USULAN PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pangan
Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Oleh :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
JATINANGOR
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
saran, masukan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
1. Indira Lanti Kayaputri, S.Pt. M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing atas
waktu, ilmu, bimbingan, dan arahan dalam penyelesaian usulan penelitian ini.
ii
5. Drs. Zaida, M.Si., selaku dosen wali yang telah memberikan arahan selama
menjalankan perkuliahan
6. Bunda dan Ayah, serta seluruh keluarga besar atas semua doa, kasih sayang,
7. Algi, Amel, Bella, Erlin, Dwi, Diah, Febrina dan teman-teman angkatan 2016
penelitian ini.
penelitian ini. Semoga usulan penelitian ini bermanfaat tidak hanya bagi penulis,
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................ix
I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
2.2 Ekstraksi...........................................................................................................22
iv
2.2.2 Faktor Mempengaruhi Metode Maserasi......................................................24
2.4 Antibakteri.......................................................................................................30
3.2 Hipotesis...........................................................................................................37
v
4.4.3 Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Sumuran................45
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................48
vi
DAFTAR TABEL
1. Bee Pollen.........................................................................................................6
ix
ix
I. PENDAHULUAN
dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Bakteri patogen yang dapat
dan Salmonella sp. Menurut Dinkes Depok yang menguji total 34 sampel jenis
pangan yang kemudian didapati mengandung bakteri E.coli. Pangan yang diuji
Dinkes Depok di antaranya es kacang hijau, es buah, susu kedelai, dan sebagainya
(Lova, 2018). Alhasil, terdapat 156 siswa yang sakit dengan gejala diare, demam,
dan muntah secara bergantian karena penyebab bakteri E.coli (Lova, 2018). Sama
sebagai salah satu negara dengan kejadian endemic salmonellosis tertinggi di Asia
setelah China dan India, dan diikuti Pakistan dan Vietnam. Di Indonesia,
karkas ayam segar terdeteksi positif tercemar Salmonella sp. (Primajati, 2011).
Selain itu terdapat furunkel, selulitis, dan infeksi gastroenteritis yang diakibatkan
antibakteri dari bahan alami. Indonesia dipercaya negara yang kaya akan sumber
1
daya alamnya baik flora maupun fauna. Pemanfaatan flora dan fauna kini sudah
mulai berkembang, salah satunya adalah pemanfaatan lebah. Lebah lebih dikenal
1
2
sebagai hewan penghasil madu, royal jelly dan bee pollen (Krell, 1996 dalam
sekitar 4000 ton setiap tahunnya (Kuntadi, 2008). Madu dan produk turunannya,
Bee pollen adalah bahan seperti bubuk yang diproduksi oleh serbuk sari
tanaman berbunga, dicampuri dengan nektar dan sekresi lebah yang dikumpulkan
oleh lebah madu. Di dalam pollen ini mengandung konsetrasi fitokimia dan nutrisi
yang kaya akan senyawa metabolit sekunder. Suku Mesir pada zaman dahulu
Namun belum ada penelitian mendalam secara kimia tentang kandungan kimia
bee pollen (Syafrizal, N. Hariani, Budiman, 2013). Hingga saat ini, bee pollen
hanya dikembangkan sebagai produk obat-obatan dan produk herbal saja, padahal
di dalam kandungan ekstrak bee pollen dapat berperan sebagai pengawet pangan,
bahwa ekstrak etanol bee pollen memiliki aktivitas antibakteri yang kuat dalam
gram positif Staphylococcus aureus dan pada bakteri gram negatif Escherichia
coli (Venskutonis, 2007). Perlakuan pengujian terhadap ekstrak bee pollen juga
sangat penting karena dapat diketahui mana perlakuan yang paling efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri patogen produk pangan. Saat ini, belum banyak
3
terhadap efektivitas antibakteri ekstrak bee pollen. Menurut Ratri (2011) lama
maserasi, diharapkan semakin banyak ekstrak yang tersari kedalam cairan penyari
terjadinya kesetimbangan.
ekstrak bee pollen untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada produk
pangan.
