Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH INFEKSI MATERNAL

Disusun oleh :

 Agung Sisen Miliyanto(18220002)

 Dian Aditya W.(18220006)

 Maria Ulfa(18220008)

Dosen pengampu:

Mutmainah.S.Kep.Ners.M.Kes

YAYASAN KADER BANGSA

UNIVERSITAS KADER BANGSA

FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

2019/2020
PENDAHULUAN

Infeksi dalam kehamilan bertanggung jawab untuk morbiditas dan


mortalitas signifikan. Beberapa akibat infeksi maternal berlangsung seumur hidup,
seperti infertilitas dan sierilitas. Kondisi – kondisi lain, seperti infeksi yang
didapat secara kongenital, seringkali mempengaruhi lama dan kualitas hidup.

Kehamilan dianggap sebagai kondisi immunosupresi. Perubahan respon


imun dalam kehamilan dapat menurunkan kemampuan ibu melawan infeksi.
Selain itu, perubahan traktus pada genetalia juga dapat mempengaruhi kerentanan
terhadap suatu infeksi.

Infeksi maternal disebabkan karena berbagai virus dan bakteri yang


menginvasi baik secara endogen maupun secara eksogen. Berbagai penyakit bisa
timbul karena infeksi maternal tersebut, klasifikasi dari macam – macam penyakit
yang ditimbulkan karena infeksi antara lain :

a. Penyakit Menular Seksual (PMS)


b. Infeksi TORCH
c. Human Papiloma Virus
d. Infeksi Traktus Genetalia
e. Infeksi Pasca Partum
f. Infeksi Umum
Dari macam – macam penyakit tersebut masih bisa diuraikan dan di
klasifikasikan menurut etiologi serta bagian yang diserang oleh virus
maupun bakteri

A. PENYAKIT MENULAR SEKSUAL


1. Definisi

Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang


disebabkan karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu
kelamin yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual, baik yang
berlainan jenis ataupun sesama jenis. (Aprilianingrum, 2002).

Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba(bakteri, virus, dan parasit) yang


dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering
ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis,trichomoniasis,
chancroid, herpes genital, infeksi human immunodeficiensy virus (HIV) dan
hepatitis B. HIV dan syphilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anaknya
selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh
(WHO,2009).

2. Epidemiologi

Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di


antaranya sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan
semakin majunya ilmu pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban
masyarakat, banyak ditemukan penyakit-penyakit baru, sehingga istilah
tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexually transmitted disease
(STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS) (Hakim, 2009; Daili, 2009).

Perubahan istilah tersebut memberi dampak terhadap spektrum PMS yang


semakin luas karena selain penyakit-penyakit yang termasuk dalam kelompok
penyakit kelamin (VD) yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma
venerum dan granuloma inguinale juga termasuk uretritis non gonore (UNG),
kondiloma akuminata, herpes genitalis, kandidosis, trikomoniasis, bakterial
vaginosis, hepatitis, moluskum kontagiosum, skabies, pedikulosis, dan lain-
lain. Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually
Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik
(Hakim, 2009; Daili, 2009).

3. Etiologi
PMS pada umumnya disebabkan karena adanya penyebaran virus, bakteri,
jamur dan protozoa/parasit. Seperti beberapa penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh virus antara lain HIV (Human Immunodeficiency Virus),
Genital Herpes, Hepatitis B dan HPV (Human Papilloma Virus).
- Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyakit menular
seksual yang merusak sistem kekebalan tubuh, sehinnga tubuh kehilangan
kemampuan untuk melawan inveksi. HIV menyebabkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai penyakit yang
menyebabkan turunnya kekebalan tubuh akibat HIV, yang saat ini belum
ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan. Ada beberapa fase
perkembangan HIV/AIDS :
Pertama, penderita sudah terjangkit inveksi, tetapi ciri-ciri terinveksi
belum terlihat, meskipun penderita melakukan tes darah. Pada fase ini
antibodi terhadapHIV belum terbentuk. Biasanya fase ini berlansung
sekitar 1-6 bulan dari waktu penderita terjangkit.
Kedua, berlangsung lebih lama, yaitu sekitar 2-10 tahun setelah terinfeksi
HIV. Pada fase ini penderita sudah positif HIV dan belum menampakkan
gejala sakit, tetapi sudah dapat menularkan kepada orang lain.
Ketiga, sudah muncul gejala-gejala awal penyakit yang HIV, tetapi belum
dapat disebut sebagai gejala AIDS. Pada fase ini penderita mengalami
seperti gejala keringat yang berlebihan pada waktu malam hari, diare terus
menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh-
sembuh, nafsu makan berkurang, kekebalan tubuh menurun.
Keempat, sudah memasuki fase AIDS, dan baru dapat didiagnosa setelah
kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari Sel-Tnya. Timbul penyakit
tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik, yaitu kanker khususnya
sariawan, kanker kulit (sarcoma kaposi), infeksi paru-paru dan kesulitan
bernafas, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu
dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.
- Genital Herpes atau lebih dikenal dengan herpes genitalis (herpes
kelamin) adalah PMS yang disebabkan oleh Virus Herpes Simplek yang
ditularkan melalui hubungan seksual baik vaginal, anal atau oral yang
menimbulkan luka atau lecet pada bagian kelamin dan mengenai pada
bagian langsung pada luka, bintil atau kutil. Virus ini dapat meng hilang
sementara waktu, tetapi sesungguhnya tetap tidak dapat sepenuhnya
dihilang kan, bahkan obat cydofir (zovirox) saja yang biasa diresepkan
untuk penderita genital herpes hanya dapat meringankan gejala-gejalanya,
tetapi tidak benar-benar menyem buhkan penderita. Walaupun tanpa gejala
dan tergantung pada daya tahan tubuh, kalaupun pada awalnya ada rasa
seperti terbakar atau gatal pada kelamin diikuti timbulnya bintil-bintil
berisi air di atas kulit dengan warna dasar kemerahan, dalam beberapa hari
bintil ini akan pecah dan menimbulkan luka lecet yang terbuka dan sangat
nyeri. Pada penderita perempuan biasanya timbul di sekitar kelamin,
dinding liang kemaluan dan kadang-kadang disekitar anus. Sedang pada
penderita Laki-laki biasanya pada batang atau kepala penis serta disekitar
anus. Gejala pada serangan pertama umumnya lebih berat dibandingkan
ketika kambuh. Sebelum timbul lecet biasanya diawali dengan keluhan
pegal-pegal pada otot disertai demam (terutama pada serangan pertama),
pembengkakan pada kelenjar lipatan paha, nyeri kadang gatal serta
kemerahan pada tempat yang terkena. Masa inkubasi 1-26 hari, rata-rata 6-
7 hari. Masa Inkubasi merupakan rentang waktu sejak masuknya penyakit
kedalam tubuh hingga timbulnya penyakit tersebut.
- Hepatitis adalah penyakit menular yang menyebabkan peradangan hati
dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B
merupakan satu-satunya penyakit menular seksual yang dapat dicegah
dengan vaksinasi. Hepatitis B dapat menyebabkan penyakit kuning,
kelelahan yang teramat sangat, muntah-muntah dan demam, dapat
ditularkan dengan mudah melalui kontak seksual. Sebagian penderita
hepatitis B dapat kembali sehat dengan terapi anti hepatitis, namun
sebagian penderita terkadang penyakitnya justru bertambah kronis.
- Human Pappiloma Virus (HPV) atau juga dikenal dengan nama genital
wart adalah penyakit menular seksual yang banyak ditemukan dengan
munculnya kutil genital, kutil kelamin atau disebut candiloma akuminata
yang dapat meningkatkan kanker serviks dan penyakit ini sangat
mengkhawatirkan di komunitas medis ada kampanye untuk mendorong
diadakannya vaksinasi terhadap HPV pada penderita untuk menekan
angka penyebaran HPV genital melalui aktivitas seksual. Virus HPV
menimbulkan gejala seperti kelainan berupa tonjolan kulit berbentuk
jengger ayam yang berwarna seperti kulit, ukurannya bervariasi dan sangat
kecil sampai besar sekali. Pada penderita perempuan dapat mengenai kulit
di daerah kelamin sampai dubur, selaput lendir bagian dalam liang
kemaluan sampai leher rahim. Pada penderita laki-laki dapat mengenai
penis dan saluran kencing bagian dalam. Khusus perempuan hamil, kutil
dapat tumbuh besar sekali dan baru disadari setelah perempuan melakukan
papsmear. Jika tidak segera ditangani bisa menyebabkan kanker leher
rahim serta kanker penis. Sebagian besarkuman penyakit ini menempel
pada kulit, seperti skrotum, maka kondom tidak 100% efektif dalam
mencegah penularannya. Bahkan berdasar laporan kesehatan, remaja
memiliki persentase tertinggi pada virus ini dibanding kelompok umur
lainnya. Ada satu penelitian di Amerika menunjukkan sampai seperempat
perempuan muda yang aktif secara seksual terbukti terinveksi kutil
kelamin melalui pengujian laboratorium, walaupun bukti kasat mata
seperti kutil kelamin dibagian luar lebih sedikit. Sekarang kita bahas
tentang PMS yang disebabkan karena penyebaran bakteri antara lain
seperti Chlamydia Trachomatis atau disebut Klamidia, Vaginosis Bakterial,
Gonore, dan Sifilis.
- Chlamydia Trachomatis adalah penyakit menular melalui hubungan seks
vaginal, oral atau anal. Apabila tidak terdeteksi melalui diagnosa pada
tahap awal dan segera diobati dengan antibiotika, maka klamidia dapat
menyebar dengan sangat cepat dan menyebabkan penyakit radang panggul
yang menyebabkan kehamilan ektopik (diluar kandungan) dan
kemandulan pada laki-laki. Bakteri ini juga dapat menyerang leher rahim.
Gejala pada penderita berupa keluhan adanya keputihan yang disertai nyeri
pada saat kencing dan pendarahan setelah melakukan hubungan seksual.
Cara penularannya tidak disadari karena kebanyakan penderita yang
terinfeksi tidak merasakan gejalanya. Pada infeksi kronis dapat menyebar
ke saluaran telur yang mengakibatkan kehamilan ektopik dan kemandulan.
Dapat menyebabkan kebutaan atau radang paru-paru pada bayi yang baru
dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi bakteri ini. Masa inkubasi klamidia
adalah 7-12 hari. Hasil laporan kesehatan menunjukkan bahwa remaja di
seluruh dunia adalah proporsi terbesar seluruhnya dalam infeksi klami dia,
kurang lebih sepertiga. Termasuk di Haiti dan Nigeria memiliki tingkat
klamidia yang tinggi.
- Vaginosis Bakterial adalah penyatfkit menular yang disebabkan adanya
infeksi pada alat kelamin yang disebabkan adanya campuran bakteri
Gardnella Vaginalis dan bakteri Anaerop. Pada penderita gejalanya berupa
keputihan tidak banyak, berwarna abu-abu, lengket dan berbau amis,
biasanya akan tercium jelas setelah melakukan hubungan seksual dengan
lawan jenis.
- Gonore adalah penyakit menular serupa dengan klamidia, ditularkan
melalui hubungan seks vaginal, oral atau anal. Penyakit ini juga telah
berhasil diobati dengan antibiotika, namun gonore yang tidak segera
diobati dapat menyebabkan nyeri panggul, keputihan dan penyakit radang
panggul. Pada penderita penyebabnya adanya kuman Neisseria
Gonorrhoeae. Pada penderita perempuan terkadang sering tanpa adanya
gejala atau gejalanya sulit dilihat, terkadang ada nyeri di bagian perut
bawah, kadang disertai keputihan dengan bau yang menyengat, alat
kelamin terasa sakit atau gatal, adanya rasa sakit atau panas pada waktu
buang air dan pendarahan setelah melakukan hubungan seks. Akan tetapi
Gonore (GO) sering datang tanpa keluhan atau gejala apapun pada
perempuan. Pada penderita laki-laki adanya gejala timbul pada waktu satu
minggu, rasa sakit pada saat buang air atau ereksi, keluar nanah dari
saluran kencing utamanya pada pagi hari. Sering tanpa gejala pada stadium
dini.
- Sifilis atau dikenal dengan Raja Singa adalah penyakit menular yang
disebabkan kuman Treponema Pallidium. Gejala yang pertama kali
muncul adalah rasa sakit di daerah kontak seksual, timbul benjolan di
sekitar alat kelamin, kadang-kadang disertai pusing-pusing dan nyeri
tulang seperti flu yang akan menghilang dengan sendirinya tanpa diobati,
terjadi bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah
hubungan seks. Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan
gejala apa-apa. Setelah 5-10 tahun penyakit ini akan menyerang susunan
syaraf otak, Pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil, penyakit
ini dapat menular pada bayi yang dikandungnya yang mengakibatkan
kerusakan kulit, hati, limpa dan keterbelakangan mental. Selanjutnya kita
bahas PMS yang disebabkan karena penyebaran jamur yaitu Kandidas
Vagina.
- Kandidas Vagina adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jamur
Candida Albicans. Dalam keadaan normal biasanya jamur ini terdapat
pada kulit ataupun lubang kemaluan perempuan. Pada keadaan tertentu
seperti penyakit (kencing manis, kehamilan pengobatan steroid, anti
biotik) jamur ini dapat meluas dan menimbulkan keputihan. Penyakit ini
sebenarnya tidak tergolong PMS, tetapi pasangan seksual perempuan yang
terinfeksi jamur ini dapat mengeluh gatal dengan gejala bintik-bintik
kemerahan pada kulit kelamin. Gejalanya adalah keputihan yang tidak
berbau atau berbau asam, berwarna seperti keju atau susu basi disertai
gatal, panas dan kemerahan di kelamin dan sekitarnya. Yang terakhir kita
bahas PMS yang disebabkan karena penyebaran protozoa/parasit yaitu
Trikomoniasis.
- Trikomoniasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
Trichomonas Vaginalis. Gejalanya antara lain terjadinya keputihan yang
banyak. Kadang-kadang berbusa dan berwarna kehijauan dengan bau
busuk, terjadinya gatal-gatal di kemaluan, nyeri pada saat berhubungan
seks atau saat buang air kecil. Masa inkubasi 3-28 hari. Infeksi
trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang dapat
disembuhkan dan yang paling biasa terjadi.
4. Faktor Resiko
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan tingginya pengidap Penyakit
Menular Seksual (PMS) antara lain :
1. Berhubungan seks yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom).
2. Gonta-ganti pasangan seks.
3. Prostitusi.
4. Melakukan hubungan seks anal (dubur), perilaku ini akan
menimbulkan luka atau radang karena epitel mukosa anus relative tipis
dan lebih mudah terluka disbanding epitel dinding vagina.
5. Penggunaan pakaian dalam atau handunk yang telah dipakai penderita
PMS (Hutagalung, 2002).
6. Saat ini sudah terbuka lebar akses informasi yang membahas
seksualitas termasuk gambar-gambar berkatagori pornografi, media
masa, internet yang sudah banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar
kalangan remaja secara tidak benar.
7. Adanya nilai ganda masyarakat dalam mensikapi permasalahan
pornografi, disatu sisi menentang, menganggap tabu, terlalu fulgar,
seronok, jijik dan sebagainya, disisi lain ada sikap apatis, membiarkan
bahkan memanfaatkan pornografi sebagai tontonan masyarakat bahkan
masuk dalam lingkungan keluarga.
8. Nilai-nilai cinta atau hubungan lawan jenis yang cenderung disalah
gunakan, menghilangkan nilai-nilai sakral, budaya dan agama, malah
cenderung melakukan hal-hal yang tidak terpuji, permisif (serba boleh)
dan cenderung melonggarkan hubungan laki-laki dan perempuan.
9. Kurangnya pemahaman kalangan remaja terhadap perilaku seks bebas
yang pernah dilakukan ditambah kontrol keluarga serta masyarakat
yang cenderung menurun.
10. Semakin banyaknya tempat-tempat hiburan plus, prostitusi, baik yang
terlokalisir maupun di tempat/kawasan remang-remang dan
sebagainya. Bahkan ada yang beranggapan bahwa dirinya merasa tidak
akan mungkin terjangkit penyakit apapun, sehingga ada dorongan
untuk mencoba hal baru
5. Tanda dan Gejala
Pada anak perempuan gejalanya berupa:
a. Cairan yang tidak biasa keluar dari alat kelamin perempuan warnanya
kekuningan- kuningan, berbau tidak sedap
b. Menstruasi atau haid tidak teratur
c. Rasa sakit di perut bagian bawah
d. Rasa gatal yang berkepanjangan di sekitar kelamin
Pada anak laki-laki gejalanya berupa:
a. Rasa sakit atau panas saat kencing
b. Keluarnya darah saat kencing
c. Keluarnya nanah dari penis
d. Adanya luka pada alat kelamin
e. Rasa gatal pada penis atau dubur (Hutagalung, 2002).
6. Penatalaksanaan
Menurut WHO(2003), penanganan pasien infeksi menular seksual
terdiri dari dua cara, bisa dengan penaganan berdasarkan kasus(case
management) ataupun penanganan berdasarkan sindrom (syndrome
management). Penanganan berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya
berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan
mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan
kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan penanganan
berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda
dan gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba
tertentu yang menimbulkan sindrom. Penanganan infeksi menular seksual
yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikrooganisme penyebnya.
Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual selalu
diberi pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008).
Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:
a) Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson,
spektinomisin, kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007)
b) Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin,
tetrasiklin, eritromisin, dan kloramfenikol (Hutapea, 2001)
c) Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells
et al, 2003)
d) Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et
al., 2003)
e) Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).

