Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku gizi seimbang merupakan upaya pencegahan utama terjadinya


penyakit tidak menular (PTM) pada lanjut usia (lansia). PTM akibat masalah gizi
menjadi penyebab sebagian besar kematian pada lansia. Sekitar 85% dari 14 juta
orang dewasa dan lansia di dunia meninggal akibat PTM terkait kelebihan gizi,
terutama di negera berkembang. Ketidaksesuaian konsumsi makanan dengan
kebutuhan gizi yang direkomendasikan dapat meningkatkan risiko berbagai
penyakit degeneratif yaitu penyakit penyakit kardiovaskular, serebrovaskular,
diabetes, osteoporosis dan kanker.
Prevalensi PTM terus meningkat hampir di seluruh negara di dunia, terutama
obesitas yang terjadi akibat kelebihan asupan energi dan lemak. Obesitas pada
lansia menyebabkan terjadinya berbagai penyakit degeneratif lainnya. Prevalensi
obesitas di Malaysia terbesar di Asia Tenggara yaitu mencapai 45% dari total
penduduk pada tahun 2013, yang melebihi angka global sekitar 30%. Di Indonesia
berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi obesitas
pada laki-laki dewasa dan lansia meningkat sejak tahun 2007 yaitu 13,9% menjadi
19,7% tahun 2013. Peningkatan lebih tajam terjadi pada kelompok dewasa dan
lansia perempuan dari 13,9% (2007) menjadi 15,5% (2010), dan 32,9% (2013).
Salah satu upaya pencegahan laju prevalensi PTM adalah dengan perilaku gizi
seimbang. Perilaku ini menerapkan konsumsi makanan dimana susunan pangan
seharihari mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah sesuai kebutuhan tubuh,
dengan memperhatikan prinsip empat pilar yaitu keanekaragaman makanan,
aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal
untuk mencegah masalah gizi. Perilaku gizi seimbang pada lansia, yaitu usia yang
dikategorikan World Health Organization (WHO) mulai dari usia 60 tahun sangat
diperlukan karena pertambahan usia menyebabkan menurunnya fungsi berbagai
organ dan jaringan tubuh, terutama sistem pencernaan. Kebutuhan gizi pada
lansia berbeda dengan kelompok dewasa terutama pada pembatasan konsumsi
gula, garam, minyak, makanan berlemak dan tinggi purin, sayur dan buah,
begitupun dengan aktifitas fisik. Sementara pengeluaran energi terutama
ditentukan dari basal tingkat metabolisme, semakin lambat seiring dengan
pertambahan usia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi
2.1.1 Pengertian
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari organ serta
menghasilkan energi (I Dewa Nyoman Supariasa, 2001:17). Sedang menurut
Sunita Almatsier (2002:3) kata gizi berasal dari bahasa Arab yaitu ghidza, yang
berarti makanan. Di satu sisi ilmu berkaitan dengan makanan dan di sisi lain
dengan tubuh manusia.
Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat yang diperlukan
tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan air. Tujuan makanan secara
umum menurut ilmu kesehatan adalah untuk memperoleh energi serta
memperbaiki sel tubuh yang rusak, mengatur metabolisme tubuh dan
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Dimana setiap
makanan memiliki kandungan zat yang berbeda baik mutu dan jumlahnya, zat
makanan inilah yang disebut gizi.
Setiap makhluk hidup membutuhkan zat yang berasal dari makanan yang
mereka konsumsi untuk pertumbuhan, berkembang serta mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat
yang diperlukan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral
dan air. Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh yaitu
untuk menyediakan energi pembangun dan memelihara jaringan tubuh serta
proses kehidupan dalam tubuh.
Menurut Sunita Almatsier (2008), makanan sehari-hari yang dipilih dengan
baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh
yaitu terdiri dari karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Adapun fungsi zat
makanan adalah sebagai sumber energi atau tenaga, menyokong pertumbuhan
badan, memelihara jaringan tubuh, mengganti yang rusak, mengatur metabolisme,
mengatur keseimbangan, dan pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Kesehatan pada Lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, jenis
kelamin, aktivitas atau kegiatan fisik dan mental, postur tubuh, pekerjaan, iklim
atau suhu udara, kondisi fisik atau lingkungan. Klasifikasi zat gizi menurut
Achmad Djaeni (2000:17) adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral.

