Anda di halaman 1dari 31

Trigger:

Seorang laki-laki berusia 65 tahun adalah seorang pekerja pabrik bangunan di kawasan
industry terkenal.Klien baru saja bercerai dari istrinya sedangkan anak satu-satunya
memilih ikut ibunya. Klien suka sekali merokok dan minum kopi setiap saat. Biasanya
klien sarapan hanya dengan segelas kopi dan rokok lalu berangkat kerja, jarang makan
pagi namun klien mengaku makan malamnya sangat banyak dan sebagian besar adalah
daging dan karbohidrat.
Suatu pagi Klien mengeluh tangan dan kakinya yang sebelah kanan lemah dan tidak bisa
menggerakkan, bicara pelo dan mulut mencong kearah kanan. Riwayat penyakit dahulu
klien mempunyai riwayat tekanan darah tinggi, dan riwayat operasi BPH, DM (-), Jantung
(-), Stroke (-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan data Vital Sign: TD 180/90 mmHg, Nadi
80 x/m, RR 20 x/m, Suhu Afebris, Kepala: Dalam Batas Normal, Mata: Konjungtiva tidak
pucat, sklera tidak ikterik, THT: Dalam batas normal, Leher: JVP 5 – 2 cm H20, Kelenjar
Getah: Tidak ada, pembesaran, Dada: Simetris, Jantung : S1 – S2 Normal, gallop (-),
Paru: vesikuler, ronchi (-), wheezing (-), Perut: Supel, Nyeri tekan (-), auskultasi ( N ),
hati, limpa, ginjal dalam batas normal, Alat Kelamin : (-), Anggota gerak/Kekuatan
Otot :
1 4
1 4

Status neurologi ; Nervus Cranial N I: Sulit dinilai, N II: Defek Lapang Pandang ( -), Visus
N, N III,IV, VI: Pupil kanan diameter 3 mm, kiri sulit dinilai (riwayat trauma mata), N V:
Sensorik : ( dahi,pipi,dagu) sulit dinilai, Motorik : deviasi dagu ( - ), N VII: Alis mata sulit
dinilai, palpebra menutup sempurna, sudut nasolabial kanan dangkal, N VIII,
Pendengaran normal, keseimbangan sulit dinilai, N X, IX: Disfagia (-), uvula ditengah,
disfonia (+), N XI: Angkat bahu, bagian kanan tertinggal, N X II: Deviasi lidah (+) ke kiri,
sulit dijulurkan. Tanda Rangsang Meningeal; Laseq > 70 ° / > 70°, Kernig > 135° / >
135°, Motorik : Hemiparese kanan Refleks Fisiologis: Bisep ↑ / +, Trisep ↑ / +, Refleks
patologis: babinski +/+, Sensorik ; rasa raba, suhu, nyeri sulit dinilai, Otonom: miksi :
terpasang kateter, defekasi: belum BAB selama 2 hari, keringat: merata.
Pemeriksaan Diagnostik Urinalisa; warana kuning, jernih, BJ: 102, pH: 5,5, protein (-),
Reduksi (-), benda Keton (-), Blilirubi (-), Urobilinogen (-), Sedimen; leukosit: 2-3, Epitel
(+), Eritrosit: 1-2, Bakteri (-), Kristal (-). Kimia daraah; Bilirubin T: 1,1 mg/dl, Bilirubun D:
0,22 mg/dl, SGOT: 32 mu/ml, SGPT: 12 mu/ml, Ureum: 25 mg/dl, Kreatinin: 0,9 mg/dl,
Asam urat, 5,5 mg/dl, Trigliserida: 82 mg/dl, Kolesterol: 178 mg/dl, HDL: 58 mg/dl, LDL:
104 mg/dl, Gula darah nuchter: 103 mg/dl. Hematologi; Hitung Jenis Lekosit: basofil: 0,
eosinofil: 1, N. Batang: 1, N. Segmen: 65, Limfosit: 34, Monosit: 0, LED: 43. WBC:
8800/UL, Lymposit: 2400/UL, Monosit: 600/ UL, Granulosit: 5800/UL: Sel Darah Merah:
4580 000/UL, Hb: 14,1 g/dl, Hematokrit: 42,2 %, MCV : 92,1 fl, MCH: 30,7 pg, MCHC:
33,4 g/dl, RDW: 12.9 %, PLT: 254 000/ul, PCT: 0.185 %, MPV: 7,3 fl, PDW: 13,6 fl.
Elektrolit; Na: 148,5 mmol/L, K: 2,5 mmol/L, Cl: 107 mmol/L. CT Scan: Infark multiple di
nukleus caudatus kanan dan basal ganglia kiri Atropi serebri senilis

Standard Learning Objectives (SLO)

