Abstrak
Penggunaan LoRa di Indonesia semakin meningkat, begitu juga di Universitas Telkom yang
mulai dikembangkan. Akan tetapi dalam praktiknya, pengalokasian frekuensi kerja LoRa
oleh pemerintah di rentang 920 MHz-923 MHz masih cukup beresiko terhadap gangguan.
Pasalnya dalam frekuensi tersebut sudah ada teknologi lainnya seperti Global System for
Mobile Communication (GSM). Dalam praktiknya, jika dua teknologi memakai frekuensi
yang berdekatan atau sama, besar kemungkinan terjadi interferensi. Pada penelitian ini
akan dianalisa efek interferensi dari GSM terhadap LoRa yang terjadi akibat penggunaan
frekuensi yang berdekatan yaitu pada frekuensi LoRa 920 MHz-923 MHz akan
menyebabkan performasi LoRa menurun seperti daya terima yang kurang baik, dan
datarate yang semakin kecil.
Dalam mengatasi masalah tersebut, pada penelitian kali ini membahas tentang
analisis pengaruh interferensi antara sinyal GSM di frekuensi 915 dan 925 MHZ dan sinyal
LoRa di frekuensi 920-923 MHz dengan melakukan pengukuran probabilitas interferensi
menggunakan software Simulation Engineering Advance Monte Carlo Analysis Tools
(SEAMCAT), karaktersitik dari sinyal LoRa menggunakan perangkat RTL-SDR, dan
mengukur RSSI dan SNR dengan parameter bandwidth, spreading factor, dan coding rate
yang digunakan.
Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan, antara sinyal GSM dengan LoRa
terdapat co-channel interferensi dalam skenario uplink dan downlink sinyal GSM yang
menjadi korban. Sehiingga dilakukan perbaikan dan mendapatkan nilai probabilitas
interferensi sebesar 7,9% untuk arah uplink dan 4% untuk arah downlink yang masih bisa
ditoleransi karena dibawah 10%. Untuk hasil pengamatan karakteristik sinyal LoRa
menggunakan RTL-SDR didapatkan hasil bahwa terdapat spurious emission atau frekuensi
palsu yang muncul dengan jarak 2,4 MHz dari frekuensi utama. Hasil yang didapatkan
pada pengukuran RSSI dan SNR, didapatkan hasil nilai RSSI terbaik di -38,37 dBm pada
SF8 dengan perangkat Gateway Dragino dan End Node Cosmic. Hasil SNR terbaik di 11,61
dB pada SF9 dengan Gateway RAK831 dan End Node Cosmic.
Abstract
The use of LoRa in Indonesia is increasing, so is Telkom University which is being
developed. However, in practice, the allocation of LoRa working frequency by the
government in the range of 920 MHz-923 MHz is still quite risky for disruption. Because in
that frequency there are other technologies such as the Global System for Mobile
Communication (GSM). In practice, if two technologies use the same or adjacent
frequencies, interference is most likely. This research will analyze the interference effect of
GSM on LoRa that occurs due to the use of adjacent frequencies, namely the frequency of
LoRa 920 MHz-923 MHz will cause LoRa performance to decrease as poor reception, and
smaller level.
In overcoming this problem, this study discusses the analysis of the influence of
interference between GSM signals at frequencies of 915 and 925 MHZ and LoRa signals at
frequencies of 920-923 MHz by measuring interference probability using the Monte Carlo
Analysis Tools (SEAMCAT) Simulation Engineering Advance Analysis Tool (SEAMCAT)
software, the characteristics of the LoRa signal use the RTL-SDR device, and measure RSSI
and SNR with the bandwidth, spreading factor, and coding rate parameters used.
Based on the results of measurements that have been carried out, between GSM and
LoRa signals there is co-channel interference in the uplink and downlink scenarios of the
affected GSM signal. So those improvements are made and get an interference probability
value of 7.9% for the uplink direction and 4% for the downlink direction that can still be
tolerated because it is below 10%. For the results of observing LoRa signal characteristics
using RTL-SDR, the results show that there is a spurious emission or false frequency that
appears with a distance of 2.4 MHz from the mains frequency. The results obtained in RSSI
and SNR measurements, the best RSSI values obtained at -38.37 dBm on SF8 with the
Gateway Dragino and End Node Cosmic devices. The best SNR results at 11.61 dB on SF9
with Gateway RAK831 and End Node Cosmic.
1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi Internet of Things (IoT) dewasa ini semakin meningkat seiring
pesatnya inovasi yang terus bermunculan yang membuat manusia menuju masa serba otomatis
dalam menunjang kegiatan sehari-hari.
Saat ini perencanaan jaringan IoT di Indonesia masih terkendala dengan teknologi dan
infrastruktur yang belum memadai. Namun, diprediksi dalam beberapa tahun kedepan perencanaan
jaringan IoT akan terwujud secara merata mulai dari perkotaan maupun pedesaan dari segi
infrastruktur maupun teknologi, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi Long Range
(LoRa). LoRa merupakan suatu teknologi yang termasuk kedalam golongan Low Power Wide
Area Network (LPWAN) yang menjadi pendukung atau protokol untuk IoT.
Di Indonesia, teknologi LoRa menggunakan frekuensi kerja 915 MHz tepatnya beroperasi di
band 920 MHz-923 MHz sesuai dengan ketersediaan frekuensi yang ada dan spesifikasi dari LoRa
tersendiri. Namun, pada frekuensi kerja tersebut terdapat beberapa teknologi seluler lain yang
sudah terlebih dahulu memakainya, salah satunya adalah Global System for Mobile
Communication (GSM) yang juga memakai frekuensi kerja yang berdekatan bahkan sama dengan
LoRa. Dampaknya adalah adanya interferensi dari sinyal GSM terhadap sinyal LoRa begitu juga
sebaliknya yang menyebabkan kinerja dari masing-masing teknologi akan mengalami gangguan.
Pada penelitian sebelumnya[1][2][3][4] sudah dilakukan peelitian tentang kinerja LoRa terhadap
teknologi lain dan didapatkan bahwa LoRa masih bisa terkena dampak interferensi dengan
kondisi-kondisi tertentu.
Sebelum menyelenggarakan jaringan LoRa tersebut, diperlukan analisis apakah bagus atau
tidaknya kualitas jaringan yang diberikan, dan berpengaruh dalam segi apa saja yang diakibatkan
interferensi yang terjadi pada teknologi LoRa di frekuensi kerja tersebut. Faktanya, di Indonesia
sendiri khususnya di kota-kota besar sudah banyak perusahaan maupun perorangan yang
menggunakan teknologi LoRa, maka penelitian ini penting karena membantu para penyedia
layanan dalam perencanaan jairngan LoRa dimasa depan. Pada penelitian ini akan menganalisis
interferensi yang terjadi pada LoRa yang terpengaruh akibat sinyal GSM, karaktersitik sinyal
LoRa, dan juga mengukur parameter RSSI dan SNR yang dilakukan di daerah Universitas Telkom
sebagai pusat penelitian..
2. Dasar Teori
2.1 Parameter
Parameter-parameter sangat mempengaruhi kinerja dari teknologi LoRa[8], dalam penelitian
ini digunakan beberapa parameter sebagai berikut:
1. Bandwidth
Bandwidth atau biasa disebut dengan lebar pita adalah lebar antara frekuensi tinggi dan
frekuensi rendah. Dalam LoRa sendiri terdapat tiga lebar pita yang digunakan, yaitu dengan besar
125 kHz, 250 kHz, dan 500 kHz. Besaran bandwidth mempengaruhi data rate dan jangkauan atau
jarak pengiriman. Semakin besar bandwidth yang digunakan maka data rate akan semakin besar,
namun jarak jangkauan pengiriman akan semakin mengecil.
2. Spreading Factor
Nilai dari Spreading Factor (SF) menunjukan berapa banyak chip yang digunakan untuk
merepresentasikan sebuah simbol yang dikirim. Semakin tinggi nilai SF maka chip yang
digunakan untuk merepresentasikan sebuah simbol semakin banyak pula, yang berarti semakin
banyak data yang diperoleh atau diproses di sisi penerima. Kejadian ini memungkinkan di sisi
penerima menerima sinyal data dengan nilai SNR yang negatif. Banyaknya simbol yang bisa
diperoleh dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
BW
Rs= (2.1)
2 SF
Spreading factor menunjukkan berapa banyak chip yang digunakan untuk merepresentasikan
sebuah simbol yang dikirim, dengan eksponensial faktor dari 2. Satu simbol dapat terdiri dari N
chip dimana
N=2SF (2.2)
dengan N adalah banyaknya chip.
Nilai dari spreading factor sendiri berada diantara 6 sampai 12 tergantung jarak dan
spesifikasi yang diinginkan oleh pengguna.
3. Coding Rate
Coding Rate (CR) mengacu pada proporsi bit yang berisi informasi atau data yang
ditransmisikan. Disamping itu, CR berfungsi untuk memperbesar atau memperkecil nilai dari
Packet Error Rate (PER). CR memiliki persamaan sebagai berikut:
4
CR= (2.3)
4 +n
dengan nilai n ∈ {1,2,3,4 } .
4. RSSI
Receive Signal Strength Indicator merupakan daya sinyal dalam miliwatt yang diterima disisi
penerima. Nilai dari RSSI biasanya diukur dalam satuan dBm. Nilai ini dapat digunakan untuk
mengukur dan menentukan seberapa baik sinyal yang diterima dan ditangkap oleh penerima. RSSI
dapat dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya adalah jarak, semakin jauh jaraknya maka loss
propagasi dari sinyal akan semakin besar pula yang mengakibatkan nilai RSSI semakin mengecil.
Nilai dari RSSI berada diantara 0 sampai dengan -120 dBm. Semakin dekat dengan nilai 0, maka
semakin kuat pula sinyal yang diterima.
5. SNR
Signal to Noise Ratio merupakan nilai yang didapatkan dari perbandingan antara kekuatan
sinyal informasi dengan kekuatan noise. SNR dapat menentukan kualitas sebuah sinyal yang
terganggu oleh noise floor atau derau. Noise Floor (NF) adalah area dari semua yang tidak
diinginkan dan mengganggu sinyal informasi. Dalam LoRa terdapat SNR limit atau SNR
minimum yang harus dicapai, karena jika jika limit tersebut sudah sama nilainya maka penerima
tidak dapat mendemodulasi sinyal yang diterima.
2.2 Model Propagasi
Model propagasi adalah sebuah perhitungan yang ditujukan untuk mencari nilai dari daya
sinyal terima rata-rata pada sebuah sistem komunikasi wireless. Untuk jenis dari model propagasi
ada banyak sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan masing-masing. Untuk perhitungan daya
terima rata-rata pada komunikasi menggunakan protokol dan teknologi LoRa menggunakan model
propagasi Okumura-Hata[9]. Okumura-Hata diciptakan di Jepang pada tahun 1968 dengan
mengkombinasikan model Okumura dan Hata. Pada model propagasi ini memiliki persamaa
seperti yang bisa dilihat pada persamaan 2.10 yaitu
Pl= A+ B log ( d )+ C (2.4)
dimana nilai A adalah
A=69.55+26.16 log ( fc )−13.82 log ( ht )−a ( hm ) , (2.5)
dan B adalah
B=44.9−6.55 log (hb), (2.6)
dan C adalah nilai dari a (hm) tergantung dari jenis atau tipe morfologi dari suatu daerah yang
menjadi fokus penelitian. Pada penelitian ini menggunakan tipe morfologi urban.
3. Pembahasan
3.1. Diagram Alir
Dalam melakukan analisis sebuah kejadian yang dalam hal ini tentang adanya interferensi
antara sinyal LoRa yang disebabkan sinyal GSM diperlukan tahapan-tahapan yang jelas agar dapat
dihasilkan hasil yang akurat dan sesuai dengan perencanaan. Maka dari itu dipenelitian ini dibagi
menjadi beberapa tahapan yang bisa dijelaskan sebagai berikut.
Gambar 3.6 Grafik CDF Uplink GSM Gambar 3.7 Grafik CDF Downlink GSM
Dari tabel 4.2 didapatkan hasil akhir pada skenario pertama yaitu menggunakan software
SEAMCAT didapatkan hasil bahwa untuk arah uplink GSM dengan LoRa memiliki probabilitas
interferensi sebesar 7,9% yang masih dapat ditoleransi berdasarkan ketetapan ETSI. Hasil yang
didapatkan arah downlink GSM dengan LoRa memiliki probabilitas interferensi sebesar 4% yang
juga masih dapat ditoleransi berdasarkan ketetapan ETSI.
4.2 Skenario Kedua (RTL-SDR)
Gambar 3.8 Sinyal End Node Dragino Uplink Gambar 3.9 Sinyal End Node Dragino
GSM Downlink GSM
Gambar 3.10 Sinyal End Node Cosmic Uplink Gambar 3.11 Sinyal End Node Cosmic
GSM Downlink GSM
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada gambar 4.3 sampai dengan gambar 4.6 pada subbab
sebelumnya dapat diketahui bahwa sinyal yang dikirimkan oleh end node LoRa memiliki sebuah
karakteristik yaitu adanya frekuensi perulangan dari frekuensi aslinya sejauh 2,4 MHz. Perulangan
yang terjadi dari frekuensi yang ditetapkan sebelumnya ini dapat berpengaruh besar terhadap
adanya interferensi yang terjadi antara LoRa dengan GSM atau teknologi seluler lainnya.
4.3 Skenario Ketiga (RSSI dan SNR)
Gambar 3.12 RSSI Node Cosmic Gateway Gambar 3.13 RSSI Node Dragino Gateway
RAK831 RAK831
Gambar 3.14 RSSI Node Cosmic Gateway Gambar 3.15 RSSI Node Dragino Gateway
Dragino Dragino
Gambar 3.16 SNR Node Cosmic Gateway Gambar 3.17 SNR Node Dragino Gateway
RAK831 RAK831
Gambar 3.19 SNR Node Cosmic Gateway Gambar 3.20 SNR Node Dragino Gateway
Dragino Dragino
Berdasarkan tabel 3.2 dapat disimpulkan bahwa perangkat dengan nilai RSSI terbaik adalah
dengan menggunakan gateway Dragino dan end node Cosmic dengan nilai penerimaan tertinggi
pada SF8 sebesar -38,37 dBm. Dan nilai RSSI terburuk adalah dengan menggunakan gateway
RAK831 dan end node Dragino yang mendapat nilai terburuk pada SF10 sebesar -119,45 dBm.
Dari tabel 4.1 juga kita dapat menyimpulkan kinerja alat terbaik berdasarkan parameter SNR
adalah dengan menggunakan gateway RAK831 dan end node Cosmic yang memiliki nilai tertinggi
pada SF9 sebesar 11,61 dB. Dan nilai SNR terburuk adalah dengan menggunakan gateway
Dragino dan end node Dragino yang memiliki nilai terburuk pada SF11 sebesar -1,81 dB.