Anda di halaman 1dari 25

3GPP Long Term Evolution atau yang biasa disingkat LTE adalah sebuah standar

komunikasi akses data nirkabel tingkat tinggi yang berbasis pada jaringan GSM/EDGE dan
UMTS/HSPA. Jaringan antarmuka-nya tidak cocok dengan jaringan 2G dan 3G, sehingga harus
dioperasikan melalui spektrum nirkabel yang terpisah. Teknologi ini mampu download sampai
dengan tingkat 300mbps dan upload 75mbps. Layanan LTE pertama kali diadopsi oleh operator
seluler TeliaSonera di Stockholm dan Oslo pada tanggal 14 desember 2009. 3GPP Long Term
Evolution (LTE) dan dipasarkan dengan nama 4G LTE adalah sebuah standard komunikasi
nirkabel berbasis jaringan GSM/EDGE dan UMTS/HSDPA untuk aksess data kecepatan tinggi
menggunakan telepon seluler mau pun perangkat mobile lainnya. LTE disebut-sebut sebagai
jaringan nirkabel tercepat saat ini, sebagai penerus jaringan 3G. LTE bahkan diklaim sebagai
jaringan nirkabel yang paling cepat pertumbuhannya.

LTE adalah teknologi yang didaulat akan menggantikan UMTS/HSDPA. LTE


diperkirakan akan menjadi standarisasi telepon selular secara global yang pertama.Walaupun
dipasarkan sebagai teknologi 4G, LTE yang dipasarkan sekarang belum dapat disebut sebagai
teknologi 4G sepenuhnya. LTE yang di tetapkan 3GPP pada release 8 dan 9 belum memenuhi
standarisasi organisasi ITU-R. Teknologi LTE Advanced yang dipastikan akan memenuhi
persyaratan untuk disebut sebagai teknologi 4G. Di Indonesia, operator pertama yang
menggunakan teknologi 4G ini adalah Bolt yang diluncurkan oleh PT. Internux pada tanggal
14 November 2013.

Long Term Evolution (LTE) adalah generasi teknologi telekomunikasi selular. Menurut
standar, LTE memberikan kecepatan uplink hingga 50 megabit perdetik (Mbps) dan kecepatan
downlink hingga 100 Mbps. Tidak diragukan lagi,

LTE akan membawa banyak manfaat bagi jaringan selular.Perkembangan


telekomunikasi menurut standar 3GPP (third generation partnership project).

2.2. Perubahan Arsitektur Jaringan GSM ke LTE


Dalam arsitektur jaringan LTE terdapat beberapa tahap atau bagian yang harus
dilakukan agar jaringan LTE yag dibangun dapat berjalan dengan baik. Masing-masing bagian
itu terdiri dari perencanaan radio access network backhaul jaringan transmisi, dan pada core
network-nya, seperti yang terlihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.1. Tranformasi GSM ke LTE

Gambar diatas menunjukkan bagian-bagian yang mengalami perubahan dari teknologi


2G/3G ke jaringan LTE.

Peralihan (upgrading) perencanaan arsitektur jaringan LTE pada bagian radio access
network-ya saja. Berbeda dengan teknologi sebelumnya setiap site (eNodeB) pada jaringan
LTE tidak terhuung dengan BSC, melainkan terhubung langsung antar-eNodeB dan dengan
core network-nya. Selain itu pula kapasitas dan radius yang dimiliki oleh site LTE lebih besar
dari pada teknologi sebelumnya. Untuk lebih jelasnya arsitektur radio access network pada
jaringan LTE dapat dilihat pada gambar berikut :

E-UTRAN (Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network)

Gambar 2.2. Transformasi Radio Acces Network GSM ke LTE

Terlihat pada gambar diatas, arsitektur Radio Access Network pada LTE tidak memiliki BSC.

SAE, berbeda dengan sistem sebelumnya, hanya memberikan dua node pada user plane: base
station (disebut eNodeB) dan gateway. Jumlah dan jenis persinyalan diminimalkan. RNC
(Radio Network Controller) dimasukkan sebagai satu fungsi dalam eNodeB, yang menjadikan
proses handover dikelola sepenuhnya oleh eNodeB-mirip UTRAN pada 3G seperti yang
terlihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.3 Skema Handover pada LTE

LTE merupakan evolusi lanjutan dalam standar jaringan bergerak yang ditentukan oleh
3GPP (Third Generation Partnership Project) dan mendukung kegiatan operasional baik dalam
spektrum yang dipasangkan maupun yang tidak dipasangkan.

LTE adalah teknologi lanjutan dari generasi 1xEV-DO. Berbeda dengan Wimax yang
awalnya dikembangkan untuk komunikasi data. Teknologi ini bekerja di spektrum yang selama
ini digunakan oleh telepon selular, yaitu spektrum 450/850/900/1800/1900/2100 MHz. Tapi
bisa juga bekerja di spektrum baru seperti 700 MHz dan 2,5 GHz. Spektrum terakhir adaalah
spektrum yang dialokasikan untuk teknologi Wimax.

Pada sisi air interface Long Term Evolution (LTE) menggunakan teknologi OFDMA pada
sisi downlink dan menggunakan SC-FDMA pada sisi uplink. Dan pada sisi antena Long Term
Evolutin (LTE) mendukung penggunaan multiple-antenna (MIMO). Bandwidth operasi pada Long
Term Evolution (LTE) fleksibel yaitu up to 20 MHz dan maksimal bekerja pada kisaran bandwidth
bervariasi antara 10-20 MHz.

