Anda di halaman 1dari 33

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Perkembangan Teknologi Seluler

Gambar 2.1 Grafik Perkembangan Teknologi Seluler (Anonim)

Dari gambar grafik diatas menunjukan bahwa perkembangan teknologi

seluler semakin berkembang tiap tahunnya. Dalam perkembangannya selain lebih

baik dari generasi sebelumnya bertambah juga fasilitas yang bisa digunakan oleh

pengguna, mulai dari kecepatan data, transfer multimedia dll.

2.1.1. 1G : AMPS (Advanced Mobile Phone System)

Generasi Pertama adalah sebuah istilah untuk menyebutkan generasi

pertama teknologi-teknologi yang digunakan pada sistem komunikasi seluler.

Generasi pertama atau 1G merupakan teknologi ponsel pertama yang menggunakan

sistem analog, yang umumnya dikenal dengan AMPS dan TACS. Teknologi ini

mulai digunakan tahun 1970 seiring penemuan mikroprosesor untuk komunikasi

nirkabel. 1G mempunyai banyak kekurangan, seperti kapasitas sistem yang

terbatas, hal ini dikarenakan teknologi multiple access-nya masih menggunakan

FDMA (Frequency Division Multiple Access).

6
7

2.1.2. 2G : GSM (Global System for Mobile Communication)

Pada awal tahun 90-an untuk pertama kalinya muncul teknologi jaringan

seluler digital yang hampir bisa dipastikan memiliki banyak kelebihan

dibandingkan dengan teknologi jaringan analog (1G) seperti suara lebih jernih,

keamanan lebih terjaga dan kapasitas yang lebih besar. Teknologi generasi kedua

muncul karena tuntutan pasar dan kebutuhan akan kualitas yang semakin baik.

Generasi 2G sudah menggunakan teknologi digital. Generasi ini menggunakan

mekanisme Time Division Multiple Access (TDMA) dan Code Division Multiple

Access (CDMA) dalam teknik komunikasinya.

2.1.3. 2.5G : GPRS (General Packet Radio Service)

Teknologi 2.5G merupakan peningkatan dari teknologi 2G terutama dalam

platform dasar GSM telah mengalami penyempurnaan, khususnya untuk aplikasi

data. Untuk yang berbasis GSM teknologi 2.5G diimplementasikan dalam GPRS

(General Packet Radio Services) dan WiDEN, sedangkan yang berbasis CDMA

diimplementasikan dalam CDMA2000 1x.

2.1.4. 3G : EDGE (Enhanced Data rates for GSM Revolution)

Antara tahun 2001 sampai 2003 generasi ketiga diperkenalkan Teknologi

generasi ketiga (3G) dikembangkan oleh suatu kelompok yang diakui para ahli dan

pelaku bisnis yang berkompeten dalam bidang teknologi wireless di dunia. 3G

sebagai teknologi yang berfungsi mempunyai kecepatan transfer data sebesar 144

kbps pada kecepatan user 100 km/jam, mempunyai kecepatan transfer data sebesar

384 kbps pada kecepatan berjalan kaki, mempunyai kecepatan transfer data sebesar

2 Mbps pada untuk user diam (stasioner).


8

2.1.5. 3.5G : HSDPA (High Speed Downlink Packet Access)

Teknologi 3.5G atau disebut juga super 3G merupakan peningkatan dari

teknologi 3G, terutama dalam peningkatan kecepatan transfer data yang lebih dari

teknologi 3G sehingga dapat melayani komunikasi multimedia seperti akses

internet dan video sharing.

2.1.6. 4G

4G adalah singkatan dari istilah dalam bahasa Inggris fourth-generation

technology. Istilah ini umumnya digunakan mengacu kepada pengembangan

teknologi telepon seluler.4G merupakan pengembangan dari teknologi 3G. 4G

dikatakan memiliki kecepatan 500 kali lebih cepat daripada CDMA2000 dapat

memberikan kecepatan hingga 1 Gbps jika anda di rumah atau 100 Mbps ketika

anda bepergian dan dalam waktu yang singkat.

2.2. Latar Belakang Long Term Evolution (LTE)

Kebutuhan masyarakat akan informasi dan komunikasi terus berkembang

pesat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan pihak penyedia jasa layanan

telekomunikasi seluler dituntut untuk berkembang guna memenuhi keragaman

kebutuhan konsumennya. Salah satu hal yang terlihat sangat berkembang adalah

kebutuhan akan komunikasi paket data. Dimulai dari era GPRS, konsumen mulai

dikenalkan dengan komunikasi paket data. Seiring berkembangnya teknologi mulai

dari EDGE, UMTS, HSDPA, HSPA+, dimana akan terjadi trend perubahan

kebutuhan konsumen dari komunikasi suara menjadi komunikasi data dengan

kecepatan transfer yang semakin tinggi. Long Term Evolution (LTE) adalah

jaringan akses radio evolusi jangka panjang keluaran dari 3rd Generation

Partnership Project (3GPP). LTE merupakan kelanjutan dari teknologi generasi


9

ketiga (3G) WCDMA-UMTS yang mana LTE disebut sebagai generasi ke-4 (4G).

