Disusun oleh:
KELOMPOK 2
REGULER 1
B. JENIS/MACAM
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya
disertai dengan evaluasi diri yang negative, membenci diri sendiri, dan menolak
diri sendiri. Gangguan diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara (Makhripah
D & Iskandar, 2012) :
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya jika seseorang yang akan
dilakukan operasi, adanya kecelakaan, diceraikan suami, putus sekolah,
atau putusnya hubungan kerja. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi
harga diri rendah karena privasi yang kurang diperhatikan. Seperti
pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat medis yang tidak
sopan, harapan akan fungsi struktur, bentuk, dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai akibat dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.
2. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri sendiri yang telah berlangsung lama,
yaitu sebelum sakit/dirawat, karena dalam hal ini pasien telah memiliki
cara berfikir yang negative. Kejadian saat individu tersebut sakit/dirawat
akan menambah persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini akan
mengakibatkan respon yang maladaptive. Kondisi ini akan dapat
ditemukan pada pasien yang memiliki gangguan fisik yang kronis atau
pada pasien dengan gangguan jiwa.
Pengkajian
1. Identitas
2. Alasan masuk rumah sakit
3. Factor presdisposisi
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat kesehatan terdahulu
6. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
BB/TB
Gangguan fisik lain
Psikososial
a. Konsep diri
Gambaran diri, biasanya klien sering menyendiri, jarang
berinteraksi, menjawab pertanyaan dengan singkat.
Peran, apa peran klien dalam lingkungannya saat itu dan apakah
ia sudah bisa menjalankan perannya dengan baik
Ideal diri, klien akan nampak banyak menyendiri, berdiam diri,
kurang komunikasi, dan jarang berinterkasi dengan orang lain
Harga diri, nampak sikap klien yang acuh akan lingkungannya,
berpakaian tidak rapi, afek datar, tidak memperdulikan
lingkungan sekitarnya
b. Hubungan sosial
Gali siapa saja yang berarti dalam hidup klien, apa peran serta
klien dalam masyarakat sebelum mengalami gangguan, apa yang
menghambat klien berhubungan dengan orang lain.
c. Spiritual
Nilai dan keyakinan, bagaimana klien memandang keyakinan
dan agamanya.
Kegiatan ibadah, bagaimana aktifitas ibadah klien sebelum dan
sesudah adanya gangguan.
Status mental
a. Penampilan, biasanya klien akan berpakaian tidak rapi.
b. Pembicaraan, klien akan banyak diam, tidak mampu memulai
pembicaraan, menjawab dengan nadda pelan
c. Aktifitas motoric, jarang yang mengalami gangguan motorik
d. Afek dan emosi, biasanya afek tidak ada/datar
e. Interaksi selama wawancara, kontak mata antara pemeriksa dan
klien biasanya kurang
f. Persepsi, apakah klien mengalami halusinasi pendengaran,
penglihatan, perabaan, pengecapan, dan pembauan.
g. Proses pikir, lihat ada atau tidaknya gangguan proses pikir pada
klien selama wawancara/pengkajian.
h. Isi pikir, identifikasi isi pikir dari klien.
i. Tingkat kesadaran, kaji GCS dan tingkat kesadaran kualitatif dari
klien selama pengkajian.
j. Memori, kaji memori sekarang, jangka panjang, dan jangka
pendek klien.
k. Tingkat kosentrasi dan berhitung, bisanya klien tidak ada
gangguan dalam proses berhitung tetapi tak jarang terdapat
gangguan pada tingkat konsentrasinya.
l. Kemampuan penilaian, kaji apakah klien bisa menilai suatu hal
dari yang sederhana
m. Daya tilik diri, kaji apakah klien terus menolak kenyataan
sekarang atau klien tahu, sadar, dan menerima kenyataan pada saat
itu.
Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan klien memahami/menyediakan makanan
b. Perawatan diri sehari-hari
c. Kemampuan klien
d. Pasien memiliki factor pendukung
Terapi pengobatan
7. Pohon masalah
Perubahan persepsi sesori : halusinasi audiptorik
Disusun oleh:
KELOMPOK 2
REGULER 1
B. JENIS/MACAM
Foland (2009) mengemukakan bahwa citra tubuh terbagi dalam 5 dimensi :
1. Appearance Evaluation (Evaluasi Penampilan)
Perasaan daya Tarik fisik seseorang mengenai menarik atau tidaknya
penampilan seseorang tersebut, serta memuaskan atau tidak memuaskan.
Penilaian dengan hasil tinggi sebagian besar positif dan merasa puas
terhadap penampilan mereka. Sedangkan penilaian hasil rendah memiliki
rasa ketidakbahagiaan dengan penampilan mereka.
Penilaian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana dirinya,
mengenai kesesuaian diri terhadap apa yang sedang dialami individu baik
secara pribadi maupun berada di lingkungan masyarakat.
2. Appearance Orientation (Orientasi Penampilan)
Yaitu tingkat investasi dalam penampilan seseorang, hasil penilaian tinggi
berada pada peran lebih penting bagaimana mereka terlihat,
memperhatikan penampilan mereka, dan terlibat dalam perilaku perawatan
ekstensif. Hasil penilaian rendah tampak tidak sangat penting dan mereka
tidak menghabiskan banyak usaha untuk menjadi terlihat baik. Oerientasi
penampilan perlu dilakukan untuk memperbaiki citra tubuh individu,
karena orientasi tinggi merupakan usaha untuk mencapai citra tubuh yang
baik dan dapat membuat individu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
3. Body Areas Satisfaction (Kepuasan Terhadap Bagian Tubuh)
Hampir serupa dengan evaluasi penampilan, hasil penilaian tinggi pada
umumnya merasa puas dengan sebagian besar tubuh mereka. Hasil
penilaian rendah berarti memiliki ketidakpuasan dengan ukuran atau
penampilan diri mereka sendiri.
4. Overweight Preocupation (Kecemasan Menjadi Gemuk)
Hal ini merupakan kewaspadaan individu akan berat badannya, melakukan
diet ketat, dan membatasi pola makan. Individu akan memiliki kecemasan
terhadap bentuk tubuhnya yang bisa menjadi gemuk. Kewaspadaan ini
memberikan dampak terhadap peningkatan perhatian terhadap penampilan
diri individu.
5. Self-Clasified Weight (Persepsi terhadap Ukuran Tubuh)
Merupakan persepsi dan penilaian individu terhadap berat badannya, mulai
dari kekurangan berat badan sampai kelebihan berat badan. Penilaian ini
terjadi pada individu itu sendiri terhadap bagaiana keadaan dirinya sendiri
dan juga bagaimana keadaan dirinya dimata orang lain. Pandangan
individu terhadap proporsi tubuhnya sangat berpengaruh terhadap
kenyamanan dalam hidup bersosialisasi dihadapan masyarakat.
D. FASE
Pengkajian
1. Identitas
2. Alasan masuk rumah sakit
3. Factor presdisposisi
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat kesehatan terdahulu
6. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
BB/TB
Gangguan fisik lain
Psikososial
a. Konsep diri
Gambaran diri, biasanya klien sering menyendiri, jarang
berinteraksi, menjawab pertanyaan dengan singkat.
Peran, apa peran klien dalam lingkungannya saat itu dan apakah
ia sudah bisa menjalankan perannya dengan baik
Ideal diri, klien akan nampak banyak menyendiri, berdiam diri,
kurang komunikasi, dan jarang berinterkasi dengan orang lain
Harga diri, nampak sikap klien yang acuh akan lingkungannya,
berpakaian tidak rapi, afek datar, tidak memperdulikan
lingkungan sekitarnya
b. Hubungan sosial
Gali siapa saja yang berarti dalam hidup klien, apa peran serta
klien dalam masyarakat sebelum mengalami gangguan, apa yang
menghambat klien berhubungan dengan orang lain.
c. Spiritual
Nilai dan keyakinan, bagaimana klien memandang keyakinan
dan agamanya.
Kegiatan ibadah, bagaimana aktifitas ibadah klien sebelum dan
sesudah adanya gangguan.
Status mental
a. Penampilan, biasanya klien akan berpakaian tidak rapi.
b. Pembicaraan, klien akan banyak diam, tidak mampu memulai
pembicaraan, menjawab dengan nadda pelan
c. Aktifitas motoric, jarang yang mengalami gangguan motoric
d. Afek dan emosi, biasanya afek tidak ada/datar
e. Interaksi selama wawancara, kontak mata antara pemeriksa dan
klien biasanya kurang
f. Persepsi, apakah klien mengalami halusinasi pendengaran,
penglihatan, perabaan, pengecapan, dan pembauan.
g. Proses pikir, lihat ada atau tidaknya gangguan proses pikir pada
klien selama wawancara/pengkajian.
h. Isi pikir, identifikasi isi pikir dari klien.
i. Tingkat kesadaran, kaji GCS dan tingkat kesadaran kualitatif dari
klien selama pengkajian.
j. Memori, kaji memori sekarang, jangka panjang, dan jangka
pendek klien.
k. Tingkat kosentrasi dan berhitung, bisanya klien tidak ada
gangguan dalam proses berhitung tetapi tak jarang terdapat
gangguan pada tingkat konsentrasinya.
l. Kemampuan penilaian, kaji apakah klien bisa menilai suatu hal
dari yang sederhana
m. Daya tilik diri, kaji apakah klien terus menolak kenyataan
sekarang atau klien tahu, sadar, dan menerima kenyataan pada
saat itu.
Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan klien memahami/menyediakan makanan
b. Perawatan diri sehari-hari
c. Kemampuan klien
d. Pasien memiliki factor pendukung
Terapi pengobatan
7. Pohon masalah
Isolasi sosial
ansietas
Disusun oleh:
KELOMPOK 2
REGULER 1
B. JENIS/MACAM
D. FASE
Menurut Stuart G.W (2007) isolasi sosial disebabkan oleh beberapa factor antara
lain :
a. Factor presdisposisi
1. Factor tumbuh kembang, dimana tugas perkembangan pada fase
tumbuh kembang tidka terselesaikan
2. Factor komunikasi dalam keluarga
3. Factor sosial budaya, isolasi sosial yang disebabkan oleh norma-norma
yang salah dianut keluarga
4. Factor biologias
b. Factor presipitasi
1. Factor eksternal : stressor sosial budaya
2. Factor internal : stressor psikologis
Dapat pula tergolong dalam respon adaptif dan maladaptive
a. Berikut sikap yang tergolong respon adaptif :
1. Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya
2. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial
3. Bekerja keras, kemampuan individu untuk saling membutuhkan
4. Interdependen, saling ketergantungan antar individu dengan orang lain
dalan menjalin hubungan interpersonal
b. Beikut sikap yang tergolong respon maladaptive :
1. Menarik diri, individu akan sulit membangun hubungan secara terbuka
dengan orang lain
2. Ketergantungan, individu gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga bergantung pada orang lain
3. Manipulasi, akan mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
4. Curiga, seseorang telah gagal mengembangkan rasa percaya pada
orang lain.
Disusun oleh:
KELOMPOK 2
REGULER 1
B. JENIS/MACAM
Tingkat kekerasan menurut Jeffrey, dkk (2006) :
1. Ringan
Merupakan perilaku kekerasan yang diperlihatkan pasien dengan
gangguan jiwa hanya sebatas intimidasi terhadap orang-orang
disekitarnya. Pasien belum melakukan verbal tetapi sudah menunjukkan
kekerasan emosional. Bentuknya merupakan emosional verbal seperti
mata melotot, melihat dengan ataja, atau mengepalkan tangan.
2. Menengah
Merupakan perilaku kekerasan yang sudah dilakukan pasien tetapu tidak
mengakibatkan cedera yang berarti. Pasien dengan gangguan jiwa sudah
menyerang dengan intensitas yang rendah, misalnya memukul tapi dengan
jenis pukulan yang tidak terlalu keras.
3. Berat, merupakan perilaku kekerasan yang benar-benar dilakukan pasien
dengan gangguan jiwa dengan intesitas yang berat. Biasnaya akan
mengakibatkan codera yang serius pada orang yang diserangnya.
