Anda di halaman 1dari 15

i

MAKALAH

SUNAT PADA WANITA

DI SUSUN OLEH :
DELLA OKTAFIA 1816010
DIENS NANDA ELA 1816011
DESI RATNASARI 1816012

AKADEMI KEBIDANAN PANCA BHAKTI


BANDAR LAMPUNG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah yang berjudul Sunat Pada Wanita ini bisa selesai tepat pada
waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan materi dan pengarahan dalam penulisan makalah ini serta teman-
teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah
ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Bandar Lampung, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Waktu Khitan........................................................................2
2.2 Dasar hukum Khitan......................................................................................4
2.3 Manfaat Khitan..............................................................................................6
2.4 Khitan Perempuan dalam sudut pandang Kesehatan.....................................7

BAB III PEMBAHASAN


Pembahasan Kasus..............................................................................................9

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan..................................................................................................10
4.2 Saran............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

iii
3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ajaran islam yang berkaitan dengan kebersihan dan pemeliharaan kesehatan
antara lain meliputi thaharah, khitan, penyelenggaraan jenazah, hygiene dalam
hidup berkelamin, kehamilan, pemeliharaan anak, pengaturan makan, memotong
kuku, membersihkan (merapikan) bulu di sekitar tubuh, merapikan kumis, dan
sebagainya.

Khitan, yang sering disebut dengan sunat merupakan amalan atau praktek yang
sudah sangat lama dikenal dalam masyarakat dan diakui oleh agama-agama di
dunia. Khitan tidak hanya diberlakukan terhadap anak laki-laki, tetapi juga
terhadap anak perempuan. Dalam berbagai kebudayaan, peristiwa khitan
seringkali dipandang sebagai peristiwa sacral, seperti halnya peristiwa
perkawinan. Fenomena kesakralan hanya terlihat pada khitan laki-laki, sedangkan
khitan perempuan jarang terlihat adanya masa sacral tersebut.

Khitan merupakan salah satu fitrah yang berkaiatan erat dengan masalah
kebersihan. Dalam islam sendiri, khitan sangat dianjurkan bagi laki-laki maupun
perempuan. Dalam makalah ini, akan dijelaskan babakan mengenai khitan
khususnya khitan perempuan sebagai berikut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari khitan?
2. Bagaimana dasar hukum mengenai khitan (laki-laki dan perempuan)?
3. Bagaimana pandangan para ulama megenai khitan perempuan?
4. Bagaimana posisi khitan perempuan dilihat dari sudut pandang kesehatan?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui sudut pandang wanita yang dikhitan dari segi agama dan ilmu
kesehatan

3
4

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian dan Waktu Khitan


Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
‫خمس من الفطرة االستحداد والختان وقص الشارب ونتف االبط وتقليم االظفار‬
“Ada lima hal merupakan fitrah (yang berhubungan dengan kebersihan badan)
yaitu mencukur bulu kemaluan, khitan, merapikan kumis, mencabut bulu ketiak,
dan memotong kuku”. (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Menurut bahasa, khitan berasal dari kata khatana,yang berarti “khitan bagi laki-
laki”, sedang bagi perempuan adalah khafd. Arti dari bahasa tersebut adalah
bagian kemaluan laki-laki atau perempuan yang dipotong. Khitan (bagi laki-laki)
merupakan bagian dari ajaran Islam yang bertujuan untuk menjaga kesucian dan
kesehatan (Hafidz, 2007).

Khitan bagi anak laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi kepala penis
hingga terbuka. Sementara bagi anak perempuan khitan dilakukan dengan cara
memotong bagian dari kulit yang ada di atas vagina (labia minora) atau kelentit
(clitoris) yang terdapat pada bagian atas farji, yaitu diatas pembuka liang vagina.
Bentuknya seperti biji dan menyerupai jengger ayam jantan (klitoris) (Khafidz,
2007)

Adapun mengenai waktu khitan, Ibnu Habib meriwayatkan dari Malik, bahwa
khitan itu dilaksanankan antara umur 7-10 tahun dan makruh dilakukan pada hari
kelahiran. Kemudian apabila seseorang telah dewasa, tetapi belum khitan juga,
kalau mungkin dia berkhitan sendiri, dan kalau tidak, maka kewajiban khitan itu
pun gugur, dan gugurnya kewajiban khitan itu lebih-lebih lagi bagi wanita yang
telah dewasa.