LTE diperkenalkan dalam satu rangkaian dengan System Architecture Evolution

(SAE) sebagai inti jaringan generasi keempat menurut standar 3GPP. LTE dikenal

juga sebagai Evolved Universal Terrestrial Radio Access network (EUTRAN)

sementara SAE yang merupakan inti dari sistem LTE juga memiliki nama lain

Evolved Packet Core (EPC). EPC bersifat all-IP yang berarti semua berbasis IP dan

mudah berinterkoneksi dengan network IP lainnya, termasuk WiFi dan WiMAX.

LTE dikembangkan untuk memberikan kecepatan dalam hal transfer data yang

dapat mencapai 100 Mbps pada sisi downlink dan 50 Mbps pada sisi uplink. LTE

juga memberikan coverage dan kapasitas dari layanan yang lebih besar,

mengurangi biaya dalam operasional, mendukung penggunaan multiple antenna,

flexsible dalam penggunaan bandwidth operasinya dan juga dapat terhubung atau

terintegrasi dengan teknologi yang sudah ada.

2.3. Arsitektur Jaringan LTE

Gambar 2.2 Arsitektur Jaringan LTE (Vini Oktariani, 2016)

Arsitektur LTE terdiri atas dua bagian utama yakni LTE itu sendiri yang

dikenal juga sebagai Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network (E-

UTRAN) dan System Architecture Evolution (SAE) yang merupakan jantung dari

sistem LTE yang dikenal juga sebagai Evolved Packet Core (EPC).
10

2.3.1. Arsitektur dari E-UTRAN

Gambar 2.3 Arsitektur E-UTRAN (Imam Sibro Muhlisi, 2012)

E-UTRAN (Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network) berfungsi

untuk menghubungkan antara mobile dengan EPC. E-UTRAN terdiri dari :

 Use Equipment (UE)

Adalah perangkat komunikasi pengguna. Perangkat ini dapat berupa

smartphone atau telepon seluler, tablet, komputer, maupun segala

perangkat yang dapat terhubung dengan internet. UE berisi Universal

Subscriber Identity Module (USIM) yang merupakan modul terpisah dari

kesuluruhan UE dan disebut juga Terminal Equipment (TE). USIM

merupakan aplikasi pada sebuah smart card yang dinamakan Universal

Integrated Circuit Card (UICC). USIM digunakan untuk identifikasi,

autentifikasi dan memberikan keamanan kepada pengguna untuk

melindungi proses transmisi radio. UE secara fungsional adalah sebuah

media dasar untuk aplikasi komunikasi, dimana sinyal antar jaringan

terbentuk, mengatur dan memindahkan data komunikasi ketika

dibutuhkan oleh pengguna. Termasuk di dalamnya adalah fungsi


11

mobility seperti Handover dan pelaporan lokasi terminal. Proses tersebut

dilakukan oleh UE sesuai yang diintruksikan oleh jaringan, dan yang

paling penting UE memberikan interface bagi pengguna sehingga

aplikasi-aplikasi pada jaringan seperti VoIP, Video Conference atau

Video Streaming dapat dipakai.

 Envolved Node B (eNodeB)

Adalah antar muka jaringan LTE dengan pengguna. Pada jaringan GSM

(2G) dikenal sebagai BTS dan pada jaringan UMTS (3G) dikenal sebagai

NodeB. Perbedaan NodeB (3G) dengan BTS (2G) maupun eNodeB

adalah kemampuannya untuk melakukan fungsi kontrol sambungan dan

Handover. Dengan demikian tidak ada lagi pengatur tambahan seperti

BSC atau RNC pada sistem LTE.

Fungsi utama dari E-UTRAN adalah :

 Sebagai pengirim transmisi radio ke semua mobile yang ada di

jangkauannya. Dengan pemprosesan signal analog dan signal digital.

 Sebagai pemproses signalling messages yaitu untuk mengendalikan low

level operation dari sebuah mobile.

Diantara eNodeB, jaringan LTE memiliki interface yang dinamai dengan interface

X2. Interface ini bukan interface fisik, namun logical interface. Proses handover

mobile dilakukan melalui interface X2 ini, namun jika interface X2 ini tidak

availabel, maka dapat juga menggunakan interface S1 yang juga merupakan logical

interface. Namun tentunya jika menggunakan interface S1 ini data yang ditukar

lebih memakan banyak waktu dan menyebabkan latency semakin besar. Mobile

hanya bisa terhubung ke jaringan (eNodeB) dalam satu waktu dan satu cell.
12

2.3.2. Arsitektur EPC (Evolved Packet Core)

Gambar 2.4 Komponen EPC (Imam Sibro Muhlisi, 2012)

Kompone EPC terdiri dari :

 MME (Mobility Management Entity)

Adalah komponen yang mengurus high-level operation dari

mobile, menangani mobility mobile (signalling message). Sebuah

UE akan terhubung dengan sebuah MME yang disebut dengan

serving MME. Namun dapat saja berpindah MME jika UE

tersebut berpindah cukup jauh.

 Home Subscriber Server (HSS)

Berupa sistem database yang bertugas untuk membantu MME

dalam melakukan manajemen pelanggan dan pengamanan.

Penerimaan atau penolakan UE pada saat autentikasi bergantung

pada database HSS.

