Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Diare adalah perubahan pergerakan usus yang abnormal, ditandai dengan

peningkatan frekuensi pergerakan dan bising usus, feses encer dan nyeri perut. Diare

dapat terjadi secara akut atau kronik. Diare akut kebanyakan disebabkan oleh agen

infeksius atau reaksi inflamasi akut. Rotavirus merupakan penyebab utama diare akut,

kebanyakan pada anak, bagaimanapun, virus lainnya (adenovirus, enterovirus dan

norovirus), bakteri (Escherichia coli, Salmonella sp. Shigella sp. Camphylobacter dan

Vibrio cholerae) dan parasit (Cryptosporidum dan Giardia) merupakan agen patogen

yang penting.7 Oral rehydration therapy (ORT) merupakan kunci utama dalam

menurunkan mortalitas pada anak akibat diare, tetapi ORT tidak menurunkan volume

atau durasi diare. Sedangkan antibiotik dan agen penekan motilitas usus menyediakan

alternatif lain, selain mencegah dehidrasi, juga berguna untuk mempersingkat durasi

penyakit dan mengurangi periode infeksi dari individu. Larasati, 2016)

Faktor–faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak ada tiga. Faktor

yang pertama adalah faktor lingkungan. Diare dapat terjadi karena seseorang tidak

memerhatikan kebersihan lingkungan dan menganggap bahwa masalah kebersihan

adalah masalah sepele. Kebersihan lingkungan merupakan kondisi lingkungan yang

optimum sehingga dapat memberikan pengaruh positif terhadap status kesehatan yang

baik. Ruang lingkup kebersihan lingkungan diantaranya adalah perumahan,


pembuangan kotoran manusia,penyediaan air bersih, pembuangan sampah, dan

pembuangan air kotor (limbah). (Nurul Utami & Nabila Luthfiana, 2016).

Diare dapat tertular pada balita melalui perantara pengasuh, hal ini

disebabkan karena balita masih banyak bergantung pada pengasuh dan memiliki

intensitas waktu yang lama dibanding dengan orang lain. Pengasuh adalah seseorang

yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan pengasuhan dan perawatan

kepada anak untuk menggantikan peran orang tua yang sedang bekerja/mencari

nafkah. Pengasuh dalam hal ini dapat berupa orang tua (ibu), nenek atau pun

pembantu. Menurut Wahyuni (2016) pengasuh dapat menjadi perantara penularan

diare pada balita karena PHBS yang masih kurang yaitu kebiasaan mencuci tangan

sebelum merawat dan mempersiapkan segala keperluan balita.

Tanaman obat sering digunakan sebagai obat tradisional dalam mengobati

berbagai penyakit di berbagai belahan dunia. Pengetahuan tentang tanaman obat

diwariskan dari generasi ke generasi.Penelitian tentang aktivitas dari produk natural

telah berkontribusi dalam menemukan bentuk bahan kimia baru, sebagai contoh

antara tahun 1981 sampai 2002, 28% dari bentuk bahan kimia baru adalah produk

alami atau turunannya. Salah satu tanaman obat yang sering digunakan adalah pisang

ambon (Musa paradisiaca). (Larasati, 2016)

Tanaman ini termasuk ke dalam famili Musaceae dan genus Musa. Buah dari

Musa paradisiaca digunakan secara tradisional untuk mengobati diare (buah mentah),
disentri, lesi intestinal pada kolitis ulseratif, diabetes (buah mentah), uremia, nefritis,

gout, hipertensi, penyakit jantung. (Dyah Ragil WL & Yunita Dyah PS/ Journal of

Health Education 2 (1) (2017)

Penelitian di Bangladesh terhadap 2968 anak dengan diare akut (< 7 hari)

diberikan diet dengan pisang ambon (Musa oaradisiaca) dan diobservasi selama

seminggu penuh, diantaranya terdapat 198 anak yang tidak diberikan diet dengan

pisang ambon dan diare berlangsung lebih dari 7 hari (10,7%), dimana memasuki fase

diare kronik. Hasil penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya yang menyatakan

bahwa Musa paradisiaca tidak hanya berguna dalam tatalaksana pasien diare yang

dirawat di rumah sakit, tapi efektif untuk tatalaksana terhadap pasien diare akut dan

kronik yang dirawat jalan.10 Pada penelitian ini, efek dari Musa paradisiaca telah

terlihat dalam hari ketiga pemberian Musa paradisiaca. Pada pengamatan hari ketiga

hampir 80% anak yang mengonsumsi Musa paradisiaca mengalami perbaikan dari

diare akut.(Larasati, 2016)