B. INFEKSI TORCH
1. Definisi
Infeksi TORCH adalah suatu kelompok organisme yang mampu
menembus plasenta dan mempengaruhi perkembangan janin. Empat
jenis penyakit infeksi yaitu Toxsoplasmosis, infeksi lain (mis.
Hepatitis), virus rubella, citomegalovirus, dan virus herpes simplex
2. Patofisiologi

3. Klasifikasi
1. Toksoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa parasit


yang disebut Toxoplasma gondii. Dari penelitian di jelaskan bahwa untuk
penyakit bawaan atau kongenital terjadi akibat infeksi primer selama
kehamilan, khususnya selama trimester ketiga. Tidak seperti infeksi kongenital
lain yang cenderung untuk terjadi sekitar 8-15 minggu kehamilan yang terjadi
ketika masa organogenesis, toksoplasmosis infektivitas terjadi sebaliknya dan
bahkan dapat meningkat sesuai usia kehamilan.

Toksoplasmosis timbul akibat mengkonsumsi daging mentah atau tidak


mencuci tangan sewaktu menyiapkan daging mentah atau terinfeksi kotoran
kucing. Parasit ini memiliki kemampuan shedding dalam saluran pencernaan
kucing, dan ketika masuk ke tubuh manusia dapat menyebar secara
hematogenous ke pembuluh darah uterin akhirnya memasuki plasenta dan
menginfeksi janin. Setelah menyerang janin, parasit ini menyerang sel-sel otak
dan otot, membentuk kista yang dapat tetap hidup dalam host selama bertahun-
tahun. Penyebaranya sendiri diperkirakan Lebih dari 60 juta orang di Amerika
Serikat terinfeksi, tapi sangat sedikit memiliki gejala. Insiden Toksoplasmosis
kongenital adalah 1 dalam 1000-8000 di AS

 Penyebaran virus:
a. Dari telur Toxoplasma yang berada dalam tanah masuk ke tubuh
manusia.
b. Menelan mentah atau masak daging setengah matang, terutama
daging babi, domba atau daging rusa.
c. Kontak dengan kotoran kucing yang terinfeksi.
d. Plasenta (jika infeksi terjadi selama kehamilan).
e. Melalui transplantasi organ atau transfusi akan tetapi hal ini sangat
jarang terjadi.
f. Perempuan dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah sehingga
beresiko untuk reaktivasi infeksi sebelumnya.

 Manifestasi Klinis
- Sakit Kepala
- Lemah
- Sulit berpikir jernih
- Demam
- Mati rasa
- Koma
- Serangan jantung
- Perubahan pada penglihatan (seperti penglihatan ganda, lebih
sensitif terhadap cahaya terang, atau kehilangan penglihatan)
- Kejang otot, dan sakit kepala parah
 Efek Maternal
- Infeksi akut
- Menyerupai influenza
- Limfadenopati
 Efek pada janin
- Jika disertai infeksi akut maternal akan terjadi parasitemia
- Kemungkinan untuk terjadi bersama infeksi kronik maternal lebih
kecil
- Cenderung terjadi abortus bila terdapat infeksi akut pada awal
kehamilan
 Pemeriksaan dan penatalaksanaan

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemeriksaan


imunoglobulin spesifik polymerase chain reaction (PCR). Jika tes ini
terbukti negatif akan tetapi kecurigaan klinis akan infeksi ini tinggi maka
pengobatan harus tetap dilakukan. Selain itu juga dapat dilakukan tes
serum dan ELISA. Pengobatan alternatif untuk taksoplasmosis adalah
pyrimethamine ditambah sulfadiazin dan klindamisin(untuk wanita yang
alergi terhadap sulfadiazin).

2. Rubela (campak jerman)

Rubela adalah suatu infeksi virus yang ditransmisi melalui droplet.


Demam, ruam dan limfedema ringan biasanya terlihat pada ibu yang
terinfeksi. Akibat pada janin lebih serius dan meliputi abortus sepontan,
anomali kongenital dan kematian. Sebagian besar wanita usia subur kebal
terhadap rubella, baik melalui vaksinasi atau penyakit sebelumnya, namun 2
dar 10 dianggap rentan. Pencegahan infeksi rubela maternal dan efek pada
janin adalah fokus utama program imunisasi rubela (ACOG, 1992c).
Vaksinasi ibu hamil dikontraindikasikan karena infeksi rubela bisa terjadi
setelah vaksin diberikan. Sebagai bagian dari konseling prakonsepsi atau
masa nifas, vaksin rubela diberikan kepada ibu yang tidak imun terhadap
rubela dan mereka dianjurkan memakai kontrasepsi selama minimal tiga
bulan setelah vaksinasi.

 Efek Maternal:
- Ruam, demam, kelenjar limfe di subokspital dapat membengkak,
fotofobis
- Artritis atau ensefalitis kadang juga terjadi
- Abortus sepontan
- Risiko sindrom rubella bawaan tertinggi (hingga 90%) saat paparan
adalah antara 11 dan 20 minggu kehamilan.
 Efek pada janin:
- Insiden anomali konginetal: bulan pertama 50%, bulan kedua 25%,
bulan ketiga 10%, bulan keempat 4%
- Sekitar 25 persen neonatus yang ibunya terkena rubella selama
trimester pertama dilahirkan dengan satu atau lebih cacat lahir -
kebutaan, katarak, gangguan pendengaran, cacat jantung, retardasi
mental, gangguan gerak, dan pengembangan diabetes selama masa
kanak-kanak atau lambat.
- Pemaparan pada dua bulan pertama: malformasi jantung, mata,
telinga, atau otak
- Pemaparan setelah bulan keempat: infeksi sistemik,
hepatosplenomegali, retardasi pertumbuhan intrauterin, ruam
- Pada usia 15 sampai 20 tahun anak bisa mengalami kemunduran
intelektual dan perkembangan atau bisa menderita epilepsi
- Beberapa bayi yang terinfeksi memiliki masalah kesehatan jangka
pendek seperti diare, BBLR, masalah makan, pneumonia,
meningitis, anemia, bintik-bintik merah-ungu pada wajah dan
tubuh dan pembesaran limpa dan hati.
 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi
pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum
hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk
divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat
berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan
risiko infeksi rubella bawaan. Selain itu dapat dengan tes ELISA, HAI,
Pasif HA atau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik rubella yang
mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
 Penatalaksanaan
a. Pada Ibu - Analgesik ringan, istirahat dan dukungan.
b. Neonatal - Tidak ada pengobatan khusus untuk pengobatan rubella
bawaan. Mata atau cacat jantung dapat dikoreksi atau diperbaiki
dengan pembedahan.