2.3. Sejarah LTE


Radio Access Network pada 3GPP LTE atau disebut juga Evolved-UTRAN (E-
UTRAN) mulai didiskusikan pada RAN Evolution Workshop November 2004. Pada workshop
tersebut diidentifikasikan beberapa garis besar kebutuhan (high level requirement) dari LTE
yaitu:
 Mengurangi
 cost per bit

 Meningkatkan pengadaan layanan (service provisioning)-semakin banyak layanan dengan


cost yang kecil dan user experience yang lebih baik

 Fleksibilitas
 untuk pemggunaan pita frekuensi baru maupun yang sudah ada

 Penyederhanaan
 arsitektur, interface yang terbuka

 Konsumsi daya pada terminal yang reasonable


Feasibitly study pada E-UTRAN dan E-UTRA mulai dilakukan Desember 2004
dengan tujuan utamanya adalah membangun sebuah framework sebagai evolusi dari
teknologi akses radio 3GPP sehingga didapatkan data-rate yang tinggi, low-latency dan
optimasi teknologi akses radio untuk paket-switched domain. Detail dari kebutuhan dari E-
UTRAN dirumuskan pada Technical Report (TR) 25.913 “Requirements for Evolved
UTRA (E-UTRA) and Evolved UTRAN (E-UTRAN)” yang mencakup di antaranya:
 Peak Data Rate yaitu 100 Mbps untuk downlink dengan alokasi spektrum downlink 20
MHz (5bps/Hz) dan 50 Mbps (2.5 bps/Hz) untuk uplink.

 Pengurangan latency pada Control-plane maupun User-plane

 HSDPA Rel-6 dan 2 sampai 3 kali untuk uplink dari HSUPA Rel-6

 Efisiensi spektrum dengan tetap dapat menggunakan lokasi pemancar yang sudah
digunakan pada UTRAN/GERAN

 Penggunaan spektrum yang fleksibel

 Kemampuan mobilitas pengguna yang masih mendapatkan layanan dengan performasi
tinggi pada kecepatan sampai 350 km/jam

 Cakupan wilayah (coverage) dengan radius sampai 5 km untuk dapat mencapai performasi
yang disebutkan diatas dan maksimum cakupan 100 km

 Enhanced MBMS (Multimedia Broadcast/Multicast Service)

 Tetap mempertahankan 3GPP RAT (Radio Access Technology) yang sudah ada dan
mendukung interworking dengannya

 Single arsitektur yang berbasis paket, minimalis interface dan penyederhanaan

 Reduksi kompleksitas
Pada pertemuan bulan Juni 2005, 3GPP RAN WGI mulai melakukan evaluasi pada beberapa
teknologi air-interface baru yang akan digunakan sebagai physical layer E-UTRA. 6 jenis physical
layer yang berbasis WCDMA, SCDMA dan OFDMA dievaluasi dan hasilnya dapat dilihat pada
TR 25.814 “Physical layer aspect for evolved UTRAN”.

Pada tahun 2005 pula 3GPP RAN WG2 yang bertanggung jawab pada spesifikasi Akses Radio
Layer 2 dan Layer 3 mendiskusikan kebutuhan/kesepakatan untuk protokol air-interface
berdasarkn beberapa asumsi karena pendefinisian protokol sangat tergantung pada teknologi air-
interface yang digunakan. Hingga akhir pertemuan, akhirnya didapatkan kesimpulan mengenai
spesifikasi kemampuan/persyaratan teknologi LTE yang dibangun dari 3GPP.
2.4. Spesifikasi dan Standar LTE
LTE, bersama dengan SAE (Service architecture evolution), adalah inti kerja dari 3GPP
Release 8. Inti atau core LTE disebut dengan EPC (evolved packet core). EPC bersifat all-IP
(semua IP, dan hanya IP), dan mudah berinterkoneksi dengan network IP lainnya, termasuk
WiFi, WIMAX, dan XDSL. LTE juga diharapkan mendukung network broadband personal,
network yang lebih stabil, misalnya untuk upload file video.

LTE harus siap secara teknis (dan ekonomis) untuk menampung trafik yang dinamis
dari Web 2.0, cloud computing, hingga beraneka macam gadget. ABI Research
memproyeksikan bahwa perangkat seperti kamera, MP3 player, video, dll, yang dilengkapi
kapabilitas network akan mendekati jumlah setengah miliar unit pada tahun 2012. Trafik yang
tinggi dan dinamis itu mengharuskan penggantian kembali sistem transmisi. Dari TDMA di 2G
dan CDMA di 3G, teknologi 4G akan menggunakan OFDMA, yang sekali lagi akan
meningkatkan efisiensi spektrum.

LTE menggunakan spektrum yang lebih luas, sampai 20 MHz, untuk menyediakan
kompatibilitas dengan teknologi seluler yang sudah ada seperti MTS dan HSPA +, dan
meningkatkan kapasitas sistem. LTE menggunakan spektrum yang fleksibel sehingga dapat
digunakan untuk berbagai macam bandwidth, Hal ini membuat LTE cocok untuk berbagai
macam spektrum. Spesifikasi LTE ditargetkan untuk melayani downlink sedikitnya 100 Mbps,
uplink sedikitnya 50 Mbps. LTE mendukung operator scalable bandwidth, dari 1,4 MHz
sampai 20 MHz.

Kecepatan rerata berkisar pada 15 Mb/s dengan delay 15ms, walaupun nilai maksimal
diharapkan dapat mencapai di atas 200 Mb/s pada bandwidth 20 MHz. LTE bisa bekerja pada
bandwidth 1.4 hingga 20 MHz. Akses radio akan berdasarkan penggunaan kanal bersama
sebesar 300 Mb/s pada arah turun dan 75 Mb/s pada arah naik. Jika pada 2G/3G, kases radio
akan terkoneksi pada circuit-switched domain, maka E-UTRAN pada LTE hanya akan
terkoneksi pada EPC. Akses radio teroptimasikan untuk trafik IP.

Bagian dari standar LTE adalah System Architecture Evolution, sebuah flat jaringan
berbasis IP yang dirancang untuk menggantikan arsitektur GPRS Core Network dan
memastikan kesesuaian untuk non-sistem 3GPP misalnya GPRS dan WiMAX.

Standar dari LTE :

 Untuk setiap 20 MHz spektrum, download mencapai 326,4 Mbit/s untuk 4x4 antena,
dan 172,8 Mbit/s untuk 2x2 antena.