Menurut World Helath Organization (WHO) diare adalah kejadian buang air

besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi tiga kali atau

lebih dalam periode 24 jam. Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan yang

disebabkan oleh infeksi mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasit, protozoa, dan

penularannya secara fekal-oral. Diare dapat mengenai semua kelompok umur baik

balita, anak-anak dan orang dewasa dengan berbagai golongan sosial.Diare

merupakanpenyebab utama morbiditas dan mortalitas di kalangan anak-anak kurang


dari 5 tahun. Secara global terjadi peningkatan kejadian diare dan kematian akibat

diare pada balita dari tahun 2015-2017. Pada tahun 2015, diare menyebabkan sekitar

688 juta orang sakit dan 499.000 kematian di seluruh dunia tejadi pada anak-anak

dibawah 5 tahun.Data WHO (2017) menyatakan, hampir 1,7 miliar kasus diare terjadi

pada anak dengan angka kematian sekitar 525.000 pada anak balita tiap tahunnya.

Data Kementrian Kesehatan Indonesia (2016) menyatakan, jumlah kasus diare

yang ditangani instansi kesehatan di Indonesia menurun tiap tahunnya. Pada tahun

2016 penderita diare di Indonesia yang ditangani sebanyak 46,4% dari

jumlahpenderita diare keseluruhan yang tercatat berjumlah 6.897.463 orang.(6)Pada

tahun 2015, jumlah kasus yang ditangani 4.017.861 orang, sedangkan pada tahun

2014 jumlah penangan kasus diare oleh instansi kesehatan adalah 8.490.976 orang.

Pada tahun 2018 jumlah penderita diare di DKI Jakarta disemua kalangan

282.626 orang, jumlah kasus yang ditangani 305.638 orang. Sedangkan jumlah

penderita diare DKI Jakarta pada balita152.742 orang, jumlah kasus yang ditangani

sebanyak 104.695.(Kemenkes, 2018)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Ruang RS PMI bogor

bahwa penyakit terbanyak yang dialami oleh anak di Ruang tahun 2019 yang pertama

adalah (Semua penyakit yang dialami anak tersebut bisa mengakibatkan demam

hingga mengalami kejang.


Berdasarkan hasil wawancara kepada 10 orang perawat di ruang Ruang

RS PMI bogor perawat. Hasil wawancara kepada 10 orang ibu di Ruang

RS PMI bogor

Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti berminat untuk

melakukan penelitian tentang Efektifitas pemberian pisang terhadap frekuensi diare

pada anak di RS PMI Bogor.

B. Rumusan masalah

Diare adalah perubahan pergerakan usus yang abnormal, ditandai dengan

peningkatan frekuensi pergerakan dan bising usus, feses encer dan nyeri perut. Diare

dapat terjadi secara akut atau kronik. Diare akut kebanyakan disebabkan oleh agen

infeksius atau reaksi inflamasi akut. Rotavirus merupakan penyebab utama diare akut,

kebanyakan pada anak, bagaimanapun, virus lainnya (adenovirus, enterovirus dan

norovirus), bakteri (Escherichia coli, Salmonella sp. Shigella sp. Camphylobacter dan

Vibrio cholerae) dan parasit (Cryptosporidum dan Giardia) merupakan agen patogen

yang penting.7 Oral rehydration therapy (ORT) merupakan kunci utama dalam

menurunkan mortalitas pada anak akibat diare, tetapi ORT tidak menurunkan volume

atau durasi diare. Sedangkan antibiotik dan agen penekan motilitas usus menyediakan

alternatif lain, selain mencegah dehidrasi, juga berguna untuk mempersingkat durasi

penyakit dan mengurangi periode infeksi dari individu. Larasati, 2016)


Frekuensi diare tidak hanya bisa menggunakan metode pemberian zink atau oralit,

tetapi juga bisa memakai pisang.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Ruang RS PMI bogor

bahwa penyakit terbanyak yang dialami oleh anak di Ruang tahun 2019 yang pertama

adalah (Semua penyakit yang dialami anak tersebut bisa mengakibatkan demam

hingga mengalami kejang.

Berdasarkan hasil wawancara kepada 10 orang perawat di ruang Ruang

RS PMI bogor perawat. Hasil wawancara kepada 10 orang ibu di Ruang

RS PMI bogor

Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti berminat untuk

melakukan penelitian tentang Efektifitas pemberian pisang terhadap frekuensi diare

pada anak di RS PMI Bogor.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui efektifitas pemberian pisang terhadap frekeuensi diare

pada anak tahun yang di rawat di Ruang RS PMI bogor

2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui efektifitas pisang musa paradisiaca terhadap penurunan

frekuensi diare

2. Mengetahui kandungan pisang musa paradisiaca yang berperan dalam

penurunan frekuensi diare

D. Manfaat penelitian

1.Manfaat Aplikatif

a) Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan

pengetahuan tentang efektifitas buah pisang terhadap frekuensi diare

b) Bagi Orang Tua

Diharapkan orangtua untuk dapat memberikan pisang terhadap anak

yang sedang mengalami diare .

c) Bagi Instusi Pendidikan

Agar melakukan pengabdian masyarakat dengan memberikan

penyuluhan pada masyarakat tentang efektofitas pemberian pisang

terhadap frekuensi diare pada anak.

