• WiMAX 802.16m - IEEE dan WiMAX Forum telah mengidentifikasi 802.16m sebagai
sistem 4G.
• UMB (Ultra Mobile Broadband) - ini diidentifikasi sebagai EV-DO Rev C. Ini adalah
bagian dari 3GPP2. Vendor dan operator jaringan telah memutuskan untuk
mempromosikan LTE sebagai gantinya.
Sebelum masuk ke pembahasan arsitektur LTE, akan diperkenalkan terlebih dulu
mengenai teknik-teknik Radio Interface pada sistem 3GPP, yaitu: FDMA, TDMA, CDMA,
OFDMA. Selain itu akan disinggung juga mengenai Radio Accsess Mode yaitu: FDD
dan TDD.
Dalam sistem selular, pengguna ponsel maupun base station berbagi media akses
untuk transmisi. Empat akses transmisi yang populer adalah adalah FDMA (Frekuensi
division multiple akses), TDMA (Time Division Multiple Access), CDMA (Code Division
Multiple Access), dan OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access).
Akses radio 3GPP untuk UMTS dan sistem LTE dirancang untuk beroperasi dalam dua
mode operasi utama yaitu FDD (Frequency Division Duplex) dan TDD (Time Division
Duplex). FDD adalah mode yang umum digunakan di seluruh dunia untuk UMTS dan
LTE. Alokasi spektrum juga terikat dengan pilihan FDD atau TDD. Misalnya, operator
WiMAX telah memanfaatkan spektrum WiMAX untuk berinvestasi dalam LTE TDD
daripada FDD. Namun, dengan ketersediaan perangkat serta kesederhanaan
penyebaran, FDD masih menjadi pilihan utama di seluruh dunia.
Salah satu faktor utama dalam sistem selular adalah spektrum frekuensi yang
digunakan. Sistem 2G, 3G, dan 4G menawarkan beberapa pilihan band frekuensi. Hal
ini tergantung pada regulator di masing-masing Negara dan ketersediaan spektrum
yang dibagi antara operator jaringan di suatu negara.
Dukungan perangkat dengan band frekuensi yang berbeda didorong oleh kemampuan
hardware. Oleh karena itu, tidak semua band yang didukung oleh satu perangkat.
Tergantung kebutuhan pasar, mana perangkat atau service yang sedang dikomersilkan.
LTE menggunakan saluran variabel bandwidth 1,4, 3, 5, 10, 15, atau 20 MHz. Yang
paling umum digunakan di seluruh dunia adalah 5 atau 10MHz. LTE 20MHz mulai
digunakan, terutama di band seperti 2,6 GHz serta 1,8 GHz setelah frekuensi re-
farming.
LTE FDD-membutuhkan dua frekuensi, satu untuk downlink dan satu lagi untuk uplink.
Frekuensi carrier ini masing-masing dinamakan frekuensi radio EARFCN (E-UTRA
Absolute Frequency Channel Number). Sebaliknya, LTE TDD-hanya memiliki satu
EARFCN.
Arsitektur LTE
Arsitektur LTE dikenal dengan suatu istilah SAE (System Architecture Evolution) yang menggambarkan
suatu evolusi arsitektur dibandingkan dengan teknologi sebelumnya. Secara keseluruhan LTE
mengadopsi teknologi EPS (Evolved Packet System). Didalamnya terdapat tiga komponen penting yaitu
UE (User Equipment), E-UTRAN (Evolved UMTS Terrestial Radio Access Network), dan EPC (Evolved
Packet Core).
E-UTRAN
Evolved UMTS Terresterial Radio Access Network atau E-UTRAN adalah sistem arsitektur LTE yang
memiliki fungsi menangani sisi radio akses dari UE ke jaringan core. Berbeda dari teknologi sebelumnya
yang memisahkan Node B dan RNC menjadi elemen tersendiri, pada sistem LTE E-UTRAN hanya
terdapat satu komponen yakni Evolved Node B (eNode B) yang telah emnggabungkan fungsi keduanya.
eNode B secara fisik adalah suatu base station yang terletak dipermukaan bumi (BTS Greenfield) atau
ditempatkan diatas gedung-gedung (BTS roof top).