 Upload mencapai 86,4 Mbit/s untuk setiap 20 MHz spektrum menggunakan satu
antena.

 Lima terminal yang berbeda kelas sudah diteapkan dari kelas sentris suara sampai
akhir tinggi terminal yang mendukung kecepatan data maksimal. Semua terminal akan
dapat memproses 20 MHz bandwidth.

Setidaknya 200 pengguna aktif dalam setiap 5 MHz sel.
 Sub-5 ms latency untuk paket IP kecil.

 Meningatkan fleksibilitas spektrum, dengan spektrum irisan sekecil 1,5 MHz hingga
sebesar 20 MHz.

 Optimal sel sejauh 5 km, 30 km dengan kinerja yang masih bagus, dan sampai 100
km dengan kinerja yang masih dapat dierima.

 Support untuk MBSFN (Multicast Broadcast Single Frequency Network). Fitur ini
dapat memberikan layanan eperti Mobile TV dengan menggunakan infrastruktur LTE.
2.5. Target LTE & Konfigurasi Jaringan LTE
Target dari LTE desain adalah :
 Mendukung bandwidth yang scalable sebesar 1,25 2,5 5,0 10,0 dan 20,0 MHz
 Puncak data rate
o Downlink (2 Ch MIMO) kecepatan up to 100 Mbps pada 20 MHz channel
o Uplink (tunggal Ch Tx) kecepatan up to 50 Mbps di 20 MHz channel
 Didukung konfigurasi antenna
o Downlink: 4x2, 2x2, 1x2, 1x1
o Uplink: 1x2, 1x1
 Efisiensi spektrum
o Downlink: 3 sampai 4 x HSDPA Rel 6
o Uplink: 2 sampai 3 x HSUPA Rel 6
 Latency
o C-plane: <50 – 100 msec untuk membentuk U-plane
o U-plane: <10 msec dari UE ke server
 Mobilitas
o Dioptimalkan untuk kecepatan rendah (<15 km/jam) o Target kecepatan hingga
120 km/jam
o Release 10 di desain hingga kecepatan 350 km/jam
 Coverage Area
o Coverage efektif sampai 5 km
o Coverage dengan sedikit degradasi : 5 km – 30 km
o Coverage operasi sampai 100 km

Konfigurasi Jaringan LTE


Dalam suatu konfigurasi jaringan telekomunikasi bergerak dalam hal ini Long Term
Evolution (LTE) diperkenalkan suatu aringan baru yang diberi nama EPS (Evolved Packet
System). EPS terdiri dari jaringan akses yang pada LTE disebut dengan E-UTRAN (Evolved
UMTS Terrestrial Access Network) dan jaringan core yang pada LTE disebut SAE. SAE
merupakan istilah yang menggambarkan evolusi jaringan core menuju ke disebut EPC (Evolved
Packet Core).

Pada Long Term Evolution (LTE) konfigurasinya merupakan pengembangan dari


teknologi sebelumnya, yatu baik UMTS (3G) dalam hal ini merupakan Release 99/4 dan HSPA
Release 6, Long Term Evolution (LTE) merupakan standar release 8.

Long Term Evolution (LTE) mempunyai Radio Access dan core network yang dapat
mengurangi network latency dan meningkatkan performansi sistem dan menyediakan
interoperability dengan teknologi 3GPP yang sudah ada dan non-3GPP, dengan arsitektur LTE
seperti yang terlihat pada gambar berikut ini :

Terlihat pada gambar , terlihat ada perbedaaan antara arsitektur kedua jaringan. Pada
LTE fungsi dari Node B dan RNC yang terdapat pada UMTS dilebur menjadi satu, yaitu Enb
(Evolved Node B). Dan pada bagian core network-nya LTE menggunakan EPC (Evolved Packet
Core) seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2.5. Arsitektur Core LTE

SAE, berbeda dengan sistem sebelumnya, hanya memberikan dua node pada user plane:
base station (disebut eNodeB) dan gateway. Jumlah dan jenis persinyalan diminimaliskan .
RNC (radio network controller) dimasukkan sebagai satu fungsi dalam eNodeB, yang
menjadikan proses handover dikelola sepenuhnya oleh eNodeB – mirip UTRAN pada 3G.

LTE dapat digelar pada beraneka band spektrum. Diharapkan band baru 2,6GHz dapat
digunakan, karena kapasitasnya memungkinkan untuk penyediaan band hingga 20MHz.
Namun LTE juga bisa digelar pada band existing GSM di 900 MHz dan 1800 MHz.
Di sisi pengguna, LTE adalah pintu masuk untuk beragam layanan menarik. Sebut saja
Voice Over IP, Multi-user Gaming Over IP, High Definition Video On Demand dan Live TV.
Kecepatan akses yang ditawarkan secara otomats juga akan mampu mengoptimalkan layanan-
layanan yang sudah ada seperti e-mail, internet browsing, dan MMS. Kmi bahkan berharap LTE
mampu menghadirkan seluruh layanan yang ada di internet ke dalam sebuah perangkat mobile.
Terlebih, LTE menjanjikan Low Latency yang sangat penting untuk layanan-layanan real time
yang memiliki delay yang sangat kecil.

Teknologi LTE sendiri merupakan pengembangan teknologi dari aplikasi GSM dan
CDMA yang sudah ada di Indonesia saat ini. Bila pada GSM (2G), berevolusi menjadi GPR
(2,5G), yang dilanjutkan dengan EDGE, serta EDGE Evolved. Maka di WCDMA (3G),
berevolusi menjadi HSPA (3,5G) dan HSPA +, maka solusi berikutnya adalah penggunaan LTE
yang mempunyai layanan kapasitas gigabytes diatas semuanya.