 S-GW (Serving Gateway)

Berfungsi sebagai high-level router, yang mana meneruskan data

antara eNodeB dan P-GW. Sebuah UE akan terhubung dengan


13

sebuah S-GW tapi dapat saja berpindah ke S-GW yang lain jika

UE tersebut berpindah cukup jauh.

 P-GW (Packet Data Network Gateway)

Adalah titik akhir dimana network berhubungan dengan

komponen luar. Seperti halnya internet, network operator server,

dan IP Multimedia subsystem. Setiap P-GW diidentifikasi dengan

APN (Access Point Name). Sebuah operator biasanya

menggunakan APN untuk masing-masing layanan, misal untuk

internet atau IP multimedia subsystem. Ketika UE pertama kali

dinyalakan akan langsung disambungkan ke default PDN

Gateway seperti halnya internet untuk memberikan layanan

always on. Selanjutnya, akan dihubungkan ke PDN Gateway lain

sebagai additional seperti halnya IP multimedia subsystem atau

private corporate network. Setiap PDN gateway akan tetap sama

selama masa waktu koneksi data.

 Policy and Charging Rules Function (PCRF)

Berfungsi menentukan Quality of Service (QoS) dan charging

untuk masing-masing UE.

Ada dua jenis interface yang menghubungkan antara E-UTRAN dan EPC (eNodeB

ke MME dan S-GW), yaitu interface S1-MME yang menangani signalling message

(control plane), dan interface S1-U yang menangani traffic (user plane). Kemudian

S-GW dihubungkan dengan MME melalui sebuah interface yang disebut dengan

interface S10 (control plane), sedangkan interface yang menghubungkan antara S-

GW dan P-GW adalah S5/S8. Dimana S5 adalah jika S-GW dan P-GW berada
14

dalam satu network, ini hubungannya dengan roaming network. Sedangkan S8 jika

S-GW dan P-GW berada di network yang berbeda. Interface yang menghubungkan

network dengan dunia luar adalah SGi yaitu antara PDN gateway dan internet atau

server network operator atau IP multimedia subsystem. Interface S6a

menghubungkan antara MME dan HSS.

2.4. Physical Cell Identity (PCI)

Untuk dapat mengakses jaringan diperlukan Physical Cell Identity (PCI)

yang digunakan oleh User Equipment (UE) untuk identifikasi sel, dengan

sinkronisasi waktu dan frekuensi. PCI memiliki 504 kode dengan pembagiannya

terdapat 168 grup pada 3 identitas cell. Tiga identitas cell dalam 1 grup biasanya

disebut cell sektor ditandai dengan tiga kode warna yang berbeda yaitu seperti pada

gambar 2.4 warna kuning, hijau dan orange yang dikontrol dalam eNodeB yang

sama.

Gambar 2.5 Contoh Pengalokasian PCI

Prinsip kerja dari PCI hampir sama dengan pengalokasian Scrambling code (SC) di

system WCDMA yaitu tiap-tiap user dibedakan berdasarkan code yang unik. Hanya

saja perbedaannya scrambling code kisarannya 0-511 sedangkan PCI dari 0-503.

Selain itu protocol tersebut tidak memiliki persyaratan khusus dalam perencanaan

scrambling code. Oleh karena itu hanya reuse distance yang perlu dipastikan dalam
15

perencanaan scrambling code. Berdasarkan 3GPP, protocol membutuhkan nilai

dari PCI/3 haruslah 0, 1, atau 2 pada masing-masing eNodeB. Sinkronisasi terdiri

dari 2 yaitu :

a) Primary Synchronization Signal (PSS)

Primary Synchronization Signal digunakan untuk pendeteksi frekuensi

carrier dan pendeteksi symbol Synchronization Channel (SCH) timing. PSS

ID diidentifikasi dengan nilai 0-2 yang dinamakan physical layer identity.

b) Secondary Synchronization Signal (SSS)

Secondary Synchronization Signal (SSS) digunakan untuk mendeteksi radio

frame timing dengan diidentifikasi SSS group (0-167). SSS ID digunakan

mendeteksi MIMO dan Cyclic prefix yang dinamakan Physical-Layer Cell

Identity Group.

2.5. Antena

Antena merupakan elemen penting yang ada pada setiap sistem

telekomunikasi tanpa kabel ( nirkabel/wireless). Pemilihan antena, perancangan

dan pemasangan yang tepat akan menjamin kinerja sistem tersebut.

Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan

dan menerima gelombang elektromagnetika. Antena sebagai alat pemancar

(transmitting antenna) adalah sebuah tranduser (pengubah) elektromagnetis, yang

digunakan untuk mengubah gelombang tertuntun didalam saluran transmisi kabel,

menjadi gelombang yang merambat diruang bebas, dan sebagai alat penerima (

receiving antenna ) mengubah gelombang ruang bebas menjadi gelombang

tertuntun. Dengan definisi antena di atas, adalah suatu kepastian, bahwa di setiap

sistem komunikasi tanpa kabel terdapat komponen yang bisa mengubah gelombang
16

tertuntun menjadi geombang ruang bebas dan kebalikannya, komponen ini adalah

antenna.