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang ditemui pada pasien melalui observasi atau wawancara
tentang perilaku kekerasan menurut Keliat (2009) adalah :
1. Wajah merah dan tegang
2. Mengepalkan tangan
3. Jalan mondar-mandir
4. Mengancam secara verbal ataupun fisik
5. Melempar atau memukul benda/orang lain
6. Merusak barang
7. Tidak memiliki kemampuan mencegah/mengendalikan eprilaku kekerasan
yang dapat menimbulkan resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungannya
Sedangkan tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Erick dan Sally (2009)
adalah :
1. Adanya sikap membenci baik yang diekspresikan dalam kata-kata atau
tidak
2. Marah
3. Terlibat dalam pertengkaran
4. Mengutuk, mencaci, memaki, menertawakan, dan menuduh secara jahat
5. Perbuatan berkelahi dalam rangka mempertahankan diri atau
mempertahankan objek yang dicinta
6. Membalas dendam terhadap penghinaan
7. Membalas kepada orang yang melakukan penyerangan
8. Anti sosial
9. Perbuatan menyerang
10. Melukai
11. Berkelahi tanpa alasan
12. Membalas secara brutal dengan pengrusakan yang berlebihan
13. Menantang petugas medis
14. Dan perilaku kekerasan secara seksual
D. FASE
Perilaku atau respon kemarahan dapat berfluktuatif dalam rentang adaptif sampai
maladaptive. Rentang respon marah menurut Stuart (2006), dimana amuk
(perilaku kekerasan) dan agresif berada pada rentang maladaptive.
1. Asestif, ungkapan rasa tidak setuju atau kemarahan yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain sehingga akan memberikan
kelegaan dan tidak menimbulkan masalah.
2. Frustasi, respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang tidak
realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan.
3. Pasif, merupakan kelanjutan dari frustasi, dalam keadaan ini individu tidak
menemukan alternative ;ain penyelesaian masalah sehingga terlihat pasif
dan tidak mampu mnegungkapkan perasaannya.
4. Agresif, perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku yang tampak berupa
muka masam, bicara kasar dan menuntut.
5. Amuk (perilaku kekerasan), perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat merusak diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitarnya.
Pengkajian
1. Identitas
2. Alasan masuk rumah sakit
Biasanya klien masuk akibat aanya perilaku/amarah yang tidak apat
dikontrol sehingga mengancam baik orang diskeitarnya dan lingkungan di
dekatnya.
3. Faktor presdisposisi
Adakah gangguang kejiwaan sebelumnya, apakah pengobatan yang
dijalani sebelumnya berhasil, adakah trauma
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat kesehatan terdahulu
6. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
BB/TB
Gangguan fisik lain, biasanya tidak ditemukan adanya gangguan fisik
lainnya
Psikososial
a. Konsep diri
Citra tubuh, menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi
atau yang akan terjadi. Menolak menjelaskan perubahan tubuh,
persepsi negative tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian
tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan, dan
mengungkapkan ketakutan.
Identitas diri, ketidakpasitian memandang diri, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan
Peran, adakah peran dan fungsinya berubah atau terhenti karena
adanya gangguan.
Ideal diri, mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan diri.
Harga diri, perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah,
gangguan hubungan sosial.
b. Hubungan sosial
Biasanya tidak terdapat hambata atau gangguan hubungan sosial
antara klien dengan orang lain.
c. Spiritual
Nilai dan keyakinan, bagaimana klien memandang keyakinan
dan agamanya.
Kegiatan ibadah, bagaimana aktifitas ibadah klien sebelum dan
sesudah adanya gangguan.