2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan menjadi

refrensi bagi pengembangan ilmu tentang efektifitas pisang terhadap

frekuensi diare

3.Manfaat Metodologis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

perbandingan untuk pengembangan judul-judul selanjutnya bagi penelitian

mengenai efektifitas pemberian pisang terhadap frekuensi diare pada anak.


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Pengertian Diare

Diare adalah keadaan tidak normalnya pengeluaran feses yang ditandai

dengan peningkatan volume dan keenceran feses serta frekuensi buang air

besar lebih dari 3 kali sehari (pada neonatus lebih dari 4 kali sehari) dengan

atau tanpa lendir darah.9 Jenis diare ada dua, yaitu diare akut dan diare

kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari,

sementara diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.10

Mikroorganisme seperti bakteri, virus dan protozoadapat menyebabkan diare.

Eschericia coli enterotoksigenic, Shigella sp, Campylobacterjejuni,dan

Cryptosporidium spmerupakan mikroorganisme tersering penyebab diare pada

anak. (Nurul Utami & Nabila Luthfiana, 2016).

Gejala yang paling berbahaya dari diare infeksi adalah dehidrasi, yang

merupakan penyebab langsung banyak diare kematian, terutama pada bayi

dan anak kecil.

Susi Hartati*, Nurazila (2018) ; (Faure, 2013)


B. Penyebab Diare

Penyebab paling umum diare adalah infeksi virus, bakteri, dan parasit. Infeksi

virus Viral Gastrointeritis (infeksi virus dari lambung dan usus kecil) adalah

penyebab paling umum diare akut diseluruh dunia. Gejala gastrienteritis virus

(mual, muntah, kram perut, dan diare) biasanya berlangsung hanya 48-72 jam.

Tidak seperti bakteri enterecolitis (infeksi bakteri dari usus kecil dan usus

besar), pasien yang terkena virus gastroenteritis biasanya tidak Menurut

Bambang dan Nurtjahjo, (2011) dalam penelitian Wati tahun 2016 judul

hubungan persepsi, tingkat pendidikan, dan sosial ekonomi ibu dengan

penanganan pertama diare pada balita di rumah pada wilayah puskesmas

kemangkon. Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu

melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau

kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah

tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4F = finger,

files, fluid, Menurut Juffrie dan Mulyani (2011) dalam penelitian Wati tahun

2016 judul hubungan persepsi, tingkat pendidikan, dan sosial ekonomi ibu

dengan penanganan pertama diare pada balita di rumah pada wilayah

puskesmas kemangkon. Faktor resiko yang dapat meningkatan penularan

enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6

bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih,


pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan

lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan

yang tidak higenis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal

tersebut beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan

untuk dijangkiti diare antara lain gizi buruk, imunodefisiensi, lambung,

menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan

faktor genetik. memiliki darah atau nanah dalam tinja mereka dan kadang

tidak mengalami demam.

Faktor resiko yang dapat menyebabkan diare karena faktor infeksi misalnya

ketersediaan sumber air bersih, ketersediaan jamban, dan kebiasaan tidak

mencuci tangan (Asnidar, 2015).

1) Sumber Air Bersih

Sumber air bersih yang digunakan untuk minum merupakan salah satu sarana

sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare.

Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral.

Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau

benda yang tercemar oleh tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan makanan,

dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air yang

tercemar (Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu

diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah :


a) Mengambil air dari sumber air yang bersih.

b) Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup

serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.

c) Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-

anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber

pengotoran seperti septictank, tempatn pembuangan sampah dan air limbah

harus lebih dari 10 meter.

d) Mengunakan air yang direbus.

e) Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan

cukup (Asnidar, 2015).

2) Ketersediaan Jamban Keluarga

Ketersediaan jamban atau pembuangan tinja merupakan bagian yang penting

dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan

memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penulurannya

melalui tinja antara lain penyakit diare. Syarat pembuangan kotoran yang

memenuhi aturan kesehatan adalah :

a) Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya

b) Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya


c) Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya

d) Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur

atau perkembangbiakan vector penyakit lainnya

e) Tidak menimbulkan bau

f) Pembuatannya murah, penggunaanya mudah dan mudah dipelihara

(Asnidar, 2015).

