Anda di halaman 1dari 6

JUDUL JURNAL : Produktivitas Ulat Hongkong (Tenebrio molitor) pada Media Pakan yang

Berbeda

WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN:

Januari – April 2017 di Laboratorium Lapangan Non Ruminansia dan Satwa Harapan,
Fakultas Peternakan, IPB.

METODE DAN RANCANGAN PENELITIAN

1800 ekor ulat hongkong umur 28 hari dengan bobot rata-rata 0,07 g.

Pakan: ampas tahu kering, dedak padi, dan sekam padi.

6 perlakuan pakan:

- A (kontrol) : 100% ampas tahu

- D : 100% dedak padi

- S : 100% sekam padi

- AD : 50% ampas tahu + 50% dedak padi

- AS : 50% ampas tahu + 50% sekam padi

- DS : 50% dedak padi + 50% sekam padi

tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

Hasil dianalisis dengan ragam ANOVA, selanjutnya uji jarak berganda Duncan 5% untuk
melihat perbedaan tiap perlakuan.

Komposisi dari setiap pakan dapat dilihat pada tabel 1

Ulat ditempatkan pada wadah 18 wadah plastik yang sama dengan keadaan lingkungan
yang sama.
KONSUMSI PAKAN

konsumsi pakan umur 28 - 60 hari : tidak berpengaruh nyata terhadap perbedaan pakan.

umur 28-38 hari : perlakuan AD cenderung lebih tinggi daripada A (kontrol)

umur 39-49 hari : penurunan pada pakan A dan AD , karena ulat mengalami molting
(pergantian kulit).

ulat yang sedang moltnig umumnya tidak membutuhkan pakan.

umur 50-60 hari : pakan AD mengalami peningkatan drastis, 0,12 g/ekor/hari, umur 50-
60 hari adalah tahap menuju pupasi sehingga ulat meningkatkan konsumsinya.

“umumnya ulat hongkong akan menjadi pupa pada umur 77 hari”

--> “konsumsi pakan ulat hongkong 69,1% dipengaruhi oleh umur sedangkan 30,9%
dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban”.

BOBOT BADAN

Umur 28-38 : perlakuan terbaik D dan S (0,084 g/ekor)


Umur 39-49 : perlakuan terbaik AD (0,124 g/ekor)

Umur 50-60 : A (0,134 g/ekor) dan AD (0,133 g/ekor)

Ulat yang mendapat pakan AD memiliki bobot yang lebih tinggi karena konsumsi pakan
juga tinggi.

Namun, analisis ragam bobot badan ulat hongkong menunjukkan bahwa pemberian
pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap bobot badan ulat hongkong.

PERTAMBAHAN BOBOT BADAN

Perbedaan pakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan ulat
hongkong.

Umur 28-38 : perlakuan terbaik D dan DS

Umur 39-49 : perlakuan terbaik AD (perlakuan terbaik, mencapai 0,0427 g/ekor/10 hari)

Umur 50-60 : perlakuan terbaik A

Pakan AD mencapai penambahan bobot terbanyak pada umur 39-49, karena AD


memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan ulat hongkong.

Ampas tahu memiliki kandungan energi metabolis (EM) sebesar 2830 kkal/kg
Dedak padi memiliki kandungan EM sebesar 2900 kkal/kg.

“level protein 16% dengan EM lebih dari 2300 kkal/kg akan memberikan PBB yang baik
pada ulat hongkong.”

Pertambahan bobot badan ulat hongkong pada umur 39-60 hari dengan pakan AD
mengalami penurunan drastis. Hal ini menunjukkan bahwa pada umur tersebut ulat
hongkong mengalami molting atau pergantian kulit.
PENAMBAHAN PANJANG BADAN

Umur 28-38 hari : tertinggi DS (2,976 mm/ekor) , terendah AS (0,89 mm/ekor)

Umur 39-49 hari : tertinggi D (2,316 mm/ekor) , terendah S (1,097 mm/ekor)

Umur 39-49 adalah fase awal pertumbuhan yang ditandai dengan penambahan panjang
badan, sedangkan umur 50-60 adalah fase akhir (fase pupasi) yang ditandai dengan
penambahan bobot dan sedikit penambahan panjang atau bahkan pemendekan badan.

analisis ragam panjang badan ulat hongkong menunjukkan bahwa pemberian pakan
yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap panjang badan ulat hongkong.

PUPASI

Pupa merupakan tahapan siklus hidup ulat hongkong yang tidak makan dan minum,
berwarna kuning dan mirip mumi kumbang dewasa. Pada fase ini ulat berhenti makan
dan jarang terlihat aktifitasnya, terkecuali jika terdapat gangguan dari lingkungan.
“Pakan yang kurang sesuai akan menyebabkan siklus hidup menjadi lebih panjang.
Pakan yang baik untuk kematangan larva adalah yang proteinnya cukup”

Sekam memiliki kandungan nutrisi yang cukup rendah apabila dibandingkan dengan
pakan lainnya sehingga siklus hidup ulat menjadi lebih panjang, pada umur 50-60 hari
yang telah menjadi pupa hanya 5,173%.

Persentase memupa pada pakan AD sangat tinggi yaitu 69,667%. Hal ini karena
kandungan nutrisi pada AD lebih baik dibandingkan dengan A sebagai kontrol sehingga
mempengaruhi siklus hidup ulat yaitu mempercepat proses pupasi.

Hasil penelitian pengaruh pakan terhadap pertumbuhan ulat hongkong pada persentase
keberhasilan pupasi menunjukkan respon berpengaruh nyata.

MORTALITAS

Umur 28-28 hari : mortalitas 0%

Umur 39-49 hari : tertinggi S (24%) dan A (11%)

Umur 50-60 hari : tertinggi DS (21%) dan S (20%)

Umur 39-49 adalah fase molting. Ulat yang diberi pakan S mengalami kegagalan molting
karena nutrisi yang tidak cukup, akhirnya banyak ulat yang mati.

Pakan yang mengandung Dedak (D, AD, dan DS) mengalami kenaikan mortalitas setiap
minggunya. Hal ini karena dedak mudah mengalami ketengikan.

Rataan persentase mortalitas terendah adalah menggunakan pakan kombinasi ampas


tahu kering dan dedak padi (AD) yaitu 0,556%. Pakan menggunakan kombinasi ampas
tahu kering dan dedak padi lebih baik digunakan karena memiliki kandungan nutrisi yang
baik untuk pertumbuhan ulat hongkong.
Hasil penelitian pengaruh pakan terhadap pertumbuhan ulat hongkong pada persentase
mortalitas menunjukkan respon berpengaruh nyata.

KESIMPULAN:

Pakan yang terdiri atas ampas tahu 50%+dedak padi 50% lebih baik digunakan dalam
pemeliharaan ulat hongkong karena mampu meningkatkan persentase pupasi dan
menurunkan angka mortalitas.

Pakan yang berbeda menghasilkan bobot badan dan pertambahan panjang badan yang
sama.

Anda mungkin juga menyukai