Dengan prinsip Frekuensi Division Multiple Access (FDMA), pengguna yang berbeda akan
kemudian akan menggunakan carrier yang berbeda atau sub-carrier, seperti yang ditunjukkan
pada gambar berikut:
Penggunaan prinsip multi-carrier ditunjukkan pada Gambar 3, dimana data dibagi pada
sub-carrier yang berbeda dari satu pemancar. Contoh pada Gambar 3 memiliki filter
Bank yang untuk solusi praktisnya biasanya diganti denganInverse Fast Fourier
Transform (IFFT) dimana jumlah subcarrier banyak.
Salah satu contoh pendekatan multi-carrier adalah dual carrier WCDMA (dual cell HSDPA),
yang mana menggunakan dual carrier WCDMA namun tidak menggunakan prinsip-prinsip
pemanfaatan spektrum tinggi. Untuk mengatasi-nya, digunakan pendekatan orthogonality
diantara transmisi yang berbeda,untuk menciptakan sub-carrier yang tidak mengganggu satu
sama lain, meskipun spektrum masih tumpang tindih dalam domain frekuensi. Ini adalah apa
yang dicapai dengan prinsip Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDMA), di mana
masing-masing frekuensi sub-carrier ini memiliki perbedaan dalam domain frekuensi, kemudian
sub-carrier yang berdekatan memiliki nilai nol saat itulah dilakukan sampling dari sub-carrier
yang diinginkan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 berikut:
Untuk LTE, perbedaan frekuensi antara sub-operator telah dipilih yaitu 15 kHz di
Release 8 (alternatif dari 7,5 kHz direncanakan akan didukung dalam rilis yang akan
datang sehubungan dengan aplikasi siaran seperti mobile TV). Prinsip dasar OFDMA
sudah dikenal pada tahun 1950, pada saat sistem yang menggunakan teknologi analog,
dan membuat sub-carrier orthogonal sebagai fungsi variasi komponen dan suhu bukan
masalah sepele. Sejak meluasnya penggunaan teknologi digital untuk komunikasi,
OFDMA juga menjadi lebih layak dan terjangkau untuk digunakan konsumen. Selama
beberapa tahun terakhir teknologi OFDMA diadopsi secara luas di banyak sistem
seperti di TV digital (DVB-T dan DVB-H) serta seperti dalam aplikasi Wireless Local
Area Network (WLAN). Prinsip OFDMA telah digunakan di bagian uplink LTE multiple
access sebagai SC-FDMA menggunakan prinsip OFDMA arah uplink untuk mencapai
tinggi efisiensi spektrum, seperti yang dijelaskan pada bagian berikutnya.
OFDM berlandaskan pada operasi IFFT (Invers Fast Fourier Transform) yang
merupakan kebalikan dari FFT (Fast Fourier Transform). FFT sendiri merupakan
pengembangan dari DFT (Discrete Fourier Transform) yaitu algoritma tertentu dalam
ilmu pemrosesan sinyal digital yang mengubah suatu sinyal dalam domain waktu ke
dalam domain frekuensi, sehingga IDFT merupakan teknik komputasi yang mengubah
suatu sinyal dalam domain frekuensi ke dalam domain waktu. Suatu sinyal yang
ditransmisikan dapat dipetakan kedalam beberapa domain, baik domain waktu maupun
domain frekuensi.
Dalam komunikasi OFDMA suatu informasi dibawa oleh suatu symbol yang berisikan
bit-bit informasi. Symbol tersebut didefinisikan menurut diagram konstelasi
berdasarkan skema modulasi yang digunakannya, bisa berupa QPSK, 16QAM, atau
64QAM. Penggunaan transmisi data berupa bit rate rendah dengan pita sempit akan
sangat rentan terhadap variasi daya yang terjadi antar carrier yang disebabkan noise.