3) Kebiasaan Mencuci Tangan

Beberapa perilaku yang tidak sehat dalam keluarga adalah kebiasaan tidaak

mencuci tangan. Mencuci tangan yang baik sebaiknya menggunakan sabun

sebagai desifektan atau pembersih kuman yang melekat pada tangan

kebiasaan mencuci tangan dapat dilakukan pada saat sesudah membuang air

besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makanan pada anak,

dan sesudah makan mempunyai dampak terhadap diare. Kemudian kebiasaan

membaung tinja juga dapat beresiko terhadap diare misalnya membuang tinja

(termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan benar. Banyak orang

yang beranggapan bahwa tinja pada bayi tidaklah berbahaya, padahal

sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sehingga

dapat menimbulkan diare pada anak (Asnidar, 2015).


4. Makanan

1. Keracunan makanan

Keracunan makanan adalah penyakit singkat yang disebabkan oleh racun

yang dihasilkan oleh bakteri. Racun menyebabkan sakit perut (kram) dan

muntah, juga menyebabkan usus kecil mengeluarkan sejumlah besar air

menyebabkan diare. Gejala keracunan makanan biasanya berlangsung kurang

dari 24 jam. Dengan beberapa bakteri, racun diproduksi dalam makanan

sebelum dimakan, sedangkan dengan bakteri lain, racun yang diproduksi

dalam usus setelah makanan dimakan. Gejala biasanya muncul dalam waktu

beberapa jam ketika keracunan makanan disebabkan oleh racun yang

terbentuk dalam makanan sebelum dimakan. Perlu waktu lebih lama untuk

gejala untuk mengembangkan saat racun terbentuk didalam usus (karena

butuh waktu bagi bakteri untuk menghasilkan racun). Oleh karena itu, dalam

kasus terakhir, gejala biasanya muncul setelah 7-15 jam (Asnidar, 2015)..

dan bayi, belum pernah dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber infeksi

Escheria coli.

5. Faktor musim Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak

geografis. Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi

pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus


puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah tropik (termasuk

indonesia), diare yang disebabkan oleh retrovirus dapat terjadi sepanjang

tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare

karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

C. Klasifikasi Diare

Terdapat beberapa pembagian diare yaitu: 1

1. Berdasarkan lama kejadian diare:

a. Diare akut : berlangsung <14 hari

b. Diare kronik : berlangsung > 14 hari

2. Berdasarkan mekanisme patofisiologi:

a. Diare sekretorik

b. Diare osmotik

3. Berdasarkan derajat dehidrasi:

a. Diare tanpa dehidrasi

b. Diare dengan dehidrasi ringan-sedang

c. Diare dengan dehidrasi berat


Tabel Klasifikasi Diare Menurut Derajat Dehidrasi

Klasifikasi Tanda dan gejala


Dehidrasi berat dua atau lebih tanda berikut :

(kehilangan cairan >10% berat -Kondisi umum

badan) lemah,letargis/tidak

sadar

-ubun-ubun besar. Mata sangat

cekung

-malas minum/tidak dapat

minum

-cubitan perut kembali sangat

lambat

(>2 detik)

Dehidrasi ringan-sedang Dua atau lebih tanda berikut:

(kehilangan cairan 5-10% -Rewel,gelisah,cengeng

berat badan) - ubun-ubun besar. Mata sedikit

cekung

-tampak kehausan, minum

lahap

-cubitan perut kembali lambat


Tidak ada cukup tanda untuk

Tanpa dehidrasi diklasifikasikan ke dua kriteria

(kehilangan cairan <5% berat badan) di atas

Sumber :Skripsi A.ayu selvia 2019 dalam kapita selekta kedokteran.edisiIV.

Jilid I

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang tidak selalu dibutuhkan, namun beberapa

pemeriksaan yang biasanya diperlukan adalah

1. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, glukosa darah, analisa gas darah,

kultur dan kepekaan terhadap antibiotik

2. Urin : urin lengkap, kultur dan tes kepekaan antibiotik.

3. Tinja : feses lengkap, kultur dan tes kepekaan antibiotik

a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan

diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Pemeriksaan

makroskopik meliputi pemeriksaan warna tinja, konsistensi, bau, adanya

lendir, adanya darah dan adanya busa. Tinja yang berbusa menunjukkan

adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak,

lengket dan berkilat menunjukkan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam

tinja menggambarkan adanya kelainan di kolon, khusunya akibat infeksi

bakteri. Pemeriksaan PH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan

untuk menentukan adanya kejadian asam dan basa dalam tinja. Asam dalam

tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena

fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus

besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila Ph tinja <6 dapat

dianggap sebagai malabsorpsi laktosa. Ph normal tinja 6-6,5.

b. Pemeriksaan mikroskopik.

Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit

dalam tinja yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit

tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan

diberi ½ tetes eosin atau NaCl kemudian diperiksa dengan mikroskop cahaya.
2. Pisang

Buah pisang mengandung gizi cukup tinggi, kolesterol rendah serta vitamin

B6 dan vitamin C tinggi. Zat gizi terbesar pada buah pisang masak adalah

kalium sebesar 373 miligram per 100 gram pisang, vitamin A 250-335 gram

per 100 gram pisang dan klor sebesar 125 miligram per 100 gram pisang.

Pisang juga merupakan sumber karbohidrat, vitaminn A dan C, serta mineral.

Komponen karbohidrat terbesar pada buah pisang adalah pati pada daging

buahnya, dan akan diubah menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat

pisang matang (15-20 %) (Ismanto, 2015).

Produksi pisang di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 6.279.290 ton atau

mengalami peningkatan sebesar 90238 ton atau sekitar 1,45% dibandingkan

tahun 2012. Sementara itu produksi pisang di Provinsi Sumatera Utara pada

tahun 2013 yaitu sebesar 342.298 ton. Sumatera Utara merupakan provinsi

penghasil pisang terbesar kedua di Sumatera setelah provinsi Lampung. Dan

di Sumatera Utara sendiri pisang merupakan tanaman buah dengan produksi

paling tinggi dibanding tanaman buah lainnya (Badan Pusat Statistik, 2015).

Penelitian menyatakan bahwa Musa paradisiaca memiliki kandungan nutrisi

yang bermanfaat untuk sumber vitamin dan mineral, dan untuk keperluan

dunia kesehatan. Musa paradisiaca merupakan sumber makanan yang kaya

akan potassium. Potassium berperan dalam menjaga kerja otot dalam keadaan
normal, mencegah spasme otot, dan menurunkan tekanan darah. Musa

paradisiaca juga mengandung vitamin A (berperan dalam kesehatan gigi,

tulang dan jaringan lunak), vitamin B6 (berperan dalam sistem imun), vitamin

C ( perkembangan jaringan), vitamin D (menyerap kalsium). Peran Musa

paradisiaca dalam kesehatan antara lain sebagai agen laxative bila dikonsumsi

di pagi hari dan sebagai antidiare dan antidisentri. Kandungan pectin dalam

Musa paradisiaca membantu pergerakan usus kembali normal dan mengurangi

konstipasi. Ethanol dari ekstrak bunga Musa paradisiaca berperan dalam

menghambat perkembangan bakteri pathogen (B.subtilis, B.cereus, E.coli).

(Larasati, 2016)

Pisang dapat ditanam didataran rendah bersuhu 21-32 derajat celcius dan

beriklim lembab. Topografi yang di hendaki tanaman pisang berupa lahan

datar dengan kemiringan 8 derajat. Lahan itu terletak didaerah tropis antara 16

derajat LU – 12 derajat LS. Apabila suhu udara kurang dari 13 derajat celcius

atau lebih dari 38 derajat celcius maka pisang akan berhenti tumbuh dan

akhirnya mati (Suyanti dan Ahmad supriyadi, 2008).

2. Klasifikasi Tanaman Pisang

Kedudukan tanaman pisang dalam sistematika (taksonomi)


tumbuhan adalah sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta

Sub Devisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca L. (Tjitrosoepomo, 2000)

Pisang termasuk famili Musaceae dari ordo Scitaminae dan terdiri

dari dua genus, yaitu genus Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi dalam

empat golongan, yaitu Rhodochlamys, Callimusa, Australimusa dan

Eumusa. Golongan Australimusa dan Eumusa merupakan jenis pisang

yang dapat dikonsumsi, baik segar maupun olahan. Buah pisang yang

dimakan segar sebagian besar berasal dari golongan Emusa, yaitu Musa

acuminata dan Musa balbisiana.

3. Iklim
a. Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun

demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis. Pada kondisi tanpa air,

pisang masih tetap tumbuh karena air disuplai dari batangnya yang berair tetapi

produksinya tidak dapat diharapkan.

b. Angin dengan kecepatan tinggi seperti angin kumbang dapat merusak daun dan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman. 3) Curah hujan optimal adalah 1.520–3.800

mm/tahun dengan 2 bulan kering. Variasi curah hujan harus diimbangi dengan

ketinggian air tanah agar tanah tidak tergenang.

2. Media Tanam

a) Pisang dapat tumbuh di tanah yang kaya humus, mengandung kapur atau tanah

berat. Tanaman ini rakus makanan sehingga sebaiknya pisang ditanam di tanah

berhumus dengan pemupukan.

b) Air harus selalu tersedia tetapi tidak boleh menggenang karena pertanaman pisang

harus diari dengan intensif. Ketinggian air tanah di daerah basah adalah 50 - 200 cm,

di daerah setengah basah 100 - 200 cm dan di daerah kering 50 - 150 cm. Tanah yang

telah mengalami erosi tidak akan menghasilkan panen pisang yang baik. Tanah harus

mudah meresapkan air. Pisang tidak hidup pada tanah yang mengandung garam

0,07%.