Pendidikan Kesehatan

a. Vaksinasi wanita non-imun sebelum kehamilan adalah pencegahan


terbaik.
b. Rubella dan MMR (campak, gondok, rubella) vaksin tidak
dianjurkan selama kehamilan. Seorang wanita harus menunggu 28
hari setelah vaksinasi untuk hamil (meskipun risiko kehamilan yang
tidak disengaja selama ini sangat kecil). Ibu menyusui dapat
divaksinasi.
c. Wanita hamil yang tidak kebal untuk rubella harus menghindari
kontak dengan orang yang terinfeksi rubella atau gejala rubella.

3. Cytomegalovirus
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili
betaherpesvirus, famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan,
sekresi maupun ekskresi tubuh yangterinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan
vagina, dan lainlain). Masa inkubasi penyakit ini antara 3-8 minggu. Pada
kehamilan infeksi pada janin terjadi secara intrauterin. Pada bayi, infeksi yang
didapat saat kelahiran akan menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga hingga
ke dua belas; jika didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang
berat. Setiap tahun sekitar 40.000 bayi di AS (1%) terinfeksi. Untungnya,
sebagian besar bayi tidak mengalami kematian, tapi sekitar 8.000 bayi per tahun
mengalami cacat yang berlangsung dari CMV.
Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di masyarakat; sebagian besar
wanita telah terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan tidak mengakibatkan
gejala yang berarti. Tetapi bila seorang wanita baru terinfeksi pada masa
kehamilan maka infeksi primer ini akan menyebabkan manifestasi gejala klinik
infeksi janin bawaan sebagai berikut: hepatosplenomegali, ikterus, petekie,
meningoensefalitis, khorioretinitis dan optic atrophy, mikrosefali, letargia, kejang,
hepatitis dan jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai tingkatan, dan
kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi
psikomotor maupun kehilangan pendengaran.

 Klasifikasi
CMV dapat mengenai hamper semua organ dan menyebabkan
hamper semua jenis infeksi. Organ yang terkena adalah:
- CMV nefritis( ginjal).
- CMV hepatitis( hati).
- CMV myocarditis( jantung).
- CMV pneumonitis( paru-paru).
- CMV retinitis( mata).
- CMV gastritis( lambung).
- CMV colitis( usus).
- CMV encephalitis( otak)
 Manifestasi Klinis
- Petekia dan ekimosis.
- Hepatosplenomegali.
- Ikterus neonatorum,hiperbilirubinemia langsung.
- Retardasi pertumbuhan intrauterine.
- Prematuritas.
Ukuran kecil menurut usia kehamilan.
- Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang
lebih besar:
o Purpura
o Hilang pendengaran.
o Korioretinitis; buta.
o Demam.
o Kerusakan otak.
 Efek Maternal :
Penyakit pernafasan atau hubungan seksual yang asimptomatik
atau sindrom seperti mononukleosis: dapat memiliki rabas di serviks
 Efek pada janin :
Kematian janin atau penyakit menyeluruh anemia hemolitik dan
ikterik: hidrosefalus atau mikrosefalus, pneumonitis, hepatosplenomegali
 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan ini angat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut


atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih
tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG
dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan pembagian seperti berikut:
a. Pada Ibu - ELISA, antibodi fluorescent (FA), fiksasi komplemen
(CF), serokonversi hingga + IgM, dan isolasi virus dengan kultur.
b. Sebelum melahirkan – efek pada bayi mungkin menunjukkan
temuan berikut USG: mikrosefali, hidrosefalus, lesi kistik atau
kalsifikasi nekrotik di otak, hati atau plasenta, PJT,
oligohidramnion, asites, pleural efusi perikardial atau,
hypoechogenic usus dan hidrops.
c. Newborn - isolasi virus adalah metode optimal
mendokumentasikan infeksi CMV. Spesimen dapat diambil dari
urin, nasopharnyx, konjungtiva dan cairan tulang belakang.
 Potensi Efek Ibu dan Bayi
a. Pada Ibu - Kebanyakan infeksi asimtomatik.
b. Neonatal - Infeksi yang paling mungkin terjadi dengan infeksi primer
ibu. Perkiraan tingkat infeksi kongenital dari 1%. Dari jumlah
tersebut, 10% akan gejala, dimana 25% akan memiliki penyakit fatal
dan 90% dari korban akan memiliki serius gejala sisa-IUGR,
mikrosefali, kelainan SSP, hidrosefalus, kalsifikasi periventrikular,
ketulian, kebutaan, dan keterbelakangan mental. Sebagian kecil bayi
yang baru lahir tanpa gejala.
 Penatalaksanaan
a. Pada Ibu - mengobati gejala
b. Neonatal - ada pengobatan yang memuaskan tersedia. Bayi yang
tertular harus diisolasi.

Pendidikan Kesehatan

a. Perempuan dapat mengurangi risiko CMV dengan mempraktekkan


kewaspadaan universal dan hati-hati mencuci tangan, terutama setelah
kontak dengan air liur, urin, feses, darah dan lendir.
b. Hindari berbagi gelas atau peralatan makan dengan penderita CMV.
c. Tes sebelum kehamilan untuk menentukan apakah mereka memiliki
CMV.
4. Virus Herpes Simpleks
Herpes disebabkan oleh virus herpes simpleks, yang mirip dengan virus
yang menyebabkan cacar air dan herpes zoster. Setelah infeksi awal, herpes
simplex virus dapat bersembunyi dalam sel saraf dan kemudian memulai
serangan baru. Ada 2 jenis utama virus herpes simpleks (HSV): tipe I, yang
biasanya dikaitkan dengan luka dingin di sekitar mulut, dan tipe 2, yang
biasanya dikaitkan dengan luka genital. Namun, jenis dapat menginfeksi baik
mulut atau alat kelamin dan keduanya dapat diteruskan kepada bayi yang baru
lahir. Sekitar 45 juta orang Amerika memiliki herpes genital dengan sekitar
1.000 infeksi baru lahir terjadi setiap tahun.
 Klasifikasi
- Virus herpes simpleks tipe 1 (HSA-1) merupakan infeksi yang
paling banyak ditemukan pada masa kanak-kanak. Virus ini
ditransmisikan kontak dengan sekresi oral dan menyebabkan cold
sores(lepuhan-lepuhan kecil) pada mulut atau wajah, namun terkadang
dapat menyebabkan kelainan kelamin juga, terutama jika seseorang
melakukan hubungan seks secara oral dengan orang yang terinfeksi.
- Virus herpes simpleks tipe 2 (HSA-2) biasanya terjadi setelah masa
puber seiring aktivitas seksual yang meningkat. HSV-2 ditransmisikan
terutama melalui kontak dengan sekresi genetalia. HSV-2
menyebabkan kelainan di area kelamin menyebabkan herpes kelamin.
 Manifestasi klinik
a. Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada kulit
region genitalis.
b. Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah2 – 3 hari
bintik kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel disertai rasa nyeri.
Bayi dengan kongenital tertular infeksi HSV biasanya akan terjadi
gejala pada 6 minggu setelah kelahiran. Gejala awal mungkin samar-
samar dan termasuk lesu, vesikel kulit, demam, dan kejang. Mungkin
tidak ada tanda-tanda sama sekali. Sangat penting untuk memiliki tingkat
kecurigaan yang tinggi, karena ada riwayat ibu yang diketahui memiliki
infeksi herpes hanya 12,5% bayi yang didiagnosis dengan HSV
kongenital.
manifestasi herpes neonatal dapat diklasifikasikan dalam tiga cara:
yang pertama kulit, mata, dan keterlibatan mukosa (Penyakit SEM); yang
kedua Penyakit SSP, dan yang ketiga adalah penyakit yang
disebarluaskan dengan keterlibatan beberapa organ. Namun, kategori-
kategori ini tidak terpisah satu sama lain dan bayi dapat memiliki tanda-
tanda dari lebih dari satu. Bayi yang didiagnosis Penyakit SEM juga
mungkin memiliki okultisme SSP infeksi.
 Dampak pada kehamilan dan persalinan
a. Penularan pada janin dapat terjadi hematogen melalui plasenta
b. Penularan pada janin dapat terjadi akibat perjalanan dari vagina ke
janin apabila ketuban pecah.
c. Penularan pada bayi dapat terjadi melalui kontak langsung pada waktu
bayi lahir.
d. Wanita dengan infeksi primer selama kehamilan akan meningkatan
risiko untuk PTD dan BBLR bayi.
e. Bayi dari ibu dengan infeksi primer yang terjadi selama kehamilan
berada pada risiko terbesar. Potensi gejala sisa meliputi: kulit, mulut
atau mata lesi dengan potensi kerusakan permanen pada saraf atau
mata. HSV pada bayi baru lahir sering dapat menyebar ke otak dan
organ internal lainnya (perkiraan kematian 50%). Sekitar 50% dari
korban mengalami keterbelakangan mental, cerebral palsy, kejang,
buta atau tuli.
 Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat


penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya
infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila
infeksi terjadi pada saat kehamilan.

Seorang bayi dianggap terinfeksi herpes jika salah satu tes berikut positif:
serum HSV IgM, HSV PCR dari CSF, atau memiliki HSV setelah
dilakukan culture lesi atau lainnya di permukaan mukosa. Karena tinggi
sensitivitas (berkisar 75% sampai 100%), HSV PCR adalah ujian pilihan
untuk evaluasi CSF. Hal ini penting untuk dicatat bahwa PCR CSF
mungkin negatif 5 hari pertama sakit. Jika HSV tetap diduga kuat,
meskipun hasil negatif awal, CSF PCR harus diulang. Untuk Penyakit
SEM, culture HSV dari kulit yang atau lesi mukosa adalah uji pilihan.
Baik PCR maupun culture darah memiliki sensitivitas sangat tinggi. HSV
serologi mungkin berguna; antibodi IgG Ibu HSV juga dapat hadir dalam
bayi.
 Penatalaksanaan
a. Wanita dengan gejala prodromal atau lesi aktif (masih dalam blister
atau ulkus tahap) akan diberi konseling untuk memiliki kelahiran
sesar. Perlindungan terbesar bagi janin jika ini dilakukan sebelum
ROM lebih dari 4 jam.
b. Obat anti-virus dapat memperpendek durasi serangan herpes,
meringankan gejala dan mengurangi jumlah serangan. Acyclovir oral
kadang-kadang digunakan pada akhir kehamilan untuk mengurangi
kebutuhan untuk kelahiran sesar.
c. Bayi baru lahir Dilakukan untuk pemeriksaan adanya herpes
konginetal dan kalau perlu kultus virus. kalau ibu aktif menderita
herpes genitalis maka bayinya diberi acyclovir 3 dd 10 mg/kg B
selama 5 – 7 hari
Pendidikan kesehatan
a. Mendorong wanita dengan riwayat herpes genital untuk
menghindari "pemicu" (panas, gesekan, hubungan, kacang, coklat,
demam atau stress), terutama selama bagian akhir dari kehamilan.
b. Merekomendasikan kondom atau merekomendasikan untuk tidak
hamil pada wanita hamil tanpa HSV yang memiliki pasangan
dengan HSV.
c. Mengajari mencuci tangan yang benar untuk mencegah penyebaran
HSV kepada orang lain atau ke bagian lain dari tubuh.
d. Orang dengan lesi aktif harus menghindari mencium orang lain,
terutama bayi baru lahir.
e. Mendidik perempuan tentang pentingnya pelaporan gejala
prodromal atau lesi ke penyedia layanan kesehatan.

5. Infeksi Lain
Hepatitis B (hepatitis serum) adalah penyakit virus yang ditularkan
seperti penularan HIV. Cara transmisinya meliputi jarum terkontaminasi,
produk darah atau jarum bekas, hubungan seksual, dan pertukaran cairan
tubuh. Apabila terjadi infeksi maternal pada trimester pertama, jumlah
neonatus yanng menjadi seropositif untuk antigen permukaan hepatitis B
bisa mencapai 10%. Jika ibu terinfeksi secara akut pada trimester ketiga,
80% sampai 90% neonatus akan terinfeksi (ACOG, 1992d).