1. Klasifikasi
2. Definisi
3. Epidemiologi
4. Patofisiologi
5. Factor resiko
6. Manifestasi klinis
7. Pemeriksaan diagnostic
8. Penatalaksanaan medis
9. Asuhan keperawatan
1. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi modifikasi Marshall, stroke dibagi atas(Sianipar, 2013):
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack
pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry
aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang
mengubah morfologi arteriol otak ataupecahnya
pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada
pembuluh darah otak tersebut.
b. Trombosis serebri
Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran
lambat biasanya terjadi saat tidur, saat pasien relatif
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.
Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik
yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria
karotis interna atau, yang lebih jarang di pangkal arteria
serebri media atau di taut ateria vertebralis dan basilaris
c. Emboli serebri
Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi
pada prinsipnya disebabkan oleh aterotrombosis atau
emboli, yang masing-masing akan mengganggu atau
memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow
CBF).
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry
aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang
mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya
pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada
pembuluh darah otak tersebut.
b. Perdarahan subaraknoid
Perdarahan subarakhnoid disebabkan pecahnya
aneurysma congenital pembuluh arteri otak di ruang
subarakhnoidal
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. Transient Ischemic Attack
Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral
yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan
disebabkan oleh thrombus atau emboli. TIA sebenarnya
tidak termasuk ke dalam kategori stroke karena
durasinya yang kurang dari 24 jam.
b. Stroke in evolution
Pada bentuk ini gejala/ tanda neurologis fokal terus
memburuk setelah 48 jam. Kelainan atau defisit
neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap
dari yang bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis
progressing stroke ditegakkan mungkin karena dokter
dapat mengamati sendiri secara langsung atau
berdasarkan atas keterangan pasien bila peristiwa
sudah berlalu.
c. Completed stroke
Completed Stroke diartikan bahwa kelainan neurologis
yang ada sifatnya sudah menetap, tidak berkembang
lagi. Kelainan neurologi yang muncul bermacam-
macam, tergantung pada daerah otak mana yang
mengalami infark
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebro-basiler
2. Defisini
Stroke, atau cedera serebrovaskular (CV A), adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Sering ini adalah kumulasi
penyakit serebrovaskular selama beberapa tahun ( Smeltzer & Bare, 2001 ).
Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan
kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, terdapat 4 juta penderita stroke dan lebih dari 750.000 ada
penderita stroke yang baru. Resiko stroke meningkat sesuai umur, dengan insidensi
stroke yang tinggi pada orang-orang diatas 65 tahun (Frtzsimmons, 2007). Insidensi
serangan stroke pertama sekitar 200 per 100.000 penduduk per tahun. Insidensi
stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Konsekuensinya, dengan semakin
panjangnya angka harapan hidup, termasuk di Indonesia, akan semakin banyak pula
kasus stroke yang dijumpai. Perbandingan antara penderita pria dan wanita hampir
sama (Hankey, 2002). Stroke meliputi tiga penyekit serebrovaskular utama, yaitu
stroke iskemik, perdarahan intraserebral primer, dan perdarahan subaraknoid.
Stroke iskemik atau serebral infark, adalah yang paling sering, yaitu 70-80% dari
semua kejadian stroke (Frtzsimmons, 2007).
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan
stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan
maupun berat (anonym, 2008). Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang
mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan menurut survey tahun 2004, stroke
merupakan pembunuh nomor satu di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia
(anonym, 2007). Jumlah penderita stroke di Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA)
Malang tercatat sebanyak 56 orang pada Januari dan 63 orang pada Februari 2007.
Jumlah ini naik lagi pada Mei hingga mencapai 76 orang (Bintariadi, 2007).
4. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk Sirkulus Willisi. Arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah
ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke
daerah tersebut.Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi
otak. Patologinya dapat berupa :
keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran 12 darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah
gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksiyang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium ruptur vaskular di dalam jaringan otak
atau ruang subaraknoid (Price et al, 2006). Suatu stroke mungkin didahului oleh
Transient Ischemic Attack(TIA) yang serupa dengan ngina pada serangan
jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit neurologikyang mendadak dan
singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan
tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA
mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien(Harsono,
2009)Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
a. Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas
sebagai embolid. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek. Embolus akan menyumbat aliran darah
dan terjadilah anoksia jaringan otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu,
embolus juga bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya
vasospasme lokal di segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung
pada pembuluh darah yang tersumbat. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh
trombus atau embolus, maka area sistem saraf pusat(SSP)yang diperdarahi akan
mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di
sekitarzona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’yang tetap viabel
14untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik
kembali.Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua
alasan:Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel -sel glia dan neuron yang
rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat
perombakan sawar darah-otak.Edema otak dapat menyebabkan perburukan
klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan
tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al,
2001).
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke
dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan
perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi
arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian
kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan
perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid.Perdarahan intraserebrum ke
dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang
dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang
menembus jauh ke dalam jaringan otak.Biasanya perdarahan di bagian dalam
jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk
secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis
di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada
keterlibatan kapsula interna. Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan
ketergantungan dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan
tekanan di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke
ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama
cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh
karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak
(Price, 2005).
Faktor Resiko

Usia Esensial

Pembuluh Darah Kegemukan


Jantung Ginjal

Timbunan LDL Kepekaan thd insulin +


Denyut Sist RAAS Stress Oksidatif
Volume Darah
Jantung
Arteriosklero Perubahan membran
sis kontraktilitas otot
Hipertensi Penampang
pembuluh darah Curah jantung
menyempit
Bendungan Pembuluh Iritasi
Darah Pembuluh Darah Tekanan arteri
Reaksi inflamasi
Migrasi platelet Ruptur serebral
Pecah karena aliran Agregasi Platelet
darah deras