Gambar 2.6 Perambatan Gelombang (J,Herman,1986)

2.5.1. Parameter Antena

Parameter antena digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena

yang akan digunakan. Berikut penjelasan beberapa parameter antena yang sering

digunakan yaitu direktivitas antena, gain antena, pola radiasi antena, polarisasi

antena, beamwidth antena dan bandwidth antena.

2.5.1.1. Direktivitas Antena

Direktivitas dari sebuah antena atau deretan antena diukur pada

kemampuan yang dimiliki antena untuk memusatkan energi dalam satu atau lebih

kearah khusus. Antena dapat juga ditentukan pengarahannya tergantung dari pola

radiasinya. Dalam sebuah array propagasi akan diberikan jumlah energi,

gelombang radiasi akan dibawa ketempat dalam satu arah. Elemen dalam array

dapat diatur sehingga akan mengakibatkan perubahan pola atau distribusi energi

lebh yang memungkinkan ke semua arah (omnidirectional). Suatu hal yang tidak

sesuai juga memungkinkan. Elemen dapat diatur sehingga raiasi energi dapat

dipusatkan dalam satu arah.


17

Gambar 2.7 Direktivitas Antenna (Anonim)

2.5.1.2. Gain Antena

Gain adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena

mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain

bukanlah kuatintas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti

watt, ohm, atau lainya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu,

satuan yang digunakan untuk gain adalah desibel. Gain dari sebuah antena adalah

kualitas nyata yang besarnya lebih kecil daripada penguatan antena tersebut.

Gambar 2.8 Antena Gain (Anonim)

2.5.1.3. Pola Radiasi Antena

Pola radiasi antena atau pola antena didefinisikan sebagai fungsi

matematik atau representasi grafik dari sifat radiasi antena sebagai fungsi dari
18

koordinat. Di sebagian besar kasus, pola radiasi ditentukan di luasan wilayah dan

direpresentasikan sebagai fungsi dari koordinat directional. Pola radiasi antena

adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena, atau

atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan sinyal yang diterima oleh sebuah antena.

Pola radiasi antena menjelaskan bagaimana antena meradiasikan energi ke ruang

bebas.

a. Pola Radiasi Antena Undirectional

Antenna undirectional mempunyai pola radiasi yang terarah dan dapat

menjangkau jarak yang relatiff jauh.

Gambar 2.9 Pola Radiasi Undirectional. (Muhammad Laiq,2011)

b. Pola Radiasi Antenna Omnidirectional

Antenna omnidirectional mempunyai pola radiasi yang digambarkan seperti

bentuk kue donat dengan pusat berimpit. Antenna omnidirectional pada

umumnya mempunyai pola radiasi 360˚ jika dilihat pada bidang medan

magnetnya.
19

Gambar 2.10 Pola Radiasi Omnidirectional. (Muh. Laiq, 2011)

2.5.1.4. Polarisasi Antena

Polarisasi dari sebuah Antenna menginformasikan ke arah mana medan

listrik memiliki orientasi dalam perambatannya.

a. Polarisasi Linier

Pada polarisasi linier, arah medan listrik tidak berubah dengan waktu, yang

berubah hanya orientasinya saja(positif-negatif).

Gambar 2.11 Polarisasi Linier. (Oxy,2012)

Polalrisasi linier vertikal bisa dihasilkan dengan antena dipole yang vertikal.

Gelombang yang memiliki polarisasi linier vertikal ini juga harus diterima

dengan antena yang bisa menghasilkaan polarisasi vertikal. Antena horn dan

antena reflektor juga menghasilkan polarisasi vertikal sesuai dengan


20

peletkanya. Jika bidang lebar didatarkan, maka akan dihasilkan polarisasi

vertikal. Jika lebar bidangnya didirikan, akan didapatkan polarisasi linier

horizontal. Aplikasi pemancar radio AM dan telepon seluler menggunakan

gelombang yang dihasilkan dengan polarisasi vertikal, sedangkan aplikasi

televisi menggunakan polarisasi horizontal.

b. Polarisasi Eliptis

Berbeda dengan polarisasi linier, pada gelombang yang mempunyai

polarisasi eliptis, dengan berjalannya waktu dan perambatan, medan listrik

dari gelombang itu melakukan perputaran dengan ujung panah – panahnya

terletak pada sebuah permukaan silinder dengan penampang elips.

Polarisasi eliptis digunakan dengan tujuan mengantisipasi kemungkinan

penerimaan sinyal yang tidak diketahui polarisasinya. Pada aplikasi satelit,

sinyal akan mengalami depolarisasi ketika menembus awan.polarisasi akan

berubah ke arah yang tidak bisa diprediksikan. Bagi gelombang

berpolarisasi eliptis hal ini tidak berpengaruh.

Gambar 2.12 Polarisasi Elips. (Oxy,2012)


21

2.5.1.5. Beamwidth

Beamwidth yaitu lebar dari main beam (main lobe) dari sebuah antena

mengukur direktivitas sebuah antena. Satuan beamwidth adalah derajat semakin

kecil beamwidth, semakin fokus sebuah antena dalam memancarkan power-nya.

Semakin besar power dalam main lobe, semakin jauh antenna dapat berkomunikasi.

Beamwidth dibagi dalam dua ukuran, yaitu:

 Horizontal beamwidth sekitar antena.

 Vertikal beamwidth diatas dan bawah antena.

