Anda di halaman 1dari 49

RISALAH UDHHIYYAH

(Sebuah Bahasan Singkat Mengenai


Qurban Sesuai Syari’ah)

AHMAD RIFA’I ALIEF

RIfaimovic Foundation
RISALAH UDHIYYAH

Sebuah Bahasan Singkat Mengenai Qur’ban Sesuai


Syari’ah

35 halaman + 3 halaman sampul, 2019

Penulis : Ahmad Rifa’I Alief

Editor : Alif Nabiel Muaffa

Desain : Muhammad Azka Fathullah

Copyright@Islamic Foundation, 2019

Cetakan Pertama Agustus 2019

Hak Cipta dilindungi oleh Allah Swt, dilarang mengkopi


tanpa seizin penulis kecuali untuk tujuan dakwah dan
belajar

2019

2
Risalah Udhhiyyah
KATA MUTIARA

BELAJAR SEPANJANG HAYAT

HIDUP ADALAH UJIAN

SEBAIK-BAIK MANUSIA ADALAH YANG MAU BELAJAR AL


QUR’AN DAN MENGAJARKANNYA

IKUTILAH SUNNAH PARA SALAF DAN


JAUHILAH BID’AH PARA KHOLAF

3
Risalah Udhhiyyah
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah


melimpahkan nikmat yang luar biasa kepada kita semua,
sholawat salam semoga tercurah atas Rasulullah
Shallalloohu alaihi wasallam beserta seluruh keluarga
beliau sahabat, kerabat dan pengikutnya hingga hari
akhir nanti.

Atas berkah dan anugerah Allah lah buku kecil nan


ringkas ini dapat terselesaikan. Berawal dari
kekhawatiran penulis akan pelaksanaan ibadah qurban
yang melenceng dari syari’at, maka penulis tergerak
untuk menulis risalah ringkas ini. Meskipun penulis
sadar bahwa ilmu penulis belum mencukupi untuk
mengadakan pembahasan fiqih secara mendalam, akan
tetapi semangat penulis untuk membantu meringankan
tugas para ustadz dan ikut andil dalam amar makruf

4
Risalah Udhhiyyah
nahi mungkar ini yang menguatkan mental penulis
untuk mulai mengais kitab yang ada disisi penulis.

Mungkin sudah ratusan bahkan ribuan buku yang


membahas masalah qurban ini, akan tetapi hadirnya
risalah ini tentu menjadi pelengkap yang sudah ada dan
pemanis yang sudah sempurna.

Terima kasih yang tak terhingga selalu penulis haturkan


kepada Abah dan Ibu yang telah berpulang, semoga
Allah merahmati dan mengampuni segala khilafnya
serta mencatat sekecil apapun amaliyah penulis sebagai
amal jariyah beliau berdua. Kepada seluruh guru penulis
wabil khusus KH Rois Yahya yang telah menerangi hidup
penulis dengan ilmu agama semoga Allah menempatkan
beliau semuanya di jannatul firdaus. Keluarga penulis
dan orang-rang yang menyayangi penulis. Abah, Ibu,
Umi dan semua adik-adik penulis, semoga terlimpah
manfaat dan pahala dari setiap huruf yang terbaca oleh
khalayak. Serta ja,aah dan sahabat penulis yang selalu
mensupport penulis untuk terus berkarya, semoga Allah
mengucurkan rahmat dan barokahnya kepada kita
semua.

Akhir kata, taiada gading yang tak retak. Mohon bagi


para pembaca untuk menegur jika didapati kekeliruan
dalam risalah singkat ini.

5
Risalah Udhhiyyah
Nashrun minalllooh wafathun qorieb

Jakarta, Agustus 2019

penulis

6
Risalah Udhhiyyah
BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini animo masyarakat dalam menjalankan


agama sungguh luar biasa, hal ini ditandai dengan
maraknya wanita berhijab untuk menutup aurat,
membludaknya jama’ah umroh dan banyaknya orang
yang berkurban disetiap idul adha.

Keadaan ini sungguh menggembirakan sebab syiar Islam


sudah harum semerbak diseantero Nusantara. Hanya
saja tampaknya semangat beragama ini belum
diimbangi dengan asupan ilmu agama yang memadahi
sehingga dibanyak tempat, orang semangat beribadah
namun jauh dan tidak sesuai dengan tuntunan syariah.
Inilah yang harus direspon dan ditindak lanjuti oleh para
ustadz sebagai lentara umat, karena ibadah tanpa ilmu
berimplikasi pada ditolaknya ibadah itu sendiri.

7
Risalah Udhhiyyah
Kesibukan yang mendera sebagian kaum muslimin
khususnya di kota-kota besar membuat mereka jarang
berinteraksi dalam majelis bersama para ulama, oleh
karena itulah penjelasan melalui tulisan sangat mereka
butuhkan dalam rangka menuntun mereka di jalan yang
benar. Para ustadz dan kyai harus rajin menulis, sebab
penjelasan lewat tulisan itu bisa diambil faedahnya
kapanpun dan dimanapun.

Oleh karena itulah, dengan mengharap ridho Allah


semata dan atas dorongan semangat untuk berbagi
dengan khalayak, penulis memberanikan diri untuk
menuangkan sedikit ilmu penulis ke dalam sebuah buku
kecil yang berjudul : “Risalah Udhhiyyah”.

Hadirnya buku ini adalah dalam rangka merespon


perintah agama untuk menyampaikan ajaran Islam
yang haq dari Rasulullah meskipun hanya sekelumit,
walau sekedar satu ayat.

Buku Risalah Udhhiyyah ini sengaja disusun seringkas


mungkin meskipun tetap mencoba menghadirkan
pembahasan aqwal ulama yang berkenaan dengan
ibadah qurban, sebab memahami Qur’an dan hadits
tanpa melalui ahlinya akan menjadikan kita terjerumus
dalam kesesatan.

8
Risalah Udhhiyyah
Masalah-masalah yang berkaitan dengan qurban pada
hakekatnya telah terbahas dengan tuntas oleh para
ulama, tugas kita hanyalah menyajikan jawaban-
jawaban klasik tersebut ke ranah modern dengan tetap
berada pada rambu-rambu syari’at.