Sedang Abu Hanifah sendiri mengatakan:”Saya tak tahu kapan waktunya khitan
itu”. Oleh sebab itulah maka dalam madzhab Hanafi, mengenai waktu khitan tidak
5

ada kesatuan pendapat. Ada yang mengattakan nnti kalau umur anak sudah 7
tahun. Ada pula yang mengatakan 9,10,12 tahun atau bahkan nanti kalau sudah
dewasa. Adapun yang benar menurut Asy-Syafi’I bahwa khitan itu boleh saja
dilaksanakan ketika anak masih kecil. Bahkan menurut satu riwayat lain dari
beliau, bahwa seorang wali berkewajiban mengkhitankan anak perempuan
sebelum dewasa.

Maka dari keterangan diatas jelaslah bagi kita, bahwa setidaknya khitan bagi
wanita itu merupakan kebaikan (makramah), disamping demi terwujudnya
kebersihan dan kesucian, karena memang banyak kegunaannya. Maka wajiblah
bagi para orang tua untuk mengkhitankan anak-anak perempuan mereka
sebagaimana anak-anak lelaki. Jangan pedulikan keraguan orang mengenai
sunnah ini, bahwa ia betul-betul dianjurkan dalam hadits. Sedangkan bagi
kalangan tertentu cukup beralasan untuk mengatakan,”Wanita muslimat modern
memang dituntut untuk khitan”.(Ibrahim, 2011)

Namun demikian, perlu juga untuk diingat, bahwa untuk mengkhitankan anak
perempuan tak perlu diadakan walimah, lain halnya untuk anak lelaki. Dan bagi
siapapun yang mendapat undangan walimah khitan anak perempuan, wajib tidak
datang. Bahkan dalam kitab “Al-Mudkhil”, Ibnu Al-Haj mengatakan :”Sunnah
yang sudah berlaku ialah bahwa khitannya anak lelaki diumumkan, sedang
khitannya anak perempuan dirahasiakan”. (Ibrahim, 2011)

2.2 Dasar hukum Khitan


Terkait hukum khitan, kalangan ulama madzhab Syafi’i dan kebanyakan ulama
berpendapat bahwa khitan hukumnya wajib bagi kaum laki-laki maupun
perempuan. Namun, menurut Imam Ahmad, khitan merupakan kemuliaan
(makramah) bagi perempuan. Sedangkan menurut ulama-ulama dari kalangan
madzhab Hanafi dan Imam Malik, khitan sama-sama sunnah, baik bagi laki-laki
maupun perempuan. Masing-masing pendapat memiliki dalil dan argumentasi,
namun yang rajih –menurut penulis- tidak ada dalil berstatus shahih yang
mengindikasikan kewajiban berkhitan baik bagi laki-laki maupun perempuan, dan
6

dalil yang meyakinkan (al-mutayaqqin) adalah yang menyatakannya sunnah,


sebagaimana yang dilansir dalam hadits “Ada lima hal yang termasuk fitrah”, dan
khitan adalah salah satunya. Kalangan yang mewajibkan khitan secara mutlak
berpegang pada hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,”Barangsiapa
yang masuk islam hendaklah ia berkhitan.” Dalil ini dibantah oleh Ibnu Mundzir
bahwa dalam bab khitan tidak adasatu hadits pun yang bisa dirujuk atau sunnah
yang dapat diikuti.

