Disusun oleh:
Kelompok 6 B
1. Identitas Jurnal:
6. Hasil
Rata-rata usia partisipan adalah 83.2 tahun, dengan 23.1% partisipan
pria, dan 98% partisipan berkulit putih. Lebih dari dua pertiga partisipan
sebelumnya tinggal di panti. Dan rata-rata waktu yang dibutuhkan dari
masuknya partisipan ke rumah sakit awal dan penanganan dasar
adalah 2.9 hari.Hanya 11.7% dari seluruh partisipan memperoleh
penanganan dasar sebelum melakukan operasi. Seperti yang ada pada
tabel 1
Sedangkan pada tabel 2, dari 5940 studi visit dapat diketahui
bahwa PRSS lebih sering digunakan pada pasien dengan resiko yang
lebih tinggi daripada pasien dengan resiko yang rendah berdasarkan
Skala Braden.
Dari faktor-faktor resiko yang bisa menyebabkan ulkus tekan, tidak
ada yang secara signifikan berhubungan dengan penggunaan PRSS
pada analisis kontrol. Penggunaan PRSS pada setting rehabilitasi lebih
rendah jika dibandingkan dengan setting penanganan akut awal
7.
Hasil pada tabel 3 yaitu penggunaan PRSS pada setting
penanganan awal akut adalah sebesar 56.8% dari total visit 1406 studi
visit. Hasil pada tabel ini juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan dari resiko faktor ulkus tekan dan penggunaan PRSS,
walaupun demikian terdapat variasi penggunaan PRSS dari beberapa
rumah sakit seperti pada rumah sakit A-I Frekuensi penggunaan PRSS
hanya 57% di setting keperawatan awal walaupun sebenarnya dalam
petunjuk klnik telah direkomendasikan untuk pasien dengan resiko
tinggi ulkus tekan. Setting keperawatan merupakan faktor yang
berpengaruh dalam studi ini. Pasien pada setting keperawatan akut
awal mungkin lebih membutuhkan PRSS karena pasien-pasien
tersebut lebih beresiko terkena ulkus tekan dari pada pasien yang ada
pada periode penyembuhan yang telah berpindah ke setting tempat
lainnya.
7. Diskusi
Frekuensi penggunaan PRSS hanya 57% dalam pengaturan awal
perawatan akut, meskipun faktanya bahwa pasien patah tulang
pinggul yang beresiko tinggi terhadap ulkus tekan terutama di rumah
sakit akut (Baumgarten, 2009; National Pressure Ulcer Advisory
Panel, 2001), dan meskipun pedoman klinis merekomendasikan
penggunaan PRSS untuk pasien beresiko tinggi (Ratliff, 2005).
Pada pasien akut penanganan awal mungkin lebih cenderung
menerima PRSS karena mereka berada pada resiko tinggi dari ulkus
tekan selama rawat inap daripada mereka yang berpindah ke
penanganan yang berbeda selama masa pemulihan. Namun,
perbedaan antara tahapanpenanganan perawatan hampir tidak
berubah setelah penyesuaian untuk beberapa faktor resiko ulkus
tekan dan sejak waktu penerimaan, menunjukkan bahwa jenis dan
kualitas perawatan dalam penanganan pencegahan yang berbeda
juga dapat menjadi faktor penting.
Sebuah penelitian di Jerman menemukan bahwa diantara pasien
dengan resiko ulkus tekan yang tinggi sesuai dengan skala Braden,
prevalensi penggunaan PRSS adalah lebih tinggi di panti jompo
daripada di rumah sakit (Lahmann, Halfens, & Dassen, 2005). Namun,
penelitian di Belanda menemukan bahwa prevalensi penggunaan
PRSS tidak berbeda antara panti jompo dan rumah sakit (Tannen,
Dassen, & Halfen, 2008).
Mengingat perbedaan yang besar dalam organisasi perawatan
kesehatan dan pembiayaan anatara Amerika Serikat dan Eropa, hasil
penelitian ini tidak sebanding dengan dilakukannya penelitian ini.