Gambar 2.13 Beamwidth Vertical & Horizontal

2.5.1.6. Bandwidth

Bandwidth sebuah antena didefinisikan sebagai interval frekuensi, di

dalamnya antena bekerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh spesifikasi yang

diberikan. Pada pemakaiannya, sebuah antena dalam sistem pemancar dan

penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja

tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima

atau memancarkan gelombang pada band.


22

Gambar 2.14 Bandwidth. (Wikipedia,2017)

2.5.2. Jenis Jenis Antena

Jenis-jenis antenna dibagi 2 yaitu :

a) Antena Directional (Antena Pengarah)

Jenis antena ini digunakan pada sisi client dan mempunyai gain yang sangat

tinggi yang diarahkan ke access point. Antena ini disebut antena narrow

bandwidth, yaitu punya sudut pemancaran yang kecil dengan daya lebih

terarah, jaraknya jauh dan tidak bias menjangkau area yang luas, antena

directional mengirim dan menerima sinyal radio hanya pada satu arah,

umumnya pada fokus yang sangat sempit, dan biasanya digunakan untuk

koneksi point to point, atau multiple point. Contoh antenna directional :

 Antena Yagi

Digunakan untuk jarak pendek karena penguatannya rendah. Dan

mempunyai penguatan antara 7 - 19 dBi.

Gambar 2.15 Antena Yagi (Ecka Liernardi, 2015)


23

 Antena Grid

Antena ini merupakan salah satu antena wifi yang populer. Sudut

pola pancaran antena ini lebih fokus pada titik tertentu sesuai

pemasangannya.

Gambar 2.16 Antena Grid (Afandi,2015)

 Antena Parabolic

Antena parabola adalah sebuah antena berdaya jangkau tinggi yang

digunakan untuk komunikasi radio, televisi dan data dan juga untuk

radio location (RADAR). Antena parabolic dipakai untuk jarak

menengah atau jarak jauh dan gain-nya bisa antara 18 sampai 28 dBi

dan jenis antena ini juga bisa tersambung dengan jaringan wifi jika

kedua antenna tersebut saling berhadapan.

Gambar 2.17 Antenna Parabolic. (Afandi,2015)


24

 Antena Sectoral

Mempunyai penguatan antara 10 - 19 dBi dan tingginya penguatan

dikompensasi dengan pola radiasi yang sempit dari 45° - 180°.

Gambar 2.18 Antena Sectoral (Afandi, 2015)

b) Antena Omnidirectional

Biasanya antena jenis ini digunakan pada Access Point (AP). Antena jenis

ini mempunyai pola radiasi 360 derajat. Antena ini mempunyai sudut

pancaran yang besar (wide beamwidth) yaitu 3600. Dengan daya lebih

meluas, jarak yang lebih pendek tetapi dapat melayani area yang luas Omni

antena tidak dianjurkan pemakaiannya, karena sifatnya yang terlalu luas

sehingga ada kemungkinan mengumpulkan sinyal lain yang akan

menyebabkan interferensi. Antena omnidirectional mengirim atau

menerima sinyal radio dari semua arah secara sama, biasanya digunakan

untuk koneksi multiple point atau hotspot.


25

Gambar 2.19 Antena Omnidirectional. (Afandi, 2015)

2.5.3. Sistem Antena

 SISO (Single Input Single Output)

SISO berarti pada pemancar dan penerima masing masing hanya

ada satu antena.

Gambar 2.20 Sistem Antena SISO (Hermawanun, 2016)

 SIMO (Single Input Multiple Output)

SIMO berarti pada pemancar hanya ada satu antena dan pada

penerima ada beberapa antena.

Gambar 2.21 Sistem Antena SIMO (Hermawanun, 2016)


26

 MISO (Multiple Input Single Output)

MISO berarti pada pemancar ada beberapa antenadan pada

penerima hanya ada satu antenna.

Gambar 2.22 Sitem Antena MISO (Hermawanun, 2016)

 MIMO (Multiple Input Multiple Output)

MIMO berarti pada pemancar ada beberapa antena dan pada

penerima juga ada beberapa antenna.

Gambar 2.23 Sistem Antens MIMO (Hermawanun, 2016)

2.5.4. Antena Downtilt

Standar vertikal beamwidth adalah pointing kearah horizon.

Mengaplikasikan downtilt pada antena dapat memberikan beberapa keuntungan

antara lain power yang diradiasikan akan lebih terfokus ke objective coverage area

pada setiap sektor, dengan mengurangi power pada arah horizon maka problem

interferensi juga dapat dikurangi. Kasus overshoot coverage dimana coverage

sebuah site melebihi area objective coverage -nya dan menyebabkan meningkatnya

interferensi pada jaringan juga dapat diminimalisir dengan melakukan downtilt.

Tapi disisi lain downtilt juga dapat mengurangi besarnya coverage . Oleh sebab itu

setiap aktivitas downtilt atau uptilt perlu terlebih dahulu disimulasikan dengan

software planning dan diverifikasi hasilnya dengan drivetest. Proses optimasi


27

dengan melakukan physicaltunning adalah hal wajar yang dilakukan untuk

meningkatkan performance.

a) Mechanical Downtilt

Mechanical Dowtilt adalah perubahan antena tilting dengan mengubah tilt

angle yang terletak pada antena clamp. Derajat kemiringan tampak dari luar

dan dapat diukur derajat kemiringannya menggunakan tilt meter.