Trombo Emboli Timbul emboli


Perdarahan Otak

Stroke Iskemik Menuju jar. otak


Stroke
Hemoragik
Suplai O2 ke jaringan otak
menurun
Iskemia jaringan otak Metabolisme otak
menurun

Inflamasi serebral Resiko ketidakefektifan jaringan


otak

Peningkatan TIK

Arteri internal Arteri media Arteri basilaris

N. II N. XI N. V. VII, N. IX,
XII X
Disfungsi Ketidakmampu Gangguan disfagia
an otot bicara
mata bergerak
Kebutaan Defisit perawatan diri Gangguan sensori Gangguan
dan verbal kebutuhan nutrisi

5. Faktor resiko
Non modifiable risk factors merupakan kelompok faktor risiko yang
ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang
normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang termasuk kelompok ini
adalah usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga dan serangan
Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Kelompok modifiable risk
factors merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi.
Faktor risiko utama yang termasuk dalam kelompok ini adalah hipertensi,
diabetes mellitus, merokok, hiperlipidemia dan intoksikasi alkohol
(PERDOSSI, 2004; Bounamaeux, et al., 1999 dalam Rambe, 2006).
(1) Gender (Jenis Kelamin)
Insidensi stroke iskemik lebih besar terjadi pada pria dibandingkan
wanita, baik dengan adanya riwayat keluarga dan juga dari kelompok ras
tertentu (Sacco, 2005). Stroke iskemik lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita dengan persentase 27% pada pria dan 20% pada wanita. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Grau dkk (2001) dalam Sjahrir (2003). Persentase
stroke iskemik pada pria 56,7% dan 42,4% pada wanita.

(2) Usia
Menurut Kissela B, et al., dalam Ardelt (2009) dari buku Handbook of
Cerebrovascular disease & Neurointerventional Technique, usia merupakan
faktor risiko stroke iskemik yang paling kuat. Dengan meningkatnya usia,
maka meningkat pula insidens iskemik serebral tanpa memandang etnis dan
jenis kelamin. Setelah usia 55 tahun, insidensi akan meningkat dua kali tiap
dekade. Penelitian epidemiologi pada 23 rumah sakit di Jerman dengan
5.017 pasien stroke iskemik yang dilakukan oleh Grau dkk (2001) dalam
Sjahrir (2003). Di antaranya 42,4 % wanita dengan usia rerata 69,8 ± 13,5
dan pria 56,7% dengan usia rerata 65,1 ± 12,0 . Stroke iskemik yang terjadi
pada usia muda (<45 tahun) biasanya merupakan kombinasi dari penyebab
lain yang belum pasti diketahui, sedangkan pada usia 45-70 tahun lebih
sering dijumpai makroangiopati. Kardioembolisme sering terjadi pada usia >
70 tahun. Walaupun stroke identik dengan usia lanjut, satu dari tiga
penderita stroke terjadi pada usia kurang dari 65 tahun (Becker, 2010).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Janssen, et al., (2010) dari 97
pasien yang diteliti, dengan 49 orang penderita stroke iskemik dan 48 orang
lainnya menderita TIA, didapati rentang usia 17-50 tahun. Ini membuktikan
bahwa stroke tidak hanya menyerang pada usia lanjut tapi juga pada usia di
bawah 50 tahun.

(3) Ras
Menurut Kissela B, et al., dalam Ardelt (2009) dari buku Handbook of
Cerebrovascular disease & Neurointerventional Technique, meningkatnya
risiko stroke iskemik pada pria dibandingkan wanita premenopause pada ras
Kaukasia dihubungkan dengan penurunan insidensi stroke iskemik dengan
menopause pada wanita dan dipengaruhi oleh etnis. Sebagai contoh, pada
wanita Amerika-Afrika mengalami penurunan frekuensi yang lebih tinggi
terjadinya iskemik serebral daripada hubungan usia pada pria dan wanita
Kaukasia. Berdasarkan penelitian Zhang, et al., (2006) mengenai hubungan
antara peningkatan tekanan darah terhadap kejadian stroke iskemik dan
hemoragik antara orang Cina dan Kaukasia, didapati hasil ORs dan RRs yang
konsisten & signifikan lebih tinggi pada orang Cina dibandingkan Kaukasia.
Ini menunjukkan bahwa ras Asia memiliki risiko stroke iskemik lebih besar
daripada Eropa.
(4) Genetik (Riwayat Keturunan Keluarga)
Beberapa literatur menyatakan genetik merupakan salah satu faktor
risiko stroke iskemik yang tidak dapat dimodifikasi. Peranan genetik sebagai
faktor risiko stroke iskemik sudah diteliti sebelumnya baik dengan metode
systematic review, cohort, dan case control. Dari penelitian Floβmann, et al.,
(2003) kembar monozigot lebih memungkinkan terjadinya stroke iskemik
daripada kembar dizigot. Adanya riwayat keluarga stroke juga merupakan
faktor risiko yang penting untuk stroke iskemik. Dari penelitian yang
menggunakan hewan coba, stroke iskemik lebih mudah terjadi dengan
adanya pengaruh faktor genetik (Floβmann, et al., 2003). Peranan kompleks
gen berhubungan dengan faktor-faktor risiko intrinsik seperti hipertensi dan
diabetes dengan aspek ekstrinsik seperti diet, merokok, konsumsi alkohol,
dan aktivitas fisik. Berdasarkan penelitian Xu, et al.,(2010) pada populasi
Chinese Han, ditemukan minor alel C dari kromosom 1p32 Single Nucleotide
Polymorphisms (SNP) berhubungan dengan peningkatan risiko Low-Density
Lipoprotein Cholesterol (LDL-C) level yang tentu saja menjadi risiko
terjadinya stroke iskemik.
(5) Riwayat Transient Ischemic Attack & Stroke sebelumnya
Adanya riwayat Transient Ischemic Attack dan stroke sebelumnya
merupakan faktor risiko yang cukup penting dari stroke iskemik. TIA
merupakan serangan stroke yang dapat mengakibatkan kelumpuhan
sementara namun serangan ini dapat memacu stroke yang lebih parah pada
waktu yang berikutnya. Berdasarkan penelitian Janssenn (2010), dari 97
sampel stroke iskemik didapati 49 orang (50,5%) menderita stroke iskemik
sebelumnya dan riwayat TIA sebanyak 48 orang (49,5%).