Hal tersebut dapat meningkatkan BER (Bit Error Rate) yang berdampak pada
kesalahan konstelasi. Noise akan mengganggu transmisi symbol dengan
menyebarkan spektral kedalam spektrum yang lebih lebardari yang seharusnya,
akibatnya akan terjadi adjacent channels.
Selain downlink, LTE juga mendukung penggunaan teknologi MIMO di uplink. Saat
perangkat hanya menggunakan satu antena pemancar, tingkat data uplink perangkat
tersebut tidak dapat ditingkatkan dengan MIMO. Tingkat data rate maksimum dapat
ditingkatkan dua kali lipat, namun, dengan mengalokasikan dua perangkat dengan
sinyal referensi orthogonal. Sehingga transmisi di base station diperlakukan seperti
transmisi MIMO, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:
Hal tersebut dinamakan 'virtual' atau 'multi-pengguna' MIMO yang didukung oleh LTE rilis 8
namun tidak mewakili perspektif perangkat karena hanya urutan sinyal referensi yang
dimodifikasi. Dari sisi jaringan, penambahan processingdiperlukan untuk memisahkan
pengguna satu dengan yg lain. Bagi para vendor produsen smartphone, penggunaan 'klasik'
dua antena pemancar MIMO tidak menarik karena berdampak pada peningkatan investasi
perangkat, sehingga transmisi perangkat multi-antena kemudian dimasukan pada rilis 10 atau
LTE-Advanced.
Physical Layer
Pada bagian ini menjelaskan tentang physical layer LTE berdasarkan prinsip
penggunaan OFDMA dan SC-FDMA. Physical layer ditandai dengan prinsip desain
yang tidak diperlukan sumber daya yang didedikasikan untuk satu pengguna;
penggunaan sumber daya hanya didasarkan pada alokasi sumber daya yang dinamis
yang digunakan secara bersama. Hal ini dianalogikan dengan sumber daya
penggunaan di internet, yang berbasis paket tanpa alokasi sumber daya-pengguna
tertentu. Physical layer dari sistem akses radio memiliki peran penting untuk
mendefinisikan kapasitas yang pada akhirnya menjadi titik fokus dalam hal kinerja yang
diharapkan. Namun, sistem yang kompetitif membutuhkan lapisan protokol yang efisien
untuk memastikan kinerja yang baik dari application layer sampai end user.
Dari sifat desain yang sudah dibahas, LTE hanya berisi common transport
channel; dedicated transport channel tidak ada (Dedicated Channel, DCH, seperti
dalam WCDMA). Transport channel adalah interface antara MAC layer dan Physical
layer. Dalam setiap transport channel, pemrosesan diterapkan untuk physical
layer yang sesuai untuk membawa saluran transportasi tersebut.Physical layer tersebut
diperlukan untuk memberikan penugasan sumber daya yang dinamis baik dalam hal
variasi kecepatan data dan dalam hal pembagian sumber daya antara pengguna yang
berbeda.