2.1.2 Masalah Gizi pada Lansia


Pada Lansia terdapat dua masalah gizi yaitu:
a. Gizi Lebih
Prevalensi obesitas menunjukkan peningkatan sesuai dengan pertambahan
usia. Pada umumnya berat badan laki-laki mencapai puncak pada usia 60-65 tahun
sedang pada wanita antara usia 55-60 tahun. Hal ini dikarenakan tingkat
metabolisme basal dan pengeluaran untuk aktivitas fisik menurun saat memasuki
usia dewasa. Akan tetapi asupan kalori tidak diimbangi aktivitas sehingga berat
badan meningkat.
b. Gizi Kurang
Penurunan asupan kalori biasanya sejalan dengan penurunan tingkat
metabolisme susutnya masa tubuh serta menurunnya penggunaan energi untuk
aktivitas fisik. Hampir 20% Lansia mengkonsumsi 1000 kalori/hari dan pada
umumnya pada Lansia sering dijumpai kekurangan protein kalori.
Lansia juga akan mengalami perubahan yang mempengaruhi status gizi
mereka, yaitu: menurunnya kebutuhan berbagai zat gizi, menurunnya kemampuan
menikmati cita rasa makanan, penurunan fungsi saluran pencernaan, dan
gangguan keseimbangan hormonal.

2.1.3 Kebutuhan Gizi pada Lansia


Pada Lansia akan terjdi perubahan biologi, fisik dan sosial. Perubahan
tersebut akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk
kesehatannya. Kebutuhan gizi pada Lansia berbeda pada dengan kebutuhan pada
usia muda. Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang pada Lansia berguna
untuk kelangsungan hidup yang layak juga bermanfaat untuk mencegah timbulnya
penyakit degeneratif dan penyakit umumnya yang terjadi pada Lansia. Adapun
kebutuhan zat gizi Lansia adalah sebagai berikut:
a. Energi
Kebutuhan energi pada Lansia menurun sehubungan dengan bertambahnya
usia karena banyak sel yang sudah kurang aktif. Kecukupan gizi pada laki-laki
Lansia sebesar 2100 kalori/hari, sedang wanita sebesar 1700 kalori/hari. Jumlah
ini jauh lebih rendah daripada orang dewasa muda (23-34 tahun) yang
mengonsumsi energi sebanyak 2500-2700 kalori/hari.
b. Protein
Tabel 2.3 AKG protein untuk Lansia

Usia Banyaknya (g)

50 – 64 tahun 65

64-80 tahun 62

>80 tahun 60

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013

Fungsi protein pada Lansia adalah untuk mengganti sel-sel yang rusak serta
mengatur fungsi fisiologis tubuh. Jumlah protein yang diperlukan Lansia laki-laki
sebesar 49 gr/hari, sedang perempuan 41 gr/hari. Pada Lansia tidak diperlukan
konsumsi protein yang berlebihan karena akan memperberat fungsi ginjal (Herti
Maryani dan Suharmiati, 2006:3).

Sumber protein yaitu bahan makanan hewani yang terdapat pada daging,
ikan dan hasil olahannya, susu, telur, udang, hati, dan dari bahan nabati, seperti:
tempe, tahu, kacang tanah.

Akibat Kekurangan Protein menurut Almatsier (2009) kekurangan protein


dapat mengakibatkan kwashiorkor, marasmus, dan masasmus kwashiorkor atau
Kurang Energi Protein (KEP)/Kurang Kalori Protein (KKP).

Kelebihan protein akan menimbulkan dehidrasi, diare, kenaikan amoniak


darah, dan demam (Almatsier, 2009).
c. Lemak
Tabel 2.2 AKG lemak total untuk Lansia

Usia Banyaknya (g)

