Analisis Elatisitas Permintaan
Analisis Elatisitas Permintaan
Oleh :
Kelompok II
Dimas Rizal Saputra 1807521031 (85)
Putu Arya Dananjaya 1807521084 (85)
I Gusti Ayu Widya Ari Cahyathi 1807521102 (85)
Putu Indy Widiananda Putri 1807521120 (85)
Elastisitas Permintaan
Elastisitas Permintaan adalah persentase perubahan jumlah yang diminta sebagai akibat
perubahan suatu persen factor-faktor yang memengaruhinya. Karena banyaknya factor-faktor
yang memengaruhi permintaan, maka pada prinsipnya kita pun dapat menghitung berbagai
macam elastisitas permintaan seperti elastisitas harga, elastisitas pendapatan, elastisitas
harga barang lain (elastisitas silang), elastisitas biaya promosi dan sebagainya. Namun
demikian yang banyak digunakan dalam analisis terbatas pada elastisitas harga, elastisitas
pendapatan dan elastisitas silang. Perlu diperhatikan bahwa konsep elastisitas permintaan ini
menggunakan asumsi ceteris paribus. Artinya bila kita berbicara mengenai elastisitas harga,
maka factor-faktor lain diluar harga dianggap tidak berubah.
Elastisitas Harga
Sesuai dengan konsep elastisitas permintaan, maka elastisitas harga dapat kita
definisikan sebagai persentase perubahan jumlah barang X yang diminta (Qx) sebagai akibat
perubahan satu persen harga barang itu sendiri (Px), dengan asumsi factor lain diluar harga
tidak berubah. Paling tidak ada dua alasan mengapa konsep elastisitas harga ini penting,
yaitu memungkinkan perusahaan (bahkan pemerintah) dapat memprediksikan bagaimana
dampak kenaikan harga terhadap penjualan, dan membimbing perusahaan untuk
menetapkan harga agar memeroleh laba maksimal. Bila diketahui elastisitas harga suatu
barang adalah -2, berarti dengan asumsi factor lain di luar harga tidak berubah, setiap
kenaikan harga 1% akan mengakibatkan penurunan jumlah yang diminta sebesar 2%, atau
sebaliknya penurunan harga 1% akan mengakibatkan kenaikan jumlah yang diminta 2%.
Karena antara harga (Px) dan jumlah yang diminta (Qx) mempunyai hubungan yang terbalik
(hukum permintaan), maka koefisien elastisitas harga (EX) bertanda negatif. Elastisitas harga
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Kembali ke contoh di atas, maka elastisitas harga busur antara Px1 = Rp 10 Juta dan Px2 =
Rp 16 juta adalah :
EX = - 1,08 menginformasikan bahwa bila dealer menurunkan harga 10% akan mendorong
peningkatan penjualan mobil sebesar 10,8 %, dan sebaliknya bila menaikan harga 10% akan
menurunkan penjualan mobil sebesar 10,8 %.
Dari uraian di muka, jelas bahwa masing-masing barang memiliki elastisitas harga
yang berbeda-beda, artinya ada barang yang permintaannya sangat sensitif terhadap
perubahan harga (sangat elastis) tetapi ada juga yang kurang sensitif (inelastic). Salah satu
factor yang mempengaruhi elastisitas harga adalah ketersediaan barang subtitusi. Untuk
barang tertentu yang banyak subtitusinya cenderung mempunyai elastisitas harga yang lebih
tinggi dibandingkan dengan barang yang relatif lebih sedikit subtitusinya. Karena apabila
harga barang yang banyak subtitusinya tersebut sedikit saja mengalami kenaikan, maka
konsumen akan segera beralih dengan leluasa kepada barang subtitusinya. Berdasarkan
alasan di atas kita dapat menduga bahwa elastisitas harga untuk gula putih akan lebih elastis
dibandingkan dengan garam, karena gula putih relatif lebih banyak subtitusinya (madu, gula
merah dan sacharin). Kemudian barang yang harganya murah dan pengeluaran untuk barang
tersebut merupakan bagian kecil saja dari seluruh pengeluaran konsumen, maka barang
tersebut cenderung memiliki elastisitas harga yang lebih rendah dibandingkan dengan barang
yang harganya mahal dan mengambil porsi pengeluaran konsumen yang besar. Seorang
perokok yang biasa merokok satu bungkus setiap harinya tidak akan terpengaruh oleh
kenaikan harga rokok yang hanya Rp. 200 / bungkus, tetapi ia akan berpikir dua kali apabila
harga stick golf yang biaya dibelinya mengalami kenaikan.