2.6. Arsitektur LTE

Gambar 2.6. Arsitektur Lengkap LTE

Dapat dilihat bahwa jaringan tersebut mengkonvergensikan semua jaringan yang ada.
Jaringan ini merupakan jaringan berbasis IP. Masing-masing entity juga mempunyai fungsi
masing-masing.

eNodeB
Jaringan akses pada LTE terdiri dari satu elemen, yaitu eNodeB. eNodeB (eNB)
merupakan interface dengan UE (User Equipment. eNodeB berfungsi untuk Radio Resurce
Management (RRM) dan sebagai transceiver.

Sebagai RRM, fungsi eNodeB adalah untuk mengontrol dan mengawasi pengiriman
sinyal yang dibawa oleh sinyal radio, berperan dalam autentikasi atau mengontrol kelayakan
data yang akan melewati eNodeB, dan untuk mengatur scheduling.
Mobility Management Entity (MME)
MME dapat dianalogikan sebagai MSC pada jaringan GSM. MME adalah node-kontrol
utama pada jaringan akses LTE. Ia bertanggung jawab untuk prosedur paging untuk idle mode
UE termasuk retransmisi. MME juga bertanggung jawab dalam proses aktivasi/deaktivasi dan
autentikasi user (dengan bantuan HSS).

MME juga berfungsi untuk mengatur handover, yaitu memilih MME lain untuk
handover dengan MME lain, atau memilih SGSN untuk handover dengan jaringan akses
2G/3G.

Serving Gateway (SGW)


SGW terdiri dari dua bagian, yaitu 3GPP Anchor dan SAE Anchor. 3GPP Anchor
berfungsi sebagai gateway paket data yang berasal dari jaringan 3GPP, sedangkan SAE Anchor
berfungsi sebagai gateway jaringan non-3GPP. SGW merutekan dan memforward paket data
user, sambil juga berfungsi sebagai mobility anchor saat handover antar eNodeB dan untuk
menghubungkan LTE dengan jaringan lain yang sudah ada.

Home Subscriber Server (HSS)


HSS adalah database utama yang ada pada jaringan LTE. HSS adalah sebuah super
HLR yang mengkombinasikan fungsi HLR sebagai database dan AuC sebagai autentikasi.

2.7. Kandidat 4G
Awal tahun 2011 ITU-T, 3GPP, IEEE telah disepakati bahwa kandidat untuk teknologi
generasi ke 4 sistem komunikasi seluler adalah LTE (diwakili oleh LTE advance) dan WiMAX
(diwakili oleh Mobile WiMAX II IEEE 802.16 m). Dua teknologi nirkabel yang baru naik daun
ini tampak bersaing. WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access) lebih dulu
lahir daripada LTE (ONG Term Evolution). Secara perangkat dan dukungan vendor handset
WiMAX lebih siap dibandingkan LTE pada tahun 2009. Sedangkan LTE akan berkembang
setelah tahun 2010. Masing-masing teknologi ini oleh International Telecommunications
Union (ITU) akan dijadikan kandidat standar jaringan 4G (at least 100 Mbps untuk transfer
data) paling tidak pada tahun 2009.

Secara kecepatan LTE unggul diatas WiMAX generasi yang sekarang (IEEE 802.16e).
LTE mampu menghadirkan kecepatan downlink hingga 100 Mbps dan uplink 50 Mbps dan
dapat dikembangkan hingga 250 Mbps untuk downstream. Akan tetapi kecepatan ini nantinya
akan bersaing dengan generasi WiMAX II (IEEE 802.16m) yang akan diperbarui pada tahun
2009. WiMAX ii AKAN BERJALAN PADA MODE Mobile dengan speed 100 Mbps dan
Fixed hingga 1 Gbps (sesuatu yang luar bisa untuk pertukaran data secara nirkabel). Selain LTE
dan WiMAX , ada satu lagi teknologi yang hampir mirip dengan LTE yaitu UMB (Ultra Mobile
Broadband) tetapi dasar pengembangannya adalah CDMA. Bahkan UMB ini downstream-nya
lebih besar dibandingkan LTE yaitu mencapai 288 Mbps (dengan band 20 Hz),

LTE dikembangkan oleh 3GPP (grup GSM, terutama Ericson), sedangkan UMB
diusulkan oleh 3GPP (grup CDMA 2000, terutama Qualcomm), dan WiMAX Iioleh WiMAX
Forum (terutama intel). Untuk lebih jelas nya roadmap evolusi teknologi nirkabel didunia
seperti di bawah ini :

(1) GSM (2G) – GPRS (2.5G) – EDGE – WCDMA (3G) – HSDPA (3,5G) –
LTE (4G)
(2) CDMA (2G) – CDMA 2000 – EV-DO (3G) – UMB (4G)

(3) Wi-Fi – Fixed WiMAX – Mobile WiMAX – WiMAX II (4G)

Teknologi 4G seperti LTE dan WiMAX didesain lebih kepada transfer dan bukan suara,
berbasis jaringan IP dan berdiri di atas teknologi OFDM. Kecepatan yang tinggi pada 4G
memungkinkan suara, video, dan data dapat diakses dalam satu perangkat yang praktis. Di masa
mendatang, konsumen dijanjikan akan dapat melakukan download dan upload High Definiton
Video, layanan data berkapasitas besar dan Value Added Service (VAS) seperti interactive
gaming, mengakses e-mail dengan attachment besar serta bergabung dalam video conference
dimanapun dan kapanpun.

Berikut Karakteristik 4G dari Teknologi Seluler :


Karakteristik utama dariteknologi seluler 4G iini adalah sebagai berikut :

- Peak downlink (DL) rate > 100 Mbps untuk aplikasi mobilitas tinggi
serta > 1000Mbps untuk aplikasi tetap.

- Peak uplink UL rate > 50Mbps.

- Latensi User Plane yang rendah,  5ms.

- Berorientasi paket, mengadopsi arsitektur Flat All-IP, Open interface dan


always-on.

- Seamless mobility.