Khitan bagi laki-laki juga disyariatkan untuk dimeriahkan dengan resepsi dan
undangannya wajib dihadiri, berbeda halnya dengan khitan perempuan. Sebagian
ulama mengatakan bahwa sunnah hukumnya meramaikan prosesi khitan laki-laki
dan menyembunyikan khitan perempuan.

Ibnu Hajar mengatakan bahwa untuk khitan perempuan, dalam madzhab syafi’I
sekalipun pada praktiknya ada perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan bahwa
khitan wajib untuk seluruh perempuan, namun ada juga yang mengatakan ia
hanya wajib bagi perempuan yang ujung klentitnya cukup menonjol, seperti pada
perempuan daerah timur. Bahkan, ada sebagian ulama madzhab Syafi’I
mengatakan bahwa khitan perempuan tidak wajib.

Ada seseorang yang bertanya tentang bagaimana hukumnya wanita berkhitan,


dijawab bahwa khitan laki-laki hukumnya jelas, yakni sunnah menurut Imam
Maliki dan Imam Hanafi. Namun untuk wanita bagi madzhab keduanya
mengatakan tidak sunnah bagi wanita, melainkan berstatus kehormatan dan
kemuliaan, maksudnya bagi wanita tidak sunnah juga tidak dilarang, melainkan
dianya memperoleh kemuliaan moralitas yang baginya hanya dianjurkan. Hanya
Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa khitan hukumnya wajib baik laki-laki
maupun perempuan. Namun madzhab ini tidak berlaku banyak dalam masyarakat,
karena yang terjadi di masyarakat , karena yang terjadi di masyarakat khitan
hanya ditekankan pada laki-laki, sementara pada wanita hanya diperbolehkan
tidak dianjurkan dan tidak dilarang.
7

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan. Akan tetapi mereka sepakat
bahwa khitan telah disyariatkan, baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Menurut madzhab Hanafi, khitan bagi laki-laki hukumnya adalah sunnah. Para
pengikut Imam Malik juga memandang bahwa khitan bagi laki-laki hukumnya
adalah sunnah. Bahkan dalam kitab At-Talqin memperkuat bahwa hukum khitan
sunnah, bukan wajib. Menurut ulama dari madzhab Maliki, bagi wanita khitan
hanyalah disunnahkan saja. Pendapatnya ini berdasarkan hadits riwayat Syaddad
bin Aus, bahwa Nabi SAW. Bersabda:
‫الختان سنة للرجال مكرمة للنساء‬
“Khitan adalah sunnah bagi kaum lelaki dan merupakan kebaikan bagi kaum
wanita”. (H.R. Ath-Thabrani)

Adapun khitan bagi perempuan, atau biasa disebut khifadh, yakni memotong
sebagian kecil dari kulit kemaluan yang menonjol diatas lubang kecil (klitoris).
Namun, dalam hal ini Rasulullah mengingatkan bahwa dalam memotongnya tidak
boleh berlebihan (Ibrahim, 2011).

2.3 Manfaat Khitan


Menurut medis, khitan diindikasikan sebagai upaya untuk pencegahan penyakit
atau penanggulangan kelainan yang berkaitan dengan adanya prepusium, antara
lain sebagai berikut.
1. Fimosis
Yaitu prepusium (kulit dan mukosa yang menutup glans penis) tidak dapat
ditarik kebelakang melewati glans penis. Prepusium yang tidak dapat ditarik
ke belakang ini dapat mengakibatkan peradangan dan fribosis. Peradangan
dan fribosis yang berulang dapat mengakibatkan lubang prepusium yang
makin menyempit sehingga dapat menyebabkan obstruksi air seni. Sekarang
diketahui bahwa peradangan kronis pada prepusium merupakan predisposisi
karsinoma gland penis.
8