9
Risalah Udhhiyyah
BAB II

DEFINISI, DALIL, KEUTAMAAN DAN HIKMAH QURBAN

A. Definisi Udhhiyyah (Qurban)

Para ulama mendefinisikan udhhiyyah atau qurban


dengan

‫ر ا‬ ‫ر ن ا م‬ ‫أو‬ ‫ذ‬ ‫ا م‬
‫ر‬ ‫وم ا‬
Sebutan untuk binatang ternak yang akan disembelih
dalam rangka taqorrub kepada Allah pada hari Raya Idul
Adha 1

Melihat definisi tersebut maka udhhiyyah adalah hewan


yang disembelih di hari nahr. Orang yang berqurban

1
Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqhu Ala Madzahabil Arba’ah, Darul
Hadits Juz 1 hal.550

10
Risalah Udhhiyyah
disebut Mudhohhi dan hari raya qurban dinamakan Idul
Adha.

Qurban disyariatkan pada tahun kedua hijriyyah


bersamaan dengan disyari’atkannya zakat maal, zakat
fitrah dan sholat idul fitri dan idul adha2

B. Dalil Disyari’atkan Berqurban

Adapun dalil disyari’atkannya qurban adalah kitabullah,


Al Qur’anul kariim yaitu firman Allah di dalam surat Al
Kautsar ayat 2

‫ل ر ك وا ر‬
Maka sholat ied lah kalian lalu berqurbanlah (QS Al
Kautsar:2).

Perintah ini begitu jelas bahwa umat Islam jika


mengharapkan anugerah yang melimpah dari Allah
maka ia harus mengerjakan sholat Ied di hari nahr dan
berqurban.

Dalil yang kedua adalah hadits Nabi Muhammad


Shollalloohu ‘alaihi wasallam

2
Ibid

11
Risalah Udhhiyyah
‫ن‬ ‫نأ‬ ‫و م‬ ‫أ‬
‫أ!ر ن‬
Sesungguhnya Rasulullah Shallalloohu ‘alaihi wasallam
berqurban dengan dua domba yang putih seluruh
tubuhnya dan bertanduk keduanya. (HR Muslim)3

Juga Nabi bersabda

‫ر‬ " ‫ م‬# ‫ن‬$ % ‫ن و'د‬


"
Siapapun yang memiliki keluasan rizki untuk berqurban
namun ia tidak mau berqurban maka janganlah ia hadir
di tempat sholatku (HR. Hakim dan Al Mundziri)

Hadits ini menekankan tentang anjuran berqurban bagi


umat Nabi Muhammad Shallallohu alaihi wasallam yang
memiliki kecukupan rizki untuk berqurban, jika ia tetap
tidak mau berqurban maka ia dilarang untuk sholat
bersama dengan Rasulullah shallalloohu ‘alaihi
wasallam.

C. Keutamaan Qurban

3
Kata Amlahain berarti putih mulus, namun ada juga yang
berpendapat putihnya lebih dominan daripada hitamnya, lihat Al
Fiqhu lil Jaziri juz 1 hal. 550

12
Risalah Udhhiyyah
Banyak hadist yang menerangkan tentang keutamaan
ibadah qurban, diantaranya adalah

1. Tidak ada amaliyah yang lebih dicintai oleh Allah


dibanding dengan mengalirkan darah qurban.
Rasulullah bersabda :

‫"ا با‬ ‫ل ا ن أدم وم ا ر‬


% ‫ وم ا‬# ) * ,‫ دم‬%!‫ن ار‬
‫رو * و اظ" * و أ رھ‬
Tiada suatu amaliyyah Ibnu Adam (manusia)
pada hari nahr yang lebih dicintai Allah
dibanding dengan mengalirkan darah. Karena
sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat
kelak lengkap dengan tanduknya, teracaknya
serta rambutnya. (HR Tirmidzi, hasan ghorib)
2. Terdapat pahala yang melimpah dalam
penyembelihan qurban. Nabi Shallallohu ‘alaihi
asallam ditanya oleh para sahabat :

% ‫؟ !ل‬ $‫ھذه ا‬ ‫ر ول‬


‫ر ول‬ * ‫أ م ا راھ م ! وا‬
‫ ! وا‬.% ‫رة‬ ‫ل‬ ‫؟ !ل‬

13
Risalah Udhhiyyah
‫وف‬ ‫رة ن ا‬ ‫ل‬ ‫وف؟ ! ل‬
%
Duhai Rasulullah, Apakah ibadah qurban ini?
Beliau menjawab, Qurban adalah sunnah dari
bapak kalian, Ibrahim. Lalu sahabat bertanya
lagi, lalu apa yang kami dapatkan darinya duhai
Nabi? Nabi menjawab, setiap rambut qurban
adalah kebaikan. Sahabat bertanya bulunya ya
Rasul?. Nabi menjawab setiap rambut dari bulu-
bulunya adalah kebaikan (HR Ahmad dan Ibnu
majah).4

D. Hikmah Qurban

Semua ibadah dan syari’ah itu ada hikmahnya termasuk


qurban, Syeikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dalam Minhajul
Muslimnya mengurai hikmah dari ibadah qurban
diantaranya yaitu:

1. Sebagai bentuk taqarrub kepada Allah Swt


2. Menghidupkan sunnah Imam Ahli Tauhid yaitu
Ibrahim alaihissalam, saat Allah mewahyukan
kepadanya untuk menyembelih Ismail

4
At Targhib Wat Tarhib , Huseun Mathar Dkk, hal 118-119

14
Risalah Udhhiyyah
alaihissalam, lalu Allah menggantikannya dengan
kibas dan iapun menyembelihnya.
3. Memberikan keluasan rizki kepada keluarganya
dan memperluas kasih sayang kepada Faqir dan
miskin.
4. Sebagai wujud syukur kepada Allah atas
limpahan rizki yang diberikan kepadanya.5

5
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Minhajul Muslim hal. 272-273

15
Risalah Udhhiyyah
BAB III

HUKUM QURBAN

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum qurban,


namun secara keseluruhan terkelompok menjadi dua
pendapat:6

Pertama, sesungguhnya qurban itu wajib bagi orang


yang mampu, ini merupakan pendapat dari Abu
Hanifah, Imam Auza’i, Imam Rabi’ah, Imam Laits dan
sebagian ulama malikiyyah. Mereka berargumen
dengan banyak dalil diantaranya adalah:

1. Firman Allah Swt ‫ل ر ك وا ر‬ , namun


alasan ini dibantah oleh ulama lain bahwa para
ulama terkait ayat ini ada lima pendapat dan

6
Abu Malik Kamal Bin Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Juz 2 hal.
332-333

16
Risalah Udhhiyyah
yang paling kuat adalah sholatlah kamu karena
Allah dan berqurbanlah kamu karena Allah.
2. Hadits Jundub Bin Sufyan, sesungguhnya Nabi
Muhammad Shallallooh alaihi wasallam
bersabda
‫رى‬2‫* أ‬ ‫د‬ # ‫ن ذ ! ل أن‬
‫ذ‬ ‫و ن م ذ‬

Siapapun yang berqurban sebelum ia


melaksanakan sholat ied maka hendklah ia
mengulangnya dengan hewan qurban yang lain,
dan siapapun yang ia yidak menyembelih qurban
maka hendaklah ia menyembelihnya (HR
Bukhori)
Argumentasi inipun dijawabi oleh apara ulama,
bahwa sesungguhnya yang dimaksud dalam
hadits tersebut adalah penjelasan tentang syarat
berqurban yang sesuai syari’ah, hal ini sama
seperti kasus orang yang sholat sholat dhuha
sebeleum terbitnya matahari, maka ketika
matahari terbit ia harus mengulang sholatnya
lagi.
3. Hadits dari Bara’ sesungguhnya Abu Burdah
berkata, Wahai Rasulullah sesungguhnya kami
telah menyembelih qurban sebelum kami

17
Risalah Udhhiyyah
melaksanakan sholat ied, sementara kami
memiliki hewan Jadza’ah yang lebih baik dari
musinah7, Nabipun menjawab, jadikanlah itu
sebagai penggantinya.. (HR. Bukhori).
Al Khoththobiy menjawabi tentang pengambilan
hadits ini sebagai dasar untuk mewajibkan
qurban, beliau berkata, Hadits ini tidak
menunjukkan apa yang mereka katakan (
tentang wajibnya qurban), karena sesungguhnya
hukum ushul itu menjaga adanya penggantinya
baik itu fardhu maupun sunnah. Oleh karenanya
hukum penggantinya adalah sunnah
sebagaimana hukum aslinya juga sunnah. Dan
makna yang tepat atas hadist diatas adalah
sesungguhnya unta Jadza’ahmu itu mencukupi
untuk menjadi qurbanmu jika engkau
berkehendak untuk berqurban dan berniat
mendapatkan pahala qurban dengannya.
4. Hadits dari Abu Hurairah sesungguhnya Nabi
Muhammad Shallalloohu alaihi wasallam
bersabda:

" ‫" رن‬ ‫وم‬% ‫ن ن‬

7
Jadza’ah adalah hewan yang sudah tanggal giginya sementara
musinah adalah hewan yang umurnya memasuki tahun kedua.

18
Risalah Udhhiyyah
Siapapun yang memiliki keluasan rizki namun ia
tidak mau berqurban maka jangan dekati tempat
sholatku (HR Ibnu majah, Ahmad, Hakim).
Namun yang benar adalah hadits ini mauquf
kepada Abu Hurairoh.8

Kedua, sesungguhnya qurban itu hukumnya


sunnah bukan wajib, ini merupakan pendapat
Jumhur ulama seperti Malik, Asy Syafi’i, Ahmad
bin Hanbal, Ishab bIn rahawaih, Abu Tsaur,
Muzani, Ibnul Mundzir, Daud Adzdzohiri, Ibnu
Hazm dan yang lainnnya. Argumentasi mereka
adalah :
a. Hadits Umi salamah, sesungguhnya
Rasulullah bersabda :
‫ ت ا ر و أراد أ د م أن‬2‫اذا د‬
‫ " س ن ره و ره‬#
)
Ketika sudah masuk sepuluh hari
pertama bulan dul hijjah dan salah satu
diantara kalian ingin berqurban, maka
janganlah ia mengambil rambut ataupun
kulitnya sedikitpun (HR Muslim)

8
ibid

19
Risalah Udhhiyyah
Para ulama menegaskan, bahwa kata wa
arooda an yudhohhiya (Ia ingin
berqurban) itu merupakan dalil bahwa
hukum qurban adalah sunnah, bukan
wajib.
3. Shahih dari para sahabat bahwa qurban itu tidak
wajib. Tidak sah dari seorang sahabatpun bahwa
qurban adalah wajib.
Abu Suraih berkata, Aku melihat Abu Bakar dan
Umar , mereka tidak berqurban (Mushonnaf
Abdurrozaq, nomer. 8139)
Abu Mas’ud Al Anshoriy, beliau berkata,
‫ أن‬% 2 ‫و ر‬ ‫وا‬ $‫دع ا‬$ # ‫ا‬
# ‫م‬ ‫رى ' را أ‬
Sesungguhnya kami pernah tidak berqurban,
sementara kami dalam keadaan mampu, karena
takut sangkaan dari tetanggaku, bahwa qurban
itu merupakan kewajiban bagiku.9

9
Ibid

20
Risalah Udhhiyyah
BAB IV

JENIS DAN SYARAT QURBAN

A. Jenis Qurban

Secara umum Qurban terbagi menjadi dua, ada qurban


tathowwu’ atau qurban sunnah, ada qurban wajib.
Dalam Fiqih Manhaji, ibadah qurban bisa menjadi wajib
disebabkan oleh dua hal yaitu:

1. Seseorang berisyarat kepada hewan miliknya


yang sah untuk diqurbankan “ Ini hewan
qurbanku atau besok saya akan berqurban
dengan hewan ini. Maka ia wajib berqurban
dengan hewan yang ditunjuknya itu.10

Akan tetapi dalam Kitab Syarah Yaqutun Nafis


dijelaskan bahwa ulama mutaakhirin

10
Musthofa Dieb Bugho Dkk, Fiqih Manhaji Juz 1 hal 232

21
Risalah Udhhiyyah
mengatakan bagi orang awam perkataan
tersebut tidak menjadikan qurban tersebut
menjadi wajib.11

Hal ini diperkuat oleh Imam Al Bulqiniy


sebagaimana yang dinukil oleh Syeikh
Abdurrahman Al Hadromi dalam Bughyatul
Mustarsyidin

6 * ) #7‫ وا را‬# ‫ا‬ ‫و!د أ‬


# ‫ ھذه أ‬: ‫ر ذورة و‬
‫* إ‬ 9
Imam Bulqiniy dan Imam Al Maraghi berfatwa
sesungguhnya tidak jadi nazar dengan ucapan Ini
adalah hewan qurbanku, dengan
12
menyandarkannya kepadanya.

