oral dan menyebabkan
cold sores(lepuhan-lepuhan kecil) pada mulut atau wajah,
namun terkadang dapat menyebabkan kelainan kelamin juga,
terutama jika seseorang melakukan hubungan seks secara oral
dengan orang yang terinfeksi.
2) Virus herpes simpleks tipe 2 (HSA-2) biasanya terjadi setelah
masa puber seiring aktivitas seksual yang meningkat. HSV-2
ditransmisikan terutama melalui kontak dengan sekresi
genetalia. HSV-2 menyebabkan kelainan di area kelamin
menyebabkan herpes kelamin.
b. Manifestasi klinik
1) Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal
pada kulit region genitalis.
2) Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah2
– 3 hari bintik kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel
disertai rasa nyeri.
Bayi dengan kongenital tertular infeksi HSV biasanya akan
terjadi gejala pada 6 minggu setelah kelahiran. Gejala awal
mungkin samar-samar dan termasuk lesu, vesikel kulit, demam,
dan kejang. Mungkin tidak ada tanda-tanda sama sekali. Sangat
penting untuk memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi, karena ada
riwayat ibu yang diketahui memiliki infeksi herpes hanya 12,5%
bayi yang didiagnosis dengan HSV kongenital.
Manifestasi herpes neonatal dapat diklasifikasikan dalam
tiga cara: yang pertama kulit, mata, dan keterlibatan mukosa
(Penyakit SEM); yang kedua Penyakit SSP, dan yang ketiga adalah
penyakit yang disebarluaskan dengan keterlibatan beberapa organ.
Namun, kategori-kategori ini tidak terpisah satu sama lain dan bayi
dapat memiliki tanda-tanda dari lebih dari satu. Bayi yang
didiagnosis Penyakit SEM juga mungkin memiliki okultisme SSP
infeksi.
c. Dampak pada kehamilan dan persalinan
1) Penularan pada janin dapat terjadi hematogen melalui plasenta
2) Penularan pada janin dapat terjadi akibat perjalanan dari
vagina ke janin apabila ketuban pecah.
3) Penularan pada bayi dapat terjadi melalui kontak langsung
pada waktu bayi lahir.
4) Wanita dengan infeksi primer selama kehamilan akan
meningkatan risiko untuk PTD dan BBLR bayi.
5) Bayi dari ibu dengan infeksi primer yang terjadi selama
kehamilan berada pada risiko terbesar. Potensi gejala sisa
meliputi: kulit, mulut atau mata lesi dengan potensi kerusakan
permanen pada saraf atau mata. HSV pada bayi baru lahir
sering dapat menyebar ke otak dan organ internal lainnya
(perkiraan kematian 50%). Sekitar 50% dari korban mengalami
keterbelakangan mental, cerebral palsy, kejang, buta atau tuli.
d. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat
penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut
pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.
Seorang bayi dianggap terinfeksi herpes jika salah satu tes berikut
positif: serum HSV IgM, HSV PCR dari CSF, atau memiliki HSV
setelah dilakukan culture lesi atau lainnya di permukaan mukosa.
Karena tinggi sensitivitas (berkisar 75% sampai 100%), HSV PCR
adalah ujian pilihan untuk evaluasi CSF. Hal ini penting untuk
dicatat bahwa PCR CSF mungkin negatif 5 hari pertama sakit. Jika
HSV tetap diduga kuat, meskipun hasil negatif awal, CSF PCR
harus diulang. Untuk Penyakit SEM, culture HSV dari kulit yang
atau lesi mukosa adalah uji pilihan. Baik PCR maupun culture
darah memiliki sensitivitas sangat tinggi. HSV serologi mungkin
berguna; antibodi IgG Ibu HSV juga dapat hadir dalam bayi.
e. Penatalaksanaan
1) Wanita dengan gejala prodromal atau lesi aktif (masih dalam
blister atau ulkus tahap) akan diberi konseling untuk memiliki
kelahiran sesar. Perlindungan terbesar bagi janin jika ini
dilakukan sebelum ROM lebih dari 4 jam.
2) Obat anti-virus dapat memperpendek durasi serangan herpes,
meringankan gejala dan mengurangi jumlah serangan.
Acyclovir oral kadang-kadang digunakan pada akhir
kehamilan untuk mengurangi kebutuhan untuk kelahiran sesar.
3) Bayi baru lahir Dilakukan untuk pemeriksaan adanya herpes
konginetal dan kalau perlu kultus virus. kalau ibu aktif
menderita herpes genitalis maka bayinya diberi acyclovir 3 dd
10 mg/kg B selama 5 – 7 hari.
5. Infeksi Lain
Hepatitis B (hepatitis serum) adalah penyakit virus yang ditularkan
seperti penularan HIV. Cara transmisinya meliputi jarum
terkontaminasi, produk darah atau jarum bekas, hubungan seksual,
dan pertukaran cairan tubuh. Apabila terjadi infeksi maternal pada
trimester pertama, jumlah neonatus yanng menjadi seropositif untuk
antigen permukaan hepatitis B bisa mencapai 10%. Jika ibu terinfeksi
secara akut pada trimester ketiga, 80% sampai 90% neonatus akan