Hepatitis B (HBV) adalah penyakit virus yang serius dan


mengakibatkan 4.000-5.000 kematian setiap tahun di AS karena sirosis
dan kanker hati. Infeksi akut terjadi dalam 1 sampai 2 kehamilan per
1000. Memperkirakan bahwa 300 juta orang di seluruh dunia secara
kronis terinfeksi HBV.

 Efek maternal
Hepatitis A :
a. Abortus penyebab gagal hati selama kehamilan
b. Demam, malaise, mual, dan rasa tidak nyaman di abdomen
c. Persalinan prematur, sirosis dan kanker hati.

Hepatitis B :

Ditransmisi melalui hubungan seksual, gejalanya adalah demam, ruam,


artralgia, penurunan nafsu makan, dispepsia, nyeri abdomen, sakit
diseluruh badan, malaise, lemah, ikterik, nyeri tekan dan pembesaran hati.

 Efek pada janin

Hepatitis A

Pemaparan selama trimester pertama : anomali janin, hepatitis


janin atau neonatus, kelahiran prematur, kematian janin di dalam rahim

Hepatitis B :

a. Infeksi terjadi pada waktu lahir


b. Vaksinasi maternal selama masa hamil harus tidak
menimbulkan resiko pada janin, namun tidak ada data yang
tersedia.
c. Bayi yang terinfeksi pada saat lahir memiliki kesempatan 90
% menjadi kronis terinfeksi .

 Pemeriksaan
a. Temuan fisik - Low-grade demam, mual , anoreksia , sakit kuning ,
hepatomegali , dan malaise .
b. Temuan Diagnostik - + HbsAg , HbeAg + ( 7-14 hari setelah paparan )
 Penatalaksanaan
a. Pada Ibu - Ibu hamil yang terpapar HBV harus menerima vaksin
dan HBIG.
Wanita hamil yang sudah terinfeksi harus makan dengan baik,
mendapatkan istirahat yang cukup, menghindari stres dan
menghindari alkohol. Alpha interferon dan lamivudine tidak
dianjurkan selama kehamilan.
b. Pada Neonatal - Bayi perempuan yang terinfeksi harus menerima
vaksin HBV dan HBIG .

Pendidikan kesehatan

a. Hepatitis B vaksinasi adalah pencegahan terbaik .


b. Penggunaan yang tepat dan konsisten kondom lateks dapat
mencegah penularan seksual .
c. Jangan menggunakan obat-obatan IV dan Jangan pernah berbagi
jarum, jarum suntik , air.
d. Jangan berbagi barang pribadi yang mungkin memiliki resiko
kontak dengan darah penderita - pisau cukur , sikat gigi .
e. Mempertimbangkan risiko sebelum melakukan tato atau tindik.
f. Petugas kesehatan harus menggunakan BSP dan penanganan yang
aman dari benda tajam.

Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda


dengan wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit
sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal.
Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapitinggi protein
dan karbohydrat. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya
dihindari.Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingatpada
hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi
perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru
lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan
pemeriksaan trans aminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus anti gen
secara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatan khusus bila
tidak mengalami penyulit-penyulit lain.

 Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan
penderita hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1
cc/kg. berat badan. Gamma globulin ternyatatidak efektif untuk mencegah
hepatitis virus B. Gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal
mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus.
Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya
enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut
semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium telah kembali normal.
Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukan pemeriksaan
laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan dan enam bulan
kemudian.
Gambaran umum penatalaksanaan infeksi TORCH

C. HUMAN PAPILOMA VIRUS


1. Definisi

HPV adalah jenis virus yang cukup lazim. Jenis yang berbeda dapat
menyebabkan kutil atau pertumbuhan sel yang tidak normal (displasia) dalam
atau di sekitar leher rahim atau dubur yang dapat menyebabkan kanker leher
rahim atau dubur(Benchimol S dan Minden MD, 1998).
Kutil-kutil ini pada umumnya tumbuh di permukaan kulit yang lembab
dan di daerah sekitar alat kelamin sehingga disebut kutil kulit dan kutil
kelamin. Infeksi HPV pada alat kelamin dapat disebarkan melalui hubungan
seks, sedangkan penularan kutil kulit pada tangan atau kaki dapat terjadi
tanpa hubungan seks (penularannya dapat melalui sentuhan atau penggunaan
barang secara bersama) (Benchimol S dan Minden MD, 1998).

2. Epidemiologi

Penyebaran HPV dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : letak geografis,


genetik, status sosial ekonomi rendah, nutrisi, sistem imun alami, banyak
pasangan seks, usia, dan rokok (nikotin). Tipe yang paling umum dijumpai
justru yang paling berbahaya, yakni 16 dan 18. Tipe 16 biasa ditemukan di
wilayah seperti Eropa, Amerika Serikat, dan wilayah lainnya. Sementara tipe
18 lebih banyak ditemukan di Asia(Andrijono, 2007).

c. Etiologi

Infeksi HPV dapat terjadi saat hubungan seksual pertama, biasanya pada
masa awal remaja dan dewasa. Prevalensi tertinggi (sekitar 20%) ditemukan
pada wanita usia kurang dari 25 tahun. Pada wanita usia 25-55 tahun dan
masih aktif berhubungan seksual berisiko terkena kanker serviks sekitar 5-10
persen. Meski fakta memperlihatkan, terjadi pengurangan risiko infeksi HPV
seiring pertambahan usia, namun sebaliknya risiko infeksi menetap/persisten
malah meningkat. Hal ini diduga karena seiring pertambahan usia terjadi
perubahan anatomi (retraksi) dan histology (metaplasia). Selama serviks
matang melebihi masa reproduktif seorang wanita, maka cervical ectropion
digantikan melalui suatu proses squamous metaplasia, untuk membagi secara
bertingkat epitel skuamosa. Epitel skuamosa bertingkat ini diperkirakan lebih
protektif pada banyak orang melawan penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Selain itu, hasil imunitas dari paparan infeksi sebelumnya,
juga diduga sebagai biang dibalik penurunan insiden tersebut (Andrijono,
2007).

d. Faktor resiko
 Tidak adanya tes pap yang teratur
 System imun yang lemah
 Usia
 Sejarah seksual
 Merokok
 Terlalu lama menggunakan pil pengontrol kehamilan
 Mempunyai banyak anak

e. Pemeriksaan diagnostik

Jika dokter tidak menemukan adanya lesi atau kutil , tes diagnostik
berikut mungkin diperintahkan :

- Pap menguji - sampel sel-sel serviks atau sel vagina dikumpulkan dan
dikirim ke laboratorium . Tes ini dapat menentukan apakah sel-sel telah
berubah struktur mereka ( menjadi abnormal ) . Sel abnormal biasanya
berarti ada risiko lebih tinggi terkena kanker .
- Tes DNA - tes ini mendeteksi apakah varietas HPV risiko tinggi yang hadir
, orang-orang yang berkaitan dengan risiko kanker genital . Beberapa sel
dari leher rahim diambil dan dikirim ke laboratorium untuk analisis .
Sebuah studi menemukan bahwa tes DNA yang terbaik untuk wanita di
atas usia 30 tahun . (Link ke artikel )
- Cuka tes solusi - solusi cuka diterapkan ke daerah genital . Jika ada infeksi
HPV , daerah akan menjadi putih . Beberapa lesi datar sulit dideteksi , tes
ini membantu dokter dalam / nya diagnosisnya .

f. Patofisiologi (Lembar terlampir)


g. Manifestasi klinis

HPV bukan jenis virus baru namun, banyak orang tidak menyadarinya
karena virus ini jika menjangkiti manusia tidak manimbulkan gejala dan tidak
menyebabkan masalah kesehatan yang serius sampai infeksi virusnya menjadi
parah. Setiap saat HPV dapat menginfeksi tanpa menunjukkan gejala. HPV
tidak seperti virus lainnya yang menunjukkan gejala fisik menurun apabila
terjangkit virus ini tetapi seseorang baik pria maupun wanita dapat terkena
HPV bertahun-tahun sebelum ia menyadarinya. Tanda-tanda terserang HPV
sering hanya ditunjukkan oleh tumbuhnya kutil. Kutil yang tumbuh mungkin
berwarna merah muda, putih, abu-abu ataupun coklat. Awalnya hanya berupa
bintil-bintil kecil yang kemudian bersatu membentuk kutil yang lebih besar.
Semakin lama kutil dapat menjadi semakin besar. Pertumbuhan kutil akan
semakin besar dan banyak jika tumbuh di kulit lembab akibat kebersihan kulit
kurang dijaga. Kutil-kutil ini dapat menyebabkan rasa sakit dan gatal
sehingga membuat tidak nyaman dan sering kali baru disadari keberadaannya
saat jumlahnya sudah bertambah banyak dan besar. Kutil dapat bertumbuh
dengan cepat segera setelah terinfeksi atau pun beberapa bulan bahkan
beberapa tahun setelah terinfeksi HPV, dan bahkan tidak pernah tumbuh
sampai dinyatakan kita terinfeksi HPV (atau sampai kita menyadari bahwa
kita terinfeksi HPV). Oleh karenanya, untuk menjaga segala sesuatu yang
tidak diinginkan maka dianjurkan untuk rutin melakukan Pap smear/ tes Pap
minimal setahun sekali bagi wanita di atas usia 21 tahun. Umumnya dokter
dapat menentukan apakah kita mempunyai kutil kelamin dengan melihatnya.
Kadang kala alat yang disebut anoskop dipakai untuk memeriksa daerah
dubur. Jika perlu, contoh kutil dipotong dan diperiksa diperiksa dengan
mikroskop (biopsi) . HPV yang menyebabkan kutil kelamin tidak sama dengan
virus yang menyebabkan kanker. Tetapi jika kita mempunyai kutil, maka kita
mungkin terinfeksi jenis HPV lain yang dapat menyebabkan
kanker(Andrijono, 2007).
Gejala fisik yang terlihat pada wanita :

1. Kutil pada organ kelamin, dubur atau anus atau pada permukaan vagina.
2. Pendarahan yang tidak normal.

3. Vagina menjadi gatal, panas atau sakit.

Gejala fisik yang terlihat pada pria :

1. Kutil pada penis, anus atau skrotum.


2. Kutil pada uretra (mungkin terjadi penurunan jumlah urin)

h. Penatalaksanaan medis

Pencegahan infeksi HPV kutil umum sulit untuk menghindari . Profesional


perawatan kesehatan mengatakan bahwa menggigit kuku meningkatkan risiko ,
jadi tidak menggigit mereka secara logis mengurangi risiko . Kutil plantar ,
yang mempengaruhi kaki , dapat dicegah dengan menjaga kaki bersih dan
kering . Mengenakan kaus kaki bersih dan tidak berjalan di sekitar kolam
renang umum dan olahraga kamar ganti dengan kaki telanjang juga dapat
membantu.

D. INFEKSI TRAKTUS GENETALIA


1. Infeksi Vagina

1. Pengertian
Infeksi Vagina adalah salah satu penyakit yang umum diderita oleh kaum
wanita diseluruh dunia. Salah satu penyebabnya adalah infeksi jamur yang
merupakan salah satu faktor terpenting kedua penyebab infeksi vagina.

