Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

Analisis Perencanaan Transmisi Microwave Link antara Kabupaten


Pinrang – Kabupaten Wajo untuk Radio Access Long Term Evolution
(LTE)

Muh.Ilham Ihsary
D4-Teknologi Rekayasa Jaringan Telekomunikasi, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang

Email: Dafindafiin77@gmail.com

Abstrak
Teknologi telekomunikasi yang banyak dimanfaatkan untuk berkomunikasi di era internet saat ini adalah
teknologi Long Term Evolution (LTE). Dalam menyelenggarakan layanan LTE, diperlukan suatu penghubung
antara jaringan akses dengan core yang biasa dikenal dengan istilah backhaul. Salah satu backhaul yang biasa
digunakan untuk menyambungkan suatu link komunikasi ini adalah backhaul microwave. Penerapan dari link
microwave ini biasa digunakan untuk komunikasi line of sight (LOS). Oleh karena itu, perencanaan link
microwave ini tidak mudah karena akan ada banyak faktor yang mempengaruhi link komunikasi ini,
diantaranya: penghalang, fading, atenuasi, noise maupun jarak. Pada penelitian ini akan dilakukan perencanaan
link microwave antara Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Wajo dengan 2 skenario. Skenario pertama dilakukan
dengan komunikasi langsung singlehop, dan skenario kedua dengan memanfaatkan repeater aktif. Hasil akhir
menunjukan bahwa skenario yang paling sesuai untuk diimplementasi pada link microwave Pinrang – Wajo ini
adalah skenario kedua. Penggunaan repeater aktif yang memantulkan dan menguatkan sinyal site Tx menuju site
Rx ini mampu menjadi solusi untuk lintasan link yang terdapat obstacle dan berjarak sangat jauh. Penggunaan
skenario 2 dalam penelitian ini menunjukan kekuatan signal di site Pinrang - Wajo adalah masing-masing -37,41
dBm dan -46,59 dBm. Kekuatan sinyal ini berada di atas Rx threshold pada kedua site, yaitu -67,50 dBm.

Kata Kunci:Perencanaan Jaringan Gelombang Mikro, Jaringan Penghubung Long Term Evolution (LTE),
Manajemen Telekomunikasi

Abstract
The telecommunications technology that is widely used to communicate in the current internet era is Long Term
Evolution (LTE) technology. In providing LTE services, we need a link between the access network and the
core, which is known as the backhaul. One of the backhaul commonly used to connect a communication link is
the microwave backhaul. The application of this microwave link is commonly used for line of sight (LOS)
communications. Therefore, planning a microwave link is not easy because there will be many factors that
affect this communication link, including: obstructions, fading, attenuation, noise and distance. In this research
a microwave link planning will be carried out between Pinrang Regency and Wajo Regency with 2 scenarios.
The first scenario is done by direct single-hop communication, and the second scenario is by using an active
repeater. The final results show that the most suitable scenario for implementation on the Pinrang – Wajo
microwave link is the second scenario. The use of active repeaters that reflect and amplify the signal from the
Tx site to the Rx site can be a solution for link trajectories that have obstacles and are very far away. The use of
scenario 2 in this study shows that the signal strength at the Pinrang - Wajo site is -37.41 dBm and -46.59 dBm
respectively. The signal strength is above the Rx threshold at both sites, which is -67.50 dBm.

I. PENDAHULUAN masyarakat rural maupun suburban (APJII,


Teknologi telekomunikasi yang paling 2017). Dalam penyelenggaraan akses jaringan
banyak digunakan untuk mendukung akses LTE diperlukan suatu penghubung dari bagian
internet saat ini adalah teknologi long term core ke bagian site akses jaringan atau biasa
evolution (LTE). Adanya teknologi LTE ini disebut dengan backhaul untuk menjangkau
tidak hanya berdampak pada masyarakat wilayah urban, suburban dan rural. Salah satu
perkotaan (urban) saja melainkan juga teknologi penghubung (backhaul) yang biasa