- Alokasi bandwidth kanal radio yang fleksibel dalam rentang antara 1.4
MHz sampai dengan 20 MHz, dapat menggunakan mode FDD dan/atau
TDD duplex

- Performansi yang tinggi, quality of experience (QoE) dapat difasilitasi


untuk setiap pelanggan.
- Spectrum kerja yang lebar, mulai dari band 700 MHz sampai 5000 MHz.
Sebagai catatan, diantara rentang spektrum kerja tersebut, yang telah
teridentifikasi adalah band antara 700 MHz sampai dengan 3500 MHz.
Sementara band di atasnya sedang dalam tahap studi di dalam ITU.
2.8. LTE Air Interfaces
Pada sisi air interface teknologi LTE menggunakan teknik OFDMA pada sisi
downlink dan menggunakan teknik SC-FDMA sisi uplink.

  Prinsip Dasar OFDM

OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah sebuah teknik transmisi yang
menggunakan beberapa buah frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal).

Gambar 2.7. Physical Resource Block LTE

Physical resource block pada downlink LTE seperti yang terlihat pada gambar 2.7. Pada
domain frekuensi, spasi antar sub carrier (f) sebesar 15 KHz dan durasi waktu OFDM simbol
adalah 1/f + cyclic prefix pre berfungsi untuk menjaga ke orthogonalan antar-subcarrier.
Pada OFDM satu resource element membawa QPSK, 16 QAM atau 64 QAM, pada 64
QAM satu resource element membawa 6 bit.
OFDM simbol dikelompokkan menjadi resource block. Satu resource block pada
OFDM symbol yaitu 180 KHz pada domain frekuensi dan 0,5 ms pada domain waktu.
LTE menggunakan OFDM untuk downlink dari base station ke terminal. OFDM
memenuhi persyaratan untuk spektrum LTE yang fleksibel.
Dalam domain waktu frame radio mempunyai panjang 10 ms dan terdiri dari 10 sub
frame setiap 1 ms. Setiap subframe terdiri dari 2 slot dimana tiap slot adalah 0,5 ms. Subcarrier
spacing di domain frekuensi adalah 15 KHz.
Masing-masing sub-carrier tersebut dimodulasikan dengan teknik modulasi
konvensional pada rasio simbol yang rendah. Sistem modulasi multicarrier pada dasarnya
adalah mentransmisikan banyak aliran data paralel secara bersamaan melalui kanal transmisi
c(t), masing-masing mentransmisikan hanya sebagian dari keseluruhan laju data, untuk lebih
lanjut bisa dilihat pada gambar 2.8 berikut ini.
Gambar 2.8. Prinsip Dasar Sistem Multicarrier LTE

Dengan prinsip ini laju data yang tinggi bisa dikirmkan dengan menurunkan aliran kecepatan
data tersebut.
Dengan {gi(t)} merupakan filter pengirim, dan {hi(t)} filter penerima. Tiap pasangan filter
{gi(t), hi(t)} membentuk satu dari N kanal transmisi paralel yang biasanya mengalami frequency
shifted (pergeseran frekuensi). Jadi, sinyal di filter pengirirm akan di multiplex dan di ubah dari
data serial menjadi data paralel, setelah itu, data kirim secara pararel dan bersamaan melalui kanal
c(t) yang telah terbagi-bagi dan akan diterima di filter receiver yang kemudian akan di ubah lagi
dari data paralel menjadi data serial kembali.
Keuntungan dari sistem OFDM ini adalah :

- Durasi simbol lebih panjang, sehingga membutuhkan kecepatan yang lebih rendah
untuk mengimplementasikannya.

- Lebih sedikit terpengaruh oleh time dispersion dari kanal transmisi. Prinsip dasar
OFDM sendiri adalah membagi bandwidth menjadi banyak sub-carrier, seperti yang
terlihat pada gambar 2.6. Pada sistem OFDM, data input dibagi menjadi beberapa sub-
data parallel untuk mengurangi data rate (meningkatkan durasi simbol) dan masing-
masing sub-data
dimodulasikan dan ditransmisikan pada subcarrier yang terpisah dan orthogonal. Masing-
masing sub-carrier dibuat saling orthogonal dengan spasi frekuensi yang tepat sehingga
dapat dilakukan spektral overlap antar-sub-carrier yang berdekatan tanpa menimbulkan
efek Inter-Symbol Interference (ISI) dan Inter-Carrier Interference (ICI) sehingga pada
akhirnya akan penghematan bandwidth yang cukup besar.
Prinsip kerja dari OFDM dapat dijelaskansebagai berikut. Deretan data informasi yang akan
dikirim dikonversikan kedalam bentuk paralel sehingga bila bit rate semula adalah R, maka bit
rate di tiap-tiap jalur paralel adalah R/M dimana M adalah jumlah jalur paralel (sama dengan
jumlah sub-carrier).
Setelah itu, modulasi dilakukan pada tiap-tiap sub-carrier. Modulasi yang digunakan untuk
OFDM ini adalah BPSK, QPSK dan QAM.
Kemudian sinyal yang telah termodulasi tersebut diaplikasikan kedalam Inverse Discrete
Fourier Transform (IDFT), untuk pembuatan simbol OFDM. Penggunaan IDFT ini
memungkinkan pengalokasian frekuensi yang saling tegak lurus (orthogonal).
Setelah itu simbol-simbol OFDM dikonversikan lagi kedalam bentuk serial, dan kemudian sinyal
dikirim. Sinyal carrier dari OFDM merupakan penjumlahan dari banyaknya sub-carriers yang
orthogonal, dengan data baseband pada masing-masing sub-carriers dimodulasikan secara bebas
menggunakan teknik modulasi BPSK, QPSK, QAM. Sinyal yang dikirim tersebut, dapat ditulis
dengan persamaan rumus sebagai berikut :
S (t) = Re { ∑+∞ =−∞ nf(t-nT) ( 0 +} (1)

Pada penerima, dilakukan operasi yang berkebalikan dengan apa yang dilakukan di stasiun
pengirim. Mulai dari konversi dari serial ke paralel, kemudian konversi sinya paralel dengan
Fast Fourier Transform (FFT), setelah itu dimodulasi, konversi paralel ke serial, dan akhirnya
kembali menjadi bentuk data informasi.