masalah sebagai berikut: “Berapakah lama waktu maserasi yang paling efektif
terhadap ekstrak bee pollen yang dapat menghambat aktivitas bakteri Salmonella
lama waktu maserasi terhadap ekstrak bee pollen untuk penghambatan aktivitas
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil dari lama waktu
maserasi ekstrak bee pollen yang paling efektif dalam menghambat aktivitas
masyarakat bahwa bee pollen bukan hanya dijadikan sebagai produk obat dan
produk herbal saja tetapi juga dapat berperan sebagai pengawet pangan, serta
Bee pollen adalah bahan seperti bubuk yang diproduksi oleh serbuk sari
tanaman berbunga, dicampuri dengan nektar dan sekresi lebah yang dikumpulkan
oleh lebah madu. Pollen atau serbuk sari adalah sel reproduksi jantan yang
terdapat pada bunga, serta sebagai sumber makanan untuk lebah. Di dalam pollen
ini mengandung konsetrasi fitokimia dan nutrisi yang kaya akan senyawa
sebagai “a life giving dust.” Pollen disebut sebagai satu-satunya makanan yang
lengkap sempurna dan komponen biologis utama dari bee pollen adalah turunan
Bee pollen terjadi pada bagian organ reproduksi jantan dari tanaman dalam
bentuk 2.5-250 µm butiran. Butiran ini ditutupi oleh dinding sel berlapis ganda.
Dinding sel internal disebut intine, sedangkan dinding sel eksternal disebut exine.
fisikokimia. Selain itu, pada permukaannya ada banyak pori-pori dan alur
berfungsi sebagai lapisan balsam untuk melekatkan pollen pada kaki lebah (Costo,
5
6
Warna dari pollen dari kuning cerah sampai hitam. Keranjang pollen yang
dibawa ke sarang, biasanya terdiri atas serbuk sari dari satu tanaman. Namun,
jagung, dan lupin, sedangkan dari tanaman melliferous (tanaman yang bisa
mengeluarkan zat, dikumpulkan oleh lebah, dan diubah menjadi madu) lebah
rumput, karena dapat ikut terbawa spora jamur (W´ojcicki, 1987 dalam Vassev et
al., 2015)
Jenis polen lebah ditentukan oleh jenis bunga yang menjadi sumber serbuk
sari, karena setiap bunga dapat menghasilkan warna, rasa dan aroma yang
6
berbeda. Polen lebah tersusun dari berjuta mikrospora yang diproduksi di benang
Berdasarkan asal serbuk sari bunga, polen lebah dibedakakan atas dua
jenis, yaitu polen lebah anemophile dan enthomopile. Anemophile adalah serbuk
sari yang memerlukan angin untuk penyerbukan, umumnya pada tumbuhan jenis
untuk penyerbukan. Jenis polen lebah enthomopile lebih berat bobotnya karena
ditambahkan madu serta zat lain yang dihasilkan lebah kemudian dibentuk
Polen lebah merupakan salah satu makanan alami terkaya dan paling
murni yang pernah ditemukan. Nilai gizi dan kemampuan terapi kumpulan serbuk
sari ini telah dikenal selama berabad-abad. (Mulu et al., 2004). Polen lebah
1. Nutrien
Nutrien bee pollen dapat dilihat pada Tabel 2.1 terkandung dalam polen
Asam amino dalam polen lebah terdiri dari 18 asam amino, baik esensial
maupun non-esensial dengan prolin dan lisin sebagai asam amino utama.
aspartat. Adapun komposisi nutrien yang ada dalam bee pollen, dimuat
pada Tabel 1
8
2. Senyawa Fitokimia
2. Enzim
Jenis Fungsi
Diastase, amilase Mengubah amilum menjadi karbohidrat yang lebih
sedrhana (dekstrin, oligo-, di-, dan monosakarida)
Invertase, sukrose Mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
Glukosa oksidase Mengubah glukosa menjadi glukolakton yang dapat
diubah menjadi asam glutamat dan hidrogen peroksida
Katalase Menguraikan hidrogen peroksida menjadi air dan
oksigen
Asam fosfatase Menghilangkan fosfat dari fosfat-fosfat organik
Protease Mengubah protein dari polipeptida menjadi senyawa
penyusunnya yang lebih sederhana
Tabel 2. Jenis Enzim yang Terkandung dalam Bee Pollen (Kartika, 2013)
dan glukosa merupakan salah satu senyawa yang turut bertanggung jawab
3. Asam-asam Organik
aktivitas antibakteri bee polen. Asam organik utama dalam polen lebah
adalah asam glukonat. Asam-asam organik lainnya antara lain adalah asam
butirat, asam asetat, asam formiat, asam laktat, asam suksinat, asam malat,
terhadap bakteri, baik bakteri Gram positif atau Gram negatif (Mulu et al., 2004).