2. Jika qurban dijadikan sebagai taqorrub kepada


Allah, seperti oarang berkata, jika saya sembuh
dari sakit maka saya akan berqurban, maka ini
menjadi nazar yang wajib untuk dipenuhi.13

11
Ahmad Bin Muhammad Asy Syathiriy, Syarah Yaqut An Nafis Juz 3
hal 370.
12
Abdurrahman Al Hadhromiy, Bughyatul Mustarsyidin hal. 548
13
Fiqih Manhaji Juz 1 hal 232

22
Risalah Udhhiyyah
Jika qurbannya adalah qurban tathowu’ maka si
pengqurban diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk
makan daging qurbannya, namun apabila qurbannya
adalah nazar maka semua daging dan anggota tubuh
qurban harus disedekahkan

B. SYARAT QURBAN

Qurban harus dengan binatang ternak berkaki 4 yaitu


onta, sapi, kerbau, domba atau kambing sebab Allah
berfirman :

َ َ َ ِ < ‫ُ ُروا ا ْ َم‬ ‫ َ' َ ْ َ َ ْ َ ً ِ َ ْذ‬%ٍ < ُ ‫ أ‬A ‫َو ِ ُ ل‬


ُ َ َ ‫ِ َ ُ* ُ ْم إِ َ ٌ َوا ِ ٌد‬9َ ‫َ ْ َ ِم‬$‫ ْا‬%ِ َ *ِ َ ْ‫َر َز َ! ُ* ْم ِن‬
‫ ِ ِ ن‬2ْ ُ ْ ‫ ِر ا‬A َ ‫أَ ْ ِ ُ وا َو‬
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan
penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut
nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah
Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu
kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-
orang yang tunduk patuh (kepada Allah) (Al Hajj : 34 )

Bahkan menurut para ulama hal ini sudah menjadi Ijma


dan tidak sah jika berqurban dengan selain an’am.
23
Risalah Udhhiyyah
Hanya saja diceritakan dari Ibnu Mundzir dari Al Hasan
Bin Sholih bahwa beliau memperbolehkan berqurban
dengan menggunakan Banteng dan Dhob. Bahkan Ibnu
Hazm memeperbolehkan berqurban dengan semua
binatang yang dagingnya halal dimakan baik itu berkaki
4 ataupun burung, beliau berhujah dengan perkataan
Bilal ‫ت دك‬ ‫و‬ ‫ت أ‬ ( Aku tidak
peduli, jika seandainya aku berqurban dengan ayam
jago)14

Syeikh Ibrahim Al Bajuri mengikuti perkataan Al


Midaniy, bahwa gurunya menganjurkan orang-orang
faqir untuk taqlid pada Ibnu Abbas yang
memperbolehkan berqurban dengan ayam jago.15

Dalam madzhab Syafi’i kambing hanya cukup untuk satu


orang, akan tetapi berlaku sunnah kifayah yang artinya
jika seorang dalam satu keluarga sudah ada yang
berqurban maka anggota keluarga yang lain tidak
diperintahkan untuk berqurban, namun tidak
mendapatkan pahala qurbannya. Akan tetapi Imam
Khotib Asy Syirbini, Imam Romli dan yang lainnya
berpedapat :

14
Ibnu Hazm, Al Muhalla Juz 7 hal 358
15
Bughyatul Mustarsyidin Juz 4 hal 339

24
Risalah Udhhiyyah
: ‫)ن ! ل‬ ‫واب أ‬D # ‫ ره‬7 ‫و أ رك‬
‫ 'ز و ل‬# ‫ و ن "ن أو ن أھل‬#
E ' ‫واب‬D ‫ا‬
Seandainya seseorang berqurban dan menyertakan
orang lain dalam pahala qurbannya tersebut, seperti
apabila dia berucap : Qurban ini untukku dan untuk si
fulan atau untuk seluruh keluargaku maka hal ini boleh
dan semuanya mendapat pahalanya berqurban.16

Sementara itu onta, sapi dan kerbau itu cukup untuk


tujuh orang. Hal ini berdasarkan hadits Riwayat Jabir,
beliau berkata :

% ‫ ن‬%‫ا د‬% ‫د‬ ‫ ر ول‬E ‫ر‬


% ‫وا رة ن‬
Kami berqurban bersama Rasulullah di Hudaibiyyah
dengan seekor unta untuk bertujuh dan seekor sapi
untuk bertujuh (HR Muslim).

Adapun syarat hewan yang dijadikan qurban haruslah


selamat dari cacat. Ada empat cacat yang menjadikan
hewan qurban tersebut menjadi tidak sah

16
Bughyah juz 4 hal 339

25
Risalah Udhhiyyah
Pertama, Buta sebelah yang jelas kebutaannya, jika
seluruh matanya tertutup putih-putih dan tinggal
menyisakan sedikit saja yang baik, maka hal ini tetap
dihukumi tidak sah.

Kedua, sakit yang jelas sakitnya, apabila hewan kurban


sakit ringan maka itu cukup untuk dijadikan qurban.

Ketiga, pincang yang jelas kepincangannya.

Keempat, kurus yang tidak memilihi gajih dan sumsum


sama sekali.