(6) Merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko bebas dari faktor risiko stroke
iskemik lainnya (Ardelt, 2009). Penurunan risiko akan terjadi 5 tahun setelah
berhenti merokok. Janssen, et al., (2007) menyatakan dalam penelitiannya
ada kaitan merokok dengan kejadian stroke iskemik. Menurut Cole (2008),
merokok terbukti menjadi faktor risiko penyakit vaskular dan stroke yang
diakibatkan pembentukan aterosklerosis dan berujung pada pemanjangan
waktu inflamasi endotel. Beberapa faktor yang diduga terkait dengan
aterogenesis karena merokok adalah (Japardi, 2001-b):
1. Stimulasi sistem saraf simpatis oleh nikotin
2. Penggeseran O2 yang terikat dalam hemoglobin oleh CO2
3. Reaksi imunologis langsung pada dinding pembuluh darah
4. Meningkatnya adhesi trombosit
5. Meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang
terkandung di dalam rokok
Japardi (2001-a) juga menambahkan, percobaan pada hewan coba
ditemukan bahwa hipoksia merangsang proliferasi sel otot polos, hal yang
sama diduga terjadi pula pada orang yang merokok. Peneliti lain
menghubungkan merokok dengan kenaikan tekanan darah secara akut,
kenaikan reaktivitas trombosit dan penghambatan pembentukan
prostasiklin serta kenaikan kadar fibrinogen dalam plasma.
Pada studi Framingham dalam Japardi (2001-b) didapatkan bahwa
merokok merupakan faktor yang signifikan untuk kejadian stroke infark
aterotrombotik pada laki-laki berusia di bawah 65 tahun. Penelitian lain di
Iowa mendapatkan bahwa perokok mempunyai risiko terkena stroke 1,6 ×
lipat dari bukan perokok. Sedangkan dari penelitian Framingham perokok
berat (>40 batang sehari) mempunyai risiko 2 × lipat dari perokok ringan
(<10 batang sehari).
(7) Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah dengan
karakteristik tekanan darah sistolik > 120 mmHg dan tekanan darah diastolik
> 80 mmHg (Joint National Committee 7). Hipertensi merupakan satu dari
beberapa faktor risiko stroke iskemik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Sacco dan Goldstein (2006) dalam Ardelt (2009), adanya penyelidikan
berbagai klinis dan meta-analisis menunjukkan bahwa dengan
mengendalikan hipertensi akan mengurangi risiko terjadinya stroke.
Hipertensi juga diduga memicu terjadinya aterosklerosis, namun
aterogenesisnya tidak diketahui dengan pasti (Japardi, 2001-b). Diduga
tekanan darah yang tinggi merusak endotel dan menaikkan permeabilitas
dinding pembuluh darah terhadap lipoprotein. Tidak hanya itu, diduga
beberapa jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh seperti renin, angiotensin
dan lain-lain dapat menginduksi perubahan seluler yang menyebabkan
aterogenesis. Dari penelitian lain disebutkan bahwa hipertensi tidak berdiri
sendiri menyebabkan terjadinya aterosklerosis, namun meliputi beberapa
penyakit lain yang dikenal dengan istilah sindroma hipertensi. Yang
termasuk dalam sindroma hipertensi adalah profil lipid, resistensi insulin,
obesitas sentral, gangguan fungsi ginjal, LVH dan penurunan kelancaran
aliran darah arterial.
(8) Penyakit Jantung
Riwayat penyakit jantung dapat menjadi faktor risiko stroke iskemik
(Janssen, 2007). Hasil penelitian Sjahrir (2003), didapati faktor risiko
penyakit jantung koroner 24% dan aritmia kordis 26%. Penyumbatan pada
pembuluh darah sehingga menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat
atherotromboemboli (50%), kelainan pada pembuluh darah kecil
intrakranial (25%), kardioemboli (20%) atau karena penyebab lain (5%)
(Davenport dan Dennis, 2000). Beberapa kelainan jantung merupakan
sumber dari kardioemboli tersebut.
(9) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau kadar glukosa
darah puasa ≥ 140 mg/dl (National Diabetes Data Group and World Health
Organization). Saidi, et al., (2010) mengklasifikasikan diabetes sebagi faktor
risiko stroke iskemik yang didapat (acquired). Japardi (2001) menyatakan
bahwa DM telah terbukti sebagai faktor risiko yang kuat untuk semua
manifestasi klinis penyakit vaskuler aterosklerosis. Mekanisme peningkatan
aterogenesis pada penderita DM meliputi gangguan pada profil lipid,
gangguan metabolisme asam arakhidonat, peningkatan agregasi trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen, gangguan fibrinolisis, disfungsi endotel,
glikosilasi protein, dan adanya resistensi insulin hiperinsulinemia.
Menurut Asfandiyarova (2006), pasien dengan DM tipe 2 memiliki risiko
besar menderita stroke. Tingkat keparahan stroke pada diabetes tergantung
dengan sekelompok faktor yang disebut ‘metabolik sindrom’,
dikarakteristikkan dengan adanya resistensi insulin, hiperinsulinemia,
hiperglikemi, arterial hipertensi, obesitas dan dislipidemia. Semua faktor
tersebut akan meningkatkan kerusakan vaskular: tidak hanya akan
meningkatkan risiko stroke, tapi juga akan meningkatkan keparahan suatu
penyakit.