2. Etiologi
 Celana dalam ketat
Penggunaan celana dalam yang terlampau ketat atau terbuat dari bahan
sintetis, bisa memicu infeksi di sekitar vagina atau vulva.
 Pil kontrasepsi
Pil kontrasepsi bisa menyebabkan perubahan hormonal di dalam tubuh.
Lebih jauh, penggunaan pil kontrasepsi bisa berakibat pada timbulnya
infeksi vagina.
 Hubungan intim
Kurang menjaga kebersihkan area intim setelah berhubungan seksual bisa
menyebabkan infeksi.
 Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita infeksi
vagina.
 Antibiotik dan steroid
Penggunaan antibiotik dan steroid bisa membunuh bakteri-bakteri baik
yang terdapat pada vagina. Padahal, bakteri-bakteri baik tersebut berfungsi
menjaga tingkat keasaman vagina, sehingga mencegah pertumbuhan jamur
dan mikroorganisme lainnya.
 Pentransferan infeksi
Infeksi bisa ditransfer dari tubuh lelaki ke tubuh perempuan melalui
hubungan seksual, begitu pula sebaliknya.
 Kekebalan tubuh rendah
Orang yang menjalani perawatan kanker atau AIDS mengonsumsi banyak
antibiotik dan steroid, sehingga memperlemah sistem kekebalan tubuh.
Lemahnya sistem kekebalan tubuh membuat orang lebih rentan terhadap
infeksi.
 Perawatan hormonal dan kesuburan
Perempuan yang menjalani terapi hormonal dan perawatan kesuburan
lebih berisiko terinfeksi jamur
3. Klasifikasi
2 infeksi yang paling sering terdapat pada Infeksi Vagina :
a. Kandidiasis Vulvovaginalis
1. Pengertian
Kandidiasis Vulvovaginalis adalah infeksi mukosa vagina dan vulva
( mulut vagina ) yang dapat disebabkan oleh jamur Candida. Ada 7 spesies
yang diketahui dapat menyebabkan infeksi namun tersering adalah
Candida Albicans (80-90%), Candida Glabarta (10%), Candida Tropicalis
(5-10%).

2. Epidemiologi

Data yang dikeluarkan oleh Syarifuddin dkk (1995) menyatakan


tingginya frekuensi kejadian KVV seiring meningkatnya tahun, pada tahun
1987 Kandidiasis Vulvovaginialis ditemukan sebanyak 40% dari seluruh
infeksi saluran kemih, meningkat menjadi 60% pada tahun 1991 dan 65%
pada tahun 1995. Pada tahun 1997 penelitian yang dilakukan Depkes
melaporkan angka prevalensi Kandidiasis Vulvovaginialis di Jakarta Utara
adalah sekitar 22% di antara wanita pengunjung klinik KB. Di RSUP Haji
Adam Malik data tahun 2004 sampai dengan 2008 Kandidiasis
Vulvovaginialis menempati urutan kedua terbanyak dari seluruh
kunjungan pasien ke poliklinik Infeksi Menular Seksual yaitu sebanyak
19,47.

3. Etiologi

Kandidiasis Vulvovaginalis sering disebabkan oleh Candida


Albicans. Kandida albican penyebab terbanyak yang dapat diisolasi >80%
dari penderita kandidiasis vagina. Kandida albicans dapat dijumpai pada
kulit normal, vagina dan saluran pencernaan.

4. Faktor Risiko
1. Faktor Lokal
Mode pakaian ketat dan pakaian dalam yang dibuat dari serat
sintetis menyebabkan panas, kulit lembab, mengelupas dan permukaan
mukosa genital sangat rentan terhadap infeksi kandida. Efek ini
diperberat oleh kegemukan. Hal ini ditambah dengan serbuk pencuci
yang gagal membunuh jamur yang mengkontaminasi pakaian dalam.
Kulit yang sensitif terhadap spray vagina, deodoran dapat
menimbulkan kerusakan integritas epitel vagina dan merupakan
predisposisi dan infeksi. Kandidiasis vaginitis dapat ditularkan melalui
hubungan seksual. Apabila persiapan hubungan seksual tidak adekuat,
vagina relatif kering merupakan predisposisi terjadinya trauma
mukokutaneus yang mempermudah terjadinya infeksi
2. Kehamilan
Koloni vagina rata-rata meningkat selama kehamilan dan insiden
keluhan vaginitis meningkat terutama pada trimester terakhir.
Pedersen pada tahun 1969 menemukan 42% kandidiasis vagina pada
kehamilan trimester terakhir dan menurun menjadi 11% pada hari ke
tujuh setelah melahirkan. Kandungan glikogen pada sel – sel vagina
meningkat dengan tingginya kadar hormon dalam sirkulasi. Ini
mempertinggi proliferasi, pengembangbiakan dan perlekatan dari
kandida albikan. Pertumbuhan jamur akan distimulasi dengan
tingginya kadar hormon estrogen, karena hormon ini dapat
menurunkan PH vagina menjadi suasana yang lebih asam
3. Imunosupresi
Pemberian obat dalam jangka waktu yang lama terutama
kortikosteroid sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kandida
albikan, oleh karena obat ini bersifat imunosupresi.
4. Diabetes Militus
Glukose yang tinggi pada urine dan peningkatan konsentrasi
sekresi vagina pada diabetes melitus mempertinggi pertumbuhan
jamur
5. Pengobatan Antibiotika
Penggunaan antibiotika dapat mengurangi pertumbuhan bakteri
yang sensitif tetapi tidak berpengaruh terhadap kandida. Antibiotika
dapat membunuh bakteri gram negatif yang memproduksi anti kandida
komponen, sehingga dapat merangsang pertumbuhan kandida
6. Kontrasepsi Oral
Episode gejala dari kandidiasis vagina biasanya lebih banyak
pada wanita dengan pemakaian kontrasepsi oral daripada wanita yang
tidak. Dikatakan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan perubahan-
perubahan pseudogestasional pada epitel vagina. Penelitian yang
dilakukan oleh Caterall dengan pil estrogen dosis tinggi rnendapatkan
hasil bahwa penderita kandidiasis vagina gagal diobati dengan
bermacam-macam obat dan segera sembuh setelah pemakaian
kontrasepsi oral dihentikan. Tapi penelitian lain tidak dapat
menunjukan perbedaan frekuensi kandidiasis vagina dengan
pemakaian pil atau cara KB yang lain
5. Manifestasi Klinis

Keluhan yang paling sering pada Kandidiasis Vulvovaginalis


adanya rasa gatal pada daerah vulva dan adanya duh tubuh. Sifat duh
tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan homogen
dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti susu yang
disertai gumpalan-gumpalan putih sehingga tampak seperti susu
basi/pecah dan tidak berbau. Akan tetapi lebih sering sekret hanya minimal
saja. Keluhan klasik yang lainnya adalah rasa kering pada liang vagina,
rasa terbakar pada vulva, dispareunia dan disuria. tidak ada keluhan yang
benar-benar spesifik untuk Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV).

6. Patofisiologi

Kandidiasis vulvovaginalis dimulai dari adanya faktor predisposisi


memudahkan pseudohifa candida menempel pada sel epitel mukosa dan
membentuk kolonisasi. Kemudian candida akan mengeluarkan zat
keratolitik (fosfolipase) yang menghidrolisis fosfolopid membran sel
epitel, sehingga mempermudah invasi jamur kejaringan. Dalam jaringan
candida akan mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan
menimbulkan raksi radang akut yang akan bermanifestasi sebagai daerah
hiperemi atau eritema pada mukosa vulva dan vagina. Zat keratolitik yang
dikeluarkan candida akan teus merusak epitel mukosa sehingga timbul
ulkus-ulkus dangkal. Yang bertambah berat dengan garukan sehingga
timbul erosi. Sisa jaringan nekrotik, sel-sel epitel dan jamur akan
membentuk gumpalan bewarna putih diatas daerah yang eritema yang
disebut flour albus.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari kandidiasis vulvovaginitis dapat dilakukan


baik secara umum maupun secara khusus.
1. Penatalaksanaan secara umum :
 menanggulangi faktor predisposisi
 menjaga kelembapan kulit
 menjaga higyeni daerah genital
 memakai pakaian dalam yang ngaman tidak sempit dan terbuat dari
bahan yang menyerap keringat
2. Penatalaksanaan secara khusus :
a. Topikal
 larutan ungu gentian ½-1 % dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.
 Nistatin cream
 Amfoterisin B
 Derivat azole : mikonazole 2%, klotrimazole 1 %, tiokonazole,
bufonazol, isokonazol, siklopiroksolamin

b. Sistemik
 Ketokonazole 2x200mg selama 5 hari
 Itrakonazole 2x200 mg dosis tunggal atau 2x100 mg sehari selama 3
hari.
 Flikonazole 150 mg dosis tunggal

b. Trikomoniasis ( Trichomonas Vaginalis )

Pengertian

Trikomoniasis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh


parasit uniselluler Trichomonas Vaginalis (T.Vaginalis). Trichomonas
Vaginalis adalah protozoa yang tumbuh subur di lingkungan yang bersifat
basa, trikomoniasis terjadi pada sekitar 30% wanita yang aktif secara seksual.
Trikomonasis vaginalis mempunyai hubungan dengan peningkatan
serokonversi virus HIV pada wanita.

Terdapat pembengkakan vagina, merah dan terutama ada rasa gatal


yang hebat disertai dengan rasa nyeri. Ini terjadi pada mereka yang berbadan
gemuk dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai penyakit kencing manis.

Faktor Predisposisi

a. pH lingkungan 4,9-7,5, seperti pada kondisi:


 haid
 hamil
 Pencucian vagina
b. Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual, stres dan hormon dapat
merubah lingkungan vagina tersebut dan memacu pertumbuhan bakteri
patogen
c. Aktivitas seksual tinggi dan bergonta – ganti pasangan.
d. Wanita lebih banyak dari pria. Wanita setelah menopause
e. Sanitasi buruk

Faktor risiko untuk infeksi Trichomonas vaginalis meliputi:

 Pasangan baru atau multi pasangan


 Riwayat Infeksi Menular Seksual (IMS)
 Infeksi Menular Seksual (IMS) yang sedang dialami sekarang
 Kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi
 Bertukar seks untuk uang atau obat-obatan
 Menggunakan obat injeksi
 Tidak menggunakan kontrasepsi penghalang (misalnya, karena
kontrasepsi oral)
Faktor risiko yang paling signifikan adalah aktivitas seksual selama 30
hari sebelumnya (dengan 1 atau lebih pasangan). Wanita dengan 1 atau
lebih pasangan seksual selama 30 hari sebelumnya memiliki 4 kali lebih
mungkin mengalami infeksi Trichomonas vaginalis.

Epidemiologi

Menurut perkiraan tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),


diperkirakan ada 7,4 juta kasus trikomoniasis setiap tahun di Amerika Serikat,
dengan lebih dari 180 juta kasus yang dilaporkan worldwide. Dan jumlah
sebenarnya penderita infeksi trikomoniasis mungkin jauh lebih tinggi dari ini-
menurut Pusat Pengendalian Penyakit ''(Center for Disease Control)''. Tes
diagnostik yang paling umum digunakan hanya memiliki tingkat sensitifitas
sebesar 60-70%.

Manifestasi Klinis

Infeksi ragi dapat muncul sebagai pustul-pustul yang meradang, terasa


sangat gatal dan nyeri. Infeksi di vagina menimbulkan rabas yang berwarna
putih seperti keju
Patofisiologi

Pada gadis-gadis sebelum usia pubertas, dinding vagina yang sehat


tipis danhypoestrogenic, dengan pH lebih besar dari 4,7, pemeriksaan dengan
pembiakan (kultur) akan menunjukkan beberapa mikroorganisma. Setelah
gadis menjadi dewasa, dinding vagina menebal dan laktobasilus menjadi
mikroorganisma yang dominan, PH vagina menurun hingga kurang dari 4,5.
Laktobasilus penting untuk melindungi vagina dari infeksi, dan laktobasilus
adalah flora dari vagina yang dominan (walaupun bukan merupakan stau-
satunya flora vagina). Masa inkubasi sebelum timbulnya gejala setelah
adanya infeksi bervariasi antara 3-28 hari. Selama terjadinya infeksi protozoa
Trichomonas vaginalis, trikomonas yang bergerak-gerak (jerky motile
trichomonads) dapat dilihat dari pemeriksaan dengan sediaan basah. PH
vagina naik, sebagaimana halnya dengan jumlah lekosit polymorphonuclear
(PMN). Lekosit PMN merupakan mekanisme pertahanan utama dari pejamu
(host/manuasia), dan mereka merespon terhadap adanya substansi kimiawi
yang dikeluarkan trichomonas. T vaginalis merusak sel epitel dengan cara
kontak langsung dan dengan cara mengeluarkan substansi sitotoksik. T
vaginalis juga menempel pada protein plasma pejamu, sehingga mencegah
pengenalan oleh mekanisme alternatif yang ada di pejamu dan proteinase
pejamu terhadap masuknya T vaginalis.