dinding sel dari bakteri, dengan terganggunya dinding sel akan menyebabkan lisis
pada sel. Senyawa flavonoid berperan dalam perusakan fosfolipid pada membran
sitoplasma bakteri, ion H+ dari flavonoid akan menyerang gugus polar (gugus
fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat
dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan
bentuk membran sitoplasma, akibatnya membran sitoplasma akan bocor dan zat-
11
zat untuk metabolisme sel bakteri akan terbuang keluar hingga bakteri akan mati.
Menurut penelitian (Rebiai & Lanez, 2015), ekstrak metanol bee pollen
bertanggung jawab atas aktivitas antioksidan yang nyata. Efek antioksidan dari
bee pollen mungkin disebabkan oleh aktivitas enzim antioksidan serta kandungan
struktur kimianya dan dapat ditentukan dengan aksi molekul sebagai agen
(Rebiai & Lanez, 2015). Menurut (Giese, 1996) Antioksidan dapat berfungsi
sebagai:
Radikal bebas antioksidan ini stabil daripada radikal bebas lemak karena
Oleh karena itu, adanya antioksidan alam maupun sintetik dalam bahan
perubahan dan degradasi komponen organik dalam bahan pangan, sehingga dapat
12
memperpanjang waktu simpan (Sukardi, 2001). Selain itu, juga terdapat faktor-
(Molan, 1999):
dengan aktivitas air (Aw) yang rendah. Hal itu berarti polen lebah
2. pH
untuk menghasilkan polen lebah dari nektar. Enzim ini merubah glukosa
menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida. Oleh karena itu, aktivitas
4. Komponen Antibakteri
diantaranya adanya ion logam, asam askorbat, dan katalase dari nektar yang dapat
merusak hidrogen peroksida, serta adanya cahaya dan pemanasan yang dapat
2.2 Ekstraksi
masing-masing bahan. Hal ini dipengaruhi oleh tekstur, kandungan bahan, sifat
pelarut yang akan digunakan, sifat komponen yang akan diekstrak, dan
penggunaan ulang pelarut (Houghton dan Raman, 1998). Pelarut yang umum
dipakai adalah air dan pelarut organik seperti kloroform, eter dan alkohol. Pelarut
material lainya. Ekstraksi mengikuti prinsip “like dissolves like” yang berarti
bahwa senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar dan sebaliknya
(Harborne, 1996 dalam Armanzah & Tri, 2016). Ekstraksi yang digunakan untuk
2006 dalam Koirewoa et al., 2012) Teknik maserasi merupakan usaha paling
sederhana dalam mendapatkan ekstrak yang optimal. Dalam proses maserasi ini
cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif tersebut akan larut, karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Agar cairan
penyari dapat menembus sel perlu ada putaran. (Direktorat Jendral Pengawasan
flavonoid karena golongan senyawa flavonoid tidak tahan panas dan mudah
teroksidasi pada suhu yang tinggi. Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan
untuk bersentuhan makin besar sehingga hasilnya juga bertambah sampai titik
jenuh larutan. Kontak antara sampel dan pelarut dapat ditingkatkan apabila
dibantu dengan pengocokan agar kontak antara sampel dan pelarut semakin sering
terjadi, sehingga proses ekstraksi lebih sempurna (Koirewoa et al., 2012). Pelarut
yang biasa digunakan dalam metode maserasi adalah pelarut etanol. Etanol
digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi karena memiliki toksisitas yang
rendah, biaya murah, dan ramah lingkungan (Rostagno et al., 2009). Penggunaan
6
etanol lebih direkomendasi sebagai pelarut jika dilihat dari sisi toksisitas dan
ekonominya.