(10) Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan dengan karakteristik Indeks Masa Tubuh
≥ 25 kg/m2 untuk orang asia (Western Pacific Region of WHO, 2000).
Berdasarkan penelitian Sacco, et al., (2006) dalam Ardelt (2009) dari buku
Handbook of Cerebrovascular disease & Neurointerventional Technique,
obesitas sudah terbukti berhubungan sebagai faktor risiko stroke iskemik
termasuk hipertensi dan diabetes. Walaupun belum ada penelitian yang
menunjukkan bahwa dengan pengurangan berat badan dapat mengurangi
risiko stroke, namun pengurangan berat badan dapat mengurangi tekanan
darah dan glukosa darah.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa obesitas memiliki hubungan
yang kuat dengan meningkatkan risiko terjadinya stroke. Di Swedia,
penelitian populasi prospektif menunjukkan bahwa pada laki-laki dewasa
dengan Body Mass Index (BMI) >30.0 kg/m2 menunjukkan peningkatan
Hazard Ratios (HR) 1,93 dari total stroke. Berdasarkan penelitian kesehatan
wanita, wanita dengan BMI ≥30 kg/m 2 mempunyai HR 1,50 dari total stroke
dan 1,72 untuk stroke iskemik dibandingkan dengan BMI < 25 kg/m2
(Vemmos, 2011).
(11) Penggunaan Kontrasepsi Oral
Penggunaan kontrasepsi oral juga merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya stroke iskemik (Janssen, 2007). Penggunaan oral kontrasepsi
dapat meningkatkan risiko stroke iskemik. Tingkat risiko seseorang
menderita stroke iskemik tergantung: formulasi (estrogen atau progestin
atau kombinasi keduanya; dosis dan tipe dari estrogen ataupun progestin);
lama penggunaannya; dan tergantung kondisi (apakah ada status
hiperkoagulasi, hipertensi, dan atau perubahan metabolisme lipid).
Mekanismenya diperkirakan akibat peningkatan koagulasi karena stimulasi
estrogen terhadap produksi protein oleh hati (Ardelt, 2009).
(12) Konsumsi Alkohol
Minuman alkohol sudah tidak asing lagi hampir di seluruh dunia. Lebih
dari 20 tahun yang lalu sudah ada penelitian-penelitian mengenai hubungan
konsumsi alkohol yang berlebih dengan kejadian stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Reynolds, et al., (2003) melakukan penelitian epidemiologi
dengan metaanalisis untuk mengetahui risiko relatif kejadian stroke akibat
konsumsi tingkat variasi konsumsi alkohol. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa dengan mengkonsumsi alkohol kurang dari 1 kali minum per hari
merupakan risiko ringan terjadinya stroke iskemik. Apabila minum alkohol 1-
2 kali minum per hari berisiko sedang terhadap kejadian stroke iskemik.
Apabila mengkonsumsi alkohol lebih dari 5 kali minum per hari berisiko
berat terjadinya stroke iskemik. Risiko relatif terjadinya stroke iskemik baik
pada pria atau pun wanita akibat mengkonsumsi alkohol hampir sama.
Hubungan alkohol dapat meningkatkan risiko stroke iskemik juga diteliti
oleh Mukamal (2005). Hasil penelitiannya menyatakan pada pria yang
mengkonsumsi alkohol lebih dari 2 kali minum per hari dengan dosis sedang
(10.0-29.9 g/hari) ataupun dosis berat (≥ 30.0 g/hari) sangat berisiko
terjadinya stroke iskemik. Mengkonsumsi red wine (anggur merah) tidak
menunjukkan kaitan dengan terjadinya stroke iskemik, kecuali minuman
alkohol lainnya. Furie, et al., (2010) menyatakan terjadinya stroke yang
berulang meningkat pada penderita stroke iskemik dengan peminum
alkohol berat berdasarkan penelitian kohort di Northerm Manhattan.
(13) Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia adalah peningkatan kadar kolesterol >200mg/dl.
Hubungan antara kadar kolesterol dan stroke iskemik masih dipertanyakan.
Pada penelitian meta-analisis yag dilakukan pada 13.000 penderita stroke
dengan pendekatan kohort prospektif, tidak ditemukannya hubungan antara
serum kolesterol dan stroke (Simons, et al., 1998; Sacco, 2005). Akan tetapi,
berdasarkan penelitian-penelitian terbaru ditemukan efek protektif HDL
mengurangi risiko stroke pada orang-orang yang mendapatkan terapi statin
(Sacco, 2005).
6. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut
Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit lapang pandang, defisit motorik,
defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik
Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, misalnya adanya
adanya perdarahan atau sumbatan arteri.
2. CT scan (Computed Tomography scan)
Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral,
dan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung
darah menunjukkan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan
intra-kranial, kadar protein total meningkat, beberapa kasus trombosis
disertai proses inflamasi.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada trombosisi,
emboli, dan TIA, Tekanan meningkat dan cairan mengandung darah
menunjukkan hemoragi subarachnoid/ perdarahan intracranial.
4. USG dopler (Ultrasonoggraphy dopler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena dan arteriosklerosis.
5. EEG (Electroencephalogram)
Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah
lesi yang spesifik.
6. Pemeriksaan laboratorium
Terdiri dari: darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal, analisa
gas darah, biokimia darah, dan elektrolit.
 Pungsi Lumbal : Tekanan normal biasanya ada thrombosis, Emboli dan
TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intracranial.
 Pemeriksaan Kimia darah: Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia,
dimana gula darah mencapai (250mg dalam serum) (Andra dan Yessie,
2013).
8. Penatalaksanaan Medis
STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan
otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H 2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah
perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa
darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas
darah.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental
kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang.
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Iskemik
Terapi umum :
Letakkan kepala pasien pada posisi 30 0, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL
dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah <60 mg% atau <80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP)
≥130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500
mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi,
yaitu tekanan darah sistolik masih <90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20
μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal
100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena
0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau
keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam
selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus :
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin
atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