3. Ketinggian Tempat
Tanaman ini toleran akan ketinggian dan kekeringan. Di Indonesia umumnya dapat

tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan setinggi 2.000 m dpl. Pisang ambon,

nangka dan tanduk tumbuh baik sampai ketinggian 1.000 m dpl.

4.Pengelompokan Tanaman Pisang

Tanaman pisang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yakni

sebagai berikut:

1. Pisang yang buahnya enak dimakan (Musa paradisiaca Linn).

2. Pisang hutan atau pisang liar atau dijadikan sebagai tanaman hias misalnya pisang

lilin (M. zebrina Van Hautte), pisang pisangan (Heliconia indica Lamk).

3. Pisang diambil pelepahnya sebagai bahan serat seperti pisang manila atau disebut

pisang abaka (M. textilis Nee).

Menurut jenisnya, tanaman pisang yang selama ini dikenal oleh masyarakat dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu Musa acuminatae, Musa balbisiana dan

hasil persilangan alami maupun buatan antara Musa acuminatae dan Musa balbisiana.

a. Musa acuminata

Jenis tanaman pisang dari kelompok ini memiliki ciri umum yang mudah dikenali

yaitu tidak ada biji dalam buahnya, batang semunya memiliki banyak bercak melebar

kecoklatan atau kehitaman, saluran pelepah daunnya membuka, tangkai daun ditutupi
lapisan lilin, tankai buah pendek, kelopak bunga melengkung ke arah bahu setelah

membuka, bentuk daun bunga meruncing seperti tombak, warna bunga jantan ptih

krem. Musa acuminata disandikan AA, sedangkan untuk triploid disandikan AAA

(Suhardiman, 1997 :15). Contoh kultivar pisang yang termasuk dalam kelompok

pisang ini adalah pisang Ambon (AAA), Barangan (AAA), dan Mas (AA). Jenis

pisang liar Musa acuminata banyak mengandung biji yang berwarna hitam dalam

buahnya, misalnya Musa acuminata ssp, malacensi.

b. Musa balbisiana

Contoh dari jenis ini yang cukup populer di masyarakat diantaranya adalah pisang

Kluthuk Awu dan pisang Kluthuk Wulung. Pisang jenis ini mengandung banyak biji

dalm buahnya, ciri umum lain yang mudah dikenali yaitu pada batang semu bercak

melebar sangat jarang dan tidak tampak jelas, saluran pelepah daunnya menutup,

tankai buah panjang, bentuk daun bunga membulat agak meruncing, ujung daun

bunga membulat, kelopak bunga tidak melengkung ke arah punggung setelah

membuka, warna bunga jantan bersemu pink bervariasi, tangkai buah tidak berbulu.

Musa balbisiana disandikan dengan genom B, dan dibedakan menjadi BB yang

diploid, BBB yang triploid dan BBBB tetraploid. (Suhardiman, 1997 : 15)

c. Persilangan alami maupun buatan dari Musa acuminata dengan Musa balbisiana

Ciri dari kelompok pisang ini adalah gabungan dari Musa acuminata dan Musa

balbisiana atau bisa disebut Musa paradisiaca. karena merupakan pisang persilangan,
jadi ciri yang mudah dikenali terdapat ciri dari Musa acuminata dan Musa balbisiana.

Kelompok pisang jenis ini biasanya dimanfaatkan sebagai pisang yang dikonsumsi

segar dan pisang olahan. Kultivar pisang yang dapat langsung dikonsumsi segar

misalnya pisang Raja Sere (AAB), sedangkan yang termasuk pisang olahan misalnya

pisang Nangka (AAB), Kepok (AAB) Awak atau Siam. Jenis pisang olahan yang

secara internasional dikelompokkan dalam plantain adalah yang termasuk dalam

genom AAB mempunyai bentuk buah yang ramping, tidak beraturan dan rasanya

agak renyah. Pisang yang termasuk dalam kelompok ini adalah pisang Tanduk

atau pisang Candi. (Sutanto dan Edison, 2001 : 16) Menurut Rukmana (1999 : 20),

penggolongan varietas atau kultivar pisang berdasarkan sifat buah

danpemanfaatannya dibedakan menjadi tujuh kelompok sebagai berikut.