50 – 64 tahun 65

64-80 tahun 53

>80 tahun 42

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75


Tahun 2013

Lemak merupakan sumber energi sehingga seseorang mengkonsumsi lemak


dalam takaran yang berlebihan. Pada Lansia dianjurkan mengkonsumsi lemak
nabati (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan
sebagainya) lebih banyak daripada lemak hewani (lemak daging dan ayam).
Sumber lemak lain adalah mentega, margarin, kacang-kacangan, biji-bijian, krim,
susu, keju, kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak dan
minyak.Kebutuhan lemak tidak melebihi 25% dari total kecukupan energi sehari.
Akibat kelebihan lemak menurut Miharti (2013) yaitu menyebabkan
kegemukan/obesitas. Kegemukan dapat menyebabkan beberapa penyakit kronis,
seperti: jantung, diabetes melitus, dan peningkatan kadar kolesterol.
Akibat kekurangan lemak yaitu rendahnya penyerapan vitamin larut dalam
lemak (A, D, E, K), dan jika kekurangan asam lemak esensial (omega 3 dan 6)
mengakibatkan penurunan pertumbuhan otak sehingga mengakibatkan penurunan
fungsi otak, yaitu kemampuan kognitif rendah (Miharti, 2013).

d. Karbohidrat
Tabel 2.1.1 AKG Karbohidrat untuk Lansia

Usia Banyaknya (g)

50 – 64 tahun 349

64-80 tahun 309


>80 tahun 248

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75


Tahun 2013

Karbohidrat merupakan sumber energi utama orang Indonesia. Pada Lansia


dianjurkan kecukupan karbohidrat sekitar 50% dari total energi. Lansia sebaiknya
mengkonsumsi tepung gandum, tepung beras dan bahan pangan pokok sehari-hari
yaitu beras, ketan, sagu, dan ubi. Dewasa ini banyak penyakit yang diderita Lansia
adalah karena kurang serat.
Akibat kekurangan karbohidrat yaitu kebanyakan lansia mengkonsumsi zat
karbohidrat hanya 45-50% dari seharusnya 55-50% kalori total. Sebagian lansia
menderita kekurangan laktase, enzim yang berfungsi menghidrolisis laktosa.
Ketiadaan proses hidrolisis berakibat laktosa tidak bisa diserap. Laktosa dalam
usus kemudian dimetabolisasi oleh bakteri dan menghasilkan gas. Gas ini
berpotensi menimbulkan diare, kram, dan flatulens. Salah satu gangguan yang
sering kali dikeluhkan oleh lansia ialah sembelit. Gangguan ini akan timbul
manakala frekuensi pergerakan usus berkurang yang akhirnya memperpanjang
masa transit tinja. Semakin lama tinja tertahan dalam usus, konsistensinya
semakin keras, dan akhirnya membatu sehingga sulit dikeluarkan. Kejadian ini
berpangkal pada kelemahan tonus otot dinding saluran cerna akibat penuaan
(kegiatan fisik berkurang), serta reduksi asupan cairan dan serat (Frieska dkk,
2017).
Akibat kelebihan karbohidrat yaitu:
1. Penumpukan pada karies gigi
2. Penyakit jantung
3. Produksi lemak berlebih

e. Vitamin
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah
sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin
digunakan untuk menjaga kestabilan daya tahan tubuh Lansia. Oleh karena itu
vitamin harus dikonsumsi dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat
pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai
tugas spesifik di dalam tubuh. Vitamin adalah zat organik. Oleh karena itu vitamin
dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan. Vitamin yang penting dalam
tubuh adalah vitamin A, B (B1, B2, B6, B12), C, D, E, K.
a. Vitamin A untuk menjaga kesehatan mata dan kulit terdapat pada
hati, kuning telur, susu, sayur-sayuran hijau tua (daun singkong,
kangkung, bayam), buah-buahan berwarna kuning- jingga (papaya,
tomat, mangga, nangka masak, jeruk), wortel (Wintergerst, 2007)
b. Vitamin B1 berperan dalam mendatangkan energi, mencegah
kelelahan, menjaga syaraf telinga dan memacu pertumbuhan yang
biasanya terdapat pada beras tumbuk, kacang-kacangan, daging
tanpa lemak, dan kuning telur.
c. Vitamin B2 berperan sebagai koenzim dalam katabolisme yang
terdapat pada susu, keju, hati, daging, dan sayuran hijau.
d. Vitamin B6 terdapat pada hati, ginjal, serealia tumbuk, kacang -
kacangan, kentang, dan pisang.
e. Vitamin B12 terdapat pada sayuran hijau, hati, daging tanpa lemak,
serealia utuh, biji-bijian, kacang-kacangan, dan jeruk
f. Vitamin C berperan melawan infeksi dan menanggulangi
flu.terdapat pada sayur-sayuran hijau dan buah-buahan.
g. Vitamin D untuk penguat tulang dapat dibentuk tubuh dengan
bantuan sinar matahari. Sumber vitamin D selain matahari, terdapat
pada kuning telur, hati, krim, mentega, dan minyak hati ikan.
h. Vitamin E terdapat pada biji-bijian, sayuran, dan buah-buahan.
i. Vitamin K untuk kesehatan organ hati, memperlebar pembuluh
kapiler, melancarkan aliran darah serta memperkuat dan
meningkatkan daya tahan otot. terdapat pada sayuran hijau, kacang
polong, buncis, kol, dan brokoli (Wintergerst, 2007).