Di arah uplink UL-SCH dilakukan oleh Physical Uplink Share Channel (PUSCH). RACH
dilakukan oleh Physical Random Access Channel (PRACH). Pemetaan transport
channel diilustrasikan pada ganbar berikut:
Di arah downlink, PCH dipetakan ke Physical Downlink Share Channel (PDSCH). Sedangkan
BCH dipetakan ke Physical Broadcast Channel (PBCH), seperti pada gambar berikut:
MODULASI
Pada uplink, modulasi dilakukan melalui modulator QAM yang sebenarnya merupakan
modulasi yang sudah sejak lama ada, namun mengalami perkembangan seiring
dengan perkembangan teknologi telekomunikasi. Metode modulasi yang tersedia (untuk
data pengguna) adalah QPSK, 16QAM, dan 64QAM. Dua yang pertama tersedia di
semua perangkat sementara untuk 64QAM adalah tergantung kemampuan UE,
maksudnya ada perangkat (smartphone, modem dsb) yang support 64QAM ada juga
yang tidak. Berikut adalah gambar konstelasi modulasi:
Pada downlink metode modulasi untuk data pengguna adalah sama seperti di arah uplink
yaitu QPSK, 16QAM, dan 64QAM. E Node B sudah men-support semua metode modulasi
tersebut. Seperti pada jaringan 3G sebelumnya, di LTE dikenal dengan fitur Adaptive
Modulation and Coding, yang memastikan error rate tetap dibawah limit yang dapat diterima,
dengan pengaturan modulasi dan coding rate secara dinamis.
Berikut gambaran adaptive modulation and coding, yang mampu membuat skema modulasi:
Signal to Noise Ratio (SNR) mempengaruhi skema modulasi yang digunakan. Semakin tinggi
SNR, semakin tinggi pula sekema modulasi yang digunakan. Berikut gambarannya:
Resource Block
LTE menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA)pada
downlink dan Single Carrier Frequency Division Multiple Access pada uplink
(SCFDMA). Dalam sistem OFDMA-SCFDMA dikenal dengan istilahresource block atau
RB. Resource Block adalah suatu blok transmisi pada OFDM yang disusun dari
domain waktu dan frekuensi. Berikut ilustrasinya:
Dimana satu resource block terdiri dari 12 subcarriers dengan masing-masing
subcarrier sebesar 15 kHz dan terdapat 7 OFDM symbol atau satu slot sebesar 0.5 ms.
Sehingga dalam 1 resource block badwidthnya sebesar 15 kHz x 12 subcarriers = 180
kHz. Bagian terkecil resource block adalah resource elementatau RE. Dalam
satu resource block terdapat 12 subcarriers x 7 OFDM symbol = 84 resource element.
Dalam domain waktu dikenal dengan istilah Time Transmision Interval atau TTI,yang
merupakan unit dasar pada domain waktu saat penjadwalan transmisi data pada kanal
fisik. Untuk lebih jelasnya mengenai konsep TTI tersebut, berikut ilustrasi Frame
Structure pada LTE:
Seperti kita ketahui bahwa ada berbagai variasi bandwidth yang digunakan pada sistem
LTE, seperti 1.4 MHz, 3 MHz, 5 MHz, 10 MHz, dan 20 Mhz. Tabel berikut menunjukan
berapa besar resource block (RB) terhadap bandwidth yang digunakan:
LTE RF Measurement
Pengukuran Radio Frequency (RF) pada LTE ditentukan oleh 3GPP
yaitu RSRP(Reference Signal Received Power) dan RSRQ (Reference Signal Received
Quality). RSRP adalah power rata-rata pada resource element yang
membawareference signal dalam subcarrier. UE (User Equipment) mengukur power
dari banyak resource element yang digunakan untuk membawa reference signal
kemudian dihitung rata-rata-nya dalam satu bandwidth. Berikut adalah ilustrasi tentang
RSRP:
Dari ganbar diatas, rata-rata power yang dikirimkan per-subcarrier adalah 20 W / 300 = 66.7
mW = 18.2 dBm. Jika jarak UE dengan eNode B sekitar 2 km, maka RSRP yang diterima oleh
UE adalah seperti yg di ilustrasikan pada gambar berikut:
RSRQ didefinisikan sebagai rasio antara jumlah N RSRP terhadap RSSI (Received
Signal Strength Indication). Atau biasa ditulis RSRQ = N x RSRP / RSSI. RSSI
mengukur power bandwidth termasuk serving cell power, noise, daninterference
power. Berikut ilustrasinya untuk mempermudah pemahaman:
Ambil contoh jika tidak ada trafik pada cell A yang sedang serving ke UE, maka perhitungan
RSRQ-nya adalah : N x RSRP / RSSI = 25 RSRP / 2 x 25 RSRP = 1/2 = -3 dB. N adalah jumlah
resource block pada badwidth, utk contoh ini menggunakan 5 MHz sehingga jumlah resource
blocknya 25. Sedangkan dalam kondisi tidak ada traffic hanya ada 2 reference simbol saja yang
ditransmisikan. Untuk lebih jelasnya berikut ilustrasinya:
Berikut contoh jika ada trafik di cell A, maka perhitungan RSRQ-nya adalah: N x RSRP / RSSI =