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan diantaranya :

a. pH vagina
Menentukan pH vagina dengan mengambil apusan yang berisi sekret
vagina pada kertas pH dengan range 3,5 –5,5. pH yang lebih dari 4,5 dapat
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan bacterial vaginosis
b. Apusan basah/Wet mount
Apusan basah dapat digunakan untuk identifikasi dari flagel, pergerakan
dan bentuk teardrop dari protozoa dan untuk identifikasi sel. Tingkat
sensitivitasnya 40–60 %, tingkat spesifiknya mendekati 100% jika
dilakukan dengan segera
c. Pap Smear
Tingkat sensitivitasnya 40 – 60 %. Spesifikasinya mendekati 95–99%
d. Test Whiff
Tes ini digunakan untuk menunjukkan adanya amina-amina dengan
menambahkan Potassium hidroksid ke sampel yang diambil dari vagina
dan untuk mengetahui bau yang tidak sedap
e. Kultur
Dari penelitian Walner – Hanssen dkk, dari insiden Trikomoniasis dapat
deteksi dengan kultur dan tidak dapat dideteksi dengan Pap Smear atau
apusan basah.Kebanyakan dokter tidak mengadakan kultur dari sekresi
vagina secara rutin
f. Direct Imunfluorescence assay
Cara ini lebih sensitive daripada apusan basah, tapi kurang sensitive
dibanding kultur. Cara ini dilakukan untuk mendiagnosa secara cepat tapi
memerlukan ahli yang terlatih dan mikroskop fluoresesensi
g. Polimerase Chain Reaction
Cara ini telah dibuktikan merupakan cara yang cepat mendeteksi
Trichomonas vaginalis

Penatalaksanaan

Trikomoniasis boleh diobati dengan Metronidazole 2 gr dosis tunggal,


atau 2 x 0,5 gr selama 7 hari. Mitra seksual turut harus diobati. Pada neonatus
lebih dari 4 bulan diberi metronidazole 5 mg/kgBB oral 3 x /hari selama 5
hari. Prognosis penyakit ini baik yaitu dengan pengambilan pengobatan secara
teratur dan mengamalkan aktivitas seksual yang aman dan benar (Slaven,
2007). Pencegahan bagi trikomoniasis adalah dengan penyuluhan dan
pendidikan kepada masyarakat yang dimulai pada tahap persekolahan.
Mendiagnosis dan menangani penyakit ini dengan benar. Pencegahan primer
dan sekunder trikomoniasis termasuk dalam pencegahan penyakit menular
seksual. Pencegahan primer adalah untuk mencegah orang untuk terinfeksi
dengan trikomoniasis dan pengamalan perilaku koitus yang aman dan selamat.
Pencegahan tahap sekunder adalah memberi terapi dan rehabilitasi untuk
individu yang terinfeksi untuk mencegah terjadi transmisi kepada orang lain

2. Streptokokus Grup B

Pengertian
Streptokokus Grup B (SGB) merupakan penyebab penting infeksi yang
serius pada neonatus antara lain menyebabkan pneumonia, septikemia dan
meningitis neonatal. Infeksi neonatal SGB menjadi penyebab utama kematian
pada bayi baru lahir dan lebih dari 6000 kasus infeksi ini terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya. Bakteri ini umumnya diperoleh bayi melalui
transmisi vertikal dari ibunya baik in utero maupun ketika ia melewati jalan
lahir

Faktor Risiko

Prekehamilan
 Usia <20 tahun
 Keturunan Afrika-Amerika
 Keturunan Aborigin Australia
 Riwayat infeksi pada bayi sebelumnya

Antepartum
 Bakteria SGB pada kehamilan
 Kolonisasi Berat
 Kadar antibodi anti-GBS kapsular yang rendah
 Ketuban pecah dini

Intrapartum

 Pelahiran preterm
 Demam >38ºC
 Ketuban pecah >18 jam

Manifestasi Klinis

SGB dapat menyebabkan penyakit neonatal invasif yang


menimbulkan sepsis, pneumonia, dan meningitis. Infeksi Streptokokus
Grup B awitan lambat terjadi dalam 7 hari hingga bebrapa bulan setelah
bayi lahir dan melibatkan sepsis dan meningitis. Angka mortalitasnya 5-
20%. Infeksi ini terjadi penularan vertikal atau infeksi nosokomial atau
infeksi yang didapat dari lingkungan, 60% kasus bermanifestasi sebagai
meningitis dan bayi berhasil selamat kemungkinan mengalami sekuela
neurologis serius.
Epidemiologi

20% wanita hamil terkena kolonisasi streptokokus grup B hanya 1


dari 100 ibu yang terjangkit kolonisasi kelahiran ini melahirkan bayi juga
terkena. Semakin beratnya kolonisasi semakin besar resiko bayinya
terkena juga. Pajanan pada streptokokus grup B menyebabkan ketuban
yang utuh menjadi meradang, melemah, dan ruptur sehingga terjadi
persalinan prematur.

Patofisiologi

Terjadinya infeksi streptokokus pada bayi

Bakteri streptokokus grup B dapat menyebabkan berbagai macam


penyakit pada orang yang rentan, termasuk bayi baru lahir, orang tua dan
orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti diabetes
atau kanker. Awal-awal bayi baru lahir menunjukkan tanda-tanda penyakit
lama setelah kelahiran atau dalam waktu satu sampai dua hari lahir .
Penyakit GBS awal-awal adalah jenis yang paling umum. Akhir-onset-bayi
menunjukkan tanda-tanda sakit satu minggu hingga beberapa bulan setelah
lahir. Bentuk penyakit GBS relatif langka. Hanya sekitar separuh dari
semua bayi dengan akhir-onset GBS penyakit kontrak penyakit dari ibu
yang terinfeksi mereka. Untuk sisa kasus, sumber infeksi tidak diketahui .

3. Infeksi Saluran Kemih ( ISK )

Pengertian

Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran


kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikrooerganisme.
Sebagian besar ISK disebabakan oleh bakteri seperti jamur dan virus. Infeksi
bakteri tersering disebabkan oleh Escheriichia coli, suatu kontaminan tinja
yang sering ditemukan di daerah anus.

Epidemiologi
ISK merupakan keadaan yang sangat sering ditemukan pada praktik umum
(biasanya disebabkan oleh Escheriichia coli) dan 40% merupakan dari infeksi
yang didapat di rumah sakit (nosokomial) (sering disebabkan oleh
Enterobacter atau Klebsiella).

Etiologi

Bakteri yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih adalah jenis


bakteri aerob. Pada kondisi normal, saluran kemih tidak dihuni oleh bakteri
atau mikroba lain, tetapi uretra bagian bawah terutama pada wanita dapat
dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin berkurang pada bagian yang
mendekati kandung kemih. Infeksi saluran kemih sebagian disebabkan oleh
bakteri, namun tidak tertutup kemungkinan infeksi dapat terjadi karena jamur
dan virus. Infeksi oleh bakteri gram positif lebih jarang terjadi jika
dibandingkan dengan infeksi gram negatif. Lemahnya pertahanan tubuh telah
menyebabkan bakteri dari vagina, perineum (daerah sekitar vagina), rektum
(dubur) atau dari pasangan (akibat hubungan seksual), masuk ke dalam
saluran kemih. Bakteri itu kemudian berkembang biak di saluran kemih
sampai ke kandung kemih, bahkan bisa sampai ke ginjal.

Bakteri infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh bakteri-bakteri di bawah


ini :
A. Kelompok anterobacteriaceae seperti :
1. Escherichia coli
2. Klebsiella pneumoniae
3. Enterobacter aerogenes
4. Proteus
5. Providencia
6. Citrobacter
B. Pseudomonas aeruginosa
C. Acinetobacter
D. Enterokokus faecalis
E. Stafilokokus sarophyticus

Faktor Risiko
 Obstruksi saluran kemih
 Pemasangan instrumen pada saluran kemih (kateter)
 Disfungsi kandung kemih (neuropatik)
 Imunosupresi
 Diabetes Mellitus
 Kelainan struktural ( refluks vesikoureter)
 Kehamilan

Manifestasi Klinis
 Sistitis biasanya memperlihatkan disuria (nyeri waktu berkemih),
peningkatan frekuensi berkemih, dan rasa desakan ingin berkemih
 Dapat terjadi nyeri punggung bawah atau suprapubis, khususnya pada
pielonefritis
 Demam disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah
 Gejala infeksi pada bayi atau anak kecil dapat nonspesifik dan
termasuk iritabilitas, demam, nafsu makan turun, muntah, dan bau
popok yang sangat menyengat
 Gejala infeksi pada lansia dapat berupa gejala abdomen seperti mual
atau muntah harus dikaji apakah menderita ISK. Bisa muncul demam
namun bisa tidak, terkadang hanya peningkatan agitasi atau konfusi
yang terjadi yang mengharuskan para perawat lansia meningkatkan
kewaspadaan khusus terhadap berulangnya dan kepastian terjadinya
ISK pada lansia. Infeksi asimtomatik pada lansia juga sangat sering
terjadi .

Pielonefritis akut biasanya memperlihatkan :


 Demam
 Menggigil
 Nyeri punggung
 Disuria

Patofisiologi

Hampir semua Infeksi Saluran Kemih disebabkan invasi mikroorganisme


asending dari uretra ke dalam kandung kemih. invasi mikroorganime dapat
mencapai ginjal dipermudah dengan refluks vesikoureter. Pada wanita mula-
mula kuman dari anal berkoloni di vulva, kemudian masuk ke kandung kemih
melalui uretra yang pendek secara spontan atau mekanik akibat hubungan
seksual dan mungkin perubahan pH dan flora vulva dalam siklus menstruasi

Pemeriksaan Penunjang
1. Biakan air kemih
Dikatakan infektif positif apabila :
 Air kemih tamping porsi tengah : biakan kuman positif dengan jumlah
kuman >/= 105/ml, 2 kali berturut-turut.
 Air kemih tamping dengan pungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman
pathogen yang tumbuh pasti infektif. Pembiakan urin melalui pungsi
suprapubik digunakan sebagai gold standar.
Dugaan infeksi :
 Pemeriksaan air kemih : ada kuman, piuria, torak leukosit.
 Uji kimia : TCC, katalase, glukosuria, leukosit esterase test, nitrit test.
2. Urinalisis
 Leukosituria atau piuria : positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit /
LPB sediment air kemih.
 Hematuria : positif bila terdapat 5 – 10 eritrosit / LPB sediment air
kemih.
3. Bakteriologis
 Mikroskopis
 Biakan bakteri
4. Hitung koloni : sekitar 100.000 koloni permililiter urine dari urine
tamping aliran tengah.
5. Metode Test
 Tes esterase leukosit positif : pasien mengalami piuria dan tes
pengurangan nitrat, GRIESS positif jika terdapat bakteri yang
mengurangi nitrat urine normal menjadi nitrit.
 Tes PMS : Uretritia akut akibat organime menular secara seksual
(misal, klamidia trakomatis, neisseria gonnorrhoeae, herpes simplek
6. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) ginjal untuk mengetahui kelainan
struktur ginjal dan kandung kemih.
7. Pemeriksaan Miksio Sisto Uretrografi / MSU untuk mengetahui adanya
refluks.
8. Pemeriksaan Pielografi Intra Vena (PIV) untuk mencari latar belakang
infeksi saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran
kemih

