ABSTRAK
Implementasi jaringan LTE (Long Term E volution) di Indonesia yang masih belum terlaksana menjadi alasan
laporan ini dibuat. Dengan mengetahui besar coverage area oleh daya SINR dan RS signal dapat memberikan
gambaran bagi suatu provider untuk mengimplementasikan
mengimplementasikan jaringan LTE tersebut.
Pengujian ini menggunakan metode perencanaan dengan studi kasus di Bandung Selatan. Perencanaan
tersebut dilakukan dengan menggunakan software radio planning yang bernama Atoll. Sebelum dilakukan simulasi,
perencanaan harus memnuhi persyaratan minimum, yaitu coverage sinyal pada suatu
suatu area minimal 95%.
Pengujian dilakukan dengan dua cara, yaitu simulasi berbasis pathloss dan simulasi Monte Carlo. Pada
simulasi berbasis pathloss daerah yang terselimuti oleh daya SINR, RS signal, dan throughput akan diketahui beserta
nilai-nilainya di setiap coverage area. Sedangkan pada simulasi Monte Carlo, pelanggan disebar secara random yang
mana setiap pelanggan mendapatkan daya SINR masing-masing yang berbeda-beda. Selain itu, simulasi Monte Carlo
juga menghitung besar nilai throughput setiap pelanggan secara
secara otomatis.
Kata kunci : Perencanaan, LTE, Bandung Selatan, SINR,
SINR, throughput, RS signal, Monte Carlo
Gambar 3.6 Alokasi Spektrum pada Sistem FDD Gambar 3.8 Penggunaan Modulasi Adaptif pada
Kondisi Link Radio Berbeda
Dengan menggunakan 2 frekuensi carrier
yang berbeda, transmisi dari setiap subframe uplink 3.6 F rekuensi Reuse
dan downlink dapat beroperasi secara si multan terhadap Frequency reuse adalah penggunaan ulang
cell . sebuah frekuensi pada suatu sel, dimana frekuensi
tersebut sebelumnya sudah digunakan pada satu atau
3.4.2 Time Di vision D uplex (TDD) beberapa sel lainnya. Terbatasnya spektrum frekuensi
Sistem TDD menggunakan satu band yang dapat digunakan pada sistem komunikasi
frekuensi untuk uplink dan downlink , dimana setiap bergerak menyebabkan penggunaan spektrum frekuensi
kanal terdiri dari subframe uplink dan subframe tersebut harus seefisien mungkin. Jarak antara 2 sel
downlink seperti pada gambar 3.8. Sistem TDD yang menggunakan frekuensi yang sama ini harus
menggunakan guard interval antara transisi yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak akan
terjadi dari downlink ke uplink maupun dari uplink ke mengakibatkan interferensi.
downlink . Guard interval ini disebut transmit /receive
transition gap (TTG) dan receive/transmit transition
gap (RTG).
1024
receiver (Km) j
k
Margin Interference (dB)
C ab le L os s ( dB )
1
0
i
j
Receiver sensitivity (dBm)
Margin Interference (dB)
-106,5
4
l Rx Antenna Gain (dBi) 18 k Control ChannelOverhead (%) 20
a(hre) = faktor koreksi untuk hre m
n
Fast Fade Margin (dB)
Soft Handover Gain (dB)
0
0 m
l Rx Antenna Gain (dBi)
Body Loss (dB)
0
0
Faktor koreksi untuk kota kecil dan menengah: Maximum Path Loss (dB) 163,4 Maximum Path Loss (dB) 163,5
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Ahmadi, H., Teknologi Pita Lebar 4G: LTE .
Wireless Network Laboratory Telkom Research
Gambar 3.14 Simulasi Monte Carlo Development Center. Yogyakarta, 2010.
[2] Airspan, White Paper: TDD and FDD
Dari hasil sepuluh kali simulasi tersebut Wireless Access Systems. Airspan Networks Inc. USA.
didapat data rata-rata yang diberikan oleh setiap [3] Atoll User Manual Radio version 3.1.0
pelanggan berdasarkan status aktifitasnya yang berupa [4] Balston, D.M. & Macario, R.C.V., Cellular
aktif downlink dan uplink. Data-data tersebut dapat Radio Systems. Norwood: Arctech House.
dilihat pada tabel di bawah ini. [5] Dahlman, E., Expert Radio Access
Technologies: 3G Long-Term Evolution . UK, 2005.
[6] Dewantoro, A., Teknologi Long Term
Tabel 3.13 Hasil Rata-Rata Simulasi Tiap Pelanggan Evolution (LTE) Selayang Pandang,
Peak RLC User Peak RLC User
Simulation User Profile Termin al Servic e
VI. BIODATA
Muhamad Ridwan Fauzi
(21060111130116), lahir di
Ciamis, 16 Oktober 1992.
Menempuh pendidikan di SD
Negeri 1 Citeureup, SMP dan
SMA ITTC, dan saat ini sedang
menempuh S1 di Teknik Elektro
Universitas Diponegoro
Konsentrasi Teknik
Telekomunikasi.