Hal ini didasari sabda Nabi Muhammad Shallalloohu


alaihi wasallam dalam sunan Tirmidzi

‫ ا وراء ا ن‬# $‫ ا‬# ‫ 'زئ‬6 % ‫أر‬


‫ ا ن ر * وا ر' ء ا ن‬% ‫ورھ وا ر‬
6 # ‫ ء ا‬H' ‫* وا‬
“Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan
kurban: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya,
(2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan
tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-
sampai tidak punya sumsum tulang.” HR Tirmidzi

Disamping empat cacat yang maktub dalam sunnah


Nabawiyyah tersebut, ada cacat lain yang juga

26
Risalah Udhhiyyah
menjadikan hewan tidak sah dijadikan sebagai qurban
yaitu Terputus telinga dan ekornya, baik
keseluruhannya ataupun sebagian besarnya, karena
hilangnya telinga dan ekor sama dengan hilangnya salah
satu bagian yang bisa dimakan.

Adapun hewan yang dikebiri ataupun pecah tanduknya


maka tetap sah untuk digunakan sebagai qurban, karena
biasanya hewan yang di kebiri itu bertambah
dagingnya.17

Para ulama sepakat tentang kebolehannya berqurban


dengan hewab betina bahkan Imam Asy Syafi’i lebih
menyukai hewan betina sebab dagingnya lebih enak.18

Hewan qurban juga harus cukup umur Untuk unta


berumur lima tahun dan masuk tahun keenam serta
sudah kupak (terlepas gigi depannya). Adapun
sapi/lembu atau kambing (selain kambing kibasy/ biri-
biri/domba) berumur dua tahun dan masuk tahun yang
ketiga serta sudah kupak (terlepas gigi depannya). Boleh
juga kambing yang belum genap berumur dua tahun,
dengan syarat sudah kupak (terlepas gigi depannya)
dengan sendirinya dan umur lebih dari satu tahun. Bagi
yang berqurban kambing jenis kibasy/biri-biri/domba,
maka cukup yang berumur satu tahun atau belum
mencapai umur satu tahun dengan syarat sudah kupak
17
Al Hishni, Kifayatul Akhyar Juz 2, hal 238
18
Ibid, hal. 236

27
Risalah Udhhiyyah
(terlepas gigi depannya) dan sudah lebih enam bulan
dari umurnya.

Urutan keutamaan binatang untuk dijadikan qurban.


1.Unta 2.Lembu/sapi 3.Kambing kibasy/biri-biri/domba
4.Kambing biasa pada umumnya.19

19
Kifayatul Akhyar, Offcit

28
Risalah Udhhiyyah
BAB V

WAKTU DAN PROSES PENYEMBELIHAN QURBAN

A. WAKTU PENYEMBELIHAN QURBAN

Para ulama berbeda pendapat tentang batasan awal


waktu dan akhir dari qurban, namun mereka sepakat
bahwa yang paling utama adalah hari nahr, berdasarkan
hadits Bara’ bin Aziib, bahwasanya Rasulullah bersabda :

‫م‬D ،# ‫ أن‬:‫و ھذا‬ ‫دأ‬ ‫إن أول‬


، ‫ د أ ب‬،‫ ن ل ذ ك‬،‫ر‬ ،E'‫ر‬
، ‫ھ‬$ ‫ ھو م !د‬9 ،‫و ن ذ ! ل ذ ك‬
‫ء‬# # ‫س ن ا ُ ُ ك‬
Sesungguhnya hal yang pertama kali kami lakukan pada
hari ini adalah kami sholat lalu kami pulang kemudian
kami menyembelih qurban, siapapun yang melakukan

29
Risalah Udhhiyyah
hal itu maka ia telah mendapatkan sunnahku dan
siapapun yang menyembelih sebelum hal itu maka
sesungguhnya ia hanya menyuguhkan daging kepada
keluarganya semata dan ia tidak mendapatkan pahala
qurban sedikitpun (HR. Bukhori Muslim).

Dengan hadits ini ulama sepakat bahwa qurban tidak


sah jika disemebelih pada malam ied atau dilakukan
sebelum mengerjakan sholat ied.

Abu Hanifah berpendapat bahwa masuknya waktu


penyembelihan qurban adalah mulai terbitnya fajar
hingga sebelum maghribnya hari tasyriq yang ketiga.
Namun bagi orang-orang yang dianjurkan untuk
melaksanakan sholat Ied, tidak diperbolehkan
melakukan penyembelihan sebelum pelaksanaan sholat
ied. Adapun bagi orang yang tidak sholat sebab udzur
maka dia harus memperkirakan rampungnya sholat ied
dulu, baru diperkenankan untuk melakukan
penyembelihan qurban.

Adapun orang kampung yang tidak ada sholat ied disana


maka ia boleh melakukan penyembelihan setelah fajar
di hari nahr.20

Imam Malik berpendapat bahwa mulainya waktu


penyembelihan qurban bagi Imam adalah selepas sholat
20
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islamiy Wa Adillatuhu , Juz 4, hal.255

30
Risalah Udhhiyyah
dan khutbah Ied. Apabila menyembelih sebelum sholat
maka tidak sah. Adapun bagi selain Imam maka harus
menyembelih setelah sembelihan Imam, jika imam tidak
menyembelih qurban, maka dikira-kirakan sekedar
masa penyembelihan imam selesai.

Jika ada orang yang dengan sengaja menyembelih


qurban sebelum sembelihan Imam maka qurbannya
tidak sah dan wajib mengulang. Kecuali bagi orang yang
sudah berusaha untuk menyembelih setelah Imam dan
ia mengira bahwa imam telah selesai menyembelih
padahal faktanya Imam belum menyembelih maka
qurbannya sah.

Dalil Imam Malik adalah sabda Nabi kepada Jabir,


bahwa Rasulullah memerintahkan orang yang
berqurban sebelum Rasulullah untuk mengulang
qurbannya, hendaklah mereka berqurban setelah
qurbannya Nabi (HR Muslim).21

Syafi’iyyah berpendapat bahwa waktu menyembelih


qurban adalah selesai pelaksanaan sholat Ied dan
khutbahnya yaitu saat matahari telah naik sekedar satu
tombak, siapapun yang menyembelih qurban sebelum
sholat dan khutbah maka qurbannya tidak sah. Dalilnya
adalah hadits Bara’ bin Aziib

21
Ibid, hal 256

31
Risalah Udhhiyyah
‫م‬D ،# ‫ أن‬:‫و ھذا‬ ‫دأ‬ ‫إن أول‬
، ‫ د أ ب‬،‫ ن ل ذ ك‬،‫ر‬ ،E'‫ر‬
، ‫ھ‬$ ‫ ھو م !د‬9 ،‫و ن ذ ! ل ذ ك‬
‫ء‬# # ‫س ن ا ُ ُ ك‬
Sesungguhnya hal yang pertama kali kami lakukan pada
hari ini adalah kami sholat lalu kami pulang kemudian
kami menyembelih qurban, siapapun yang melakukan
hal itu maka ia telah mendapatkan sunnahku dan
siapapun yang menyembelih sebelum hal itu maka
sesungguhnya ia hanya menyuguhkan daging kepada
keluarganya semata dan ia tidak mendapatkan pahala
qurban sedikitpun (HR. Bukhori Muslim).