Kelebihan dari OFDM adalah terbukti dapat digunakan untuk mengatasi berbagai macam
permasalahan propagasi seperti multipath dan juga dapat mengatasi masalah delay spread dan
Inter Symbol Interference (ISI). Karena durasi dari tiap simbol panjang, maka memungkinkan
untuk penyisipan guard interval di antara simbol-simbol OFDM.
Pada OFDM terdapat Cyclic Prefix (CP), yaitu merupakan pengulangan sampel bagian akhir
dari simbol OFDM yang ditambahkan pada bagian depan dari simbol. Adanya CP akan
menghilangkan Inter Symbol Interference (ISI) dengan syarat durasi CP lebih besar dari delay
spread. Kelemahan dari CP adalah mengurangi efisiensi bandwidth karena adanya overhead.

 Prinsip dasar OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access) OFDMA


(Orthogonal Frequency Division Multiple Access) adalah teknik multiple access yang
merupakan kombinasi antara OFDM dan CDMA. OFDMA digunakan untuk membagi
sumber yang ada pada OFDM agar dapat digunakan oleh banyak user.
Yaitu menggunakan OFDM untuk modulasi tiap stasiun dan menggunakan
CDMA untuk multiple access.
OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access) digunakan untuk
membagi sumber yang ada pada OFDM agar dapat digunakan oleh banyak user.
Struktur simbol OFDMA terdiri dari tiga subcarrier seperti yang terlihat pada gambar
2.9 berikut ini :

Gambar 2.9. Struktur Simbol OFDMA\

Struktur subcarrier OFDMA :


- Data subcarrier untuk transmisi data
- Pilot subcarrier untuk estimasi dan sinkronisasi
- Null subcarrier yang digunakan untuk guard band
Data subcarrier untuk transmisi data, Pilot subcarrier untuk estimasi dan sinkronisasi
Null subcarrier yang digunakan untuk guard band, bukan untuk transmisi data OFDMA
merupakan skema yang dipilih untuk downlink pada LTE.
Sistem OFDMA sangat bagus dalam melawan efek yang ditimbulkan dari adanya
multipath, mempunyai tingkat efisiensi spekral yang tinggi, khususnya dengan adanya
kesesuaian dengan MIMO, dan OFDMA dapat mengurangi kompleksitas pada saat
implementasi.
Dalam sistem OFDM, ada beberapa proses multiple access yang mana dapat digunakan
untuk membedakan satu user dengan user yang lain. Salah satu cara yang paling sederhana
adalah memberikan satu user dengan sebuah aturan yang unik dalam pemilihan frekuensi
subcarrier.
Lebih tepatnya, setiap user dibedakan dengan memberikan pilihan resource yang dipilih
pada tingkat frekuensi-waktu. Multiplexing trafik dikerjakan dengan mengalokasikan setiap
user kedalam susunan slot-slot frekuensi-waktu, berdasarkan kecepatan datanya.
Berbeda halnya dengan sistem OFDMA, dari domain frekuensi, berdasarkan
penempatan setiap simbol pada OFDMA ke dalam subcarrier-subcarrier, subcarrier
mengalokasikan resource secara bersamaan atau secara terpisah. Dari sudut pandang frekuensi
diversity, pengalokasian secara terpisah dianggap lebih baik daripada secara bersamaan (joint),
seperti yang terlihat paa gambar 2.10 berikut ini :

Gambar 2.10. Pembagian User OFDM

Keuntungan dari sistem OFDMA adalah dpat menghilangkan ISI dengan penggunaan
guard time yang lebih panjang dari nilai delay spread dan dapat mengurangi ICI dengan
penamabahan cyclic prefix pada tiap simbol OFDM, efisien terhadap penggunaan spektral
karena antar frekuensi subcarriers saling orthogonal, lebih tahan terhadap frequency selective
fading dibandingkan sistem single carrier, mampu memberikan data rate yang tinggi sehingga
mendukung aplikasi multimedia, dan dapat diintegrasikan dengan sistem pendukung lain
seperti MIMO, smart antenna, space-time coding, dan adaptive modulation.
Disamping kelebihan-kelebihan tersebut, ada pula kelemahan utama yang harus
diperhatikan dalam penerapan sistem, yaitu kebutuhan sinkronisasi yang tepat karena sangat
sensitif terhadap kesalahn sinkronisasi waktu dan frekuensi, terutama jika terjadi frekuensi
offset akibat doppler spread serta adanya Peak-to-Average Poer Ratio (PARK), besarnya
berbanding lurus dengan jumlah subcarriers yang digunakan, yang akan menyulitkan
implementasi pada Digital-to-Analog Converter (DAC) atau Analog-to-Digital Converter
(ADC) dan desain RF amplifier.
OFDMA dan Struktur Frame LTE secara Umum
Pada OFDMA, setiap user diberikan sebuah nomor spesifik dari subcarrier untuk sejumlah
waktu yang sudah ditetapkan. Pada spesifikasikan LTE, semua skema ini diserahkan atau ditangani
oleh physical resource block (PRB). PRB mengalami atau bekerja dalam dua domain, baik domain
frekuensi ataupun domain waktu. Pembagian PRB ditangani oleh sebuah fungsi scheduling pada e
NodeB yang telah ditentukan.

Struktur frame LTE seperti yang terlihat pada gambar 2.10 diatas,denganmenggunakan
konseFDD, tetapi sebagai alternatif struktur frame yang lain dapat digunakan dengan konsep
TDD.Frame pada LTE mempunyai panjang durasi 10 msec. Panjang frame 10 msec dibagi kedalam
10 sudframe dengan panjang durasi tiap subframe sebesar 1 msec. Setiap satu subframe dibagi lagi
menjadi 2 slot, yang panjang durasi tiap slot-nya 0,5 msec. Tiap slot terdiri dari 6 sampai 7 simbol
OFDM.