Selanjutnya, factor lain adalah reaksi konsumen dalam mengantisipasi kenaikan harga
suatu barang. Dalam jangka pendek (short-run) konsumen cenderung kurang responsif bila
dibandingkan dengan periode jangka panjang (long-run). Dalam jangka pendek konsumen
cederung tidak segera beralih kepada barang substitusi seandainya barang yang biasanya
dibeli mengalami kenaikan harga. Karena konsumen masih mempertimbangkan dan perlu
penyesuaian terutama dalam hal selera dan pendapatannya apabila ia harus beralih
mengkonsumsi barang subtitusi tersebut. Sebaliknya dalam jangka panjang, tentunya
konsumen akan sudah terbiasa dan dengan pasti memilih barang subtitusi yang akan
dikonsumsinya. Oleh karena itu, bila sebuah perusahaan menaikan harga jualnya, secara
tidak langsung tindakan tersebut merupakan sinyal penting bagi pesaingnya untuk segera
mengembangkan produk alternative/subtitusinya. Dengan demikian elastisitas harga akan
cenderung lebih elastis dalam jangka panjang dibandingkan dengan dalam periode yang lebih
pendek. Sebagai ilustrasi, perhatikan gambar berikut. Dalam jangka pendek, elastisitas harga
adalah:
ΔQx = 1/13 = 7.7%, dan ΔPx = 3/7 = 42,9%, sehingga Ex = - 0.18.
Sementara dalam jangka panjang menjadi:
ΔQx = 8/13 = 61.5%, dan ΔPx = 3/7 = 42,9%, sehingga Ex = - 0.70
Dalam praktik bisnis sehari-hari kita sering jumpai bahwa pengusaha dihadapkan pada
masalah apakah harus menaikan atau menurunkan harga jual, mengingat keputusan itu erat
kaitannya dengan hasil penjualan (Total Revenue = TR) yang akan diperolehnya. Salah satu
kegunaan konsep elastisitas harga adalah untuk membantu manajemen dalam pengambilan
keputusan khususnya yang berkaitan dengan apakah perusahaan harus menaikan atau
menurunkan harga jual, apabila ia merencanakan untuk meningkatkan hasil penjualannya.
Dengan kata lain elastisitas harga merupakan salah satu alat untuk menganalisis bagaimana
dampak perubahan harga terhadap hasil penjualan yang akan diterima perusahaan. Dampak
perubahan harga terhadap hasil penjualan dapat dijelaskan melalui argumentasi bentuk
hubungan antara elastisitas harga (EX) , MR dan TR berikut:
Dari persamaan terakhir jelas bahwa kurva permintaan adalah juga kurva AR, dan kurva kurva
MR terletak di bawah kurva permintaan dengan kemiringan dua kali lipat lebih curam. Dengan
kata lain kurva MR terletak pada titik tengah antara sumbu PX dan kurva MR, dan kurva
permintaan dengan kurva MR berawal dari satu titik yang sama. Secara ilmu ukur kita dapat
menghitung elastisitas harga (elastisitas titik) pada kurva permintaan linier AG. Pada titik B
elastisitas harganya adalah BG/AB atau elastis (EX > -1), begitu juga pada titik C adalah
CB/AC yang juga elastis. Pada titik D karena berada ditengah-tengah kurva permintaan AG,
maka elastisitas harganya adalah DG/AD atau unitary elastis (EX = 1). Pada titik E elastisitas
harganya adalah EG/AE atau inelastic (EX < -1), begitu juga pada titik F adalah FG/AF juga
inelastic. Pada titik A adalah GA/0 atau elastis Ex = 0. Dengan demikian kita simpulkan
elastisitas harga antara titik A dan D adalah elastis, antara titik D dan E inelastic, dan pada
titik D adalah unitary elastis.
Dari gambar di atas kita melihat bahwa apabila perusahaan beroperasi di daerah
permintaan yang elastis (Ex > -1), maka menaikan harga jual akan menyebabkan
berkurangnya jumlah yang diminta, menurunnya MR dan pada akhirnya menurunkan TR.