2. Parafimosis
Yaitu keadaan prepusium yang dapat ditarik ke belakang melewati glans
penis dengan sedikit tekanan, tetapi sulit untuk dikembalikanke depan seperti
semula.
3. Pencegahan tumor ganas
Walaupun masih ada pertentangan akan manfaat khitan terhadap pencegahan
tumor ganas, tetapi ada penelitian didapatkan bahwa khitan dapat mencegah
terjadinya akumulasi smegma yang mempunyai hubungan dengan terjadinya
tumor ganas penis. Jenis tumor ganas terbanyak adalah squmous cell
cardinoma. Menurut hasil statistik didapatkan pada penduduk yang tidak
dikhitan dibanding dengan mereka yang dikhitan.
4. Condyloma accuminata
Adalah suatu kelainan kulit berupa vegetasi oleh human papiloma virus
(HPV) tipe tertentu yang bertangkai dengan permukaan yang berjonjot.
Khitan diperlukan untuk membuang kelainan kulit prepusium tersebut. (Fuad,
2007)

2.4 Khitan Perempuan dalam sudut pandang Kesehatan


Jika ditinjau dari kacamata kesehatan, sebenarnya khitan perempuan dinilai
membahayakan dan kurang bermanfaat bagi kesehatan. Seperti diketahui, khitan
perempuan merupakan suatu tradisi bagi umat islam. Di Indonesia sendiri, khitan
perempuan sudah turun temurun dilakukan yaitu dengan memotng dan mengiris
klitoris. WHO mengelompokkan khitan perempuan menjadi 4 tipe, yaitu:
Tipe 1: memotong seluruh klitoris
Tipe 2: memotong hanya pada sebagian klitoris
Tipe 3: menyempitkan atau dengan menjahit mulut vagina
Tipe 4: memasukkan sesuatu, menggores atau menindik vagina agar terjadi
pendarahan dengan maksud mempersempit atau mengencangkan vagina.

WHO memperbolehkan khitan perempuan dibatasi hanya pada tipe 4. WHO juga
membedakan khitan perempuan sebagai tindakan Female Genital Mutilation
9

(FGM), tindakan yang jauh berbeda jika dibandingkan sunat pada kaum pria
(Male Circumcision).

Menurut Dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes, dari Lembaga gender dan Studi
Kependudukan Universitas YARSI, Jakarta, pemotongan klitoris pada khitan
perempuan tidak boleh dilakukan. Penghilangan klitoris sama aja dengan
menurunkan rangsangan seksual pada perempuan dan menghilangkan kenikmatan
seksual perempuan. Sangat penting untuk tidak mengubah bentuk klitoris karena
klitoris dikelilingi syaraf yang membuatnya peka secara seksual. Klitori juga
berfungsi mengeluarkan zat pelumas agar saat berhubungan intim organ
kewanitaan tidak merasakan sakit. Untuk mengaasi hal tersebut, dapat dilakukan
khitan secara simbolis, yaitu tidak memotong atau membuang klitoris namun
hanya dengan menggores sedikit atau hanya menempelkan gunting pada bagian
labia minora.

2.5 Dampak Khitan Pada Perempuan


Ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari praktek khitan perempuan ini,
diantaranya:
1. Dampak jangka pendek:
a. Menyebabkan sakit kepala
b. Menyebabkan retensi urine
c. Menyebabkan pendarahan
d. Infeksi pada organ panggul
e. Menyebabkan tetanus
2. Dampak jangka panjang
a. Menyebabkan kista dermoid, abses dan keloid
b. Infeksi saluran kemih
c. Sakit berkepanjangan saat berhubungan intim
d. Tidak mencapai orgasme
e. Disfungsi Haid
f. Tidak dapat menahan kencing
(Ahsin, 2007)
10