Meskipun dalam jumlah sedikit, mineral dibutuhkan pada Lansia untuk


proses metabolik dalam tubuh. Jenis mineral adalah kalsium untuk menjaga
kesehatan gigi dan tulang. Kalium untuk pengaturan stabilitas kalium dalam
darah.
f. Mineral
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada sel jaringan, organ, maupun fungsi
tubuh secara keseluruhan. Mineral berfungsi sebagai zat pembangun dalam
pembentukan jaringan tubuh dan zat pengatur yang berperan dalam proses
pembekuan darah. Mineral yang penting dalam tubuh yaitu:
(1) garam dapur (NaCl), sumbernya dari makanan yang berasal
dari laut, garam dapur;
(2) besi (Fe) sumbernya adalah makanan hewani seperti daging,
hati, dan ikan. Sumber lainnya adalah telur, serealia tumbuk,
kacangkacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah;
(3) Iodium (I) sumbernya adalah makanan laut, berupa ikan,
udang, kerang, ganggang laut;
(4) Seng (Zn) sumbernya adalah protein hewani, terutama
daging, hati.

Tabel 2.4 AKG Mineral untuk Lansia

Nama Mineral

Usia
Natriu Kalium Kalsium Magnesium Besi Seng Iodium Fluor
m (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg)

50 – 1300 4700 1000 350 13 13 150 3,1


64
tahun
65 – 1200 4700 1000 320 12 10 150 2,7
80
tahun
>80 1200 4700 1000 320 12 10 150 2,7
tahun
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2013
Menurut Almatsier (2009) kekurangan natrium menyebabkan kejang,
apatis, dan kehilangan nafsu makan. Sedangkan akibat kelebihan natrium
dapat menimbulkan keracunan. Jika dalam keadaan akut akan menyebabkan
edema dan hipertensi.
Kekurangan kalium karena konsumsi makanan jarang terjadi.
Kekurangan dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan kalium melalui
saluran cerna atau ginjal. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu,
kehilangan nafsu makan, kelumpuhan, mengigau, serta jantung akan berdebar
dengan kencang yang berakibat menurunnya kemampuan memompa darah
(Almatsier, 2009).
Kekurangan Kalsium pada lansia menyebabkan kelainan dalam
pembentukan tulang, karena pengendapan Kalsium pada tulang tidak cukup.
Penyakit ini dikenal dengan nama penyakit rakhitis (Miharti, 2013).
Menurut Almatsier (2009), kekurangan magnesium jarang terjadi
karena makanan. Kekurangan magnesium bisa terjadipada kekurangan
protein dan energi serta sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang
menyebabkan absorpsi dan atau penurunan fungsi ginjal, endokrin, terlalu
lama mendapat makanan tidak melalui mulut; penyakit yang menyebabkan
muntah-muntah, diare, penggunaan diuretika (perangsang pengeluaran urin).
Kekurangan magnesium berat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan
dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang, gangguan sistem
sistem saraf pusat, halusinasi, koma, dan gagal jantung.
Defisiensi (kekurangan) besi merupakan defisiensi yang paling umum
terdapat baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kekurangan
besi pada lansia menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya
kemampuan untuk konsentrasi dan belajar. Sedangkan kelebihan besi karena
makanan jarang terjadi, tetapi disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya
adalah rasa nek, muntah, denyut jantung mengikat, sakit kepala, mengigau,
dan pingsan (Almatsier, 2009).
Kekurangan seng ditandai oleh gangguan pertumbuhan, diare,
gangguan nafsu makan dan kekebalan tubuh, penurunan ketajaman indera
perasa, serta memperlambat penyembuhan luka. Sedangkan kelebihan seng
dapat menyebabkan muntah, diare, demam, anemia, dan gangguan reproduksi
(Almatsier, 2009).
Pada kekurangan iodium, konsentrasi hormon tiroid menurun dan
hormon perangsang tiroid mampu menyerap lebih banyak iodium. Bila
kekurangan berlanjut, sel kelenjar tiroid akan membesar dan mengakibatkan
penyakit gondok (Almatsier, 2009). Penyakit gondok banyak terjadi di daerah
pegunungan karena masyarakat di daerah tersebut biasanya mengonsumsi air
minum yang sangat sedikit mengandung yodium (Miharti, 2013).
Kelebihan fluor dalam air minum dapat mengakibatkan kerusakan pada
gigi, seperti timbul noda pada gigi berwarna coklat sampai hitam. (Miharti,
2013).
g. Air
Kebutuhan air akan meningkat dengan bertambahnya usia. Dengan
menurunnya fungsi ginjal, air mempunyai peranan penting sebagai pengangkut
sisa pembakaran tubuh dan mendorong peristaltik usus sehingga dapat mencegah
sembelit atau konsipasi yang sering dialami oleh Lansia. Lansia dianjurkan
minum air sebanyak 6-8 gelas per hari.