http://dx.doi.org/ xxxxxx
Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

digunakan dalam menyelenggarakan jaringan Dalam penelitian ini akan dilakukan


seluler LTE adalah backhaul microwave. perencanaan transmisi microwave pada link
Kab.Pinrang – Kab.Wajo. Di mana kedua kota
Jaringan microwave merupakan jaringan
ini dipisahkan dengan dataran tinggi dan
wireless yang memanfaatkan frekuensi sangat
pegunungan yang menjadi tantangan tersendiri
tinggi yang biasanya dipergunakan untuk
dalam melakukan perencanaan link
menghubungkan kedua base station seluler
microwave. Selain, itu tingkat kelembaban dan
(Hikmaturokhman, Wahyudin, Yuchintya, &
curah hujan yang cukup tinggi pada daerah
Nugraha, 2017). Microwave dalam
pegunungan yang menjadi jalur link Pinrang -
penerapannya menjalankan komunikasi point-
Wajo akan berdampak juga dalam kualitas link
to-point. Oleh karena itu, dalam
tersebut (Manjunath & Raju, 2015).
berkomunikasi antara satu site dengan site
yang lain diusahakan bersifat line-ofsight Penelitian ini bertujuan memberikan
(LOS). Namun, pada kenyataanya kondisi pemahaman tentang bagaimana merencanakan
LOS ini sangat jarang ditemui karena ada komunikasi link microwave Pinrang - Wajo
berbagai kendala, salah satunya objek melalui 2 skenario. Skenario pertama
penghalang (obstacle) yang disebabkan karena dilakukan dengan merencanakan link
tidak ratanya kontur tanah, adanya pepohonan microwave secara langsung antara site Pinrang
maupun bangunan di sekitar wilayah site - Wajo (singlehop), skenario kedua dengan
ketika memancar (Jones, Collapelle, Lauand, memanfaatkan repeater aktif.
& Kopp, 2018).
Penulisan penelitian ini dibagi ke dalam 5
Oleh karena itu, perencanaan jaringan link bagian. Bagian pertama adalah pendahuluan,
microwave merupakan hal penting untuk bagian kedua adalah tinjauan pustaka, bagian
implementasi backhaul jaringan LTE seluler. ketiga adalah metode penelitian, bagian
Perencanaan link microwave kali ini akan keempat adalah hasil penelitian dan
dilakukan dengan simulasi menggunakan pembahasan, dan terakhir, kesimpulan dan
software Pathloss 5.0. Dalam melakukan saran pada bagian kelima.
simulasi perencanaan, biasanya dipergunakan
II. TINJAUAN PUSTAKA
data Shuttle Radar Topography Mission
(SRTM), di mana SRTM merupakan database
yang memberikan akses data ketinggian suatu 2.1. Komunikasi Gelombang Radio
wilayah di peta (topografi). Dengan
memanfaatkan peta ini, perencanaan dilakukan Sistem komunikasi Gelombang Mikro
dengan perhitungan teoritis kinerja end-to-end terdiri atas dua bagian pokok, yaitu pemancar
untuk jalur komunikasi di bawah serangkaian (Tx) dan penerima (Rx). Pemancar terdiri atas
kondisi wilayah tertentu. Parameter penting modulator dan antena pemancar, sedangkan
yang diperhitungkan dalam simulasi ini adalah penerima terdiri atas demodulator dan antena
link budget, di mana parameter ini akan penerima. Modulator berfungsi memodulasi
digunakan untuk memprediksi kinerja link sinyal informasi dan sinyal carrier menjadi
sebelum digunakan untuk berkomunikasi. sinyal yang akan dipancarkan melalui antena
pemancar. Antena merupakan suatu sarana
Salah satu faktor yang mempengaruhi
atau piranti untuk mengubah sinyal listrik
Link Budget adalah pathloss, dimana faktor ini
menjadi sinyal elektromagnetik sebagai
disebabkan oleh jarak yang terlalu jauh, curah
pemancar. Sinyal elektromagnetik inilah yang
hujan, redaman, noise dan butiran-butiran
akan dipancarkan melalui udara atau ruang
debu (Elhabashi, Elemgri, Aldeeb, &
bebas. Sinyal yang dipancarkan oleh antena
Elhabashi, 2017; Mohanty, Singh, & Tiwari,
pemancar akan ditangkap oleh antena
2016). Ada banyak model yang digunakan
penerima.
untuk memperkirakan pathloss, yang paling
umum adalah Free Space Loss, Hata, Lee,
Dalam hal sebagai penerima sinyal, antena
serta Okumura. Model pathloss ini digunakan
merupakan suatu sarana atau piranti pengubah
untuk memprediksi loss dan daya terima yang
sinyal elektromagnetik menjadi sinyal listrik
diterima oleh site receiver (Thakur & Kamboj,
kembali. Demodulator pada bagian penerima
2016).
akan mendemodulasi (yaitu proses balik dari
modulasi) sinyal listrik menjadi sinyal

http://dx.doi.org/ xxxxxx
Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

informasi seperti aslinya. Agar antena dapat dan sejumlah sinyal yang terpantul dari
bekerja dengan efektif, maka dimensi antena berbagai objek. Adapun sinyal mengalami
harus merupakan kelipatan (orde) tertentu dari pemantulan (refleksi) disebabkan oleh
panjang gelombang radio yang digunakan permukaan kontur tanah, bangunan,
(misalnya antena ¼ λ, antena½ λ dan lain- pepohonan, dan obyek lain yang menghalangi
lain). transmisi sinyal.