Mechanical downtilt mengakibatkan perubahan bentuk pada horizontal

pattern. Semakin besar derajat mechanical downtilt maka coverage pada

main lobe berkurang sedangkan pada sisi side lobe akan melebar.

Gambar 2.24 Mechanical Downtilt dan Tilt Meter (Edvan Berliansa, 2016)

b) Electrical Downtilt

Electrical tilt adalah perubahan bentuk polarisasi antena yang di atur secara

elektronik. Electrical tilt mengubah karakterisik fasa sinyal setiap elemen

antena. Semakin besar nilai electrical maka semakin kecil pula coverage

yang diberikan. Tidak semua tipe antena dapat di ubah nilai electrical tilt

nya, ada yang difiksasikan nilainya 0 atau 2.

Gambar 2.25 Electrical tilt (Edvan Berliansa, 2016)


28

c) Azimuth

Azimuth adalah arah antena yang diatur secara horizontal dengan cara

mengubah posisi clamp (penjepit antena) yang terhubung ke kaki tower.

Batas pergeseran antena biasanya 5 – 100 derajat. Petunjuk pengarahan agar

arah antena sesuai dengan planning site menggunakan alat bantu berupa

kompas. Arah utara adalah titik acuan sebagai penentu posisi 0 derajat.

Gambar 2.26 Contoh Azimuth Antena dan View (Edvan Berliansa, 2016)

2.6. Propagasi Gelombang Radio

Merupakan proses perambatan gelombang radio mulai saat dipancarkan dari

pemancar radio hingga sampai pada penerima. Gelombang radio yang terpancar

dari pemancar sampai dapat diterima pada stasiun penerima dapat melalui beberapa

cara, yaitu :

 (Ground Wave)

 (Sky Wave)

 Secara Langsung (Line of Sight / Space Wave)

2.6.1. Gelombang Bumi (Ground Wave)

Gelombang bumi merupakan gelombag radio yang perambatannya

mengikuti permukaan bumi. Gelombag ini beroperasi pada frekuensi sangat rendah

atau VLF (Very Low Frequency) yaitu sekitar 100 KHz sampai dengan 300 KHz
29

dengan jarak jangkauan hingga 1000 Km. Propagasi gelombang radio ini biasa

digunakan untuk komunikasi pantai.

Gambar 2.27 Propagasi Ground Wave. ( Eugene Blanchard, 2013)

2.6.2. Gelombang Langit (Sky Wave)

Propagasi gelombang radio pada gelombang langit sangat dipengaruhi oleh

kondisi atmosfir diatas permukaan bumi. Atmosfir diatas bumi terbagi dalam

beberapa lapisan, yaitu :

 Troposfir

Adalah bagian atmosfir bumi yang membentang dari permukaan bumi

hingga ketinggian sekitar 11 Km.

 Stratosfir

Adalah atmosfir bumi yang berada di ketinggian sekitar 11 Km s/d 50 Km.

 Ionosfir

Adalah lapisan atmosfir yang berada pada ketinggian di atas 50 Km dari

permukaan bumi. Pada lapisan ionosfir inilah terdapat gas-gas yang secara

terus-menerus terkena sinar matahari dan membentuk lapisan ion yang

dapat memantulkan gelombang radio.


30

Gambar 2.28 Propagasi Sky Wave (Bhuwan Chalise, 2012)

2.6.3. Gelombasng Ruang (Space Wave)

Gelombang ruang adalah gelombang yang tidak dipantulkan oleh lapisan

ion atau ionosfir, melainkan dapat menembus dan tidak terpengaruh oleh adanya

lapisan ionosfir. Gelombang ini termasuk VHF, UHF, dst yaitu gelombang dengan

frekuensi mulai 30 MHz keatas. Kegunaan dari propagasi gelombang radio ini

diantaranya adalah untuk jalur frekuensi komunikasi satelit dan televisi. Karena

tidak dapat terpantul oleh lapisan ion, maka gelombang pada televisi tidak dapat

menjangkau jarak yang jauh sehingga membutuhkan stasiun relay atau repeater.

Penerimaan dapat diperoleh dengan baik jika berada pada garis pandang antara

antena pancar dan penerima atau lebih umum dengan istilah LOS = Line Of Sight.

Gambar 2.29 Propagasi LOS (Bhuwan Chalise, 2012)

2.7. Drive Test

Drive Test yaitu Proses pengukuran sistem komunikasi bergerak pada sisi

gelombang radio di udara yaitu dari arah eNodeB ke MS atau sebaliknya, dengan

menggunakan handphone yang didesain secara khusus untuk pengukuran. Hasil


31

dari pengukuran tersebut dapat diketahui sebagai informasi jaringan secara real

time di lapangan. Informasi yang dikumpulkan merupakan kondis actual Radio

Frequency (RF) disuatu eNodeB.