Stroke Hemoragik
Terapi umum :
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid
atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130
mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2
menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril
iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan
300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan
stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan
antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus :
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm 3,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan
VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan
intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin)
atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM).

STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca
stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami
dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
 Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
 Penatalaksanaan komplikasi
 Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi
 Prevensi sekunder
 Edukasi keluarga dan Discharge Planning

9. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a) Identitas klien
Nama: Tn. X
Usia: 65 tahun
Jenis kelamin: laki-laki
Status pernikahan: bercerai
Pekerjaan: pekerja pabrik bangunan
b) Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: tangan & kaki sebelah kanan lemah tidak bisa bergerak,
bicara pelo, dan mulut mencong ke arah kanan.
Lama keluhan: -
Diagnose medis: stroke
c) Riwayat kesehatan saat ini
Tn. X mengeluh tangan & kaki sebelah kanannya lemah tidak bisa
digerakkan, berbicara pelo, dan mulut mencong ke arah kanan.
d) Riwayat kesehatan dahulu
riwayat tekanan darah tinggi dan riwayat operasi BPH
DM (-), Jantung (-), Stroke (-)
e) Pemeriksaan fisik
Vital Sign: TD 180/90 mmHg, Nadi 80 x/m, RR 20 x/m, Suhu Afebris,
Kepala: Dalam Batas Normal, Mata: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak
ikterik, THT: Dalam batas normal, Leher: JVP 5 – 2 cm H20, Kelenjar
Getah: Tidak ada, pembesaran, Dada: Simetris, Jantung : S1 – S2
Normal, gallop (-), Paru: vesikuler, ronchi (-), wheezing (-), Perut: Supel,
Nyeri tekan (-), auskultasi ( N ), hati, limpa, ginjal dalam batas normal,
Alat Kelamin : (-), Anggota gerak/Kekuatan Otot :
1 4
1 4
Status neurologi ; Nervus Cranial N I: Sulit dinilai, N II: Defek Lapang
Pandang ( -), Visus N, N III,IV, VI: Pupil kanan diameter 3 mm, kiri sulit
dinilai (riwayat trauma mata), N V: Sensorik : ( dahi,pipi,dagu) sulit
dinilai, Motorik : deviasi dagu ( - ), N VII: Alis mata sulit dinilai, palpebra
menutup sempurna, sudut nasolabial kanan dangkal, N VIII,
Pendengaran normal, keseimbangan sulit dinilai, N X, IX: Disfagia (-),
uvula ditengah, disfonia (+), N XI: Angkat bahu, bagian kanan tertinggal,
N X II: Deviasi lidah (+) ke kiri, sulit dijulurkan. Tanda Rangsang
Meningeal; Laseq > 70 ° / > 70°, Kernig > 135° / > 135°, Motorik :
Hemiparese kanan Refleks Fisiologis: Bisep ↑ / +, Trisep ↑ / +, Refleks
patologis: babinski +/+, Sensorik ; rasa raba, suhu, nyeri sulit dinilai,
Otonom: miksi : terpasang kateter, defekasi: belum BAB selama 2 hari,
keringat: merata.
f) Pemeriksaan laboratorium
Urinalisa; warna kuning, jernih, BJ: 102, pH: 5,5, protein (-), Reduksi (-),
benda Keton (-), Blilirubi (-), Urobilinogen (-), Sedimen; leukosit: 2-3,
Epitel (+), Eritrosit: 1-2, Bakteri (-), Kristal (-). Kimia darah; Bilirubin T: 1,1
mg/dl, Bilirubun D: 0,22 mg/dl, SGOT: 32 mu/ml, SGPT: 12 mu/ml,
Ureum: 25 mg/dl, Kreatinin: 0,9 mg/dl, Asam urat, 5,5 mg/dl,
Trigliserida: 82 mg/dl, Kolesterol: 178 mg/dl, HDL: 58 mg/dl, LDL: 104
mg/dl, Gula darah nuchter: 103 mg/dl.
Hematologi; Hitung Jenis Lekosit: basofil: 0, eosinofil: 1, N. Batang: 1, N.
Segmen: 65, Limfosit: 34, Monosit: 0, LED: 43. WBC: 8800/UL, Lymposit:
2400/UL, Monosit: 600/ UL, Granulosit: 5800/UL: Sel Darah Merah: 4580
000/UL, Hb: 14,1 g/dl, Hematokrit: 42,2 %, MCV : 92,1 fl, MCH: 30,7 pg,
MCHC: 33,4 g/dl, RDW: 12.9 %, PLT: 254 000/ul, PCT: 0.185 %, MPV: 7,3
fl, PDW: 13,6 fl. Elektrolit; Na: 148,5 mmol/L, K: 2,5 mmol/L, Cl: 107
mmol/L. CT Scan: Infark multiple di nukleus caudatus kanan dan basal
ganglia kiri Atropi serebri senilis
1. DS: Hipertensi
 Klien mengeluh tangan dan kakinya
yang sebelah kanan lemah dan Iritasi pembuluh darah
tidak bisa menggerakkan
DO: Respon inflamasi
 Anggota gerak/Kekuatan Otot :
Pembekuan platelet
1 4
1 4
Thrombosis
 N XI: Angkat bahu, bagian kanan
tertinggal Suplai darah dan oksigen turun
 Motorik : Hemiparese kanan
Refleks Fisiologis: Bisep ↑ / +, Metabolism otak terganggu
Trisep ↑ / +, Refleks patologis:
babinski +/+ Iskemia serebri