Penatalaksaan

1. Supportif / Non-farmakologi :
 Usahakan untuk buang air seni pada waktu bangun di pagi hari. Buang
air seni dapat membantu mengeluarkan bakteri dari kandung kemih
yang akan keluar bersama urin
 Minum air putih minimal 8 gelas atau 2,5 liter setiap hari.
 Sementara, buah-buahan, sari buah, jus sangat baik untuk dikonsumsi
sebab dapat melancarkan peredaran darah.
 Hindari berbagai jenis makanan seperti : soto jerohan sapi, es krim,
keju, milk shake, kopi, cola dan lain-lain.
 Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran
kencing.
 Setiap buang air seni, bersihkanlah dari depan ke belakang. Hal ini
akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari
rectum.
 Membersihkan organ intim dengan sabun khusus yang memiliki pH
balanced (seimbang).
 Buang air seni sesering mungkin (setiap 3 jam).
 Pilih toilet umum dengan toilet jongkok.
 Jangan cebok di toilet umum dari air yang ditampung di bak mandi
atau ember. Pakailah shower atau kran.
 Ganti selalu pakaian dalam setiap hari. Gunakan pakaian dalam dari
bahan katun yang menyerap keringat agar tidak lembab.
2. Medikamentosa / Farmakologis
Pengobatan simtimatik terhadap keluhan sakit kencing dapat diberikan
penazofiridin (piridium) 7 – 10 mg/kgBB/hari. Disamping ISK perlu juga
mencari dan mengurangi atau menghilangkan factor predisposisi seperti
obstipasi, alergi, investasi cacing dan memberikan kebersihan perineum
meskipun usaha-usaha ini kadang-kadang tidak selalu berhasil

E. INFEKSI PASCA PARTUM


1. Definisi
Sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan adalah infeksi
klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau
persalinan. D itandai kenaikan suhu sampai 38⁰ atau lebih selama 2 hari
dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam
pertama. Diukur peroral sedikitnya 4 kali sehari disebut morbiditas
puerperalis.
2. Epidemiologi
Sepsis puerperal terjadi pada sekitar 6% kelahiran di Amerika
Serikat dan kemungkinan besar merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortilitas maternal di seluruh dunia.
3. Etiologi
Infeksi bisa timbul akibat akibat bakteria yang seringkali
ditemukan di dalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen
patogen dari luar vagina (eksogenus). Organisme yang paling sering
menginfeksi ialah organisme streptokokus dan bakteri anaerobik.infeksi
Staphylococcus aureus, gonococcus, koliformis, dan klostridia jarang
terjadi tetapi merupakan organisme patogen serius yang menyebabkan
infeksi pasca partum. Episiotomi atau laserasi pada vagina atau serviks
bisa membuka jalan timbulnya sepsis.
4. Faktor Resiko
a. Faktor resiko yang terjadi saat antenatal care :
- Keadaan anemia akibat malnutrisi
- Adanya kemungkinan infeksi parasit dalam abdomenal
- Terdapat bakteri komensalisme pada genetalia bawah :
o Serviks
o Vagina
o Infeksi alat perkemihan
b. Faktor resiko saat inpartu :
- Ketuban pecah pada saat pembukaan kecil (lebih dari 6 jam)
- Persalinan pervaginam operatif
- Persalinan yang lama dan melelahkan
- Kelahiran dengan bantuan alat
- Perdarahan

5. Manifestasi Klinis
Gejala infeksi puerperal bisa ringan atau berat. Suhu tubuh 38⁰ C atau
lebih selama 2 hari berturut – turut tidak terjadi 24 jam pertama setelah
kelahiran, harus dianggap disebabkan oleh infeksi pascapartum.
Ibu menunjukkan gejala :
- Keletihan
- Letargi
- Kurang nafsu makan
- Menggigil
- Nyeri perineum atau distres di abdomen bawah
- Mual
- Muntah
6. Klasifikasi
a. Syok bakteremia
- Syok bakteremia bisa terjadi karena infeksi kritis, terutama infeksi
yang disebabkan pleh bakteri yang melepaskan endotoksin.
- Faktor resiko yang berpengaruh pada syok bakteremia antara lain
ibu yang menderita diabetes melitus, konsumsi immunosupresan,
dan mereka yang menderita endometritis selama periode pasca
partum
- Gejala – gejala yang ditimbulkan antara lain demam yang tinggi
dan menggigil, cemas yang menjadikan apatis, suhu tubuh yang
seringkali menurun, kulit menjadi dingin dan lembab, warna kulit
pucat, nadi cepat, hipotensi berat, sianosis perifer, dan oliguria.
- Temuan laboratorium menunjukkan bukti – bukti infeksi. Biakan
darah menunjukkan bakteremia, biasanya konsisten dengan basil
enterik gram-negatif. Perubahan EKG menunjukkan adanya
perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard.
- Penatalaksanaan :
o Penatalaksanaan terpusat pada terapi antimikrobial,
demikian juga dukungan oksigen untuk menghilangkan
hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah
kolaps vaskuler.
o Fungsi jantung, usaha pernapasan, dan fungsi ginjal
dipantau dengan ketat
b. Mastitis
- Mastitis atau infeksi payudara mempengaruhi 1% wanita segera
setelah lahir, yang kebanyakan adalah ibu yang baru pertama kali
menyusui bayinya.
- Organisme penyebab utama ialah Staphylococcus aureus. Fisura di
puting susu yang terinfeksi biasanya merupakan lesi awal.
- Gejala yang timbul biasanya menggigil, demam, malaise, dan nyeri
tekan pada payudara.
- Peradangan edema dan pembengkakan payudara segera akan
menyumbat aliran air susu.
- Penatalaksanaan pada mastitis meliputi terapi antibiotik intensif,
menyokong payudara, kompres lokal (atau dingin), dan
penggunaan analgesik.

F. INFEKSI UMUM

Secara umum infeksi dalam kehamilan berdasarkan penyebabnya


dikelompokan menjadi tiga penyebab, yaitu :
a. Infeksi Virus ; meliputi varisella zooster, influenza, parotitis, rubeola, virus
pernafasan, enterovirus, parfovirus, rubella, sitomegalovirus.
b. Infeksi bakteri ; meliputi Streptokokus grup A, Streptokokus grup B,
Listeriosis, Salmonella, Shigella, Mourbus Hansen.
c. Infeksi protozoa; meliputi Toksoplasmosis, Amubiasis, amubiasis, infeksi
jamur.
1. Varicella zoster.
Walaupun masih diperdebatkan, terdapat bukti bahwa infeksi vaeisella
bertambah parah selama kehamilan. Paryani dan Arvin (1986) melaporkan
bahwa 4 dari 43 wanita hamil yang terinfeksi atau sekitar 10%, mengalami
pneumonitis. Dua dari wanita ini memerlukan ventilator dan satu meninggal.
Infeksi herpes zooster pada ibu hamil lebih sering terjadi pada pasien yang
lebih tua atau mengalami gangguan kekebalan (immunocompromised).
Pencegahan : Pemberian imunoglobulin varisela-zooster (VZIG) akan
mencegah atau memperlemah infeksi varisella pada orang rentan yang terpajan
apabila diberikan dalam 96 jam dengan dosis 125 U per 10 kg, i.m.
Efek pada janin : Cacar air pada wanita hamil selama paruh pertama gestasi
dapat menyebabkan malformasi kongenital akibat infeksi transplasenta, berupa
korioretinitis, atrofi korteks serebri, hidronefrosis dan defek kulit serta tulang
tungkai. Resiko tertinggi terletak pada usia gestasi antara 13 dan 20 minggu.
Pajanan pada usia kehamilan yang lebih belakangan menyebabkan lesi
varisella kongenital, dan bayi kadang-kadang mengalami herpes zooster pada
usia beberapa bulan (Chiang dkk, 1995). Janin yang terpajan virus tepat
sebelum dan saat persalinan ketika antibodi ibu belum terbentuk, mengalami
ancaman serius, bayi akan mengalami infeksi viseral dan susunan syaraf pusat
diseminata, yang sering kali mematikan.

2. Influenza
Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae, meliputi
influenza tipe A dan tipe B. Influenza A lebih serius dari pada B. Penyakit ini
tidak mengancam nyawa bagi orang dewasa sehat, kecuali apabila timbul
pneumonia, prognosis menjadi serius. Haris (1919) melaporkan angka
kematian kasar ibu hamil sebesar 27 %, yang meningkat menjadi 50% apabila
terjadi pneumonia.
Pencegahan : Center for Disease Control and Prevention(1998)
menganjurkan vaksinasi terhadap influenza bagi semua wanita hamil setelah
trimester pertama. Berapa pun usia gestasi, wanita dengan penyakit medis
kronik, misalnya dibetes atau jantung, divaksinasi. Amantadin berespon baik
dan spesifik terhadap virus-virus influenza A apabila diberikan dalam 48 jam
setelah awitan gejala.
Efek pada janin : Belum ada bukti kuat bahwa virus influenza A
menyebabkan malformasi kongenital atau kelainan pada bayi.

3. Parotitis
Parotitis adalah penyakit infeksi pada orang dewasa yang jarang dijumpai
yang disebabkan oleh paramiksovirus RNA. Virus terutama menginfeksi
kelenjar liur, tetapi juga dapat mengenai gonad, meningen, pancreas dan organ
lain. Parotitis selama kehamilan tidak lebi parah dibanding pada orang dewasa
tidak hamil dan tidak terdapat bukti bahwa virus bersifat teratogenik (Ouhilal,
2000). Vaksin Jeryl-Lynn (virus hidup yang dilemahkan) dan vaksin MMR
kontraindikasi bagi wanit haml.
Efek pada janin : Tidak ada bukti kuat bahwa infeksi parotitis meningkatkan
angka kematian janin maupun anomali mayor pada janin. Parotitis kongenital
sangat jarang dijumpai.

4. Rubeola (campak)
Virus tampaknya tidak bersifat teratogenik, tetapi terjadi peningkatan
frekuensi abortus dan BBLR pada kehamilan dengan penyulit campak (Siegel
dan Fuerst, 1966). Apabila seorang wanita menderita campak sesaat sebelum
melahirkan , timbul resiko infeksi serius yang cukup besar pada neonatus,
terutama pada bayi preterm. Imunisasi pasif dapat dicapai dengan pemberian
globulin serum imun 5 ml i.m dalam 3 hari setelah terpajan. Vaksinasi aktif
tidak diberikan selama kehamilan, tetapi wanita yang rentan secara rutin
divaksinasi postpartum.

5. Coxackievirus B
Infeksi virus ini dapat menyebabkan penyakit yang ringan pada ibuntetapi
juga dapat menyebabkan kematian anomaly kardiovaskuler, miokarditis, dan
meningoensefalitis pada janin.

6. Listeriosis
Organisme ini adalah gram positip dimana 1 sampai 5 persen dari dewasa
memiliki lesteria yang ditemukan di feses. Transmisi ditemukan dari makanan
yang terkontaminasi atau susu yang busuk. Sering ditemukan pada penderita
usia muda- tua, wanita hamil, penderita dengan daya tahan yang turun. Pada
wanita hamil hanya berupa asimtomatik seperti panas badan influenza. Wanita
dengan listeriosis dapat menyebabkan fetal infeksi yang terlihat beruapa
disseminated granulomatous lesion. Pada bayi kemungkinan untuk terkena
infeksi ini sebesar 50 persen. manifestasi pada bayi setelah tiga atau empat
minggu setelah lahir. Infeksi ini serupa dengan dengan yang disebabkan oleh
grup B haemolytic.

7. Tuberculosis (TB)
Menurut Oster, 2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada
sedikit risiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan
obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan
Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar
paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di
rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan
mengalami masalah setelah lahir.
Risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke
janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB
congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan
bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan
limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum
jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.
8. Sindrom Syok Toksik (SST)
Toxic shock syndrome adalah suatu gangguan sistemik yang berpotensi
mengancam jiwa, yang memiliki tiga manifestasi uatam ; dmam mendadak,
hipotensi, dan ruam. Sindrom ini disebabkan oleh salah satu dari dua bakteri,
baik bakteri Staphylococcus aureus (Staph) bakteri atau kelompok A
streptokokus (radang) bakteri. Bakteri ini dapat memasuki aliran darah
setelah operasi atau melalui kulit rusak. Setelah bakteri telah memasuki
darah, toxic shock syndrome (TSS) set cepat dan bisa berakibat fatal jika
tidak segera diobati. Gejala TSS datang dengan cepat dan biasanya
dikonfirmasi oleh darah atau urin di rumah sakit. Gejala yang paling umum
dari TSS adalah demam tinggi (lebih dari 102 derajat), tekanan darah rendah,
hidangan ruam yang terlihat mirip dengan luka bakar, sesak napas,
disorientasi, muntah, atau diare.