2.7.1. Perangkat Drive Test

Perangkat yang dibutuhkan untuk melakukan drive test diantaranya :

 Laptop

 Software yang terinstal software drive test (Probe, TEMS Nemo dll)

 LTE datacard

 GPS

 DC power supply (untuk laptop)

 Peta Mapinfo

 Data Engineering parameter atau cellfile yang terbaru, Data Engineering

berisi nama site, Kordinat (Longitude dan Latitude), PCI, EnodeB ID, sector

ID, Local ID, Cell ID, Azimuth dan EARFCN.

2.7.2. Tujuan Drive Test

Secara umum tujuan drive test adalah untuk mengumpulkan informasi

jaringan radio frequency secara real dilapangan. Dimana informasi yang diperoleh

dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut ini :

 Mengetahui coverage sebenarnya dilapangan apakah sudah sesuai

dengan coverage prediction pada saat perencanaan.

 Mengetahui parameter jaringan dilapangan apakah sudah sesuai

dengan parameter perencanaan.

 Mengetahui adanya interferensi dari eNodeB tetangga.


32

 Mengetahui adanya RF issue, sebagai contoh berkaitan dengan

adanya drop call atau blocked call.

 Mengetahui adanya poor coverage.

 Mengetahui performansi jaringan kompetitor (benchmarking).

2.7.3. Metode Drive Test

Dalam melakukan drive test terdapat 2 metode yaitu :

a) Metode Pengukuran

Metode pengukuran adalah metode yang dilakukan pada kegiatan

drive test dengan cara mengukur parameter drive test. Metode

pengukuran drive test ada 3 macam yaitu :

 Drive test Idle Mode, yaitu pengukuran kualitas sinyal yang

diterima MS dalam keadaan idle (tidak melakukan call/sms).

Biasanya mode ini dilakukan hanya untuk mengetahui signal

strength suatu area yang terindikasi low signal/no service.

 Drive Test Dedicated Mode, yaitu pengukuran kualitas

sinyal diikuti dengan pendudukan kanal (long call/short call

ke destination number tertentu). Untuk mengukur dan

mengidentifikasi kualitas voice dan data.

 Drive test QoS Mode, yaitu pengukuran kualitas sinyal

diikuti dengan pendudukan kanal dengan metode call set up

dan call end dengan formula time/command squence

tertentu.
33

b) Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yaitu metode yang dilakukan pada

kegiatan drive test dengan cara pengambilan data dari jumlah

eNodeB yang diuji, metode ini terdapat 4 macam yaitu :

 Single Site Verification (SSV), merupakan drive test untuk

memverifikasi setiap site (eNodeB) bagus atau tidak / hanya

menguji satu eNodeB saja.

 Cluster, merupakan drive test yang mengukur jaringan setiap

cluster atau daerah yang terdiri dari beberapa site namun

hanya untuk satu operator jaringan.

 Benchmark, merupakan drive test yang membandingkan

beberapa operator dalam satu cluster atau daerah

 Optimasi, merupakan bagian analisa gangguan atau

kurangnya service quality pada site yang sudah jadi.

2.7.4. Parameter Drive Test LTE

Kualitas jaringan LTE dapat dicapai dengan mengetahui performansi dari

jaringan LTE tersebut, adapun beberapa parameter kualitas jaringan 4G yang diukur

dari pengambilan data antara lain :

 RSSI ( Received Signal Strength Indicator )

Merupakan power sinyal yang diterima user dalam rentang

frekuensi tertentu termasuk noise dan interferensi (disebut juga

wideband power).
34

 RSRP ( Reference Signal Received Power )

Merupakan sinyal LTE power yang diterima oleh user dalam

frekuensi tertentu. Semakin jauh jarak antara site dan user, maka

semakin kecil pula RSRP yang diterima oleh user. RS merupakan

Reference Signal atau RSRP ditiap titik jangkauan coverage. User

yang berada diluar jangkauan maka tidak akan mendapatkan layanan

LTE. Satuan RSRP adalah dBm. Satuan dBm adalah satuan

kekuatan sinyal atau daya pancar. Satuan dBm adalah nilai logaritma

dari satuan miliwatt yang menunjukkan ukuran daya. Daya pancar

yang kecil merupakan angka negative.

RSRP dapat dihitung dengan formula berikut :

𝑅𝑆𝑅𝑃 = 𝑅𝑆𝑆𝐼 − 10log⁡(12 ∗ 𝑁)……(3.1)

Dengan penjelasan sebagai berikut :

RSRP = level sinyal (dBm)

RSSI = power sinyal yang diterima user dalam rentang frekuensi

tertentu termasuk noise dan interferensi (dBm)

N = Number of resource yang digunakan oleh OFDMA (Orthogonal

Frequency Division Multiple Access)

 RSRQ ( Reference Signal Received Quality )

Merupakan parameter yang menentukan kualitas dari sinyal yang

diterima.

 SINR ( Signal to Interference Noise Ratio )

Merupakan rasio perbandingan antara sinyal utama yang

dipancarkan dengan interferensi dan noise yang timbul (tercampur


35

dengan sinyal utama). Satuan SINR adalah dB. Satuan dB adalah

satuan yang menggambarkan suatu perbandingan antara dua besaran

dalam skala logaritma. Sebuah unit logaritma digunakan untuk

mendeskripsikan suatu rasio. Rasio dapat berupa daya power,

tegangan, arus, dan intensitas suara. Dalam perhitungan dB

Gain/penguatan suatu sinyal ditandai dengan tanda positif (+) dan

pelemahan/loss ditandai dengan tanda negative (-).