2.2 Gizi Seimbang


Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung
zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal (Wikipedia).
Gizi seimbang mengandung dua makna penting yakni: makanan yang
dikonsumsi sehari-hari yang mengandung zat tenaga, pembangun, pengatur sesuai
kebutuhan tubuhnya (Direktorat Gizi Masyarakat, 2000:2). Namun demikian bagi
orang yang belum berumur 60 tahun, perlu menghindari agar meminimalkan
resiko yang akan terjadi, dan tetap sehat, produktif serta tidak tergantung pada
orang lain, perlu menjaga kesehatan sesuai dengan pesan-pesan gizi seimbang.
Adapun panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang seperti pada 13 Pesan
PUGS, yaitu:
a. Makanlah anekaragam makanan
b. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energy
c. Makananlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energy
d. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan
energy
e. Gunakan garam beryodium
f. Makanlah makanan sumber zat gizi
g. Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur 4 bulan
h. Biasakan makan pagi
i. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya
j. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur
k. Hindari minum minuman beralkohol
l. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
m. Bacalah label pada makanan yang dikemas.

Sedangkan untuk membantu Lansia menyadari akan pentingnya


pengaturan makanan dengan gizi seimbang, ada tujuh pesan yang perlu
diperhatikan yaitu:
a. Makanlah aneka ragam makanan.
b. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.
c. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan
energi.
d. Makanlah makanan sumber zat gizi.
e. Membiasakan makan pagi.
f. Meminum air bersih, aman yang cukup jumlahnya.
g. Melakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur.