Dan makruh hukumnya memotong qurban pada malam


hari sebab dikhawatirkan salah di dalam proses
penyembelihannya, terlambat dalam distribusi
dagingnya dan juga di mungkinkan orang faqir tidak
mau datang di malam hari.22

Hanabilah berpendapat, bahwa waktu masuknya


udhiyyah adalah setelah sholat ied dan khutbahnya,
namun lebih utama jika dilakukan setelah

22
Ibid, hal. 257

32
Risalah Udhhiyyah
sembelihannya Imam, karena keluar dari khilaf adalah
sunnah.23

B. PROSES PENYEMBELIHAN QURBAN

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan


merupakan kesunnahan dalam menyembelih hewan
qurban, diantaranya yaitu:

1. Membaca Bismillah, sebab dalam shahih Bukhori


dan Muslim bahwa Rasulullah itu saat
menyembelih membaca Bismillah24
2. Membaca sholawat kepada Nabi, ini merupakan
nash dari Imam Syafi’i, beliau mengqiyaskan
sunnahnya membaca sholawat dalam segala
kondisi.25
3. Menghadapkan hewan qurbannya ke arah kiblat,
sebab Rasulullah Shallalloohu ‘alaihi wasallam
menghadapkan qurbannya ke arah kiblat saat
penyembelihannya.26
4. Membaca takbir, sebab dalam shahihain riwayat
dari Anas bin Malik

23
Ibid.
24
Al Hishniy, Kifayatul Akhyar, Juz 2, hal 240
25
Ibid
26
Ibid

33
Risalah Udhhiyyah
‫ن‬ } ‫ا "ة وا "م‬ ‫أ‬
% ‫ده ا ر‬ * ‫ن أ!ر ن ذ‬ ‫أ‬
‫و ر‬
Sesungguhnya Rasulullah berqurban dengan dua
ekor domba yang putih dan bertanduk dan
beliau menyembelih keduanya dengan tangan
beliau yang mulia, beliau membaca bismillah
dan bertakbir HR Bukhori Muslim.27
5. Berdoa supaya qurbannya diterima oleh Allah,
dengan doa ALLOHUMMA HADZA MINKA WA
ILAIKA FATAQOBBAL MINNIY, hal ini di dasari
dari hadits Nabi saat berdoa ketika
menyembelih “ Allohumma taqobbal min
Muhammadin wa ali Muhammadin”.28

Bagi orang yang berkurban disunnahkan untuk


menyembelih sendiri, namun apabila ia tidak mampu,
maka boleh di wakilkan kepada orang lain. Adapaun
perempuan dianjurkan untuk diwakilkan kepada orang
lain.

Disunnahkan dalam proses penyembelihan untuk


mempertajam pisau atau golok yang digunakan untuk

27
Ibid, hal 241
28
Ibid

34
Risalah Udhhiyyah
menyembelih, sebab Nabi bersabda dalam shahih
Muslim :

ُ َ ‫ َر‬Hْ َ ‫ َو ْ ُ ِ <د أ د م‬%َ َ ْ ‫ذ‬A ‫إ َذا َذ َ ْ ُ ْم َ) َ ْ ِ ُوا ا‬


ُ َ َ ِ ‫َو ْ ُ ِر ْح َذ‬
Ketika kalian menyembelih maka baguskanlah
sembelihan kalian, hendaklah kalian mengasah
pisaunya dan membuat nyaman sembelihannya HR
Muslim.

35
Risalah Udhhiyyah
BAB VI

DISTRIBUSI DAGING QURBAN

Salah satu bagian yang paling krusial dalam qurban


adalah pendistribusian daging qurban. Syari’at
mengajarkan kepada kita untuk membagi daging qurban
menjadi tiga bagian yaitu sepertiga untuk dimakan dan
disimpan, sepertiga untuk disedekahkan dan sepertiga
untuk dihadahkan. Berdasarkan hadits Nabi :

‫د!وا‬ ‫وا واد روا و‬


Makan dan simpanlah serta sedekahkanlah HR Abu
Dawud dan Nasai.

36
Risalah Udhhiyyah
Boleh mensedekahkan semuanya, sebagaimana
bolehnya jika tidak menghadiahkan kepada orang kaya
sedikitpun.29

Bagi orang yang berqurban disunnahkan untuk


memakan daging hewan qurbannya meskipun sedikit,
berdasarkan firman Allah dalam QS Al Hajj ayat 27

َ K َ ْ ‫َ ُ ُوا * َوأَ ْط ِ ُ وا ا‬
‫ ِ َر‬Hَ ْ ‫ِس ا‬
Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang
yang sengsara dan fakir

Wajib untuk mensedekahkan daging qurban kepada


orang-orang faqir berdasarkan ayat di atas. Dan boleh
memberikannya kepada orang kaya sebagai hadiah untuk
dimakan saja. Dalam arti orang kaya tidak
diperkenankan untuk menjual atau menghibahkan daging
qurban pemberian orang lain, namun diperkenankan
untuk memakannya atau menyuguhi tamu dengannya.30

Distribusi daging qurban kepada kaum faqir haruslah


berupa daging mentah, supaya mereka bisa menjualnya
atau apapun yang berkaitan dengan tasharruf, tidak

29
Abu Bakar Jabir, Minhajul Muslim hal. 266
30
Busyral Kariim Juz 2 hal 52

37
Risalah Udhhiyyah
boleh dibagikan matang atau mengundang mereka
untuk makan bersama.31

Tidak boleh pemberian kepada faqir miskin hanya


berupa jerohan atau kulit semata tanpa diserta daging
sebab maksud dari udhhiyyah adalah menggembirakan
kaum dhuafa.