Tetapi sebaliknya bila ia menurunkan harga justeru akan meningkatkan TR. Bila perusahaan
beroperasi pada permintaan yang inelastic (Ex > - 1), menaikan harga jual walaupun akan
menurunkan jumlah yang diminta tetapi akan menaikan TR. Sebaliknya bila ia menurunkan
harga jual, MR menjadi semakin negatif dan akhirnya TR yang diterima menjadi turun. Pada
daerah permintaan yang unitary elastis, atau MR = nol, maka perubahan harga tidak akan
mempengaruhi TR yang diterima.
Elastisitas Pendapatan
Prinsip, perhitungan (elastisitas titik dan busur), dan asumsi yang digunakan (factor
lain di luar pendapatan dianggap tetap) dalam elastisitas harga, juga berlaku dalam konsep
elastisitas pendapatan. Perbedaannya terletak pada kemungkinan tanda koefisien elastisitas
pendapatan itu sendiri, yang dapat positif (barang normal) atau negatif (barang inferior).
Barang normal pun dapat digolongkan sebagai barang kebutuhan pokok (Normal necessities)
yaitu bila memiliki elastisitas pendapatan antara 0 – 1, dan barang mewah (Luxury goods &
services) bila memiliki elastisitas pendapatan.
> 1. Secara umum elestisitas pendapatan dapat didefinisikan sebagai persentase perubahan
permintaan suatu barang (Qx) sebagai akibat perubahan pendapatan konsumen (I) sebesar
satu persen. Elatisitas pendapatan dirumuskan sebagai berikut (elastisitas titik):
Sebagai contoh kembali kita menggunakan fungsi permintaan perusahaan mobil di atas, pada
tingkat pendapatan konsumen sebesar Rp 5 juta, maka elastisitas pendapatannya adalah:
Nilai koefisien elastisitas pendapatan tersebut menginformasikan kepada dealer mobil bahwa
dengan asumsi factor lain di luar pendapatan tidak berubah, maka setiap kenaikan 10 persen
pendapatan konsumen akan meningkatkan permintaan mobil X sebesar 4%. Sebaliknya bila
pendapatan masyarakat turun 10 persen akan mengakibatkan turunnya permintaan mobil
sebesar 4%. Karena elatisitas pendapatannya positif, maka barang tersebut tergolong barang
normal, dan karena inelastis, maka mobil merek X tersebut direspon oleh konsumen sebagai
barang kebutuhan pokok. Seperti halnya elastisitas harga, elastistas pendapatan pun dapat
dihitung dengan pendekatan elatisitas busur, yaitu menghitung elastisitas pendapatan antara
dua tingkat pendapatan.
Salah satu kegunaan elastisitas pendapatan bagi perusahaan adalah untuk
mengestimasi dan meramalkan volume penjualan seandainya terjadi perubahan kondisi
ekonomi di masa datang. Suatu barang yang permintaannya kurang dipengaruhi oleh
perubahan pendapatan masyarakat (inelastic) akan tidak terlalu dipengaruhi oleh gejolak
perekonomian, baik pada saat boom maupun resesi. Artinya pada saat perekonomian
mengalami kelesuan maka penurunan volume penjualan tidak akan terlalu drastic, begitu juga
sebaliknya pada saat perekonomian tumbuh pesat, kenaikan volume penjualan juga tidak
akan meningkat secara besar-besaran. Produsen komoditas kebutuhan pokok akan relatif
lebih stabil aktivitas usahanya dibandingkan dengan produsen barang sekunder. Dilain pihak
permintaan untuk barang-barang mewah yang cenderung mempunyai elastisitas pendapatan
tinggi (elastis), aktivitas usahanya akan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi perekonomian.
Pada saat perekonomian mengalami kelesuan, permintaan akan barang tersebut turun secara
drastic, dan sebaliknya ketika perekonomian membaik kembali maka permintaan atau volume
penjualan perusahaan barang tersebut akan naik dengan pesat. Dalam kasus Indonesia
ketika mengalami resesi pada tahun 1990-an, ternyata sector informal memiliki daya tahan
yang lebih kuat dibandingkan dengan perusahaan menengah dan besar. Hal ini dapat
dipahami karena sector informal umumnya menjual barang-barang yang memiliki elastisitas
pendapatan positif inelastis dan bahkan inferior.