terinfeksi (ACOG, 1992d).
Hepatitis B (HBV) adalah penyakit virus yang serius dan
mengakibatkan 4.000-5.000 kematian setiap tahun di AS karena
sirosis dan kanker hati. Infeksi akut terjadi dalam 1 sampai 2
kehamilan per 1000. Memperkirakan bahwa 300 juta orang di seluruh
dunia secara kronis terinfeksi HBV.
a. Efek maternal
Hepatitis A :
1) Abortus penyebab gagal hati selama kehamilan
2) Demam, malaise, mual, dan rasa tidak nyaman di abdomen
3) Persalinan prematur, sirosis dan kanker hati.
Hepatitis B :
Ditransmisi melalui hubungan seksual, gejalanya adalah demam,
ruam, artralgia, penurunan nafsu makan, dispepsia, nyeri abdomen,
sakit diseluruh badan, malaise, lemah, ikterik, nyeri tekan dan
pembesaran hati.
b. Efek pada janin
Hepatitis A
Pemaparan selama trimester pertama : anomali janin, hepatitis janin
atau neonatus, kelahiran prematur, kematian janin di dalam rahim
Hepatitis B :
1) Infeksi terjadi pada waktu lahir
2) Vaksinasi maternal selama masa hamil harus tidak
menimbulkan resiko pada janin, namun tidak ada data yang
tersedia.
3) Bayi yang terinfeksi pada saat lahir memiliki kesempatan 90 %
menjadi kronis terinfeksi.
c. Pemeriksaan
1) Temuan fisik - Low-grade demam, mual , anoreksia , sakit
kuning , hepatomegali , dan malaise .
2) Temuan Diagnostik - + HbsAg , HbeAg + (7-14 hari setelah
paparan)
d. Penatalaksanaan
1) Pada Ibu - Ibu hamil yang terpapar HBV harus menerima
vaksin dan HBIG. Wanita hamil yang sudah terinfeksi harus
makan dengan baik, mendapatkan istirahat yang cukup,
menghindari stres dan menghindari alkohol. Alpha interferon
dan lamivudine tidak dianjurkan selama kehamilan.
2) Pada Neonatal - Bayi perempuan yang terinfeksi harus
menerima vaksin HBV dan HBIG.
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda
dengan wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah
sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum
menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung
lemak tetapitinggi protein dan karbohydrat. Pemakaian obat-obatan
hepatotoxic hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan bila
terjadi penyulit. Perlu diingatpada hepatitis virus yang aktip dan
cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-
partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir
hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan
pemeriksaan trans aminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus
anti gen secara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi
pengobatan khusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
e. Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan
penderita hepatitis virus A hendaknya diberi immuno
globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat badan. Gamma globulin
ternyatatidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Gizi Ibu
hamil hendaknya dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi
yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus. Untuk
kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya
enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan
tersebut semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium telah kembali
normal. Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap
dilakukan pemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan,
empat bulan dan enam bulan kemudian.
f. Pendidikan kesehatan
1) Hepatitis B vaksinasi adalah pencegahan terbaik .
2) Penggunaan yang tepat dan konsisten kondom lateks dapat
mencegah penularan seksual .
3) Jangan menggunakan obat-obatan IV dan Jangan pernah
berbagi jarum, jarum suntik , air.
4) Jangan berbagi barang pribadi yang mungkin memiliki resiko
kontak dengan darah penderita - pisau cukur , sikat gigi .
5) Mempertimbangkan risiko sebelum melakukan tato atau tindik.
6) Petugas kesehatan harus menggunakan BSP dan penanganan
yang aman dari benda tajam.
D. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Komplikasi Potensial TORCH atau IMS Maternal: IUGR, Abortus
Spontan, KDP, Persalinan Kurang Bulan, Kematian Janin
Rujuk kerencana asuhan keperawatan kolaborasi umum komplikasi
potensial: Gangguan janin, Pecah ketuban dini, Persalinan kurang
bulan
FOKUS PENGKAJIAN RASIONAL
1. Skrining dan identifikasi 1. Lihat pemeriksaan diagnostic
infeksi parental spesifik sebelumnya. Jenis organisme
infeksius menentukan cara
penanganan. Beberapa infeksi
tersebut mempunyai dampak
serius pada janin.