15
luar sel. Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses
Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986 dalam Ratri, 2011) Pada alat maserasi
orbital shaker pengadukan memiliki satuan rpm (kecepatan putar). Selain itu,
unsur lain yang berperan dalam proses maserasi ini adalah waktu. Diharapkan
semakin lama sejumlah simplisia dimaserasi maka ekstrak yang didapat semakin
banyak. (Ratri, 2011). Namun demikian waktu tetap perlu dibatasi, karena
pelarut ekstraksi pada suhu kamar (Nurhasnawati & Handayani, 2017). Selain itu,
etanol memiliki toksisitas yang lebih rendah daripada metanol karena etanol
memiliki dosis toksik minimum yang lebih tinggi daripada metanol (etanol 700
pada suhu yang tinggi. Proses maserasi sangat menguntungkan dalam isolasi
senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan, dengan
perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel
akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit
sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut yang
tersebar luas dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya dengan ukuran tubuh
bervariasi rata-rata 1-5µm. Bentuk dasar dari sel bakteri beraneka ragam, yaitu
kokus (bulat), basil (batang), dan spirila (spiral) (Aryulina, et al., 2006). Beberapa
bentuk dan pengelompokkan sel, susunan dinding sel, pembentukan kapsul dan
yaitu
17
2007). Beberapa contoh bakteri patogen pada manusia adalah genus Salmonella
Salah satu agen penyebab infeksi bakterial adalah bakteri Escherichia coli
(E. coli) Bakteri ini merupakan bakteri yang berada di dalam saluran pencernaan
bagian bawah dan dapat berubah menjadi patogen jika perkembangannya di dalam
tubuh melebihi batas normal. Bakteri ini dapat menyebar melalui kontaminasi
debu atau melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi feses (Darsana,
2012).
negatif yang memiliki peptidoglikan tipis yakni 5-10% (Pelczar dan Chan, 2005).
Bakteri ini tumbuh pada suhu 10-40oC dengan suhu optimum 37oC memiliki pH
terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi (Supardi dan
anaerobik fakultatif, yang artinya bakteri ini termasuk ke dalam bakteri anaerobik
fakultatif, yang artinya bakteri ini dapat hidup dalam keadaan aerobik maupun
anaerobik serta merupakan bakteri gram negatif. Berikut adalah gambar bakteri
Membran luar bakteri Gram negatif ini terdiri atas tiga lapis, yaitu
dari protein. Porin merupakan saluran yang dapat dilalui beberapa molekul
(Lamothe et al., 2009). Membran luar ini berfungsi sebagai penghalang terhadap
antibiotik, enzim pencernaan, dan kondisi kekeringan, namun tidak bisa menjadi
kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak
membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 0
C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 oC). Koloni
pada
19
i
perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar,
halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan
S.aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan
saluran pernafasan dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini
onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan
tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat
2.3.3 Salmonella sp
batang Gram negatif bersifat motil, tidak berspora dengan panjang 1,0 sampai
3,0µm dan lebar 0,8 sampai 1,0µm. Jika dilakukan pewarnaan gram maka pada
menghasilkan H2S. Bakteri ini patogen terhadap manusia atau binatang bila
makanan siap saji mau pun makanan yang belum diolah adalah bakteri
Salmonella spp adah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit zoonosis yaitu
dapat menyerang dan menular pada hewan maupun manusia tetapi tidak pada
berkembang yang mempunyai tingkat sanitasi yang rendah, salah satunya adalah
2.4 Antibakteri
kimia sintetik) dan antibakteri yang berasal dari bahan alami. Berdasarkan sifat
Dinding sel yang terdiri dari lapisan peptidoglikan, apabila terjadi cedera atau
mengalami kerusakan bentuk. Contoh agen yang bekerja dengan cara inhibisi
berbagai metabolit ke dalam dan keluar sel. Adanya gangguan atau kerusakan
oleh agen tertentu dibandingkan membran sel pada hewan. Apabila terjadi
dapat keluar dari sel dan menyebabkan kerusakan atau kematian sel.
Setiap komposisi kimia ribosom bakteri hanya terdiri dari 70S ribosom,
sintesa protein pada ribosom bakteri tanpa berefek besar pada ribosom
4. Toksisitas Selektif
et al., 2007).
1. Metode Difusi
antibakteri adalah metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer) dan metode cup
22
antimikroba. Piringan
23
yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media Agar yag telah ditanami
mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih
antimikroba pada permukaan media Agar. Metode cup plate serupa dengan
metode disc diffusion, dimana dibuat sumuran pada media Agar yang telah
2. Metode Dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan
dilusi padat (solid dilution). Pada dilusi cair, metode ini mengukur MIC
agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji.
Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
sebagai KHM tersebut selanjutnya dikulturkan ulang pada media cair tanpa
penambahan mikroba uji atau gen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam.
Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai MBC.
Pada metode dilusi padat serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat. Keuntungan dari metode ini adalah satu konsesntrasi agen
antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.
III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS
makanan karena adanya enterotoksin yang dihasilkan oleh S. aureus yang terdapat
pada makanan yang tercemar. Gejala yang muncul akibat keracunan makanan ini
yaitu sakit kepala, mual, muntah, disertai diare yang muncul setelah empat sampai
Selain itu, hasil penelitian Sirait (2009) pada susu kedelai yang dipasarkan
di kota Medan, didapatkan bahwa susu kedelai yang diproduksi pada usaha kecil
dan dipasarkan di kota Medan terbukti dari 10 sampel susu kedelai yang diuji
juga dapat menimbulkan penyakit pada tubuh manusia atau biasa yang disebut
nyeri abdomen dan demam yang timbul secara akut (Mishra, 2012). Diketahui
dijadikan sebagai antimikroba. Sebagai contoh zat kimia yang terkandung dalam
24
25
terpenoid, saponin, dan polifenol. Salah satu bahan alami tersebut adalah bee
pollen, senyawa fitokimia dalam polen lebah meliputi senyawa turunan flavonoid,
bahwa senyawa fitokimia tersebut mendukung aktivitas bee pollen, baik sebagai
al., 2013). Senyawa turunan flavonoid dalam polen lebah diantaranya adalah
(Miraglio, 2002).
Untuk itu dibutuhkan metode yang tepat agar ekstrak bee pollen tersebut
maserasi sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain
murah dan mudah dilakukan, dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi
pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam
dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan
terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat
diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi
senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Pelarut ekstrak etanol diketahui dapat
(Markham, 1998).
26
sesuai dengan penelitian Muli dan Maingi (2007) bahwa etanol 70% merupakan
pelarut yang dapat melarutkan bahan aktif propolis paling aktif dibandingkan
dengan konsentrasi etanol lainnya (30, 50 dan 90%). Penggunaan etanol 70%
maupun yang larut dalam air secara bersamaan. Sehingga flavonoid akan terlarut
lebih banyak etanol 70% dibandingkan dengan konsentrasi etanol lainnya (Kim et
al . 2007: Muli dan Maingi 2007). Menurut Park dan Ikegaki (1998) penggunaan
terbesar. Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Dian, 2014) dalam penelitiannya
zat aktif yang di dalam ekstrak. Hal ini dapat dilihat dari nilai total flavonoid yang
diperoleh sebesar 5,01% dengan pelarut etanol 70%, 3,14% dengan pelarut etanol
96%, dan 1,04 dengan pelarut air. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa-senyawa
flavonoid yang terkandung dalam propolis memiliki kelarutan yang lebih tinggi
Tetapi saat ini belum ada penelitian tentang pengaruh lama waktu maserasi
terhadap efektivitas antibakteri ekstrak bee pollen. Menurut Ratri (2011) lama
maserasi, diharapkan semakin banyak ekstrak yang tersari kedalam cairan penyari
Penelitian Syafrizal (2016) hasil maserasi ekstrak bee pollen pada maserasi
tinggi terhadap larva udang yang ditunjukkan dengan nilai LC50 paling kecil
yaitu 249,60 ppm. Nilai ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 249,60 ppm
fraksi etanol mampu membunuh larva udang sampai 50% populasi. Semakin kecil
nilai LC50 (Lethal Concentration 50%) dari suatu sampel maka semakin tinggi
toksisitasnya. Tingginya aktivitas toksisitas dari fraksi etanol terhadap larva udang
dibandingkan dengan ekstrak kasar dan fraksi etil asetat diperkirakan adanya
kandungan senyawa alkaloid yang cukup tinggi, hal tersebut dikarenakan pada
fraksi etanol senyawa alkaloid lebih aktif yaitu dalam fase yang polar (Harborne,
1987).
spp menggunakan waktu maserasi selama 24 jam dengan pelarut etanol 70%
18,41%. Serta, hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak propolis terhadap bakteri E.