Infark serebri

Gangguan fungsi otak

Disfungsi N XI

Kegagalan gerak tubuh

MK: Hambatan Mobilitas fisik

Analisa data
2. DS: Pola hidup tidak sehat Kerusakan
- Pasien mengeluh ( merokok, sering minum komunikasi verbal
tangan dan kaki kopi, sering tidak
bagian kanan sarapan, makam malam
lemah dan tidak mengandung banyak
bisa digerakan karbohidrat dan daging)

DO: Hipertensi
- Mulut mencong
ke kanan Penyumbatan arteri
- N VII: Alis mata
sulit dinilai, Aliran darah ke otak
palpebra menutup berkurang
sempurna, sudut
nasolabial kanan Otak kekurangan oksigen
dangkal dan glukosa (hipoxia)
- N X II: Deviasi
lidah (+) ke kiri, Kematian jaringan otak
sulit dijulurkan
- N V: Sensorik : Kerusakan Nervus cranial
(dahi,pipi,dagu) ( N V, N VII, N XII)
sulit dinilai
- disfonia (+) gangguan komunikasi
verbal

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


3. Ds : Merokok (asam nikotinat) Resiko ketidakefektifan
- Merokok dan katekolamin kemoreseptor perfusi jaringan otak
minum kopi (iskemia) & stress &
setiap hari makanan karbohidrat dan
- Makan malam daging
sangat banyak
daging dan Vasomotor medula otak
karbohidrat
Do : Ateroma/plak fibrasi pada
- TD : 180/90 lumen arteri besar atau
mmHg medium
- Hasil CT Scan
terdapat infark Penurunan suplai darah :
multiple di Nutrient dan Oksigen ke otak
nukleus kaudatus
kanan dan basal Resiko ketidakefektifan
ganglia kiri dan perfusi jaringan otak
atrofi
- Aterosklerosis
- Embolisme

Data prioritas diagnosa:


1. Hambatan mobilitas fisik
2. Hambatan komunikasi verbal
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
4. Deficit perawatan diri

Diagnosa Keperawatan No. 2


Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan fungsi saraf kranialis

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 diharapkan klien


mampu melakukan mobilitas ringan.

Kriteria Hasil : Sesuai Indkator NOC


NOC : Mobility, Adaptation to physical Disability

No INDIKATOR 1 2 3 4 5

1. Balance
2. Walking

5. Coordination

6. Muscle Movement
7. Move with ease
8. Joint Movement
Keterangan :

1. Severe
2. Substantial
3. Moderate
4. Mild
5. No deviation from normal range

NIC : Exercise Therapy: Ambulation


1. Bantu klien untuk berjalan
2. Konsultasi terapi fisik rencana latihan berjalan
3. Instruksikan penggunaan lat bantu berjalan
4. Tempatkan sesuatu pada tempat yang mudah dijankau klien
5. Latihan berjalan dengan menggunakan jarak tempuh

Diagnosa Keperawatan No. 2


Hambatan komunikasi verbal

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 7 hari selama 6


bulan pasien dapat melakukan mobilitas fisik dengan baik.