Pada teknologi LTE mendukung fleksibilitas penggunaan bandwidth, yaitu antara


1,25MHz, tabel dibawah ini menunujukkan besar PRB untuk tiap bandwidth operasinya. PRB
adalah elemen terkecil dari alokasi sumber (resource) yang diberikan oleh eNodeB.

Prinsip dasar SC-FDMA (Single Carrier Frekuensi Division Multiple Access)

Teknologi SC-FDMA pada LTE digunakan pada sisi uplink, yaitu dari arah UE ke
eNodeB. Teknologi ini mempunyai banyak kesamaan dengan teknologi OFDM, dan pada
teknologi SC-FDMA tetap mempertahankan ortogonalitas antar subcarrier.
Salah satu alasan dipilihnya teknologi SC-FDMA pada sisi uplink LTE karena
mempunyai nilai PAPR (Peak Average Power Ratio) yang kecil dibandingkan dengan OFDM.
Pada uplink, LTE menggunakan versi pre-code OFDM disebut Single Carrier
Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA). Hal ini, untuk mengompensasi kelemahan
OFDM biasa, yang memiliki PAPR tinggi.
PAPR tinggi mahal dan tidak efisien serta memerlukan daya dengan yang sangat tinggi.
SC-FDMA memecahakan masalah ini dengan mengelompokkan resource block bersamaan
sehingga dapat mengurangi kebutuhan daya. PAPR rendah juga meningkatkan cakupan dan
kinerja cell-edge.
SC-FDMA merupakan teknik multipke access single carrier, Sistem SC-FDMA
dianggap sebagai sistem OFDMA yang ditambahkan operasi DFT, dimana imbol data dalam
domain waktu ditransformasi ke domain frekuensi dengan menggunakan operasi DFT.
Ortogonalitas dari usernya yaitu setiap user ditempatkan pada subcarrier yang berbeda
dalam domain frekuensi. Dalam OFDMA juga berlaku sistem ortogonalitas seperti diatas.
Karena transmisi sinyal secara keseluruhan merupakan single carrier signal, PAPR lebih
rendah jika dibandingkan dengan OFDMA yang menghasilkan sinyal multicarrier. Karena
terdapat kesamaan dengan OFDMA, parameter-parameter LTE dalam uplink dan downlink
dapat diselaraskan.
Transmitter SC-FDMA mengkonversi input sinyal biner menjadi serangkaian modulasi
subcarrier. Pada input transmitter, modulator baseband mentransformasikan input biner
menjadi serangkaian multilevel dari bilangan komplek (Xn) dalam beberapa format modulasi.
Langkah pertama dalam modulasi subcarrier SC-FDMA adalah melakukan N-point
DFT untuk mendapatkan sinyal input dalam domain frekuensi (Xk). Kemudian setiap output
N-point DFT dipetakan menjadi satu M (> N) ortogonal subcarrier yang kemudian
ditransmisikan. Jika N= M/Q dan semua terminal mentransmisikan N simbol setiap bloknya,
maka sistem bisa menangani Q secara simultan tanpa co-channel Interference. Q adalah faktor
perluasan bandwidth dari serangkaian simbol. Hasil dari subcarrier mapping adalah rangkaian
X1(1 = 0,1,2..., M-1) dari amplitude subcarrier, dimana N dari data adalah T. Setelah melalui
modulasi SC-FDMA durasi simbol data menjadi (N/M).T second.
Dalam OFDMA, M-point IDFT mentranformasikan amplitudo subcarrier menjadi
sinyal dalam domain waktu kemudian ditransmisikan dalam satu rangkaian, seperti yang
terlihat pada gambar 2.11 berikut ini :

Gambar 2.11. Transisi Simbol SC FDMA

Di receiver, sinyal yang diterima ditransformasi ke domain frekuensi menggunakan


DFT, dipetakan kembali, dan dilakukan persamaan domain frekuensi. Karena SC-FDMA
menggunakan modulasi single carrier, maka terjadi inter-symbol interference (ISI) sehingga
dibutuhkan equalization untuk mengatasi ISI. Selanjutnya sinyal ditransformasi ke domain
waktu menggunakan IDFT. Deteksi dan decoding dilakukan dalam domain waktu.
Berikut adalah perbedaan antara OFDMA dengan SC-FDMA seperti yang terlihat pada
gambar 2.12 berikut ini :

Gambar 2.12. Perbandingan OFDMA dan SCFDMA


PAPR merupakan pengukuran dari gelombang yang dihitung dari puncak bentuk
gelombang dibagi dengan nilai RMS dari bentuk gelombang. Efek dari PAPR yang tinggi pada
transmit simbol OFDM berakibat ke penyebaran spektral (interferensi antar adjecent channels)
dan mengakibatkan tingginya nilai BER (Bit Error Rate) karena terjadinya kesalahan pada
konstelasi.
Pada sisi downlink efek dari tingginya PAPR tidak menjadi masalah. Untuk mengatasi
tingginya nilai PAPR pada eNodeB dengan cara mengatur titik kompresi tinggi pada PA
(Power Amplifier). Tetapi hal ini akan menjadi masalah jika pada sisi uplink, karena
keterbatasan daya dari perangkat (dala hal ini UE).
Maka pada sisi uplink LTE menggunakan SC-FDMA karena nilai PAPR nya yang kecil
dibandingkan dengan OFDM.
Dibawah ini ditampilkan blok diagram dari transmitter dan receiver dari SC-FDMA.
Sebagai catatan ada beberapa blok yang fungsinya sama dengan yang ada di blok diagram
OFDMA, seperti yang terlihat pada gambar 2.13 berikut ini :