TEORI ASKEP

3.1 Pengkajian

a. Keluhan utama :

Merasakan nyeri di ekstermitas, demam

b. Riwayat kesehatan:

· Suhu tubuh meningkat

· Malaise

· Sakit tenggorokan

· Mual dan muntah

· Nyeri otot

c. Riwayat kesehatan dahulu:


1. Pasien sering berkontak langsung dengan binatang
2. Pasien sering mengkonsumsi daging setengah matang
3. Pasien pernah mendapatkan tranfusi darah

d. Pemeriksaan fisik

· Mata : Nyeri

· Perut : Diare, mula dan muntah

· Integument: suka berkeringat malam, suhu tubuh meningkat, timbulnya


rash pada kulit

· Muskuloskletal: Nyeri dan kelemahan

3.2 Diagnosa

a. Risiko infeksi b.d takazoid yang masuk ke dalam tubuh

b. Hipertermi b.d masa prodromal

c. Risiko infeksi b.d masuknya virus rubela dalam tubuh

d. Kurang pengetahuan b.d keterbatasan paparan

e. Pola nafas tidak efektif b.d suplai oksigen tidak adekuat

f. Gangguan citra b.d struktur kulit berubah dengan ulkus mole

g. Hipertermi b.d respon sistemik tubuh

3.3 Intervensi

a. Dx : Risiko infeksi b.d takazoid yang masuk ke dalam tubuh

NOC

§ Immune Status

§ Knowledge : Infection control


§ Risk control

Kriteria Hasil:

§ Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

§ Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi


penularan serta penatalaksanaannya

§ Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

§ Jumlah leukosit dalam batas normal

§ Menunjukkan perilaku hidup sehat.

Intervensi :

§ Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

§ Pertahankan teknik isolasi

§ Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan


setelah berkunjung meninggalkan pasien

§ Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

§ Berikan terapi antibiotik bila perlu

§ Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)

§ Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

§ Monitor kerentangan terhadap infeksi

§ Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

b. Dx : Hipertermi b.d masa prodromal

NOC

§ Thermoregulasi
Kriteria Hasil :

§ Suhu tubuh dalam rentang normal

§ Nadi dan RR dalam rentang normal

§ Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada yang mendorong

Intervensi :

§ Monitor suhu sesering mungkin

§ Monitor tekanan darah, nadi dan RR

§ Monitor penurunan tingkat kesadaran

§ Berikan anti piretik.

§ Berikan pengobatan untuk mengatasi demam

§ Berikan pengobatan untuk menggigil.

§ Monitor suhu minimal setiap 2 jam.

§ Rencanakan pemantauan.

§ Pantau warna dan suhu kulit.

§ Pantau tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

§ Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi.

§ Selimuti pasien untuk mencegah pemulihan kehangatan tubuh

c. Risiko infeksi b.d masuknya virus rubela dalam tubuh

NOC

§ Immune Status

§ Knowledge : Infection control


§ Risk control

Kriteria Hasil:

§ Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

§ Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi


penularan serta penatalaksanaannya

§ Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

§ Jumlah leukosit dalam batas normal

§ Menunjukkan perilaku hidup sehat.

Intervensi :

§ Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

§ Pertahankan teknik isolasi

§ Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan


setelah berkunjung meninggalkan pasien

§ Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

§ Berikan terapi antibiotik bila perlu

§ Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)

§ Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

§ Monitor kerentangan terhadap infeksi

§ Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

d. Kurang pengetahuan b.d keterbatasan paparan

NOC:

§ Knowledge : disease process


§ Knowledge : health

Kriteria Hasil:

§ Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,


kondisi, prognosis dan program pengobatan.

§ Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara


benar.

§ Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa


yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.

Intervensi :

§ Kaji tingkat pengetahuan pasien dan Keluarga.

§ Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan


dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

§ Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat.

§ Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi kemungkinan


penyebab dengan cara yang tepat.

§ Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat.

§ Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat

e. Pola nafas tidak efektif b.d suplai oksigen tidak adekuat

NOC

§ Respiratory status: ventilation

§ Respiratory status: airway patency

§ Vital sign status


Kriteria Hasil:

§ Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,mapu bernafas dengan mudah,tidak
ada pursed lips)

§ Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,irama


nafas,frekuensi pernafasan dalam rentang normal,tidak ada suara nafas abnormal)

§ Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah,nadi,pernfasan)

Intervensi

§ Buka jalan nafas,gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

§ Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

§ identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

§ lakukan fisioterapi dada bila perlu

§ keluarkan sekret dengan batuk atau suction

§ auskultasi suara nafas,catat adanya suara tambahan

§ berikan bronkodilator bila perlu

§ atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

§ monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

§ Monitor ratarata kedalaman,iram dan usaha respirasi

§ catat pergerakan dada,amati keseimetrisan,penggunaa otot tambahan,retraksi


otot supraclavicular dan intercostal

§ monitor suara nafas,seperti dengkur

§ monitor pola nafas: bradipnea ,takipnea , kussmaul ,hiperventilasi , cheyne


stokes,biot.
§ catat lokasi trakea

§ monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis)

§ auskultasi suara nafas,catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara


tambahan

§ tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada


jalan napas utama

§ auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya.

f. Gangguan citra b.d struktur kulit berubah dengan ulkus mole

NOC

§ Body image

§ Self esteem

Kriteria Hasil :

§ Body image positif

§ Mampu mengidentifikasi kekuatan personal

§ Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh

§ Mempertahankan interaksi sosial

Intervensi :

§ Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya.

§ Monitor frekuensi mengkritik dirinya.

§ Melaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit.

§ Dorong klien mengungkapkan perasaannya.

§ Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu.


g. Hipertermi b.d respon sistemik tubuh

NOC

§ Thermoregulasi

Kriteria Hasil :

§ Suhu tubuh dalam rentang normal

§ Nadi dan RR dalam rentang normal

§ Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada yang mendorong

Intervensi :

§ Monitor suhu sesering mungkin

§ Monitor tekanan darah, nadi dan RR

§ Monitor penurunan tingkat kesadaran

§ Berikan anti piretik.

§ Berikan pengobatan untuk mengatasi demam

§ Berikan pengobatan untuk menggigil.

§ Monitor suhu minimal setiap 2 jam.

§ Rencanakan pemantauan.

§ Pantau warna dan suhu kulit.

§ Pantau tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

§ Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi.

§ Selimuti pasien untuk mencegah pemulihan kehangatan tubuh


3.4 Implementasi

a. Dx : Risiko infeksi b.d takazoid yang masuk ke dalam tubuh

§ Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

§ Mempertahankan teknik isolasi

§ Menginstruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan


setelah berkunjung meninggalkan pasien

§ Mempertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

§ Memberikan terapi antibiotik bila perlu

§ Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)

§ Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

§ Memonitor kerentangan terhadap infeksi

§ Mempertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

b. Dx : Hipertermi b.d masa prodromal

§ Memonitor suhu sesering mungkin

§ Memonitor tekanan darah, nadi dan RR

§ Memonitor penurunan tingkat kesadaran

§ Memberikan anti piretik.

§ Memberikan pengobatan untuk mengatasi demam

§ Memberikan pengobatan untuk menggigil.

§ Memonitor suhu minimal setiap 2 jam.

§ Merencanakan pemantauan.
§ Memantau warna dan suhu kulit.

§ Memantau tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

§ Meningkatkan asupan cairan dan nutrisi.

§ Menyelimuti pasien untuk mencegah pemulihan kehangatan tubuh

c. Risiko infeksi b.d masuknya virus rubela dalam tubuh

§ Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

§ Mempertahankan teknik isolasi

§ Menginstruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan


setelah berkunjung meninggalkan pasien

§ Mempertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

§ Memberikan terapi antibiotik bila perlu

§ Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

§ Memonitor kerentangan terhadap infeksi

§ Mempertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

d. Kurang pengetahuan b.d keterbatasan paparan

§ Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dan Keluarga.

§ Menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan


dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

§ Menggambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat.
§ Menggambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi
kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat.

§ Menyediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat.

§ Menyediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan


cara yang tepat

e. Pola nafas tidak efektif b.d suplai oksigen tidak adekuat

§ Membuka jalan nafas,gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

§ Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

§ Mengidentifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

§ Melakukan fisioterapi dada bila perlu

§ Mengeluarkan sekret dengan batuk atau suction

§ Mengauskultasi suara nafas,catat adanya suara tambahan

§ Memonitor respirasi dan status O2

§ Mencatat pergerakan dada,amati keseimetrisan,penggunaa otot


tambahan,retraksi otot supraclavicular dan intercostal

§ Monitor suara nafas,seperti dengkur

§ Monitor pola nafas: bradipnea ,takipnea , kussmaul ,hiperventilasi , cheyne


stokes,biot.

§ Catat lokasi trakea

§ Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis)

§ Auskultasi suara nafas,catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara


tambahan

§ Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada


jalan napas utama
§ Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya.

f. Gangguan citra b.d struktur kulit berubah dengan ulkus mole

§ Mengkaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya.

§ Memonitor frekuensi mengkritik dirinya.

§ Menjelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit.

§ Mendorong klien mengungkapkan perasaannya.

g. Hipertermi b.d respon sistemik tubuh

§ Monitor suhu sesering mungkin

§ Monitor tekanan darah, nadi dan RR

§ Monitor penurunan tingkat kesadaran

§ Berikan anti piretik.

§ Berikan pengobatan untuk mengatasi demam

§ Berikan pengobatan untuk menggigil.

§ Monitor suhu minimal setiap 2 jam.

§ Rencanakan pemantauan.

§ Pantau warna dan suhu kulit.

§ Pantau tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

§ Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi.

§ Selimuti pasien untuk mencegah pemulihan kehangatan tubuh


3.5 Evaluasi

Intervensi dan kriteria hasil yang ditetapkan oleh perawat dapat tercapai.

REFERENSI

http://emedicine.medscape.com/article/235213-overview (diakses tanggal 24


oktober 2013)
Bley, Karen Adkins. 2003. Torch Infection. Women’s, Children and Behavioral
Health Nnursing Services University of Michigan Health System.
Del Pizzo, Jeannine. 2001. Focus on Diagnosis : Congenital Infections (TORCH).
American Academy of Pediatrics
Ratnayake, Ruwan P. Neonatal TORCH Infection. Medical University of South
Caroline, USA.
Sue G. Boyer, MN, RN, Kenneth M. Boyer, MD. 2004. Update on TORCH
Infections in the Newborn Infant.
http://www.medscape.com/viewarticle/472409_print (diakses tanggal 26 Oktober
2013)
Salim, Agus. Imunoekspresi p63 Pada Inverted Papilloma Dan Karsinoma Sel
Skuamosa Sinonasal Available at
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33509 [accessed on September, 10]
Thapa, Narmaya. 2010. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted
Papilloma.Nepalese Journal of ENT Head and Neck Surgery; Volume 1,
No.1 (Jan-June 2010).
Netter F.H. Atlas of Human Anatomy. Available from:http://www.
Netterimages.com/image/4413.htm.
Woodruf W.W. dan Vrabec D.P. Inverted Papilloma of The Nasal Vault
andParanasal Sinuses: Spectrumof CT Finding. American Journal of
RoentgenologyFebruary 1994: 419
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius.
2000
Sumadibrata, Marcellus. Pemeriksaan Abdomen Urogenital dan anorektal, Infeksi
Saluran Kemih. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
III, Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran UI. 2007. Hal : 51-55, 553-557.
Guyton, A.C dan Hall, J., E.Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta :
EGC. 2006
Lambert H, Coulthard M, 2003. The child with urinary tract infection. In : Webb
NJ.A, Postlethwaite RJ ed. Clinical Paediatric Nephrology.3rd ED. Great
Britain: Oxford Universsity Press., 197-225.
Siregar, RS. 1991. Penyakit Jamur Kulit. Palembang: Lab Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin FK UNSRI/RSU Palembang.

Suprihatin, SD. 1982. Candida dan Kandidiasis pada Manusia.Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta
Manuaba, I.B.G dkk. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai