Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KERJA PRAKTEK

PERENCANAAN JARINGAN LTE ( LONG TERM


TERM E VOLUTI ON ) MENGGUNAKAN SOFTWARE RADI O
PLANNING   (ATOLL)
 (ATOLL)

Muhamad Ridwan Fauzi*, Sukiswo, S.T., M.T.**


Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,
Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia

ABSTRAK
 Implementasi jaringan LTE (Long Term E volution) di Indonesia yang masih belum terlaksana menjadi alasan
laporan ini dibuat. Dengan mengetahui besar coverage area oleh daya SINR dan RS signal dapat memberikan
 gambaran bagi suatu provider untuk mengimplementasikan
mengimplementasikan jaringan LTE tersebut.
 Pengujian ini menggunakan metode perencanaan dengan studi kasus di Bandung Selatan. Perencanaan
tersebut dilakukan dengan menggunakan software radio planning yang bernama Atoll. Sebelum dilakukan simulasi,
 perencanaan harus memnuhi persyaratan minimum, yaitu coverage sinyal pada suatu
suatu area minimal 95%.
 Pengujian dilakukan dengan dua cara, yaitu simulasi berbasis pathloss dan simulasi Monte Carlo. Pada
 simulasi berbasis pathloss daerah yang terselimuti oleh daya SINR, RS signal, dan throughput akan diketahui beserta
nilai-nilainya di setiap coverage area. Sedangkan pada simulasi Monte Carlo, pelanggan disebar secara random yang
mana setiap pelanggan mendapatkan daya SINR masing-masing yang berbeda-beda. Selain itu, simulasi Monte Carlo
 juga menghitung besar nilai throughput setiap pelanggan secara
secara otomatis.
 Kata kunci : Perencanaan, LTE, Bandung Selatan, SINR,
SINR, throughput, RS signal, Monte Carlo

I. PENDAHULUAN 1.2 Tujuan


1.1 Latar Belakang Tujuan yang diharapkan dari Kerja Praktek di
Di era ini perkembangan teknologi informasi RDC Media PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
dan komunikasi berkembang begitu pesat, begitu juga Bandung adalah sebagai berikut:
teknologi wireless 
wireless  mulai dari GSM, GPRS, EDGE, 1. Mengetahui dan memahami cara penggunaan
WCDMA, hingga HSDPA. Bersamaan dengan itu,  software 
 software  Atoll, khususnya dalam perencanaan
kebutuhan konsumen terhadap informasi semakin besar  jaringan LTE.
dengan mobilitasnya yang semakin tinggi. Oleh karena 2. Membuat perencanaan jaringan LTE berbasis
itu, dibutuhkan sebuah layanan komunikasi bergerak simulasi dengan menggunakan  software radio
yang dapat menunjang kebutuhan konsumen tersebut  planning   Atoll, yang mana dapat dijadikan acuan
yang memiliki akses data yang cepat. untuk pembuatan jaringan tersebut di lapangan.
 Long Term Evolution 
Evolution  (LTE) diyakini dengan
kemampuannya dapat memberikan kapasitas yang 1.3 Batasan Masalah
sangat besar dan data rate 
rate  yang tinggi. LTE adalah Untuk menghindari permasalahan yang terlalu
sebuah teknologi yang dikembangkan oleh 3GPP ( The kompleks, dalam penulisan laporan ini dispesifikasikan
Third Generation Partnership Project ) untuk lingkup dan batasan masalah sebagai berikut:
mengembangkan standar komunikasi bergerak. LTE 1. Standard LTE berdasarkan 3GPP.
disebut-sebut sebagai evolusi dari GSM/EDGE dan 2. Software yang digunakan adalah Atoll.
UMTS/HSDPA dengan kemampuan pengiriman data 3. Perencanaan hanya fokus di wilayah Bandung
hingga 300 Mbps untuk downlink   dan 75 Mbps untuk Selatan.
uplink .
Di Indonesia, teknologi LTE memiliki daya II. DASAR TEORI
tarik bagi operator-operator ternama karena dapat 2.1 Long Term Evolution  (LTE)
 (LTE)
diimplementasikan pada jaringan GSM maupun  Long Term Evolution 
Evolution  (LTE) adalah sebuah
CDMA. Alasan lain yang menjadi daya tarik dari LTE standar komunikasi wireless 
wireless  data berkecepatan tinggi
adalah implementasi jaringannya yang dianggap lebih untuk ponsel dan terminal data. Standar ini
mudah   dan tidak membutuhkan perubahan besar-
mudah dikembangkan oleh 3GPP (3rd ( 3rd Generation Partnership
 besaran pada infrastruktur sebuah operator.  Project ),
), sebuah organisasi penerbit standar untuk
Laporan ini berisi hasil Kerja Praktek tentang teknologi GSM. Pada awalnya LTE dikembangkan
simulasi perencanaan jaringan LTE di wilayah untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan jaringan
Bandung Selatan dengan menggunakan  software radio GSM/HSPA, namun pada perkembangannya LTE juga
 planning   Atoll. Simulasi ini bertujuan untuk menjadi evolusi untuk jaringan CDMA. Tujuan dari
mempermudah suatu operator atau vendor dalam LTE adalah untuk menyediakan mobile broadband
implementasinya di lapangan. Dengan adanya simulasi wireless access yang
access yang mendukung handover   antara sel-
ini diharapkan hasil yang didapat persis seperti kondisi sel LTE serta antara LTE dan sel UMTS/GSM dengan
sesungguhnya. kecepatan tinggi.
Gambar 3.3 Diagram Blok OFDMA

Gambar 3.1 Evolusi Teknologi Wireless Sinyal keluaran dari trasnsmitter   berupa


sinyal yang saling overlapping , hal seperti ini dapat
2.2 Arsitektur Jaringan LTE menghemat bandwidth kanal sampai 50%. Kondisi
Arsitektur jaringan LTE memiliki struktur overlapping  ini tidak akan menimbulkan interferensi di
 jaringan yang dirancang sesederhana mungkin dengan karenakan telah memenuhi kondisi orthogonal .
tujuan mendukung trafik  packet switching   dengan
mobilitas tinggi, quality of service  (QoS), dan waktu
tempuh (latency)  yang kecil. Pendekatan  packet
 switching   ini memperbolehkan semua layanan
termasuk layanan voice  menggunakan koneksi paket
(voice over IP ). Gambar 3.4 Perbandingan FDMA dan OFDMA

3.3.2 SC-FDMA (Single Carri er-F requency Di vision


)
M ul tipl e Access 
SC-FDMA merupakan sistem komunikasi
wireless dengan skema pengguna jamak dari modulasi
Single Carrier  dengan Frequency Domain Equalization
Gambar 3.2 Perbandingan Arsitektur Jaringan LTE (SC/FDE). Teknik ini dapat pula dikatakan sebagai
dan Jaringan Lainnya  pengembangan dari OFDMA yang telah ada
sebelumnya.
Arsitektur jaringan LTE memiliki radio access SC-FDMA mempunyai struktur dan performa
sendiri yang bernama E-UTRAN ( Envolved UMTS yang mirip dengan OFDM, hanya saja pada teknik ini
Terrestrial Radio Access) dan menggunakan eNodeB terdapat penambahan proses DFT ( Discrete Fourier
untuk menghubungkannya dengan user equipment  Transform) pada transmitter dan IDFT ( Invers Discrete
(UE). eNodeB dapat dianalogikan sebagai  Base  Fourier Transform) pada receiver. Berbeda dengan
Transceiver Station  (BTS) pada jaringan GSM dan OFDM, pada SC-FDMA ini setiap simbol data disebar
UMTS, namun eNodeB memiliki fungsi tambahan, di beberapa  subcarrier , sehingga disebut juga DFT-
yaitu melakukan fungsi RNC ( Radio Network  spread   OFDM. Karena bentuk sinyal yang dihasilkan
Controller ) ataupun BSC ( Base Station Controller ) mirip dengan bentuk FDMA maka sistem multiple
yang terdapat pada jaringan terdahulunya access ini disebut SC-FDMA.
(GPRS/UMTS). DFT digunakan pada SC-FDMA untuk
mentransformasi simbol data dalam domain waktu
2.3 M ul tipl e Access  ditransformasi ke domain frekuensi ortogonalitas dari
 Multiple access  adalah suatu teknik yang usernya, yaitu setiap user ditempatkan pada subcarrier
memungkinkan suatu titik ( Base Station) untuk dapat yang berbeda dalam domain frekuensi.
diakses oleh beberapa titik yang saling berjauhan
(Subscriber Station) dengan tidak saling mengganggu.
LTE menerapkan teknik Orthogonal Frequency
 Division Multiple Access  (OFDMA) untuk downlink 
sedangkan untuk uplink   menggunakan Single-Carrier
 Frequency-Division Multiple Access (SC-FDMA) Gambar 3.5 Diagram Blok SC-FDMA
.
2.3.1 OFDMA (Orthogonal Frequency Division 3.4 Skema Duplex 
M ul tiple Access )  Duplexing   adalah suatu proses komunikasi
OFDMA merupakan sistem komunikasi dua arah pada suatu kanal komunikasi. Terdapat dua
wireless  dengan skema akses jamak yang  jenis duplex, yaitu half duplex dan full duplex.
memungkinkan banyak pengguna berbagi dalam Pada half duplex, dua sisi yang saling
 bandwidth yang sama. Prinsip OFDMA berasal dari  berkomunikasi saling bergantian untuk mengirimkan
teknik FDMA yang mana memiliki prinsip multicarrier  sinyal informasi dalam satu kanal. Sedangkan pada  full
sehingga setiap user menggunakan carrier   yang duplex  terjadi komunikasi dua arah secara simultan.
 berbeda-beda dengan ukuran bandwidth  yang sama. Dua stasiun yang berkomunikasi dapat mengirim dan
Pada penggunaan multicarrier , data dibagi pada menerima informasi pada waktu yang sama, seperti
 subcarrier   yang berbeda dalam satu transmitter dan  pada saluran telepon dan cell phone. Terdapat dua
mentransmisikannya secara paralel. Sistem OFDMA
dapat dilihat pada diagram blok berikut.
 bentuk utama full duplex, yaitu  frequency division Ketika kondisi link baik maka modulasi 64-QAM akan
duplex (FDD) dan time division duplex (TDD). dipilih untuk digunakan daripada modulasi QPSK
karena memiliki bit rate  lebih cepat. Semakin dekat
3.4.1 F requency Division Du plex   (FDD) daerah layanan dengan antena pengirim, maka
Pada sistem FDD, transmisi uplink   dan digunakan modulasi dengan level lebih tinggi sehingga
downlink   diletakkan pada  frequency band   yang digunakan bit rate yang lebih tinggi. Modulasi adaptif
terpisah. Kanal uplink  dan downlink  dikelompokkan ke memungkinkan adanya efisiensi spektrum dan
dalam block yang saling berdampingan pada sepasang kekebalan transmisi pada kondisi kanal yang bervariasi
kanal, dimana sepasang kanal uplink  dan downlink -nya terhadap waktu.
terpisah dengan jarak 100 MHz seperti pada gambar
3.7. Diantara kanal uplink  dan downlink  terdapat guard 
band   yang memisahkan kedua kanal tersebut agar
transmitter   dan receiver   tidak terjadi interferensi satu
sama lain.

Gambar 3.6 Alokasi Spektrum pada Sistem FDD Gambar 3.8 Penggunaan Modulasi Adaptif pada
Kondisi Link  Radio Berbeda
Dengan menggunakan 2 frekuensi carrier 
yang berbeda, transmisi dari setiap  subframe uplink  3.6 F rekuensi Reuse 
dan downlink  dapat beroperasi secara si multan terhadap  Frequency reuse  adalah penggunaan ulang
cell . sebuah frekuensi pada suatu sel, dimana frekuensi
tersebut sebelumnya sudah digunakan pada satu atau
3.4.2 Time Di vision D uplex (TDD)  beberapa sel lainnya. Terbatasnya spektrum frekuensi
Sistem TDD menggunakan satu band  yang dapat digunakan pada sistem komunikasi
frekuensi untuk uplink   dan downlink , dimana setiap  bergerak menyebabkan penggunaan spektrum frekuensi
kanal terdiri dari  subframe uplink   dan  subframe tersebut harus seefisien mungkin. Jarak antara 2 sel
downlink   seperti pada gambar 3.8. Sistem TDD yang menggunakan frekuensi yang sama ini harus
menggunakan  guard interval   antara transisi yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak akan
terjadi dari downlink  ke uplink   maupun dari uplink  ke mengakibatkan interferensi.
downlink . Guard  interval   ini disebut transmit /receive
transition  gap  (TTG) dan receive/transmit transition
 gap (RTG).

Gambar 3.7 Struktur TDD

Guard interval   dibutuhkan antar  subframe


untuk mencegah terjadinya overlapping antar subframe
atau interferensi antara satu dan yang lainnya. Interval
ini biasanya berbanding lurus dengan  send-receive
turnaround time (waktu  switching transmit-receive)
Gambar 3.9 Pengulangan Frekuensi
dan delay transmisi lain. Semakin jauh jarak transmisi
dan semakin lama waktu propagasi yang terjadi maka
Dalam penggunaan kembali kanal frekuensi
dibutuhkan guard interval  yang lebih besar. diusahakan agar daya pemancar masing masing base
 station  tidak terlalu besar, hal ini untuk
3.5 Teknik Modulasi Adaptif dan Coding  menghindari adanya interferensi akibat pemakaian
AMC terdiri dari skema modulasi dan jenis
kanal yang sama (Co-Channel Interference) dan
coding . Skema modulasi yang digunakan adalah untuk menghindari interferensi akibat adanya
QPSK, 16QAM, dan 64 QAM dan dipilih berdasarkan  penggunaan kanal yang berdekatan ( Adjacent Channel
SINR (Signal to Interference and Noise Ratio) yang  Interference).
diterima. Sedangkan jenis coding   dapat dipilih untuk
modulasi yang ditentukan tergantung pada kondisi
3.8 Propagasi
radio. Coding rate yang lebih rendah dapat digunakan
Propagasi adalah rambatan gelombang
dalam kondisi saluran yang buruk dan coding   yang
microwave  melalui udara dari antena pemancar ke
lebih tinggi dalam kasus SINR tinggi.
antena penerima yang jaraknya bisa mencapai ribuan
Sistem modulasi adaptif melakukan perubahan
kilometer. Mekaniseme perambatan gelombang
 jenis modulasi sesuai dengan kondisi link  radio saat itu.
elektromagnetik secara umum sangat dipengaruhi oleh
efek pantulan (reflection), difraksi, dan hamburan MHz. Model ini merupakan formula pengembangan
( scattering ). rumus Okumura-Hata.
Dalam melakukan perencanaan jaringan,  Lurban  (db) = 69,55 + 26,16 log(f c ) - 13,82 log(hte )  – 
model propagasi harus ditentukan karena sangat a(hre ) + [44,9 –  6,55(hte )] log(d) + CM
 berpengaruh pada performansi jaringan. Model Ket: CM = 0 db untuk kota ukuran
 propagasi merupakan cara untuk memprediksi daya memengah/suburban dan 3 db untuk
sinyal rata-rata. Pada sistem transmisi radio area metropolitan.
komunikasi bergerak, daerah yang dilayani biasanya
 berupa daerah yang tidak teratur permukaannya. Oleh 3.9 Fading
karena itu diperlukan perhitungan yang sesuai untuk  Fading   merupakan peristiwa fluktuasi daya di
memperkirakan redaman lintasannya.  penerima alibat adanya proses propagasi gelombang
radio.  Fading   terjadi karena interferensi atau
3.8.1 Model Okumura-Hata superposisi gelombang multipath  yang memiliki
Model ini merupakan sebuah model empirik amplitudo dan fasa yang berbeda-beda. Fading
yang dapat diaplikasikan untuk prediksi  pathloss  dari dikelompokkan menjadi 2, yaitu large-scale fading   dan
hasil pengukuran level   daya terhadap perubahan jarak.  small-scale fading.
Model Okumura-Hatta sangat cocok diterapkan pada  Large scale fading  ( shadowing)  disebabkan
daerah yang padat dan banyak gedung tinggi. Model ini oleh obyek-obyek pemantul serta penghalang pada
membagi daerah-daerah yang menjadi target kanal propagasi, pengaruh kontur bumi, dan perubahan
 perencanaan ke beberapa bagian, yaitu daerah dense geometri transceiver   yang signifikan seperti perubahan
urban, urban, suburban, dan rural. lokasi saat berada dalam kendaraan. Sedangkan  small
- Daerah urban  scale fading   diasosiasikan sebagai akibat dari
Kota-kota besar dengan bangunan yang besar dan  perubahan geometri transceiver  yang sangat kecil.
tinggi, serta rumah-rumah yang padat.
 Lurban  (db) = 69,55 + 26,16 log(f c )  – 
13,82 log(hte )  –  a(hre ) + [44,9  –   6,55 log(h te )]
log(d)
- Daerah dense urban
Pusat kota (down town) atau distrik bisnis dengan
 populasi penduduk yang sangat padat. Gambar 3.10 Small Scale Fading & Large Scale
 Ldense-urban (db) = Lurban + 3  Fading 
- Daerah suburban 3.10 Li nk Bu dget 
Daerah pedesaan dengan pohon-pohon dan rumah-  Link budget   adalah budget   atau daya yang
rumah, beberapa penghalang pada mobile station dibutuhkan untuk untuk mencapai jarak tertentu.
tetapi tidak terlalu padat. Perhitungan link budget   ini digunakan untuk
 L sub-urban (db) = Lurban - 2[log(f c /28)]2 - 5,4 mengetahui estimasi nilai maksimum dari pelemahan
- Daerah rural/open sinyal yang diperbolehkan antara UE ( User Equipment )
Daerah terbuka, tidak ada pohon dan bangunan dengan eNode B, nilai pelemahan sering disebut
yang tinggi, jarak pandang 300-400m bebas, seperti dengan Maximum Allowable Path Loss (MAPL).
daerah peternakan, pertanian, dan laut..
Tabel 3.1 Contoh Link Budget 
 Lrural  (db) = L urban  –   4,78 (log(f c ))2 + 18,33 log(f c ) –  Uplink Link Budget LTE  

40,94 Data Rate (kbps)


Transmitter - UE 
64
Downlink Link Budget

Data Rate (kbps)


LTE  

1024

Ket: f c = frekuensi carrier (Mhz) a


b
Max Tx Power (dBm)
Tx Antenna Gain (dBi)
23
0 a
Transmitter - eNode B
T x Po we r (d Bm ) 46
c B od y Lo s s ( d B) 0 b Tx Antenna Gain (dBi) 18

hte = tinggi antena efektif BS (m) d E IR P (d Bm )


Receiver - eNode B
23 c
d
C ab le L os s ( dB )
E IR P (d Bm )
2
62

hre = tinggi antena efektif MS (m) e


 f
eNode B Nois e Fig ure (dB)
Thermal Noise (dBm)
2
-118,4 e
Receiver - UE 
UE NoiseFigure(dB) 7
g Receiver Nois e (dB) -116,4  f Thermal Noise (dBm) -104,5
d = jarak antara transmitter   dan h
i
S IN R ( dB )
Receiver sensitivity(dBm)
-7
-123,4
g
h
Receiver Noise Floor (dB)
S IN R ( dB )
-97,5
-9

receiver  (Km)  j
k
Margin Interference (dB)
C ab le L os s ( dB )
1
0
i
 j
Receiver sensitivity (dBm)
Margin Interference (dB)
-106,5
4
l Rx Antenna Gain (dBi) 18 k Control ChannelOverhead (%) 20
a(hre) = faktor koreksi untuk hre m
n
Fast Fade Margin (dB)
Soft Handover Gain (dB)
0
0 m
l Rx Antenna Gain (dBi)
Body Loss (dB)
0
0

Faktor koreksi untuk kota kecil dan menengah: Maximum Path Loss (dB) 163,4 Maximum Path Loss (dB) 163,5

a(hre) = [1,1 log(f c) –  0,7]hre –  [1,56 log(f c) –  0,8] db


Faktor koreksi untuk kota besar: Tabel di atas merupakan contoh dari
2
a(hre) = 8,29[log(1,54 h re)]  –  1,1 db  perhitungan link budget   pada LTE. Pada uplink   sisi
 pengirim berupa perangkat UE dan sisi penerima
f c  300 Mhz
adalah eNode B. Sedangkan pada downlink   sisi
a(hre) = 3,2[log(11,75 h re)]2 –  4,97 db
 pengirim berupa eNode B dan sisi penerima adalah
f c  300 Mhz
 perangkat UE.
 EIRP = P tx + Gtx - Loss feeder
3.8.1 Model COST-231
Thermal Noise = 10 log(kTB)
Model COST-231 merupakan kombinasi
 IM = -10 log(1- η x SINR x G)
model empiris dan deterministik untuk estimasi  path
 Receiver Noise Floor = Noise Figure + Thermal Noise
loss  dan untuk mengetahui radius sel pada PCS
 Receiver Sensitivity = Receiver Noise Floor + SINR
( Personal Communication System) pada wilayah dense
 MAPL = EIRP –  Receiver Sensitivity –  Margin
urban yang digunakan pada range frekuensi 1500-2000
 Interference + Rx Antenna Gain –  Cable Loss
Ket: interferensi ditambah noise  yang dipancarkan oleh
EIRP = Equivalent Isotrophically Radio Power  cell .
Ptx = Daya Pemancar - Coverage by C/(I+N) level (UL) : Menghitung area
Gtx = Gain Pemancar yang tertutupi oleh SINR uplink .
-23
k = konstanta Boltzman 1,3803 x 10 - Coverage by throughput (DL)  : Menghitung area
T = temperatur yang tertutupi oleh throughput downlink .
B = bandwidth - Coverage by throughput (UL)  : Menghitung area
η = load  pada sel yang tertutupi oleh throughput uplink .
Selain konten-konten di atas, Atoll juga
3.11 Perencanaan Jaringan mendukung simulasi Monte Carlo untuk menghasilkan
Dalam perencanaan jaringan sistem seluler skenario jaringan yang realistis ( snapshot )
faktor-faktor seperti prediksi kuat sinyal, kondisi menggunakan mesin statistik Monte Carlo untuk
geografis, kepadatan penduduk, dan model propagasi  penjadwalan dan alokasi sumber daya. Distribusi
yang digunakan harus dipertimbangkan. Secara umum  pengguna realistis dapat dihasilkan dengan
tahapan-tahapan yang dilakukan adalah sebagai menggunakan berbagai jenis peta lalu lintas atau data
 berikut.  pelanggan.
1. Persiapan alat
Alat yang dimaksud di sini adalah berupa  software 3.13 Peta Digital
radio planning . Pada laporan ini  software radio Peta digital yang dibutuhkan oleh  software ini
 planning  yang digunakan adalah Atoll.  biasanya ada dua jenis, yaitu raster   dan vektor. Peta
2. Inventarisasi data raster   adalah peta spasial/keruangan permukaan bumi
Data-data yang dibutuhkan dalam perencanaan yang diperoleh dari citra perekaman foto/radar satelit.
suatu jaringan adalah berupa peta digital, jumlah Peta raster   berupa gambaran permukaan bumi dalam
 pelanggan, jenis perangkat, dan perkiraan distribusi  bentuk warna kenampakan alam, seperti hijau, kuning,
 pelanggan pada daerah pelayanan.  biru, dan lainnya. Sedangkan peta vektor adalah peta
3. Perencanaan dan perhitungan cakupan ( coverage) yang berupa titik, garis, dan area yang berbentuk
Perhitungan cakupan yang dilakukan meliputi  polygon. Peta vektor ini dapat digunakan untuk
 perhitungan link budget , radius sel, luas daerah keperluan peta administratif atau rancangan
 pelayanan, jumlah sel tiap eNode B yang  pembangunan jalan dan lain sebagainya.
diperlukan, dan penentuan daerah pelayanan
 berdasarkan morfoliginya.
4. Simulasi perencanaan
Menentukan model propagasi yang digunakan,
kemudian meletakkan eNode B pada peta digital
 berdasarkan daerah morfologinya dan mengatur
Gambar 3.11 Peta Raster  (kiri) dan Peta Vektor
 parameter-parameter pada transmitter . Setelah itu
(kanan)
menghitung prediksi kuat sinyal dan kuat SINR di
setiap daerah.
Pada perencanaan ini peta dasar yang
5. Verifikasi
digunakan adalah peta clutter   dan peta elevasi. Peta
Setelah melakukan simulasi dilakukan verifikasi
clutter  terbagi ke dalam beberapa kelas menurut daerah
terhadap hasil yang diperoleh. Hasil tersebut antara
morfologinya. Sedangkan peta elevasi adalah peta
lain jumlah sel yang diperlukan pada masing-
ketinggian yang menunjukkan ketinggian suatu daerah
masing daerah, penempatan  site, serta hasil prediksi
apakah termasuk dataran rendah, dataran tinggi,
 berupa kuat sinyal dan kuat SINR. Verifikasi yang
gunung, atau daerah lainnya. Peta ini membuat
dilakukan dimaksud untuk memeriksa
 perencanaan sesuai dengan aslinya, sinyal yang dikiri m
kemungkinan lokasi  site, mengadakan perubahan
dapat diketahui apakah sampai ke pelanggan atau
lokasi  site  jika diperlukan, dan mengatur kembali
terhalang oleh bukit.
nilai parameter-parameter pada transmitter .

3.12 Software Radio Pl anni ng   Atoll


Atoll merupakan sebuah  software radio
 planning yang menyediakan satu set alat dan fitur yang
komperhensif dan terpadu yang memungkinkan user  Gambar 3.12 Peta DTM & Peta Clutter
untuk membuat suatu proyek perencanaan microwave Tabel 3.3 Kelas-Kelas Pada Peta Clutter
ataupun perencanaan radio dalam satu aplikasi.
Berbagai prediksi  study  dari cakupan dapat
dikonfigurasikan sesuai kehendak perancang. Study
yang disuguhkan diantaranya adalah :
- Coverage by signal level   : Menghitung area yang
tertutupi oleh level sinyal dari tiap cell .
- Coverage by C/(I+N) level (DL) : Menghitung area
yang tertutupi oleh SINR downlink . SINR adalah
 perbandingan antara kuat sinyal dengan kuat
III. PEMBAHASAN JARINGAN LTE
3.1 Perhitungan Li nk Bu dget
Perhitungan link budget   bertujuan untuk
mengetahui nilai  Maximum Allowable Path Loss
(MAPL).
Tabel 3.1 Perhitungan Link Budget 
Link Budget  Formula
FDD10MHz
DL UL Gambar 4.2 Peta Digital Kota Bandung
Operating Band (MHz) a 700
GeneralParameter 
Channelbandwidth(MHz) b 10
Max Tx Power (dBm) c 43 23
Tx Antenna Gain (dBi) d 18 0
Feeder Loss per 100m (dB/m) e 0,06 -
Feeder Length (m) f 50 -
TransmitterEnd 
Feeder Loss/Body Loss (dB) g =e x f 3 1
ConnectorTransmissionLoss(dB) h 0,5 -
EIRP (dBm) i =c + d - g - h 57,5 22
EIRP per Subcarrier (dBm)  j =i - 10 log(subcarrier  ) 29,72 6,4
Noise Figure (dB) k 8 4
kT  l =k x T -174
ThermalNoise (dBm) m = l + 1 0 lo g( 15 00 0) - 13 2, 24 - 13 2, 24
Noise Floor (dBm) n = m+ k -124,24 -128,24
Required SINR at CellEdge (dB) o -4,131 -5,113
Fast Fade Margin (dB) p 4,5 4,5
Receiversensitivity(dBm) q = n+ o+ p -124,74 -128,74
ReceiverEnd 
Geometry factor  r -3 -3
CellLoad (%) s 80 80
InterferenceMargin(dB) t = -10 log(1-sor) -3,94 -4,87
Body Loss/Feeder Loss (dB)
Rx Antenna Gain (dBi) v
u 1
0
3
18
Gambar 4.3 Peta Digital Bandung Selatan
 AdditionalGain (dB) w 0 3
Maximum Path Loss (db) x =j - q- t- u+ v + w 157, 4 158,01

Untuk memudahkan dalam peletakan eNode


Frekuensi yang digunakan pada perencanaan
B, peta digital clutter  class  diklsifikasikan ke dalam 4
ini adalah 700 MHz. Untuk sisi transmitter   nilai EIRP
kelas berdasarkan daerah morfologinya. Kelas-kelas
yang didapatkan adalah 57,5 dBm untuk sisi downlik 
tersebut adalah dense urban, urban, suburban, dan
dan 22 dBm untuk sisi uplink . Untuk EIRP per
rural. Daerah  sea, agriculture, dan airport 
 subcarrier   nilainya dibagi jumlah  subcarrier   yang
dikelompokkan ke dalam kelas rural karena daerah
digunakan. Pada sisi downlink   jumlah  subcarrier   yang
tersebut merupakan area terbuka yang tidak banyak
digunakan sesuai dengan bandwidth yang digunakan
 penghalangnya. Daerah low/high dense vegetation,
untuk tiap sel, untuk bandwidth 10 MHz diasumsikan
 settlement , dan industrial  commercial   dikelompokkan
terdapat 50 RB dimana masing-masing RB mempunyai
ke dalam kelas suburban karena pada daerah tersebut
12  subcarrier   sehingga jumlah  subcarrier   untuk 10
cukup banyak penghalang. Dan sisanya adalah daerah
MHz adalah 50 x 12 = 600  subcarrier . Pada sisi uplink 
urban dan dense urban.
diasumsikan setiap user menggunakan 3 RB untuk
setiap melakukan akses uplink , maka jumlah subcarrier 
yang digunakan adalah 3 x 12 = 36  subcarrier .

3.2 Perencanaan Jaringan LTE


3.2.1 Alur Perencanaan

Gambar 3.4 Peta Digital berdasarkan Daerah


Morfologinya

3.2.2.2 Peletakan eNode B


Sebelumnya peletakkan eNode B sesuai
dengan daerah morfologinya, parameter pada  station
template harus diatur terlebih dahulu. Pada laporan ini
digunakan dua template, yaitu untuk urban dan
suburban karena di daerah Bandung Selatan hanya
terdapat dua daerah morfologi tersebut.
Tabel 3.2 Station Template
Gambar 3.1 Alur Perencanaan Jaringan LTE

4.2.2 Membuat Project 


Setiap sel akan berbentuk heksagonal, yang
4.2.2.1 Importing Map 
area heksagonal tersebut dituntut untuk menutupi
Sesuai dengan diagram alur di atas, langkah
seluruh wilayah pada peta. Setiap eNode B diletakkan
 pertama yang harus dilakukan adalah membuat  project 
 berdasarkan daerah morfologinya, eNode B 10 Mhz
 baru ataupun membuka  project   yang sudah ada
Urban (3  sectors) diletakkan di daerah urban dan
sebelumnya pada jendela Atoll. Langkah berikutnya
eNode B 10 Mhz Suburban (3  sectors) diletakkan di
adalah importing map, yang mana berkasnya dapat
daerah suburban. Kedua eNode B tersebut memakai
 berformat .grc (clutter ), .grd (elevasi), atau .shp
model propagasi jenis Okumura-Hata dengan lebar pita
(vektor). Gambar 3.2 adalah peta digital Kota Bandung
masing-masing 10 Mhz dan memakai teknik duplex
yang merupakan gabungan dari ketiga format tersebut.
 jenis FDD. Pada perencanan ini,  site  yang didapat
 Namun, peta digital yang digunakan pada perencanaan
sebanyak 20 buah dan sektornya (cell ) sebanyak 49
kali ini adalah peta Bandung bagian selatan.
 buah.
Gambar 4.8 Peletakkan eNode B berdasarkan daerah
Morfologi

4.2.3 Konfigurasi Parameter 3.3 Prediksi (Simulasi Path L oss  )


Konfigurasi arameter-parameter yang Prediksi merupakan sebuah simulasi  pathloss
dilakukan diantaranya konfigurasi propagasi yang dilakukan untuk menguji hasil yang didapat dari
(Okumura-Hata) menurut kelas-kelasnya beserta  perencanaan, seberapa besar coverage area  (termasuk
karakteristiknya, frequency band , dan transmitter . indoor coverage) yang dihasilkan. Pada simulasi ini
seluruh cell   diatur agar memiliki load   yang sama yaitu
Tabel 3.3 Konfigurasi Propagasi Okumura-Hata
sebesar 80% dan  shadowing   sebesar 75%. Prediksi-
 prediksi yang dilakukan pada perencanaan ini antara
lain: RS Signal , SINR pada PDSCH dan PUSCH, dan
 peak throughput  pada downlink  dan uplink .

Gambar 3.9 Prediksi RS Signal

Daerah laut, pertanian, dan airport dikategorikan kelas


rural karena tidak ada penghalang. Sedangkan daerah Gambar 3.10 Histogram Prediksi RS Signal 
industri, perumahan, dan kota dengan gedung tinggi
dikategorikan kelas suburban dan urban. Tiap-tiap Hasil dari sinyal yang mencakupi seluruh daerah sudah
kelas diberikan indoor loss berbeda-beda karena tinggi cukup bagus, yaitu rata-rata sekitar -60 dB yang mana
 penghalang di tiap kelas berbeda-beda. merupakan prediksi maksimum pada perencanaan ini.

Tabel 3.4 Karakteristik Tiap Area

Gambar 3.11 Prediksi SINR PDSCH

Untuk parameter  frequency band , frekuensi


yang digunakan pada perencanaan ini hanya satu jenis,
yaitu FDD dengan frekuensi 10 Mhz. Untuk frekuensi
downlink   diasumsikan pada 750 Mhz dan untuk uplink  Gambar 3.12 Histogram Prediksi SINR PDSCH
 pada 700 Mhz.
SINR downlink   tertinggi pada prediksi ini
Tabel 3.5 Konfigurasi Frequency Band  mencapai di atas 30 dB, sedangkan SINR terendah
mencapai sekitar -4 dB. Prediksi ini sudah dianggap
 baik dimana rata-rata kuat SINR-nya bernilai
maksimum.
Untuk konfigurasi transmitter dapat dilihat
 pada tabel di bawah ini yang mana hanya memakai
frekuensi 10 Mhz dengan model duplexing  FDD.
Tabel 3.6 Konfigurasi Transmitter  eNode B
3.4 Simulasi Monte Carlo
Simulasi Monte Carlo adalah simulasi
 berbasis pelanggan yang sedang aktif dengan
menggunakan peta trafik sebagai area perhitungannya.
 Load   pada setiap cell   juga berbeda dengan simulasi
 berbasis  pathloss. Pada simulasi ini pelanggan akan
disebar ke seluruh area dan akan memiliki status
Gambar 3.13 Prediksi SINR PUSCH masing-masing secara otomatis.
Peta trafik yang digunakan adalah peta
Bandung Selatan yang memiliki 5 kecamatan dengan
kepadatan penduduk seperti yang ditunjukkan pada
tabel 4.7. Data tersebut merupakan data yang diambil
dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung.
Gambar 3.14 Histogram Prediksi SINR PUSCH
SINR untuk uplink   juga memiliki rata-rata di Tabel 3.7 Calon Pelanggan per Kecamatan
L ua s J u ml ah K e pa da ta n P e nd ud uk J u ml ah J u ml ah C al o nP e la ng ga n C al o nP e la ng ga n
No K ec am at an
atas 30 dB yang mana nilai prediksi tertinggi pada 1 Bandung Kidul
( Km2)
6,06
Pe nduduk
58.282
pe rKm2
9.617
Pe ne trasi
10%
pe rKe camatan
5829
pe rKm2
962
2 Buah Batu 7,93 94.018 11.856 10% 9402 1186

 perencanaan ini, dan cakupannya tersebar rata. 3


4
Cinambo
Gedebage
3,68
9,58
24.942
36.657
6.778
3.826
10%
10%
2495
3666
678
383
5 Rancasari 7,33 76.014 10.370 10% 7602 1037
Total 34,58 289.913 28994

Konfigurasi yang dilakukan pada simulasi ini


 berupa karakteristik layanan, tipe mobilitas user ,
terminal /UE, user  profile, environment , kategori UE,
dan pembebebanan tiap area. Untuk karakteristik
layanan disediakan hanya layanan data, karena pada
LTE layanan utamanya adalah akses data.
Gambar 3.15 Prediksi Throughput Downlink
Tabel 3.8 Karakteristik Layanan

Tabel 3.9 Karakteristik Calon Pelanggan

Gambar 3.16 Histogram Prediksi Throughput


 Downlink Setiap user   diasumsikan memiliki mobilitas
 berbeda-beda, yakni  fixed   (0 km/jam) 65%,  pedestrian
Prediksi throughput downlink   belum (3 km/jam) 30%, dan mobilitas 20 km/jam. UE yang
maksimal, dimana rata-rata daerah cakupan belum digunakan adalah UE kategori 3 yang memiliki
memiliki throughput   maksimum. Namun cakupan modulasi untuk uplink  16QAM.
throughput  downlink   sudah tersebar dengan rata dan Tabel 3.10 Kategori UE
rata-rata throughput -nya sudah cukup bagus, yaitu
 bernilai sekitar 35.000 kbps.

Pada konfigurasi environment,  jumlah


kepadatan calon pelanggan berdasarkan data pada tabel
2
4.7 adalah sebanyak 839 calon pelanggan per km .
Gambar 3.17 Prediksi Throughput Uplink Selanjutnya dilakukan pembebanan trafik berdasarkan
daerah morfologinya. Pada daerah perairan diberikan
 pembebanan 0, daerah rural yang bukan perairan 1,
daerah suburban 2, daerah urban 3, dan daerah dense
urban 4. Tujuan pembebanan ini adalah untuk
membedakan kepadatan pengguna yang mengakses
Gambar 3.18 Histogram Prediksi Throughput Uplink layanan pada saat simulasi Monte Carlo. Untuk setiap
area diberikan 50% untuk pelanggan yang berada
Cakupan throughput uplink   sangat merata, dalam ruangan, yang mana nantinya akan mendapatkan
namun prediksi yang dihasilkan sedikit lebih jelek dari  pengurangan daya sinyal karena terjadi  penetration
 prediksi downlink  dimana rata-rata prediksi throughput  indoor loss.
uplink  bernilai sekitar 20.000 kbps.
Dari semua prediksi dapat disimpulkan bahwa Tabel 3.11 Karakteristik Calon Pengguna di Bandung
cakupan sinyal sudah dapat dibilang baik, dimana Selatan
memiliki persebaran yang merata dan memiliki nilai
rata-rata yang cukup tinggi.
Tabel 3.12 Pembebanan Trafik Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
throughput  pelanggan dari setiap simulasi yang
dihasilkan hampir sama, yakni mencapai nilai di atas
nilai minimum throughput demand   (1000 kbps untuk
downlink  dan 500 kbps untuk uplink ). Nilai throughput 
rata-rata dari 10 simulasi yang dihasilkan juga sudah
mencapai target average requested throughput , yakni
sebesar 15000 kbps untuk downlink   dan 7500 kbps
untuk uplink . Secara keseluruhan, throughput downlink 
dan uplink   yang dihasilkan sudah dapat memenuhi
 permintaan pelanggan.

Setelah semua konfigurasi dilakukan, simulasi IV. PENUTUP


Monte Carlo dapat dimulai. Atoll akan menentukan 4.1 Kesimpulan
titik-titik pelanggan sesuai peta trafik, dari titik tersebut 1. Teknologi LTE yang merupakan evolusi dari
ditentukanlah best  server   dan  service area. Kemudian GSM/EDGE dan UMTS/HSDPA dengan
Atoll akan menghitung SINR downlink   dan uplink , kemampuannya diyakini mampu menjadi teknologi
setelah itu throughput   yang didapat setiap pelanggan masa kini dan masa depan yang dapat memenuhi
ditemukan. kebutuhan customer .
Pada simulasi perencanaan ini, simulasi yang 2. Konsep perencanaan jaringan berbasis simulasi
dilakukan sebanyak sepuluh kali. Pada setiap simulasi dengan menggunakan  software radio planning
terdapat pelanggan yang tersebar dan memiliki akitfitas dianggap sangat diperlukan sebelum
yang berbeda-beda. Berikut aktifitas setiap pelanggan implementasinya di lapangan oleh suatu operator
 beserta penjelasannya: atau vendor, karena hasil yang didapat realistis
- Connected   UL+DL : Sedang melakukan uplink   dan dengan kondisi sesungguhnya.
downlink . 3. Pada prediksi  pathloss, semua prediksi yang
- Connected  UL : Sedang melakukan uplink . didapat dirasa sudah cukup memenuhi permintaan,
- Connected  DL : Sedang melakukan downlink . untuk mendapatkan hasil yang lebih bagus lagi
-  Inactive : Tidak dalam keadaan aktif.  perlu dilakukan simulasi ulang.
-  No Coverage : Tidak mendapatkan best  server area 4. Hasil throughput   rata-rata tiap pelanggan dari 10
atau service area. simulasi pada simulasi Monte Carlo sudah
-  No Service  : Tidak mendapatkan bearer karena memenuhi permintaan, yang mana memiliki nilai di
SINR terlalu rendah. atas nilai minimum throughput demand  dan average
- Schedule Saturation  : Tidak berada pada list   dari requested throughput .
 scheduling .
-  Resource Saturation  : Jika semua resource  sel 4.2 Saran
digunakan sebelum alokasi ke ponsel atau jika, 1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, agar
untuk pengguna aktif di uplink, permintaan uplink dibuat beberapa skenario pada simulasinya beserta
throughput   yang minimum lebih tinggi dari  perhitungan link budget .
throughput uplink bandwidth yang dialokasikan. 2. Sebelum melakukan perencanaan jaringan LTE,
diharapkan agar menguasai dasar teori dan
teknologi LTE itu sendiri.