25 RSRP / 300 RSRP = -10.8 dB.
Coverage Planning
Kali ini, kita mencoba menganalisa parameter utama untuk evaluasi sistem coverage
LTE. Parameter yang pertama adalah pengukuran RSRP, dimana pengukuran RSRP
adalah mengukur kuat sinyal pada cell LTE yang membantu untuk me-ranking cell-cell
yang berbeda sebagai input, yang dipergunakan untuk algotirma handover dan cell
reselection. RSRP (Reference Signal Received Power) didefinikan sebagai rata-rata
pada konribusi power resource element yang membawa referensi signal yang dianggap
sebagai pengukuran bandwidth frekuensi. Namun hanya yang terukur pada OFDM
symbol yang membawa reference signal.
Parameter kedua yaitu RSSI (Received Signal Strength Indicator) yang merupakan total
power yang diterima, termasuk interferensi dan noise. Parameter ketiga adalah RSRQ
(Reference Signal Received Quality). RSRQ memberi informasi tambahan ketika RSRP
tidak cukup untuk memutuskan melakukan handover atau cell reselection. Informasi
lebih detail tentang RSRQ ada di artikel LTE RF Measurement.
Parameter ke-empat yang tidak kalah penting yaitu SINR (Signal to Interference Noise
Ratio) yang merupakan rasio antara rata-rata power yang diterima dengan rata-rata
interferensi dan noise. Minimum RSRP dan SINR yang sesuai tergantung pada band
frekuensinya, berikut ilustrasinya:
Minimum SINR untuk semua band adalah -4 dB, dimana RSRP tergantung dari band
frekuensinya. Hal inilah mengapa SINR sangat penting, SINR memberikan informasi berharga
pada coverage dan throughput yang diharapkan. Sehingga, map coverage yang dihasilkan
SINR lebih akurat daripada map coverage RSRP atau RSSI. Begitu juga, dengan map
throughput yang dihasilkan oleh SINR.
Berikut adalah ilustrasi perhitungan link budget pada downlink dan uplink:
Opsi Spektrum Untuk LTE
Pemilihan spektrum pada LTE tergantung dari banyak faktor, seperti kebijakan
regulator, biaya spektrum, teknologi eksisting, dan lain sebagainya. Berikut adalah
gambar tentang opsi spektrum dan kemungkinannya untuk refarmingfrekuensi:
Berikut adalah guardband yang dibutuhkan untuk sistem dan lokasi yang sama (co-
location):
Terdapat 70 MHz untuk LTE FDD dan 50 MHz untuk LTE TDD atau WIMAX. Untuk
menghindari interferensi antara FDD dan TDD diberikan guardband sebesar 5 MHz.
LTE 1800 MHz
Ini merupakan band LTE yang paling menjanjikan yang dapat digunakan secara luas
baik untuk dense urban, urban, dan suburban area. Berikut gambar pengaturan pada
LTE 1800 MHz:
Band tersebut secara luas telah digunakan pada GSM 1800 dan dapat di refarming ke
LTE 1800. Banyak operator telah membangun LTE pada band tersebut di bandwidth 10
MHz. Bahkan ada juga yang menggunakan sampai 20 MHz.