Penelitian lain penggunaan PRSS di Amerika Serikat telah berfokus
pada satu jenis fasilitas (Lyder, Shannon, Empleo-Frazier, McGeHee,
& White, 2002).
Skala Braden secara luas digunakan dalam berbagai pengaturan
perawatan kesehatan di Amerika Serikat untuk menilai resiko ulkus
tekan (Bergstrom, 2005) dan dalam hipotesis penyedia layanan
menggunakan hasil penilaian Braden untuk membuat keputusan
tentang perlunya perangkat pencegahan ulkus tekan. Dalam analisis
yang termasuk semua pengaturan perawatan, ditemukan peluang
yang signifikan lebih tinggi penggunaan PRSS pada pasien dengan
penurunan nilai, tetapi OR hanya 1,2 dan dalam analisis dibatasi ke
pengaturan rumah sakit akut skor braden tidak bermakna dikaitkan
dengan menggunakan PRSS.
Dalam penelitian ini diharapkan bawa penggunaan PRSS akan
dikaitkan dengan faktor-faktor resiko ulkus tekan tiap individu. Dalam
analisis yang termasuk semua pengaturan perawatan ulkus tekan
pada penelitian tertentu dikaitkan dengan sedikit lebih tinggi
kemungkinaan penggunaan PRSS pada kunjungan yang sama (1.2,
9% atau CI 1.0-1.5). Hal ini mengejutkan bahwa asosiasi ini tidak kuat
karena PRSS yang sering digunakan untuk pengobatan ulkus tekan
serta pencegahan (Thompson, Anderson, Langemo, Hanson &
Hunter, 2008).
Kemungkinan alasan untuk perbedaan antara temuan saat ini dan
hasil penelitian US sebelumnya (Bergstrom et al; Pieper & Weiland,
1997; Pieper et al, 1998) adalah bahwa penelitian ini adalah terbatas
pada patah tulang pinggul, sedangkan semua penelitian sebelumnya
yang dilakukan pada populasi pasien yang lebih luas dengan tidak
ada kriteria kelayakan yang berdasarkan diagnosis.
Dalam penelitian ini, tidak memiliki informasi tentang kebijakan dan
praktek-praktek klinis dalam penelitian rumah sakit dan fasilitas post
akut yang akan memungkinkan peneliti untuk menjelaskan mengapa
faktor resiko ulkus tekan yang tidak terkait dengan penggunaan
PRSS. Penjelasan pertama yang mungkin menjadi penyedia layanan
kesehatan adalah kurangnya pengetahuan tentang metode-metode
pencegahan yang direkomendasikan untuk ulkus tekan.
Dalam penelitian sebelumnya, hanya 67,5% unit rawat inap
rehabilitasi yang melaporkan nilai tekanan resiko ulkus untuk semua
pasien setiap harinya dan penilaian resiko biasanya didasarkan pada
fasilitas alat pengembangan dan penilaian klinis dari alat yang
digunakan (Sae-Sia & Wipke-Tevis, 2002). Mengingat bahwa semua
rumah sakit dalam penelitian ini di wilayah geografis yang sama dan
beroperasi di pergantian cuaca yang sama, perbedaan antara rumah
sakit di PRSS bergantung pada karakteristik penggunaan pasien.
Kekuatan dari penelitian ini yaitu ukuran sampel yang besar dan
dimasukkan berbagai penanganan perawatan dan fasilitas.
Ketersediaan jumlah informasi yang besar dan rinci tentang faktor
resiko ulkus tekan. Namun penelitian ini juga memiliki beberapa
keterbatasan. Pertama, penggunaan PRSS didasarkan pada studi
banding yang dilakukan perawat setiap hari bersama pasien yang
berpartisipasi dalam penelitian. Tidak diketahui sejauh mana studi
banding yang akurat untuk penggunaan PRSS diantara kunjungan
penelitian.