Penggunaan antena tentu sangat penting


untuk sistem komunikasi berbasis wireless,
termasuk komunikasi radio microwave.
Tujuan dari sistem komunikasi radio
microwave adalah mentransmisikan informasi
dari satu tempat ke tempat lain tanpa adanya
interupsi dan sampai ke penerima secara Gambar 2.
langsung. Karakteristik yang terdapat pada
hubungan gelombang mikro adalah antara
2.3. Parameter Link Budget
antena pemancar dan antena penerima harus
bebas pandang (line of sight/LOS) seperti Dalam melakukan perencanaan link
diperlihatkan dalam Gambar di bawah ini microwave hal yang perlu dipertimbangkan
dan perhitungkan adalah pengelolaan
kebutuhan daya yang akan dipancarkan
maupun batas daya yang dapat diterima pada
penerima. Pengelolaan ini biasa juga disebut
dengan istilah link budget. Beberapa
parameter yang perlu dipertimbangkan dalam
Gambar 1. merencanakan link microwave agar dapat
bekerja dengan spesifikasi yang diinginkan
Hal tersebut dapat dipahami bahwa antar dalam berbagai kondisi yang terjadi di suatu
antena harus tidak ada penghalang (obstacle), wilayah site tertentu akan dibahas berikut ini.
yaitu sesuatu yang menghalangi atau menutupi
lintasan perambatan gelombang mikro. Sistem a) Fresnel Zone dan Clearance Factor
komunikasi radio juga harus
mempertimbangkan hal–hal penting yaitu Fresnel zone adalah tempat kedudukan titik
pertimbangan LOS (Line Of Sight), redaman, sinyal tidak langsung yang berbentuk elips
dan link budget. Faktor kontur bumi juga dalam lintasan propagasi gelombang radio
berpengaruh pada kualitas atau performasi dari dimana daerah tersebut dibatasi oleh
microwave radio link. Lingkungan pada sistem gelombang tak langsung (indirect signal),
komunikasi umumnya mempunyai sejumlah sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 3
obstacle yang tidak tentu, biasanya berupa dibawah ini.
pohon, gedung, dan lainnya sehingga pantulan,
difraksi, dan hamburan akan sangat
berpengaruh terhadap propagasi gelombang
radio.

2.2. Fading
Fading merupakan fluktuasi daya di
penerima dalam propagasi radio. Fading
terjadi akibat interferensi atau superposisi Gambar 3.
gelombang multipath yang memiliki amplitude
dan fasa yang berbeda-beda, sebagaimana
diperlihatkan dalam Gambar 2. Pada
Dalam perancangan link radio
umumnya, sinyal yang diterima pada titik microwave, fresnel zone 1 merupakan area
penerima merupakan hasil penjumlahan dari yang paling mendapat perhatian. Adapun
sinyal langsung tanpa halangan (sinyal LOS)

http://dx.doi.org/ xxxxxx
Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

freznel zone ke-n dapat dimodelkan secara


matematis sebagai berikut

b. Free Space Loss

Free Space Loss merupakan parameter yang


menunjukan banyaknya penurunan daya pada
Untuk mendapatkan lintasan radio yang sinyal yang dipancarkan dalam suatu lintasan/
bebas dari redaman difraksi, minimal 60% dari link komunikasi di ruang bebas. Parameter
jari-jari fresnel zone 1 harus bebas dari free space loss ini dapat dimodelkan ke dalam
penghalang. Kondisi ini biasa juga diebut bentuk matematis sebagai berikut.
dengan istilah clearance factor. Pada kondisi
atmosfer normal, clearence sebesar 60% sudah
cukup untuk memenuhi kriteria free space
propagation. Adapun, permodelan dari
clearance factor ini dapat diformulasikan
sebagai berikut.