1) Kelompok Pisang Ambon

Karakteristik morfologi kelompok pisang Ambon adalah sebagai berikut.

a) Tinggi pohon 2,5-3 m dengan lingkar batang 0,4-0,6 m (kecuali pisang Badak)

berwarna hijau dengan bercak kehitaman.

b) Panjang daun 2,1-3 m dengan lebar 40-65 cm dan kadang-kadang berlapis lilin

tipis.

c) Panjang tandan buah 40-60 cm merunduk dan berbulu halus


d) Jantung berbentuk bulat telur, kelopak berwarna ungu sebelah luar dan merah

jambu sebelah dalam.

e) Sisir buah berjumlah 7-10 sisir dan tiap terdiri dari 10-16 buah (uler).

f) Buah berbentuk silinder sedikit melengkung, panjang dan tidak berbiji.

g) Kulit buah agak tebal (2,4-3 mm).

h) Warna daging buah putih atau putih kekuning-kuningan, rasanya manis, lunak

sampai agak keras dan beraroma.

i) Berbunga pada umur 11-12 bulan dan masak 4-5 bulan setelah berbunga.

j) Contoh dari pisang Ambon antara lain Ambon Putih, Ambon Kuning, Ambon

Hijau, Ambon Lumut, Ambon Badak, Ambon Angleng dan Ambon Cavendish.

2) Kelompok Pisang Raja

Kelompok pisang ini umumnya dikonsumsi segar dengan karakteristik morfologi

sebagai berikut.

a) Buah mirip dengan pisang Ambon tetapi kulit lebih tebal. Warna buah beraneka

ada yang kuning muda, kuning tua dan merah daging.

b) Tinggi pohon 2,6-3 m dengan lingkar batang 0,4-0,5 m (kecuali pisang raja sere)

berwarna hijau dengan bercak coklat kehitaman.

c) Panjang daun 2,4-2,8 m, lebar 40-60 cm berwarna hijau.


d) Tandan buah mencapai panjang 40-60 cm, merunduk, berbulu halus.

e) Jantung berbentuk telur, kelopak luar berwarna ungu dan merah sebelah dalam.

f) Sisir buah berjumlah 6-8 sisir dan tiap sisir berjumlah 12-13 buah

g) Buah berbentuk silinder, berkulit agak tebal (3 mm) dengan ujung

runcing bulat atau bersegi empat.

h) Daging buah berwarna putih kekuningan, kuning muda atau kemerah

merahan, tidak berbiji, rasa agak manis sampai manis, agak keras,

kurang beraroma.

i) Berbunga pada umur 14 bulan dan masak sekitar 150-160 hari setelah

berbunga.

j) Termasuk dalam kelompok pisang Raja adalah pisang Songit, Raja

Bulu, Raja Sere, Udang Potho dan Pulo.

3) Kelompok Pisang Mas

Karakteristik morfologi pisang Mas adalah sebagai berikut.

a) Tinggi pohon 2 m dengan lingkar batang 20-28 m dengan bercak coklat tua

kemerah-merahan.
b) Panjang daun 90-110 cm, lebar 20-27 cm berwarna hijau.

c) Tandan buah mencapai panjang 20-30 cm, merunduk, berbulu halus.

d) Jantung berbentuk bulat telur, kelopak luar berwarna ungu dan sebelah dalam

berwarna merah.

e) Sisir buah berjumlah 4-6 sisir dan tiap sisir berjumlah 6-8 buah.

f) Buah berbentuk silinder, ujung runcing dengan panjang 9-10 cm dan

tidak berbiji, kulit buah tipis (1 mm) berwarna kuning keemasan.

g) Daging buah krem, rasa manis sampai agak kesat, kurang beraroma

h) Berbunga pada umur 12 bulan dan masak sekitar 3,5 bulan setelah

berbunga.

i) Termasuk dalam kelompok pisang mas adalah pisang Lampung, Susu,

Empat Puluh Hari, Muli dan pisang Seribu.

4) Kelompok Pisang Kepok

Karakteristik morfologi pisang Kepok adalah sebagai berikut.

a) Tinggi pohon 3 m dengan lingkar batang 40-50 m berwarna hijau dengan sedikit

atau tanpa coklat kehitaman.


b) Panjang daun 180 cm, lebar 50-60 cm berlapis lilin pada permukaan

sebelah bawah.

c) Tandan buah mencapai panjang 30-60 cm, merunduk, tidak berbulu halus.

d) Jantung berbentuk bulat telur, agak melebar, kelopak luar berwarna ungu dan

sebelah dalam berwarna merah.

e) Sisir buah berjumlah 5-9 sisir dan tiap sisir berjumlah 10-14 buah berpenampang

segi tiga atau segi empat atau bulat.

f) Daging buah putih kekuning-kuningan, puting keungu-unguan, rasa kurang lunak

dengan tekstur yang agak berkapur (kecuali pisang Siem).

g) Termasuk dalam kelompok pisang kepok adalah pisang Kepok Kuning, Gajih

Putih, Gajih Kuning, Saba, Siem,, Cangklong dan pisang Kates.