Gambar 2.13. Block Diagram Transceiver SC FDMA

2.9. Konfigurasi Antena pada LTE


Pada LTE terdapat beberapa konfigurasi antena yang digunakan untuk
mengoptimasikan kinerja pada arah downlink dalam kondisi linkradio yang bervariasi.
Konfigurasi ini mengkombinasikan jumlah antenna, baik dibagian pengirim maupun di
penerima sesuai dengan tujuan sistem jaringan yang diinginkan, seperti untuk memperbaiki
kinerja penerimaan sinyal pada kondisi link radio yang buruk.

a. Single Input Multiple Output (SIMO)


Pada konfigurasi ini hanya digunakan satu buah antena pada ENodeB dan user
equipment(UE) harus memiliki minimal dua antena penerima seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.14. Konfigurasi ini disebut single input multiple

output (SIMO) atau receive diversity. Konfigurasi ini d iimplementasikan


menggunakan teknik maximum ratio combining (MRC) pada aliran data
yang diterima untuk memperbaiki SNR pada kondisi propagasi yang buruk,
sehingga sinyal yang akan diproses selanjutnya adalah sinyal dengan kualitas SNR
terbaik.

Gambar 2.14. Konfigurasi SIMO

b. Multiple Input Single Ouput (MISO)

Pada mode ini jumlah antena yang digunakan pada sisi penerima lebih dari
satu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.15. Konfigurasi Antena ini
digunakan untuk skema transmit diversity dan tipe beam formingyang berbeda.
Tujuan utama beam forming adalah untuk memperbaiki SNR dan tentunya
memperbaiki kapasitas sistem dan daerah layanan.
Gambar 2.15. Konfigurasi MISO

c. Multiple Input Multiple Output (MIMO)

Teknik ini menggunakan antena lebih dari satu, baik di penerima maupun
di pengirim. Teknik ini dapat digunakan untuk meningkatkan bit ratedan
perbaikan BER. Transmisi dengan teknik MIMO mendukung konfigurasi dua atau
empat antena pengirim dan dua atau empat antena penerima. Konfigurasi MIMO
yang mungkin pada arah downlink adalah MIMO 2x2, MIMO2x4,

31 | L o n g T e r m E v o l u t i o n – T e k n i k T e l e k o m u n i k a s i P N U P
Makalah Mata Kuliah Komunikasi Seluler

Long Term Evolution , Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro
Politeknik Negeri Ujung Pandang

Sulfikar, Rena Anggraena, Aidul Akbar

MIMO 4x2, dan MIMO 4x4. Akan tetapi UE dengan 4 antena penerima yang
dibutuhkan untuk konfigurasi MIMO 4x4 hingga saat ini masih belum
diimplementasikan.
Gambar 2.16. Konfigurasi MIMO : (a) Spatial Multiplexing. (b) Transmit

diversity

Pada umumnya teknik MIMO terdiri atas teknik spatial multiplexing dan
transmit diversity seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9. Teknik spatial
multiplexing mengirimkan data yang berbeda pada masing-masing antena
pemancar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9(a), sedangkan teknik transmit
diversity mengirimkan data yang sama pada masing-masing antena pemancar
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9(b). Masing-masing teknik

32 | L o n g T e r m E v o l u t i o n – T e k n i k T e l e k o m u n i k a s i P N U P
Makalah Mata Kuliah Komunikasi Seluler

Long Term Evolution , Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro
Politeknik Negeri Ujung Pandang

Sulfikar, Rena Anggraena, Aidul Akbar

ini memiliki keuntungan tersendiri tergantung dari skenario yang ada.

Misalnya, pada beban jaringan yang tinggi atau pada tepi sel, teknik spatial
multiplexing keuntungan yang terbatas karena pada kondisi ini kondisi SNR
cukup buruk. Sebaliknya teknik transmit diversity seharusnya digunakan
untuk memperbaiki SNR dengan beamforming. Selanjutnya pada skenario
dimana kondisi SNR tinggi, misalnya pada sel yang kecil, maka spatial
multiplexing lebih baik digunakan untuk memberika n bit rateyang tinggi.

2.10. Kekurangan LTE

Kekurangan yang dimiliki oleh teknologi LTE antara lain adalah biaya untuk
infrastruktur jaringan baru relatif mahal. Selain itu jika jaringan harus diperbaharui
maka peralatan baru harus diinstal. Selain itu teknologi LTE menggunakan MIMO
(Multiple Input Multiple Output), teknologi yang memerlukan antena tambahan pada
pancaran pangakalan jaringan untuk transmisi data. Sebagai akibatnya jika terjadi
pembaharuan jaringan maka pengguna perlu memebeli mobile device baru guna
mengguna infrastruktur jaringan yang baru.

2.11. Implementasi LTE di Indonesia

Teknologi LTE yang telah diuji coba oleh beberapa operator di Indonesia
bukanlah merupakan teknologi 4G yang sebenarnya. Teknologi yang telah diuji
coba di Indonesia merupakan LTE release – 8 yang baru memenuhi spesifikasi
3GPP tapi belum memenuhi spesifikasi IMT-advanced.

3 operator yang sudah tercatat melakukan uji coba teknologi LTE adalah
Telkomsel, Indosat dan XL Axiata. Walaupun begitu LTE bisa diturunkan kepasaran
kurang lebih sekitar dua tahun lagi. Mengingat pemerintah yang sedang
berkonsentrasi kepada teknologi WiMAX yang baru-baru ini diadopsi Indonesia.

33 | L o n g T e r m E v o l u t i o n – T e k n i k T e l e k o m u n i k a s i P N U P
Makalah Mata Kuliah Komunikasi Seluler

Long Term Evolution , Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik


Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang

Sulfikar, Rena Anggraena, Aidul


Akbar

Pada tanggal 14 November 2013, perusahaan telekomunikasi Internux


meluncurkan layanan 4G LTE pertama di Indonesia yaitu Bolt Super 4G LTE.
Bolt menawarkan kecepatan akses data hingga 72 Mbps, lebih cepat dari
teknologi EVDO Rev. B yang dimiliki oleh Smartfren yang menawarkan
kecepatan akses data hingga 14,7 Mbps.

Anda mungkin juga menyukai