2. Pantau, dan ajurkan klien 2. Penurunan gerak janin


untuk memantau aktifitas terbukti menjadi precursor
janin gangguan janin berat. Jika ibu
merasakan kurang dari 10
gerakan dalam periode 12
jam. Ia harus memberi tau
penyedia layanan kesehtan
secepatnya.
3. Kaji status ketuban ibu
3. Ketuban yang utuh dapat
menjadi barrier terhadap
beberapa organime infeksius
4. Pantau tinggi Fundus (dengan yang ditularkan melalui rute
pengukuran atau USG) asenden
4. Untuk mendiagnosis IUGR.
Tinggi fundus harus terkait
dengan usia gestasi janin.
5. Jika infeksi HSV II atau Infeksi seperti rubella dan
CMV, tentukan apakah infeksi toxoplasma dapat
tersebut premier atau berulang menyebabkan IUGR

5. CMV berulang tidak


menimbulkan maslah bagi
janin. Tetapi bayi baru lahir
dapat terinfeksi HSV II
permier dan berulang namun
waktu luruh infus berkurang
pada infeksi berulang
Komplikasi Potensial TORCH atau IMS Maternal : Infeksi Janin atau
Neonatal (Transplasenta atau Selama Kelahiran) Dan Malformasi serta
Anomali Janin
FOKUS PENGKAJIAN RASIONAL
Tentukan organisme infeksius Usia gestasi ketika ibu terkena
spesifik dan tentukan usia gestasi infeksi sebagia menentukan efek
pada janin. Sebagai contoh jika
terinfeksi rubella pada trimester
pertama janin pasti akan terkena
efek teragonetik. Akan tetapi jika
terinfeksi pada trimester kedua
janin mempunyai kesempatan
terkena hanya 50%.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan system
imun, aspek kronis penyakit.
Definisi: Peningkatan resiko masuknya organisme pathogen
Faktor-faktor resiko:
- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan
patogen
- Trauma
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
- Ruptur membrane amnion
- Agen farmasi (imunosupresan)
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Ketidakadekuatan imun buatan
- Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan HB,
Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh,
trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis,
perubahan sekresi pH, perubahan peristaltic)

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


(NOC) (NIC)

 Immune Status Infection Control


 Knowledge: Infection (Kontrol Infeksi)
control  Bersihkan
 Risk control lingkungan setelah
Kiteria Hasil : dipakai pasien lain
 Klien bebas dari tanda  Pertahankan tehnik
dan gejala infeksi isolasi
 Mendeskripsikan proses  Batasi pengunjung
penularan penyakit, bila perlu
factor yang  Instruksikan pada
mempengaruhi penularan pengunjung untuk
serta penatalaksanaannya mencuci tangan saat
 Menunjukkan berkunjung dan
kemampuan untuk setelah berkunjung
mencegah timbulnya meniggalkan pasien
infeksi  Gunakan sabun
 Jumlah leukosit dalam antimikrobia untuk
batas normal cuci tangan
 Menunjukkan perilaku  Cuci tangan setiap
hidup sehat sebelum dan sesudah
tindakan
keperawatan
 Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptic
selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV
perifer dan line
central dan dressing
sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan antibiotic
bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan local
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Pertahankan tehnik
aspesis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan tehnik
isolasi k/p
 Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukkan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotic sesuai resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur
positif

b. Resiko pola nafas tidak afektif berhubungan dengan penurunan


energi dalam bernafas
Definisi: Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak
adekuat
Batasan karakteristik:
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran udara per menit
- Menggunakan otot pernafasan tambahan
- Nasal flaring
- Dyspnea
- Orthopnea
- Perubahan penyimpangan dada
- Nafas pendek
- Assumption of 3-point position
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
- Peningkatan diameter anterior dan posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal
 Bayi: <25 atau >60
 Usia 1-4 : <20 atau >30
 Usia 5-14: <14 atau >25
 Usia >14:<11 atau >24
- Kedalaman pernafasan
 Dewasa volume tidalnya 500ml saat istirahat
 Bayi volume tidalnya 6-8ml/kg
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas vital
Factor yang berhubungan:
- Hiperventilasi
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk dinding dada
- Penurunan energy/kelelahan
- Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
- Imaturitas Neurologis

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


(NOC) (NIC)