c. Redaman Hujan

Tetes-tetes hujan menyebabkan


penghamburan dan penyerapan energi
gelombang radio yang akan menghasilkan
redaman yang disebut redaman hujan.
Pada persamaan (2) terlihat bahwa Besarnya redaman tergantung pada besarnya
faktor dari clearance factor tidak hanya curah hujan dan kelembaban udara. Fenomena
ditentukan oleh variable 60% fresnel zone hujan cenderung terjadi pada daerah tertentu,
1 saja melainkan juga tinggi koreksi tidak semua lintasan radio yang mengalami
hujan (Kantor & Bito, 2015). Biasanya curah
(hkoreksi). Hal ini dimaksudkan untuk
hujan yang tinggi berada pada wilayah yang
memberikan ruang yang lebih besar untuk memiliki kelembaban udara yang tinggi.
mengantisipasi terjadinya fading. Namun,
keberadaan faktor tinggi koreksi ini d. Effective Isotropically Radiated Power
bersifat opsional karena dengan menggunakan (EIRP) dan Isotropic Received Level
60% fresnel zone 1 sudah cukup untuk (IRL)
mengantisipasi terjadinya fading.
Sementara itu, karena perhitungan
clearance factor (CF) ini berguna untuk EIRP merupakan parameter dari daya
memberikan jarak estimasi ketinggian obstacle efektif yang dipancarkan oleh antena/ access
total untuk mengantisipasi terjadinya point di suatu wilayah tertentu. EIRP ini
multipath pada microwave, maka variabel ini terjadi karena daya yang berasal dari sumber
dapat dimanfaatkan untuk mengetahui catuan pemancar mengalami loss atau
ketinggian minimal antena pada Tx dan Rx pengurangan daya pada perangkat keras di sisi
dalam merencanakan site microwave jika Tx (LTx) dan beberapa juga mengalami
diasumasikan kedua site memiliki tinggi penguatan pada beberapa perangkat pada blok
antena yang sama. Tx (GTx). Hal ini terjadi sebagai akibat jenis

http://dx.doi.org/ xxxxxx
Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

adanya fading. Untuk menanggulanginya


digunakan cadangan fading (fade margin
setiap hop) yaitu batas fading maximum yang
diizinkan oleh ketersediaan (availability) total
link radio tersebut. Hubungan antara
bahan yang ada pada perangkat tersebut. availability dan fading margin berdasarkan
Adapun, EIRP ini dapat dimodelkan sebagai fading Rayleigh dapat dilihat pada Tabel.
berikut.

Sementara itu, daya EIRP yang


dipancarkan selama merambat pada ruang
bebas akan mengalami loss juga yang
disebabkan oleh FSL. Sehingga, ketika
mencapai sisi receiver daya isotropis tersebut
akan mengalami penurunan. Besarnya daya
isotropis yang mencapai antenna Rx ini biasa
disebut dengan istilah Isotropic Received

III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan


Level (IRL). Adapun, permodelan IRL dapat menggunakan pendekatan metode kuantitatif
ditulis sebagai berikut. yang dimaksudkan untuk melakukan analisis
teknis maupun keterjangkauan lokasi yang
digunakan untuk perencanaan link microwave
e. Received Signal Level (RSL) antara Kab.Wajo – Kab.Pinrang. Berdasarkan
Permenkominfo No. 33 tahun 2015, salah satu
Receive Signal Level (RSL) merupakan band frekuensi yang dialokasikan untuk link
suatu tingkat sinyal yang diterima di perangkat microwave adalah antara 17.700 MHz- 19.700
penerima dan nilainya harus lebih besar dari MHz (Kementerian Komunikasi Dan
sensitivitas perangkat penerima (Received Komunikasi RI, 2015), sehingga pada
Sensitivity/ threshold). Daya yang diterima penelitian ini digunakan frekuensi 18.000
pada antenna Rx (IRL) yang masuk ke blok MHz dalam merencanakan kebutuhan link
sistem Rx ini akan mengalami penguatan microwave Kabupaten Pinrang – Kabupaten
(GRx) dan pengurangan daya (LRx) pada Wajo.

3.1 Teknik Penelitiian

Penelitian dilakukan dengan simulasi


sistem Rx. Persamaan RSL dapat dilihat dari menggunakan software Pathloss 5.0 yang
persamaan berikut ini. dapat digunakan untuk simulasi perencanaan
link microwave. Simulasi dilakukan dengan
f. Fading Margin mempertimbangkan persyaratan komunikasi
radio microwave tampak pandang (line of
sight), sehingga diperlukan pengelolaan lokasi
Fading margin adalah level daya yang
site maupun solusi-solusi lain yang diperlukan
harus dicadangkan yang besarnya merupakan
dalam komunikasi radio microwave, seperti
selisih antara daya rata-rata yang sampai di
penerapan repeater untuk mengantisipasi
penerima dan level sensitivitas penerima. Nilai
terjadinya multipath fading dan pelemahan
fading margin biasanya sama dengan peluang
sinyal radio.
level fading yang terjadi, yang nilainya
tergantung pada kondisi lingkungan dan sistem
3.2 Teknik Pengambilan Data
yang digunakan. Dalam propagasi gelombang
radio, besarnya daya terima berfluktuasi akibat