coli menunjukkan ekstrak propolis 100% aktif sebagai antibakteri ditandai dengan
adanya zona hambat di sekitar sumur, dengan diameter daya hambat sebesar 2,15
cm. Berbeda dengan penelitian (Hasan, 2013) penggunaan teknik maserasi selama
18 jam belum memberikan hasil yang memuaskan karena hanya memperoleh hasil
bahwa semakin lama waktu ekstraksi yang digunakan, waktu kontak antara
25
sampel dan pelarut semakin lama sehingga jumlah senyawa yang akan terekstraksi
semakin
28
banyak. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga tercapai kondisi kesetimbangan
pelarut. Waktu maserasi yang melewati waktu optimum akan merusak zat terlarut
yang ada didalam bahan dan berpotensi meningkatkan proses hilangnya senyawa-
senyawa pada larutan karena penguapan (Cikita et al., 2016). Penurunan kadar
dekomposisi atau oksidasi senyawa fenolik karena kontak yang relative lama
dengan faktor lingkungan seperti oksigen (Kristiani dan Halim, 2014). Oleh
karena itu, diharapkan dapat diperoleh pengaruh perbedaan lama waktu maserasi
terhadap efektivitas antibakteri ekstrak bee pollen. Target penelitian yaitu dengan
mengamati zona bening, semakin besar area zona bening maka semakin tinggi
3.2 Hipotesis
berikut: “Lama waktu maserasi ekstrak bee pollen tertentu paling efektif
Bahan baku yang digunakan pada percobaan adalah bee pollen dan serta
pelarut etanol 70% untuk ekstraksi. Bahan yang digunakan pada proses yaitu bee
pollen, aquades, spirtus, NaCl Fis 0,85%, media NB (Nutrient Broth), kertas
cakram, asam sulfat (H2SO4), larutan HCl pekat, besi (III) klorida (FeCl3) 1%,
etanol 95, Na2CO3 15%, Mg, AlCl3 2%, pereaksi Dragendroff, kultur murni
aureus, etanol 70%, natrium klorida (NaCl) 0,9%, media nutrient agar (NA) dan
29
25
lalu
30
vacuum filter, corong pisah, vortex, labu rotary, erlenmeyer, beaker glass, gelas
ukur, neraca analitik, spatula, kertas saring Whattman No. 4, alumunium foil,
clingwrap, inkubator, cawan petri, bunsen, pipet, bulb, mikropipet, tabung reaksi,
metode maserasi yang akan digunakan adalah pada waktu 0 jam, 6 jam, 18 jam,
tersebut pada waktu 0 jam, 12 jam, 18 jam dan 24 jam dilakukan dengan tiga kali
pengulangan, selanjutnya hasil percobaan dilakukan uji lanjut dengan Uji Duncan.
Adapun tata letak rancangan acak kelompok dengan 4 perlakuan dan 3 kali
Yij = μ + τ i + βj + εij
i = 1,2,3,4, ; j = 1,2,3,
Keterangan:
Y ..2
FK =
tr
t t
2
JKT = ∑ ∑ ( Ý ij−Ý ..)2 = ∑ Yij - FK
i, j
i=1 j=1
t 2
Y.j
JKK = t ∑ ( Y´ . j−Ý ..)2 = ∑ - FK
j=1 j t
t
Yi .2
JKP = r ∑ ( Ý i.−Ý ..)2 = ∑ - FK
i=1 i r
H0 : P1 = P2 = P3 = … = Pi = 0
Kaidah Keputusan :
Jika F0,05 < F hitung; maka terima H1 pada taraf nyata 5% (ada perbedaan
Jika F hitung < F0,05; maka terima H0 (tidak ada perbedaan pengaruh perlakuan
pengujian lanjutan berupa Uji Beda Jarak Nyata Duncan pada taraf 5% untuk
LSR = SSR × S x́
33
S x́ = KT galat
√ r
rata nilai percobaan dari yang terkecil hingga terbesar, kemudian menghitung
selisih nilai tengah perlakuan. Nilai rata-rata sampel tiap perlakuan dibandingkan
berdasarkan LSR, jika selisih LSR antar perlakuan lebih kecil dari selisih nilai
tengah maka perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata, sebaliknya jika
selisih LSR antar perlakuan lebih besar dari selisih nilai tengah maka perlakuan
analisis kualitatif dan kuantitatif komponen fitokimia pada ekstrak bee pollen
dengan memotong bee pollen menjadi bagian yang lebih kecil. Pembuatan ekstrak
bee pollen dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%
32
selama 0 jam, 12 jam, 18 jam dan 24 jam pada suhu ruang, kedap udara, dan
kedap
34
cahaya dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:5 (b/v). Diagram alir proses
Pengayakan 80 mesh
Etanol
Serbuk Bee Pollen
70%,
serbuk :
pelarut
1:5
(b/v) Maserasi, Maserasi, Maserasi, Maserasi,
T = 25oC, t = 0 T = 25oC, t = 12 T = 25oC, t = 18 T = 25oC, t = 24
jam jam jam jam
Filtrasi Ampas
persiapan kultur cair bakteri uji dan tahap uji antibakteri dengan menggunakan
difusi sumuran dan metode kontak. Tahapan persiapan kultur cair dilakukan untuk
menumbuhkan bakteri uji dalam media cair agar bisa dicampurkan dengan media
Kultur Murni
NaCl fis
Peluruhan
0,85%
Pengukuran absorbansi dengan
spektrofotometer (panjang gelombang Ampas
625 nm)
menggunakan metode difusi sumuran dilihat dari diameter zona bening yang
Pembuatan sumuran
A B
rendemen
rendemen.