Elastisitas Silang
Elastisitas harga dapat didefinisikan sebagai persentase perubahan permintaan suatu
barang (Qx) sebagai akibat perubahan harga barang lainnya (Pz) sebesar satu persen. Bila
tanda koefisien elastisitas silang positif, berarti hubungan antara kedua barang tersebut
adalah subtitusi, dengan kata lain kenaikan harga barang lain tersebut mengakibatkan
kenaikan permintaan barang yang satunya lagi, dan begitu pula sebaliknya. Sebaliknya bila
tanda koefisien elastisitas silang negatif berarti hubungan antara kedua jenis barang tersebut
adalah saling melengkapi (komplementer), dengan kata lain kenaikan harga lain tersebut akan
meningkatkan permintaan barang yang satunya lagi. Koefisien elastisitas silang dirumuskan
sebagai berikut:
Kembali ke contoh di atas, maka pada harga barang lain Pz = Rp 12 juta, maka:
Ada suatu hubungan penting antara elastisitas permintaan terhadap harga dengan
penerimaan total dan penerimaan marjinal dari suatu perusahaan. Penerimaan total (TR)
adalah sama dengan harga (P) atau harga dikalikan dengan kuantitas (Q) , sementara
penerimaan marjinal (MR) merupakan perubahan dari TR per unit perubahan dari penjualan
atau output (kuantititas yang diminta). Yaitu
TR = P . Q
MR =
Dengan penurunan dalam harga penerimaan total meningkat jika permintaannya elastis(
jika ꟾEpꟾ > 1) TR tidak berubah jika permintaannya elastis uniter dan TR menurun jika
permintaannya inelastis. Alasannya adalah karena jika permintaannya elastis
,penurunan harga akan mengakibatkan peningkatan kuantitas yang diminta secara
proporsional lebih besar,sehingga penerimaan total juga meningkat. Jika permintaannya
elastis uniter maka penurunan harga akan mengakibatkan peningkatan kuantititas yang
diminta dalam jumlah yang sama secara proporsional,sehingga penerimaan total tetap tidak
berubah. Akhirnya jika permintaan yang dihadapi tidak elastis tidak elastis atau inelastis, maka
penurunan harga akan mengakibatkan peningkatan kuantitas yangdiminta dalam jumlah yang
secara proporsional lebih kecil,sehingga penerimaan total dari perusahaan akan menurun.
Table 3-2
Hubungan antara permintaan harga dengan penerimaan total dan pendapatan marginal dari
suatu perusahaan diberikan pada table 3-2 dan secara grafik ditunjukkan pada figur 3-5.
Pendapatan marginal dikatakan sebagai perubahan dalam penerimaan total untuk setiap
perubahan per unit output atau penjualan, maka nilai MR yang diberikan dalam Tabel 3-1
diplot di antara berbagai nilaioutput di panel bawah dalam figure 3-5, kurva MR dimulai dari
titik yang sama dengan Dx pada sumbu vertical dan pada setiap titik memotong di tengah-
tengah jarak Dx dengan sumbu harga.
Terdapat hubungan yang berguna dan sering dipakai di antara pendapatan marginal, harga,
dan elastisitas permintaan terhadap harga diberikan oleh (2-12)
Contohnya table 3-2 bahwa pada saat $4,Ep=-2. Dengan mensubstitusikan nilai ini ke
rumus 3-12
Nilai MR=$2 pada saat =$4 terbukti dengan melihat panel bawah pada figure 3-5, pada saat
P=$3,EP=-1
Pada P =$2,Ep=-1/2
Figure 3-5
Figure 3-6
Pada figure 3-6, jika perusahaan menjual 3X, TR-nya = $12. Jika perusahaan menjual 4X,
TR=$16, sehingga, MR = P = $4, dan kurva permintaan serta kurva pendapatan marginal
yang dihadapi oleh perusahaan saling berhimpit. Pada sisi yang lain, jika perusahaan
menghadapi kurva permintaan vertical(jadi, jumlah komoditas yang diminta adalah tetap tanpa
memedulikan harganya) Ep = 0 sepanjang kurva permintaan. Ini sangat jarang terjadi dalam
dunia nyata.
Elastisitas permintaan terhadap harga pada suatu komoditas sangat bergantung dari
ketersediaan substitusi untuk komoditas tersebut juga terhadap jangka waktu yang diperlukan
kuantitas komoditas yang diminta untuk memberikan responnya terhadap perubahan harga.
Ukuran elastisitas permintaan terhadap harga makin besar jika makin dekat atau makin
banyak jumlah komoditas yang mampu mensubstitusikannya.