http://dx.doi.org/ xxxxxx
Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

Dalam melakukan penelitian ini, data skenario yang dapat dilakukan dalam
yang digunakan merupakan data sekunder merencanakan site radio microwave, kemudian
yang berisi informasi mengenai kondisi menganalisis skenario mana yang paling
lapangan dan iklim dari jalur yang dilalui optimal untuk membangun komunikasi
microwave di kedua kota tersebut. Adapun
oleh link microwave tersebut. Kemudian,
skenario yang akan dilakukan pada simulasi
dilakukan verifikasi kesesuaian data perencanaan kali ini adalah sebagai berikut.
sekunder dengan kondisi real dengan
melakukan survei langsung untuk 1. Skenario 1: Perencanaan link
mengenali kondisi-kondisi wilayah microwave langsung (single hop)
Kab.Wajo - Kab.Pinrang dan wilayah 2. Skenario 2: Perencanaan link
diantara kedua kota tersebut. Akhirnya, microwave dengan repeater aktif
diperoleh rincian untuk kondisi wilayah
adalah sebagai berikut. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam melakukan perencanaan link


a. Kabupaten Wajo, wilayahnya meliputi
microwave dengan menggunakan simulasi
sungai, area perkebunan, area
perangkat lunak ini, mula-mula ditentukan
persawahan, dan perbukitan.
lokasi dari komunikasi point-to-point setiap
b. Kabupaten Pinrang, wilayahnya
site yang diinginkan. Adapun posisi lokasi
meliputi pesisir pantai ,area persawahan,
yang diinginkan untuk direncanakan sitenya
area perkebunan, dan perbukitan.
adalah sebagai berikut.
c. Jalur diantara Kabupaten Wajo –
Kabupaten Pinrang merupakan wilayah a. Kabupaten Wajo : -4.02229 / 120.066524
Kabupaten Sidrap, di mana kondisi b. Kabupaten Pinrang -3.79373 / 119.64104
wilayahnya meliputi perkebunan,
persawahan, , perbukitan dan Jika, diamati melalui google maps kedua
pegunungan. posisi koordinat tersebut memiliki jarak sejauh
54,2Km. Adapun jarak antara kedua ini dapat
diamati pada Gambar 4.
Setelah mengetahui kondisi lapangan Gambar 4. Jarak Kab.Pinrang – Kab.Wajo

dan iklim dari wilayah-wilayah tersebut,


kemudian dilakukan penentuan spesifikasi
link multihop dari komunikasi microwave
yang akan direncanakan. Di mana
spesifikasi tersebut diantaranya.

a. Laju data/informasi = 155,52 Mbps 1. Skenario 1: Perencanaan Link Microwave


(STM-1) Langsung (Single Hop)
b. Modulasi = 128-QAM
c. BER = 10-6 Skenario pertama ini dilakukan dengan
d. Tinggi menara antenna (x) = melakukan simulasi perencanaan site
Rekomendasi Aplikasi Pathloss microwave antara Wajo - Pinrang secara
singlehop. Perencanaan dengan menggunakan
singlehop (langsung tanpa repeater) diuji pada
3.3 Teknik Analisis kedua kota ini karena jarak antar keduanya
masih berada pada kisaran 50 Km. Ilustrasi
Penelitian ini memberikan analisis tentang
penerapan singlehop dapat dilihat pada
perencanaan link microwave antara Kab Wajo
Gambar di atas dengan menarik garis lurus
-Kab.Pinrang Dalam penelitian ini akan
yang merepresentasikan link antara site
dilakukan analisis dengan menggunakan 2

http://dx.doi.org/ xxxxxx
Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

Pinrang dan site Wajo. Adapun dalam


simulasinya menggunakan aplikasi, ketika
Tabel 2. Skenario 1: Hasil Parameter link
200
microwave Pinrang - Wajo (Single-hop)
180

160

140

120
Elevation (ft)

100

80

60

40

20

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Path length (70.08 mi)

dilakukan plot pada path profile diperoleh


hasil sesuai dengan Gambar 5.
Gambar 5 . Kondisi Clearance Factor dan
fresnel link Pinrang - Wajo