 Respiratory status: Airway Management


Ventilation  Buka jalan nafas,
 Respiratory status: Airway gunakan tehnik chin
patency lift atau jaw thrust
 Vital sign Status bila perlu
Kiteria Hasil :  Posisikan pasien
 Mendemonstrasikan batuk untuk
efektif dan suara nafas memaksimalkan
yang bersih, tidak ada ventilasi
sianosis dan dyspneu  Identifikasi pasien
(mampu mengeluarkan perlunya
sputum, mampu bernafas pemasangan alat
dengan mudah, tidak ada jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila
pursed lips) perlu
 Menunjukkan jalan nafas  Lakukan fisioterapi
yang paten (klien tidak dada jika perlu
merasa tercekik, irama  Keluarkan secret
nafas, frekuensi dengan batuk atau
pernafasan dalam rentang suction
normal, tidak ada suara  Auskultasi suara
nafas abnormal) nafas, catat adanya
 Tanda-tanda vital dalam suara tambahan
rentang normal (tekanan  Lakukan suction
darah, nadi, normal) pada mayo
 Berikan
bronkodilator bila
perlu
 Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCL Lembab
 Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi dan
status O2

Oxygen Therapy
 Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
 Pertahankan jalan
nafas yang paten
 Atur peralatan
oksigenasi
 Monitor aliran
oksigen
 Pertahankan posisi
pasien
 Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring
,duduk atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas
dari nadi
 Monitor frekuensi
dan irama
pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernafasan
abnormal
 Monitor suhu ,
warna,dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar,bradikardi,
peningkatan
sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign

c. Kehilangan nafsu makan.


Definisi: Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme
tubuh.
Batasan karakteristik:
- Berat badan 20% atau lebih dibawah ideal
- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA
(Recomended Daily Allowance)
- Membran mukosa dan konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang digunakan untuk mengunyah menelan
- Luka, inflamasi pada rongga mulut
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah
makanan
- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi, misinformasi
Faktor-faktor yang berhubungan:
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
(NOC) (NIC)

 Nutritional Status: food Nutrition Management


and Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
Kriteria hasil: kalori dan nutrisi yang
 Adanya peningkatan dibutuhkan pasien
berat badan sesuai  Anjurkan pasien untuk
dengan tujuan menungkatkan intake Fe
 Berat badan ideal  Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan tinggi meningkatkan protein dan
badan vitamin C
 Mampu  Berikan substansi gula
mengidentifikasi  Yakinkan diet yang
kebutuhan nutrisi dimakan mengandung
 Tidak ada tanda-tanda tinggi serat untuk
malnutrisi mencegah konstipasi
 Tidak terjadi penurunan  Berikan makanan yang
berat badan yang terpilih (sudah
berarti dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor adanya penurunan
berat badan
 Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
 Monitor interaksi anak atau
orang tua selama makan
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
 Monitor tugor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
 Monitor mual dan mutah
 Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake
nutrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

d. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit


Definisi: Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan
jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi
Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya
dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang
dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan Karakteristik:
- Laporan secara verbal atau nonverbal
- Fakta dari observasi
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
- Gerakan melindungi
- Tingkah laku berhati-hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan
proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh: jalan-jalan, menemui orang
lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi)
- Tingkah laku ekspresif (contoh: gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas panjang/ berkeluh kesah)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam
rentang lemah ke kaku)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Faktor yang berhubungan:
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


(NOC) (NIC)

 Pain Level, Pain management


 Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort level secara komprehensif
termasuk lokasi,
Kriteria hasil: karakteristik, durasi,
 Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
nyeri, mampu  Observasi reaksi nonverbal
menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk  Gunakan tehnik
mengurangi nyeri,
mencari bantuan) komunikasi teraupetik
 Melaporkan bahwa untuk mengetahui
nyeri berkurang dengan pengalaman nyeri
menggunakan  Kaji kultur yang
manajemen nyeri mempengaruhi respon nyeri
 Mampu mengenali nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri
(skala, intensitas, masa lampau
frekuensi dan tanda  Evaluasi bersama pasien
nyeri) dan tim kesehatan lain
 Menyatakan rasa tentang ketidakefektifan
nyaman setelah nyeri kontol nyeri masa lampau
berkurang  Bantu pasien dan keluarga
 Tanda vital dalam untuk mencari dan
rentang normal menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital signsebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
e. Kurang pengetahuan mengenai penularan, penanganan dan
perjalanan penyakit.
Definisi:
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan
dengan topic spesifik.
Batasan karakteristik:
Memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti
instruksi, perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan:
Keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah,
kurangnya keinginan untuk mancari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


(NOC) (NIC)