Kedua, mengingat banyaknya fasilitas dalam penelitian ini (>100),
peneliti tidak bisa memeriksa perbedaan fasilitas PRSS yang
digunakan individu meskipun peneliti melakukan perkiraan perbedaan
antara rumah sakit individu dalam sebuah analisis yang terbatas pada
kunjungan penanganan akut yang awal. Penelitian selanjutnya harus
memeriksa apakah tingginya variabilitas peneliti saat dilakukan
pengamatan antara rumah sakit meluas ke fasilitas rehabilitasi dan
panti jompo.
Ketiga, mengingat tingkat variabilitas di rumah sakit besar dan
frekuensi penggunaan PRSS itu akan menjadi informatif untuk
mengetahui karakteristik dan kebijakan fasilitas. Namun, karena
peneliti tidak mengumpulkan informasi fasilitas khusus untuk analisis
sepertinya tidak memungkinkan.
Akhirnya, meskipun pedoman klinis yang merekomendasikan
bahwa pasien beresiko tinggi harus dirawat di PRSS, pedoman tidak
memberikan definisi operasional “resiko tinggi”. Oleh karena itu,
berdasarkan pedoman peneliti tidak dapat membandingkan frekuensi
pengamatan PRSS seharusnya digunakan untuk apa. Namun, bahkan
dalam kelompok resiko tinggi (pasien pada penanganan akut awal
dengan skor Braden <16), PRSS yang hanya digunakan pada 54,8%
dari studi banding.
8. Kesimpulan
Lansia memiliki resiko tinggi terkena fraktur tulang pinggul karena
penurunan fungsi tubuh lansia secara keseluruhan. Untuk lansia,
fungsi tulang yang sudah mengalami penurunan mengakibatkan
pemulihan untuk patah tulang pinggul mengalami hambatan dan bisa
dikatakan pemulihannya tidak bisa sempurna dan sangat lambat
sehingga pasien seringkali mengalami bedrest yang cukup lama dan
imobilitas sehingga mengakibatkan adanya resiko mengalami ulkus
pada bagian tubuh yang terus menerus tertekan. Ulkus tekan adalah
cedera daerah lokal pada kulit atau jaringan di bawahnya yang muncul
ketika jaringan lunak dikompresi antara tonjolan tulang dan
permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama serta banyak
yang mempengaruhi terjadinya ulkus ini seperti imobilitas, status gizi
buruk serta beberapa penyakit lainnya. Pasien patah tulang pinggul
berisiko tinggi ulkus tekan karena mereka sering mengalami periode
panjang imobilitas sebelum, selama, dan setelah operasi dilakukan
9. Aplikasi
Aplikasi di Indonesia terkait penerapan jurnal ini yaitu kita dapat
mengusulkan kepada beberapa rumah sakit atau puskesmas terutama
bagian instalasi rawat inap untuk memberikan suatu perawatan untuk
pasien yang mengalami fraktur pada tulang pinggul agar mencegah
terjadinya ulkus di area imobilitas pada pasien dengan resiko tinggi
menggunakan metode PRSS seperti pendekatan klinis untuk
pencegahan ulkus tekan termasuk penilaian risiko, mobilisasi aktif
pasien yang mampu berjalan, reposisi rutin pasien bedbound, dan
penggunaan perangkat pencegahan seperti menggunakan kasur
overlay, kursi beserta kursi roda berisikan bantal serta pelindung tumit
pasien. Perangkat ini dimaksudkan untuk mencegah kerusakan
jaringan baik dengan meningkatkan luas permukaan dukungan yang
berhubungan dengan penonjolan tulang atau dengan mengurangi
intensitas atau durasi tekanan pada penonjolan tulang seperti yang
tertera dalam jurnal karena sejauh ini perawatan yang dilakukan pada
pasien dengan fraktur pada tulang pinggul di Indonesia yang
mengalami bedrest cukup lama hanya dilakukan latihan ROM pada
ekstremitas saja sehingga pada bagian tubuh yang tertindih
mendapatkan tekanan terus menerus tanpa dilakukan perubahan
posisi sehingga beresiko terjadinya ulkus pada area yang mengalami
penekanan.