Dari Gambar di bawah ini terlihat bahwa


dengan melakukan simulasi perencanaan link
microwave secara singlehop, link transmitter Berdasarkan parameter hasil simulasi
komunikasi radio microwave mengalami yang ditunjukan pada gambar di atas dapat
fenomena multipath fading tidak sepenuhnya, dilihat bahwa ketinggian elevasi antena Tx
dan receiver mengalami beberapa blocking adalah 71,52m dan antena Rx adalah 64,55 m.
akibat terhalang oleh obstacle. EIRP pada masing-masing site antena sebesar
52,69 dBm pada site Pinrang dan 53,88 dBm
untuk site Wajo. Dalam simulasi link
microwave antar kedua site ini mengalami loss
oleh FSL sebesar 154,46 dan oleh atmosfer
sebesar 3,79 dB. Sehingga, pada masing-
masing site Pinrang dan Wajo diperoleh
received signal sebesar -70,68.
Dengan nilai received signal yang
sangat kecil tersebut komunikasi radio
microwave dengan melakukan site secara
langsung tidak dapat diimplementasi dengan
Gambar 6. Skenario 1: Kondisi link microwave baik karena nilai received signal tersebut
singlehop Pinrang - Wajo berada dibawah ambang batas daya terima (Rx
threshold), di mana nilai Rx threshold sebesar
Dari skema yang ditunjukan pada Gambar -67,50 dBm. Hal ini mengakibatkan nilai
diatas, diperoleh hasil parameter link fading margin pada skenario 1 ini bernilai -
microwave antara site di Kab.Wajo dengan 3,18 dB.
Kab.Pinrang yang ditunjukan pada Tabel 2 di Oleh karena nilai fading margin
bawah ini berada pada kondisi negatif, link microwave
ini tidak dapat digunakan dengan baik untuk
komunikasi antara site Pinrang dan site Wajo
sebab availability (tingkat ketersediaan)
layanan pada link ini tidak ada/tidak dapat
ditentukan.

http://dx.doi.org/ xxxxxx
Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

2. Skenario 2: Perencanaan link microwave


dengan repeater aktif
Jalur yang menghubungkan antara
Kab.Pinrang dengan Kab.Wajo merupakan
jalur yang sebagian besar wilayahnya
merupakan area perkebunan dataran tinggi,  Link Pinrang - Repeater
pegunungan, serta terdapat sedikit rawa di
sekitarnya.Oleh karena itu, diperlukan Pada simulasi ini tinggi antena pada
repeater tambahan untuk menghubungkan antena site Kab.Pinrang setinggi 5.56 m,
link kedua kota agar dapat berkomunikasi pada repeater diatur setinggi 5 m. Dengan
dengan baik dan optimal. pengaturan tinggi antena tersebut
diperoleh hasil clearance factor dan fresnel
Pada skenario 2 perencanaan link
zone 2 seperti pada Gambar di bawah ini.
microwave Pinrang - Wajo ini akan
dilakukan dengan memanfaatkan repeater
aktif. Repeater aktif merupakan site 550

tambahan yang berguna untuk 500

menghubungkan komunikasi link 450

microwave yang tidak dapat dihubungkan 400

secara langsung dan diberikan penguat 350


Elevation (ft)

tambahan oleh site penghubung tersebut 300

(repeater) supaya dapat memperkuat sinyal 250

yang dipancarkan oleh site Tx. Hal ini 200

150
terjadi karena site pada repeater aktif 100
diberikan catu daya tambahan. Kondisi 50
yang menyebabkan kedua site tidak dapat 0

dihubungkan secara langsung dan 0 5 10 15 20


Path length (35.64 mi)
25 30 35

memerlukan repeater aktif, yaitu akibat Gambar 8. Kondisi Clearance Factor dan
jarak yang sangat jauh dan akibat fresnel zone 1 link Pinrang – Repeater
terhalang oleh obstacle yang sangat tinggi.
Dari Gambar diatas terlihat bahwa daerah
Dalam simulasi di skenario 2 ini fresnel zone 1 dan clearance factor pada link
lokasi dari repeater aktif akan ditempatkan repeater menuju Kab.Pinrang tidak terhalang
di desa Kalempang, Kec.Pitu Riawa, oleh obstacle. Sehingga, komunikasi pada link
Kab.Sidrap pada koordinat -3.71035 S / ini dapat dikatakan baik untuk
119.95096 N. Sehingga, lintasan dari link mengimplementasikan komunikasi radio
microwave antara Pinrang - Wajo menjadi microwave. Kondisi clearance factor dan
seperti pada Gambar di bawah. fresnel zone 1 yang bebas dari penghalan ini
berdampak juga terhadap parameter multipath
yang terjadi pada link tersebut

Gambar 7. Skenario 2: Skema link microwave Gambar 9. Kondisi pancaran link Pinrang –
Pinrang - Wajo Repeater

http://dx.doi.org/ xxxxxx
Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

Pada Gambar diatas menunjukan bahwa 600

terdapat multipath pada jalur link microwave 550

antara repeater menuju ke Kab.Pinrang 500

tersebut, sehingga distorsi sinyal pada site 450

Pinrang tidak sepenuhnya terganggu. Adapun 400

hasil kuantitatif dari parameter link ini dapat 350

Elevation (ft)
dilihat pada Tabel berikut ini. 300

250

Tabel 3. Skenario 2: Hasil Parameter link 200

microwave Pinrang - repeater 150

100

50

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Path length (36.80 mi)

tinggi antena di kedua lokasi tersebut


diperoleh hasil fresnel zone 1 dan Clearance
Factor diperlihatkan dalam Gambar di bawah.