 CQI ( Channel Quality Index )

Merupakan kualitas dari sebuah channel downlink (dari site ke user)

dengan kondisi dedicated mode (pada LTE, user melakukan

download data). CQI dapat diperoleh dari user yang melakukan

pemberian informasi terhadap site berupa modulasi yang digunakan,

code rate, dan efficiency.

 PCI ( Physical Cell Id )

Merupakan kode identitas fisik tiap cell. Pada dasarnya, setiap cell

akan melakukan broadcast informasi mengenai cell ID yang

dimilikinya agar user mengenali site tersebut.

 Troughput

Throughput adalah laju data aktual dari suatu informasi yang

ditransfer, Selain itu, throughput juga dapat diartikan dengan jumlah

infromasi yang berhasil dikirim per satuan waktu. Terdapat dua tipe

throughput yaitu download dan upload.


36

2.8. Drive Test Single Site Verification (SSV)

Merupakan salah satu tahapan yang harus dilewati sebelum suatu site bisa

digunakan. SSV perlu dilakukan untuk memverifikasi setiap site (eNodeB) bagus

atau tidak / hanya menguji satu eNodeB saja. Dengan SSV diharapkan tujuan yang

telah ditetapkan bisa tercapai, dimana kita bisa membedakan permasalahan yang

terjadi apakah karena kinerja dari perangkat atau coverage site yang jelek. Metode

pengujian SSV dibagi 3 bagian.

2.8.1. CF (Cross Feeder)

Merupakan pengujian yang dilakukan dengan metode long call untuk

mengetahui arah pancaran sinyal dari setiap sector. Pada cross feeder, sinyal

direkam dengan menggunakan dua buah MS yaitu MS1 Idle Normal dan MS2

dedicated download FTP. Jalur yang direkam merupakan jalan-jalan yang disekitar

site yang sudah ditentukan RF engineer, terutama jalan-jalan yang ada pada arah

main lobe setiap sector dari site yang dianalisa. Yang paling penting bukan

banyaknya jalur yang diambil, tetapi kesesuaian jalur dengan main lobe site.

Tujuannya adalah untuk melihat apakah coverage dari antena sesuai dengan yang

direncanakan serta apakah terjadi cross feeder atau tidak, seandainya terjadi cross

feeder baik parsial ataupun total langkah yang di ambil selanjutnya adalah site

audit.

2.8.2. Stationary

Terdapat beberapa metode yang ada pada stationary yaitu:

 CSFB dan FR (Circuit Switched Fall Back dan Fast Return)

CSFB dan FR Preparation Success Rate KPI menunjukan persiapan

success rate pada CS Fallback dari EUTRAN (LTE) ke inter-RAT


37

Network (3G atau 2G) dan dari inter-RAT Network (3G atau 2G) ke

EUITRAN (LTE).

 Attach Dettach

Merupakan parameter yang bertujuan untuk mengetahui apakah

hubungan komunikasi antara MS dan eNodeB sudah atau belum

dapat dilakukan.

 Download Upload

Merupakan parameter yang bertujuan untuk mengetahui throughput

download dan upload pada suatu site tertentu. Standar kecepatan DL

pada bandwidth 15 Mhz adalah 70 Mhz.

Jumlah⁡data⁡yang⁡didownload
Kecepatan⁡Download = .....(3.2)
Waktu⁡download

Jumlah⁡data⁡yang⁡diupload⁡
Kecepatan⁡Upload = .....(3.3)
Waktu⁡upload

 PING

Merupakan parameter yang berfungsi untuk mengetahui apakah

komunikasi berhasil atau tidak yang lakukan antara MS dan eNodeB

menggunakan protocol ping.

2.8.3. Mobility

Terdapat beberapa metode yang ada pada mobility yaitu :

 Soft Handover

Soft handover adalah suatu metode dimana kanal pada sel sumber

tetap tersambung dengan user sementara secara paralel juga

menghubungi kanal pada sel target. Karena itulah soft handover juga

disebut “make before break”.


38

 Hard Handover

Hard handover adalah suatu metode dimana kanal pada sel sumber

dilepaskan dan setelah itu baru menyambung dengan sel tujuan.

Karena itu hard handover juga dikenal dengan sebutan “break

before make”.

2.9. Quality of Service (QoS)

Quality of Service (QoS) merupakan metode pengukuran tentang seberapa

baik jaringan dan merupakan suatu usaha untuk mendefinisikan karakteristik dan

sifat dari satu servis. QoS digunakan untuk mengukur sekumpulan atribut kinerja

yang telah dispesifikasikan dan diasosiasikan dengan suatu servis. QoS mengacu

pada kemampuan jaringan untuk menyediakan layanan yang lebih baik pada trafik

jaringan tertentu melalui teknologi yang berbeda-beda.

2.10. Flowchart SSV

Mulai

Pengumpulan Data
Dengan Melakukan
Drive Test SSV

Dilakuan Perbaikan
Menganalisa Hasil
Tilting Antena dan
Drive Test SSV Dilakukan SSO

Hasil Drive Tidak


Test baik?

Ya

Selesai

Gambar 2.30 Flowchart SSV

Anda mungkin juga menyukai