V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Ahmadi, H., Teknologi Pita Lebar 4G: LTE .
Wireless Network Laboratory Telkom Research
Gambar 3.14 Simulasi Monte Carlo Development Center. Yogyakarta, 2010.
[2] Airspan, White Paper: TDD and FDD
Dari hasil sepuluh kali simulasi tersebut Wireless Access Systems. Airspan Networks Inc. USA.
didapat data rata-rata yang diberikan oleh setiap [3] Atoll User Manual Radio version 3.1.0
 pelanggan berdasarkan status aktifitasnya yang berupa [4] Balston, D.M. & Macario, R.C.V., Cellular
aktif downlink   dan uplink. Data-data tersebut dapat  Radio Systems. Norwood: Arctech House.
dilihat pada tabel di bawah ini. [5] Dahlman, E.,  Expert Radio Access
Technologies: 3G Long-Term Evolution . UK, 2005.
[6] Dewantoro, A., Teknologi Long Term
Tabel 3.13 Hasil Rata-Rata Simulasi Tiap Pelanggan  Evolution (LTE) Selayang Pandang,
Peak RLC User Peak RLC User
Simulation User Profile Termin al Servic e

1 Pelanggan Mobile Data


Throughput (DL) (kbps) Throughput (UL) (kbps)
17926 7445
http://antondewantoro.wordpress.com/2010/04/16/tekn
2
3
P el an ggan
P el an ggan
Mo bi le
Mo bi le
Data
Data
15662
17159
 
 
6749
8660
ologi-long-term-evolution-lte-selayang-pandang/,  Mei
4
5
Pelanggan
Pelanggan
Mobile
Mobile
Data
Data
17959
19300
9156
7811 2014.
6 Pelanggan Mobile Data 16562 8287
7
8
P el an ggan
Pelanggan
Mo bi le
Mobile
Data
Data
16700
18622
  7515
8268
[7] Freeman, R.L., Telecommunications
9
10
Pelanggan Mobile
Pelanggan Mobile
Data
Data
17282
15598
8170
8032
Transmission Handbook, Fourth Edition. Canada: John
Rata-Rata 17277 8009,3
Wiley & Sons, 1998.
[8] http://bandungkota.bps.go.id/, Maret 2014.
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/LTE.html/,
Februari 2014. Menyetujui,
[10] Marius, P. & Willem, M., “LTE Tutorial Part
Dosen Pembimbing
1: LTE Basics”. UK, 2010.
[11] Mufti, N.,  Modul 7 EE 4712, sistem
komunikasi bergerak, prediksi redaman propagasi.
mobilecomm.labs
[12] Nibarger, R. & Teubner, M., An Introduction
to Long Term Evolution (LTE). USA, 2012.
[13] Subharthi, P.,  Long Term Evolution (LTE) & Menyetujui,
Ultra-Mobile Broadband (UMB) Technologies for Dosen Pembimbing
 Broadband Wireless Access. 2008.
[14] Verizon.  LTE: The Future of Mobile
 Broadband Technology. USA: 2010.
[15] ---, 3GPP LTE - Evolved UTRA - Radio
 Interface Concepts.
 Downlink: OFDMA Transmission Scheme,
http://ecee.colorado.edu/~ecen4242/LTE/radio.htm/,
Mei 2014.
[16] ---, 3GPP LTE Wireless Design Library: SC-
 FDMA,
http://edocs.soco.agilent.com/display/ads201101/About
+3GPP+LTE+Wireless+Design+Library/, Mei 2014.
[17] ---, Cellular Mobile Radio Systems,
http://www.sabah.edu.my/cc044.wcdd/cellular-radio-
system.html/, Mei 2014.
[18] ---, Design and Implementation of Orthogonal
 Frequency
 Division Multiplexing (OFDM) Signaling ,
http://cegt201.bradley.edu/projects/proj2001/ofdmabsh
/OFDM_Functional_Descriptin.html/, Mei 2014.
[19] ---, General Consideration in Wimax
Technologies,
http://www.atdi.us.com/generalWimax.php/, Mei 2014.
[20] ---,  Internet Access Guide: WiMAX ,
http://www.conniq.com/InternetAccess_WiMAX-
04.htm/, Mei 2014.
[21] ---,  LTE Network Tech Explained ,
http://www.anandtech.com/show/4289/verizon-4g-lte-
two-datacards-wifi-hotspot-massively-reviewed/2/,
Mei 2014.
[22] ---,  Pengulangan Frekuensi dan Pemecahan
Sel , http://www.almuhibbin.com/
2011/10/pengulangan-frekuensi-frequency-reuse.
html/, Mei 2014.

VI. BIODATA
Muhamad Ridwan Fauzi
(21060111130116), lahir di
Ciamis, 16 Oktober 1992.
Menempuh pendidikan di SD
 Negeri 1 Citeureup, SMP dan
SMA ITTC, dan saat ini sedang
menempuh S1 di Teknik Elektro
Universitas Diponegoro
Konsentrasi Teknik
Telekomunikasi.

Anda mungkin juga menyukai