Status mental
a. Penampilan, biasanya klien akan berpakaian rapid an
berpenampilan sesuai
b. Pembicaraan, klien akan cenderung inkoherensi, lambat, dan tidak
bisa memulai pembicaraan
c. Aktifitas motoric, klien tampak lesu tapi akan berespon baik jika
diajak mengobrol
d. Afek dan emosi, datar hingga mengeksresikan kemarahan
e. Interaksi selama wawancara, kontak mata antara pemeriksa dan
klien biasanya kurang dan terkadang menolak untuk bicara
dengan orang lain.
f. Persepsi, biasanya klien tidak mengalami halusinasi
g. Proses pikir, lihat ada atau tidaknya gangguan proses pikir pada
klien selama wawancara/pengkajian. Biasanya tiba-tiba blocking
serta inkoherensi dalam proses pikir.
h. Isi pikir
i. Tingkat kesadaran, kaji GCS dan tingkat kesadaran kualitatif dari
klien selama pengkajian.
j. Memori, kaji memori sekarang, jangka panjang, dan jangka
pendek klien.
k. Tingkat kosentrasi dan berhitung, bisanya klien tidak ada
gangguan dalam proses berhitung dan tingkat konsentrasi
l. Kemampuan penilaian, kaji apakah klien bisa menilai suatu hal
dari yang sederhana.
m. Daya tilik diri, kaji apakah klien terus menolak kenyataan
sekarang atau klien tahu, sadar, dan menerima kenyataan pada
saat itu.
Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan klien memahami/menyediakan makanan
b. Perawatan diri sehari-hari
c. Kemampuan klien
d. Pasien memiliki factor pendukung
Terapi pengobatan
7. Pohon masalah
Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
9. Rencana Keperawatan
10. Menyusun SP (Strategi Pelaksanaan) dan SK (strategi Komunikasi)
G. DAFTAR PUSTAKA
Wahyuningsih, Dyah, dkk. 2011. Penurunan Perilaku Kekerasan Pada Klien
Skizofrenia Dengan Assertiveness Training (AT). Jurnal Keperawatan
Indonesia, Vil. 14, No. 1, Maret 2011. Depok: Fakultas Ilmu
Keperawatan Unversitas Indonesia.
Sulistyowati, Dwi Ariani., Prihantini, E. 2015. Pengaruh Terapi Psikoreligi
Terhadap Penurunan Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan,
Vol. 4, No. 1, Mei 2015. Surakarta: Jurusan Keperawatan
Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan.
“LAPORAN PJBL”
HALUSINASI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Blok Mental Health Nursing
Disusun oleh:
KELOMPOK 2
REGULER 1
B. JENIS/MACAM
1. Halusinasi pendengaran : mendengar suara, sering mendengar suara
orang membicarakan dirinya, suara-suara tersebut bisanya familiar.
Halusinasi ini paling sering dialami.
2. Halusinasi penglihatan : melihat bayangan yang sebenarnya tidak
ada
3. Halusinasi penciuman : mencium bau-bauan di tempat tersebut
padahal tidak ada bau. Tipe ini sering ditemukan pada klien dengan
gangguan cerebrovaskuler
4. Halusinasi sentuhan : perasaan nyeri, nikmat/tidak nyaman
padahal tidak ada rangsangan
5. Halusinasi pengecapan : termasuk rasa yang tidak hilang pada
mulut, perasaan adanya rasa makanan dan berbagai zat lainnya yang
dirasakan oleh indra pengecap klien.
D. FASE
1. Fase I
Yaitu fase awal seseorang sebelum munculnya halusinasi. Klien mrasa
banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang
lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah semakin terasa sulit karena
berbagai stressor terakumulasi. Klien menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecah masalah
2. Fase II
Yaitu halusinasi secara umumnya terima sebagai sesuatu yang alami,
pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya rasa cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutakan, dan mencoba memutuskan
pikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggap pengalam pikiran dan
sensorinya bisa ia kontrol bila kecemasan diatur. Dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
3. Fase III
Yaitu secara umum halusinasi sering mendatangi klien. Pengalaman
sensori klien sering datang dan mengalami bias. Klien merasa tidak
mampu mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya
dengan objek yang dipersepsikan klien. Mulai menarik diri dari
lingkungan dengan intensitas waktu yang lama.
4. Fase IV
Yaitu fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan, klien
mencoba melawan sensori abnormal yang datang. Klien dapat merasa
kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik.
5. Fase V
Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman
sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan datangnya suara-
suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang
ia dengan dari halusinasi. Dapat berlangsung minimal 4 jam per hari. Bila
klien tidak mendapat komunikasi teraupetik akan menimbulkan gangguan
psikotik berat.
Isolasi sosial