Gambar 10. Kondisi Clearance Factor dan


fresnel zone 2 link Repeater - Wajo

Dari Gambar tersebut terlihat bahwa


daerah clearance factor dan fresnel zone 2 dari
link microwave ini bebas dari halangan
obstacle, sehingga komunikasi antar site dapat
terjaga dengan baik. Dengan bebasnya jalur
komunikasi dari obstacle, tentu berdampak
juga dengan minimnya multipath fading yang
terjadi pada link.
Dari hasil Tabel terlihat hasil-hasil
parameter penting simulasi link microwave
yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk merencanakan site radio
microwave. Dapat terlihat bahwa EIRP dari
site Kab.Pinrang sebesar 66.01 dBm dan pada
repeater sebesar 66.11 dBm dan. Free Space
loss dan loss atmosfer yang terjadi pada
lintasan masing-masing sebesar 148.59 dB dan
1,93 dB. Akhirnya, diperoleh received signal
pada masing-masing lokasi sebesar -37.41 Gambar 11. Kondisi pancaran link repeater -
dBm. Sehingga, link microwave ini dapat Wajo
berkomunikasi dengan baik karena received
signal yang masih di atas Rx threshold, di
mana Rx threshold link Pinrang – Repeater
sebesar -67,50 dB. Dengan demikian, fading Pada Gambar di atas terlihat bahwa
margin pada link microwave ini memiliki nilai teradapat multipath pada jalur link microwave
sebesar 30.09 dB . tersebut sehingga distorsi sinyal pada repeater
juga tidak sepenuhnya terganggu Adapun hasil
kuantitatif dari parameter link ini diperlihatkan
 Link Repeater - Wajo
dalam gambar dibawah ini.
Dalam melakukan simulasi pada link
Kab.Wajo - repeater diatur tinggi antena pada
repeater setinggi 44.59 m pada site Wajo 6.10
m. Adapun, hasil simulasi dengan pengaturan

http://dx.doi.org/ xxxxxx
Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

maksimalnya received signal pada skenario 1


Tabel 4. Skenario 2: Hasil Parameter link ini.
microwave Repeater – Wajo
Pada skenario 2, dilakukan perencanaan
link microwave dengan menempatkan repeater
aktif pada daerah Pitu Riawa untuk
menghubungkan site Kab.Pinrang dengan site
Kab.Wajo. Dalam simulasi yang dilakukan,
skenario 2 ini memperoleh nilai received
signal di pada site Kab.Pinrang dan Kab.Wajo
-37,41 dBm dan -46,59 dBm dengan Rx
threshold pada kedua site sebesar -67,50 dBm.
Sehingga, skenario kedua ini dapat digunakan
untuk berkomunikasi.

Oleh karena itu dalam perencanaan link


microwave antara Pinrang - Wajo ini
direkomendasikan menggunakan repeater aktif
sesuai skenario 2 karena dengan menggunakan
repeater aktif pancaran sinyal dari antena site
Tx dapat diarahkan ke arah repeater yang
berlokasi bebas dari obstacle terlebih dahulu,
sebelum kemudian sinyal dipantulkan menuju
ke site Rx. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari halangan yang berada pada jalur
Dari Tabel terlihat hasil-hasil parameter lintasan langsung link microwave Pinrang -
penting simulasi link microwave yang dapat Wajo. Lalu, untuk mengatasi pelemahan daya
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pancar selama propagasi dari Tx ke Rx,
merencanakan site radio microwave. Dapat dengan menggunakan repeater aktif akan
terlihat bahwa EIRP dari repeater sebesar terjadi penguatan daya karena repeater aktif ini
57.96 dBm pada site Wajo sebesar 65.31 dBm. dicatu ke sumber listrik. Sehingga,
Free Space loss dan loss atmosfer yang terjadi penggunaan repeater aktif pada perencanaan
pada lintasan masing-masing sebesar 148.87 link microwave Pinrang - Wajo merupakan
dB dan 1,99 dB. Akhirnya, diperoleh received solusi yang paling tepat karena mampu
signal pada masing-masing lokasi sebesar - mengatasi halangan obstacle sekaligus jarak
46.59 dBm. Sehingga, link microwave ini yang jauh dari suatu link microwave
dapat berkomunikasi karena received signal
yang masih di atas Rx threshold, di mana Rx UCAPAN TERIMA KASIH
threshold link Wajo-repeater sebesar –67,50
dB. Dengan demikian, fading margin pada link Ucapan terima kasih kepada Dosen
microwave ini memiliki FM sebesar 20.91. mata kuliah Perancangan Jaringan Seluler
karena telah memberikan saran dan
masukan selama penelitian ini berjalan,
V. KESIMPULAN serta kepada teman – teman kelas yang
Penelitian perencanaan link komunikasi turut memberikan saran masukan dan
microwave Kab.Pinrang – Kab.Wajo semangat dalam proses pengerjaan jurnal
dilakukan dengan dua scenario, memanfaatkan ini.
software perencanaan transmisi microwave.
Pada skenario pertama, link tidak dapat REFERENSI
direncanakan dengan menggunakan [1] APJII. (2017). Penetrasi & Perilaku
pendekatan komunikasi langsung/ singlehop Pengguna Internet Indonesia 2017. Jakarta.
karena jalur lintasan komunikasi kedua Retrieved from
Kabupaten terhalang oleh obstacle yang tinggi, https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/La
yaitu gunung yang menyebabkan tidak poran Survei APJII_2017_v1.3.pdf