2.3 Perilaku Gizi Seimbang


Perilaku gizi seimbang adalah pengetahuan, sikap dan tindakan lansia
meliputi konsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat. Perilaku
kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan
serta lingkungan.
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas manusia,
baik yang dapat diamati langsung, maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang (organisme) terhadap obyek
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, pelayanan kesehatan, makan dan
minuman serta lingkungan. Perilaku gizi terutama makanan dan minuman, karena
makanan dan minuman dapat meningkatkan kesehatan atau sebaliknya yaitu
menurunkan kesehatan bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat
bergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut
(Soekidjo Notoatmodjo , 2017).
Perilaku gizi seseorang dapat dilihat dari pola konsumsi pangan dan
sangat menentukan optimasi asupan energi dan protein setiap individu menurut
tingkat kecukupannya terhadap zat gizi. Perilaku makan seseorang dapat
memberikan gambaran konsumsi zat gizi seseorang (Hermina dkk, 2000:75).
Perilaku konsumsi seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor. Faktor
yang mempengaruhi perilaku konsumsi antara lain:
2.3.1 Faktor predisposisi
a. Umur
Elza Enny (2006) menyatakan gizi kurang pada Lansia banyak terjadi pada
usia 70 tahun. Menurut Rochmah dalam Elza Enny (2006:6), menyatakan semakin
lanjut umur seseorang maka semakin terbatas kemampuan organ-organ
pencernaannya seperti kemampuan mengunyah yang berkurang karena semakin
banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indera pengecap dan pencium yang menurun
sehingga selera makan berkurang, kemampuan motorik yang menurun
menimbulkan gangguan menyuap dan lain-lain.
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan
pengetahuan dan informasi terutama tentang makanan yang baik untuk kesehatan.
Berdasar hasil penelitian Hoirun Nisa (2006:29), Lansia yang berpendidikan
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kesehatan dan memiliki sikap
berpikir positif serta keyakinan yang besar tentang pengaruh makanan terhadap
kesehatan.
c. Pengetahuan Gizi
Pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan. Pertama,
status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. Kedua,
setiap orang akan terpenuhi kebutuhan gizinya jika makanan yang dimakan
mengandung cukup zat gizi yang diperlukan bagi tubuh. Ketiga, ilmu gizi
diperlukan untuk perbaikan gizi masyarakat (Suhardjo, 2003:25).
d. Sikap Gizi
Menurut Judith E. Brown (2005:4), sikap manusia terhadap makanan
dipengaruhi oleh kebudayaan, lingkungan sosial, kesukaan dan berbagai
pengalaman yang diperoleh menentukan individu untuk menyatakan sikap suka
dan tidak suka terhadap makanan. Selain itu respon seseorang terhadap makanan
juga dipengaruhi oleh makanan yang sehat dan kenyamanan seseorang terhadap
makanan.
e. Kepatuhan Diet Lansia
Menurut Hoirun Nisa (2006:32), Lansia yang mempunyai penyakit
penyerta mempengaruhi konsumsi makanan karena tidak ada nafsu makan,
menurunnya absorbsi zat gizi dan adanya larangan mengkonsumsi makanan
tertentu. Serta adanya perubahan fungsi fisiologis yang terjadi pada Lansia
menjadi penyebab berkurangnya pasokan makanan sumber protein hewani, seperti
daging dan ikan, dimana tanggalnya gigi Lansia juga mengakibatkan menurunya
kemampuan mengunyah makanan yang bertekstur keras dan alot. Hal inilah yang
menyebabkan Lansia patuh atau tidak patuh terhadap makanan yang disediakan
oleh panti.
2.3.2 Faktor Pendukung
Menurut Elza Enny (2006:7) usia yang lanjut dan terbatasnya fungsi organ
maka, kelangsungan hidup Lansia sangat tergantung orang lain, keadaan ini akan
berpengaruh pada persediaan makanan dirumah. Hal ini berpengaruh pada sumber
daya pangan di tempat tinggal.
2.3.3 Faktor Pendorong
a. Peran Aktif Petugas Kesehatan
Berdasarkan penelitian Hoirun Nisa (2006:34), peran yang dapat
dilakukan petugas kesehatan adalah melakukan penyuluhan tentang gizi seimbang
bagi Lansia.
b. Peran Aktif Keluarga
Dukungan sosial dari kelurga sangat diperlukan bagi Lansia. Tidak adanya
dukungan sosial menyebabkan Lansia merasa tidak diperhatikan oleh
keluarganya. Hal ini mengakibatkan menurunnya konsumsi makanan bagi Lansia.
Kemauan makan dan nafsu makan pada Lansia sangat dipengaruhi faktor sosial
seperti jarak yang jauh dengan anak atau keluarga dan tidak tingga bersama
keluarga.
c. Perilaku Konsumsi Teman Tinggal
Elza Enny (2006:7) menyatakan status gizi kurang pada Lansia lebih
banyak terjadi pada Lansia yang tinggal sendiri. Menurut Davies (1991) yang
dikutip dari penelitian Bardosono dalam Elza Enny (2006:7), menyebutkan bahwa
status gizi Lansia sangat ditentukan oleh tempat tinggal (dengan siapa Lansia
tinggal) mengingat usia yang lanjut dan terbatasnya fungsi organ maka,
kelangsungan hidup Lansia sangat tergantung orang lain, keadaan ini akan
berpengaruh pada persediaan makanan dirumah atau ditemukannya keadaan
depresi atau kesepian, sehingga Lansia rentan terhadap masalah kurang gizi. Jika
Lansia tinggal di panti, maka interaksi sesama penghuni panti berdampak positif
terhadap nafsu makan dan secara tidak langsung dapat meningkatkan derajat
status gizi Lansia (Hoirun Nisa, 2006:31).

Anda mungkin juga menyukai