5) Kelompok Pisang Tanduk

Karakteristik morfologi pisang Tanduk adalah sebagai berikut.

a) Tinggi pohon 3 m dengan lingkar batang 63-69 cm, berwarna coklat muda dengan

bagian atas berwarna merah jambu.

b) Panjang daun 190-210 cm, lebar 70-85 cm dengan tangkai daun berwarna merah

muda.

c) Tandan buah mencapai panjang 50-60 cm, merunduk.


d) Jantung berbentuk bulat telur, kelopak luar berwarna ungu dan sebelah dalam

berwarna merah.

e) Sisir buah berjumlah 1-5 sisir dan tiap sisir berjumlah 10-12 buah berpenampang

segi tiga atau segi empat atau bulat berbentuk silinder panjang 23-28 cm berkulit

tebal.

f) Daging buah putih atau kekuning-kuningan, rasa tidak manis sampai agak masam.

g) Termasuk dalam kelompok pisang Tanduk adalah pisang Agung,

Byar, Galek (2-3 sisir), Karayunan (3-5 sisir), Candi, Kapas dan pisang Nangka.

6) Kelompok Pisang Uli

Karakteristik morfologi pisang Uli adalah sebagai berikut.

a) Tinggi pohon 2-2,5 m dengan lingkar batang 25-35 cm dengan warna hijau pucat

atau kemerah-merahan.

b) Panjang daun 180-200 cm, berwarna hijau dengan tangkai daun kadang-kadang

nerah muda.

c) Tandan buah mencapai panjang 1,5-1,7 m, merunduk, berbulu halus.

d) Jantung berbentuk bulat telur, kelopak luar berwarna ungu dan sebelah dalam

berwarna merah.

e) Sisir buah berjumlah 4-8 sisir.


f) Buah kecil dan langsing, panjang 10 cm, berkulit tipis, warna daging putih atau

kekuning-kuningan, kurang manis dan agak lembek.

g) Daging buah krem, rasa manis sampai agak kesat, kurang beraroma

h) Termasuk dalam kelompok pisang Uli adalah pisang Janten, Lidi, jari Buaya, Kayu

dan pisang Ampyang.

7) Kelompok Pisang Klutuk

Karakteristik morfologi pisang Kluthuk adalah sebagai berikut.

a) Tinggi pohon 3 m dengan lingkar batang 60-70 cm berwarna hijau dengan atau

tanpa bercak coklat kehitaman.

b) Panjang daun 60-200 cm, kadang-kadang berlapis lilin dan sulit sobek.

c) Tandan buah mencapai panjang 80-100 cm.

d) Jantung berbentuk bulat telur, kelopak luar berwarna ungu dan sebelah dalam

berwarna merah.

e) Sisir buah berjumlah 5-7 sisir dan tiap sisir berjumlah 12-18 buah

yang tersusun rapat, berpenampang segi tiga atau segi empat, berkulit tebal.

f) Daging buah putih atau kekuning-kuningan, rasa kurang manis, tekstur agak kasar.
g) Termasuk dalam kelompok pisang klutuk adalah pisang Batu, Klutuk Wulung dan

pisang Menggala.

B.Penelitian terkait

Beberapa penelitian terkait tentang efektifitas pisang terhadap frekuensi diare

terhadap anak adalah sebagai berikut :

1. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (TA larasati, 2016) dengan judul

penelitian “Aktivitas Musa paradisiaca dalam Terapi Diare Akut pada Anak ‘

efek dari Musa paradisiaca telah terlihat dalam hari ketiga pemberian Musa

paradisiaca. Pada pengamatan hari ketiga hampir 80% anak yang

mengonsumsi Musa paradisiaca mengalami perbaikan dari diare akut.

2. Penelitian di Bangladesh terhadap 2968 anak dengan diare akut (< 7 hari)

diberikan diet dengan pisang ambon (Musa oaradisiaca) dan diobservasi

selama seminggu penuh, diantaranya terdapat 198 anak yang tidak diberikan

diet dengan pisang ambon dan diare berlangsung lebih dari 7 hari (10,7%),

dimana memasuki fase diare kronik.

Kerangka teori

Diare
Bakteri

Makanan atau air yang Lingkungan yang buruk


Jamur
terkontaminasi
Virus

Anak

Faktor Anak

1.Usia

2.Jenis

Kelamin

3.Asi Ekslusif

4.Kebersihan

kuku dan

tangan

5.Imunisasi

Pisang

antidiare dan antidisentri.

1.Menurun
2. Meningkat

3.Hilang

Mengurangi

konstipasi

(Larasati, 2016

Anda mungkin juga menyukai