1. Secara kualitatif
2. Secara kuantitatif
1. Secara kualitatif
2. Secara kuantitatif
2) Pengujian senyawa fenol campuran ekstrak kulit biji kakao dan kulit
39
40
Lamothe, R.G., et al. 2009. Plant Antimicrobial Agents and Their Effects on Plant
and Human Pathogens. Int J Mol Sci. 2009 Aug; 10(8): 3400–3419.
10.3390/ijms10083400 [cited 25 Maret 2019]
Lenny, S., Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida, 2006,
Universitas Sumatera Utara: Medan: p. 73-82.
Mahatmi, 2003. Penigkatan Kesadaran Nelayan Dengan Pendekatan Edukasi
Kesehatan Masyarakat di Pantai Bali Barat
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata, 15, Penerbit ITB, Bandung.
Miraglio, A. M. 2002. Honey Health and Therapeutic Qualities. National Honey
Board.http://www.biologiq.nl/UserFiles/Compendium%Honey%202002.p
df honey health. (Diakses pada tanggal 23 Maret 2019)
Muli, E.M., Maingi, .M., Macharia, J., 2008, Antimicrobial Properties of Propolis
and Honey from the Kenyan Stingless bee, Dactylurina Schimidti,
Apiacta, 43, 49-61.
Mulu, A., B. Tessema, and F. Derby, 2004. In vitro Assesment of The
Antimicrobial Potential of Honey on Common Human Pathogens. Ethiop.
J. Health Dev. 2004:18 (2).
Naufalin, R Laksmi, JBS Kusnandar, F Sudarwamto, M Herastuti, 2005. Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Bunga Kecombrang terhadap Bakteri Patogen dan
Perusak Pangan. Jurnal Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XVI No. 2
Nurhasnawati et al., 2017. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi
terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Bol
(Syzygium malaccense L. Akademi Farmasi: Samarinda
Nurilmala M, Ochiai Y. 2016. Molecular characterization of southern bluefin tuna
myoglobin (Thunnus maccoyii). Fish Physiology and Biochemistry. 42(5):
1407141Olson, et al., 2012, Poisoning & Drug Overdose, 6th Edition,
McGraw-Hill Companies, Inc., United States, pp. 204, 278
P.C. Molan, The limitations of the methods of identifying the floral source of
honeys, Bee World, 79 (1998) 59–68.
Pangchangam, S.C., 2015. Escheria coli. [article] Annamacharya Institute of
Technology & Science.
Parish, M. E. dan P. M. Davidson. 1993. Method for Evaluation. Dalam
Antimicrobials in Foods. P. M. Davidson dan A. L. Branen (Eds.) 2 nd
Edition. Marcel Dekker, New York.
Park, Y.K., Koo, M.H., Abreu, J.A.S., Ikegaki, M., Cury, J.A., dan Rosalen, P.L.,
1998, Antimicrobial Activity of Propolis on Oral Microorganism, Curr
Microbiol., 36: 24-8.
42
Yuliana, Renita. 2015. Daya Antimikrobia Sarang Lebah Madu Trigona spp
terhadap Mikrobia Patogen. UGM: Yogyakarta.
44