Semua bagian dari hewan qurban harus terdistribusi


tidak boleh ada yang dijual atau digunakan sebagai upah
bagi tukang jagalnya, sebab sayyidina Ali berkata:

‫م أَنْ أَ ُ!و َم‬ ‫و‬ ُ< ِ< ‫ ر ول‬#ِ ‫أَ َ َر‬


6َ ْ‫ أَن‬#ِ ‫َ َر‬ َ‫ َم ِ' َ" َ َ* َو ُ' ُو َد َھ َوأ‬A !َ ُ )َ ِ ِ ْ‫ُد‬
‫ُ ْ طِ ِ ن‬ ُ‫ و! ل َ ْ ن‬K * َ ‫ ا ْ َ' <ز‬#َ ِ‫أ ُ ْ ط‬
‫ار‬
َ ‫ِ ْ ِد‬
Rasulullah memerintahkan saya untuk menyembelih
onta dan membagikan kaki dan kulitnya dan
memrintahkan kami untuk tidak memberikan tukang
jagal sebagai upah sedikitpun darinya. Dan beliau
berkata, kami memberikan tukang jagalnya dari uang
kami pribadi HR Bukhori.

31
Zakarya Al Anshori, Asnal Matholib Juz 1, hal 537

38
Risalah Udhhiyyah
Syeikh Zakarya Al Anshari mengatakan alasan
dilarangnya untuk menjadikan upah bagi penjagalnya
adalah, sesungguhnya si pengqurban sudah
mengeluarkannya dalam rangka taqorrub kepada Allah,
maka tidak boleh kembali lagi kepada dirinya, kecuali
untuk hal yang dimurahkan oleh syari’ah seperti untuk
dimakan dan disimpan bersama keluarganya.

Kecuali jika pemberiannya kepada tukang jagal tersebut


bukan sebagai upah, namun karena faqirnya atau
sebagai hadiah untuk dimakan jika mereka adalah orang
kaya, maka hal ini diperbolehkan.32

Terkait dengan kulit, maka bagi si pengqurban tidak


diperkenankan untuk menjualnya sebab bisa
berimplikasi pada rusaknya ibadah qurbannya.
Berdasarkan Hadits Nabi riwayat Imam Baihaqi

% ‫"أ‬ ‫ن ع'دأ‬
Siapapun yang menjual kulit qurbannya maka
qurbannya tidak sah.33

Panitia pun tidak diperkenankan menjual kulit qurban


ataupun memberikannya kepada tukang jagal sebagai
upah sebab panitia hanya wakil bukan pemilik. Salah

32
Ibid
33
Fiqih Manhaji, Juz 1 hal 235

39
Risalah Udhhiyyah
satu syarat jual beli adalah milkuttaam (milik secara
sempurna) oleh karenanya panitia tidak berwenang
menjual kulit atau kepala qurban.

Kulit qurban wajib di shodaqohkan kepada faqir miskin


atau dimanfaatkan untuk sesuatu yang berguna, dan
boleh bagi faqir miskin untuk menjualnya sebagaimana
bolehnya mereka menjual daging qurban yang mereka
terima.34

Akan tetapi Abu Hanifah memperbolehkan menjual kulit


qurban akan tetapi ditukar dengan barang, tidak boleh
ditukar dengan dinar ataupun dirham (Uang)35

Akan tetapi Abi Hanifah berpendapat tidak bolehnya


qurban hingga hari terakhir hari Tasyriq, bagi siapapun
yang berkeinginan taklid kepada beliau maka hendaklah
ia mulazamah dengan madzhabnya dengan memenuhi
syarat-syarat taklid.36

Umat Islam yang tidak diberikan keluasan rizki oleh


Allah maka seyogyanya ia tidak memaksakan diri untuk
berqurban, sebab pada hakekatnya Rasulullah
Shallalloohu alaihi wasallam telah berqurban untuk
mereka. Ketika nabi berqurban beliau berdoa,

34
Ibid
35
Subulussalam Juz 4 hal 95
36
Bughyah Juz 4 hal 341

40
Risalah Udhhiyyah
Allohumma hadza ‘anniy wa an man lam yudhohi min
ummatiy ( Ya Allah ini adalah qurbanku dan qurban
seluruh umatku yang tidak mampu berqurban) HR
Nasai.

Adapun mindah qurban dari satu negara ke negara lain,


jika yang dipindah adalah hewannya atau harganya
maka ulama memperbolehkannya. Namun apabila yang
dipindahkan dagingnya maka jumhur ulama
melarangnya, kecuali Imam Qoffal yang
37
memperbolehkannya.

Wallahu a’lam

37
Kifayatul Akhyar Juz 2

41
Risalah Udhhiyyah
BAB VII

LARANGAN MEMOTONG KUKU DAN RAMBUT

Rasulullah Shallalloohu ‘alaihi wasallam dalam sebuah


hadits yang diriwayatkan dari Ummu salamah dan
terabadikan dalam shahih Muslim bersabda:

" # ‫ ت ا ر و أراد أ د م أن‬2‫اذا د‬


) ‫س ن ره و ره‬
Ketika sudah masuk sepuluh hari pertama bulan dul
hijjah dan salah satu diantara kalian ingin berqurban,
maka janganlah ia mengambil rambut ataupun kulitnya
sedikitpun (HR Muslim)

Berdasarkan hadits ini para ulama berbeda pendapat


tentang hokum memotong kuku dan rambut bagi orang
yang akan berqurban ketika memasuki bulan dzulhijah.

42
Risalah Udhhiyyah
Said Bin Musayyab, Ahmad Bin Hambal, Ishaq Bin
Rahawih dan sebagian ulama Syafi’iyyah berpendapat
bahwa hal itu hukumnya haram sebab dhohir hadits di
atas.