KH: Membaiknya hasil pada evaluasi akhir dengan adanya perubahan dari 2
menjadi 4

NOC: Neurological status: cranial sensory/motor function


No Indikator 1 2 3 4 5
1 Speech
2 Facial sensation
3 Facial muscle movement
4 Facial symmetry
5 Bilateral muscle strength

NIC: Communication enhancement: speech deficit


1. Collaborate with family and speech language pathologist or therapist to
develop a plan for effective communication
2. Instruct patient to speak slowly
3. Phrase questions so patient can answer using a simple yes or no, being
aware that patient with expressive aphasia may provide automatic
responses that are incorrect

Diagnosa Keperawatan No. 3


Resiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak akibat dari penyumbatan arteri
dan terdapat infark pada pemeriksaan CT Scan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan perfusi
jaringan serebral adekuat
Kriteria hasil :
Perfusi jaringan cerebral akan adekuat sesuai skala NOC dari 3 5
NOC : neurogical Status

No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Cranial sensory and
motor function
2. Komunikasi verbal
sesuai dengan
situasi
3. Tekanan darah
4. Nadi

5. Orientasi kognitif

Keterangan : 1. Severely compromised


2. Subtantially compromised
3. Moderately compromised
4. Mildly compromised
5. Not compromised
NOC : Tissue Perfussion

No. Indikator 1 2 3 4 5
1. ICP
2. Kerusakan reflek
neurologis
3. Kerusakan kognitif
4. Tekanan darah
sistolik
5. Tekanan darah
diastolic
6. Kerusakan Reflek
neurologis
Keterangan : 1. Severely compromised
2. Subtantially compromised
3. Moderately compromised
4. Mildly compromised
5. Not compromised
NIC : Neurologic Monitoring
1. Memonitor level dari kesadaran
2. Memonitor perubahan GCS
3. Memonitor kekuatan ttv, suhu , tekanan darah, dan nadi
4. Memonitor kekuatan otot, pergerakan , cara berjalan dan memantau
adanya tremor.
5. Memonitor tonjolan lidah
6. Memonitor karakter bicara : kelancaran, pemahaman kata, dan
pemahaman kata-kata sulit
7. Memonitor respon babinski
8. Meningkatkan frekuensi monitoring neurologi

NIC : cerebral perfussion promotion

1. Kurangi hipertensi
2. Kolaborasikan dengan obat-obatan anti platelet
3. Monitoring status neurologis pasien

Diagnosa keperawatan No.3


Defisit perawatan diri b/d keterbatasan aktivitas
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam diharapkan
kemampuan self care pasien meningkat
Kriteria hasil
Pada evaluasi akhir, pasien dapat mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber
bantuan; pasien mampu mandi, memakai baju, makan, dan toileting dengan
lebih mandiri.
NOC : self care: activities daily living (ADL)
No Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan

1 Makan 1: severely compromised

Mengenakan 2: substantially
2
pakaian compromised
3: moderately
3 Toileting
compromised
4 Mandi
4: mildly compromised
5 Hygiene 5: not compromised
Kebersihan
6
mulut

NIC : Bathing

1. Membantu dengan menggunakan shower duduk, tub bath, bath


samping tempat tidur, shower berdiri, atau sitz bath
2. Mencuci rambut, jika dibutuhkan
3. Menggunakan air mandi dengan suhu yang sesuai
4. Membantu melakukan parineal care, jika dibutuhkan
5. Melakukan tindakan hygiene (menggunakan deodorant, atau
parfum)
NIC: Dressing

1. Mengidentifikasi area mana yang membutuhkan bantuan untuk


dressing
2. Memonitor kemampuan pasien untuk berpakaian sendiri
3. Membantu pasien berpakaian setelah personal hygiene selesai
4. Memberikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu berpakain
sendiri
Daftar Pustaka

Smeltzer & Bare. (2001). Brunner & Suddarth: Buku ajar keperawatan bedah. Alih
Bahasa: Waluyo Agung. (2001)., edisi 8. Jakarta: EGC.
Sianipar. J.P.S. 2013. STROKE dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35347/4/Chapter%20ll.pdf .
Diakses pada 20 November 2016 pukul 18.08 WIB.

Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Edisi 6.
EGC, Jakarta.

Andra, S,F dan Yessie, M, P,. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika

Rambe, A., 2006. Stroke: Sekilas Tentang Definisi, Penyebab, Efek, dan Faktor Risiko.
Medan: Majalah Kedokteran Nusantara Volume 10 (2): 195-198. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18925/1/ikm-des2006
10%20%283%29.pdf [Accessed 14 April 2012]

Sacco, R.L., 2005. Vascular Disease. In: Rowland, L.P, ed. Merritt’s Neurology.8th ed.
Dallas: Williams & Wilkins, 275-290.
Smeltzer, S.C. & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner And
Suddart. Alih Bahasa Agung Waluyo Editor Bahasa Indonesia Monica Ester, edisi 8.
Jakarta : EGC.
Setyopranoto I. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan.
www.kalbemed.com/portals/6/1_05_185strokegejalapenatalaksanaan.pdf. Jakarta:
CDK

Anda mungkin juga menyukai