http://dx.doi.org/ xxxxxx
Jurnal Teknologi Elekterika, 20xx, Volume x (x): xx-xx e- ISSN 2656-0143

[2] Elhabashi, S., Elemgri, F., Aldeeb, H., & Indian Ocean (RADIO).
Elhabashi, B. (2017). Effect of sand storms on https://doi.org/10.23919/RADIO.2017.824222
the microwave links. 2017 Internet 1
Technologies and Applications, ITA 2017 -
Proceedings of the 7th International [10] Manjunath, R. K., & Raju, K. N. (2015).
Conference, 339–343. An experimental analysis of impact of rainfall
https://doi.org/10.1109/ITECHA.2017.810196 on microwave links. In 2015 IEEE
6 International Conference on Signal Processing,
[3] Freeman, R. L. (2007). Radio System Informatics, Communication and Energy
Design For Telecommunication (3rd ed.). John Systems (SPICES).
Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. https://doi.org/10.1109/SPICES.2015.7091366
[4] Goktas, P., Topcu, S., Karasan, E., & [11] Mohanty, S., Singh, C., & Tiwari, V.
Altintas, A. (2015). Multipath Fading Effect (2016). Estimation of rain attenuation losses in
on Terrestrial Microwave LOS Radio Links. signal link for microwave frequencies using
2015 IEEE International Symposium on ITU-R model. 2016 IEEE International
Antennas and Propagation & USNC/URSI Geoscience and Remote Sensing Symposium
National Radio Science Meeting, 918–919. (IGARSS), 532–535.
https://doi.org/10.1109/APS.2015.7304846 https://doi.org/10.1109/IGARSS.2016.772913
[5] Hikmaturokhman, A., Wahyudin, A., 2
Yuchintya, A. S., & Nugraha, T. A. (2017). [12] Sharma, K., & Nanglia, P. (2016).
Comparison analysis of passive repeater links Transmission and Optimization of a 3G/4G
prediction using methods: Barnett Vigants & Microwave Network at 14GHz. International
ITU models. 2017 4th International Journal of Engineering Science and
Conference on New Media Studies Computing, 6(5), 6086–6091.
(CONMEDIA)., 142–147. https://doi.org/10.4010/2016.1474
https://doi.org/10.1109/CONMEDIA.2017.826 [13] Thakur, A., & Kamboj, S. (2016).
6046 Transmission and Optimization of a 3G
[6] Jones, S., Collapelle, M., Lauand, C., & Microwave Network at 18 GHz. International
Kopp, B. (2018). Design of a Beyond-Line-of- Journal of Engineering Science and
Sight Microwave Propagation Study Across Computing, 6(5), 5622–5626.
the Gulf of Mexico. Conference Proceedings - https://doi.org/10.4010/2016.137
IEEE SOUTHEASTCON, 1–5.
https://doi.org/10.1109/SECON.2018.8478887
[7] Kantor, P., & Bito, J. (2015). Comparison
of Rain Attenuation Prediction Models for
Terrestrial Links and their impact on the
performance of Link Transformation. 2015
17th International Conference on Transparent
Optical Networks (ICTON), 1–4.
https://doi.org/10.1109/ICTON.2015.7193500
[8] Kementerian Komunikasi Dan Komunikasi
RI. (2015). Peraturan Menteri Komunikasi
Dan Informatika Nomor 33 Tahun 2015
tentang Perencanaan Penggunaan Pita
Frekuensi Radio Microwave Link Titik Ke
Titik (Point-to-Point). Retrieved from
https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view
/id/508/t/peraturan+menteri+komunikasi+dan+
informatika+nomor+33+tahun+2015+tanggal
+31+desember+2015
[9] Lawrence, O., & Sunday, J. (2017). On the
Statistical Distribution of Clear Air Effects
and the Implication on Microwave Radio
Communication links in Nigeria. Olalekan.
2017 IEEE Radio and Antenna Days of the

http://dx.doi.org/ xxxxxx

Anda mungkin juga menyukai