 Knowiedge: disease Teaching : Disease Process


process  Berikan penilaian tentang
 Knowiedge: health tingkat pengetahuan pasien
Behavior tentang proses penyakit
yang spesifik
Kriteria hasil:  Jelaskan patofisiologi dari
 Pasien dan keluarga penyakit dan bagaimana hal
menyatakan pemahaman ini berhubungan dengan
tentang penyakit, kondisi, anatomi dan fisiologi,
prognosis dan program dengan cara yang tepat.
pengobatan  Gambarkan tanda dan
 Pasien dan keluarga gejala yang biasa muncul
mampu melaksanakan pada penyakit, dengan cara
prosedur yang dijelaskan yang tepat
secara benar  Gambarkan proses
 Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang
mampu menjelaskan tepat
kembali apa yang  Identifikasi kemungkinan
dijelaskan perawat/tim penyebab, dengan cara
kesehatan lainnya yang tepat
 Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
 Hindari harapan yang
kosong
 Sediakan bagi keluarga atau
SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
 Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
 Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
 Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberian perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

E. Analisa Jurnal
Analisis Jurnal 1
Judul : TORCH infection in antenatal women: A 5-year hospital-based
study (2017)
Population Intervention Comparison Outcome Time
240 wanita Pengambilan - Secara Tahun
hamil data keseluruhan, 2017
berisiko menggunakan seropositif
tinggi yang sampel darah terhadap
mengunjungi dari total 240 infeksi
klinik wanita hamil TORCH
antenatal berisiko tinggi dalam
rumah sakit yang penelitian
mengunjungi ini adalah
klinik antenatal 98,8%.
rumah sakit Seropositif
perawatan terhadap T.
tersier selama gondii
periode 5 tahun adalah
(2005-2009) 24,2%,
dianalisis untuk rubella
antibodi IgM 9,2%,
spesifik CMV53,8%,
terhadap dan 11,7%
Toxoplasma positif untuk
gondii, rubella, kombinasi
Sitomegalovirus infeksi
( CMV), dan HSV-1 dan
gabungan virus 2. Usia rata-
herpes simpleks rata populasi
(HSV) 1 dan 2 penelitian
dengan uji adalah 27,5
imunosorben tahun.
terkait enzim Secara
keseluruhan,
15,4%
wanita
seropositif
untuk
koinfeksi.

Analisis Jurnal 2
Judul : Prevalence of Serum Antibodies to TORCH Infection in and
Around Varanasi, Northern India (2012)
Population Intervention Comparison Outcome Time
Populasi Sebanyak 380 - Dalam Tahun
penelitian sampel serum penelitian ini, 2012
termasuk dikumpulkan total 74 kasus
wanita hamil untuk dideteksi (19,4%)
yang berada Toksoplasma ditemukan
pada IgM, 414 kasus positif untuk
trimester dikumpulkan Toksoplasma,
pertama untuk IgM 126 sampel
mereka Rubella, 374 (30,4%)
kehamilan kasus positif untuk
yang dikumpulkan Rubella, 130
berkunjung untuk IgM sampel
ke CMV dan 450 (34,7%)
Departemen kasus positif CMV
Obstetri dan dikumpulkan dan 151
Ginekologi untuk HSV-2 sampel
Rawat Jalan IgM, selama (33,5%)
(OPD) dan dua tahun. positif
Prasuti terinfeksi
Tantra OPD HSV-2. Usia
dari Rumah rata-rata
Sakit Sir populasi
Sunderlal, penelitian
Varanasi, adalah 23,4
dengan tahun.
sejarah masa
lalu aborsi
spontan, lahir
mati atau
neonatus
cacat
bawaan.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Infeksi TORCH adalah suatu kelompok organisme yang mampu
menembus plasenta dan mempengaruhi perkembangan janin. Empat jenis
penyakit infeksi yaitu Toxsoplasmosis, infeksi lain (mis. Hepatitis), virus
rubella, citomegalovirus, dan virus herpes simplex.

2. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat menerapkan materi kedalam tindakan
dalam asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan infeksi maternal.
DAFTAR PUSTAKA

Marino, T., Smith, S. E., & Laartz, B. 2012. Viral Infections and Pregnancy.
Medscape. Diakses pada http://emedicine.medscape.com/article/235213-
overview
Ratnayake, Ruwan P. Neonatal TORCH Infection. Medical University of South
Caroline, USA.
(Sarwono, S. W., 2011)Andriyani, R., & Megasari, K. (2015). Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Toksoplasma pada Ibu Hamil di
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2010-2013. Jurnal Kesehatan
Andalas, 4 (2).

Anda mungkin juga menyukai