Imam Malik, Imam Syafi’i dan para ashabnya


berpendapat bahwa hukum memotong kuku dan
rambut pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah bagi
orang yang akan berqurban hukumnya makruh tanzih,
bukan haram berdasarkan hadits dari Sayyidah Aisyah
Ra

ّ ‫د ھدي ر ول‬K"! ‫ت أ ل‬
‫رم‬ 6‫ و‬، * ‫م ث‬D ،‫م دھ ده‬D ،‫و م‬
‫ر ا *دي‬ ، ‫ء أ‬#

“Aku pernah menganyam tali kalung hewan kurban


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau
mengikatnya dengan tangannya lalu mengirimnya dan
beliau tidak mengharamkan sesuatu yang dihalalkan
Allah baginya sampai beliau menyembelih kurbannya”
HR Bukhari dan Muslim

Mereka juga berkata dalam rangka membantah orang


yang menyamakan antara orang yang berqurban
dengan orang yang ihram dalam keharamannya
memotong rambut dan kuku, bahawa para ulama
43
Risalah Udhhiyyah
sepakat tentang kebolehannya orang yang berqurban
untuk memakai pakaian yang berjahit dan memakai
wewangian sebagaimana maklum bahwa keduanya
diharamkan bagi orang yang ihram, maka hal itu
menunjukkan bahwa anjuran untuk tidak memotong
rambut dan kuku hanya sunnah saja, tidak sampai
kepada derajat wajib.38

Dikalangan ulama ada yang membolehkannya,


Pendapat ini adalah pendapat para fuqaha dari kalangan
Al Hanafiyah, menurut mereka memotong rambut dan
kuku setelah terlihatnya hilal Dzul Hijjah bagi orang yang
ingin berkurban boleh boleh saja.

Menurut para ulama dari madzhab ini, orang yang ingin


berkurban tidak diharamkan baginya berpakain biasa
dan berhubungan suami isteri. Adapun hadits yang
digunakan oleh Al Hanabilah di atas, menurut Al
Hanfiyah mereupakan ketentuan bagi mereka yang
berihram saja.

Adapun orang yang tidak sedang melakukan ihram maka


kententuan tidak boleh memotong rambut dan kuku
tidk berlaku bagi mereka. perlu diketahui bahwa yang
dimaksud dengan memotong rambut adalah
memotongnya, mencukur, mencabut membakar atau

38
Shahih Fiqih Sunnah, Juz 4 Hal 342

44
Risalah Udhhiyyah
mengambil rambut dari tempatnya dengan cara
apapun, baik rambut kepala, jenggot, ketiak, kemaluan
atau rambut lain yang ada di seluruh tubuh. Dan yang
dimaksud dengan memotong kuku adalah melepaskan
kuku dari tempatnya dengan cara apapun.39

39
Fiqhul Islami Wa Adillatuhu Offcit hal.257

45
Risalah Udhhiyyah
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama


Republik Indonesia, 2002
An-Nawawi, Muhyiddin, Shahih Muslim bi Syarh An-
Nawawi, Daarul Manar, Kairo ,2003

Al-Bukhori, Abu Ismail, Jami’ Ash-Shahih, Thoha Putra,


Semarang : TT
Al-Bugho, Musthofa Dieb, At Tadzhib. Ma’had salafi,
Surabaya: Tt
Al Khon, Musthofa dkk, Fiqih Manhaji, Darul Musthofa,
Makkah: 2015
Al Hadhromiy, Abdur Rahman, Bughyah Al
Mustarsyidin, Darul Manar, Kairo : 2006
Al Hishniy, Taqiyyudin, Kifayatul Akhyar, Thoha Putra,
Semarang : TT

46
Risalah Udhhiyyah
Al-Jazairiy, Abu Bakar Jabir, Minhajul Muslim, Darul
Hadits, Kairo: 2012
Al Jaziri, Abdur Rahman, Al Fiqhu Ala Madzahib Al
Arba’ah, Darul Hadits, Kairo: 2010
An-Naisaburiy, Muslim Bin Hajjaj, Shahih Muslim,
Thoha Putra, Semarang : Tanpa Tahun.
An Nasai, Sunan Nasai, Darul Kutub Al Islamiyyah,
Beirut : 2004
As-Sijistani, Sulaiman bin Al-Asy’ats, Sunan Abu
Dawud, Dar Al-Fikr, Beirut : 2000
Ash Shon’aniy, Subulussalam, Pesantren Petuk, Kediri:tt
Asy Syathiri, Ahmad Bin Muhammad, Syarah Yaqu An
Nafis, Darul Fikr, Beirut : 2005
An-Naisapuri, Al-Hakim, Mustadrok Ala Shahihain,
maktabah Nizar Mustafa Al Baz, Riyadh: 2000
Ibnu Hambal, Ahmad, Musnad Ahmad, Darul Kutub,
Kairo : 2007
Mathar, Husein Dkk, At Targhib Wat Tarhib, Darul Ihya,
Surabaya : tt
Sayyid Salim, Abdul Malik Kamal, Shahih Fiqih
Sunnah, Darut Tauqifiyyah, Kairo: 2010
Zuhaili, Wahbah, Prof. Dr, Fiqhul Islamiy Wa
Adillatuhu, Darul Fikr, Beirut : 2003

47
Risalah Udhhiyyah
TENTANG PENULIS

AHMAD RIFA’I, Lahir di Demak, 21 Juni 1978 adalah


putra pertama dari pasangan Bapak Masfuri alias Alif
Muntaha dengan Ibu Muslimah.

Aktifitas sehari-hari adalah Kepala SMP Muhammadiyah


13 Jakarta, dan mengasuh lebih dari 15 majelis taklim di
Jabodetabek.

Buku yang pernah ditulis dan diterbitkan adalah

1. Inilah Hujjah Kami tahun 2018,


2. Menelisik Pengajaran Al Qur’an pada zaman
Nabi 2018,
3. Sekelumit Bahasan Penumbuh Iman tahun 2019,
4. Puasa Dalam Naungan Sunnah Nabawiyyah
tahun 2019
5. Wawu qosam dalam Al Qur’an tahun 2015
6. Risalah Udhhiyyah tahun 2019

48
Risalah Udhhiyyah
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan
ampunannya kepada kita semua, serta memasukkan
kita semua ke dalam golongan hambanya yang sholihin.

49
Risalah Udhhiyyah

Anda mungkin juga menyukai