2.6 Faktor Sosial Budaya


Faktor sosial budaya (norma budaya) yang berkaitan dengan perbedaan jenis
kelamin dan hubungan seksual ternyata dapat meningkatkan resiko kesahehatan
reproduksi remaja. Berikut ini adalah faktor yang mempengaruhi tersebut:
1. Dibeberapa negara sepeti di India, praktik perkawinan yang diatuur atau
direncanakan oleh orang tua pada gadis 14 tahun masih sangat umum dan
lumrah.
2. Hubungan seksual terjadi pada gadis 9 sampai 12 tahun. Hal ini terjadi karena
banyak pria dewasa yang mencari gadis muda sebagai pasangan seksual atau
“pemuas birahi” mereka untuk melindungi diri terhadap penyakit AIDS.
3. Dibeberapa budaya, pria muda diharappkan unttuk memperoleh hubungan
seks pertamanya dengan PSK.
4. Remaja (terutama remaja purti) seringkali dipaksa untuk berhubungan seks.
Misalnya di Uganda. Disana dilaporkan oleh 40% siswi sekolah dasar bahwa
mereka telah dipaksa untuk berhubungan seks.
5. Di SubSahara Afrika, pengalaman hubungan seks pertama bagi remaja putri
adalah dengan “om senang” yang memberikan segala kebutuhan mereka
seperti pakaian, biaya sekolah dan juga buku sebagai imbalan jasa yang telah
diberikan remaja putri disana.
6. Di negara berkembang, diantara jutaan anak yang terlibat dalm survival sexs
(mengandalkan seks untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan hidup) mereka
menjajakan seks untuk ditukar dengan makanan, uang, jaminan keamanan
bahkan sampai obat-obatan terlarang semacam narkoba. Sebagai contohnya,
di kota Guatemala ditemukan bahwa 40% dari 143 anak jalanan yang telah
diteliti melakukan hubungan seks pertama mereka dengan orang yang tidak
dikenal; mau berhubungan seks demi uang; semua pernah mengalami
penganiayaan seksual atau dengan kata lain diperkosa dan 93% terimfeksi
AIDS.
7. Di Thailand, diperkirakan kurang lebih dari dari 800.000 PSK dan 200.000
diantara mereka adalah remaja berusai dibawah 20 tahun. Beberapa diantara
mereka ‘dijual’ oleh orang tua kandung mereka sendiri demi bisa menghidupi
anggota keluarga yang lainnya.
11

2.7 Data Kasus


Hasil survei Dana anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) yang
dilakukan pada 2013 dan dipublikasikan tahun 2015 lalu pada 300.000 rumah
tangga di 33 provinsi dan 497 kota menyebut bahwa lebih dari separuh anak gadis
mereka telah disunat sebelum umur 12 tahun.
Data sunat perempuan tertinggi ditemukan di Provinsi Gorotalo, dan terendah di
Nusa Tenggara Timur.
Data UNICEF juga menunjukkan fakta yang mengejutkan, yakni 3 dari 4 anak
gadis yang disunat mengalami pemotongan klitoris pada umur di bawah 6 bulan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Khitan bagi anak perempuan adalah dengan cara memotong bagian dari kulit yang
ada di atas vagina (labia minora) atau kelentit (clitoris) yang terdapat pada bagian
atas farji. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan bagi wanita.
Khitan bagi laki-laki merupakan kewajiban, sedangkan bagi perempuan
merupakan suatu kemuliaan. Khitan dapat mencegah berbagai penyakit, seperti
fimosis, parafimosis, pencegahan tumor ganas, dan candylocoma accuminata.

Namun, pada praktek khitan pada perempuan banyak kalangan medis yang
memandang negative karena adanya dampak negative yang ditimbulkan dari
khitan ini bagi perempuan. Oleh karena itu, banyak kalangan yang menganjurkan
khitan ini dilakukan secara simbolis saja, karena pada dasarnya khitan antara laki-
laki dan perempuan itu berbeda.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hafidz, Ahsin W. 2007. Fikih Kesehatan. (Jakarta: AMZAH)

Fuad, Muhammad. 2007. Fiqih Wanita Lengkap. ( : Lintas Media)

Ibrahim shalih, Su’ad. 2011. Fiqh Ibadah Wanita. (Jakarta: AMZAH)

10
11

Anda mungkin juga menyukai